You are on page 1of 102
rie 2.004 034 PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG KARAGENAN TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN DAYA TAHAN CONE ES KRIM. ASIH PRIHASTUTI SKRIPSI DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004 PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG KARAGENAN TERHADAP KARAKTERISTIK MUTU DAN. DAYA TAHAN CONE ES KRIM ASI PRIHASTUTI C03400034 Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Timu Kelautan DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2004 RINGKASAN ASIH PRUGASTUTI. C03400034. Pengaruh Penambahan Tepung Karagenan terhadap Karakteristik Mutu dan Daya Tahan Cone Es Krim. Dibimbing oleh RUDDY SUWANDI dan BAMBANG RIYANTO. Cone es krim merupakan tempat es krim yang dapat dimakan bersama-sama dengan es krim. Bentuk umum cone es krim adalah Kerucut seperti corong, diameter antara 3,9 cm sampai 4 cm, tebal antara 0,6 cm sampai 0,7 cm, tinggi rata-rata 11 om, berat antara 5 gr sampai 7 gr, berwarna putih kecoklatan. Cone es krim pertama diciptakan tahun 1904 ketika pameran di St. Louis, berawal dari seorang pedagang es krim yang mengajak kerjasama seorang pedagang wafer untuk membuat wafer sebagai tempat es krim. Perkembangan industri cone es krim sekarang ini sedang meningkat pesat. Hal tersebut dapat dilihat dengan banyaknya permintaan cone dari industri es krim sehingga suplai cone terus meningkat, namun cone es krim yang dibuat oleh masyarakat belum memiliki karakteristik mutu yang diinginkan, yang diduga karena proses pengolahan yang Kurang sempuma terutama formulasi baban penynsun dan adonan yang tidak stabil. Untuk itu diperlukan suatu cara agar cone tersebut dapat memenuhi kriteria yang diinginkan, misalnya dengan menambahkan tepung karagenan ke dalam proses pengolahan. Karagenan banyak digunakan untuk bahan ‘makanan, mengentalkan bahan baku non pangan dan industri tekstil. Salah satu cara dalam mengembangkan nilai guna dari karagenan adalah bentuk diversifikasinya dalam bahan pangan yaitu sebagai emulsifier pada cone es krim. Dilakukannya penambahan katagenan yang telah berbentuk tepung ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, karena karagenan mengandung komponen gizi yang Jengkap antara [ain serat, vitamin mineral, protein, lemak, abu, dan karbohidrat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung karagenan terhadap karakteristik mutu cone es krim. Penelitian dilakukan dua tahap, tahap periama adalah penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk menentukan Komposisi bahan penyusun cone yang disukai berdasarkan uji organoleptik (mutu hedonik), dengan parameter penampakan, aroma, rasa, dan tekstur. Komposisi bahan penyusun cone yang dibuat meliputi tujuh kombinasi lesitin, kuning telur, santan kelapa. Pada tahap kedua, yaitu penelitian utama, dilakukan penambahan tepung Karagenan sebesar 0%, 1%, 2%, 3% dari formulasi adonan terpilih pada penelitian pendahuluan, setelah itu dilakukan ‘ji organoleptik (mutu hedonik) terhadap parameter penampakan, aroma, rasa, tekstur dan ji ketahanan cone tethadap es krim. Hasil terpilihnya kemudian dilakukan uji proksimat, uji kekerasan, uji serat makanan, dan uji aktivitas air (ay). Analisis data hanya’ dilakukan pada ‘uji organoleptik terhadap parameter penampakan, aroma, rasa, dan tekstur dengan metode statistik berupa uji Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Jujur (Multiple Comparisson). Adapun uji lainnya hanya dianalisis secara deskriptif berdasarkan diagram batang menggunakan software excell. Berdasarkan uji organoleptik (mutu hedonik) terhadap parameter penampakan, rasa, aroma, dan tekstur pada penelitian pendauluan, cone dengan nilai rata-rata tingkat penerimaan panelis tertinggi adalah cone es krim dengan komposisi tepung sagu, tepung terigu, gulamerah, garam, soda kue, lesitin, dan santan kelapa (LiK0S1). Nilai rata-rata tingkat penerimaan panelis terendah pada parameter penampakan, aroma dan tekstur dimiliki cone es krim LOKISO (Kuning telur) sedangkan pada parameter rasa nilai rata-rata terendah dimiliki cone perlakuan LIK1S0 (lesitin, santan kelapa). Uji Kruskal Wallis menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi formulasi emulsifier hanya mempengaruihi tingkat penerimaan panelis terhadap parameter aroma dan tekstur. Setelah dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisson, terdapat perbedaan nyata antara perlakuan L1KOS1 (lesitin, santan kelapa) dengan LOKISO (kuning telur) dan perlakuan LIKOS1 (esitin, santan kelapa) dan LiK1SI (lesitin, kuning telur, santan kelapa). Uji Kruskal Wallis pada penelitian utama juga menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung karagenan sebesar 1%, 2%, dan 3% hanya mempengaruhi tingkat penerimaan panelis terhadap parameter aroma dan tekstur. Setelah dilanjutklan dengan uji Multiple Comparisson, terdapat perbedaan nyata antara perlakuan 0% tepung karagenan dengan 3% tepung karagenan. Hasil uji ketahanan cone terhadap es krim untuk es krim modem yaitu 5 menit 13 detik (cone di pasaran); 6 menit 24 detik (0 %), 6 menit 29 detik (1 %); 7 menit 52 detik (2%); 12 menit 31 detik (3%) sedangkan pada es krim tradisional yaitu 4 menit 7 detik (cone di pasaran); 4 menit 25 detik (0 %); 4 menit 36 detik (1%); 5 menit 2 detik (2 %); 11 menit 13 detik (3 %). Hasil uji proksimat berdasarkan berat basah pada perlakuan 0% tepung. yaitu kadar protein 5,32 %; kadar air 4,46 %; kadar lemak 5,90 %; kadar abu 2,19 %; dan kadar kerbohidrat 82,13 %, sedangkan pada perlakuan 3% tepung karagenan yaitu kadar protein 5,74%; kadar air 5,37%; kadar lemak 6,80 %; kadar abu 2,21 %; dan kadar karbohidrat 79,88 %. Berdasarkan perhitungan berat Kering nilai proksimat perlakuan 0% tepung karagenan yaitu kadar protein 5,66 %; kadar air 0 %; kadar lemak 4,74 %; kadar abu 2,33 %; “dan kadar knsbohidrat 87,27%, sedangkan pada perlakuan 3% tepung karagenan yaitu kadar protein 6,16 %; kadar air 0 %; kadar lemak 5,81 %; kadar abu 2,37 %; dan kadar karbohidrat 85,67 %. Hasil uji kekerasan cone untuk perlakuan 0% tepung karagenan sebesar 2,13 mm/10 dt sedangkan perlakuan 3% tepung karagenan sebesar 2,47 mm/10 dt. Kandungan serat makanan cone yaitu 2,18 untuk perlakuan 0% tepung karagenan dan 8,94 untuk perlakuan 3% tepung karagenan, Adapun aktivitas air (ay) cone sebesar 0,543 untuk perlakuan 0 % tepung karagenan dan 0,535 untuk perlakuan 3 % tepung karagenan. Peningkatan gizi cone paling signifikan hanya terlihat pada kandungan serat makanan. Hal tersebut karena kandungan serat pada tepung karagenan tinggi. Selain itu tingginya daya pengemulsi tepung karagenan juga menyebabkan ikatan hidrokoloid yang kuat di antara bahan penyusun cone sehingga menstabilkan adonan cone. Adonan cone yang stabil diduga akan meningkatkan karakteristik fisik, kimia, dan organoleptik (mutu hedonik) cone. RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Purwokerto, Jawa Tengah pada tanggal 17 Juni 1982 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Triyono, A.Ma.Pd. dan Sri Winarti. Pendidikan penulis diawali dengan menempuh pendidikan di TK Pertiwi I Jatilawang (1986-1988), kemudian dilanjutkan di SDN 1 Jatilawang (1988-1994). Penulis menempuh pendidikan fanjutan pertama di SMPN I Jatilawang (1994-1997), kemudian menempuh pendidikan selanjutnya di SMUN I Jatilawang, Purwokerto (1997-2000). Setelah itu penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2000 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan masuk di Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan IImu Kelautan, PB Selama di IPB, penulis pernah aktif sebagai pengurus FPC (Food Procesing Club) selama periode 2001/2002 dan pengurus Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) selama periode 2002/2003. Selain itu penulis juga pemah menjadi asisten Ivar biasa pada mata kuliah Gizi Tkani (2003/2004) dan Biokimia Hasil Perikanan (2003/2004). ‘Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan, penulis melaksanakan penclitian yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tepung Karagenan terhadap Karakteristik Mutu dan Daya Tahan Cone Es Krim”, KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan ‘Tepung Karagenan terhadap Karakteristik Mutu dan Daya Tahan Cone Bs Krim”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan imu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. 6. Papa, Mama, Agung, Akas atas kasih sayang, doa, perhatian, dan nasehat yang, diberikan, Bapak Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phil. dan Bapak Bambang Riyanto, $.Pi selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan, dan pengarahan selama penulisan skripsi. Ibu Ir. Sri Purwaningsih, MS. dan Bapak Ir, Abu Naim Assik, MS, selaku dosen penguji atas masukan dan saran dalam penulisan skripsi, Bapak dan Ibu Edi Junaedi beserta karyawan industri cone skala rumah tangga, atas kesediaannya memberikan informasi dan saran selama penulisan skripsi serta menyediakan tempat untuk pembuatan cone es krim, Teman-teman THP 37 atas kebersamaan, keceriaan, dan semua yang telah diberikan, ‘Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Kritik dan saran penulis harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini, Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2004 Penulis DAFTAR TABEL.... DAFTAR GAMBAR, DAFTAR LAMPIRAN... 1, PENDAHULUAN 12. Tajan 1.3. Waktu dan Tempat 2. TINJAUAN PUSTAKA 211 BiskUit an 2.2 Tepung Karagenan .. METODOLOGI 3.1 Alat dan Bahan 3.2. Metode Penelitian..... 3.3 Analisis Produk........... DAFTAR ISI Halaman Latar Belakang.... 2.1.1 Klasifikasi biskuit, 2.1.2 Formulasi biskui (1) Tepung sagu. (Q) Tepung terign B) Emulsifier (a) Lesitin... (b) Kuning telur... (©) Santan kelapa (3) Bahan tambahan (@) Gula merah () Garam. (c) Soda kue (4) Air... 2.13 Proses pembuatan biskuit. 2.1.4 Mutu biskuit........ 3.2.1 Penelitian pendahuluan.... 3.2.2 Penelitian utama. ii iv 21 21 21 23 24 3.3.1 Uji organoleptik 3.3.2 Uji proksimat, 333 3.3.4: Uji kekerasan.. 