You are on page 1of 26

I.

PUSTAKA
Fessenden RJ, Fessenden JS. 1994. Organic Chemistry 5th edition. California:
Brooks/Cole Publishing Company Pasific Grove.
Furniss, B.S. 1978. Vogels Textbook of Practical Organic Chemistry 5th Edition.
London: Longman Scientific & Technical.
Mc Murry J. Organic Chemistry 5th edition. USA: Brooks/Cole Publishing Company
Pasific Grove.
Vishnoi N.K. 1979. Advanced Practical Organic Chemistry 1st Edition. New Delhi:
Vikas Publishing house PVT Ltd.
II. PROSEDUR
Visnoi N.K. Advanced Practical Organic Chemistry, 1st ed.
Vikas Publishing House, PVT LTD, New Dehli, p 330-331
Chemical required. (i) Aniline 10 ml (ii) Acetic anhydride 10 ml (iii) Glacial
acetic acid 10 ml (iv) Zinc dust 0,5 gm.
Procedure. Place 10 ml aniline, 10 ml glacial acetic acid, 10 ml acetic
anhydride and 0,5 gm zinc dust in a 250 ml round bottom flask fitted with a reflux
condenser. Heat the reaction mixture to boiling for about 40 minutes, detach the
condenser and pour the hot contents slowly so as to prevent any residual zinc dust from
escaping the flask, into a 500 ml beaker containing about 250 ml of cold water whilst
stirring vigorously the resultant solution. Cool the beaker in ice-bath when crude
acetanilide separates. Filter it in a buchner funnel using suction, wash with cold water,
drain well with the help of an inverted glass stopper and dry on the filter papers in air.
The yield of crude acetanilide, m. p 113, is about 15 gm. Recrystallise it from hot water
containing 2% rectified spirit. The pure recrystallise product has the m. p 114%.
B.S FurnisS, AQ.J. Hannaford, V. Rogers, P.W.G. Smith, A.R. Tatchell.
Vogels Textbook of Practical Organic Chemistry, 5th ed, 1989, p 916-918
Acetylation of aniline. Method 1. in a 1-litre beaker ort flask containing 500 ml
of water, introduce 18,3 ml 0f concentrated hydrochloric acid and 20,5 g (20 ml, 0,22
mol) of aniline. Stir until the aniline passes completely into solution. (if the solution is
coloured, add 3-4 g of decolourising carbon, warm to about 50 oC with stirring for 5
minutes and filter a the pump or through a fluted filter-paper.) to the resulting solution
1|Page

add 27,7 g (25,6 ml, 0,27 mol) of redistilled acetic anhydride. Stir buntil it is dissolved
and immediately pour in a solution of 33 g of crystallized sodium acetate in 100 ml of
water. Stir vigorously and cool in ice. Filter the acetanilide with suction, wash with a
little water, drain well and dry upon filter-paper in the air. The yield of colourless,
almost pure acetanilide, m.p. 113oC, is 24 g (80%). Upon recrystallisation from about
500 ml of boiling water to which about 10 ml industrial spirit has been added (1) the
m.p. is raised to 114oC, the first crop weights 19g.
Method 2. in a 500ml round-bottomed flask, equipped with a reflux condenser,
place 20,5 g (20 ml, 0,22 mol) of aniline, 21,5 g (20 ml, 0,21 mol) of acetic anhydride,
21 g (20 ml, 0,35 mol) of glacial acetic acid and 0,1 g of zinc dust (2). Boil the mixture
gently for 30 minutes, and then pour the hot liquid in a thin stream into a 1-litre beaker
containing 500 ml of cold water whilst stirring continually. When cold (it is preferable
to cool in ice), filter the crude product at the pump, wash with a little cold water, drain
well and dry upon filter-paper in the air. The yield of acetanilide, m.p. 113 oC, is 26 g. it
may be recrystallised as in Method 1 affording 21 g (70%) of pure acetanilide, m.p. 114
o

C.
III.DASAR TEORI
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan

sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu
gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak
parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat.

