You are on page 1of 20

SILABUS PENGAJIAN (PENDALAMAN ISLAM)

MATERI PRA MURAKKAZAH


1. ISLAM KAFFAH
SUB TEMA

URAIAN
Definisi yang bersifat jami (menyeluruh) dan maani (mencegah), dengan mengambil dari beberapa nash, yaitu: Islam adalah
agama yang diturunkan Allah SWT. kepada Nabi Muhammad saw. untuk mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan
manusia dengan sesamanya dan hubungan dengan dirinya sendiri.
- Diturunkan Allah SWT., berarti mengecualikan agama yang tidak diturunkan Allah seperti: Hindu, Budha, Konghucu, dll
- Kepada Nabi Muhammad saw., bermakna mengecualikan agama samawi yang diturunkan selain kepada Nabi Muhammad saw.
- Mengatur hubungan manusia dengan Allah, dengan sesamanya, dan dengan dirinya, menunjukan kekonfrehensifan hukum
Islam mengatur segala bentuk interaksi manusia dalam kehidupannya. Hal ini diambil dari ayat:

Dan Kami turunkan kepada kamu Kitab ini untuk menerangkan semua perkara (QS.An-Nahl : 89)
Juga ayat:
Definisi Islam

Dan Kami telah turunkan kitab ini kepadamu dengan membawa kebenaran yang membenarkan kitab yang diturunkan
sebelumnya dan mengalahkannya (QS. Al-Maidah : 48)
Juga ayat:

Hari ini telah Aku sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Aku cukupkan untuk kamu nikmat-Ku, serta Aku ridhai Islam
sebagai agamamu (QS. Al-Maidah : 3)
Ayat ini (QS. Al-Maidah : 3) dengan jelas menyebutkan lafadz Islam sebagai Din (agama). Sedangkan lafadz yang sama (Islam)
tidak pernah digunakan Al-Quran untuk menyebut nama-nama agama nabi dan rasul sebelumnya. Mafhum mukhakafah lafadz
Aku ridhai yang merupakan kata kerja sifat, berarti Aku tidak meridhai selain Islam sebagai agamamu. Mafhum ini diperkuat
oleh: QS. Ali-Imran:85 sbb.:

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di
akhirat termasuk orang-orang yang rugi
Islam adalah agama yang bukan saja mengurusi masalah keakhiratan (ruhiyah/spiritual), tetapi meliputi juga masalah kehidupan
dunia (siyasiyah/politik). Dengan kata lain, Islam adalah akidah spiritual dan politik atau agama dan idiologi..
- Aqidah ruhiyah/ spiritual seperti: ibadah (shalat, zakat, puasa, haji dll), pahala, siksa, surga, neraka dsb.
- Aqidah siyasiyah/ politik seperti: ekonomi, sosial/ pergaulan, pemerintahan, sanksi, pengelolaan SDA, politik luar negeri dll
Sumber hukum Islam adalah Al-Quran dan As-Sunnah yang datang dalam bentuk global. Selain itu ada pula Ijma sahabat dan
Qiyas Syariyyah. Suatu pendapat dikatakan hukum syara ketika digali dan disandarkan pada sumber tersebut.
Berkembangnya cara kehidupan manusia berkonsekuensi pada munculnya permasalahan baru yang memerlukan pemecahan.
Islam bisa menyelesaikan setiap permasalahan baru tadi melalui ijtihadnya seorang mujtahid. Karena itu ijtihad hukumnya fardlu
kifayah.
Pertanyaannya adalah, mampukah Islam menjadi Agama Spritual dan Politik? Untuk menjawabnya bisa dibuktikan dengan
menganalisis bukti-bukti, baik aspek normatif (tertuang dalam nash) maupun aspek historis (sejarah)).
Ruang Lingkup
Ajaran Islam

- Secara Normatif, Islam memiliki elemen berupa konsep/pemikiran (fikrah) dan metode (thariqah).
a. Pemikiran Islam meliputi konsep; (1) Akidah Islam dan (2) Hukum Syara.
b. Sementara metode Islam meliputi:
(1) Tata cara penerapan akidah dan hukum oleh individu, masyarakat juga Negara,
(2) Tata cara mempertahankan akidah dan hukum melalui institusi peradilan (al-qadla) dan negara, dengan penerapan
sanksi hukum/ uqubat,
(3) Tata cara mengemban akidah dan hukum, yaitu dilakukan melalui dakwah yang diemban oleh individu, partai/ jamaah
dan Khilafah dalam jihad fii sabilillah.
- Secara Historis, bukti sejarah yang telah dibukukan dalam sirah maupun tarikh seperti: Sirah Ibn Hisyam, Tarikh karya Ibn Katsir
dll, yang memberikan gambaran tentang penerapan Islam selama berabad-abad. Selain itu bukti penerapan Islam yang paling
otentik adalah kodifikasi hukum Islam yang terbukukan dalam kitab fiqih, mulai dari zaman Rasul saw sampai masa Khilafah
Uthmaniyyah di Turki. Sejarah telah mencatat dengan gemilang penerapan Islam selama 13 abad lebih ketika Islam diterapkan
sebagai mabda dalam institusi Negara.

Antara Islam
Dan Kekufuran

Setelah Islam diturunkan, maka agama lain selain Islam dinyatakan tertolak dan tidak diridhai. Maka merupakan kekufuran bagi
siapa saja yang memeluknya.

Siapa saja yang mencari selain Islam sebagai agama, sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) darinya. (QS. Ali Imran : 85)
Juga ayat:

Dan Kami telah turunkan kitab ini kepadamu dengan membawa kebenaran yang membenarkan kitab yang diturunkan
sebelumnya dan mengalahkannya (QS. Al-Maidah : 48)
Lafadz muhaiminan alayh bermakna musaythiran alayh, yang berarti: Al-Quran diturunkan untuk menghapus ajaran sebelumnya.
Inilah yang dijadikan dalil oleh para ulama mengenai kedudukan Islam sebagai penghapus (nasakh) agama Nabi sebelumnya.
Status kekufuran bisa diklasifikasikan menjadi dua:
- Kufur Segi Agama: yaitu (1) kufur ahli kitab yang meliputi Yahudi dan Nasrani dan (2) kufur musyrik seperti Hindu, Budha dll
- Kufur Segi Idiologi: Meliputi kedua idiologi/mabda selain Islam, yaitu Kapitalisme-Demokrasi dan Sosialisme-Komunisme.
Maka, kedudukan semua ajaran selain Islam (agama atau mabda) adalah kufur, memeluknya dengan keyakinan dinyatakan kafir.
Kufur Aspek Agama: Yahudi dan Nasrani







Kesalahan
Ajaran Selain
Islam

Dan orang-orang Yahudi mengatakan bahwa Uzayr adalah putra Allah, orang-orang Nasrani mengatakan bahwa al-Masih adalah
putra Allah. Demikian pernyataan mereka dengan mulutnya, menyerupai orang-orang kafir sebelumnya. Allah mengutuk mereka.
Bagaimana mereka bisa berpaling dari kebenaran. (QS. At-Taubah : 30)
Kufur Aspek Idiologi: Kapitalisme dan Sosialisme
- Kapitalisme memiliki akidah sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan/Negara. Idiologi ini lahir di Eropa akibat
adanya pertentangan sengit yang berlangsung berabad-abad antara para Raja dan kaum agamawan Nasrani dengan para
intelektual dan filosof. Idiologi ini menolak peran Pencipta dalam aturan kehidupan, serta menjadikan kedaulatan (hak membuat
hukum) ada di tangan rakyat.
- Sosialisme-Komunisme memiliki akidah materialisme. Idiologi ini menolak secara mutlak keberadaan agama dan berpendapat
bahwa materi adalah azali. Agama dianggap sebagai candu bagi masyarakat yang akan menghalangi dari kemajuan (Karl
Mark).

Islam Suatu
Metode
Kehidupan
yang Unik

Islam adalah sebuah pola kehidupan yang khas, yang berbeda dengan pola hidup lainnya seperti pola hidup Nasrani, Yahudi,
Kapitalisme maupun Sosialisme. Islam mewajibkan pemeluknya untuk hidup dalam suatu warna kehidupan tertentu secara
konstan, tidak berganti maupun berubah karena situasi dan kondisi.
Islam mewajibkan pemeluknya untuk selalu terikat dengan pola tersebut, sehingga menjadikan jiwa dan pikiran mereka tidak akan
merasakan ketenangan dan kebahagiaan kecuali berada dalam pola kehidupan Islam.