3.3.5 Uji serat makanan 3.3.6 Uji aktivitas air (a,).. (1) Kadar protein (2) Kadar lemak. (3) Kadarair.... (4) Kadar abu. : (5) Kadar karbohidrat by difference Uji ketahanan terhadap es krim.... 3.4 Analisis Data 4, HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan 441 4.1.2 413 414 4.2 Penelitian Utama coc 424 422 423 424 4.2.5 4.26 Penampakan. Aroma... Rasa... Tekstur... Uji organoleptik (a) Penampakan... (b) Aroma ©) Rasa. (d) Tekstur.. Uji proksimat...... (a) Kadar protein (b) Kadar lemak (c) Kadar air. (d) Kadar abu (e) Kadar karbohidrat.. Uji Ketahanan cone terhadap es krim Uji Kekerasan. Uji serat makanan, Uji aktivitas air (a.), 5, KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 5.2 SATAM. ce creone DAFTAR PUSTAKA .. LAMPIRAN iti 25 26 26 27 28 28 29 29 29 30 32 32 60 61 62 65 DAFTAR TABEL Halaman 1. Perbandingan Kandungan Lemak serta Gula terhadap 100 Gram a Tepung dari Biskuit.....sssnninnse enn 2. Komposisi Kimia Pati Sagu 3, Komposisi Kimia Amilosa, Amilopektin, dan Suhu Gelatinisasi ‘Tepung Terigu dan Tepung Tapiok@..........cnrneve Komposisi Kimia Telur Ayam Tiap 100 g Bahan .. Komposisi Kimia Santan Murni dan Krim Santan Komposisi Zat Gizi Gula Merah Per 100 Gram Bahan ..... ‘Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 .. Berbagai Penyimpangan Produk Akhir Pembuatan Biskuit dan Penyebabnya. tee ee en awe 9. Daya Kelarutan Karagenan pada Berbagai Media Pelatut....0.00c0sse 10, Komposisi Bahan Baku dan Emulsifier pada Penelitian Pendahuluan. : iv 10 ra 13 17 18 20 22 DAFTAR GAMBAR Halaman 1, Diagram Alir Prosedur Penelitian Pendahuluan ........:00000 23 2. Diagram Alir Prosedur Penelitian Utama,....cenee 24 3. Histogram Nilai Rata-rata Penampakan Cone Es krim pada Penelitian Pendahutuan.... a Eni 36 4, Histogram Nilai Rata-rata Aroma Cone Es Krim pada Penelitian Pendahuluan.....0000 f 38 5. Histogram Nilai Rata-rata Rasa Cone Es Krim pada Penelitian PendahulUan.....nosenunnsennnnnnetsicn 40 6. Histogram Nilai Rata-rata Tekstur Cone Es Krim aa Penelitian Pendahuluan........ Se eet tte eters eeeee eH 7. Histogram Nilai Rata-rata Psmmpaan Cone Es Krim pad Penelitian Utama. fe 45 8. Histogram Nilai Rata-rata Aroma Cone Es Krim pada Penelitian Utama... : eae 46 9. Histogram Nilai Rata-rata Rasa Cone Es Krim pada Penelitian Utama ....ccnnsrniennnese fasereaattnnte 10. Histogram Nilai Rata-rata Tekstur Cone Es Krim pada Penelitian Utama. AD 11, Histogram Nilai Rata-rata Uji Proksimat..... 50 12. Histogram Nilai Rata-rata Ketahanan Cone terhadap Es Krim .. 54. 13, Histogram Nilai Rata-rata Kekerasan Cone Bs Krit...-m 56 14, Histogram Nilai Rata-rata Serat Makanan Cone Es Krim 37 15, Histogram Nilai Rata-rata ay Cone Es Krim...... 58 AAW AW DAFTAR LAMPIRAN Format Uji Organoleptik (Mutu Hedonik).... 1.1 Penelitian Pendahuluan... 1.2 Penelitian Utama..... Data Mentah Uji Organoleptik Penelitian Pendahuluan. Uji Kruskal Wallis dan Multiple Comparisson Penelitian Pendahuluan Data Mentah Uji Organoleptik Penelitian Utama.... Uji Kruskal Wallis dan Multiple Comparison Penelitian Utama Gambar Cone Es Krim..... Gambar Proses Pembuatan Cone Es Krim. Halaman 66 66 67 68 70 16 80 o1 a1 1, PENDAHULUAN 11 Latar belakang Semakin berkembangnya industri es krim di pasaran sekarang ini menjadikan makin banyaknya kreasi tersendiri terutama dalam variasi tempat es krim agar dapat ‘menarik minat para konsumen. Terdapat macam-macam bentuk penyajian es krim, antara lain dalam bentuk cone (es krim Conello, EY Cup Cone, es krim Campina); stick (cornetto, olympia, fruit, bazooka, tiliput), dan cup (Wall's vienetta chocholatelvanila, chockolate 1000 ml, super premium es krim chocolate marshmallow, coffee'n cream, banana berry, mocca, coconut cream, kopyor, vanilla, strawberry, dan swensen almond). Dari berbagai macam bentuk es krim tersebut, temyata bentuk cone yang paling banyak digemari oleh masyarakat, karena selain praktis dan dapat dimakan, bentuknya juga unik dengan harga yang relatif terjangkau (Indomall, 2003). Cone es krim merupakan tempat es krim yang dapat dimakan bersama-sama dengan es krim. Bentuk umum cone es krim adalah kerucut seperti corong, diameter antara 3,9 cm sampai 4 cm, tebal antara 0,6 cm sampai 0,7 cm, tinggi rata-rata 11 cm, berat antara 5 gr sampai 7 gr, berwarna putih kecoklatan, Cone es krim pertama diciptakan sekitar tahun 1904 ketika pameran di St. Louis, Berawal dari seorang pedagang es krim yang mengajak kerjasama seorang pedagang wafer untuk membuat wafer sebagai tempat es krim (Anonymous, 2003). Perkembangan industri cone es krim sekarang ini sedang meningkat pesat. Hal tersebut dapat dilihat dengan banyaknya permintaan cone dari industri es krim sehingga suplai cone terus meningkat, namun cone es krim yang dibuat oleh masyarakat belum memiliki karakteristik mutu (seperti kurang renyah, mudah alot dalam waktu singkat, dan daya tahan terhadap es krim rendah), yang diduga karena proses pengolahan yang kurang sempurna terutama formulasi bahan penyusun dan adonan yang tidak stabil, untuk itu diperlukan suatu cara agar cone tersebut dapat memenuhi kriteria yang diinginkan, misalnya dengan menambahkan tepung karagenan ke dalam proses pengolahan. Karagenan banyak digunakan untuk bahan makanan sebagai penstabil, pengemulsi, dan pengental. Salah satu cara dalam mengembangkan nilai guna dari karagenan adalah bentuk diversifikasinya dalam bahan pangan yaitu sebagai emulsifier pada cone es krim. Dilakukannya penambahan karagenan yang telah berbentuk tepung ini diharapkan juga dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, Karena karagenan mengandung komponen gizi yang lengkap antara lain serat, vitamin, mineral, protein, lemak, abu, dan karbohidrat (Istini ef al., 1986). Orang dengan konsumsi serat yang tinggi lebih mudah mengeluarkan sekaligus mencegah penyerapan kembali asam empedu, sterol, dan lemak (Winamo, 1997). Oleh Karena itu, selain berfungsi sebagai bahan penunjang untuk menghasilkan produk akhir yang baik, penambahan tepung karagenan diharapkan dapat meningkatkan gizi cone. 12 Tujuan Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi tepung karagenan terhadap karakteristik mmutu dan daya tahan cone es kritn, 13 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-April 2004. Pembuatan produk dilakukan di pabrik cone milik Bapak Edi di desa Gunung Batu Lebak Gg. Mesjid Rt, 6 Rw. 1 Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pengujian organoleptik dan ketahanan terhadap es krim dilakukan di Laboratorium Organoleptik Departemen Teknologi Hasil Perikanan, sedangkan uji proksimat dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan ilmu Kelautan, Uji kekerasan serat makanan, dan aktivitas air (a,) dilakukan di Laboratorium Pengemasan Departemen Teknik Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 2. TINJAUAN PUSTAKA 21 Biskuit Menurut SNI No. 01-2973-1992 (Departemen Perindustrian, 1992) biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan. Biskuit adalah makanan ringan (snack food) berkadar air rendah dengan tekstur renyah, terbuat dari campuran tepung, shortening (lemak), gula, air dan sebagian kecil soda kue (Arpah, 1998). 2.1.1 Klasifikasi biskuit Standar Industri Indonesia, SII. 0177-90 (Departemen Perindustrian, 1990) mengklasifikasikan biskuit menjadi 4 kelas yaitu: (1) Biskuit keras: adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras, berbentuk pipih, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur padat. (2) Crackers: adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan keras melalui proses fermentasi dan pemeraman, berbentuk pipih, rasanya lebih mengarah ke rasa asin, renyah, bila dipatahkan penampang potongannya berlapis-lapis. (3) Cookies: adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berkadar lemak tinggi, renyah, bila dipatahkan penampang potongannya bertekstur kurang padat. (4) Wafer: adalah jenis biskuit yang dibuat dari adonan cair, berpori-pori kasar, renyah, bila dipatahkan penampang potongannya berongga-rongga. Ada tiga jenis biskuit menurut sifat adonannya yaita adonan lunak, adonan keras, dan adonan fermentasi, Pada adonan lunak, gluten tidak sampai mengembang akibat shortening effect dari lemak, efek pelunakan dari gula dan kristal sukrosa, Contoh biskuit yang menggunakan adonan Tunak yaitu biskuit krim, biskuit buah, dan lain-lain, Pada adonan keras, gluten mengembang sampai batas tertentu dengan penambahan air, terjadi ikatan pati dan protein, larutan gula, garam, pengembangan, dan dispersi lemak ke seluruh bagian adonan. Contohnya adalah biskuit marie dan biskuit rich tea, Pada adonan fermentasi, gluten mengembang penuh karena air yang ditambahkan memungkinkan kondisi tersebut (Sunaryo, 1985). Berdasarkan perbandingan antara air dan lemak, terdapat tiga jenis adonan yaitu batter, short dough, dan hard dough Sedangkan Klasifikasi produk akhir ‘mengacu pada perbandingan antara jumlah lemak dan gula terhadap jumlah tepung, Perbandingan antara jumlah gula terhadap tepung dengan jumlah lemak terhadap tepung dinyatakan dalam jumlah gula per 100 gram bagian tepung dan jumlah lemak per 100 gram bagian tepung (Arpah, 1998). Apabila digunakan kedua prosedur perhitungan tersebut, maka didapatkan klasifikasi seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Kandungan Lemak serta Gula terhadap 100 Gram Bagian Tepung dari Biskuit He ‘Kandungan gula | Kandungan lemak denis biskuit per 100 gram per 100 gram bagian tepung, bagian tepung Crackers 0-5 10-15 Semi sweet 17-27 13-26 Short sweet 25-38 2848 Cookies atau Rich Short 45-68 | 50-60 sweet | Snap aiauCrunches | 3-73 12-28 Wafers | 0-8 | 0-10 ‘Sumber: Arpah (1998) 2.1.2 Formulasi biskuit Menurut Matz (1972), bahan-bahan pembentuk biskuit dibagi menjadi dua bagian yaitu: bahan yang berfungsi sebagai pengikat dan bahan yang berfungsi sebagai perapuh tekstur yang akan mempengaruhi produk akhir. Bahan yang berfungsi scbagai pengikat atau pembentuk adonan yang kompak adalah tepung, air, susu, dan putih telur, sedangkan yang termasuk bahan perapuh adalah gula, kuning telur, bahan pengembang, dan shortening. Bahan penyusun yang digunakan dalam pembuatan cone es krim adalah tepung sagu, tepung terigu, lesitin, kuning telur, santan kelapa, gula merah, garam, soda kue, dan air ”, seperti yang tercantum di bawah ini (1) Tepung sagu Sagu termasuk tumbuhan monokotil dari Keluarga (Famili) Falmae, Marga (genus) Metroxylon dari Ordo Spadiciflorae. Di kawasan Indo Pasifik terdapat Jima Marga Falmae yang zat tepungnya telah dimanfaatkan, yaitu Metroxylon, Arenga, Cypha, Eugeissona, dan Caryota, Genus yang banyak dikenal adalah Metroxylon dan Arenga, karena kandungan airnya cukup banyak, Secara garis besar sagu digolongkan ke dalam dua golongan, yaitu yang hanya berbunga (berbuah) satu kali dan yang berbunga (berbuah) dua kali. Golongan pertama sangat penting nilai ekonomisnya karena kandungan aimya tinggi. Golongan kedua banyak tumbuh di dataran-dataran relatif tinggi, tetapi kandungan aimya rendah (Haryanto dan Philipus, 1992). Bahan mentah dari sagu dapat memproduksi monosodium glutamat, fruktosa, sirup, dan karamel. Kandungan terbesar dalam sagu adalah karbohidrat (88 % dari berat kering). Pada suhu yang tinggi, dihasilkan sagu yang tidak baik mutunya, karena terjadi pencoklatan jika dilakukan penyimpanan. Pati sagu diperoleh dari empulur batang sagu melalui proses ekstraksi dengan bantuan banyak air, Pati sagu banyak dimanfaatkan sebagai ramuan dan untuk berbagai variasi makanan, seperti sup, kue, puding dan saos untuk makanan pembuka (aryanto dan Philipus, 1992). Pati sagu mengandung amilosa 27 %, amilopektin 73%, dan suhu gelatinisasi berkisar antara 64,3°C sampai 82,3°C. Perbandingan. amilosa dan amilopektin akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati, Komposisi kimia pati sagu dapat dilihat pada Tabel 2. 