Professional Documents
Culture Documents
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan dan Manfaat
Sumber Bahan Makanan Ternak
Istilah-istilah Dalam Ilmu Makanan Ternak
BAB II ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK
Analisa Proksimat
Analisa Air
Analisa Abu
Analisa Protein Kasar
Analisa Lemak Kasar
Analisa Serat Kasar
Bahan Ekstrak tanpa Nitrogen (Beta-N)
Penyajian Data Analisa Proksimat
Analisa Van Soest
Peralatan untuk analisis Van soest
Bahan Kimia
Neutral Detergent Fiber (NDF)
Analisa Energi
Prinsip Dasar
Penggunaan Energi Oleh Ternak
BAB III KIMIA MAKANAN TERNAK
Kualitas Protein
Chemical Score
Secara EAAI = Essential Amino Acid Index
Supplementary Effect
BAB IV BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI
Limbah Penetasan
Tepung Limbah Kodok
Tepung Bekicot
Keong Mas
Cacing Tanah (Lumbricus sp.)
Protein sel tunggal (PST)
Organisme Non Photosynthetic
Organisme Photoynthetic
BAB VI PAKAN SUPLEMEN
Suplemen Protein
Suplemen Asam Amino
Suplemen Mineral
Klasifikasi Pakan Mineral
Perlunya Suplemen Mineral
Petunjuk Suplementasi Mineral
Garam (NaCl)
Kalsium (Ca) dan Phosphor (P)
Suplemen Vitamin
Vitamin A
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
Biotin
Choline
Folacin (Asam Folat)
Inositol
Niacin (asam nikotinat, nicotinamide)
Asam pantothenat (vitamin B3)
Para Amino Benzoic Acid (PABA)
Riboflavin (vtamin B2)
Thiamin (vitamin B1)
Vitamin B6 (pyridoxin, pyridoxal, pyridoxamine)
Vitamin B12 (cobalamin)
Vitamin C (asam askorbat, asam dehydroaskorbat)
BAB VII PAKAN ADITIF
Pengikat Pelet
Bahan Anti Jamur
Probiotik
Enzim
Pigmen
Bahan Flavor
Kontrol Bau
Bahan Pengontrol Cacing
Anticoksidal
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Ada banyak cara yang digunakan untuk menentukan kualitas bahan makan
ternak. Secara garis besar penentuan kualitas dapat dilakukan secara fisik, kimia
dan biologis. Seorang ahli kimia dalam menentukan kualitas bahan makanan
ternak akan mempertimbangkan kualitas pakan dari segi kandungan protein,
lemak atau kandungan zat makanan lainnya. Lain halnya dengan ahli nutrisi
mereka selanjutnya akan memikirkan juga kualitas makanan berdasarkan biologis
seperti antara lain kecernaaannya dan nilai biologis lainnya. Lebih luas lagi di
industri makanan ternak, manajer industri pakan akan memikirkan hal lain seperti
daya tahan bila dalam bentuk pellet dan stabilitas air apabila disimpan, sedangkan
manajer peternakan lebih banyak mempertimbangkan pengaruhnya terhadap
produksi dan pertumbuhan ternaknya.
Umumnya dalam penentuan bahan makanan ternak secara kimia masih
menggunakan metode analisa proksimat (Weende ) yang telah dikembangkan
mulai 100 tahun lalu. Metode ini tetap merupakan dasar penentuan kualitas yang
banyak digunakan di dunia peternakan. Bahan makanan dibagi dalam 6 fraksi
terdiri dari kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Walaupun perkembangan teknologi dalam
analisa kimia sudah sedemikian maju, namun analisa tersebut merupakan analisa
kelanjutan atau perluasan dari analisa proksimat ini.
Beberapa hal yang menyebabkan analisa komposisi kimia perlu ditentukan
seperti misalnya kadar air bahan makanan. Hal ini sangat berpengaruh untuk
stabilitas penyimpanan disamping dari segi nilai gizinya. Apabila kadar airnya lebih
tinggi daripada kadar air yang seharusnya untuk penyimpanan, maka bahan
makanan itu akan mudah dicemari mikroba yang dapat menghasilkan racun
(mycotoxin) sehingga dapat membahayakan baik untuk ternaknya sendiri ataupun
untuk konsumen hasil produksi ternak tersebut.
Kadar protein kasar makanan yang dianalisa metode Kjeldahl, walaupun
tidak terlalu berarti untuk manusia, akan tetapi masih sangat berguna untuk
menentukan nilai protein bahan makanan yang dapat didegradasi dan yang tidak
dapat didegradasi pada hewan ruminansia. Dengan demikian cara ini masih
merupakan metode yang penting untuk penentuan protein walaupun beberapa
metode telah dikembangkan.
Penentuan serat dengan menggunakan metode serat deterjen asam Van
Soest, dalam beberapa hal lebih baik dariapa penentuan serat kasar dengan
metode Weende. Perbedaan utama antara serat deterjen asam dan serat kasar
adalah sebagian pentosan dari bahan ektrak tanpa nitrogen (Beta-N) akan
teranalisa sebagai serat deterjen asam. Serat deterjen asam dapat digunakan
untuk mengasumsikan kecernaan bahan makanan dengan lebih tepat. Walaupun
demikian keragaman sering terjadi karena nilai ini sangat tergantung pada derajat
lignifikasi dari dinding sel yang menentukan kandungan ligninnya.
Akhir -akhir ini telah banyak digunakan mikroskop untuk pengawasan mutu
bahan makanan ternak. Mikroskop dapat digunakan sebagai pelengkap analisa
kimia dalam uji cepat untuk penentuan ada tidaknya pemalsuan bahan makanan
Manfaat
Setelah mempelajari PBMT mahasiswa :
1. Mampu memilih pakan yang tepat sesuai dengan tujuan penggunaannya.
2. Mampu mengantisipasi penggunaan pakan yang mengandung anti nutrisi.
3. Mampu memanfaatkan pakan inkonvensional dengan mengantisipasi
kelemahan dan kelebihannya.
Sumber Bahan Makanan Ternak
Berdasarkan kandungan serat kasarnya bahan makanan ternak dapat
dibagi kedalam dua golongan yaitu bahan penguat (konsentrat) dan hijauan.
Konsentrat dapat berasal dari bahan pangan atau dari tanaman seperti serealia
(misalnya jagung, padi atau gandum), kacang-kacangan (misalnya kacang hijau
atau kedelai), umbi-umbian (misalnya ubi kayu atau ubi jalar), dan buah-buahan
(misalnya kelapa atau kelapa sawit). Konsentrat juga dapat berasal dari hewan
seperti tepung daging dan tepung ikan. Disamping itu juga dapat berasal dari
industri kimia seperti protein sel tunggal, limbah atau hasil ikutan dari produksi
bahan pangan seperti dedak padi dan pollard, hasil ikutan proses ekstraksi seperti
bungkil kelapa dan bungkil kedelai, limbah pemotongan hewan seperti tepung
darah dan tepung bulu, dan limbah proses fermentasi seperti ampas bir.
Hijauan dapat berupa rumput-rumputan dan leguminosa segar atau kering
serta silase yang dapat berupa jerami yang berasal dari limbah pangan (jerami
padi, jerami kedelai, pucuk tebu) atau yang berasal dari pohon-pohonan (daun
gamal dan daun lamtoro).
Klasifikasi berdasarkan kandungan gizinya bahan makanan ternak dapat
dibagi atas sumber energi (misalnya dedak ubi kayu), sumber protein yang
berasal dari tanaman (misalnya bungkil kedelai dan bungkil kelapa) dan sumber
protein hewani (tepung darah, tepung bulu dan tepung ikan). Selain sumber
protein dan sumber energi, beberapa bahan makanan dapat digolongkan sebagai
sumber mineral (misalnya tepung tulang, kapur dan garam), serta sumber vitamin
(misalnya ragi dan minyak ikan). Beberapa bahan seperti antibiotika, preparat
hormon, preparat enzim, dan buffer dapat digunakan untuk meningkatkan daya
Bahan organik (Organik matter) : Selisih bahan kering dan abu yang secara
kasar merupakan kandungan karbohidrat, lemak dan protein.
Bahan organik tanpa nitrogen (BOTN) / Non nitrogenous organik matter :
Selisih bahan organik dengan protein kasar yang merupakan gambaran kasar
kandungan karbohidrat dan lemak suatu bahan/pakan.
Dedak (Bran) : Limbah industri penggilingan bijian yang terdiri dari kulit luar
dan sebagian endosperm seperti dedak padi, dedak gandum (pollard), serta
dedak jagung.
Energi bruto / Gross energy (GE) : Jumlah kalori (panas) hasil pembakaran
pakan dalam bom kalorimeter.
Fodder : Hijauan dari kelompok rumput bertekstur kasar seperti jagung dan
sorghum beserta bijinya yang dikeringkan untuk pakan.
Hijauan makanan ternak (Forage) : Pakan yang berasal dari bagian vegetatif
tumbuhan/tanaman dengan kadar serat kasar > 18 % dan mengandung energi
tinggi.
Hijauan kering (Hay ) : Hijauan makan ternak (HMT) yang dikeringkan dengan
kadar air biasanya < 10 %.
Jerami (Straw) : Hijauan limbah pertanian setelah biji dipanen dengan kadar
serat kasar umumnya tinggi, bisa berasal dari gramineae maupun
leguminoceae.
Karbohidrat : Senyawa C, H dan O bukan lemak. Merupakan selisih BOTN
dan lemak.
Bungkil : Bahan limbah industri minyak seperti bungkil kelapa, bungkil kacang
tanah, bungkil kedele, dll.
Lemak kasar (Ether extract) : Semua senyawa pakan/ransum yang dapat larut
dalam pelarut organik.
Lignin : Bagian serat detergen asam yang tidak larut dalam H2SO4 72 % dan
terbakar habis pada tanur 500 600 0C pada metoda analisis Van Soest.
Pakan imbuhan / Feed additive : Zat yang ditambahkan dalam ransum untuk
memperbaiki daya guna ransum yang bersifat bukan zat makanan.
Protein kasar (PK) / Crude protein : Kandungan nitrogen pakan/ransum
dikalikan faktor protein rata -rata (6,25) karena rata-rata nitrogen dalam protein
adalah 16 %, sehingga faktor perkalian protein 100/16 = 6,25. Terdiri dari
asam -asam amino yang saling berikatan (ikatan peptida), amida, amina dan
semua bahan organik yang mengandung Nitrogen.
Ransum (Ration, Diet) : Sejumlah pakan/campuran pakan yang dijatahkan
untuk ternak dalam sehari.
Ransum konsentrat : Campuran pakan yang mengandung serat kasar < 18 %
dan tinggi protein.
Selulosa : Rangkaian molekul glukosa dengan ikatan kimia - 1,4 glukosida
dan terdapat dalam tanaman.
Se rat detergen asam (SDA, ADF) : Bagian dinding sel tanaman yang tidak
larut dalam detergen asam pada metoda analisis Van Soest.