2. ANTARA MANUSIA DAN AGAMA


SUB TEMA

URAIAN
Manusia adalah materi/benda, dan Allah meniupkan ruh pada manusia sebagai rahasia kehidupan. Pergerakan manusia juga
bersifat materi yang bisa diindera secara langsung. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut:

Hakikat
Manusia
Menurut Islam

Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah ruh itu merupakan urusan Tuhanku, dan kalian tidak diberikan
pengetahuan tentangnya melainkan hanya sedikit. (QS. Al-Isra : 85)
Kesalahan seputar pendapat jasmani dan ruhani pada manusia, yang berawal dari kekeliruan ide filsafat.
Manusia beraktivitas hanya untuk memenuhi potensi hidupnya berupa (1) kebutuhan jasmani (hajatul udhawiyyah) dan (2)
naluri (gharizah), lalu Allah SWT. membekalinya (3) akal yang mempunyai kemampuan untuk berfikir dan menghukumi sebuah
realita sehingga manusia bisa memilih tentang aktivitas yang akan dilakukannya.
1. NALURI

Potensi
Kehidupan
Manusia

Naluri (insting/gharizah) adalah potensi manusia yang mendorongnya untuk cenderung mengambil atau meninggalkan sesuatu
(benda maupun perbuatan). Keberadaannya bersifat pasti ada pada manusia dengan melihat berbagai penampakan dari naluri
tersebut. Karena banyaknya penampakan naluri, munculah kekeliruan dalam mengidentifikasi pengelompokan jenis naluri.
Sebagian ilmuwan dan intelektual Barat berpendapat bahwa naluri yang pada manusia jumlahnya ada ratusan bahkan ribuan.
Setelah meneliti berbagai penampakan dari naluri, ditemukan bahwa dari banyaknya penampakan tersebut bisa dikelompokan
menjadi tiga jenis:
1. Naluri mempertahankan diri (gharizah baqa)
Ialah naluri yang mengantarkan pada aktivitas-aktivitas untuk menjaga kelangsungan hidup manusia sebagai individu. Seperti:
rasa takut, berani, ingin memiliki, mempertahankan hak milik, cinta tanah air, kekuasaan, cinta golongan, cinta kehormatan dll
2. Naluri seksual/ kasih sayang (gharizah nau)

Ialah naluri yang akan mengantarkan pada aktivitas-aktivitas untuk menjaga kelangsungan hidup manusia sebagai suatu
spesies manusia. Seperti: menyukai lawan jenis, sifat keibuan atau kebapaan, menyayangi orang tua, kasih sayang sesama
manusia, dll.
3. Naluri beragama (gharizah tadayyun)
Ialah naluri yang mengantarkan pada kecenderungannya untuk mensucikan sesuatu, baik Allah SWT atau yang lain.
Ketiga naluri ini tidak bisa dihilangkan baik oleh dirinya maupun oleh orang lain karena sudah menjadi karakteristik yang
melekat pada manusia. Sedangkan penampakan bukanlah karakteristik manusia, tetapi reaksi yang timbul dari adanya naluri.
Hanya saja, pemenuhan sebagian naluri bisa dialihkan pada naluri yang lain, misalnya penampakan cinta pada istri bisa dialihkan
pada cinta kepada ibunya, atau penyembahan pada berhala bisa dialihkan pada penyembahan hanya kepada Allah SWT. Kuat
dan lemahnya naluri berlainan antara satu manusia dengan yang lain, hal ini karena mengikuti pengaruh eksternal, usia maupun
pemahamannya. Perbedaan ini akan menjadikan sebagian manusia akan melakukan aktivitas yang tidak dilakukan manusia lain.
Naluri muncul karena fakta dari luar (eksternal) yang diinderanya, misalnya: ketika melihat rumah mewah, muncul keinginan untuk
memilikinya (gharizah baqa), atau ketika melihat perempuan shalihah nan cantik, muncul rasa/keinginan untuk menikahinya,
(gharizah nau), juga ketika melihat ciptaan Allah, muncul kekaguman serta keinginan untuk mensucikan-Nya (gharizah tadayyun).
2. KEBUTUHAN JASMANI
Kebutuhan jasmani (hajatul udhawiyyah) berkaitan dengan struktur organ tubuh yang tersusun dalam diri manusia beserta
fungsinya. Misalnya jantung yang memerlukan oksigen, paru-paru memerlukan aliran darah, serta nutrisi-nutrisi tertentu yang
diperlukan tubuh. Tubuh manusia tersusun dari berbagai sel, dengan bentuk, warna dan tugas yang berbeda. Jumlahnya lebih
dari 200 milyar sel.
Kebutuhan jasmani memerlukan pemenuhan, baik berupa kondisi (suhu tertentu, istirahat dll.), benda (makan, minum dll), maupun
aktivitas tertentu (makan, bernafas, buang hajat dll). Dorongan kebutuhan jasmani timbul karena adanya pengaruh kerja internal
organ tubuh manusia. Pada kondisi tertentu, kebutuhan jasmani ini wajib dipenuhi, sebab jika tidak dipenuhi bisa mengakibatkan
kerusakan. Karena sifat pemenuhannya yang bersifat pasti, sesuatu yang harampun dihalalkan oleh Allah untuk orang-orang yang
membutuhkannya (keadaan terpaksa), yang dalam fikih Islam disebut rukhshah.
3. AKAL DAN FIKIRAN
Akal merupakan khasiyyat yang diberikan Allah SWT, dengan keistimewaan mampu mengaitkan realitas yang diindera dengan
informasi sebelumnya yang tersimpan dalam otak. Sedangkan otak pada hewan tidak mampu melakukannya, karena itu hewan
tidak bisa berfikir. Akal dibentuk melalui empat komponen, yaitu fakta (waqi), panca indera (hawas), otak (dimag) dan informasi
awal (malumat sabiqah). Tidak ada salah satunya maka tidak akan ada aktivitas berfikir.
Aktivitas berfikir adalah menghukumi sebuah fakta atau realitas, kadangkala seseorang berfikir secara dangkal, mendalam juga
cemerlang. Terkadang seseorang bisa berfikir lambat atau berfikir cepat. Hasil sebuah pemikiran (corak) ditentukan kaidah yang
melandasinya, bisa kaidah Islam sehingga disebut pemikiran Islam, atau kaidah yang lain.

Kebutuhan
Manusia Pada
Agama

Islam Adalah
Mafahim
Kehidupan,
Bukan Sekedar
Maklumat

Beragama merupakan kebutuhan manusia dalam sepanjang sejarah kehidupan. Naluri beragama menuntut pemenuhan secara
benar yang berasal dari Zat Yang Maha Mengetahui tentang manusia, yaitu Allah SWT. Pemenuhan ini tidak mungkin diserahkan
pada manusia yang tidak mampu memahami hakikat dirinya sendiri. Karenanya, untuk keselarasan pemenuhan ini dibutuhkan
aturan yang berasal dari Allah SWT. Tidak terpenuhinya naluri beragama bisa menimbulkan kegoncangan, kegelisahan dan
kekacauan.

Selain aturan ibadah, manusia juga membutuhkan agama (Islam) untuk mengatur aktivitas kehidupannya ketika berinteraksi
dengan manusia yang lain. Maka mutlak adanya penerapan syariah yang bersumber dari akidah sebagai pemecah persoalan
kehidupannya.

Selain itu, agama memang sengaja diturunkan Allah SWT untuk manusia sebagai standar di akhirat. Di sisi lain Allah telah
menjadikan akal sebagai pembeban tanggung jawab (manath taklif), sehingga manusia diberi pilihan untuk menentukan jalan
hidupnya, baik berada dalam ketaatan dengan mengambil aturan Allah SWT., maupun maksiat atau bahkan ingkar/ kufur.

Mafahim Islam adalah pemikiran-pemikiran yang memiliki penunjukan nyata (bukan informasi ghaib tanpa dasar), yang dapat
ditangkap akal secara langsung selama berada dalam batas jangkauan akalnya. Namun ketika diluar jangkauan akalnya, maka
kebenaran informasi itu bisa ditunjukan secara pasti melalui sesuatu yang sebelumnya sudah dibuktikan kebenarannya (nash
yang qathi) dengan jalan akal.

Dengan demikian, sesungguhnya Islam baik akidah maupun syariahnya bukanlah pengetahuan yang semata-mata untuk dihafal,
dan bukan pula sekedar pemuas akal. Tetapi keduanya merupakan mafahim yang mendorong manusia untuk berbuat, terikat dan
teratur hanya padanya. Atas dasar ini, maka seluruh ajaran Islam merupakan mafahim yang mengatur kehidupan manusia, bukan
sekedar informasi atau pengetahuan semata.

3. AKIDAH ISLAMIYYAH
SUB TEMA

URAIAN
Aqidah dalam bahasa Arab berasal dari lafadz aqada, yaqidu, aqiidatan yang berarti sesuatu yang diikat. Akidah dan iman
mempunyai konotasi yang sama yaitu sesuatu yang diyakini, bedanya lafadz aqidah digunakan oleh para ulama Ushuluddin,
sedangkan istilah iman digunakan dalam Al-Quran.

Akidah dan
Akidah Islam

Secara global akidah Islam bermakna akidah pemikiran yang menyeluruh tentang manusia, alam semesta dan kehidupan serta
apa yang ada sebelum kehidupan (Allah SWT.) dan sesudahnya (kiamat), serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada
sebelum kehidupan (syariat) dan sesudah kehidupan (hisab), yang diyakini oleh kalbu dan diterima oleh akal sehingga menjadi
pembenaran yang pasti, sesuai dengan kenyataan serta bersumber dari dalil. (Hafidz Abdurrahman : IPS)
Definisi global di atas memberikan gambaran mengenai: (1) Wilayah akidah, sebagai konsep yang menyeluruh, (2) Sifat atau
hakikat akidah yang berupa aktivitas hati, dan (3) Metode dalam membangun akidah, yaitu melalui pembuktian terhadap realitas
pemikiran yang didasarkan pada dalil.