1) Wawancara dengan Bapak Edi Junaedi (19 September 2003) Tabel 2. Komposisi Kimia Pati Sagu Komponen Nilai Kalori 353 kal Protein 031% Lemak 025% Karbohidrat 87,71 % Air 1020% ‘Abu 18% Kalsium Tim Fosfor | 13mg Besi 15mg Vitamin B Sumber: Syarief dan Mahmud (1950) (2) Tepung terigu Terigu merupakan hasil penggilingan gandum. Tepung terigu banyak digunakan sebagai bahan pengikat karena dapat mengabsorpsi air dengan baik. Terign mempunyai granula yang berbentuk datar, bulat dan elips. Komposisi kimia amilosa, amilopektin dan subu gelatinisasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi Kimia Amilosa, Amilopektin, dan Suhu Gelatinisasi ‘Tepung Terigu dan Tepung Tapioka ane ‘Amilosa_ | Amilopektin | Subu | (%) (%) ec) Tepung terigu B B 3 | ‘Tepung tapioka 17 83 55 | Sumber: Wirakartakusumah (1990) Gluten adalah Komponen terpenting dalam terigu yang berupa protein glutenin dan gliadin yang dapat menyerap air sehingga membentuk masa yang elastis dan ekstensibel. Gluten terigu sering digunakan sebagai pengganti protein pada sosis ikan dan produk olahan lainnya, Dengan penekanan-penekanan pada adonan yang terbuat dari terigu dan air maka gluten akan menangkap udara sehingga adonan akan mengembang, hal ini memungkinkan terbentuknya tekstur yang lembuit dan elastis, Selain itu, tepung terigu berperan dalam membentuk cita rasa (Subarna, 1993). Di Indonesia terdapat tiga jenis tepung terigu yaitu Cap Cakra Kembar, Cap Segitiga Biru, dan Cap Kunci Biru. Tepung terigu yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung terigu Cap Segitiga Biru yang merupakan hasit penggilingan gandum keras dan lunak serta mengandung protein 9%. Sifat-sifat tepung ini berada diantara tepung Cap Cakra Kembar dan Cap Kunci Biru dan ‘mempunyai kualitas pengembangan sedang (Ina, 1993). @) Emulsifier Emulsi adalah dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain, yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi_saling antagonistik. Air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur, tetapi saling ingin terpisah karena mempunyai berat jenis yang berbeda. Pada suatu cemulsi biasanya terdapat tiga bagian utama yaitu bagian terdispersi yang terdiri dari butir-butir lemak, bagian pendispersi (continuous phase) yang terdiri dari ait dan emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi dalam air dengan cara menurunkan tegangan permukaan antara muka udara-cairan dan cairan-cairan (Winarno, 1997), Penggunaan pengemulsi dapat meningkatkan mutu roti dan makanan beragi. Sifat aerasi pengemulsi akan mengkomplekskan protein dan membuat lebih renyah kue dan makanan mekar berongga udara. Volume roti juga akan membesar, tekstur lebih lunak dan halus, tidak berkerak, serta awet. Akan tetapi dalam sistem emulsi sangat mudah terjadi ketidakstabilan emulsi, Ketidakstabilan atau rusaknya sistem emulsi tersebut dapat dicegah dengan dua cara, pertama yaitu dengan menggunakan alat mekanik untuk mengatur ukuran droplet terdispersi, dan kedua adalah penambahan bahan penstabil seperti emulsifier (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Emulsi juga dapat distabilkan oleh berbagai senyawa seperti protein dan pati, dimana pengemulsi akan membentuk senyawa kompleks dengan komponen makanan yang mengakibatkan sifat fisika sistem makanan berubah (deMan, 1989). Karakteristik emulsifier dan stabilizer ditunjukken dengan nilai HLB (Hydrophilic Lipophilic Balance), merupakan angka atau bilangan yang ‘menyatakan daya tarik nisbi pengemulsi terhadap air dan terhadap minyak secara serempak. Emulsifier dapat diklasifikasikan pada kisaran nilai HLB antara 0 sampai 20, emulsi W/O (Water in Oil) atau disebut juga lipofilik (larut lemak) jika nilai HLB <10, dan termasuk emulsi OAW (Oil in Water) atau disebut juga hidrofilik (larut air) jika nilai HLB >10, akan tetapi dalam pengaplikasiannya, nilai HLB untuk jenis emulsi W/O sebesar 3— 8, emulsi O/W sebesar 8 — 15, solubilizer scbesar 15 ~ 18. Lesitin mempunyai nilai HLB 4 — 9 (Anonymous, 2004). Gugus lipofilik biasanya berupa asam lemak dengan rantai karbon 16 atau Tebih, juga dapat berupa asam lemak tak jenub. Gugus lipofilik yang berupa golongan asam lemak tak jenuh memiliki kekurangan karena sifatnya yang mudah teroksidasi dan menghasilkan off flavour pada produk akhir. Gugus hidrofilik emulsifier dapat berupa gugus polar yang terdiri dari berbagai macam gugus fungsional, seperti gugus hidroksil, asam karboksilat dan asam_phospatida. Emulsifier yang digunakan dalam pembuatan cone es krim inj adalah lesitin, ‘kuning telur, dan santan kelapa (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). (@) Lesitin Lesitin adalah fosfatidilkholin yang biasanya berbentuk L-alpha. Kandungan phospatida dalam lesitin berkisar antara 54% sampai 72%. Lesitin diisolasi dari kedelai, kuning telur, otak, jantung, dan hati sapi (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Lesitin memiliki struktur seperti lemak tetapi mengandung asam folat. Lesitin mempunyai gugus polar dan non polar. Gugus polar yang terdapat pada ester fosfatnya bersifat hidrofilik dan mempunyai kecenderungan larut dalam air, sedangkan gugus non polar yang terdapat pada ester asam-asam Jemaknya adalah lipofilik yang mempunyai kecenderungan untuk larut dalam lemak atau minyak (Winarno, 1997). Penambahan lesitin ke dalam produk akan memperbaiki sifat adonan semi padat dan adonan semi cair, menambah kekentalan adonan, menambah rasa dan wamna produk. Oleh karena itu krim wafer mengggunakan lesitin sebagai pengemulsi. Biskuit yang menggunakan lesitin juga memiliki tekstur Tebih renyah dan lebih lembut. Akan tetapi penambahan dalam jumtah berlebihan dapat merusak struktur lemak (Matz, 1972). () Kuning telur Komposisi telur tergantung spesies ayam dan sejarah nutrisinya, ayam betina mengandung kuning telur lebih sedikit daripada putih telurnya. Jumlah kuning telur maksimal 35% dari keseluruhan berat telur, Dalam adonan biskuit, biasanya menggunakan perbandingan kuning telur dan putih telur sebesar 45%: 14,5 % dari adonan atau 43% kuning telur dan 20% putih telur (Watson, 2002). Kuning telur merupakan emudsifier yang kuat, paling sedikit sepertiga kuning telur terdiri dari lemak, tetapi yang menyebabkan kuatnya daya emulsifier pada kuning telur adalah kandungan lesitinnya yang terdapat dalam bentuk kompleks sebagai lesitin-protein (Winarno, 1997). Kuning tefur banyak mengandung protein yang memiliki pengaruh dalam stabilisasi, Kestabilan kuning telur disebabkan oleh lechitoprotein, suatu kompleks yang terdiri atas lesitin dan protein. Kandungan glukosa pada kuning telur sebesar setengah dari putih telur sehingga diduga dapat mengurangi permasalahan pada warna coklat biskuit yang disebabkan oleh reaksi pencoklatan, Kuning telur juga banyak mengandung lemak tak jenuh, kolesterol, vitamin (vitamin A, D, E), dan mineral. Penambahan kuning telur pada pembuatan biskuit menyebabkan tekstur biskuit menjadi lebih lembut, penambah flavour, pereduksi lemak, dan sebagai emulsifier (Watson, 2002). Komposisi kimia telur dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Komposisi Kimia Telur Ayam Tiap 100 g Bahan Senyawakimia | Kuningtelur | Putih telur Air 49.48 87,8 Protein 163g 10,8g Lemak 319g - Karbohidrat 07g 08g Vitamin A 2000 SI : By 0,27 mg f Ca 147,0 mg 6.0 mg Fe 72mg 0,2 mg P 586,0 mg 17,0 mg Kalori 361,0 kal 50,0 kal Sumber: Poedjiadi (1994) (© Santan kelapa Santan kelapa merupakan cairan berwama putih yang diperoleh dari pengepresan atau perasan daging kelapa segar yang diparut dengan atau tanpa penambahan air. Ukuran partikel santan lebih dari satu mikron, sehingga santan berwarna putih seperti susu, Kekhasan rasa santan kelapa belum dapat digantikan oleh bahan lain. Efektivitas ekstraksi santan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu alat pemarut yang digunakan, bahan baku, perbandingan antara air dan daging buah kelapa serta suhu ekstraksi (Palungkun, 1993). Komposisi kimia santan mui dan krim santan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Komposisi Kimia Santan Murni dan Krim Santan [Bahan kimia | Santan murni (%) | Krim santan (%) | Protein 07 09 | Lemak 35 17 [Air 50 70 | Karbohidrat 28 10,2 Sumber Palungkun (1593) Santan merupakan emulsi dari lemak, protein, dan karbohidrat dalam air yang kemantapannya tidak dapat bertahan lama, Djatmiko (1984) menyatakan bahwa santan mengandung mineral seperti Ca, Mg, K, Na, P, dan Cl yang diduga mempengaruhi stabilitas emulsi santan, Dalam keadaan normal, santan kelapa hanya tahan disimpan selama 24 jam. Setelah itu santan akan mudah pecah dan menimbulkan bau dan rasa yang tidak sedap. ‘Santan memiliki stabilitas dan masa simpan terbaik pada suhu kamar apabila mengandung gula 10- 15% dan air 20%. Selama santan disimpan atau didiamkan, butir lemak yang diselubungi lepisan protein dan karbohidrat akan memisah ke bagian atas dan membentuk santan sedangkan air tertinggal pada bagian bawah. Balasubramaniam dan Sihotang (1979) dalam Djatmiko (1984) menemukan suatu emulsifier alami yaitu fosfolipid yang jumlahnya 0,27 gr per 100 gr daging buah kelapa, sedangkan Payawan (1974) dalam Djatmiko (1984) menemukan fosfolipid kelapa mengandung 22,69 % lysophosphatidyl ethanolamine, 16,46 % fosfolipid yang tidak diketahui, 16,24 % phosphatidyl inositol, 15,96 % phosphatidyl serine, 13,52% phosphatidyl choline, dan 13,19 % phosphatidyl ethanol-amine, Santan merupakan produk pangan yang mengandung air, protein, dan lemak cukup tinggi yang menyebabkan mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk, sehingga mudah menjadi rusak. Upaya untuk mengawetkan santan dilakukan dengan pemanasan (Dachlan, 1984). 