Asetanilida pertama ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara
mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang
kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899
Beckmand mnemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H 2O dengan
katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam
asetat.
2|Page

Proses Pembuatan Asetanilida

Penggunaan Derivat Asam Karboksilat dalam Sintesis


Asam karboksilat dan derivate (turunan-turunannya) semua bersifat dapat
diubah satu menjadi yang lain (interconvertible) secara sintetik. Namun dari antara
deivat asam karboksilat ini, halide asam dan anhidrida agaknya yang paling
serbaguna, karena keduanya dapat digunakan untuk mensintesis ester yang
terintangi (secara sterik) dan ester fenil, yang tidak dapat dibuat dengan rendemen
yang baik dengan pemanasan RCOOH dan ROH dengan katalis asam, karena
kesetimbangan tidak menguntungkan.
Kedua derivate ini juga merupakan reagensia yang paling berguna untuk
membuat tersubstitusi-N. Reduksi suatu klorida asam dengan LiAlH(OR) 3
menyajikan satu dari hanya sedikit jalur ke aldehida.
Meskipun ester tidak sereaktif klorida asam atau anhidrida, mereka
berguna dalam sintesis alkohol (dengan reduksi atau dengan reaksi Grignard) dan
merupakan bahan awal yang berharga dalam mensintesis molekul rumit.
Sintesis nitril memberikan satu dari teknik-teknik yang paling mudah
memperpanjang rantai

karbon

alifatik

dengan

satu

rantai

lagi,

untuk

menambahkan suatu gugus karboksil atau suatu gugus NH 2. Seperti telah disebut,
reaksi RX dan CN memberikan rendemen terbaik dengan alkil halide primer.
Alkil halide seknder dapat jugadigunakan, tetapi rendemennya lebih rendah.
Asetilasi Amina Aromatis
Anilin merupakan amina aromatis primer. Reaksi substitusi terhadap amina
aromatis dapat berupa substitusi pada cincin benzene atau substitusi pada gugus
amina. Asetilasi amina aromatis primer atau sekunder banyak dilakukan dengan

3|Page

klorida asam dalam suasana basa atau dengan mereaksikan asetat anhidrida
menghasilkan asetanilida.
Jika asetat anhidrida yang digunakan berlebihan dan pemanasan dilakukan
pada waktu yang lama, maka sejumlah turuan diasetil akan terbentuk. Namun
demikian, turunan diasetil tidak stabil dengan kehadiran air dan mengalami
hidrolisis menghasilkan senyawa monoasetil.
Amina dapat mengalami reaksi hidrolisa dalam suasana asam membentuk
asam karboksilat dan garam amina, sedangkan dalam suasana basa membentuk io
karboksilat dan amina.
Asetanilida dapat diperoleh dari asetilasi anilina. Amina aromatis primer dapat
bereaksi denga anhidrida asetat menghasilkan turunan monoasetil. Bila cara
pemanasan selama reaksi diperpanjang dan dengan kelebihan anhidrida asetat,
maka akan menghasilkan juga bentuk atau turunan diasetil. Umumnya bentuk
diasetil tidak stabil dalam air. Dan mengalami hidrolisis menjadi bentuk monoasetil.
Bila hasil resetilasi dijumpai dalam campuran mono dan diasetil, maka dari hasil
rekristalisasi dengan pelarut yang mengandung air, misalnya etanol encer hanya
bentuk monoasetil yang diperoleh.
Asetanilida dapat dibuat dari anilin dan anhidrida asetat. Mekanisme reaksinya
menyangkut serangan nukelofil oleh anilin pada atom karbon karbonil dari suatu
turunan asam. Anilin adalah benzena tersubstitusi yang bereaksi lebih mudah
daripada benzenanya sendiri. Jadi anilin bereaksi substitusi elektrofilik lebih cepat
daripada benzena. Hal ini disebabkan anilin mempunyai gugus NH 2 yang
merupakan gugus aktivasi. Adanya gugus ini menyebabkan cincin lebih terbuka
terhadap substitusi lebih lanjut. Sedang reaksi dengna nukleofil terhadap anhidrida
lebih reaktif dibanding ester. Kedua hal inilah yang menyebabkan reaksi pembuatan
asetanilida asetat dari anilin lebih cepat dibandingkan ester dan ammonia.
Macam-macam Pembuatan Asetanilida

4|Page

1. Pembuatan

asetanilida

dari

anhidrida

asetat

dan

anilin

Larutan benzena dalam satu bagian anilin dan 1.4 bagian asam asetat anhidrad
direfluks dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada
anilin yang tersisa.

Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya


dengan pendinginan, sedangkan filtratnya didaur ulang kembali. Pemakaian
anhidrida asetat dapat diganti dengan asetil klorida.
2. Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin
O
NH2

NH

C
CH3

+
Anilin

CH3

C
OH

Asam asetat

H2 O

Asetanilida

Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih
ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 100 % direaksikan dalam sebuah
tangki yang dilengkapi dengan pengaduk.

Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150oC 160oC. Produk dalam
keadaan panas dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer.
3. Pembuatan asetanilida dari ketene dan aniline

5|Page

O
NH2
H

NH

O
C

C
CH3

H
Anilin

Asetanilida

Katene

Keten
e (gas) dicampur ke dalam anilin di bawah kondisi yang diperkenankan akan
menghasilkan asetanilida.

4. Pembuatan

asetanilida

dari

asam

thioasetat

dan

anilin

Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan


menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2S.

Dalam perancangan pabrik asetanilida ini digunakan proses antara asam asetat
dengan anilin. Pertimbangan dari pemilihan proses ini adalah:
Reaksinya sederhana
Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk
regenerasi katalis dan tidak perlu menambah biaya yang digunakan untuk
membeli katalis sehingga biaya produksi lebih murah.
Pemurnian Zat
Jika suatu reagensia dengan kemurnian yang memadai untuk suatu
penetapan tertentu tidak tersedia maka produk termurni yang tersedia haruslah
dimurnikan : paling lazim ini dilakukan dengan rekristalisasi dari dalam air. Zat
padat dengan bobot yang diketahui dilarutkan dalam air dengan volume cukup
6|Page

untuk memperoleh jenuh atau hampir jenuh pada titik didih : dapat digunakan
piala, labu erlemeyer ataupun pinggan porselen larutan panas itu disaring lewat
kertas saring bergalur yang ditaruh dalam suatu corong berpipa pendek, dan
filtratnya ditampung dalam suatu piala : proses ini akan memisahkan bahan yang
tak dapat larut yang biasanya terdapat. Jika zat itu mengkristal dalam corong,
maka haruslah larutan disaring dalam suatu corong berair panas. Filtrat panas yang
jernih itu didinginkan dengan cepat dengan mencelupkan ke dalam pinggan air
dingin atau campuran air dan es menurut kelarutan zat padat itu : larutan itu
diaduk dengan tetap agar mendorong terjadinya Kristal kecil, yang tidak sebanyak
Kristal besar dalam mengepungkan cairan induk. Zat padat itu kemudian
dipisahkan dengan cairan induk dengan penyaringan, dengan menggunakan salah
satu tipe corong Buchner. Setelah semua cairan tersaring, zat padat itu ditekan ke
bawah dengan tutup kaca yang luas, isap sekering mungkin dan kemudian dicuci
dengan porsi-porsi kecil pelarut aslinya untuk menyingkirkan cairan induk yang
menempel. Zat padat yang telah dikeringkan disimpan dalam botol bersumbat
kaca.

Proses Refluks
Pada pendingin bola yang memiliki saluran air yang searah, perlu
diperhatikan cara pemakaian selang untuk air pada pengaturan air masuk dan
keluar. Refluks adalah peristiwa dimana uap yang mengkondensasi dikembalikan
ke labu.

Rekristalisasi
Rekristalisasi adalah pemurnian zat padat secara mengkristalkan kembali
dari cairan pelarut atau campuran pelarut, melarutkan kristal dalam pelarut panas
(atau campuran pelarut) kemudian mendinginkan larutan secara perlahan sampai
terbentuk kristal yang murni.
7|Page

Metode rekristalisasi dibagi menjadi 4, yaitu :


1. Rekristalisasi langsung dari pelarut (tunggal atau campuran).
2. Rekristalisasi dengan cara penguapan pelarut.
3. Rekristalisasi dengan cara presipitasi.
4. Rekristalisasi atas dasar asam basa.
Senyawa organik berbentuk Kristal yang diperoleh dari suatu reaksi
biasanya tidak murni. Mereka masih terkontaminasi sejumlah kecil senyawa yang
terjadi selama rekristalisasi menggunakan pelarut yang sesuai.
Pemurnian senyawa dengan cara rekristalisasi didasarkan pada perbedaan
kelarutan

senyawa

dalam

suatu

pelarut

tunggal

atau

capuran.