Metode
membangun
Akidah

Karena keimanan seorang muslim wajib 100 % yakin, maka tidak ada taqlid maupun ijtihad dalam masalah keimanan. Al-Ghazali
mengatakan: Taqlid adalah mengikuti pendapat tanpa hujjah, dan itu bukanlah jalan memperoleh keyakinan, baik dalam bidang
ushul (akidah) maupun furu.
Imam Asy-SyafiI juga pernah berkata: Ketahuilah, bahwa kewajiban yang pertama kali bagi seorang mukallaf adalah berfikir dan
mencari dalil untuk makrifat (mengenal) Allah SWT. Berfikir adalah melakukan penalaran dan perenungan kalbu, dengan keadaan
berfikir tersebut orang dituntut untuk mengenal Allah. Dengan cara seperti itu, dia mampu mencapai makrifat kepada hal-hal yang
ghaib dari pengamatannya dengan indera, dan aktivitas tersebut merupakan kewajiban, hal itu merupakan kewajiban dalam
bidang ushuluddin.
Dalil yang bisa menghasilkan pada keyakinan 100 % dan berhasil membentuk akidah ada dua macam, yaitu:

Dalil Akidah

- Dalil aqli, yaitu bukti yang dihantarkan oleh akal, yaitu pembuktian atas fakta (alam, manusia atau kehidupan) yang bisa
dijangkau oleh akal ketika bukti tersebut dihasilkan dari proses pengaitan/ akumulasi antara realitas, penginderaan, otak dan
informasi awal. Seperti iman kepada Allah SWT, alQuran dan iman kepada Rasul saw.
- Dalil naqli, adalah bukti yang difahami oleh akal melalui proses penukilan dari nash yang qathi, baik qathi tsubut (pasti
sumbernya: (Al-Quran dan hadits mutawatir) maupun qathi dilalah (pasti penunjukannya: ayat yang muhkamat)
Dalam hal ini, akidah berbeda dengan syariah dalam hal penggunaan dalil, karena dalam wilayah syariah yang menuntut untuk
amal cukup dengan dalil yang sifatnya dugaan kuat (dzann), bahkan haram menolaknya selama terkategori shahih.
Dalil aqli dan naqli:
1. Iman kepada Allah sebagai Pencipta dan Pengatur.
2. Iman kepada al-Quran yang dirunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw.
3. Iman kepada kerasulan Muhammad saw sebagai penerima dan pengemban risalah Islam
4. Iman kepada qadla dan qadar yang baik dan buruknya dari Allah SWT.

Rukun Iman

Kekhasan
Akidah Islam

Dalil naqli:
1. Iman kepada Allah SWT
2. Iman kepada kitab-kitab
3. Iman kepada Nabi dan Rasul
4. Iman kepada para Malaikat
5. Iman kepada hari kiamat
6. Iman kepada qadla dan qadar yang baik buruknya hanya dari Allah SWT.
Akidah Islam dibangun berlandaskan akal bukan dogmatis (seperti ajaran kristen tentang trinitas). Wajib bagi seorang muslim
untuk mengimani segala perkara yang diberitakan al-Quran, baik berita tersebut bisa dijangkau oleh indera manusia atau berupa
perkara-perkara ghaib yang berada diluar jangkauan indera atau akalnya.
Akidah Islam sesuai dengan fitrah manusia. Beragama merupakan fitrah, perwujudan dari fitrah beragama ini adalah adanya
kenyataan bahwa dirinya penuh kelemahan, kekurangan, serta membutuhkan pada yang lain. Kemudian Islam datang untuk

membimbing manusia dalam memenuhi kebutuhan fitrah tersebut secara benar sesuai dengan karakteristik manusia.
Akidah Islam bersifat menyeluruh, yaitu mampu menjawab pertanyaan mendasar manusia atau uqdatul qubra dengan benar
Bagi Individu
1. Akidah Islam telah memuaskan akal dan memberikan ketenangan pada jiwa manusia
2. Akidah Islam mampu menumbuhkan keteguhan dan keberanian pada diri seorang muslim ketika memahami firman Allah:

Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. (QS. At-Taubah : 51)
Pengaruh
Akidah Islam

3. Akidah Islam akan membentuk ketakwaan pada diri seorang muslim, setelah menyadari hubungannya dengan Allah yang akan
menghisab seluruh perbuatannya pada hari kiamat. Kesadaran ini akan menuntutnya untuk selalu terikat dengan aturan-Nya
dengan standar halal dan haram.
Bagi Masyarakat
1. Akidah Islam memunculkan ruhul jamai dalam masyarakat, sehingga tercipta interaksi kehidupan yang dilandasi keimanan.
2. Akidah Islam mewujudkan masyarakat yang saling melengkapi
peraturan.

seperi halnya satu tubuh, satu perasaan, pemikiran dan

3. Akidah Islam mampu mengikat masyarakat dengan ikatan idiologis yang melintasi keluarga, ras, suku maupun bangsa tertentu.

4. SYAKHSHIYYAH ISLAMIYYAH
SUB TEMA

URAIAN
Ada dua fenomena yang tampak pada manusia, yaitu (1) penampilan fisik/performance dan (2) aktivitas gerak/perbuatan manusia.
Beberapa orang salah menilai dengan berpendapat bahwa penampilan fisik manusialah yang mempengaruhi kepribadiannya.

Kepribadian
Manusia
Menurut Islam

Sesungguhnya yang membedakan antara manusia yang satu dengan yang lain adalah perbuatannya, yaitu ketika perbuatan
tersebut berakumulasi yang kemudian mencerminkan tingkah laku (suluk) yang menentukan tinggi dan rendahnya kepribadian
seseorang.
Aktivitas seseorang merupakan wujud pemenuhan terhadap dorongan yang lahir dari kebutuhan jasmani dan nalurinya, tapi
dorongan tersebut tidak secara otomatis dipenuhi, karena yang menentukan dipenuhi atau tidaknya dorongan tadi adalah
kecenderungan (muyul) dan pemahaman (mafhum) orang tersebut. Dari sisni bisa disimpulkan bahwa yang membentuk
kepribadian seseorang sesungguhnya adalah mafhum dan muyul-nya, dengan kata lain kepribadian (syakhshiyyah) adalah

penyatuan cara berfikir seseorang dalam menghukumi realitas (aqliyyah) dan kecenderungan/muyul terhadap realitas tersebut
(nafsiyyah).
Sesungguhnya Allah tidak menilai wajah kamu serta harta kekayaan kamu, tetapi Dia hanya menilai hati dan amal perbuatan
kamu. (HR. Muslim dan Ibn Majah dari Abu Hurairah)
Setiap manusia diberikan fitrah berupa kemampuan berfikir, begitu pula kebutuhan jasmani dan naluri adalah fitrah yang akan
memunculkan dorongan (dawafi). Fitrah ini akan diikat dengan satu atau beberapa kaidah sebagai standar bagi keduanya.
Kemampuan berfikir akan menghasilkan mafhum, yang sesuai dengan kaidah yang dijadikan standar bagi berfikirnya. Doronganpun
akan menghasilkan kecenderungan (muyul) yang sesuai dengan kaidah bagi standar dorongannya. Berdasarkan uraian tersebut,
bisa disimpulkan bahwa kepribadian (syakhshiyyah) manusia dibentuk dari dua unsur, yaitu aqliyyah dan nafsiyyah.
Aqliyyah adalah Cara yang digunakan untuk memahami atau menghukumi sebuah fakta (benda perbuatan atau pemikiran)
dengan mengembalikan (hasil penghukumannya) pada satu atau beberapa kaidah tertentu. Dalam Islam, kaidah yang dimaksud
bisa berupa standar perbuatan atau kaidah syara (hukum asal benda atau hukum asal perbuatan) yang hanya berlaku bagi orang
Islam yang menjadikan akidah Islam sebagai landasan berfikirnya.

Unsur
Kepribadian
Manusia
Menurut Islam

- Corak aqliyyah sangat dipengaruhi oleh kaidah yang diambilnya. Seseorang yang mengambil kaidah Kapitalisme seperti hukum
asal benda dikembalikan pada nilai kegunaannya akan berbeda dengan seseorang yang mengambil kaidah Islam, karena seorang
muslim akan menjadikan halal-haram terhadap setiap benda sehingga dia tidak sembarangan memanfaatkan benda kecuali sesuai
ketentuan kaidah tersebut. Sedangkan orang Kapitalis hanya akan melihat dari segi manfaat yang bisa diperoleh dari benda
tersebut.
- Menjadikan Islam sebagai kaidah dalam berfikir adalah kewajiban sebagai konsekuensi dari keimanan seorang muslim. Rasul saw
bersabda: Tidaklah beriman salah seorang diantara kamu, sehingga menjadikan aku sebagai (standar) akalnya, yang digunakan
untuk berfikir.
Nafsiyyah (nafs, hawa) adalah Cara yang digunakan seseorang untuk mengikat dorongan (dawafi) dengan mafahimnya
berdasarkan standar/kaidah tertentu.. Kebutuhan jasmani dan naluri menuntut pemenuhan yang akan mendorong seseorang
melakukan perbuatan, dorongan (dawafi) ini akan terikat dengan mafhum tertentu yang telah dimilikinya, penyatuan dorongan dal
mafahim ini akan dikembalikan pada satu atau beberapa kaidah sehingga terbentuklah pada seseorang kecenderungan (muyul).
- Jika dorongannya dikendalikan oleh mafhum yang lahir dari akidah Islam, berarti nafsiyyahnya akan menjadi nafsiyyah Islam. Begitu
pula ketika mafhum-nya bukan Islam, Kapitalisme misalnya, maka akan terbentuk nafsiyyah Kapitalisme. Contoh mafhum Islam
adalah kasus para sahabat sebelum turunnya al-Quran mengenai keharaman khamer (QS. Al-Maidah : 91), waktu itu mereka
terdorong dan cenderung untuk mengkonsumsi khamer. Namun ketika mereka mengetahui bahwa telah turun ayat mengenai
keharamannya, serta merta mereka membuang khamer di jalan-jalan kota Madinah. Contoh lain adalah kasus Muhayyishah dan
saudaranya yang masih kafir, Muwayyishah. Muhayyisah berkata: aku telah dperintahkan untuk membunuhnya Kaab bin
Yahuza/tokoh bani Quraydhah oleh orang, yang jika memerintahkan aku untuk membunuhmu pun, pasti kamu akan saya bunuh..
dengan peristiwa ini justru akhirnya Muwayyishah memeluk Islam.