4) Bahan tambahan Bahan tambahan adalah bahan yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu, misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, untuk mengendalikan keasaman dan kebasaan seria memantapkan bentuk dan rupa (Winarno, 1997). Bahan tambahan yang digunakan adalah gula merah, garam, dan soda kue. Bahan-bahan tersebut ditambahkan hanya dalam jumlah sedikit, sehingga tidak terlalu mempengaruhi karakteristik mutu cone es krim (@) Gula merah Gula merah adalah gula yang dihasilkan dari penguapan nira pohon kelapa (Cocos nucifera Linn), biasanya dijual dalam bentuk setengah mangkok (setengah elips), ataupun bulat silindris, Gula merah banyak dimanfaatkan olch ibu-ibu rumah tangga, industri pengolah makanan, industrial user, sebagai pemanis, memberi warna (karamel pada waktu pemanggangan), memperkeras tekstur biskuit dan melunakkan alutenin. Penggunaan gula merah tidak dapat diganti dengan gula lainnya, dan andaikan dipaksa maka produk yang dihasilkan dapat kehilangan aroma dan rasa khas (Santoso, 1993). Jumlah gula yang ditambahkan sangat berpengi dan penampakan produk akhir seperti warna. Pent persentase yang lebih tinggi akan menyebar, tetay kkurang lezat akibat reaksi penyebaran gluten tepun dari zat gizi, gula merah cukup banyak mengandung ka serta mineral lainnya, seperti yang tercantum pada Tabel 6. ‘Tabel 6. Komposisi Zat Gizi Gula Merah Per 100 Gram Bahan Zat git Joma Kalori 386 kal Karbohidrat 76 gr Lemak 10 gr Protein 3a | Kalsiam 76mg | Fosfor 37mg Air 10 gr Sumber: Santoso (1593) (®) Garam Garam dapur paling umum digunakan sebagai bahan tambahan makanan dan pengawet hasil perikanan, Zat-zat yang tercampur dalam garam seperti magnesium (Mg), kalsium (Ca), sulfur, dan umpur akan menimbulkan sifat yang kurang baik pada bahan pangan (Moeljanto, 1992). Garam yang mengandung natrium kurang dari 0,3 % akan terasa hambar sehingga kurang disenangi akan tetapi penambahan garam ke dalam biskuit maksimal sebesar 1% (Winamo, 1997). Garam dapur yang digunakan dalam penelitian ini adalah garam cap Refina. Fungsi tama garam adalah mengatur rasa. Garam akan memberikan rasa pada bahan-bahan lainnya dan membantu meningkatkan sifat-sifat adonan. Selain itu garam berfungsi untuk menguatkan flavour, memperkuat struktur, megontrol waktu fermentasi, dan menambah kegiatan gluten. Garam biasanya diperlukan dalam jumlah sedikit, yang tergantung pada berbagai faktor salah satunya pada jenis tepung. Tepung yang berkadar protein rendah biasanya banyak membutuhkan garam, sebab garam berpengaruh untuk memperkuat protein. Faktor lain yang menentukan jumlah garam adalah resep atau formula yang dipakai (Matz et al, 1972). (©) Soda kue Menurut Winamo (1997), soda kue adalah salah satu zat buffer yang banyak terdapat di Indonesia dengan harga yang relatif murah, nama lainnya adalah sodium bikarbonat. Bahan ini merupakan NaHCO; yang dikeringkan. Ada dua macam soda kue berdasarkan kecepatan kelarutannya dalam air, yaitu soda kue dengan aktivitas cepat (aktivitas tinggi) dan soda kue dengan aktivitas lambat (aktivitas ganda). Perbedean antara keduanya adalah pada mudah tidaknya komponen asam atau pembentuk asam larut dalam air dingin. Soda kue yang lebih banyak digunakan sekarang ini adalah soda kue dengan aktivitaslambat yang mengandung Ca(HPO,)H,O dan NaySO,.AL(SO.);. Garam Ca(HPO,)H,O tidak begite larut dalam air dingin sehingga kecepatan pelepasan CO; juga rendah, Sebaliknya garam NazSO;.Alx(S0.)s yang buken asam harus bereaksi terlebih dahulu dengan air panas untuk bisa menghasilkan asam, kemudian asam dengan NaHCO; akan menghasilkan CO;. Reaksi soda kue dalam adonan biskuit akan lebih kompleks Karena terdapat protein maupun ion-ion yang diduga ikut bereaksi, Penambahan bahan pengembang adonan yang bersifat asam akan menimbulkan ion H* agar dapat melepaskan CO, dari NaHCO, misalnya garam alumunium sulfat bila bereaksi dengan air akan menghasilkan asam sulfat, Perbandingan antara asam dan NaHCO; harus diperhatikan agar tidak menimbulkan rasa seperti sabun ataupun rasa asam dan pahit (Winarno, 1997) Pemilihan jenis soda kue akan mempengaruhi tekstur, elastisitas, dan pla sitas adonan, Soda kue yang lambat melepaskan CO> setelah adonan terbentuk akan menghasilkan retak-retak pada tepi biskuit, dan apabila suhu awal pembakaran roti rendah, maka akan diperoleh volume produk yang lebih besar tetapi apabila kenaikan suhu kurang cepat, volume produk yang diperofeh akan kecil. Untuk menghindari hal yang merugikan tersebut sebaiknya digunakan pembakaran yang merata (Winamo, 1997), ©) Air Air merupakan Komponen yang tidak kalah pentingnya dalam pembuatan adonan Karena fungsinya sebagai pelarut bahan-bahan dan pembentuk tekstur produk. Disamping sebagai pelarut, air juga berfungsi sebagai pembentuk gluten dan gelatin pada tahap pengolahan dengan panas (Anonymous, 1994) Air memungkinkan terbentuknya gluten terigu yang proteinnya dalam bentuk glutenin dan gliadin, jika ditambahkan air maka akan membentuk gluten. ‘Air juga berperan mengontrol suhu adonan, pemanasan atau pendinginan adonan, Air dalam adonan melarutkan garam, menahan dan menyebarkan bahan-bahan secaras seragam. Air membasahi serta mengembangkan pati sehingga dapat dicerna dan memungkinkan terjadinya kegiatan enzim (Almond, 1989). Air digunakan sebagai media dan katalis reaksi yang terjadi dalam adonan. Perbedaan berat jenis air dan lemak menyebabkan dalam adonan keduanya tidak bisa berbaur. Oleh karena itu diperlukan emulsifier yang berfungsi menjaga agar butiran lemak tetap tersuspensi di dalam air (Winamno, 1997). 2.1.3 Proses pembuatan biskuit Proses pembuatan biskuit terdiri dari tahap-tahap persiapan bahan, pencampuran, pencetakan, pemanggangan, pendinginan, dan pengemasan. Pada 16 tahap persiapan, dilakukan persiapan bahan penyusun yang akan digunakan dalam produksi suatu jenis biskuit, Setelah itu dilakukan pencampuran, Tujuan pencampuran adalah untuk mencampurkan semua Komponen pembuat biskuit agar ‘menjadi suatu massa yang seragam sehingga diperoleh adonan yang baik serta untuk menghasitkan adonan dengan karakteristik tertentu. Tekstur empuk biskuit dapat tercapai dengan jumlah pengadukan yang seminimal mungkin, namun demikian diperlukan juga penyebaran bahan-bahan penyusun secara merata atau homogen (Fellows, 1992). Pada proses pembuatan cone, tahap pencetakan dan pemanggangan dilakukan dalam waktu yang sama, Proses ini harus dilakukan secara cermat, karena jika biskuit yang dihasilkan mempunyai kadar air yang terlalu rendah, maka akan diperoleh biskuit yang gosong dan warna yang tidak diinginkan. Sebaliknya apabila jika kadar air telalu tinggi, maka tekstur biskuit menjadi lembek dan terjadi perubahan rasa. Selama pemanggangan, terjadi beberapa perubahan yaitu pengembangan struktur produk, penurunan kadar air hingga 1 - 5%, dan perubahan warna pada permukaan biskuit (Fellows, 1992). ‘Tahap pendinginan dilakukan karena biskuit dengan kadar gula dan lemak yang tinggi masih mempunyai tekstur tunak dalam -keadaan panas, bahan pengemas khususnya dari plastik dapat menimbulkan residu jika dalam keadaan panas, biskuit akan berwarna coklat setelah dingin, dan kesulitan tenaga manual untuk memasukkan biskuit ke dalam kemasan. Banyak terdapat bahan pengemas biskuit antara lain plastik, aluminium foil, kaleng, dan kaleng plastik (Fellows, 1992). 2.1.4 Mutu biskuit Pada produk makanan jenis biskuit, kerusakannya lebih sering dihubungkan dengan kerusakan tekstur. Pada saat pemanggangan, ay biskuit rendah sedangkan ay di sekitar biskuit tinggi, sehingga ketika disimpan terjadi penetrasi ay ke dalam biskuit dan ay biskuit meningkat, hal ini menyebabkan kerenyahan biskuit menurun (Fellows, 1992). Apabila ay mencapai 0,35 — 0,50 maka kerenyahannya menjadi 17 hilang. Berdasarkan SNI 01-2973-1992 (Departemen Perindustrian, 1992), syarat mutu biskuit dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Syarat Mutu Biskuit Menurut SNI 01-2973-1992 Karakteristik Syarat Mutu Kadar air (maksimum) 5,00 % Kadar protein (minimum) 900% Kadar lemak (minimum) 9,50 % ‘Kadar abu (maksimum) 150% Kadar logam berbahaya Negatif ‘Kadar serat kasar (maksimum) 0,50 % Kalori (minimum) kal/100g 400 Kadar karbohidrat (minimum) 70,00% Tenis tepung Terign Bau dan rasa ‘Normal, tidak tengik Wara Normal ‘Sumber: Departemen Perindustrian (1992) Komposisi produk biskuit sangat beragam sehingga kandungan gizinya juga beragam, akan tetapi hampir semua produk biskuit mengandung air berkisar antara 0,7 % sampai 6,7 %; lemak antara 1,9 % sampai 30,7 %; protein antara 5,0 % sarmpai 45,0 %; gula (sukrosa) antara 1,0 % sampai 44,7 %; abu antara 0,0 % sampai 1,0 %; garam antara 0,2 % sampai 3,1 % Egan (1981). Penggunaan bahan-bahan pembuatan biskuit harus dengan perbandingan yang sesuai dan cara pembuatan yang tepat untuk menghindari penyimpangan produk akhir (Vail ef al.,1978), seperti yang tercantum pada Tabel 8. Tabel 8. Berbagai Penyimpangan Produk Akhir Pembuatan Biskuit dan Penyebabnya denis penyimpangan ~ Penyebab Keras fe Kurang lemak ° Terlalu banyak campuran (Kurang air) Pucat lo Oven kurang panas |e Adonan terlalu keras (Kurang air) le Pencampuran tidak rata Bentuk tidak rata le Penanganan tidak hati-hati le Panas tidak merata ‘Wama cokelat tidak merata le Bentuk tidak rata le Panas tidak merata Hambar dan berat le Proporsi bahan pembentuk tidak seimbang le Pencampuran tidak tepat Keras dan porus le Pencampuran tidak tepat Kasar dan kering le Adonan terlalu keras dan kenyal Permukaan keras le Pemanggangan terlalu lama He Berminyak dan rapuh le Pemanggangan terlalulama le Subu terlalu tinggi le Terlalu banyak lemak Sumber. Vail er al (1978) 2.2 Tepung Karagenan 18 'V Karagenan adalah polisakarida linier yang tersusun atas unit-unit galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa dengan ikatan glikosidik alfa-1,3 dan beta-I,4 secara bergantian, Pada beberapa atom hidroksil, terikat gugus sulfat dengan ikatan ester. Karagenan merupakan ekstrak dari rumput laut Kelas Rhodophyceae menggunakan 19 basa. Karagenan juga dapat diekstrak dari Famili Gigartinaceae, Soliriaceae, Hypneaceae, dan Phyllophoraceae (Angka dan Suhartono, 2000). Tiga fraksi utama karagenan adalah kappa-, iota-, dan lambda-karagenan Perbedaan fraksi satu sama lain didasarkan pada jumlah 3,6 anhydro-D-galaktosa yang terkandung serta posisi dari gugus ester sulfat. Jumlah sulfat pada karagenan berkisar antara 18 % sampai 40%, Dalam dunia industri, karagenan akan berbentuk garam apabila bereaksi dengan sodium, kalsium, dan potasium (Glicksman, 1983), Semua karagenan larut dalam air panas, akan tetapi semua garam dari lambda- karagenan, garam natrium dari kappa- dan iota-karagenan juga dapat larut dalam air dingin, Dengan pendinginan, semua larutan karagenan cenderung menjadi gel yang kekuatannya tergantung pada konsentrasi dan sensitivitas bahan terhadap ion kalsium, Kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh tipe karagenan, pengaruh ion, suhu, pl, dan komponen organik (Glicksman, 1983)/ Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem aliran, Viskositas larutan karagenan akan menurun dengan adanya peningkatan suhu sehingga terjadi depolimerisasi yang kemudian dilanjutkan dengan degradasi karagenan. Untuk menghindari terjadinya degradasi karagenan akibat pemanasan, maka diusahakan agar polimer hidrokoloid lebih stabil dengan cara pengaturan pH. Viskositas karagenan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi, temperatur, tingkat dispersi, kandungan sulfat, inti elektrik, keberadaan elektrolit dan non elektrolit, teknik perlakuan, serta tipe dan berat molekul karagenan (Glicksman, 1983), Kappa- dan iota-karagenan memiliki kemampuan untuk membentuk gel thermoreversible yang prosesnya dipengaruhi pendinginan dan pemanasan Jarutan. Lambda karagenan tidak membentuk gel karena dapat larut dalam air dingin Konsistensi gel karagenan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan tipe karagenan, Konsentrasi, adsnya ion-ion serta pelarut yang menghambat pembentukan hidrokoloid (Towle, 1973). Daya kelarutan karagenan dapat dilihat pada Tabel 9. 