Ada

duakemungkinan keadaan dalam rekristalisai yaitu pengotor lebih larut daripada


senyawa yang dimurnikan atau sebaliknya.
Pada dasarnya proses rekristalisasi adalah
a. Melarutkan senyawa yang akan dimurnikan ke dalam pelarut yang sesuai pada
atau dekat titik didihnya.
b. Menyaring larutan panas menjadi dingin hingga terbentuk Kristal
c. Memisahkan Kristal dari larutan berair. Kristal yang terjadi dikeringkan dan
ditentukan kemurniannya dengan penentuan titik lebur, kromatografi dan
metode spektrokopi.
Proses rekristalisasi terdiri dari :
1. Melarutkan zat yang belum murni ke dalam pelarut yang cocok pada atau
dekat titik didihnya.

8|Page

2. Menyaring larutan panas dari partikel-partikel atau kotoran atau bahan yang
tidak larut.
3. Pendiaman larutan panas menjadi dingin sehingga terbentuk kristal.
4. Pemisahan kristal dari larutan induk.
5. Pengeringan.
Langkah penentuan pelarut dalam rekristalisasi merupakan langkah
penentu keberhasilan pemisaha. Jika senyawa larut dalam keadaan panas.
Senyawa organik sering mengandung pengotor yang berwarna. Senyawa tersebut
dapat dimurnikan dengan penambahan karbon aktif penghilang warna seperti
norit.

Kegunaan Asetanilida
Kegunaan Produk Asetanilida banyak digunakan dalam industri kimia , antara
lain;

Sebagai bahan baku pembuatan obat obatan.

Sebagai zat awal penbuatan penicilium.

Bahan pembantu dalam industri cat dan karet.

Bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida.

9|Page

Bahan Pembuatan Asetanilida


a. Anilin
Sifat - sifat fisis :

Rumus molekul

C6H5NH2

Berat molekul

93,12 g/gmol

Titik didih normal :

184,4 oC

Suhu kritis

426 oC

Tekanan kritis

54,4 atm

Wujud

cair

Warna

jernih tidak berwarna

Bau

khas

Densitas

1,022 g/ml pada 20C

Kemurnian

min 95,0%

Impuritas

- air maks. 5%

Sifat sifat kimia :

Halogenasi senyawa anilin dengan brom dalam larutan sangat encer


menghasilkan endapan 2,4,6 tribromo anilin.

Pemanasan anilin hipoklorit dengan senyawa anilin sedikit berlebih pada


tekanan sampai 6 atm menghasilkan senyawa diphenylamine.

10 | P a g e

Hidrogenasi katalitik pada fase cair pada suhu 135-170C dan tekanan 50-5
atm menghasilkan 80% cyclohexamine (C6H11NH2). Sedangkan
hidrogenasi anilin pada fase uap dengan menggunakan katalis nikel
menghasilkan 95% cyclohexamine.

b. Anhidrida Asetat
Anhidrida asam asetat, (Nama IUPAC : etanoil
etanoat) dan disingkat sebagai Ac2O, adalah salah
satu anhidrida asam yang sederhana. Rumus
kimianya

adalah

(CH3CO)2O.

Seyawa

ini

merupakan reagen penting dalam sintesis organik.


Senyawa ini tidak berwarna dan berbau cuka karena reaksinya dengan
kelembapan di udara membentuk asam asetat.

Acetic Anhydride
IUPAC Name

Acetic Anhydride
Ethanoyl ethanoate
Acetic acid anhydride

Other Names

Acetylacetate
Acetyl oxide
Acetic oxide
Ethanoic anhydride

11 | P a g e

Properties
Molecular Formula

C4H6O3

Molar Mass

102,089 g/mol

Appearance

Clear liquid

Density

1.082 g/cm3, liquid

Melting Point

-73,1C

Boiling Point

139,8C

Solubility in water

2,6% by weight; rapidly reacts


to form acetic acid

Produksi
Anhidrida asetat dihasilkan melalui reaksi kondensasi asam asetat.
Reaksinya adalah sebagai berikut :