Serat kasar (SK) / Crude fiber (CF) : Bagian karbohidrat yang tidak larut
setelah pemasakan berturut-turut, masing-masing 30 menit pada H2SO 4 1,25
% (0,255 N) dan NaOH 1,25 % (0,312 N).
Setara protein telur (Chemical score) : Kadar asam amino esensial pembatas
protein suatu bahan dibandingkan dengan asam amino protein telur sebagai
standar.
Silase / Silage : Hasil pengawetan hijauan dalam bentuk segar dengan cara
menurunkan pH selama penyimpanan.
Silika (SiO2) / Insoluble ash : Bagian serat detergen asam yang tidak larut
dalam H2SO4 72 % dan tersisa sebagai abu pada pembakaran 500 600 0C
pada metoda analisis Van Soest.
Zat makanan (Nutrient) : Zat organik dan inorganik dalam pakan yang
dibutuhkan ternak untuk mempertahankan hidup, memelihara keutuhan
tubuhnya dan mencapai prestasi produksinya.
Pakan tambahan (Feed supplement) : Pakan/campuran pakan yang sangat
tinggi kandungan salah satu zat makanannya, seperti protein suplemen,
mineral suplemen, vitamin suplemen, dll.
Total digestible nutrient (TDN) : Total energi zat makanan pada ternak yang
disetarakan dengan energi dari karbohidrat. Dapat diperoleh secara uji biologis
ataupun perhitungan menggunakan data hasil analisis proksimat.
Asam amino esensial (EAA) : Asam amino yang kerangka karbonnya tidak
cukup/tidak dapat dibuat oleh tubuh sehingga harus cukup tersedia dalam
protein makanan/ransum sehari-hari.
Asam amino pembatas (Limiting amino acid ) : Asam amino esensial yang
paling kurang dalam protein suatu pakan dibandingkan dengan asam amino
tersebut dalam protein telur. Erat kaitannya dengan kualitas protein.
Probiotik : Kultur mikroorganisme yang dapat merangsang/meningkatkan
pertumbuhan dari mikroorganisme saluran pencernaan yang diinginkan.
BAB II
ANALISA KUALITAS BAHAN MAKANAN TERNAK
Kualitas nutrisi bahan makanan ternak merupakan faktor utama dalam
menentukan kebijakan dalam pemilihan dan penggunaan bahan makanan
tersebut sebagai sumber zat makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok
dan produksinya. Kualitas nutrisi bahan pakan terdiri atas komposisi nilai gizi,
serat dan energi serta aplikasinya pada nilai palatabilitas dan daya cerna.
Penentuan komposisi nilai gizi secara garis besarnya dapat dilakukan dengan
analisa proksimat, dimana dapat ditentukan kandungan air, abu, protein kasar,
lemak kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Dengan
analisa proksimat komponen-komponen fraksi serat tidak dapat tergambarkan
secara terperinci berdasarkan manfaatnya dan kecernaan pada ternak. Untuk
dapat menyempurnakannnya, komponen-komponen serat tersebut dapat dianalisa
secara terperinci dengan menggunakan analisa Van Soest.
Untuk mengetahui sumbangan energi dari masing-masing komposisi gizi
yang terkandung dalam bahan makanan ternak ataupun ransum dapat ditentukan
dengan kandungan energi bruto (GE) yang dapat diukur dengan menggunakan
analisa energi dengan Bomb Calorimeter.
Untuk mendapatkan hasil analisa yang el bih akurat dan menggambarkan
kondisi kandungan nilai gizi bahan makanan ternak yang sebenarnya, faktor-faktor
yang harus diperhatikan yaitu : pengambilan sample (metode sampling),
penggunaan alat dan bahan kimia yang sesuai, metode analisa dengan tingkat
ketelitian yang tinggi serta satuan hasil analisa. Berdasarkan hasil analisa
kimianya selanjutnya dapat ditentukan klasifikasi bahan makanan sebagai sumber
protein, energi atau mineral dan vitamin. Hal ini sangat diperlukan dalam membuat
formula-formula ransum yang sesuai dengan standar kebutuhan ternak selain juga
tetap mempertimbangkan harga ransum.
1. Analisa Proksimat
Bahan makanan ternak akan selalu terdiri dari zat-zat makanan yang
terutama diperlukan oleh ternak dan harus kita sediakan. Zat makanan utama
antara lain protein, lemak dan karbohidrat perlu diketahui sebelum menyusun
ransum. Untuk itu perlu dilakukan analisa laboratorium guna mengetahuinya.
Henneberg dan Stohmann dari Weende Experiment Station di Jerman
membagi pakan menjadi 6 (enam) fraksi, yaitu : kadar air, abu, protein, lemak
kasar, serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N). Pembagian zat
makanan ini kemudian dikenal sebagai Skema Proksimat (Gambar 1).
Untuk melakukan analisa proksimat bahan harus bentuk tepung dengan
ukuran maksimum 1 mm. Bahan berkadar air tinggi misalnya rumput segar perlu
diketahui dahulu berat awal (segar), berat setelah penjemuran/pengeringan oven
70oC agar dapat dihitung komposisi zat makanan dari rumput dalam keadaan
segar dan kering matahari.
Air
BM
Abu
Protein
Kasar
BK
Lemak
Kasar
BO
BOTN
SK
Karbohidrat
Beta -N
Keterangan :
BM : Bahan Makanan
BK
: Bahan Kering
BO : Bahan Organik
BOTN : Bahan Organik Tanpa Nitrogen
SK
: Serat Kasar
Beta-N: Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen = 100% - (air + abu + PK + lemak +
SK)%.
Gambar 1. Skema Pembagian Zat-zat Makanan Menurut Analisa Proksimat
Analisa Air
Analisis kadar air bahan menggunakan oven dengan temperatur sedikit
diatas temperatur didih air yaitu 105o C. Sampel dimasukan ke dalam oven
beberapa waktu sehingga tercapai berat tetap. Kadar air adalah selisih berat awal
dan akhir dalam satuan persen. Umumnya pakan yang telah mengalami
pengeringan matahari/oven 70 oC masih mengandung kadar air. Dari analisis ini
akan diperoleh kadar bahan kering (bahan yang sudah bebas air/uap air) dengan
cara 100% dikurangi dengan kadar air.
Analisa Abu
Abu adalah bagian dari sisa pembakaran dalam tanur dengan temperatur
400-600 oC yang terdiri atas zat-zat anorganik atau mineral. Dari abu ini dapat
dilanjutkan untuk mengetahui kadar mineral.
Analisa Protein Kasar
Pengertian protein kasar adalah semua zat yang mengandung nitrogen.
Diketahui bahwa dalam protein rata-rata mengandung nitrogen 10% (kisaran 1319%). Metode yang sering digunakan dalam analisa protein adalah metode
Kjeldhal yang melalui proses destruksi, destialsi, titrasi dan perhitungan. Dalam
analisis ini yang dianalisis adalah unsur nitrogen bahan, sehingga hasilnya harus
dikalikan dengan faktor protein untuk memperoleh nilai protein kasarnya. Apabila
diketahui secara tepat macam pakan yang dianalisis misal air susu maka faktor
proteinnya adalah 6.38, tetapi secara umum biasanya menggunakan 6.25. Untuk
pakan-pakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Beberapa faktor protein bahan makanan ternak.
Bahan
Jagung
Dedak gandum
Bungkil kapas
Protein Bijian
Ikan
Susu
Telur dan daging
Faktor Protein
16.0
15.8
18.9
17.0
16.0
15.8
16.0
6.25
6.31
5.30
5.90
6.25
6.38
6.25
Bahan
Makanan
Isi sel
Bahan kering
Detergen netral
Nitrogen
Dinding sel
Detergen asam
Lignosellulosa
(ADF)
Sellulosa
H2 SO 4 72%
Lignin
HBr 48%
Silika
alat untuk memanaskan gelas beaker haruslah ada alat kontrolnya masing-masing
supaya bisa diatur panasnya sesuai kebutuhan juga perlu alat pendingin
(kondensor) dibagian atasnya. Sistem pendingin air juga harus berjalan dengan
baik untuk menghindari kesalahan hasil analisa. Kegagalan dalam sistem ini
akan menghasilkan kesalahan pengukuran dan komponen serat biasanya akan
lebih tinggi dari yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh sampel dalam gelas
beaker akan naik ke dinding gelas dan tidak bisa turun atau tidak bersentuhan lagi
dengan larutan akibat dari alat pendingin yang tidak berfungsi.
Peralatan utama yang diperlukan untuk analisis ini adalah : 1). Gelas beaker :
Kapasitas 600 ml, 2). Hot plate : 400 watt masing-masing untuk satu gelas dengan
alat kontrol, 3). Kondensor : Alat pendingin ini berhubungan dengan air yang
mengalir dan bentuknya biasanya bulat sehingga pas masuk dibagian mulut gelas
beaker 600 ml, 4) Crusibel atau kertas saring. Peralatan pendukung lainnya
adalah sama dengan alat yang digunakan waktu penentuan serat kasar.
Sampel bisa disaring dengan menggunakan gelas saring (crusibel) atau
kertas saring Whatman no. 54 atau 54l. Penggunaan kertas saring akan lebih
mudah apabila tidak diperlukan analisis lebih lanjut seperti penentuan lignin, silika
dll. Kertas saring juga lebih memudahkan apabila ingin meneruskan menganalisa
kandungan N didinding sel karena hasil saringan ini dapat langsung dimasukan
kedalam labu Kjeldahl. Penggunaan crusibel atau kertas akan menghasilkan nilai
analisis yang sama apabila dilakukan dengan benar. Apabila menggunakan kertas
saring biasanya akan ditempatkan pada cawan yang sudah ada bolongan
dibagian bawahnya sehingga akan memudahkan waktu penyaringan dengan
menggunakan vacum. Kehati-hatian sangat diperlukan dengan kertas saring
dibanding dengan crusibel, dimana ketas saring mudah sobek juga ketika akan
diangkat dari tempat penyaringan ketempat pengeringan.
Tanur sebagai alat untuk pengabuan perlu juga diperhatikan dimana
seharusnya suhu yang dicapai tidak melewati 500oC, untuk itu alat pengontrol
suhu sangat diperlukan. Suhu yang melewati 500oC bisa melelehkan crusibel dan
kemungkinan mempengaruhi hasil perhitungan.
b. Bahan Kimia
Pencampuran bahan kimia dalam sistem detergen ini memerlukan
pengukuran yang benar dan tempat yang cukup memadai untuk pembuatan
larutan sesuai dengan yang direncanakan, baik menyangkut volume maupun
beratnya.
Tabel 2. Larutan untuk Neutral-Detergent Fiber (NDF)
Neutral Detergent Fiber (NDF)
1.
2.
3.
4.
5.