20 ‘Tabel 9. Daya Kelarutan Karagenan pada Berbagai Media Pelarut Kappa Tota Lambda Ester sulfat 25-30% 28-35% 32-39% 3,6 anhidro-galaktosa 28-35% ~ 30% ‘Air panas Tarat pada >70°C_|Tarut pada >70°C Tarat ‘Air dingin ‘ s Tarut dalam larut Na’ Jarut Na’ semua garam £ | Susu panas Larut Tarut Tarut & | Susu dingin ¥ TSP Kental ental Tebih Kental 2 Larutan gula Tarut (panas) sukar farut Tarut (panas) Tarutan garam ‘dak larut Tarut (panas) Tarut (panas) Pelarut organik ‘dak farut tidak farut ‘tidak Tara Pengaruh kation| membentuk gel | _membentuk get | tidak membentuk at kuat dengan K” | kuat dengan Ca” gel © [Tipe gel Tapuh, terjadi elastis tanpa | tidak membentuk sineresis sineresis gel ‘g_ | PHimetral dan base Stabil stabil stabil | Asam p35) Terhambat oleh ; g Terhidrolisa tethidrolisa 3 panas Sinergitas dengan /ocust ia ee Sinergis tidak sinergis tidak sinergis bean gum Sumaber : Glicksman (1983) Karagenan sangat penting peranannya sebagai _pengemulsi, _stabilisator (pengatur keseimbangan), bahan pengental, dan pembentuk gel. Pada berbagai macam produk, penggunaan karagenan pada konsentrasi terendah sekitar 0,005 % dan tertinggi 3,0 % yaitu dengan cara mencampurkannya pada material inert seperti sukrosa dan dekstrosa (Winamo, 1997). 3. METODOLOGI 3.1. Alatdan Bahan Alat-alat yang digunakan pada pembuatan cone ¢s krim adalah kompor, cetakan cone es krim, timbangan analitik, plastik, pisau, sendok, baskom, dan kertas label. Alatalat yang digunakan untuk analisis adalah alat untuk analisis proksimat (kadar protein, lemak, air, abu), stopwatch (pengukur waktu) dan sendok untuk uji ketahanan terhadap es krim, penetrometer untuk analisis kekerasan, alat untuk analisis serat makanan, dan ay-meter untuk analisis aktivitas air (ax). Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung sagu dari Pasar Anyar, tepung terigu Cap Segitiga Biru, tepung karagenan instan dan lesitin kedelai dari toko bahan kimia Setiaguna, kuning telur dari toko Citra Usaha, santan kelapa dari ekstraksi (pemarutan, pengadukan, pengepresan hidraulik) daging buah kelapa tua, gula merah Cap Dua Kelapa, garam dapur Cap Refina, soda kue Cap Koepoe-Koepoe, dan air yang sudah dimasak. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis adalah bahan untuk uji proksimat (kadar protein, lemak, air, abu), es krim untuk uji ketahanan terhadap es krim, bahan untuk analisis serat makanan dan aktivitas air (as). 3.2. Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam 2 tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama. 3.2.1 Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan cone es krim dengan memberikan perlakuan berupa kombinasi formulasi emusifier dan mengetahui formulasi terbaik yang paling disukai konsumen. Pada penelitian ini 22 Pengujian yang dilakukan adalah uji organoleptik terhadap penampakan, aroma, rasa, dan tekstur. Adapun tahap-tahap penelitian yang dilakukan adalah: ‘* Pembuatan adonan dengan kombinasi formulasi emulsifier (lesitin, kuning telur, dan santan kelapa). + Pengujian organoleptik terhadap penampakan, aroma, rasa, dan tekstur untuk menentukan kombinasi emulsifier terbaik. ‘Tabel 10, Komposisi Bahan Penyusun pada Penelitian Pendahuluan Bahan (g) | LiK0S0 | LOKOSI | LOKISO [ LOKISI | LikOS1 | L1KIS0 [LIKiSI Sagu 250 | 250 | 250 | 250 | 250 250 | 250 ‘Tepungterigu | 62.5 | 62,5 | 625 | 625 | 625 | 625 | 625 Gulameran | 345 | 345 | 345 | 345 [345 [345 [34,5 [Garam Siete: 5 3 3 5 3 Soda kue 25 25 25 25 2.5 2.5 25 ‘Air (ml) 300 300 300 300 | 300__| 300 | 300 Lesitin 123 = - = 4 SS ot jares Kuning telur = - 123 | 2055, on 18 ‘Santan kelapa [= m3 [_- 102,5 | 109 - 100 Keterangan: LOKOS1 = perlakuan emulsifier santan kelapa LOK1$0 = perlakuan emulsifier kuning tetur LOK1S1 = perlakuan emulsifier kuning telur, santan kelapa L1KOS1 = perlakuan emulsifier lesitin, santan kelapa LIK1$0=perlakuan enmufsifier lesitin, kuning telur LIKISI = perlakuan emulsifier lesitin, kuning telur, santan kelapa Bahan-bahan tersebut dicampur dan diaduk, kemudian dilakukan proses pencetakan dan pemanggangan pada suhu 170°C selama +1 menit sampai cone matang, Setelah itu dilakukan proses pendinginan selama beberapa menit dan pengemasan, Diagram alir prosedur pembuatan cone es krim dapat dilihat pada Gambar 1. 23 Sagu ‘Tepung terign Gula merah Garam Soda kue T I T Kombinasi formulasi emulsifier Lt (lesitin, kuning telur, santan kelapa) Pengadukan (5 menit) ¥ Pemanggangan sua 1701 meni v ‘Cone es krim + ‘Uji organoteptik (uji mut hedonik) terhadap penampakan, aroma, rasa, dan tekstur Gambar I, Diagram Alir Prosedur Penelitian Pendahuluan (Modifikasi dari Junaedi, 2003!) 3.2.2 Penelitian utama Tujuan penelitian utama yaitu untuk mengetahui pengaruh penambaban tepung, karagenan yang diberikan terhadap daya terima panelis, sifat fisik, dan kimia cone es rim. Adapun tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian utama adalah: © Penambahan tepung Karagenan pada konsentrasi 0%; 1%; 2%; 3% dari formulasi adonan terpilih pada penelitian pendahuluan © Pengujian organoleptik terhadap penampakan, aroma, rasa, tekstur, dan ufi ketahanan cone terhadap es krim. © Hasil terbaik dari penelitian utama tahap pertama dilanjutkan dengan uji proksimat, kekerasan, serat makanan, dan aktivitas air (a,). Diagram alir pada penelitian utama dapat dilihat pada Gambar 2. ") Wawancara dengan Edi Junaedi (19 Sepetember 2003) 24 Formulasi adonan terpilih dari penelitian pendahuluan 0% tepung karagenan 1% tepung karagenan 2% tepung karagenan 3% tepung karagenan Pencampuran dengan 400 ml air Pengadukan (5 menit) y Pemanggangan ( 170°C, 1 menit ) 4 Cone es krim i ‘Uji organoleptik dan uji ketahanan cane terhedap es krim q Hasil terpiti J Uji proksimat, kekerasan, serat makanan, 2, Gambar 2. Diagram Alir Prosedur Penelitian Utama 3.3. Analisis Produk Pengujian yang digunakan pada penelitian pendahuluan adalah uji organoleptik. Setelah didapatkan hasil terbaik maka dilanjutkan dengan penelitian utama dilakukan 25 uji organoleptik (mutu hedonik) terhadap penampakan, aroma, rasa, tekstur dan uji ketahanan terhadap es krim. Hasil terpilih dari uji organoleptik dan uji ketahanan cone terhadap es krim dilakukan pengujian lebih lanjut berupa uji proksimat (kadar protein, leak, air, abu, karbohidrat), uji serat makanan, uji kekerasan, dan uji aktivitas air (ay). 1 Uji organoleptik (Soekarto, 1985) Penentuan bahan makanan pada umumnya sangat bergantung pada beberapa faktor diantaranya cita rasa, warna, tekstur, dan nilai gizinya disamping faktor lain secara mikrobiologis. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji organoleptik mutu hedonik yang mencakup aspek kesukaan terhadap penampakan, aroma, rasa, dan tekstur. Score sheet dapat dilihat pada Lampiran 1, Jumlah panelis yang dliileutsertakan pada pengujian ini adalah 30 orang panelis semi terlatih. Penampakan merupakan parameter pertama yang dilihat oleh konsumen sebelum membeli suatu produk makanan, Penginderaan tentang penampakan biasanya berasal dari sentuhan yang dapat ditangkap oleh seluruh permukaan kulit (ujung jari tangan), Pada penelitian ini penampakan yang diharapkan adalah utuh, rapi, permukaan rata, dan berwara putih kecoklatan Aroma suatu makanan hanya dapat dikenal melalui pembauan. Kepekaan pembauan pada manusia lebih tinggi daripada kepekaan pencicipan, Industri pangan menganggap sangat penting uji bau karena dapat dengan cepat memberikan hasil penilaian, apakah disukai atau tidak disukai. Pada penelitian ini aroma yang diharapkan dari cone es krim adalah aroma khas wafer. Rasa berbeda dengan bau dan lebih banyak melibatkan panca indera lidab, CCecapan adalah indera perasa yang informasinya paling tidak jelas. Dengan pasukan pemantau yang begity berkurang (Kuncup cecapan), otak selalu memerlukan bukti penunjang dari penciuman, penglihatan, dan sentuhan untuk mengetahui apa yang sedang dikecap oleh mutut. Selain itu komponen yang juga penting adalah timbulnya perasaan sescorang sctelah menelan suatu makanan, Bahan makanan yang 26 ‘mempunyai sifat merangsang syaraf perasa di bawah kulit muka, fidah, maupun gigi akan menimbulkan perasaan tertentu. Kepekaan indera dipengaruhi banyak faktor misalnya pencicipan paling peka pada pagi hari (pukul 9.00- 10.00). Status metabolisme bahan juga mempengaruhi kepekaan dan keinginan terhadap suatu makanan, Rasa cone es krim yang diharapkan adalah rasa gurih. Tekstur suatu bahan tergantung dari keadaan fisik bahan tersebut sehingga penilaian tethadap tekstur dapat berupa kekerasan, kerenyahan, dan elastsitas. Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita rasa yang ditimbulkan oleh bahan makanan tersebut karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya kelenjar air liur, Tekstur yang diharapkan pada peneltian ini adalah yang renyah, kering, dan getas. 