Selain itu, anhidrida asetat juga dihasilkan melalui reaksi asetil klorida dengan
natrium asetat:
H3C-C(=O)Cl + H3C-COO Na+ Na+Cl + H3C-CO-O-CO-CH3
Reaksi
12 | P a g e

Anhidrida asetat mengalami hidrolisis dengan pelan pada suhu kamar, membentuk
asam asetat. Ini adalah kebalikan dari reaksi kondensasi pembentukan anhidrida
asetat
(CH3CO)2O + H2O 2CH3COOH
Selain itu, senyawa ini juga bereaksi dengan alkohol membentuk sebuah ester dan
asam asetat. Contohnya reaksi dengan etanol membentuk etil asetat dan asam
asetat.
(CH3CO)2O + CH3CH2OH CH3COOCH2CH3 + CH3COOH
Anhidrida asetat merupakan senyawa korosif, iritan, dan mudah terbakar. Untuk
memadamkan api yang disebabkan anhidrida asetat jangan menggunakan air,
karena sifatnya yang reaktif terhadap air. Karbon dioksida adalah pemadam yang
disarankan.
c. Asam Asetat
Asam Asetat

Nama Sistematis

Asam etanoat
Asam asetat
Asam metanakarboksilat

Nama Alternatif

13 | P a g e

Asetil hidroksida (AcOH)

Hidrogen asetat (HAc)


Asam cuka
Rumus Molekul

CH3COOH

Massa Molar

60,05 g/mol

Densitas dan fase

1.049 g/cm3, cairan


1.266 g/cm3, padatan

Titik Lebur

16,5C (289,6 0,5 K) (61,6F)

Titik Didih

118,1C (391,2 0,6 K) (244,5F)

Penampilan

Cairan tak berwarna atau Kristal

Keasaman (pKa)

4,76 pada 25C

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam
organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam
cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk
CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat
glacial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki tiik beku 16,7C.
Asam asetat merupakan salah satu asamkarboksilat paling sederhana,
setelah asam format. Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam
lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H + dan CH3COO-. Asam
asetat merupakan oereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam
14 | P a g e

asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa


asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan kain. Dalam
industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pelunak air. Dalam setahun,
kebutuhan dunia akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun. 1,5 juta ton per
tahun diperoleh dari hasil dau ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia
maupun dari sumber hayati.
Penamaan
Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini,
dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari
kata Latin acetum, yang berarti cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah
asam etanoat. Asam asetat glacial merupakan nama trivial yang merujuk pada
asam asetat yang tidak bercampur air. Disebut demikian karena asam asetat bebas
air membentuk Kristal mirip es pada 16,7C, sedikit di bawah suhu ruang.
Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakan singkatan resmi
bagi asam asetat adalah AcOH atau HOAc di mana Ac berarti gugus asetil, CH 3C(=O)-. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc,
meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tidak benar. Ac juga tidak boleh
disalahartikan dengan lambang unsur Aktinium (Ac).
Sifat-sifat kimia :
Keasaman
Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (-COOH) dalam asam
karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan sebagai ion H + (proton), sehingga
memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai
pKa=4,8. Basa konjugasinya

adalah asetat (CH3COO-). Sebuah larutan 1,0M

asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH
sekitar 2,4.

15 | P a g e

+ H2O
As. Asetat

H2O

Asetat

Dimer Siklis
Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan
hidrogen. Struktur Kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam
asetat berpasangan membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.
DImer juga daoat dideteksi pada uap bersuhu 120oleh ikatan hidrogen. DImer juga
daoat dideteksi pada uap bersuhu 120C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di
dalam pelarut tak berikatan hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat
murni. Dimer dirusak dengan adanya pelarut berikatan hidrogen (misalnyaair).
Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65,0-66,0 kJ/mol, entropi disosiasi
sekitar 154-157 J mol-1 K-1. Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat
sederhana lainnya.

16 | P a g e

Sebagai Pelarut
Asam Asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air
dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6,2,
sehingga ia bisa melarutkan baik senyawa polar seperti garam anorganik dan gula
maupun senyawa non polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan
iodine. Asam asetat bercampurdengan mudah dengan pelarut polar atau non polar
lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan
bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secata luas dalam industri
kimia.