Distilled water
Sodium lauryl sulfate, lab grade
Disodium ethylenediaminetetraacetate (EDTA) dihydrate crystal, reagent grade
Sodium borate decahydrate, reagent grade
Disodium hydrogen phosphate, anhydrous, reagent grade
Kalau menggunakan yang hydrous 10H2O
6. 2-ethoxyethanol (ethylene glycol monoethyl ether), purified grade
1 liter
30 gram
18.61 gram
6.81 gram
4.56 gram
11.48 gram
10 ml
1 liter
49.04 gram
20 gram
antara satu dengan lainya untuk memberikan semua bahan yang dilarutkan
dimulai dari panas yang cukup. Setelah 60 menit dididihkan baker diambil dari
pemanas dan dibiarkan sebentar supaya bahan padatan mengendap dibawahnya.
Siapkan gelas saring pada tempatnya dan panaskan dengan air mendidih. Bahan
larutan kemudian disaring secara pelan-pelan mulai dari bahan cairan yang
terlarut cukup dengan vaccum yang rendah dayanya.
Kemudian bagain
padatanya bisa dimasukan ke saringan sambil dibilas dengan air mendidih sampai
semua sampel habis masuk ke gelas saring. Vaccum bisa ditambah kekuatanya
sesuai dengan kebutuhan. Sampel dicuci sekitar 2 kali dengan air panas, 2 kali
dengan aseton dan kemudian dapat dikeringkan. Crusibel dapat dikeringkan
minimal selama 8 jam (atau disimpan semalam apabila analsis dilanjutkan hari
berikutnya) pada suhu 105oC dalam oven yang dilengkapi dengan sistem kipas.
Setelah ditimbang akan didapatkan berat kering resisu NDF, kemudian sampel
dibakar dalam tanur 500 oC cukup selama 3 jam. Pindahkan kedalam oven sampai
suhunya kembali menjadi 105 oC kemudain ditimbang. Bahan yang tersisa pada
crusible adalah abu dari dinding sel.
3. Analisa Energi
Kata energi berasal dari bahasa Yunani yaitu : En = in artinya dalam dan
Ergon artinya kerja. Sehingga kata energi diartikan sebagai dalam bentuk kerja.
Energi ada beberapa macam diantaranya :
1. Energi mekanik
2. Energi Cahaya
3. Energi panas
4. Energi nuklir
5. Energi aliran panas dan
6. Energi molekuler atau energi kimia yang sangat berperanan sekali
dalam bidang ilmu makanan ternak dan nutrisi.
Prinsip Dasar
Adanya perubahan energi kimia dalam molekul bahan makanan ke dalam
bentuk energi kinetik dari suatu reaksi metabolic yang dapat menimbulkan kerja
atau panas. Menurut La voisier dan La place tahun 1780 dari Perancis bahwa
panas yang diproduksi hewan berasal dari oksidasi zat organik bahan makanan
yang disuplai, dapat dijadikan sumber energi akibatnya nilai energi yang
dihasilkan dapat dijadikan criteria nilai gizi pakan atau ransum yang dikonsumsi
hewan tersebut.
Pembakaran bahan makanan berlangsung sebagai berikut :
CHO + O2
2. Them adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk menaikkan suhu 1 ton air
1 oC.
3. British Them Unit = BTU adalah jumlah panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu 1 liter air 1oF.
4. Joule = 107 Erg adalah jumlah panas yang dibituhkan untuk memindahkan
1 liter air/barang sejauh 0.7375 kaki.
1.
2.
3.
4.
Calorimeter
adalah
panas
BAB III
KIMIA MAKANAN TERNAK
KUALITAS PROTEIN
Kegunaan dari protein bahan makanan relatif tergantung pada keperluan
hewan terhadap banyaknya protein, sedang pada beberapa hewan seperti ayam
dan babi juga tergantung pada asam -asam amino esensial yang terdapat dalam
bahan makanan tersebut. Pada hewan-hewan tersebut asam-asam amino tertentu
harus tersedia dalam ransum. Asam-asam amino ini disebut asam-asam amino
esensial. Bahan makanan dikatakan mempunyai kualitas protein yang baik apabila
bahan makanan tersebut dapat menyediakan seluruh asam-asam amino esensial
dalam perbandingan hampir mendekati sama dengan yang ada pada protein yang
akan dibentuk, ditambah sumber N yang lain untuk membentuk asam amino yang
tidak esensial. Sedang yang dikatakan asam amino esensial yaitu asam -asam
amino yang tidak dapat disintesis dalam tubuh hewan dalam kecepatan yang
diperlukan untuk pertumbuhan yang normal. Misalnya arginine untuk tikus adalah
esensial, walaupun asam amino ini dapat dibentuk oleh tubuh tikus, tapi tidak
dalam kecepatan yang cukup untuk pertumbuhannya.
Penentuan kualitas protein dapat berdasarkan :
1. Kimia
2. Biologis, yaitu dengan BV, PER, Replacement Value, dll.
Secara kimia, penentuan protein diperhitungkan secara :
1. Chemical Score
Menurut Block & Mitchell, kualitas protein ditentukan oleh asam -asam amino
yang relatif paling kekurangan. Di sini protein standar yaitu protein telur.
Dengan membandingkan tiap-tiap asam amino dari bahan tersebut kita akan
mendekati asam amino yang paling defisien.
Tabel 6. Perbandingan komposisi asam amino telur dan gandum
Asam amino
% AA dalam
protein telur
% AA dalam
protein gandum
% AA defisien
dalam gandum
Arginine
6,4
4,2
-34
Histidine
2,1
2,1
0
Lysine
7,2
2,7
-63
Tryptophan
1,5
1,2
-20
Tyrosine
4,5
4,4
-2
Phenilalanine
6,3
5,7
-10
Cystine
2,4
1,8
-25
Methionine
4,1
2,4
-39
Cystine & Methionine
6,5
4,3
-34
Threonine
4,9
3,3
-33
Leucine
9,2
6,8
-26
Isoleucine
8
3,6
-55
Valine
7,3
4,5
-37
Asam amino yang paling defisien adalah Lysine. Chemical Score dari protein
gandum 100 63 = 37.
EAAI = 10
.........
ae
be
ce
ne
log EAAI =
1 100a
100b
100n
log
+ log
+ ........... + log
10
ae
be
ne
log EAAI =
1 100a
100b
100n
log
+ log
+ ........... + log
10
ae
be
ne
3. Supplementary Effect
Apabila beberapa protein yang mempunyai kekurangan asam amino
dikombinasikan, maka secara biologis protein campuran ini akan bertambah nilai
biologisnya oleh karena adanya supplementary effect.
Misalnya suatu protein tubuh harus dibentuk asam-asam amino A, B, C, D, E
dengan perbandingan 48, 10, 4, 32, 6. Jadi mempunyai susunan A48B 10C4D32E6.
Apabila sumber protein yang diberikan :
Protein I dengan susunan A26B 28C2D34E 10 kegunaan protein ini tergantung
daripada C. Selama C hanya mempunyai persediaan 2, maka protein tubuh yang
dibentuk :
A24B5C2D16E 3 (= x A48B10C 4D32E6).
Jadi protein I hanya digunakan 50 %, sisanya A2B 23C8D18E 7 (A26B 28C2D34E 10
A24B5C2D16E 3) akan dibakar sebagai energi. Dalam hal ini kita dapat
memperbaikinya dengan :
1. Penambahan asam-asam amino murni
2. Memberikan campuran dengan protein
Misalkan kita berikan campuran protein ke -II yang mempunyai susunan
A46B18C6D20E10.
Jadi : Ideal
Protein I
Protein II
Camp. I + II
A48B10C4D32E6
A26B28C2D34E10
A46B18C6D20E10
A36B23C4D27E10
Butir-butiran*
Protein hewani+
Standar
telur
6,4
2,1
7,2
4,5
1,5
6,3
2,4
4,5
4,9
9,2
8,0
7,3
Arginine
4,8
5,7
Histidine
2,1
3,3
Lysine
3,1
7,7
Tyrosine
4,8
3,9
Tryptophane
1,2
1,1
Phenilalanine
5,7
5,4
Cystine
1,7
1,2
Methionine
2,3
2,6
Threonine
3,4
4,5
Leucine
7,1**
9,2
Isoleucine
4,3
4,9
Valine
5,2
6,6
*Wheat, jagung, rye, oats
**Tidak termasuk dalam rate ini : Jagung
+
Tankage, tepung darah, ikan, susu
Susu, telur dan daging dapat menyediakan asam amino dalam perbandingan
yang hampir mendekati kesempurnaan untuk digunakan.
BAB IV
BAHAN MAKANAN TERNAK NABATI
Pakan berperanan sangat penting dalam menentukan produktivitas ternak.
Kira -kira 25% dari perbedaan produksi ternak dikarenakan oleh keturunan
sedangkan 75% sisanya ditentukan oleh faktor lingkungan dengan pakan sebagai
faktor penentu terbesar.
Konsentrat adalah pakan yang tinggi kandungan ekstrak tiada nitrogen (BetaN) dan rendah kandungan serat kasar (SK) yaitu lebih rendah dari 18%.
Kandungan protein pakan dapat dibagi 2 yaitu : (1) Konsentrat sumber energi, (2)
konsentrat sumber energi da protein.
Karena konsentrat realtif mengandung serat kasar yang rendah, maka
hampir semua konsentrat mempunyai kecernaan yang tinggi. Butiran
mengandung sejumlah besar pati yang dengan mudah dapat dicerna dan diserap
ternak. Sebaliknya protein dari butiran kebanyakan defisiensi akan asam amino
lisin. Hal ini tidak masalah yang besar untuk ternak ruminansia, tetapi akan
bermasalah pada ternak nonruminansia yang makanan utamanya berasal dari
butiran.
Dalam bab hijauan ditekankan pentingnya hijauan yang berkualitas baik.
Tetapi untuk mengefisienkan produksi ternak, konsentrat biasanya diperlukan
sebagai bahan tambahan pada hijauan. Hal ini karena pada ternak yang diberi
hijauan saja tidak dapat memenuhi kebutuhannya untuk produksi yang tinggi
mengingat hijauan mempunyai kecernaan dan energi neto yang rendah.
A. BUTIR-BUTIRAN DAN LIMBAHNYA
Konsentrat sumber energi adalah bahan makanan ternak yang tinggi
kandungan energi dan rendah kandungan serat kasar (<18%), serta umumnya
mengandung protein yang lebih rendah dari 20%.
1. Jagung (Zea mays)
Tinggi rendahnya produksi jagung tergantung pada tipe jagung yang dipakai,
pemupukan serta cuaca. Jagung merupakan pakan yang sangat baik untuk
ternak. Jagung sangat disukai ternak dan pemakaiannya dalam ransum ternak
tidak ada pembatasan, kecuali untuk ternak yang akan dipakai sebagai bibit.
Pemakaian yang berlebihan untuk ternak ini dapat menyebabakan kelebihan
lemak.