Antara
Kepribadian
yang Unik dan
yang Kacau

Telah terbukti bahwa kepribadian merupakan manifestasi dari mafhum dan muyulnya, atau aqliyyah dan nafsiyyah. Hanya saja
manifestasi ini sehingga menjadi suluk, bisa berupa kepribadian yang unik ataupun kepribadian yang kacau.
Kepribadian yang unik adalah kepribadian yang dibangun atas kaidah yang sama/satu bagi aqliyyah dan nafsiyyahnya. Jadi ketika
kaidah yang dijadikan standar aqliyyahnya sama dengan kaidah yang dijadikan standar bagi nafsiyyahnya, baik sama-sama
bersumber dari kaidah Islam, Kapitalis maupun Sosialis misalnya, maka kepribadiannya akan menjadi unik/khas.
- Contoh kepribadian Islam adalah para sahabat yang konsisten dalam memeluk Islam dan dakwahnya meskipun dihadapkan pada
ancaman penyiksaan sampai pembunuhan dari kaum Quraisy. Seperti Bilal bin Rabbah, Mushab bin Umair dll.
Kepribadian yang kacau adalah kepribadian yang dibangun dengan standar kaidah yang berbeda bagi aqliyyah dan nafsiyyah.
Seperti menjadikan Islam bagi kaidah aqliyyah tetapi mengambil Kapitalisme sebagai standar bagi nafsiyyah. Akibatnya, keputusan
atas realitas yang ditemuinya menghasilkan aqliyyah Islam, tetapi karena kaidah yang sama (Islam) tidak diambil sebagai kaidah
bagi muyulnya, melainkan dalam menentukan muyul dia mengambil kaidah Kaitalisme, sehingga akan nampak kekacauan dalam
suluk-nya yang mencerminkan kepribadian yang tidak konsinten dan kacau. Kacau karena tidak selaras antara keyakinan dengan
perbuatannya, atau tidak konsisten terhadap ucapannya.
- Contoh kepribadian yang kacau adalah seseorang yang memahami rusaknya fakta kehidupan saat ini, serta mengetahui betul
bahwa bertebaran ayat yang menuntut seorang muslim untuk melakukan perubahan terhadapnya. Tapi karena dia tidak menjadikan
kaidah Islam bagi standar muyulnya, maka dia tidak tergerak untuk melakukan perubahan, mungkin dia malah disibukkan dengan
hal lain.

Cara
Membentuk dan
Meningkatkan
Kepribadian
Islam

Kemampuan berfikir dan dorongan (dawafi) adalah fitrah, tetapi menjadikan akidah Islam sebagai landasan berfikir dan
kecenderungan (muyul) bukanlah fitrah, melainkan usaha manusia. Pembentukan kepribadian Islam mesti berawal dari aqidah
aqliyyah, yaitu membangun akidah Islam dengan cara berfikir, sehingga memiliki mafhum yang dibangun berdasarkan akidah
tersebut. mafhum inilah yang kemudian akan membentuk aqliyyah dan nafsiyyahnya. Mafhum adalah makna pemikiran (bukan
makna lafadz) yang realitasnya bisa digambarkan dalam benak. Seperti pemikiran bahwa Allah adalah satu merupakan mafhum.
Setelah membangun landasan dengan akidah Islam rasional, berikutnya adalah mengikatkan diri pada hukum syara sebagai
konsekuensi keimanan. Serta terus menerus menjaga akidah dan pemahaman Islam dengan meningkatkan kualitas berfikirnya
(aqliyyah) melalui tsaqafah Islam agar mampu menghukumi realitas (perbuatan atau benda) dengan landasan tersebut. Dan
meningkatkan nafsiyyah Islam dengan mengikat dorongan naluri dan kebutuhan jasmaninya oleh mafhum yang diperoleh dari
aqliyyah Islamnya, karenanya dia akan hidup dalam suasana keimanan, seperti memperbanyak amalan sunnah, bergaul dengan
orang shalih, khusyu dalam shalat dll.

5. PEMAHAMAN AKTIVITAS DALAM ISLAM


SUB TEMA
Perbuatan
Manusia
Menurut Islam

URAIAN
Dorongan yang lahir dari kebutuhan jasmani dan naluri merupakan fitrah, tetapi motivasi dan tujuan perbuatan adalah atas usaha
manusia. Dalam menentukan motivasi, tujuan dan maksud perbuatan seseorang, sangat dipengaruhi oleh mafhum-nya. Maka agar

motivasi dan tujuan perbuatannya benar, harus dibangun dengan pemahaman yang benar pula.
Selain pemahaman yang benar, penting pula membangun asas perbuatan manusia, yaitu keimanan yang sahih, serta kaidah amal
(qaidah amaliyyah) yang sahih pula. Karena itu, Allah SWT tidak hanya memerintahkan agar perintah-Nya dikerjakan dan
larangan-Nya ditinggalkan, tetapi memerintahkan pula agar apa yang diperintahkan dan dilarang itu terlaksana dengan baik.
Contohnya ketika Allah SWT memerintahkan jihad. Perintah tersebut tentu bukan hanya sekedar dikerjakan lalu dianggap selesai,
tetapi Allah juga memerintahkan agar jihad tersebut bisa dilaksanakan dengan baik dan berhasil secara gemilang. Maka Allah SWT
memerintahkan kaum muslimin untuk menyiapkan kekuatan yang maksimal agar dapat menggentarkan musuh. (QS. Al-Anfal : 60)
Motivasi adalah kekuatan yang mendorong manusia melakukan perbuatannya. Motivasi bisa diurai kedalam tiga jenis, yaitu:
1. Motivasi materi (al-quwwah al-aadiyyah), meliputi tubuh manusia dan alat pemenuhan kebutuhan jasmaninya. Motovasi ini
sangat lemah dan mudah dipatahkan karena berasal dari kebutuhan jasmani dan naluri manusia, seperti orang lapar, kadang
rasa laparnya bisa dia tahan sehingga dorongannya tidak langsung dipenuhi.
Motivasi
Perbuatan
Manusia

2. Motivasi emosional (al-quwwah al-manawiyyah), meliputi kondisi psikologis/kejiwaan yang senantiasa dicari dan ingin diraih.
Motivasi ini lebih kuat dari motivasi materi, meskipun pegaruhnya tidak konstan dan tahan lama karena merupakan kondisi
kejiwaan atau psikologis seseorang yang cenderung temporal. Misalnya perlawanan terhadap rezim yang otoriter, merupakan
perbuatan yang didorong kondisi kejiwaannya yang tertekan sehingga memunculkan semangat perlawanan.
3. Motivasi spiritual (al-quwwah ar-ruhiyyah), yaitu motivasi yang dibangun atas kesadaran akan hubungannya dengan Allah SWT.
Motivasi yang dibangun atas dasar prinsip perintah dan larangan Allah SWT. yang mampu mendorongnya melakukan hal
apapun, baik mengorbankan harta, raga dan jiwanya. Contohnya seperti perang badar yang dilakukan oleh 300 orang sahabat.
Dari ketiga motivasi tersebut, jelaslah bahwa hanya motivasi spiritual yang layak dijadikan landasan untuk membangun aktivitas
umat Islam, karena pengaruhnya yang mampu mengalahkan segala rintangan, serta mampu mengalahkan motivasi yang lainnya.
Tujuan perbuatan berkaitan dengan nilai (qimah) yang hendak diraih oleh manusia ketika melakukan perbuatan. Setiap orang yang
melakukan perbuatan hendaknya mempunyai tujuan untuk mewujudkan nilai tertentu, yaitu nilai yang telah ditetapkan oleh asysyari untuk direalisasikan dalam perbuatan tersebut. Setelah memperhatikan hukum syara, nilai-nilai tersebut antara lain:
1. Nilai materi (qimah maadiyyah), yaitu tujuan dalam bentuk materi. Seperti jual beli/al-Baqarah 275, bekerja/al-Mulk :15, dll

Tujuan
Perbuatan

2. Nilai kemanusiaan (qimah insaniyyah), yaitu hubungan dalam bentuk layanan sesama manusia tanpa melihat agama, suku, ras
dan pertimbangan lainnya. Seperti menolong orang tenggelam, atau membantu orang lain yang dalam kesulitan.
3. Nilai akhlaq (qimah akhlaqiyyah), yaitu sifat yang diperintahkan Allah SWT agar melekat pada seorang muslim ketika melakukan
perbuatan. Sifat tersebut akan terlihat ketika melakukan ibadah, muamalah, berpolitik, makan, minum, dll.
4. Nilai spiritual (qimah ruhiyyah), adalah nilai yang ingin diraih seorang muslim agar hubungannya dengan Allah SWT dapat
meningkat pada saat beraktivitas, meskipun mengorbankan harta atau jiwanya. Seperti shalat, haji, zakat, jihad, puasa dll.