Reaksi-reaksi Kimia
Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi,
magnesium dan seng membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut
logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat
dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal adalah reaksi soda kue
(Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hampir semua garam asetat larut
dengan baik dalam air, Salah satu pengecualian adalah kromium (II) asetat.
Contoh reaksi pembentukkan garam asetat.

17 | P a g e

Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)


NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)
Aluminium merupakan logam yang tahan terhadap korosi karena dapat
membentuk lapisan aluminium oksida yang melindung permukaannya. Karena itu,
biasanya asam asetat diangkut dengan tengki-tengki aluminium. Dua reaksi
organik tipikal dari asam asetat.
Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya
menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam
etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, air dan
karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi
organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukkan etanol melalui
reduksi, pembentukkan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau
anhidrida asetat melalui substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat dibentuk melalui
kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh
melalui reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukkan amida. Pada suhu
440C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida atau ketana dan
air.
IV.

TUJUAN

1. Mampu menjelaskan reaksi pembentukan anilida


2. Mampu menjelaskan arti refluks, tujuan dan manfaatnya
3. Terampil dalam menggunakan karbon aktif dalam proses pemurnian melalui
rekristalisasi
4. Mampu menghasilkan bentuk kristal yang homogen
V.

ALAT dan BAHAN


Alat
1. Labu alas bulat 250 ml
2. Gelas piala
3. Gelas arloji
4. Kaki tiga

18 | P a g e

9. Gelas ukur
10. Pendingin balik
11. Bunsen
12. Labu hisap

5.
6.
7.
8.

Corong Buchner
Sumbat gabus
Pompa hisap
Oven

Bahan ( Prosedur)
1.
Anilin
5 ml
2.
Anhidrida asetat
3.
Asam asetat glacial
4.
Serbuk Zn
5.
Etanol
2,5 ml
6.
Aquadest
7.
Batu didih

VI.

19 | P a g e

MEKANISME REAKSI

13. Corong panas


14. Kaleng
15. Statif & klem

5 ml
5 ml
250 mg
125 ml
q.s

VII.
20 | P a g e

SKEMA KERJA

250 mg Zn ditambah 5 ml anilin, ditambah 5 ml asam asetat glasial, ditambah


5 ml anhidrida asetat, dimasukkan ke dalam labu alas bulat leher panjang
Dimasukkan batu didih ke dalam labu alas bulat yang sudah berisi campuran larutan di
atas
Direflux dalam penangas air pada suhu 180oC selama 40 menit (diberi corong dan
kapas)
Dituang ke dalam 125 ml air dingin, aduk 10
menit
Dimasukkan ke dalam ice bath sampai terbentuk kristal abu-abu
keunguan
Disaring dengan corong buchner dan labu hisap
Serbuk dicuci dengan air
dingin
Rekristalisas
Kristal yang telah terbentuk dimasukkan ke dalam beaker glass
Ditambahkan 125 ml air panas dan ditambahkan 2,5 ml etanol, dipanaskan terus sampai
semuanya larut
Bila larutan berwarna, ditambahkan norit 0,5 g 1 g dan dididihkan
lagi
Disaring panas dengan corong panas
Hasil penyaringan didinginkan di dalam ice bath sambil diaduk sampai terbentuk
kristal
Disaring dengan corong buchner dan labu hisap

Kristal dikeringkan di oven, lalu ditimbang hasilnya dan ditentukkan titik


lelehya

21 | P a g e

VIII. GAMBAR PEMASANGAN ALAT

22 | P a g e

IX.

HASIL PRAKTIKUM

X.