Jagung tidak mempunyai anti nutrisi dan sifat pencahar. Walaupun demikian
pemakaian dalam ransum ternak terutama untuk bibit perlu dibatasi karena
penggunaan jagung yang tinggi dapat mengakibatkan sulitnya ternak untuk
berproduksi. Disamping itu penggunaannya pada ternak muda yang akan dipakai
bibit perlu dibatasi karena selain tidak ekonomis bila dipergunakan tinggi dalam
ransum juga karena penggunaan yang terlampau tinggi dapat menyulitkan ternak
tersebut untuk berproduksi.
Secara kualitatif kualitas butiran jagung dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Bulk density butiran jagung yang baik adalah
626.6 g/liter, sedangkan untuk jagung giling yang baik berkisar antara 701.8
722.9 g/liter. Makin banyak jagung yang mengapung berarti makin banyak jagung
yang rusak. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas jagung yang baik.
Kualitas jagung scara kuantitatif dapat dilakukan diaboratorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8). Minmum data kadar bahan kering,
protein kasar dan serat kasar harus diketahui setiap kali pengiriman jagung.
Jagung merupakan butiran yang mempunyai total nutrien tercerna (TDN) dan
net energi (NE) yang tinggi. Kandungan TDN yang tinggi (81.9%) adalah karena :
(1) jagung sangat kaya akan bahan ekstrak tanpa nitrogen (Beta-N) yang hampir
semuanya pati, (2) jagung mengandung lemak yang tinggi dibandingkan semua
butiran kecuali oat, (3) jagung mengandung sangat rendah serat kasar, oleh
karena itu mudah dicerna. Kandungan protein jagung rendah dan defisiensi asam
amino lisin. Dari butiran yang ada, hanya jagung kuning yang mengandung
karoten. Kandungan karoten jagung akanmenurun dan atau hilang selama
penyimpanan.
2. Dedak Padi (Oriza sativa)
Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya
dedak padi yang dihasilkan tergantung pada cara pengolahan. Sebanyak 14.44%
dedak kasar, 26.99% dedak halus, 3% bekatul dan 1 -17% menir dapat dihasilkan
dari berat gabah kering.
Dedak padi cukup disenangi ternak. Pemakaian dedak padi dalam ransum
ternak umumnya sampai 25% dari campuran konsentrat. Walaupun tidak
mengandung zat antinutrisi, pembatasan dilakukan karena pemakaian dedak padi
dalam jumlah besar dapat menyebabkan susahnya pengosongan saluran
pencernaan karena sifat pencahar pada dedak. Tambahan lagi pemakaian dedak
padi dalam jumlah besar dalam campuran konsentrat dapat memungkinkan
ransum tersebut mudah mengalami ketengikan selama penyimpanan.
Secara kualitatif kualitas dedak padi dapat diuji dengan menggunakan bulk
density ataupun uji apung. Bulk density dedak padi yang baik adalah 337.2
350.7 g/l. Makin banyak dedak padi yang mengapung, makin jelek kualitas dedak
padi tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna, bau dan uji
sekam (flouroglusinol) dapat dipakai untuk mengetahui kualitas dedak padi yang
baik. Bau tengik merupakan indikasi yang baik untuk dedak yang mengalami
kerusakan.
Gambar 6. Shorgum
6. Biji Kedele (Glycine max)
Produksi per hektar tergantung tipe kedele, jenis tanah, pemupukan serta
cuaca. Biji kedele sangat disukai ternak. Pemakaian yang terlalu tinggi tanpa
diikuti dengan penambahan hijauan berkualitas baik akan berdampak negatif pada
kandungan vitamin A dan warna kuning lemak mentega yang dihasilkan.
Biji kedelai mengandung zat penghambat protease yang bila bergabung
dengan trypsin akan membentuk senyawa kompleks yang tidak aktif. Penghambat
ini dapat menyebabkan hipertropy pada pancreas. Mode aksi dari penghambat ini
adalah dihambatnya sekresi enzym pancreas. Perlakuan pemanasan pada
temperatur yang tepat (250oF selama 2.5-3.5 menit) dapat menghancurkan bahan
ini. Anti vitamin B-12 merupakan cara yang terbaik untuk menanggulangi masalah
ini. Goitrogens merupakan bahan yang menghampbat penyrapan yodium.
Secara kualitatif kualitas tepung kedele dapat diuji dengan menggunakan
bulk density ataupun uji apung. Bulk density tepung kedelai tidak dikuliti yang baik
adalah 642.3 g/l. Makin banyak bahan yang mengambang pada uji apung
menandakan, makin banyak biji yang rusak yang terdapat pada biji kedele
tersebut. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna dan bau dapat
dipakai untuk mengetahui kualitas tepung kedele yang baik.
Ampas tahu tersedia dalam bentuk basah. Kandungan air ampas tahu tinggi
yaitu sekitar 89.96%. Komposisi kimia ampas tahu bervariasi yang salah satunya
tergantung pada proses pembuatan yang beragam. Ampas tahu sudah banyak
digunakan untuk pakan ternak. Dilapangan ampas tahu digunakan berkisar 12%
sampai 95% dari campuran konsentrat. Berdasarkan perhitungan kadar air yang
ada pada ampas tahu, maka sebaiknya ampas tahu basah tidak diberikan ke
ternak lebih dari 41%. Kandungan TDN ampas tahu berkisar antara 21-24%
tergantung pada cara pengolahan dan kualitas bahan baku.
9. Ampas Kecap
Bahan baku untuk membuat kecap adalah biji kedele. Ampas kecap
dihasilkan sebesar 59.7% dari bahan baku kedele. Ampas ini cukup disukai oleh
ternak.
Ampas kecap berasal dari kedele dan oleh karena itu anti nutrisi yang
terdapat pada ampas kecap adalah sama dengan kedele hanya konsentrasinya
lebih sedikit karena telah mengalami pengolahan. Ampas kecap tidak mempunyai
sifat pencahar. Tetapi perlakuan yang tidak baik terhadap ampas kecap
khususnya ampas kecap segar dapat mengakibatkan tumbuhnya jamur yang
selanjutnya dapat mengakibatkan menurunnya nilai nutrisi ampas tersebut.
Secara kualitatif kualitas ampas kecap dapat diuji dengan menggunakan bulk
density ataupun uji apung. Selain itu uji organoleptik seperti tekstur, rasa, warna
dan bau dapat dipakai untuk mengetahui kualitas ampas kecap yang baik.
Kualitas ampas kecap secara kualitatif dapat dilakukan dilaboratorium dengan
menggunakan metode proksimat (tabel 8).
Ampas kecap masih mempunyai nilai gizi yang baik. Oleh karena itu
dibeberapa daerah ampas kecap masih dipergunakan untuk makanan manusia.
Ampas kecap mempunyai kandungan protein berkisar antara 21-34% tergantung
pada proses pengolahan dan kualitas bahan baku yang digunakan.
Bungkil kacang tanah mengandung protein sekitar 46.62% dan serat kasar
5.5%. Bila serat kasar lebih tinggi maka telah terjadi pemalsuan sekam dan
karena itu produk tersebut tidak dapat disebut bungkil kacang tanah tetapi bungkil
kacang tanah dan sekam.
Bungkil kacang tanah mempunyai protein tercerna (DP) 42.4% dan TDN
84.5%. Nilai ini lebih tinggi dari bungkil kedele. Bungkil kacang tanah dan sekam
mengandung protein kasar (PK) 41%, protein tercerna 36.6% dan total nutrien
tercerna (TDN) 73.3% lebih tinggi dari PK, DP dan TDN bungkil biji kapas.
Tabel 8. Komposisi kimia butir -butiran dan limbahnya (%BK)
Bahan
Jagung
Dedak kasar
Dedak halus
Bekatul
Menir
Shorgum
Pollard
Bungkil kedelai
Bk. K. anah
Kacang tanah
Ampas tahu
Ampas Kecap
Ampas Bir
BK
Abu
PK
88.0
89.6
88.2
88.2
89.2
89.0
88.0
88.0
89.2
11.0
12.0
23.7
2.41
15.87
12.28
10.04
3.00
2.40
3.60
6.97
5.51
11.04
12.00
23.70
10.82
6.53
9.80
11.37
7.31
11.00
16.90
47.12
35.78
3.26
29.31
5.81
Lemak
5.89
2.36
4.81
7.03
1.70
3.40
4.10
3.80
11.13
36.00
26.81
17.79
9.80
SK
3.37
29.81
15.86
8.24
4.07
2.08
7.40
8.69
7.42
7.79
6.35
14.60
BetaN
77.49
34.89
45.80
52.04
72.87
81.10
67.60
33.29
33.29
43.93
20.55
34.86
Ca
0.05
0.14
0.09
0.07
0.03
0.03
0.09
0.27
0.29
0.22
0.47
0.46
0.18
0.31
0.60
1.09
1.06
2.23
2.23
0.75
0.68
0.52
0.66
0.18
0.43
0.48
Kualitas protein bungkil kacang tanah adalah baik dan hampir sama dengan
bungkil kedele. Tetapi bungkil kacang tanah biasanya mengandung lisin yang
lebih rendah daripada bungkil kedele. Bungkil kacang tanah mengandung kalsium
(Ca) yang rendah dan kandungan phospornya (P) adalah setengah dari
kandungan bungkil biji kapas. Selain itu bungkil kacang tanah kurang karotin,
vitamin D, thiamin, riboflavin,tetapi kaya akan niacin dan asam pantotenat.
Direkomendasikan untuk memberikan bungkil kacang tanah ke ternak sebanyak
kurang lebih dari total konsentrat.
BK
Ubi kayu
Onggok
Daun ubi kayu
Ubi jalar
Jerami ubi jalar
35
83.8
21.6
31
16.3
Abu
PK
2.3
1.3
12.1
3.6
16.1
2.9
7.8
24.1
5
19.2
4.9
14.9
22.1
6
16.2
0.7
0.4
4.7
1.3
2.6
89.2
81.6
37
84.1
45.9
0.18
0.2
0.7
0.09
0.44
TDN
0.09
0.05
0.31
0.13
0.55
79
78.3
72.3
80
60
Tiga jenis limbah industri kelapa sawit yang dapat dimanfaatkan oleh ternak
adalah, bungkil kelapa sawit, lumpur kelapa sawit dan serat kelapa sawit. Angka
konversi dari Lumpur sawit adalah 30% dan serat 20%, sedangkan bungkil inti
sawit 40-60% dari inti.