3.3.2 Uji proksimat Uji proksimat yang dilakukan meliputi penentuan kadar protein, air, lemak, abu, dan karbohidrat. (1) Kadar protein (Apriyantono et al., 1989) Sebanyak 0,3 — 0,5 g sampel dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 50 ml, lalu ditambahkan 1 butir tablet kjeltab dan 10 ml asam sulfat (HSO,) pekat. Sampet didestruksi sampai cairan berwama hijau bening. Dibiarkan sampai dingin, lalu dipindahkan ke alat destilasi. Labu Kjeldahl dibilas dengan akuades kemudian Jarutan tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi dan ditambahkan 10 ml NaOH-Naj$,O; sampai berwarna cokelat kehitaman, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam borat (HsBO;), alu dititrasi dengan asam klorida (HCI) 0,1021 N sampai terjadi perubahan menjadi wama merah muda. Kadar protein dapat dihitung dengan dua cara yaitu berdasarkan berat basah dan berdasarkan berat kering, Rumus yang digunakan adalah: ‘© Kadar protein berat basah: ~N= @ ml blankox N «14,00 x 100% mgsampel proteii nitrogen x Kadar protein berat kering: % protein = % protein (b/b) / (100 % - % air (b/b)) x 100% (2) Kadar lemak (Apriyantono ef al., 1989) Kadar lemak ditentukan dengan menggunakan metode ekstraksi Soxhlet Labu lemak dikeringkan dalam oven, didinginkan dan ditimbang. Sampel sebanyak 2-3 gram dibungkus dalam kertas saring dan diletakkan di dalam alat ekstraksi Soxhlet. Pelarut lemak (hexan) ditambahkan ke dalam labu lemak, kemudian dilakukan refluks selama minimum 5 jam sampai pelarut yang turun Kembali ke labu lemak menjadi jemih. Pelarut yang ada di dalam labu lemak didestilasi, selanjutnya labu lemak hasil ekstraksi dipanaskan di dalam oven pada suhu 105°C. Labu lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang. Kadar lemak dapat dihitung dengan dua cara yaitu berdasarkan berat basah dan berat kering. Rumus yang digunakan adalah: © Kadar lemak (b/b) Berat lemak Berat sampel % Lemak =. x 100 % © Kadar lemak (b/k) % lemak = % lemak (b/b) / (100 % - % air (b/b)) x 100 % 28 (3) Kadar air (Apriyantono et af., 1989) Penentuan kadar air didasarkan pada perbedaan berat sampel sebelum dan sesudah dikeringkan, Mula-mula cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 30 menit dengan suhu 105°C, lalu didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Kemudian 2 - 3 gr contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, lalu dimasukkan dalam oven bersuhu 105°C selama 18 jam. Cawan berisi contoh yang telah dikeringkan tersebut, kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang bera akhimya, Kadar air dapat dihitung dengan dua cara yaitu pertama berdasarkan berat basah dan kedua berdasarkan berat kering. © Kadar air (berat basah) Keterangan : W; = berat sampel awal ‘Wo = berat sampel setelah dikeringkan © Kadar air (berat kering) yaitu dengan mengansumsikan kadar air sebesar 0.% (4) Kadar abu (Apriyantono et al.,1989) Cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 2-3 gram contoh diletakkan di atas cawan pengabuan, dibakar di atas kompor listrik sampai asapnya hilang. Kemudian contoh dimasukkan ke dalam tanur pengabuan, dibakar hingga diperoleh abu berwama keabu-abuan. Lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang, Kadar abu dapat dihitung dengan dua cara yaitu dengan berat basah dan berat kering, Rumus yang digunakan adalah: 29 © Kadar abu (b/b) Kader abu berat sampel Kedar abu (b/b) = 100% © Kadar abu (b/k) % abu = % abu (bib) / (100 % (b/b)) x 100% (5) Kadar karbohidrat by difference (Apriyantono et al., 1989) Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan rumus: % karbohidrat = 100% - % protein - % lemak - % kadar air - % kadar abu 3.3.3 Uji ketahanan terhadap es krim Uji ketahanan terhadap es krim dilakukan untuk mengukur daya tahan cone terhadap es krim, Pertama-tama dimasukkan es krim ke dalam cone sampai penuh, kemudian catat waktu dan perubahan-perubahan yang terjadi sampai cone tidak ‘mampu lagi menampung es krim. 3.3.4 Uji kekerasan (Ranganna, 1986) Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan. Alat yang digunakan untuk mengukur kekerasan adalah penetrometer, yang cara kerjanya adalah sebagai berikut: Sampel diletakkan di bawah penetrometer dan posisi penetrometer diatur sehingga jarum menyentuh sampel dan jika perlu bisa ditambah beban di atas jarum, Kemudian jarum ditekan selama 10 detik hingga jarum masuk ke dalam sampel dan terbentuk rongga antara jarum dan pengukur, Penekanan jarum jangan terlalu cepat Karena hasil yang diperoleh menjadi tidak akurat, Alat pengukur ditekan dengan 30 pelan sampai tidak terbentuk lagi rongga antara jarum dengan pengukur. Angka yang diperoteh dikalikan dengan 0,1 mm, 3.3.5. Uji serat makanan (Sulaeman ef al., 1993) Sampel basah dihomogenisasi dan diliofilisasi, Semua sampel digiling menggunakan gilingan laboratorium dengan saringan 0,3 mm. Sementara itu ekstraksi Jemak dilakukan dengan menggunakan petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit (40 ml petroleum eter per gram sampel). Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml 0,1 M buffer fosfat pH 6 lalu diaduk. Enzim termamyl sebanyak 0,1 ml ditambahkan ke dalam erlenmeyer, kemudian ditutup dengan aluminium foil dan diinkubasikan dalam penangas air pada suhu 100°C selama 15 menit. Sctelah itu dibiarkan dingin, kemudian ditambahkan akuades 20 ml dan pH diatur menjadi 1,5 menggunakan asam klorida (HCI), Sebanyak 100 g pepsin ditambahkan ke dalam erlenmeyer lalu ditutup dan diinkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 40°C selama 60 menit. Kemudian ditambahkan 20 ml akuades dan pH diatur lagi menjadi 6,8 menggunakan atrium —hidroksida_- (NaOH), —_Sebanyak 100 mg pankreatin ditambahkan, kemudian erlenmeyer ditutup dan diinkubasikan dalam penangas air bergoyang pada suhu 40°C selama 60 menit, pH diatur menjadi 4,5 menggunakan asam klorida (HCI). Larutan disaring menggunakan crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan mengandung 0,5 celite kering, kemudian dicuci dengan 2x 10 ml akuades. a, Residu (serat yang tidak larut) Endapan yang tertinggal pada kertas saring dicuci dengan 2 x 10 mi etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton, Kemudian kertas saring dikeringkan pada suhu 105°C sampai mencapai berat konstan (semalam). Setelah itu didinginkan dalam desikator (D)). Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 550°C selama 5 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang (1). 31 b. Filtrat (serat yang larut) Volume filtrat diatur menjadi 100 ml. Kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95 % hangat (60°C) dan dibiarkan mengendap selama 1 jam, Setelah itu larutan disaring menggunakan crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan mengandung 0,5 g celite. Sisa larutan dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 78 %, dan 2x10 ml aseton, Endapan dikeringkan pada suhu 105°C selama semalam, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D,). Endapan pada kertas saring diabukan pada suhu 550°C selama 5 jam, kemudian didinginkan dan ditimbang (1). Blanko Blanko untuk serat yang tidak larut diperoleh dengan cara seperti prosedur untuk sampel telapi tanpa sampel (Bi dan B,). Nilai blanko sewaktu-waktu harus dicek bila menggunakan enzim dari batch yang berbeda. Perhitungan: % serat makanan tidak larut = (Dy — {, ~ By)/W x 100% % serat makanan larut = (D2 — Ip - B/W x 100 % Keterangan: W ~ berat sampel D = berat setelah pengeringan (gram) 1 =berat setelah pengabuan (gram) B = berat blanko bebas abu (gram) Total serat makanan Total serat makanan dapat diendapkan langsung dengan cara menambahkan 4 ml alkohol 95% ke dalam hasil digesi setelah tahap penentuan pH menjadi 4,5 menggunakan asam klorida (HC!) kemudian disaring seperti tahapan pada metode penentuan serat yang larut. % total serat makanan = (D -1- BYW x 100% 32 3.3.6 Uji aktivitas air (ay) (Apriyantono ef al., 1989) Analisis aktivitas air (ay) dilakukan dengan menggunakan ay-meter Novasina, Sampel diletakkan dalam cawan pengukur ay. Setelah cawan ditutup dan dikunci, kemudian ay-meter dijalankan, Sebelum digunakan untuk pengukuran, ferlebih dulu ay-meter dikalibrasi dengan larutan BaCh, 3.4. Analisis Data Data yang diperoleh berupa data uji organoleptik dan data pengujian lainnya (Ketahanan cone tethadap es krim, proksimat, serat makanan, kekerasan, dan aktivitas air), Data hasil pengujian lainnya hanya dianalisis secara deskriptif ‘menggunakan diagram batang, karena kondisi penelitian yang tidak seragam, Data pengujian organoleptik baik dari penelitian pendahuluan maupun penelitian utama dianalisis menggunakan mefode statistik non parametrik yaitu. Kruskal Wallis (Steel dan Torrie, 1995), (1) Penefitian pendahutuan Pada penelitian pendahuluan terdapat tujuh macam perlakuan kombinasi formulasi emulsifier (lesitin, kuning telur, dan santan kelapa) dengan hipotesis, sebagai berikut: Ho : kombinasi formulasi emulsifier tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik mutu cone es krim. H,: kombinasi formulasi emulsifier mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap mutu cone es krim. Rumus yang digunakan dalam uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut: = Brean 33 wet Pembagi =1-——27__ Pembagi (Data +1) Keterangan: 1m = banyaknya pengamatan N=total data R= jumlah pangkat bebas dalam contoh ke-i TT = banyak pengamatan yang seri dalam ulangan HH terkoreksi Apabila diperoleh hasil berbeda nyata (< 0,05), berarti tolak Ho, sehingga harus dianjutkan dengan uji perbandingan berganda (Multiple Comparisson) dengan rumus sebagai berikut : [R}-Rj] >< Zany JOV+DA/6 Keterangan: Rj = rata-rata nilai ranking perlakuan ke-i = rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j = banyaknya perlakuan N = jumlah total data yang dibandingkan (2) Penelitian utama Pada penelitian utama data diperoleh dari uji organoleptik, uji ketahanan cone tethadap es krim, uji kekerasan, uji proksimat, uji serat makanan, uji aktivitas air (ay). Data uji organoleptik dianalisis menggunakan metode statistik non parametrik (Kruskal Wallis) sedangkan data pengujian lainnya dianalisis secara deskriptif menggunakan diagram batang. Hipotesis yang digunakan adalah sbb: 34 He : penambahan tepung karagenan tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik mutu cone es krim, Hy: penambahan tepung karagenan mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap karakteristik mutu cone es krim. Rumus yang digunakan dalam uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut: 2 ae ye 3(t +1) nat) 7, T ie Pembagi = Bec Pembagi (a=1)n(a +1) Keterangan: 1, = banyaknya pengamatan fotal data Ri T =banyak pengamatan yang seri dalam ulangan H’=H terkoreksi = jumlah pangkat bebas dalam contoh ke-i Apabila diperoleh hasil berbeda nyata (< 0,05), beratti tolak Ho, sehingga harus dilanjutkan dengan uji perbandingan berganda (Multiple Comparisson) dengan rumus sebagai berikut : IRi-Rjl >< Zanp JON+IDE6 Keterangan: Rj; = rate-rata nilai ranking perlakuan ke-i Rj = rata-rata nilai ranking perlakuan ke-j k = banyaknya perlakuan N = jumlah total data yang dibandingkan 4, HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui formulasi emulsifier terbaik berdasarkan uji organoleptik (mutu hedonik) untuk membuat cone es krim, Pengujian organoleptik ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerimaan konsumen (panelis) terhadap cone es krim yang dihasilkan. Dengan adanya skala mutu hedonik ini secara tidak langsung uji dapat digunakan untuk mengetahui adanya perbedaan antara perlakuan, Perlakuan L1KOSO (perlakuan emulsifier lesitin) tidak dilakukan pengujian organoleptik Karena pada saat pemanggangan, adonan lengket dengan cetakan cone es krim sehingga tidak terbentuk cone es krim yang bagus. Diduga Karena adanya peningkatan viskositas adonan akibat penggunaan lesitin yang berlebihan. Lesitin yang digunakan dalam pembuatan produk kering maksimal 1,5 %. Lesitin merupakan ester lemak dan lemak apabila dipanaskan pada suhu tinggi menyebabkan Iengket pada alat pemanggangan yang digunakan (Hartomo dan Widiatmoko, 1993) 4.1.1 Penampakan Penampakan merupakan