Nilai spiritual bersifat pribadi yang hanya bisa dirasakan oleh dirinya sendiri. Berbeda dengan nilai kemanusiaan dan akhlak, bila
diraih oleh seseorang, maka orang lainpun ikut merasakannya. Sedangkan nilai materi, selain dirasakan bisa juga diraba secara
fisik.
Selain motivasi dan tujuan nilai perbuatan, kaidah dalam melakukan perbuatan pun penting untuk difahami agar tujuannya bisa
diwujudkan dengan sukses. Setidaknya ada tiga kaidah perbuatan yang mesti diperhatikan, yaitu.
1. Dibangun berdasarkan pemikiran/kesadaran (mabni ala al-fikr), yaitu membangun aktivitas dengan proses berfikir melalui
penggabungan fakta, indera, otak dan informasi sebelumnya, untuk diintegrasikan dalam mengambil keputusan atas perbuatan
yang akan dilakukan. Keputusan tersebut juga akan mampu menentukan tujuan/nilai apa yang hendak diraihnya?
Kaidah
Melakukan
Perbuatan

2. Untuk mencapai tujuan tertentu (min ajli ghayah muayyanah), yaitu menentukan nilai/qimah yang hendak diraihnya.
3. Dibangun berdasarkan keimanan (mabni ala al-iman), yaitu keimanan secara mutlak kepada rukun iman termasuk qadla dan
qadar. Misalnya keyakinan bahwa Allah SWT Maha Tahu atas segala yang dikerjakannya, dan akan menghisabnya, dll
Kaidah amal ini telah mengantarkan kaum muslim pada kejayaan, meskipun dengan sarana yang terbatas tapi mereka mampu
menguasai dunia. Misalnya ketika turun perintah jihad yang merupakan metode penyebaran agama Allah untuk menghancurkan
fitnah. Kaum muslimin sadar bahwa jihad merupakan perintah yang berat, tetapi mereka juga faham akan kehinaan ketika tidak
melakukannya. Kesadaran kaum muslimin ini dikuatkan oleh Allah SWT dengan syahid dan imbalan surga-Nya bi ghairi hisab.
Memang, seorang muslim hendaknya merealisasikan satu tujuan berupa nilai dalam perbuatan, sekalipun ada nilai lain yang
diperoleh sebagai imbasnya. Lalu bagaimana ketika dia dihadapkan pada dua nilai/qimah yang dari kedua nilai tersebut masingmasing telah ditetapkan Allah SWT. agar diraihnya. Mana yang harus dia prioritaskan?
- Esensinya tidak ada nilai yang dianggap lebih utama dari nilai yang lain. Jikalau ada, maka ketentuannya bukan semata karena
faktor manusia atau nilai itu sendiri, melainkan diserahkan pada ketentuan Allah SWT. Karenanya syara telah membuat ketentuanketentuan mengenai nilai mana yang paling utama dan perlu diambil ketika dihadapkan pada dua atau lebih nilai pada saat yang
bersamaan.

Menentukan
Nilai yang
Paling Utama

Dalilnya adalah:


Katakanlah, (Muhammad): Jika orang-orang tua kalian anak-anak kalian, saudara-saudara kalian, istri-istri kalian, keluargakeluarga kalian, harta benda yang kalian usahakan, perniagaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat
tinggal yang kalian sukai lebih kalian cintai daripada Allah SWT dan Rasul-Nya, serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai
Allah akan menurunkan keputusan-Nya, dan Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (QS. At-Taubah :
24)

- Ayat ini menerangkan, bahwa nilai spiritual yaitu mencintai Allah SWT dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya adalah bertolak
belakang dengan nilai materi, yaitu perniagaan, rumah, atau bertentangan dengan nilai akhlak, yaitu menghormati orang tua,
saudara mencintai anak istri, maka nilai spiritual wajib dilaksanakan.
Apabila mereka meminta kamu untuk mengulanginaya, maka ulangilah.. ini berkenaan peristiwa Ammar bin Yasir yang disiksa
untuk meninggalkan agamanya, dan Allah memberinya rukhshah karena untus paksaan untuk memilih nilai kemanusiaannya, yaitu
menyelamatkan jiwa atau tubuhnya.
Dalilnya:

Dan kamu jangan menjual janji Allah dengan harga yang murah. Sesungguhnya janji itu di sisi Allah nilainya lebih utama bagi
kamu, apabila kamu mengetahuinya. (QS. An-Nahl : 95)
- Ayat ini memerintahkan, bahwa memenuhi janji dan memegang teguhnya, yang merupakan nilai akhlak, harus diutamakan
dibandingkan dengan nilai materi, yaitu keuntungan duniawai.
6. ISLAM, RUHIYYAH DAN SIYASAH
SUB TEMA

URAIAN

Hukum Syara
dan Macammacamnya.

Sebagai agama dan mabda, Islam memiliki akidah dan syariah yang terpancar dari akidahnya. Akidah berkaitan dengan aktivitas
kalbu (keyakinan) sedangkan syariah berkaitan dengan aktifitas fisik (amal al-jawaarih). Dari segi komponen mabda, selain
memiliki fiqrah (pemikiran/ide) Islam memiliki juga thariqah (metode) yang keduanya bisa difahami secara rasional.
Syariah Islam adalah solusi seluruh permasalahan kehidupan manusia. Ibarat obat, ketika seseorang mengidap suatu penyakit,
dokter akan mengidentifikasi jenis penyakitnya untuk diberikan obat dan dosis yang tepat. Tapi, ketika pasien tadi tidak mau
meminum obat dari dokter, maka ampuhnya obat sebagai penyembuh tidak akan dirasakan olehnya, karena dia tidak
mengkonsumsinya.
Dalam fikih Islam, hukum syara terbagi kedalam; wajib, haram, sunnah, makruh dan mubah.

Hubungan
Manusia
dengan Allah

Naluri beragama mendorong manusia melakukan pentaqdisan, dari sinilah munculnya hubungan manusia dengan Tuhannya.
Masalahnya adalah ketika dorongan tersebut dipenuhi hanya dengan perasaan (wijdan) semata, hal ini berpeluang hilangnya arah
untuk menentukan siapa Zat yang layak disembah untuk memenuhi dorongan nalurinya. Karenanya, wijdan tersebut harus
dikontrol oleh akal dalam mencari Zat yang layak disembah tersebut. Contoh dengan wijdan adalah ketika seseorang
mengagungkan al-Quran, diciumnya, dipeluk serta disimpan di tempat yang tinggi, tapi aktivitas kehidupannya justru menyalahi isi
al-Quran.
Menurut ulama Ushul, ibadah mempunyai dua makna: (1) Ibadah secara umum, yaitu taat kepada Allah, tunduk, patuh serta
terikat dengan setiap aturan yang disyariatkan-Nya dalam agama (Islam). Dan (2) Ibadah mahdhah, yaitu perintah dan larangan
yang hubungannya langsung dengan Allah SWT., seperti shalat, puasa, haji, jihad, dll.
Aspek tujuan ibadah. Dalam hal ini hanya Allah-lah yang tahu kenapa disyariatkannya ibadah, manusia dapat mengetahui tujuan

tersebut sesuai kadar informasi yang diberitakan Allah SWT. dalam al-Quran. Diantaranya: shalat dapat mencegah dari perbuatan
munkar dan tercela (QS.al-Ankabut:45), puasa untuk meningkatkan ketakwaan (QS.al-Baqarah:183), zakat untuk membersihkan
diri (QS.at-Taubah:103) dan jihad untuk menghilangkan fitnah/kekufuran serta rintangan dakwah (QS.al-Baqarah:193)
Aspek kekhasan ibadah, antara lain: (1) Bersifat tauqifiyyah, yaitu hanya berasal dari Allah yang dicontohkan Rasul saw, (2)
Tidak didasarkan pada illat/alasan hukum, dan (3) Murni hanya bagi Allah SWT. dengan niat yang ikhlas.
Aspek pengaruh ibadah: (1) Menguatkan hubungan dengan Allah SWT., sehingga meningkat keyakinanya dan semakin erat
keterikatannya terhadap hukum syara (2) Memberikan ketentraman jiwa, dan (3) Menguatkan sifat akhlak seorang muslim.