BK
Abu
PK
Lemak
SK
Beta-N
Ca
88.5
6.36
18.58
12.55
15.38
37.26
0.08
0.52
93.47
88.10
11.63
7.57
8.01
16.16
1.28
8.36
40.08
20.94
38.49
46.80
0.58
0.34
0.18
0.39
90.5
88.32
91.45
8.56
15.83
7.02
8.56
15.83
7.02
24.10
2.94
14.67
32.40
33.01
36.14
2.10
43.21
35.18
0.40
0.48
0.71
0.18
24.77
87.1
82.4
89.6
5.47
1.45
3.95
4.5
5.47
1.45
3.95
4.5
1.37
0.70
0.29
15.8
37.90
48.00
0.40
1.60
45.06
44.55
84.40
63.9
0.47
0.09
0.89
-
0.34
0.08
0.14
-
Produk utama dari industri kelapa sawit yaitu Crude Palm Oil (CPO)
merupakan sumber lemak yang sudah banyak digunakan untuk pakan ayam baik
broiler maupun layer. Penggunaan CPO ini menggantikan minyak ikan dan beef
tallow yang sudah mulai ditinggalkan karena harganya yang lebih mahal. Selain
murah penggu naan CPO dalam pakan juga dapat meningkatkan warna kuning
dalam pakan sehingga menambah nilai jual karena pakan yang berwarna kuning
lebih disukai peternak dibandingkan dengan warna yang pucat sehingga
penggunaannya dapat menurunkan penggunaan pewarna. CPO yang baik
mempunyai kandungan lemak 99.5%, kandungan air tidak lebih dari 0.5% dan
kandungan free fatty acid (FFA) tidak lebih dari 5%.
Tetes
Tetes bisa diberikan pada ternak secara langsung setelah melalui proses
pengolahan menjadi protein sel tunggal dan asam amino. Keuntungan tetes untuk
pakan ternak adalah kadar karbohidratnya tinggi (48 60% sebagai gula), kadar
mineral dan rasanya disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks
dan unsure mikro yang dibutuhkan ternak seperti cobalt, boron, iodium, tembaga,
mangan dan seng. Kelemahannya adalah kadar kaliumnya yang tinggi dapat
menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak. Tetes dapat digunakan dalam
ransum unggas sebesar 5 -6% serta babi dan ruminansia sebesar 15%.
5. Limbah Pengolahan Nanas (Annanas comosus)
Industri pengalengan nanas menghasilkan limbah berupa kulit, mahkota daun
dan hati buah nanas sebanyak 30-40%. Bila buah nanas tersebut diproses
menjadi juice atau sirup akan diperoleh limbah lagi yaitu ampas nanas. Ampas
nanas masih mengandung kadar gula yang tinggi dan serat kasarnya juga cukup
tinggi, tetapi proteinnnya rendah.
D. LIMBAH PERTANIAN
Limbah pertanian adalah bagian tanaman diatas atau pucuknya yang tersisa
setelah panen atau diambil hasil utamanya.
Limbah pertnian umumnya mempunyai kualitas yang rendah (tabel 12)
sehingga penambahan konsentrat dalam ransum merupakan salah satu cara
untuk menanggulanginya. Kendala utama pemanfaatan limbah pertanian adalah
penggunaannya sebagai pupuk atau bahan bakar, lokasinya yang tersebar,
teknologi penggunaannnya untuk ternak, umumnya mempunyai protein dan
kecernaan yang rendah dan fluktuasi panen yang sering terjadi pada tanaman
pangan.
Agar limbah dapat dimanfaatkan secara efisien, maka harus ada
pengumpulan kemudian diproses secara kooperatif. Dalam pemberiannya perlu
ditambahkan suplemen untuk menyeimbangkan nilai gizinya.
Tabel 12. Komposisi kimia limbah pertanian (%BK)
Bahan
Abu
PK
Lemak
Jerami jagung
8.42
4.77
1.06
Jerami padi
19.97
4.51
1.51
Jerami kacang tanah
18.69
11.06
1.80
Jerami kedelai
7.56
10.56
2.82
SK
Beta-N
30.53
55.82
28.79
45.21
29.92
38.21
36.28
42.8
E. HIJAUAN
Bahan pakan alami untuk ternak ruminansia adalah hijauan baik berupa
rumput-rumputan maupun leguminosa. Sebagian hijauan terutama leguminosa
juga bisa diberikan pada ternak monogastrik (unggas) dalam jumlah tertentu
setelah mengalami pengolahan sebelumnya (pengeringan dan penggilingan).
Tanaman hijauan makanan ternak yang secara garis besar dapat dibagi menjadi
dua bagian yaitu ; 1. Tanaman hijauan makanan ternak yang tidak dibudidayakan
seperti rumput lapang, padang rumput alami, semak dan pohon-pohonan, 2.
Tanaman hijauan makanan ternak yang secra sengaja dibudidayakan baik secara
permanen ataupun temporer. Padang rumput alami umumnya mancakup berbagai
jenis/species rumput-rumputan atau leguminosa, sedangkan padang rumput yang
dibudidayakan biasanya hanya terdiri dari satu jenis/species atau campuran dari
hanya beberapa/sedikit jenis saja.
Di negara yang bermusim dingin (temperate) rumput-rumputan mulai tumbuh
pada saat suhu tanah mencapai 4-6 o C (musim bunga) yang mencapai puncak
pertumbuhannya pada saat musim panas. Sedangkan di negara tropis karena
suhu tanah cukup panas rumput-rumputan bisa tumbuh sepanjang tahun. Karena
hanya terbagi musim hujan dan kemarau, biasanya puncak produksinya terjadi
pada saat musim hujan.
Komposisi nutrisi hijauan makanan ternak sangat bervariasi dan tergantung
pada banyak hal diantaranya adalah : species tanaman, umur tanaman, iklim dan
pemupukan. Sebagai contoh kandungan protein kasar bisa dibawah 3% pada
rumput yang sudah tua sebaliknya pada rumput yang masih muda dengan
pemupukan yang intensif bisa mencapai lebih dari 30%. Kandungan air hijauan
makanan ternak juga sangat penting diperhatikan pada saat pemanenan terutama
apabila mau diawetkan baik menjadi silase ataupun hay. Pada tanaman yang
masih muda kandungan airnya bisa mencapai 75-90% dan menurun pada
tanaman yang tua (65%).
Kandungan karbohidrat mudah larut dalam air (Water Soluble Carbohydrate
atau WSC) pada rumput-rumputan umumnya adalah fruktan dan beberapa
komponen gula seperti glukosa, sukrosa dan raffinosa. Rumput-rumputan asal
temperate kandungan karbohidratnya lebih banyak dalam bentuk fruktan sebagai
bahan yang mudah larut dala air (WSC) yang umumnya disimpan dalam batang,
sedangkan jenis rumput-rumputan asal tropis dan subtropics umumnya lebih
banyak mengandung karbohidrat dalam bentuk pati daripada fruktan dan
umumnya disimpan dalam bagian daun. Dibanding fruktan, pati lebih sulit larut
dalam air sehingga kandungan WSC rumput-rumputan asal tropis sangat rendah
(<6%) dibandingkan rumput-rumputan asal temperate (>7%). Kandungan nutrisi
hijauan tersebut perlu diperhatikan sehubungan dengan proses pengawetan
hijauan baik berupa pengawetan kering (hay) maupun pada proses pengawetan
basah/segar (silase).
Rumput-rumputan (Graminae)
1. Rhodesgrass, rumput Rodhes (Chloris gayana Kunt)
Indonesia : Ada di Jawa, Irian dan Sumut.
Asal : Afrika timur, tengah dan selatan.
Rumput ini sangat disukai ternak. Protein kasarnya (PK) berkisar 4-14%
dengan serat kasar (SK) antara 28-36%. Kandungan PK dan SK ini tergantung
pada frekwens i pemotongan serta umur tanaman. Beta-N bervariasi dari 40-50%
dan lemak kasar 0.6-2.8%. Kandungan P umumnya lebih besar dari 0.15% dan
sudah memenuhi kebutuhan sapi pada umumnya. Kandungan TDN bervariasi dari
38-61% dengan kecernaan bahan kering (BK) sekitar 40-62%.
4.
Rumput gajah umumnya mengandung Bahan Kering yang rendah yaitu 1218%, tetapi kandungan BK ini dengan cepat meningkat seiring dengan
meningkatnya umur tanaman. Kandungan serat kasar berkisar dari 26.0-40.5%,
Beta-N sekitar 30.4 -49.6% dengan kandungan lemak kasar 1.0-3.6%. Kandungan
Phosphornya cukup tinggi yaitu 0.28-0.39% dan pada batang 0.38-0.52%.
Sedangkan Ca masing-masing 0.43-048% dan 0.14-0.23% pada daun dan
batang. Kandungan TDN berkisar dari 40-67% dengan kecernaan Bahan Kering
sekitar 48-71%.
5. King grass (Pennisetum purpurhoides)
Persilangan P. purpureum dan P. americanum (Amerika tropis)
Indonesia : rumput raja
Asal : Afrika daerah tropis.
Kualitas hijauan ini lebih tinggi dibandingkan dengan rumput gajah terutama
protein kasarnya 25% lebih tinggi dari rumput gajah demikian juga dengan
kandungan gulanya yang lebih tinggi. Kandungan protein kasar berkisar 5.322.8%, tapi ada juga yang melaporkan sekitar 8-11%. Kecernaan BK hijauan ini
adalah sekitar 65.6%.
6. Signal grass, (Brachiaria decumbens Stapf)
Indonesia : Rumput signal (Malaysia), rumput BD (Jabar).
Asal : Afrika Timur (Uganda, Rwanda, Tanzania dll)
6. Sintrong 4.9%
7. Jukut kebo 24.68%
8. Paspalium 5.0%
9. Jukut jampang 1.9%
10. Brachiaria Sp. 2.6%
Kacang-kacangan (Leguminosa)
1. Sentro, butterfly pee (Centrosema pubescent Benth)
Indonesia : Kacang sentro
Asal : Amerika tengah dan selatan tropis.
B. Kacang- kacangan.
1. Kacang Sentro
(Centrosema pubescen Benth)
2. Kacang Asu
(Colopogonium mucunoides Desv)
3. Kacang Stilo
(Stylosantes quianensis Sw artz)
4. Rumput Kudzu
(Pueraria phaseoloides Benth)
5. Kacang Bulu
(Glicine weightii)
6. Kaliandra
(Caliandra calothyrsus)
7. Gamal
(Gliricidia sepuem (Jacq))
8. Lamtoro
(Leucaena leucephala de wit)
9. Turi
(Sesbania glandifora (L) Poiret)
BK
Abu
PK
Lemak
SK
Beta
-N
Ca
25.8
9.54
6.84
1.73
38.2
43.7
0.43
0.24
26.0
10.6
4.9
2.3
39.4
42.8
0.38
0.31
28.0
10.0
4.6
2.1
38.2
45.0
0.12
0.18
27.5
7.07
9.83
2.36
28.9
51.8
0.24
0.18
50.0
10.0
5.4
1.0
35.4
48.2
0.13
0.09
23.5
14.3
8.82
1.46
32.5
42.8
0.40
0.25
24.0
9.43
16.8
4.04
33.2
36.5
1.20
0.38
29.4
8.81
15.8
3.24
33.7
38.4
1.21
0.23
21.4
8.86
15.6
2.09
31.8
41.6
1.16
0.42
31.0
7.01
7.5
2.23
6.9
36.3
0.7
0.19
25.0
10.2
19.2
2.9
33.1
34.7
1.88
0.37
36.0
5.9
25.0
2.48
19.8
47.2
0.77
0.35
27.0
9.7
19.1
3.0
18.0
50.2
0.67
0.19
25.4
7.6
24.3
3.68
22.1
42.2
1.68
0.22
18.3
10.2
29.2
3.41
17.1
40.1
1.60
0.53
BAB IV
BAHAN MAKANAN TERNAK HEWANI
Telah diketahui bahwa pakan nabati dari bijian dan limbah industrinya sering
dipergunakan sebagai sumber protein dalam ransum ternak. Pakan ternak berasal
dari hewani biasanya dipergunakan untuk meningkatkan kadar protein pada
ransum basal karena pakan nabati merupakan sumber protein yang biasanya
miskin asam amino antara lain lysine dan methionin. Sumber protein hewani dapat
berasal dari ternak darat (ruminansia dan unggas serta limbahnya) dan hewan air
beserta limbahnya. Ciri -ciri spesifik dari sumber protein hewani antara lain kadar
protein kasar berselang 34-82% dan lemak kasar 0 -15% dan kandungan Ca dan P
pada beberapa jenis tinggi.
