Professional Documents
Culture Documents
Budi Wiweko
PENDAHULUAN
Abortus terjadi 15% pada seluruh perempuan hamil.Abortus berulang
merupakan suatu sndrom yang mencakup keguguran berulang, janin lahir
mati atau kelahiran premature dengan bayi gagal hidup.Kemungkinan
terjadinya abortus berulang secara teori adalah sebesar 0.3 0.4%,
namun pada kenyataannya abortus berulang terjadi pada 1 2% dari
seluruh kejadian abotus (shigeru saito, 2009).
Beberapa studi menyebutkan bahwa keguguran merupakan
kehilangan janin pada usia kurang dari 20 minggu, namun menurut RCOG
dikatakan bahwa abortus berulang terjadi pada usia kehamilan sebelum
23 minggu. Menurut RCOG, setiap 1 dari 100 perempuan usia reproduksi
mengalami abortus berulang.
Menurut ogasawara et al, perempuan yang mengalami keguguran 2,
3 dan 4 kali memiliki peningkatan kemungkinan untuk mengalami
keguguran selanjutnya sebesar 43.7%, 44.6%, dan 61,9% secara berturut
turut, lain hal nya dengan kejadian abortus berulang yang disebabkan
oleh penyimpangan kromosom pada janin, semakin sering riwayat abortus
sebelumnya, semakin rendah presentasi abortus untuk kehamilan
selanjutnya.
Penyebab dan manifestasi klinis dari abortus habitualis sangat
bervariasi dan kejadiannya tidak terlalu banyak.Penanganan yang baik
terhadap abortus habitualis setelah melalui serangkaian test dipercaya
dapat meningkatkan angka kelahiran bayi hidup.
Tinjauan Pustaka
Abortus adalah akhir dari kehamilan sebelum bayi dapat hidup di dunia
luar, baik disebabkan oleh faktor kesengajaan ataupun tidak. Bayi bisa
hidup di dunia luar jika berat badan telah melampaui 500 gram atau jika
usia kehamilan telah melampaui 20 minggu.
Eastman et al mengatakan bahwa abortus adalah keadaan terputusnya
suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus
yang diartikan apabila fetus yang memiliki berat 400 -1000 gram atau usia
kehamilan kurang dari 20 minggu.
Jeffcoa menyebutkan bahwa abortus adalah keluarnya hasil konsepsi
sebelum usia kehamilan mencapai 20 minggu, dan holmer menyebutkan
bahwa abortus adalah terputusnya kehamilan sebelum minggu ke 16,
dimana proses plasentasi belum selesai.
Secara penyebab, abortus terbagi atas dua golongan yaitu abortus
spontan dan abortus provokatus.Abortus spontan merujuk kepada
keguguran yang terjadi tanpa adanya intervensi medis atau tindakan
bedah untuk menyudahi kehamilan.Abortus provokatus adalah suatu
keguguran yang terjadi akibat tindakan yang disengaja, baik
menggunakan alat ataupun obat obatan.
Abortus spontan terbagi atas beberapa kalsifikasi, yaitu
a. abortus iminens (Threatened abortion)
rendah yaitu hanya sekitar 5%. Risiko meningkat hingga 30% pada
perempuan yang mengalami keguguran dengan janin sempat lahir hidup
dan 50% pada perempuan yang mengalami keguguran dan lahir mati.
Diagnosis Abortus Habitualis
Berdasarkan definisinya, seorang perempuan dapat dikatakan mengalami
abortus habitualis jika saat wawancara memang telah ditentukan telah
mengalami paling tidak 3 kali keguguran.
Penyimpangan Kromosom
Pada sebagian kejadian abortus habitualis, kelainan kromosom dapat
dianggap sebagai penyebabnya.Kelainan kromosom maternal terjadi pada
4% pasangan dengan riwayat abortus habitualis.Kelainan yang terjadi
yang paling sering ditemukan adalah translokasi balans, termasuk
didalamnya resiprokal dan translokasi robertsonian yang berujung kepada
translokasi imbalans pada fetus.Pada sebuah penelitian terbaru
menunjukan inaktivasi kromosom X pada darah leukosit perifer terjadi
pada perempuan dengan abortus habitualis yang tidak diketahui
sebabnya.
Pasangan suami istri dapat mengikuti serangkaian pemeriksaan PGD
(Preimplantation Genetic Diagnosis) yaitu teknik prenatal diagnosis dan
terminasi kehamilan pada pasangan yang memiliki risiko terhadap
kelainan kromosom, namun teknik ini di Indonesia masih sedang dalam
perkembangan.