Hubungan
Manusia
dengan
Sesamanya

Sistem ekonomi Islam, adalah hukum yang membahas; distribusi kekayaan, kepemilikan dan pengelolaan harta. Tiga asasnya
yaitu:
1. Pemilikan (milkiyyah), yaitu izin asy-syari kepada manusia untuk memanfaatkan benda maupun jasa. Terdapat tiga bentuk
kepemilikan, yaitu: (1) Pemilikan individu, (2) Pemilikan umum, dan (3) Pemilikan Negara.
2. Pengelolaan pemilikan (tasharruf al-milkiyyah), yaitu cara yang wajib dilakukan ketika menggunakan dan memanfaatkan harta,
baik cara pengembangan harta (tanmiyah al-mal) maupun pembelanjaan harta (al-infaq)
3. Distribusi kekayaan (tawzi al-amwal), yaitu penyaluran harta di tengah-tengah masyarakat. Diantaranya: mewajibkan zakat,
memberikan pemanfaatan kepemilikan umum yang merupakan hak masyarakat, pemberian cuma-cuma oleh Negara yang
diambil dari baitul mal, serta pembagian waris kepada ahli waris.
Sistem politik Islam, adalah hukum yang berkaitan dengan cara bagaimana urusan masyarakat dikelola dan diatur dengan Islam.
Karena politik dalam Islam adalah mengurusi urusan umat dengan menerapkan hukum Islam baik dalam negeri maupaun urusan
luar negeri. Dalam hal ini Islam telah menetapkan asas bagi sistem politiknya, antara lain:
1. Kedaulatan di tangan syara (as-siyadah li as-syari), yang artinya hak menetapkan hukum dan yang menjadi pengendali ada
pada syara. Karenanya, penghambaan sesama manusia seperti dalam sistem Demokrasi merupakan keharaman.
2. Kekuasaan di tangan umat (as-sulthan li al-ummah), tercermin dari penyerahan kekuasaan dari umat kepada penguasa dengan
metode baiat untuk menerapkan hukum syara. Konsekuensinya adalah : (1) Tidak ada kekuasaan yang sah bagi seorang
muslim kecuali diberikan oleh umat dengan baiat, (2) Umat berhak mengangkat Khalifah dengan ridha dan pilihan, (3)
Pemerintahan Islam bukan berbentuk kerajaan, (4) Meskipun kekuasaan diberikan umat, tapi penguasa tidak bisa diberhentikan
oleh umat, karena akad antara umat dengan penguasa bukanlah akad pegawai/ajir dan majikan/mustajir., (5) Umat memiliki hak
syura kepada Khalifah, dan (6) Penguasa adalah pelayan umat, bertugas memberikan maslahat dan menghilangkan mudharat
dari umat.
3. Pengangkatan seorang Khalifah untuk seluruh kaum muslimin adalah wajib. Konsekuensinya, (1) Haram hukumnya ada dua
pemimpin/Khalifah bagi kaum muslimin, (2) Bentuk Negara Islam adalah kesatuan dan sentralisasi, (3) Sistem pemerintahan
dalam Islam adalah Khilafah dan kepala negaranya disebut Khalifah atau Imamah.
4. Khilafahlah satu-satunya yang mempunyai hak mengadopsi hukum syara untuk dijadikan undang-undang. Konsekuensinya
yaitu: (1) Tidak ada yang berhak membuat undang-undang kecuali Khalifah, termasuk Majelis Umat (2) Khalifah mempunyai
otoritas membuat keputusan, dan pelaksanaannya wajib ditaati oleh seluruh warga Negara (3) Kepemimpinan Islam bersifat
individual, bukan kolektif (4) Pengadopsian hukum syara oleh Khalifah hukumnya mubah/boleh.
Sistem sosial kemasyarakatan dalam Islam, adalah hukum yang mengatur interaksi antara kaum laki-laki dan wanita, serta
akibat yang ditimbulkan dari interaksi tersebut. Hukum-hukum tersebut antara lain: (1) Hukum asal wanita adalah menjadi ibu dan
pengurus rumah tangga. (2) Hukum asal wanita wajib dipisahkan dengan laki-laki, (3) wanita dan laki-laki mempunyai hak dan
kewajiban yang sama kecuali kekhususan dari Allah SWT. bagi keduanya, (4) Wanita hidup baik dalam kehidupan umum maupun

kehidupan khusus sesuai dengan aturan syara. (5) Khalwat adalah haram, begitu juga sikap ber-tabarruj bagi wanita. (6) Wanita
dan laki-laki diharamkan mengerjakan aktivitas yang secara langsung bisa merusak akhlaknya atau membawa kerusakan bagi
masyarakat, (7) Kehidupan suami istri adalah kehidupan persahabatan yang penuh ketentraman serta saling membantu satu sama
lain, dan (8) Mengasuh anak adalah hak dan kewajiban wanita, baik muslimah maupun non muslimah.
Selain hukum-hukum di atas, masih ada hukum Islam yang terkait dengan sistem pendidikan, kesehatan, media informasi, dll

Hubungan
Manusia
dengan Dirinya.

Hukum-hukum akhlak. Akhlak adalah sifat yang melekat pada seorang muslim sebagai penyempurna perbuatannya. Syara telah
menentukan sifat-sifat akhlak tersebut dan menyebutnya dengan terpuji (hasan) dan tercela (tercela) atau baik (khair) dan buruk
(syarr). Semuanya diatur oleh syara dalam bentuk yang spesifik dan tidak diserahkan pada manusia.
Aspek kekhasan akhlak: (1) Akhlak tidak bisa dipisahkan dari hukum syara, (2) Tidak didasarkan pada illat, dan (3) Akhlak tidak
tunduk pada manfaat tertentu, baik oleh kehendak manusia atau dari perbuatan itu sendiri. Melainkan Allahlah yang
menetapkannya.
Hukum-hukum seputar pakaian, hal ini berkaitan dengan hukum benda yang terikat dengan halal haram.
Sesuai kaidah kulliyah yang berbunyi: Hukum asal benda adalah mubah/ boleh, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.
Hukum-hukum seputar makanan dan minuman, sama seperti pakaian yang terkait dengan hukum benda berupa halal dan
haram.

7. PROBLEMATIKA UMAT DAN SOLUSI ISLAM


SUB TEMA

URAIAN

Islam, Dunia
Arab, dan
Kemuliaan
Kaum Muslim

Allah SWT. telah merubah bangsa Arab dengan Islam, dari bangsa yang semula tidak berpengaruh menjadi bangsa yang
diperhitungkan yang kemudian mampu menguasai dua pertiga dunia. Islam telah merubah taraf berfikir bangsa Arab, mengganti
kegelapan dengan cahaya, serta membentuk ikatan yang kokoh berupa ikatan mabda, yaitu ukhuwah Islamiyyah.
Selama 13 abad lebih kaum muslimin menunjukan kemuliaannya dengan Islam. Pada masa itu, pasukan kaum muslimin yang
dipimpin Thariq bin Ziyad membebaskan Andalusia, Saad bin Abi Waqash menaklukan Persia yang sebelumnya menyebrangi
sungai Tigris, Khalifah al-Mutashim Billah mengerahkan beribu-ribu pasukan untuk membebaskan seorang wanita yang ditawan
dan dilecehkan Romawi yang kemudian menaklukannya, Muhammad al-Fatih menaklukan Konstantinopel dengan menakjubkan.

Penyebab
Kelemahan
Umat Islam

Umat Islam adalah kumpulan manusia yang sama dengan umat yang lain, mereka bisa bangkit dan kuat, namun bisa juga lemah
dan mengalami kemunduran bahkan kehancuran. Tak dapat diragukan lagi bahwa yang membuat umat Islam bangkit dan
mencapai kegemilangan adalah ketika mereka berpegang teguh (iltizam) pada ajarannya, yaitu Islam.
Ada beberapa faktor yang memperlemah umat Islam, antara lain:
1. Abad ke-2 H, masuknya pemahaman filsasat kedalam benak kaum muslimin yang merubah cara berfikir, serta metode dalam
menggunakan dalil. Muncullah para mutakallmin, yaitu orang Islam yang menguasai filsafat.
2. Awal abad ke-7 H, bahasa Arab mulai diremehkan pada masa kekuasaan ada di tangan bani Mamalik yang menyebabkan
ditutupnya pintu ijtihad. Keadaan ini berlangsung sampai datangnya pasukan Tartar yang memporak-porandakan Daulah
Islam.
3. Abad ke-11 H, muncul serangan pemikiran (ghazwul -fiqri) oleh Barat.
4. Pertengahan abad ke-12 H, runtuhnya Khilafah Turki Utsmaniyyah oleh Inggris dan sekutunya serta pengkhianat Kemal

Pasha.
5. Abad ke-13 H, muncul kesalahan dalam fiqrah dan thariqah untuk mengembalikan kehidupan Islam.