Bahan makanan ternak sumber protein adalah bahan pakan yang
mengandung protein lebih dari 20%. Sumber protein terbagi dua yaitu sumber
protein nabati dan hewani, Sumber protein hewani berasal dari hewan dan hewan
air. Bahan makanan ternak sumber protein berasal darat diantaranya tepung
daging, tepung daging dan tulang (meat bone meal/MBM); limbah rumah potong
hewan yaitu tepung darah, tepung hati; susu dan limbah pengolahannya; dan
tepung bulu ayam.
I. Asal Ternak dan Limbah Ternak
1. Tepung Daging
Tepung daging berasal dari sisa-sisa daging yang tidak dikonsumsi manusia,
biasanya melekat pada ku lit dan tulang dalam bentuk tetelan sehingga seringkali
dalam bentuk tepung daging dan tulang (MBM). Pengolahan tepung daging dapat
dilakukan dengan :
a. Dibuat dengan pemasakan dengan tangki terbuka (Meat Scrap)
Dengan pengolahan ini air dapat terus keluar, setelah itu bahan baku
diperas, dikeringkan dan digiling. Kandungan protein meat scrap berkisar
50-55% dan bila meat scrap ini mengandung mineral phosphor sebanyak
>4.4% maka namanya meat and bone scrap.
mengandung mineral kalsium dan phosphor serta sedikit minral Fe, Mn, Cu dan I.
Produk sampingan pengolahan susu (Milk by product) yaitu susu skim, butter milk
dan whey.
1. Susu Skim
Susu skim adalah bagian dari susu setelah diambil lemaknya, sehingga
kandungan lemaknya hanya berkisar 0.1 -0.2%. Susu skim banyak mengandung
vitamin B terutama vitamin B12 dan riboflavin. Kualitas susu tergantung dari umur
ternak dan tipe ternak. Komposisi gizi susu skim dalam keadaan kering
mengandung protein 34-35% dengan nilai biologis mencapai 94%. Susu skim
dipergunakan sebagai sumber protein untuk anak sapi baru lah ir setelah periode
pemberian Collestrum dan penggemukan untuk produksi veal (daging anak sapi
muda).
2. Butter Milk
Butter milk merupakan sisa pembuatan mentega dengan kadar lemak lebih
banyak dari susu skim yaitu 0.6-0.7%. Kandungan protein butter milk dalam
keadaan kering yaitu 32-33%. Penggunaan untuk anak sapi berkisar 0.5 kg dalam
ransum komplit.
3. Whey
Whey merupakan sisa pembuatan keju. Biasanya protein sudah terbawa ke
dalam produk keju dan tersisa laktabumin. Kurang disukai karena rasanya pahit
dan tidak bisa diberikan sebagai pakan tunggal. Kandungan protein whey dalam
keadaan kering berkisar 12%. Kandungan gizi whey menyerupai susu skim
dengan kadar lemak lebih tinggi yaitu 0.8%. Pemberian whey untuk ayam sebagai
sumber riboflavin.
III.
Tepung bulu ayam terbuat dari bulu ayam yang bersih, segar dan belum
mengalami pembusukan, dengan proses hidrolisa. Rasio bobot bulu untuk setiap
jenis unggas berkisar 4-6% dengan rata -rata 6% dari bobot hidup unggas.
Tepung bulu ayam berpotensi sebagai sumber protein untuk ternak. Proses
pembuatan tepung bulu ayam meliputi proses autoclave, perlakuan kimia dan
enzimatis serta fermentasi dengan mikroorganisme. Adanya kandungan keratin
pada bulu ayam menyebabkan daya utilisasi dan daya cerna bulu ayam masih
rendah, sehingga pada proses pembuatan Tepung bulu ayam tidak hanya dengan
proses hidrolisa atau tekanan saja. Indikator lain kualitas Tepung bulu ayam
selain protein kasar adalah kecernaan pepsin. Dibandingkan tepung ikan,
kandungan protein bulu ayam lebih tinggi yaitu 85-90%, energi metabolis (ME)
2287 kkal/kg, dengan kadar serat kasar 1-3%. Defisien terhadap asam amino
lysine, tryptophan, histidin, dan methionin. Dengan kandungan protein kasar yang
tinggi, kadar air tepung bulu ayam tidak melebihi 10%. Taraf penggunaan tepung
bulu ayam untuk ternak berkisar 5-8 % untuk non ruminansia dan 10-15% untuk
ruminansia.
IV. Tepung Ikan
Tepung ikan dapat berasal dari ikan jenis kecil maupun jenis besar atau
limbah/sisa bagian-bagian ikan yang tidak diikutsertakan dalam pengalengan.
Kendala yang sering dijumpai adalah bahwa kadar lemak yang tinggi dari tepung
ikan karena bahan baku awal tinggi lemak atau dalam proses pengolahan tidak
dilakukan pembuangan lemaknya. Tepung ikan yang baik bila kadar lemak 10%
dan tidak asin. Rasa asin ini terjadi karena penambahan NaCl sebagai pengawet
sering ditambahkan pada bahan baku ikan yang kurang segar. Tepung ikan yang
ada di Indonesia dibedakan antara impor dan lokal. Sementara ini tepung impor
dianggap lebih baik karena protein kasar lebih dari 60% dan kadar lemak rendah,
sedangkan tepung ikan lokal dengan konversi randemen 20% dari bahan baku
hanya mempunyai kadar protein kasar 55-58% dan termasuk grade C.
pemakaian tepung ikan untuk ransum unggas berkisar 10-15% dengan syarat
sumbangan lemak ransum dari tepung ikan maksimal 1%. Komposisi zat
makanan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tepung kepala udang adalah tepung yang dibuat dari bagian udang yang
tidak dikonsumsi manusia/ekspor terdiri atas kepala dan kulit secara keseluruhan
dan dengan konversi 30-40% dari total tubuh udang. Mutu pakan lebih rendah
dari tepung ikan (protein kasar 43-47%). Kelemahan tepung udang adanya khitin
(yang sulit dicerna) suatu ikatan polisacharida-protein dalam kulit kelompok
udang/crustaceae sebesar 20-30% dengan kecernaan yang rendah 28%.
Kecernaan pakan bisa tinggi (meningkat) bila pengolahan dilakukan dengan
ekstrasi dengan basa. Pemakaian tepung udang dalam ransum ungas maksimal
10%. Komposisi zat makanan dapat dilihat pada Tabel 13.
BAB V
BAHAN MAKAN AN TERNAK INKONVENSIONAL
Perkembangan penduduk yang pesat mengundang konsekuensi terhadap
penyediaan pangan yang meningkat pula termasuk pangan yang beasal dari hasil
ternak. Dengan demikian upaya produksi ternak tidak akan terlepas dari upaya
penyediaan bahan makanan ternak.
Pada umumnya makanan ternak juga merupakan makanan manusia
sehingga terasa persaingan antara manusia dengan ternak. Keadaan tersebut
harus diatasi dengan upaya penyediaan makanan ternak berasal dari bahanbahan yang tidak dikonsumsi manusia dengan kata lain perlu dilakukan
penggalian (explorasi) bahan-bahan makanan ternak yang lain atau perlu
dilakukan penganekaragaman bahan makanan ternak, khususnya bahan
makanan ternak yang tidak lazim digunakan/dikonsumsi ternak namun kandungan
nutrisinya sama atau lebih baik dari yang bisaa dikonsumsi ternak.
Upaya eksplorasi bahan makanan ternak tak lazim (bahan makanan ternak
inkonvensional) ini akan sangat bermanfaat bagi peternak kecil/menengah agar
tidak tergantung kepada bahan makanan ternak konvensional, mengingat
penyerapan bahan makanan ternak konvensional ini pada umumnya telah
dikuasai oleh perusahaan-perusahaan dengan modal yang kuat sehingga para
peternak kecil/menengah tidak mampu bersaing dengan perusahaan yang besar.
Bahan makanan ternak inkonvensional dapat berasal dari limbah pertanian,
limbah peternakan, limbah perikanan, limbah kehutanan, limbah pengolahan hasil
ternak, hasilk pertanian, hasil kehutanan, limbah pemotongan ternak dan limbah
industri pangan dan minuman. Tujuan pokok bahasan ini adalah memberikan
informasi tentang bahan makanan ternak inkonvensional sebagai alternatif dari
bahan makanan ternak konvensional guna meningkatkan daya mandiri kecil dan
menengah dalam agribisnis yang bebas.
Klasifikasi Bahan Makanan Ternak Inkonvensional
Bahan makanan inkonvensional dapat diklasifikasikan berbeda-beda, namun
Nityanand Pathak (1997) dalam teksbook of feeding processing technology
mengklasifikasikan sebagai berikut:
A. Konsentrat inkonvensional
B. Hijauan inkonvensional
Klasifikasi ini berdasarkan pada umumnya bahan makanan konsentrat
merupakan bahan makanan ternak non hijauan dengan serat kasar maksimal 18%
dari bahan kering. Konsentrat inkonvensional dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Bijian dan butiran
Bungkil jagung
Pengolahan jagung untuk min ya k jagung dapat menghasilkan makanan
ternak yang tergolong inkonvensional yaitu bungkil biji jagung. Komposisi gizi
limbah minyak jagung (%BK) adalah sebagai berikut BK = 88.06%, Abu = 11.10%,
Protein Kasar = 21.89%, Lemak = 0.33%, Serat Kasar = 8.9%, Beta -N = 53.10%,
Ca= 0.06% dan P = 2.18%.
Bungkil jagung dipergunakan sebagai sumber energi untuk ternak.
Penggunaan bungkil jagung untuk ternak telah diteliti oleh Sudaryanti (1981)
bahwa bungkil jagung dapat mengganti bungkil kelapa sebanyak 10 20%.
Sedang Nitis (1981) telah menggunakan bungkil jagung untuk unggas 30 40%,
Babi 40 50% dan sapi sebanyak 30% tetapi Wahyu (1984) menyarankan
penggunaan bungkil jagung tidak lebih dari 20% untuk unggas.