Hasil Percobaan
Hasil Teoritis
Persentase hasil
Titik Leleh
Ketetapan Alam

: 2,2 g
: 7,5 g
: 29,33%
: 114oC
: -

PEMBAHASAN
Pada praktikum pembuatan asetanilida ini, proses awal yang dilakukan yaitu

memasukkan 5 ml aniline, 5 ml asam asetat glacial, 10 ml anhidrida asetat, dan 0,25 g


serbuk Zn. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya ketika memasukkan
zat-zat seperti serbuk Zn, anilin, ahidrida asetat, dan asam asetat glacial) ke dalam labu
alas bulat leher panjang. Serbuk Zn harus dimasukkan terlebih dahulu karena jumlahnya
paling sedikit. Labu harus dalam posisi ditegakkan ketika serbuk Zn dimasukkan ke
dalamnya. Untuk memasukkan serbuk Zn ke dalam labu alas bulat leher panjang, dapat
dilakukan dengan bantuan kertas perkamen yang dibuat menyerupai corong agar serbuk
Zn tidak ada yang menempel pada dinding labu. Adapun fungsi dari penambahan serbuk
Zn ini adalah untuk mencegah terjadinya oksidasi dari aniline menjadi nitrobenzene
(mereduksi nitrobenzene yang terbentuk). Serbuk Zn akan diserap 2-4 bagian oleh
cairan tersebut.
Proses selanjutnya yaitu memasukkan 5ml aniline, 5 ml asam asetat glacial, 10
ml anhidrida asetat ke dalam labu alas bulat yang berisi serbuk Zn. Adapun fungsi dari
masing-masing komponen tersebut yaitu aniline berfungsi sebagai bahan awal untuk
pembuatan asetanilida, asam asetat glacial berfungsi sebagai katalisator untuk
mempercepat terjadinya pergeseran reaksi dalam pembentukkan asetanilida, serta
anhidrida asetat yang berfungsi sebagai pengering yang bersiat reversible (sehingga
dapat mengikat air). Pada campuran tersebut kemudian ditambahkan beberapa butir batu
didih. Fungsi penambahan batu didih ini adalah untuk mengatur suhu didih agar tidak
terjadi bumping. Proses dilanjutkan dengan proses pemanasan dengan menggunakan
water bath. Perlu diperhatikan bahwa sebelum proses pemanasan dilakukan, pendingin
balik harus dipasang terlebih dahulu (untuk melakukan proses reluks). Fungsi dari
23 | P a g e

pendingin balik ini adalah untuk membantu mengurangi penguapan yang terjadi, karena
asam asetat glacial dan anhidrida asetat memiliki sifat yang mudah menguap. Selama
pemanasan berlangsung, campuran harus terus digoyang agar bahan-bahan tercampur
dengan baik. Proses pemanasan ini dilakukan selama 40 menit (40 menit, terhitung
sejak campuran mendidih).
Setelah campuran dipanaskan, selanjutnya campuran panas ini dituang secara
perlahan-lahan ke dalam beker glass yang berisi 125 ml air dingin (air es) sambil
diaduk. Beaker glass yang berisi campuran tersebut dimasukkan ke dalam ice bath dan
diaduk sampai terbentuk Kristal abu-abu keunguan. Penggunaan air es dan dan es batu
bertujuan untuk mempercepat terjadinya proses pembentukan kristal. Kristal kemudian
disaring dengan corong Buchner dan labu hisap yang telah disambungkan dengan
pompa hisap.
Tahap selanjutnya dilakukan proses rekristalisasi dengan cara melarutkan kristal
kasar dalam 125 ml air panas, kemudian ditambahkan etanol 2% sebanyak 2,5 ml.
Campuran kemudian diaduk sampai homogen lalu didinginkan. Penambahan etanol 2%
ini bertujuan untuk meningkatkan kelarutan asetanilida, karena tanpa penambahan
etanol 2%, akan terbentuk lapisan pada bagian atas campuran yang akan menyebabkan
partikel tidak larut seluruhnya. Apabila campuran berwarna, itu menandakan bahwa
terdapat pengotor dalam campuran, sehingga harus ditambahkan norit sebanyak 75 mg
untuk menyerap pengotor tersebut. Perlu diperhatikan, bahwa saat menambahkan norit,
suhu campuran harus 500C, karena pada suhu inilah norit bekerja dengan optimum
untuk menyerap pengotor yang ada. Perlu diperhatikan pula bahwa penambahan norit
ini tidak boleh berlebih karena bila berlebih, asetanilida yang terbentuk juga akan
terserap oleh norit sehingga akan mengurangi hasil kristal yang terbentuk.
Selanjutnya campuran tersebut dipanaskan kembali selama lebih kurang 10
menit, kemudian campuran ini disaring panas dengan menggunakan corong panas
(corong harus dalam keadaan benar-benar panas untuk mencegah terbentuknya kristal
sebelum hasil saringan masuk ke penampung).
Hasil penyaringan yang diperoleh kemudian didinginkan di dalam ice bath
sampai terbentuk kristal. Kristal tersebut kemudian disaring dengan corong Buchner
dan labu hisap yang telah disambungkan dengan pompa hisap. Hasil kristal yang
terbentuk kemudian diletakkan pada kaca arloji yang telah dilapisi kertas saring untuk
24 | P a g e