Problematika
Umat

Bidang Politik. Setelah kekalahan Khilafah Utsmaniyyah pada perang dunia 1, negara Islam kemudian dipecah menjadi negaranegara kecil khususnya setelah perjanjian sykes-picot. Umat Islam yang sebelumnya hidup dalam satu kepemimpinan berubah
menjadi negara-negara kecil yang disatukan dengan ikatan Nasionalisme. Hal ini menyalahi hukum wajibnya memiliki hanya
seorang pemimpin/Khalifah/Imamah bagi kaum muslimin.
Bidang Ekonomi. Hampir semua negeri Islam saat ini menerapkan sistem ekonomi Kapitalis yang berasal dari Barat. Dengan
sistem ini, para penguasa bertindak layaknya pengusaha yang memperhitungkan untung-rugi dalam melayani masyarakat.
Hukum-hukum Allah dalam pengelolaan SDA, keharaman ribawi dan perjudian, mata uang, fungsi penguasa sebagai junnah dan
raain, semua dilanggar dengan penerapan sistem ini. Akhirnya umat didzalimi, ditipu dan disengsarakan oleh penguasanya
sendiri yang lebih takut pada tuan Barat mereka ketimbang azab Allah SWT.
Bidang Sosial. Gaya kehidupan Barat seperti hedonistik, matrealistik dan pergaulan bebas kini tengah menyelimuti sebagian
besar umat Islam. Mereka sudah tidak bisa lagi dibedakan dengan gaya kehidupan orang kafir, bahkan atheis sekalipun.
Sebagian kaum muslimin sudah berperilaku menyimpang dari akidah Islam, sehingga makin menjerumuskan mereka dalam
lubang kehinaan baik di dunia maupun di akhirat.
Bidang Pendidikan. Selain mahalnya biaya pendidikan, kurikulumnya pun tidak berbasis pada akidah Islam tetapi berlandaskan
sekularisme Kapitalis. Dari awal sekolah, kaum muslim dibina dengan pemikiran-pemikiran Barat. Sehingga sangat wajar bila
hasil dari pendidikan melahirkan manusia-manusia yang berwatak sekuler, manusia yang takut mati dan cinta akan dunia.
Manusia yang tidak memiliki perhatian kepada Islam kecuali hanya pemuas spiritual belaka.
Selain permasalahan di atas, masih ada permasalahan lain yang mendera kaum muslimin tanpa kesudahan, diantaranya:
kemiskinan, kerusakan moral, korupsi, kriminalitas, penjajahan, pendangkalan akidah, dan masih banyak lagi yang semuanya
merupakan akibat dari pangkal permasalahan/ ummul jaraaim, yaitu penerapan hukum sekuler dan mencampakan Islam.

Islam Menjawab
Permasalahan
Umat dan Dunia

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan Islam) (QS. Ar-Rum : 41)
Imam Ibnu Katsir memaknai ayat ini, kerusakan (fasad) di muka bumi disebabkan karena maksiat yang dilakukan manusia.
Barangsiapa bermaksiat kepada Allah, berarti dia telah berbuat kerusakan di muka bumi. Sebab kebaikan di bumi dan di langit
hanya tercapai dengan ketaatan kepada-Nya dengan menerapkan hukum Allah SWT serta meninggalkan perkara yang haram
Untuk menjawab permasalahan umat saat ini, diperlukan beberapa kunci yang mesti dimiliki umat Islam, antara lain:
1. Kesadaran akan fakta rusak, artinya diperlukan seorang atau sejumlah orang yang memiliki kesadaran terhadap fakta rusak
saat ini dengan kecemerlangan berfikirnya, sehingga dia mampu menggambarkan secara rinci dan menguasai hakikat fakta
tersebut.
2. Memahami hukum syara. Setelah memahami fakta, orang tadi harus menggali hukum dari sumber hukum Islam yang
berkaitan dengan fakta rusak tadi. Sehingga dia bisa menerapkan hukum Islam terhadap fakta yang ditemuinya, dan
menyelesaikan setiap permasalahan hanya dengan hukum yang diturunkan Allah SWT. semata.
3. Adanya gerakan/aktivitas untuk mengganti fakta yang rusak dengan pemahaman Islam. Mempunyai kesadaran atas fakta dan
memahami hukum syara saja tidaklah cukup untuk terjadinya perubahan. Tetapi harus ada gerakan yang bertujuan untuk
merubah fakta yang rusak dengan hukum Islam, pergerakan yang bertujuan untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan
tegaknya Daulah Khilafah Islamiyyah. Tujuan besar ini tidak mungkin diwujudkan oleh individu, melainkan harus berupa

kelompok/partai yang terorganisir yang didalamnya terdapat sejumlah orang yang memiliki kesadaran, sejumlah orang yang
dibina secara intensif dengan tsaqafah-tsaqafah Islam yang telah diadopsi partai untuk mengantarkan pada tujuannya.
4. Menjadikan Rasul saw. sebagai teladan. Untuk mewujudkan cita-cita yang mulia dan besar berupa tegaknya aturan Allah SWT
di muka bumi, tidak ada cara lain kecuali menjadikan aktivitas Rasul saw -baik sebagai individu maupun sebagai kutlah
bersama para sahabat- sebagai teladan dalam aktivitasnya. Sedikit saja melenceng dari fiqrah dan thariqah yang contohkan
Rasul, niscaya keberhasilan yang dicita-citakan mustahil diwujudkan. Karena tujuan yang mulia tidak mungkin diwujudkan
kecuali dengan jalan yang mulia pula, bukan dengan yang lain.

Modal Umat
Isalm

Umat Islam adalah umat yang satu, umat terbaik yang diturunkan Allah SWT. untuk menjadi saksi atas umat lain. Umat yang
mempunyai potensi besar untuk meraih kejayaannya kembali. Mereka mempunyai Allah SWT. yang senantiasa menolongnya
ketika mereka menolong agama Allah, mereka mempunyai Rasul sebagai teladan terbaik bagi umat ini, mereka mempunyai
agama yang haq untuk membimbing mereka menuju cahaya, mereka memiliki jumlah yang banyak dan wilayah yang sangat luas,
mereka memiliki SDA yang melimpah, mereka memiliki manusia-manusia yang selalu bertaqarrub kepada Allah, yang takut akan
azab-Nya, serta senantiasa mengharap ridha-Nya, mereka yang meyakini janji Allah, bahwa Allah akan memberi kekuasaan
ketika mereka beriman dan beramal shalih. Tapi, satu yang belum mereka miliki, yaitu kepemimpinan Islam Daulah Khilafah
Rasyidah.
8. TARIF HIZB UT-TAHRIR

SUB TEMA

URAIAN

Hizb ut-Tahrir
dan Latar
Belakang
Berdirinya

Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang beridiologikan Islam. politik merupakan aktivitasnya dan Islam adalah idiologinya.
Hizbut Tahrir bergerak di tengah umat dan bersama mereka berjuang untuk menjadikan Islam sebagai perkara yang paling
utama, serta membimbing mereka untuk mendirikan kembali sistem Khilafah dan menegakan hukum Allah SWT.
Hizbut Tahrir didirikan dalam rangka memenuhi seruan Allah SWT, Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebaikan (Islam), menyuruh kepada yang maruf dan mencegah dari yang munkar, dan merekalah orang-orang
yang beruntung. (QS. Ali-Imran : 104)
Ayat ini memerintahkan pada kaum muslimin agar di antara suatu kelompok yang terpadu, yang mengemban dua tugas : (1)
Mengajak kepada kebaikan, yaitu Islam (Tafsir Jalalayn) dan (2) Menyeru kepada yang maruf dan mencegah kemunkaran.
Seruan (thalab) ini bermakna wajib karena terdapat qarinah (indikasi) dalam hadits yang menyatakan: Demi Zat yang diriku ada
di tangan-Nya, sungguh kalian (mempunyai dua pilihan, yaitu) melakukan amar maruf dan nahi munkar, ataukah Allah akan
mendatangkan siksadari sisi-Nya yang akan menimpa kalian. Kemudian setelah iu kalian berdoa, maka (doa itu) tidak akan
dikabulkan. (HR. Tirmidzi)

Tujuan Hizb utTahrir

Hizbut Tahrir bertujuan untuk melangsungkan kembali kehidupan Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia.
Tujuan ini berarti mengajak kaum muslimin kembali hidup secara Islami di dalam Darul Islam, dimana seluruh aktivitas kehidupan
diatur sesuai dengan hukum-hukum syara yang dipimpin oleh seorang Khalifah yang diangkat dan dibaiat oleh kaum muslimin
untuk didengar dan ditaati agar menjalankan pemerintahan berdasarkan Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya, serta mengemban
risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan dakwah dan jihad.
Disamping itu Hizbut Tahrir bertujuan membangkitkan kembali umat Islam dengan kebangkitan yang benar, melalui pola pikir
yang cemerlang. Mencoba mengembalikan pososi umat ke masa kejayaan dan kemuliaan yang pernah diraihnya dahulu.

Kenggotaan
Hizb ut-Tahrir

Hizbut Tahrir menerima keanggotaan setiap orang Islam, baik laki-laki maupun wanita. Cara mengikat individu-individu di dalam
hizb adalah dengan memeluk akidah Islam serta matang dalam tsaqafah hizb, mengambil dan menetapkan ide-ide serta
pendapat hizb. Dia akan menjadi bagian dari hizb baik dia mengajukan dirinya atau ditawari untuk menjadi anggota hizb setelah
sebelumya ia melibatkan diri dengan hizb. Hal tersebut muncul ketika dakwah telah berinteraksi dengannya, dan ia telah
mengambil dan menetapkan ide-ide dan persepsi hizb.
Halqah-halqah (pembinaan) wanita di dalam hizb terpisah dengan halqah laki-laki. Yang memimpin halqah para wanita adalah
suaminya, muhrimnya atau para wanita.