Biji Kecipir (Psophocarpus Tetrabonolobus (L.) DC )
Jenis Psophocarpus mempunyai sembilan species, 2 diantaranya adalah
psophocarpus tetragonolobus dan psophocarpus palustris telah lama digunakan
sebagai sumber pangan. Psophocarpus tetragonolobus tampil lebih produktif.
Tanaman kecipir diduga berasal dari Papua Nugini dan Asia Tenggara dan
tersebar ke Ghana dan Nigeria (NAS, 1975 dan KAY, 1979). Nilai gizi (%BK) biji
kecipir hampir sama dengan kedelai sebagai berikut : Kadar air 8.7 24.6%,
Protein 29.8 39.0%, Lemak 15.0 20.4%, Beta-N 23.9 42.0 %, Serat kasar,
3.7 16.1% da Abu 3.3 4.9%.
Komposisi asam amino biji kecipir mirip dengan kacang kedelai, tetapi agak
berbeda kandungan lisin yaitu masing-masing 9.6 mg/g dan 6.83 mg/g.
Kandungan Trypthopan kecipir (0.73 mg/g) lebih randah daripada kacang kedelai
(1.28 mg/g). Biji kecipir kekurangan asam amino bersulfur methionin dan sistin
sama seperti kedelai.
Kandungan anti nutrisi dalam kecipir juga mirip dengan kedelai yaitu
mengandung anti tripsin dan anti chimotripsin yang dapat menghambat kerja
tripsin dan chimotripsin yang bersifat yang bersifat proteolitik. Untuk
menghilangkan zat anti nutrisi ini dapat dilakukan dengan : perendaman,
pengukusan/pemasakan atau penyanggraian/penggorengan tanpa minyak. Biji
kecipir dapat mengganti kacang kedelai dalam ransum ternak setelah dipanaskan
seperti tersebut di atas.
Biji Kapuk (Ceiba Petanra)
Hasil utama dari tanaman kapuk adalah serat buah kapuk sedangkan biji
kapuk merupakan limbah pertanian yang dapat digunakan sebagai sumber bahan
baku pembuatan minyak biji kapuk. Bungkil biji kapuk dihasilkan dari proses
pembuatan minyak kapuk adalah sebanyak 40% menurut Vademekum Pertanian
(1957) sedangkan PT. Kimia Farma memperoleh hasil sebanyak 70% dan
kotorannya 11%. Pemanfaatan bungkil biji kapuk di masyarakat kita yaitu untuk
pupuk organik tanaman tembakau atau untuk makanan ternak. Kandungan gizinya
(%BK) adalah : BK 90.73%, Abu 6.94%, Protein kasar 31.37%, Lemak kasar
5.83%, Serat kasar 31.81%, Beta-N 32.42%, Ca 0.40% dan P 0.87%. Pemberian
bungkil biji kapuk terhadap ternak adalah sebagai berikut : untuk unggas tidak
lebih 5%.
tanah dengan berat 199.76 kg. sedangkan bedengan tanpa kotoran hanya
mencapai dua puluh ribu ekor sampai lima puluh ribu ekor dengan berat antara
22.70-45.40 kg. komposisi kimia cacing tanah (%BK) adalah: bahan kering
92.63%, abu 8.76%, protein 56.44%, lemak kasr 7.84%, serat kasar 1.58%, BetaN 17.98%, Ca 0.48% dan P 0.87%.
Keistimewaan cacing tanah adalah mempunyai protein kasar yang tinggi dan
sumber mineral fosfor, akan tetapi Ca-nya rendah. Kandungan asam amino lisin
dan metioninnya lebih tinggi dibandingkan dengan protein biji-bijian. Cacing tanah
mampu mensubstitusi sumber protein seperti tepung ikan dan bungkil kedele.
Tepung cacing tanah sebaiknya digunakan sebesar 10% dalam ransum.
3. Protein sel tunggal (PST)
Protein Sel Tunggal adalah protein yang ditemukan dari organisme bersel
satu. Organisme tersebut antara lain: Yeast (ragi), Bacteria, Fungi (jamur) dan
Algae yang ditubuhkan pada media khusus yang disiapkan.
Tipe protein ini dapat diperoleh melalui fermentasi pada petroleum atau sisa
organik dengan p enerangan khusus.
BAB VI
PAKAN SUPLEMEN
Dalam penyusunan ransum, pakan sumber energi dan serat yang biasanya
dihasilkan di farm merupakan pakan basal. Pakan tersebut biasanya defisien
protein dan kemungkinan defisien satu atau lebih asam amino, mineral dan
vitamin.
Pakan suplemen merupakan pakan yang dipakai untuk memperbaiki nilai gizi
pakan basal. Biasanya pakan suplemen merupakan konsentrat:
1. Protein, atau satu atau lebih asam amino
2. Satu atau lebih asam mineral
3. Satu atau lebih vitamin dan
4. Campuran mineral, vitamin dan protein
1. Suplemen Protein
Protein suplemen adalah bahan baku yang mengandung protein lebih dari
dua puluh persen protein atau protin ekuivalen. Bahan ini dapat diperoleh dari
ternak, ikan, tanaman, mikroba, juga dari nitrogen bukan protein seperti urea,
biuret dan produk amonia.
Secara umum protein merupakan unsur yang kritis pada ternak muda, ternak
yang tumbuh cepat dan untuk ternak yang berproduksi tinggi. Ternak tidak dapat
mengembangkan potensi genetik mereka, tidak dapat menghasilkan produksi
susu yang tinggi, atau tidak dapat menghasilkan tenaga yang maksimal kecuali
apabila ransum mereka mengandung protein yang cukup.
2. Suplemen Asam Amino
Pada ternak muda yang rumennya belum berfungsi, asam amino
merupakan unsur yang penting. Ternak yang berproduksi tinggi memerlukan
asam amino yang lebih tinggi dan mikroba rumen tidak dapat memenuhi
kebutuhan tersebut. Sehingga kualitas protein ransum lebih penting untuk ternak
yang berproduksi tinggi dibandingkan dengan kandungan protein kasar.
3. Suplemen Mineral
Mineral sangat penting untuk kelangsungan hidup ternak. Hampir semua
mineral ditemukan dalam jaringan ternak dan mempunyai fungsi yang sangat
penting dalam proses metabolisme ternak. Metabolisme dan interrelationship
diantara mineral sangat bervariasi dan kompleks.
Suatu kelebihan atau
kekurangan mineral tertentu dapat menyebabkan kekurangan atau kelebihan dari
mineral lain.
Komposisi mineral pakan bervariasi tidak hanya
karena perbedaan
tanaman dan spesies tetapi juga antar tanaman yang sama dengan varietas yang
berbeda. Leguminosa dan butir-butiran umumnya mengandung kalsium (Ca) dan
magnesium (Mg) lebih banyak dibanding tanaman lain. Banyak peru bahan
komposisi mineral terjadi dalam masa pertumbuhan tanaman. Perbedaan
lingkungan juga sangat mempengaruhi kandungan mineral tanaman seperti jenis
dan kondisi tanah, pengaruh pemupukan, komposit tanaman yang di tanam, serta
cuaca dan iklim. Kebutuhan mineral pada ternak sangat bervariasi tergantung
pada umur ternak, ukuran ternak, jenis kelamin, tipe produksi dan fase
produksinya.
% Ca
40
16.9
23.3
38.8
37-39
27
24
%P
24.6
18
20
13
12
umum, bisaa sebagai retinol, bentuk aldehyde sebagai retinal atau retine dan
bentukasam sebagai asam retinat.
Dehydroretinol atau vitamin A2 berbeda dari retinol karena mempunyai
tambahan ikatan rangkap dan mempunyai 40% nilai aktivitas biologinya.
Terdapat pada ikan tawar dan burung yang memakan ikan ini. Sekarang yang
dimaksud dengan vitamin A digunakan untuk retinol dan dehydroretinol. Senyawa
yang berhubungan dengan vitamin A adalah karoten yang terdapat dalam buahbuahan dan sayuran. Karoten ini juga disebut provitamin A, oleh karena dapat
diubah menjadi vitamin A dan precursor vitamin A karena akan menjadi vitamin
A. Sekurang-kurangnya da 10 karotenoid didapat pada tanaman yang akan
diubah kedalam vitamin A dengan efesiensi yang berbeda-beda. Beta karoten
mempunyai aktivitas vitamin A yang paling tinggi dan dapat menyediakan dua per
tiga dari vitamin A yang seharusnya dalam ransum.
Perbedaan jenis hewan mengubah beta karoten menjadi vitamin A dengan
derajat efesiensi yang berbeda. Konversi tikus untuk mengubah beta karoten
menjadi vitamin A dijadikan standar, yaitu 1 mg beta karoten setara dengan 1667
IU vitamin A. Berdasarkan standar ini didapat angka konversi beta karoten untuk
sapi 24%, domba 24-30%, babi 30%, unggas 100%. Satuan vitamin A yang
digunakan adalah IU atau USP, ini adalah nilai vitamin A untuk tikus 0.3 g
(mikrogram) vitamin A alkohol atau 0.6 g beta karoten murni.
Sumber vitamin A adalah minyak ikan, hati dan vitamin A sintesis. Beta
karoten dan vitamin A sangat mudah teroksidasi, sehingga perlu diperhitungkan
kehilangan dalam pengolahan dan penyimpanan bahan makanan ternak. Vitamin
A sintesis lebih banyak digunakan karena lebih stabil.
Vitamin D
Vitamin D adadah vitamin yang hanya terdapat dalam sedikit bahan makanan
dan dapat dibentuk dalam tubuh oleh kulit yang terkena sinar UV yang berasal
dari sinar matahari dengan panjang gelombang pendek dan frekwensi yang tinggi.
Oleh karena itu disebut vitam in cahaya matahari.
Kurang lebih 10 senyawa sterol dengan aktivitas vitamin D telah
diidentifikasikan yang dikenal sebagai provitamin D atau precursor vitamin D. Dari
segi bahan makanan, ergocalciferol (vitamin D2) dan cholacalciferol (vitamin D3)
nama cholacalciferol menunjukan precursornya adalah cholesterol, oleh karena
zat ini sangat erat hubungan kimianya.
Iradiasi UV dan 2 provitamin ergosterol dan &-dehydrocholerterol didapat
dari hati, minyak ikan dan kulit hewan, sehingga hewan yang kena sinar matahari
dalam waktu lebih lama tidak memerlukan tambahan vitamin D, vitamin D2 dan
vitamin D3 mempunyai aktivitas yang untuk manusia dan beberapa spesies hewan
kecuali untuk unggas vitamin D3 lebih efesien daripada vitamin D2. Sumber ragi
yang diiradiasi, hati, minyak ikan, UV dari sinar matahari.