kemudian dikeringkan menggunakan oven. Kristal asetanilida yang telah dikeringkan


kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam wadah hasil serta diberi etiket putih
Pada praktikum pembuatan asetanilida ini, hasil yang diperoleh yaitu 2,2 gram
kristal asetanilida (13,34%) padahal hasil teoritis yang seharusnya didapatkan sebanyak
7,5 gram. Perbedaan antara hasil praktis dengan hasil teoritis dapat terjadi karena
beberapa faktor sebagai berikut :
a. Penambahan norit yang berlebihan.
Penambahan norit yang berlebihan menyebabkan kristal aseanilida yang
terbentuk ikut terserap oleh kelebihan norit.
b. Norit terlalu lama dibiarkan di udara bebas.
Norit merupakan suatu karbon aktif sehingga tidak boleh dibiarkan terlalu lama
pada udara bebas, karena norit akan mengabsorbsi/menyerap udara sehingga
menjadi inaktif.
c. Penambahan pelarut yang yang berlebihan.
Penambahan pelarut yang berlebihan menyebabkan kristal asetanilida menjadi
sukar terbentuk.
d. Corong panas yang digunakan tidak benar-benar panas, sehingga pada saat
penyaringan panas, kristal telah terbentuk sebelum sampai di penampung yang
menyebabkan proses penyaringan terhambat dan ksristal asetanilida yang
dihasilkan pun berkurang jumlahnya.
XI.

DISKUSI
Fungsi asam asetat glasial adalah mempercepat pergeseran reaksi
membentuk asetanilida. Fungsi etanol adalah untuk membantu kelarutan
Kristal asetanilida sewaktu akan dilakukan rekristalisas. Fungsi serbuk Zn
adalah untuk mencegah terjadinya reaksi oksidasi anilin menjadi
nitrobenzene sehingga anilin yang diperlukan untuk reaksi pembentukan

asetanilida tidak berkurang.


Guna refluks selama 40 menit adalah untuk mencegah agar sewaktu proses
pemanasan berlangsung, jumlah filtrate yang ada di dalam labu alas bulat

tidak berkurang sehingga tidak akan mengurangi hasil reaksi.


Penambahan karbon aktif ke dalam cairan tidak boleh waktu mendidih

karena karbon aktif tersebut bisa terurai.


Bila norit yang ditambahkan berlebih akibatnya adalah norit akan
mengadsorpsi (menjerap) asetanilida yang terlarut sehingga hasil Kristal
asetanilida yang didapat dari proses rekristalisasi jumlahnya sedikit.

25 | P a g e

Akibat kelebihan penambahan pelarut untuk rekristalisasi adalah Kristal


yang diinginkan untuk terbentuk kembali susah terbentuk kembali.

XII.

KESIMPULAN

a. Pemasangan dan penggunaan alat harus secara tepat agar didapat hasil kristal
asetanilida yang baik.
b. Agar semua zat dapat bereaksi seluruhnya, maka saat memasukkan zat ke dalam
labu alas bulat leher panjang, harus memperhatikan urutannya, sehingga saat
penambahan zat tidak ada yang tertinggal di dinding labu.
c. Penggunaan karbon aktif (norit) harus secara tepat, yaitu pada suhu 50 oC dan
dalam jumlah yang sesuai agar dapat bekerja optimum untuk menarik zat warna
dan kotoran yang tercampur dalam larutan.
d. Dalam praktikum ini, ice bath berfungsi untuk mempercepat proses
terbentuknya kristal dari larutan.
e. Pada penggunaan corong panas, corong harus dalam kondisi yang benar-benar
panas agar kotoran dan zat warna dapat disaring dengan sempurna dan kristal
tidak tertinggal di dalam corong.

26 | P a g e

You might also like