parameter utama yang dilihat oleh konsumen sebelum membeli suatu produk makanan, Apabila penampakannya menarik, maka konsumen cenderung akan membeli produk tersebut. Kriteria yang digunakan dalam uji mutu hedonik untuk parameter penampakan cone es krim adalah utuh, rapi, permukaan rata, warna putih kecoklatan (9); utuh, rapi, permukaan kurang rata, ketebalan kurang rata, wara putih kecoklatan (7); utuh, rapi, permukaan tidak rata, ketebalan tidak rata, warna putih kecoklatan (5); kurang utuh, kurang rapi, permukaan tidak rata, wamna putih kecoklatan (3); tidak utuh, tidak repi, permukaan tidak rata, warna putih kecoklatan (1). Hasil pengujian organoleptik (mutu hedonik) terhadap penampakan cone es krim menunjukkan nilai rata-rata sebesar 7,33 untuk perlakuan LOKOSI (santan), 6,20 untuk perlakuan LOKISO (kuning telur); 6,53 untuk _perlakuan LOKISI (Kuning telur dan santan kelapa); 7,40 untuk perlakuan L1KOS1 (lesitin dan santan kelapa), 6,53 untuk perlakuan L1K1S0 (lesitin dan kuning telur); dan 6,47 untuk perlakuan LIKIS1 (lesitin, kuning telur, santan kelapa). Hasil rata-rata nilai pengujian organoleptik (mutu hedonik) terhadap penampakan dapat dilihat pada Gambar 3 75 700 eso i 600 550 Oo UKE wa aN HSH Gambar 3. Histogram Nilai Rata-rata Penampakan Cone Es Krim pada Penelitian Pendahuluan Nilai rata-rata tertinggi terletak pada perlakuan LIKOSI (lesitin dan santan kelapa) yaitu sebesar 7,40. Diduga Karena penambahan santan kelapa menyebabkan warna cone es krim menjadi putih (Palungkun, 1993). Santan yang digunakan pada penelitian ini berasal dari kelapa yang matang sempuma dimana perbandingan antara air dan daging buah kelapa sebesar 2: 1, yang menyebabkan stabilnya emulsi santan sehingga akan mempengaruhi penampakan cone. Bahan utama pembuatan cone adalah tepung sagu dan tepung terigu yang tinggi karbohidratnya, Sedangkan bahan tambahannya sebagian besar adalah gula merah Seperti yang diungkapkan Winarno (1997) bahwa karbohidrat dan gula yang memperoleh perlakuan pemanasan akan menyebabkan terjadinya reaksi Maillard dan karamelisasi, yang menghasilkan wama cokelat. Perpaduan antara warna putih dari santan kelapa dengan warna cokelat dari reaksi Maillard dan karamelisasi gula merah menyebabkan terbentuknya warna putih kecoklatan pada cone es krim 37 Penampakan cone es krim yang utuh, rapi, permukaan dan ketebalan kurang rata pada perlakuan LIKOS1 (lesitin dan santan kelapa) diduga karena adanya peran lesitin yang akan meningkatkan rekatan antara gluten dan tepung/aci, merapatkan struktur pori pada adonan, menambah volume roti, dan menjaga gas dalam adonan tidak merosot, Pada saat pengadonan, gluten dalam tepung sagu dan tepung terigu akan menyerap air dalam adonan dan bila dipanaskan (dipanggang) maka gluten akan terkoagulasi, melepas air yang scmula terikat pada tepung. Lesitin membuat gluten melepaskan air secara merata, Makin merata gluten melepas air ke tepung/aci maka makin halus atau seragam struktur porinya schingga penampakan cone bagus (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Permukaan yang kurang rata diduga karena pengolahan yang tidak hati-hati dan panas tidak merata (Vail er al., 1978). Seperti yang dinyatakan oleh deMan (1989), bahwa susunan dan daya mewarai karamel tergantung pada proses yang digunakan dan jenis bahan baku. Panas pemanggangan hanya dari kompor, jadi subu pemanggangannya pun tidak merata di tiap permukaan, Suhu pemanggangan pada pembuatan cone ini sebesar 170°C, sedangkan suhu pemanggangan ideal berkisar antara 193°C sampai 195°C. Nilai rata-rata terendah terdapat pada perlakuan LOKISO (kuning telur) yaitu 6,20 dengan kriteria utuh, rapi, permukaan dan kefebalan Kurang rata, dan wama putih kecoklatan. Diduga karena proporsi kuning telur dalam adonan tidak seimbang (51% dari adonan) padahal idealnya penambahan kuning telur dalam adonan maksimal 45% (Watson, 2002). Wara cone yang dihasilkan lebih putih daripada yang lainnya, diduga karena kandungan glukosa kuning telur dapat mengurangi wama cokelat biskuit yang disebabkan oleh reaksi pencoklatan. Proporsi kuning telur yang ditambahkan juga akan mempengaruhi wama cone apabila adonan kurang air dan pencampurannya tidak merata (Vail et al.,1978) Berdasarkan uji Kruskal Wallis (Lampiran 3a), penampakan cone es krim menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji Multiple Comparrison. Diduga karena penampakan cone es krim yang dihasilkan hampir semuanya utuh, rapi, permukaan rata, dan berwarna putih sampai cokelat 4.1.2 Aroma Aroma merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam memilih makanan yang disukai. Dalam banyak hal, kelezatan makanan ditentukan oleh aroma makanan tersebut. Kriteria yang digunakan dalam uji mutu hedonik parameter aroma adalah tanpa bau tambahan (9); sedikit bau tambahan (7); netral (5), bau tambahan agak keras (3); bau tambahan keras (1). Hasil pengujian organoleptik (mutu hedonik) terhadap aroma cone es krim menunjukkan nilai rata-rata sebesar 6,27 untuk perlakuan LOKOS1 (santan);, 5,13 untuk perlakuan LOK1SO (kuning telur); 6,20 untuk perlakuan LOKIS1 (kuning telur dan santan kelapa); 6,53 untuk perlakuan L1KOS1 (lesitin dan santan kelapa); 5,47 untuk perlakuan L1K1S0 (lesitin dan kuning telur), dan 6,47 untuk perlakuan LIKISI (lesitin, kuning telur, santan kelapa). Hasil rata-rata nilai pengujian organoleptik (mutu hedonik) terhadap aroma dapat dilihat pada Gambar 4. LoKest LOKISO" LoKiSt LiKOS! Likiso | Likist perlakuan Gambar 4, Histogram Nilai Rata-rata Aroma Cone Es Krim pada Penelitian Pendahuluan Nilai rata-rata tertinggi terletak pada perlakuan LIKOSI (lesitin dan santan kelapa) yaitu sebesar 6,53 (sedikit bau tambahan). Hal ini diduga karena adanya penambahan kombinasi lesitin dan santan kelapa yang dapat melezatkan flavour, dan mencegah apek. Lesitin yang digunakan pada penelitian ini dibuat dari 39 kedelai sedangkan santan kelapa juga merupakan emulsi dari protein, lemak, dan karbohidrat. Protein dari lesitin dan santan kelapa bagi teknologi bahan berfungsi menggabungkan air dan zat~zat organik misalnya flavour atau tanin (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Lemak merupakan pembawa aroma dan flavour yang aktif dan sinergistik, sehingga lemak pada santan kelapa diduga juga berperan pada aroma khas wafer yang dihasilkan cone es krim pada penelitian ini (Winarno, 1997), Nilai rata-rata terendah terletak pada perlakuan LOKISO (kuning telur) yaitu sebesar 5,13 dengan rata-rata kriteria netral sampai bau tambahan agak keras (Lampiran 2b), Bau tambahan (amis) diduga berasal dari kuning telur Penambahan kuning telur dapat menambah flavour suatu produk, tetapi apabila berlebihan maka menimbulkan aroma amis (Watson, 2002) Uji Kruskal Wallis terhadap aroma cone ¢s krim menunjukkan hasil yang berbeda nyata, berarti perlakuan perbedaan komposisi emulsifier mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cone es krim (Lampiran 3b). Berdasarkan uji Multiple Comparisson memberikan hasil yang berbeda nyata antara perlakuan LOK1S0 (kuning telur) dengan L1KOSI (lesitin, santan kelapa) sebesar 1, dan perlakuan LOK1S0 (kuning telur) dengan LIKIS1 (lesitin, kuning telur, santan kelapa) sebesar 1,33 Hasil yang berbeda nyata tersebut diduga karena pada perlakuan LOK1SO (kuning telur), emulsifier yang digunakan hanya kuning telur saja dan jumlahnya banyak (Tabel 8) sehingga aroma amis dari telur pun sangat tercium, sedangkan pada perlakuan LIKOSI (lesitin, santan kelapa) dan LIK1S1 (lesitin, kuning telur, santan kelapa) tidak tercium aroma amis dari kuning telur. Aroma amis tidak tercium pada perlakuan L1KOSI (lesitin, santan kelapa) dan LIK1S1 (lesitin, kuning telur, santan Kelapa) diduga karena sedikit bahkan tidak menggunakan kuning telur sama sekali, sehingga hanya senyawa volatil dari lemak lesitin dan santan saja yang dapat menimbulkan aroma khas wafer (aroma karamel). Lemak merupakan pembawa aroma dan flavour yang aktif dan sinergistik. Lemak sebenamya merupakan berbagai senyawaan sederhana gliserol dan asam-asam lemak, sedangkan di dalam zat pengemulsi ekstrak kedelai yang kompleks terdapat asam leak 40 mono dan poli-takjenuh. Gugus lipofilik yang berupa golongan asam lemak tak jenuh juga memiliki kekurangan Karena sifatnya yang mudah teroksidasi_ dan menghasilkan off flavor pada produk akhir (Winarno, 1997), 41.3 Rasa Rasa merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan penerimaan ataupun penolakan suatu bahan pangan oleh konsumen (panelis). Walaupun aroma dan tekstur bahan pangan baik tetapi jika rasanya tidak enak maka konsumen (panelis) akan menolak bahan pangan tersebut. Kepekaan indera dipengarubi banyak faktor misalnya senyawa kimia, suhu, konsentrasi, dan interaksi dengan komponen rasa yang Jain, Pencicipan paling peka pada pagi hari (pukul 9.00 - 10.00). Status metabolisme bahan juga mempengaruhi kepekaan dan keinginan terhadap suatu makanan (Soekarto, 1985). Adapun kriteria uji mutu hedonik pada parameter rasa adalah gurih (9); agak gurih (7); netral (5); kurang gurih (3); tidak gurih (1). Hasil pengujian organoleptik (mutu hedonik) terhadap rasa cone es krim menunjukkan nilai rata-rata sebesar 6,50 untuk perlakuan LOKOS1 (santan); 6,00 untuk perlakuan LOK1SO (kuning telur); 6,47 untuk perlakuan LOK1S1 (kuning telur dan santan kelapa); 6,73 untuk perlakuan LIKOS1 (lesitin dan santan kelapa); 5,40 untuk perlakuan LIKISO (lesitin dan kuning telur); dan 6,67 untuk perlakuan LIKISI (lesitin, kuning telur, santan kelapa), Rata-rata nilai pengujian organoleptik (mutu hedonik) terhadap aroma dapat dilihat pada Gambar 5, 3,00 6,00 4,00 2,00 retareta rasa 0,00 Lokos1 LOK1g0 Lokis1 Ltkos1 Likiso Likis1 | pertakuan i [eae = Gambar 5. Histogram Nilai Rata-rata Rasa Cone Es Krim pada Penelitian Pendahuluan 41 Nilai rata-rata rasa cone es krim tertinggi terletak pada perlakuan LIKOSI (lesitin dan santan kelapa) yaitu sebesar 6,73 (agak gurih), Hal ini diduga karena santan kelapa dan lesitin akan menambah rasa cone es krim menjadi enak, Rasa gurih diduga berasal dari santan, proporsi bahan pembentuk yang seimbang, dan pencampuran yang tepat. Gugus lipofilik pada lesitin memiliki kecenderungan larut, dalam lemak atau minyak sehingga diduga dapat memperbaiki kestabilan adonan dan menghasilkan rasa gurih, Bahan makanan yang mempunyai sifat merangsang syaraf perasa di bawah kulit muka, lidah, maupun gigi akan menimbulkan perasaan tertentu, jadi selain faktor bahan penyusun adonan, daya penginderaan panelis diduga juga mempengaruhi (Soekarto, 1985) Berdasarkan uji Kruskal Wallis (Lampiran 3c), rasa cone es krim menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, artinya perlakuan kombinasi emulsifier tidak mempengaruhi tingkat penerimaan panelis terhadap rasa cone, schingga tidak dapat dilanjutican dengan uji Multiple Comparrison. 