Aktivitas Hizb
ut-Tahrir

Hizbut Tahrir beraktivitas untuk mengemban dakwah Islam, merubah kondisi masyarakat yang rusak menjadi masyarakat Islam,
dengan merubah ide-ide kufur yang ada di tengah umat menjadi ide-ide Islam, sehingga terbentuk opini umum di tengah
masyarakat serta menjadi kesadaran umum yang akan mendorongnya untuk bergerak menerapkan Islam sesuai tuntutan syara.
Hizbut Tahrir juga beraktivitas untuk merubah perasaan yang ada di masyarakat menjadi perasaan Islam, yang akan menjadikan
mereka ridha terhadap apa yang diridhai Allah serta marah dan benci terhadap apa yang dimurkai dan dibenci Allah SWT.
Hizbut Tahrir adalah partai politik Islam, kerenanya seluruh aktivitas yang dilakukan Hizbut Tahrir bersifat politik, dimana hizb
memperhatikan urusan masyarakat sesuai dengan hukum dan pemecahan syari. Sebab, politik adalah mengatur dan memelihara
urusan rakyat sesuai dengan hukum-hukum dan pemecahan Islam. aspek politik ini juga tampak dalam pergolakan pemikiran
(shiraul fikri) dan dalam perjuangan politik (kifahu siyasi).

Metode Dakwah
Hizb ut-Tahrir

9. METODE DAKWAH ISLAM


SUB TEMA

URAIAN

Antara
Thariqah, Uslub
dan Wasilah

Thariqah (metode) adalah jalan yang harus/wajib ditempuh dalam merealisasikan tujuan.Thariqah selalu mengikuti pandangan
hidup tertentu, dan sifatnya tidak berubah. Sedangkan uslub adalah cara yang ditempuh untuk merealisasikan tujuan. Dan wasilah
(sarana) adalah alat atau benda yang digunakan dalam merealisasikan tujuan. Uslub dan walilah sifatnya tidak terikat, dengan kata
lain bisa berubah sesuai dengan keperluan.
Dalam kontek Islam, thariqah merupakan hukum syariat yang wajib diambil. Meninggalkannya dipastikan akan mengantarkan pada
kegagalan.
Contoh: Nyatakanlah apa saja yang telah diperintahkan kepadamu. (QS. Al-Hijr : 94). Ayat tersebut mengandung perintah berupa
keharusan adanya upaya terang-terangan dalam menyampaikan Islam (ini adalah metode), yang sebelumnya tidak diperintahkan.
Rasul menjalankan perintah Allah tersebut, beliau memulai menampakan dakwah dan kutlah dakwahnya kepada kaum Quraisy.
Beliau saw. dan para sahabat keluar menuju Kabah dengan berbaris rapi dalam dua shaf lalu mengelilingi Kabah (ini adalah
uslub). Uslub lain misalnya Rasul saw berdiri di sebuah bukit dan menyeru penduduk Quraisy secara umum untuk meninggalkan
kehidupan jahiliyah dan mengimani beliau saw. Terkait dengan sarana dalam hal ini, yaitu menyampaikan Islam, bisa berupa mulut
dengan ucapannya, tulisan ataupun bentuk lainnya yang bisa digunakan dalam mendukung dakwah.
Contoh kita saat ini terkait dengan ayat di atas (QS. Al-Hijr : 94) misalnya: thariqah, yaitu dengan kewajiban untuk menyampaikan

Islam. Uslub yang digunakan bisa melalui mimbar jumat, masyirah, kajian interaktif, talkshow, dll. Sedangkan wasilahnya bisa
menggunakan selebaran/ nashrah, buku, CD/kaset atau mulut (berbicara secara langsung).
Sekilas
Dakwah
saw.

Sirah Setelah diutus menjadi Rasul, Nabi Muhammad saw. berdakwah selama 23 tahun. Pada kurun waktu dakwah tersebut, kita bisa
Rasul
melihat bahwa dakwah Rasul saw. berada dalam dua periode, yaitu periode Mekah dan Periode Madinah.
1. Periode Mekah, berjalan selama 13 tahun. Pada masa ini Rasul saw selain sebagai utusan Allah SWT. berperan sebagai
pemimpin kelompok (kutlah) sahabat. pada periode ini pula kita bisa melihat ada beberapa fase yang dilalui Rasul saw., yang
menjadi thariqah dakwah beliau, yaitu fase tatsqif, fase tafaul dan fase istilamul hukmi.
a. Fase Tatsqif, hal ini dilakukan Rasul saw kepada siapa saja yang masuk Islam. Beliau saw. membina mereka dengan
tsaqafah Islam melalui wahyu yang berangsur turun untuk membentuk kepribadian Islam (syahshiyah Islamiyah) dalam diri
para sahabat. Mereka dibina dalam halaqah-halaqah di rumah arqam bin Abil Arqam. Fase tatsqif terus berjalan baik dalam
masa dakwah sirr (rahasia 3 tahun) maupun sampai masa dakwah secara terbuka (saafiran) setelah turunnya perintah Allah
dalam surat Al-Hijr : 94.
b. Fase Tafaul. Setelah turun perintah Allah SWT untuk menampakan dakwah, Rasul saw. kemudian memulai dakwahnya
dengan terbuka (saafiran) dan menantang (mutahaddiyan). Rasul mengajak masyarakat untuk mengesakan Allah,
menyembah-Nya, dan melepaskan diri dari selain-Nya. Sekaligus mencela dan mencabut sistem yang rusak di tengah realitas
kehidupan mereka. Disini terjadilah aktivitas pertarungan pemikiran (shiraa al-fikri) dan perjuangan politik (kifaah wa assiyasiy), yaitu pertarungan antara pemikiran rusak yang diterapkan saat itu dengan pemikiran Islam, antara keimanan dan
kukufuran. Pada masa pula Rasul dan para sahabat mendapatkan gangguan yang berat dari para penduduk Mekah yang
menghalangi dakwah, tetapi Rasul tidak pernah mengendorkan sedikitpun dakwahnya, bahkan semakin kuat dan agresif.
Setelah adanya penolakan keras yang disertai tindakan fisik dari penduduk Quraisy, Rasul saw kemudian menlanjutkan
dakwahnya dengan aktivitas thalabun nushrah, yaitu mencari pertolongan dan perlindungan dari para pemangku kekuasaan/
ahlul quwaah. Tujuannya adalah untuk mencari perlindungan bagi dakwah dan pengembannya serta pertolongan untuk
menerima kekuasaan dari para elit politik saat itu. Keadaan ini terus berlangsung sampai datangnya pertolongan Allah SWT
melalui penerimaan suku Aus dan Khajraj dan penyerahan kekuasaan dari mereka kepada Rasul saw untuk memimpin dalam
institusi Daulah Islam.
c. Fase Istilamul Hukmi. Ini adalah fase terakhir dari dakwah Rasul sebelum terbentuknya Daulah Islam di Madinah. Fase ini
ditandai dengan diserahkannya kekuasaan kepada Rasul tepatnya setelah terjadi baiat Aqabah ke-II di bukit Aqabah. Rasul
saw diberikan kekuasaan untuk menerapkan Islam secara praktis dan totalitas, sekaligus untuk menyebarkan Islam ke seluruh
penjuru dunia.
2. Periode Madinah. Pada periode ini Rasul saw. mempunyai peran sebagai Kepala Negara Islam. Beliau saw mengatur seluruh
kehidupan dalam negrinya dengan hukum Allah (seperti: pemberian sanksi atas pelanggaran syariat, mengatur seluruh
interaksi warga negaranya baik muslim maupun non muslim dll), serta menjalin hubungan/ interaksi dengan negara lain,
seperti: perjanjian, perang, pengiriman sariyyah hanya dengan hukum Islam semata. Setelah wafatnya Rasul saw., keadaan ini
negara Islam- terus berlanjut di tangan para sahabat, mulai dari Khulafaur Rasyidin, Kekhilafahan Umayyah, Kekhilafahan
Abbasiyah sampai Kekhilafahan Utsmaniyah yang runtuh tahun 1924 M.

Meneladani
Rasul dalam
Dakwah

Umat Islam saat ini tengah dilanda berbagai krisis politik, sosial, ekonomi, akidah semuanya berawal dari rusaknya pemkiran.
Kondisi ini menuntut umat Islam untuk berjuang melakukan perubahan dari sistem kehidupan yang rusak kepada kehidupan yang
Islami.
Saat ini, ada kesamaan dengan masa dakwah Rasul di Mekah dilihat dari (1) Tidak diterapkannya hukum Allah secara kaffah dalam

masyarakat dan (2) Tidak adanya institusi syari sebagai metode penerapan praktis dari akidah dan syariah, yaitu Daulah Khilafah
Rasyidah. Berangkat dari kesamaan kondisi ini maka kita bisa mengambil beberapa poin berkaitan dengan dakwah Islam.
1. Harus ada (minimal satu, beragam boleh) sekelompok jamaah/ partai/ organisasi yang bertujuan untuk mengembalikan
kehidupan Islam dalam Institusi Khilafah Islamiyah. Hal ini diperkuat oleh QS. Ali-Imran : 104.
2. Kelompok tadi harus tegak di atas akidah Islam dan terikat dengan hukum syara baik dalam fikrah maupun thariqahnya.
3. Senantiasa menjadikan dakwah Rasul sebagai teladan bagi dakwahnya
4. Memahami fakta kehidupan yang tengah terjadi, baik internal umat Islam maupun makar-makar yang dilakukan musuh dakwah.
Selain persamaan, terdapat juga beberapa perbedaan yang terjadi pada Rasul di Mekah dengan umat Islam saat ini, antara lain:
1. Ketika Rasul saw berdakwah di Mekah, al-Quran tengah berangsur turun. Sedangkan saat ini umat Islam hidup dalam
kesempurnaan al-Quran.

You might also like