Vitamin E
Delapan tocopherol dan tocotrienol mempunyai aktivitas vitamin E,
semuanya dikatakan vitamin E telah diidentifikasi. Alpha tocopherol mempunyai
aktivitas paling tinggi, sedangkan tocopherol yang lain mempunyai aktivitas biologi
antara 1-50% dari alpha tocopherol. Bahan yang kaya vitamin E adalah
gandum/hasil ikutannya, jagung/hasil ikutannya, padi/hasil ikutannya, kedele, hay
pastura. Sumber vitamin E sinthesis di-alpha tocopherol acetat, dedak padi dan
lembaga gandum.
Vitamin K
Terkenal sebagai vitamin antihaemorrhage, diperlukan protombin dan faktor
pembeku darah lainnya. Istilah vitamin K menggambarkan secara kimia golongan
senyawa quinone. Sejumlah kimia mempunyai aktivitas vitamin K telah diisolasi
dan dis intesis. Secara alami terdapat 2 bentuk vitamin K yaitu vitamin K1
(Phylloquinone ata phytylmenaquinone) yang terdapat pada tanaman hijau, dan
vitamin K2 (menaquinone atau multiprenyl-menaquinone) yang disintesis banyak
mikroba termasuk bakteri dalam saluran pencernaan.
Senyawa sintesis yang mengandung aktivitas vitamin K telah dibuat, terkenal
dengan nama menadion (2-methyl,1,4,naphthoquinone) dulu dikenal sebagai K3
menadione yang diubah dalam tubuh menjadi K2 mempunyai potensi 2-3 kali
sebagai K1 dan K2. Bahan makanan yang kaya vitamin K adalah butir-butiran,
tepung ikan, hay, bungkil kedele. Sumber vitamin K adalah menadion.
Biotin
Merupakan anggota vitamin B kompleks, mengandung sulfur, merupakan
derivat siklus urea dengan yang melekat pada cincin thiophene. Terdapat luas di
alam, memegang penting dalam metabolisme, karbohidrat, lemak dan protein.
Biotin mudah rusak oleh asam dan alkali keras dan cahaya UV. Bahan makanan
yang kaya biotin adalah kecambah jelei, bungkil kapas, bungkil kedelai, kedelai,
dedak gandum, whey, sorghum. Sumber : biotin sintetis, dedak padi dan ragi.
Choline
Struktur cholin (C6H15NO2) relatif molekul sederhana yang mengandung
gugus methyl, apabila terkena udara mudah mencair (higroskopis), lebih stabil
dalam bentuk kristal garam dengan asam seperti cholin chlorida atau choline
bitartrat. Garam ini cukup stabil terhadap panas dan penyimpanan, tetapi tidak
stabil terhadap basa. Terdapat dalam makanan yang mengandung phospholipid.
BAB VII
PAKAN ADITIF
Pemakaian aditif pada ransum ternak secara umum tidak menambah persen
gizi. Hampir semua aditif dipakai untuk memperbaiki sifat-sifat fisik ransum, daya
suka dan kualitas ransum serta kesehatan ternak.
1. PENGIKAT PELET
Ketika kualitas pelet menjadi perhatian, indeks ketahanan pelet seringkali
berasal dari bahan yang digunakan dan hal ini dipertimbangkan pada saat
penyusunan ransum. Ramsum berbahan utama jagung sulit untuk dibuat pelet
dan biasanya untuk ransum ini memerlukan penambahan sintetik pengikat pelet
yang umumnya berbentuk tepung dapat ditambahkan ke dalam ransum sebesar
5-12 kg/ton. Contoh bahan pengikat pelet adalah natrium bentonit.
2. BAHAN ANTI JAMUR
Negara tropis seperti Indonesia yang mempunyai kelembaban dan
temperatur yang tinggi, jamur dan produk metabolismenya (micotoxin) merupakan
problem utama yang mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi ternak.
Micotoxin yang dihasilkan oleh jamur aerobic maupun anaerobic selama
penyimpanan seringkali tidak terdeteksi pada ransum. Sejumlah bahan anti jamur
telah tersedia secara komersial, dan hampir semua dari bahan anti jamur ini
menggunakan bahan organik. Mekanisme dari kerja bahan-bahan ini adalah
penurunan pH dari pakan sehingga jamur-jamur tidak dapat tumbuh. Harus
diingat bahwa micotoxin yang sudah ada dalam pakan tidak dapat dihamcurkan
oleh bahan anti jamur. Contoh bahan-bahan anti jamur yang sering dipergunakan
adalah asam propionat, asam asetat, asam sorbic yang umumnya berbentuk
cairan. Bahan-bahan ini dapat ditambahkan ke dalam ransum sebanyak < 1%.
Karena sebagian besar bahan-bahan ini bersifat korosif maka akhir-akhir ini telah
muncul produk yang kurang korosif seperti ammonium proponat.
3. PROBIOTIK
Tidak seperti antibiotik, probiotik lebih memanfaatkan mikroorganisme hidup
daripada produk-produk khusus dari metabolisme mereka. Mikroorganisme asal
bakteri yang seringkali dipergunakan sebagai probiotik adalah spesies
Lactobacillus, Basillus dan Streptococus, sedangkan mikroorganisme asal jamur
dan kapang yang seringkali dipergunakan adalah spesies Aspergillus, Rhizopus
dan Saccharomyces. Produk probiotik pada umumnya berbentuk tepung dan oleh
karena itu pemanfaatannya dapat dicampurka n ke dalam ransum pada saat
pemberian makan sebanyak kurang dari 1%.
4. ENZIM
Banyak jenis enzim yang dijual komersial dan sudah diaplikasikan ke dalam
ransum ternak. Secara umum enzim-enzim ini dapat dikategorikan ke dalam
enzim pemecah karbohidrat, protein dan lemak. Akhir-akhir ini pemanfaatan
enzim ke dalam ransum ternak dimaksudkan untuk membantu meningkatkan
kecernaan ransum. Termasuk ke dalam enzim ini adalah enzim -enzim pemecah
serat seperti enzim cellulase, ligninase dan hemicellulase.
Enzim phita se juga tersedia secar komersial, enzim ini akan memperbaiki
penggunaan phitat-phosphor yang dapat dimanfaatkan oleh unggas muda, dan
penambahan phitase telah terbukti menngkatkan penggunaan phitat-phosphor
dan sekaligus juga dapat menurunkan ekskresi phosphor ke lingkungan yang
dapat mengakibatkan polusi.
Penambahan enzim ke dalam ransum memerlukan penanganan yang baik
karena enzim pada umumnya tidak stabil pada suhu tinggi dan khususnya pada
keadaan kelembaban yang tinggi. Proses pembuatan pelet akan menghancurkan
beberapa enzim. Akhir-akhir ini masalah di atas dapat ditanggulangi dengan
menyemprotkan enzim setelah proses pembuatan pelet.
5. PIGMEN
Warna kuning ke orange pada jaringan tubuh unggas dan udang disebabkan
oleh macam-macam pigmen karetinoid. Pigmen-pigmen ini mengontrol warna
kuning telur, warna tulang kering dan paruh dari ayam petelur. Pigmenini juga
mempengaruhi warna kulit dari unggas dan udang. Xantophyl merupakan
karetinoid yang terpenting dalam nutrisi unggas, dan bahan pakan alami yang
kaya akan unsur-unsur ini adalah tepung alfafa dan corn gluten meal. Karena
banyak dari ahan alami yang kaya akan karetinoid mempunyai energi yang
rendah, maka akan menjadi sulit untuk mencapai proses pigmentasi tinggkat tinggi
pada daging unggas tanpa menggunakan sumber pigmen sintesis. Canthaxanthin
astaxanthin dan -apo-8-asam karoten dapat dipakai untuk membuat warna
kuning pada kulit dan kuning telur unggas.
6. BAHAN FLAVOR
Dibandingkan dengan ternak ruminansia dan manusia, unggas mempunyai
cita rasa yang lebih sedikit. Unggas hanya mempunyai 24 rasa dibandingkan
9000 rasa untuk manusia dan 25000 untuk sapi.
7. KONTROL BAU
Bau feces ternak perlu dikontrol agar tidak mencemari lingkungan, produk
seperti deodrase yang ditambahkan ke ransum sebanyak 100-150 g/ton telah
menunjukan dapat menurunkan tingkat ammonia yang dikeluarkan ternak sebesar
20-30% dan sekaligus juga memperbaiki pertumbuhan dan menurunkan kematian
ternak.
8. BAHAN PENGONTROL CACING
Lantai kandang dan padang penggembalaan sangat mudah untuk terinfeksi
oleh bermacam-macam cacing. Keadaan ini dapat ditanggulangi dengan
menggunakan anti cacing yang ditambahkan ke dalam ransum seperti piperazine
dan hygromycin.
9. ANTICOKSIDIAL
Anticoksidial telah dipakai dalam ransum unggas. Telah lebih dari 20 tahun,
ionophere telah dipakai untuk menanggulangi koksidiosis. Dari segi nutrisi,
pemakaian antikoksidial ini perlu diperhatian karena dapat mempengaruhi
metabolisme pada keadaan tertentu. Monensin merupakan salah satu ionophore
yang sangat bermanfaat dalam menanggulangi koksidiosis.
DAFTAR PUSTAKA
America Feed Industry Association Inc. 1985. Feed Manufacturing Technology.
Arlington, Virginia,
Anggorodi. R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Dasar Umum. Gramedia. Jakarta.
Bongdan. A.V. 1977. Tropical Agriculture Series. Longman. London.
Cockerell, I.D. Haliday and D.J. Morgan. 1997. Quality Control in the Animal
Feedstuff Manufacturing Industry. Tropical Product Institute, London.
Cullison, A.E. 1982. Feeds and Feeding. Reston Pub. Inc., Virginia.
Ensminger, M.E., J.E. Oldfield, W.W. Henemann. 1990. Feeds & Nutrition. The
Esminger Pub. Com., California.
Hacc, D.W. 1980. Handling and Storage of Food Grains in Tropical and
Subtropical Area. FAO, Rome.
Hartadi, S., S. Reksodihadiprodjo, A.D. Tillman. 1997. Tabel Komposisi Pakan
untuk Indonesia, UGM Press, Yogyakarta.
Kamra, D.N. and N. Pathack. 1996. Nutritional Microbiology of Farm Animal. Vicas
Pub. House PVT. Ltd., New Delhi.
Kerjasama Direktorat Jenderal Peternakan dengan Fakultas Peternakan IPB.
1985. Laporan Inventarisasi Potensi dan Pemanfaatan Limbah Industri.
Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Lloyd, L.E., B.E. McDonald, E.W. Crampton. 1978. Pundamentals of Nutrition.
W.H. Freeman and Com., San Francisco.
McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalg, C.A. Morgan. 1995. Animal
Nutrition, 5 th Ed. John Wiley & Sons Inc., New York.
Patthack, N. 1997. Textbook of Feed Processing Technology. Vikas Pub. House
PVT. Ltd., New Delhi.
Prosea. 1992. Plant Resources of South-East Asia 4, Forages. Prosea
Foundation, Bogor.