Faktor Autoimun
Antibodi merupakan substansi yang diproduksi oleh darah yang berfungsi
untuk melawan infeksi.Sindrom antibodu antifosfolipud atau biasa
disingkat APS adalah gangguan pada sistem pembekuan darah yang dapat
menyebabkan trombosis pada arteri dan vena serta dapat menyebabkan
gangguan pada kehamilan yang berujng kepada abortus.Hal ini
disebabkan karena produksi antibodi sistem kekebalan tubuh terhadap
membran sel, sering disebut juga sebagai sinrom Hughes.Setiap 15 dari
100 perempuan yang mengalami abortus berulang memiliki antibodi
khusus yaitu antibodi aPL (anti Phospholipid) dalam tubuhnya, kurang dari
2 perempuan dari setiap 100 perempuan hamil normal memiliki antibodi
aPL. Beberapa orang memproduksi antibodi yang bereaksi dalam melawan
jaringan tubuhnya sendiri; hal ini diketahui sebagai respon autoimun,
inilah yang terjadi pada perempuan yang memiliki antibodi aPL. Menurut
RCOG, jika seorang perempuan memiliki antibodi aPL dan pernah
mengalami keguguran berulang, tingkat kesuksesan kehamilannya hanya
1/10. Diagnosis sindrom antibodi aPL ditegakan jika pasien telah
mengalami trombosis dan memiliki riwayat abortus lebih dari 3 kali pada
usia kehamilan 10 minggu, 1 atau 2 episode abortus atau janin lahir mati
setelah usia kehamilan lebih dari 10 minggu, atau kelahiran premature
(<34 minggu) yang diakibatkan oleh pregnancy induced hypertention
syndrome, eklampsia, atau disfungsi plasenta dengan tambahan hasil test
yang positif untuk b2GPI-dependent anti-cardiolipin antibodi, anti-
pendek, interval post ovulatoar kurang dari 14 hari dan infertile sekunder
dengan recurrent early loses.
Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK)
Sindrom ovarium polikistik menyebabkan ovarium yang sedikit lebih besar
dibanding ovarium normal dan memproduksi folikel yang lebih kecil
daripada yang normal.Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan
hormon.SOPK tidak berkaitan langsung terhadap kejadian abortus
berulang dan hingga kini masih belum diketahui apakah SOPK
meningkatkan risiko terjadinya abortus berulang.
Infeksi
Infeksi serius yang terjadi pada aliran darah dapat mengarah kepada
kejadian abortus. Pada perempuan yang mengidap vaginosis bakterial
pada awal kehamilan, dapat menignkatkan risiko terjadinya abortus pada
usia kehamilan empat hingga enam bulan, dapat juga menyebabkan bayi
lahir premature. Infeksi toksoplasma, virus rubella, CMV dan herpes
merupakan penyakit infeksi parasit dan virus yang selalu dicurigai sebagai
penyebab abortus melalui mekanisme terjadinya plasentitis.Mycoplasma,
Lysteria dan Chlamydia juga merupakan agen yang infeksius dan juga
merupakan agen yang infeksius dan dapat menyebakan abortus
habitualis.
Gangguan Faktor Koagulasi
Defisiensi atau berkurangnya aktivitas (biasanya penurunan yang
mencapai 50 % dianggap patologis) dari faktor koagulasi XII dianggap
sebagai penyebab embli pulmoner dan bentuk dari trombosis yang juga
berkaitan kepada kejadian abortus habitualis.Ada juga yang melaporkan
bahwa antibodi anti faktor XII terdeteksi pada pasien dengan positif
LA.Survey yang dilakukan oleh JSOG dan NOH melaporkan tingginya
prevalensi dari defisiensi faktor XII sebagai faktor risiko abortus. Terapi
LDA dan kombinasi LDA dan heparin keduanya menunjukkan hasil yang
memuaskan pada kasus abortus habitualis dengan defisiensi faktor
koagulasi XII.
RUJUKAN
1. Ogasawara M, Aoki K, Okada S, et al. Embryonic karyotype of abortuses in
relation to the number of previous miscarriages. Fertil Steril. 2000;73:3004.
2. Saito S, Ishihara O, Kubo H, et al. Sub-committee for the Survey on Clinical
Practice Regarding Human Reproductive Loss, e.g., Habitual Miscarriage
(Reproductive and Endocrine Committee) (Report of Special Committee in
2003).Journal of Japan Society of Obstetrics and Gynecology. 2005;57:1057
1059. (in Japanese)heparin treatment. Am J Obstet Gynecol. 1992;166:1318
23.
3. Girardi G, Redecha P, Salmom JE. Heparin prevents antiphos- pholipid
antibody-induced fetal loss by inhibiting complement activation. Nat Med.
2004;10:12226.
4. Sugi T, Katsunuma J, Izumi S, et al. Prevalence and heteroge- neity of
antiphosphatidylethanolamine antibodies in patients with recurrent early