4.1.4 Tekstur Penilaian terhadap tekstur berasal dari sentuhan oleh permukaan kulit, biasanya menggunakan ujung jari tangan schingga dapat dirasakan tekstur suatu baban. Tekstur meliputi kering, keras, halus, kasar, berminyak, dan lembab (Soekarto, 1985). ‘Tekstur suatu bahan tergantung dari keadaan fisik bahan tersebut sehingga penilaian terhadap tekstur dapat berupa kerenyahan. Kriteria yang digunakan adalah renyah, kering, getas (9); renyah, kering, agak getas (7); agak renyah, agak kering, kurang getas (5); agak renyah, agak kering, tidak getas (3); Keras, tidak kering, tidak getas (1), Hasil pengujian organoleptik (mutu hedonik) terhadap tekstur cone es krim menunjukkan nilai rata-rata sebesar 7,40 untuk perlakuan LOKOS1 (santan); 6,53 untuk perlakuan LOK1S0 (kuning telur); 7,67 untuk perlakuan LOK1S1 (kuning telur dan santan kelapa); 8,07 untuk perlakuan LIKOSI (lesitin dan santan kelapa); 7,20 untuk perlakuan LIK1SO (lesitin dan kuning telur), dan 7,33 untuk perlakuan 42 LIKIS1 (lesitin, kuning telur, santan kelapa). Hasil rata-rata nilai pengujian organoleptik (mutu hedonik) terhadap tekstur dapat dilihat pada Gambar 6, [360 good 740 7.87 7,00 ess Lg 6.00 5.00 ES | 8.07 720 7.88 200 | 6.00 LOKOS? LOKISO LOKIS1 LiKoS1 LiKIs0 LiKie1 periakuan Gambar 6, Histogram Nilai Rata-rata Tekstur Cone Es Krim pada. Penelitian Pendahuluan Nilai rata-rata tekstur cone es krim tertinggi terletak pada perlakuan LIKOS1 (lesitin dan santan kelapa) yaitu sebesar 8,07 (renyah, Kering, getas). Hal ini diduga karena pada saat pengadonan gluten tidak sampai mengembang akibat shortening effect dari lemak, efek pelunakan dari gula dan Kristal sukrosa, serta lesitin yang berfungsi memperbaiki tekstur bahan pangan, menunda pengerasan bahan pangan, mengontrol dispersi gas. Selain itu juga karena adanya pengadukan dan penekanan-penekanan adonan yang cukup lama (5 menit). Lesitin dapat meningkatkan rekatan antara gluten dan aci/tepung menyebabkan struktur porinya makin rapat sehingga tekstur cone renyah, kering, dan getas saat dimakan (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Lemak dalam adonan cone ini berasal dari santan kelapa, lesitin, tepung, dan gula. Adanya lemak yang tidak larut air akan menghalangi pembentukan massa serabut-serabut gluten dari tepung sagu dan terigu yang padat dan keras sehingga serabut-serabut gluten menjadi lebih pendek (Winarno, 1997). Dalam industri roti, kualitas tepung yang digunakan juga akan mempengaruhi tekstur produk, tetapi bila ditambahkan lesitin maka mutu tepung dapat diperbaiki, mengirit pemakaian terigu nomor satu, adonannya kering dan tidak terlalu lembek, mudah menyesuaikan sifat bahan baku berbeda yang berlainan sifat enzimnya. Jenis tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu Cap Segitiga Biru yang 43 ‘merupakan hasil penggilingan gandum keras dan lunak, serta mempunyai Kualitas pengembangan sedang (Ina, 1993). Penekanan-penekanan dan pengadukan pada adonan yang terbuat dari terigu dan air menyebabkan gluten menangkap udara sehingga sifat rheologi adonan berubah, hal ini memungkinkan terbentuknya tekstur yang lembut dan elastis (Pomeranz, 1968 dalam deMan, 1989) Nilai rata-rata tekstur cone es krim terendah terdapat pada perlakuan LOK1S0 (kuning felur) yaitu sebesar 6,53 dengan rata-rata kriteria agak renyah, agak kering, kurang getas sampai renyah, kering, agak getas. Diduga karena jumlah penambahan kuning tefur dalam adonan paling banyak daripada perlakuan lainnya, walaupun pada dasamya penambahan kuning telur pada pembuatan biskuit menyebabkan tekstur biskuit menjadi lebih lembut (Watson, 2002). Berdasarkan uji Kruskal Wallis (Lampiran 3d), menunjukkan hasil bahwa perlakuan kombinasi formulasi emudsifier mempengaruhi tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur cone. Setelah dilanjutkan dengan uji Multiple Comparrison, antara perlakuan LOK1SO (kuning telur) dengan LIKOS1 (lesitin, santan kelapa) ‘menunjukkan nilai yang berbeda nyata, 4.2 Penelitian Utama Hasil terpilih pada penelitian pendahuluan berdasarkan uji Kruskal Wallis dan pengujian secara deskriptif adalah perlakuan LIKOSI (lesitin, santan kelapa), oleh karena itu perlakuan inilah yang digunakan sebagai bahan baku pada penelitian utama. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan empat perlakuan yaitu 0% tepung karagenan (tanpa penambahan tepung karagenan), 1 % tepung karagenan, 2% tepung karagenan, 3% tepung karagenan, Hasil terpilih berdasarkan uujiorganoleptik terhadap —penampakan, aroma, rasa, tekstur dan uji ketahanan terhadap es krim dilanjutkan dengan analisis proksimat (kadar protein, kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar karbohidrat), kekerasan, serat makanan, dan aktivitas air (aq). 44 4.2.1 Uji organoleptik Penerimaan produk oleh konsumen dapat diukur secara subyektif yaitu dengan cara menguji menggunakan alat indera yang disebut sensory ‘est atau uji organoleptik. Tujuan dilakukan uji organoleptik (mutu hedonik) adalah untuk mengetahui apakah suatu komoditi atau produk tertentu dapat diterima oleh konsumen atau tidak. Pada uji organoleptik diperlukan panelis sebagai perwakilan dari konsumen, Uji organoleptik pada produk pangan harus dilakukan karena akan berhubungan dengan selera dan penerimaan konsumen sebelum produk tersebut dipasarkan, (a) Penampakan Penampakan merupakan parameter utama yang dilihat oleh konsumen sebelum membeli suatu produk makanan, Apabila penampakannya. menarik, maka konsumen cenderung akan membeli produk tersebut. Kriteria_uji organoleptik (mutu hedonik) pada parameter penampakan cone es krim adalah utuh, rapi, permukean rata, warna putih kecoklatan (9); utuh, rapi, permukaan kurang rata, ketebalan Kurang rata, wara putih kecoklatan (7); utuh, rapi, permukaan tidak rata, ketebalan tidak rata, wama putih kecoklatan (5); kurang utuh, kurang rapi, permukaan tidak rata, warna putih kecoklatan (3); tidak utuh, tidak rapi, permukaan tidak rata, warna putih kecoklatan (1) Penampakan cone es krim semakin berwarna putih kecoklatan tetapi permukaannya menjadi kurang rata. Hal ini diduga karena pencampuran tidak tepat, adonan terlalu kenyal, dan suhu pemanggangan yang tidak merata (Vail ef al, 1978), Proses pemanggangan yang tidak merata akan membuat soda kue lambat melepaskan CO: schingga tepi-tepi biskuit menjadi retak- retak (Winamno, 1997), Hasil pengujian organoleptik (mutu hedonik) terhadap penampakan cone es krim menunjukkan nilai rala-rata 6,28 (0% tepung karagenan), 6,47 (1% tepung karagenan), 5,57 (2.% tepung karagenan), dan 5,17 (3 % tepung karagenan) seperti pada Gambar 7. 45 EEE EEE Pee eee EEE eee eee Eee Gambar 7. Histogram Nilai Rata-rata Penampakan Cone Es Krim pada Penelitian Utama Histogram di atas menunjukkan bahwa semakin banyak tepung karagenan yang ditambahkan maka cone es krim yang dihasitkan pun semakin tidak bagus penampakannya terutama ketebalan yang Kurang rata walaupun warna yang dihasilkan semakin putih kecoklatan, bentuknya utuh dan rapi. Hal ini diduga Karena larutan yang terbentuk sudah tidak proporsional. akibat terjadi ikatan hhidrogen antara tepung karagenan dengan bahan-bahan pembuatan cone ¢s krim. Warna cone es krim yang tidak terlalu signifikan perubahannya diduga karena warna putih Kecoklatan lebih dominan dihasilkan oleh interaksi antara tepung sagu, tepung ferigu, santan kelapa, lesitin, dan gula merah yang ditambahkan (Matz, 1972). Selain itu panas api yang tidak merata juga menyebabkan perubahan warnanya tidak signifikan (Vail ef al., 1978). Nilai rata-rata tertinggi terletak pada perlakuan 1% tepung karagenan, Hal ini diduga karena penambahan tepung karagenan akan memperbaiki sifat suspensi dan emulsi cone es krim. Interaksi antara tepung karagenan dengan protein yang, banyak terdapat pada lesitin dan santan kelapa akan meningkatkan viskositas, pembentukan gel, pengendapan, dan penyaringan stabilisasi sehingga adonan cone es krim sebelum dicetak menjadi stabil dan struktur pori cone es krim pun bertambah rapat (Winamo, 1997). Nilai rafa-rata terendah terletak pada perlakuan 3% tepung karagenan. Diduga karena cone yang dihasilkan pada perlakuan ini memiliki penampakan kurang utuh, kurang rapi, permukaan dan ketebalan tidak rata. Uji Krukal Wallis 46 (Lampiran Sa) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan tepung karagenan tidak mempengaruhi tingkat penerimaan panelis terhadap penampakan cone, sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji Multiple Comparrison. Hal ini berarti penampakan cone es krim tidak signifikan perbedaannya antar perlakuan menurut konsumen (panelis) (b) Aroma Aroma merupakan salah satu faktor penting bagi konsumen dalam memilih makanan yang disukai. Dalam banyak hal, kelezatan makanan ditentukan oleh aroma makanan tersebut. Kriteria uji organoleptik (mutu hedonik) pada parameter aroma cone adalah wangi khas wafer (9); sedikit wangi khas wafer (7); tidak tercium wangi khas wafer (5), bau tambahan agak keras (3); bau tambahan keras (1). Hasil pengujian organoleptik (mutu hedonik) pada parameter aroma cone es krim menunjukkan nilai rata-rata 7,00 (0% tepung karagenan); 6,63 (1% tepung karagenan); 6,43 (2% tepung karagenan), dan 5,93 (3 % tepung karagenan) seperti pada Gambar 8, 7.50 | 6,00 6.60 09% 3% 28% 3% pertakuan Gambar 8, Histogram Nilai Rata-rata Aroma Cone Es Krim pada Penelitian Utama Histogram di atas- menunjukkan bahwa_—semakin _banyaknya tepung karagenan yang ditambahkan maka aroma khas wafer berkurang dan semakin tercium bau tambahan. Aroma khas wafer yaitu bau karamel diduga juga disebabkan oleh karamelisasi tepung sagu, tepung terigu, dan gula merah © 47 Terjadinya karamelisasi pada saat pemanggangan dapat membuat wangi cone seperti bau karamel (Felllows, 1992). Lemak dalam santan kelapa dan lesitin diduga juga berperan sebagai pembawa aroma khas wafer yang aktif dan sinergistik (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Uji Krukal Wallis (Lampiran Sb) menunjukkan bahwa_ perlakuan penambahan tepung karagenan mempengaruhi tingkat pencrimaan panelis terhadap aroma cone, dan uji Multiple Comparison, menunjukkan penerimaan panelis terhadap cone perlakuan 0 % berbeda dengan cone perlakuan 3%, dan cone perlakuan 0 % juga berbeda dengan cone perlakuan 1 %. Rasa Kemampuan indera pencicip (rasa) dihasilkan oleh puting pencicip yang peka terhadap zat kimia penghasil rangsangan seperti pahit, asam, asin, gurih, dan manis, Kepekaan indera pencicip dipengaruhi oleh banyak faktor misalnya waktu pencicipan dan status metabolisme badan (Sockarto, 1985). Kriteria ‘ji organoleptik (mutu hedonik) pada parameter rasa adalah gurih, bau tambahan (9); agak gurih, bau tambahan (7), netral, bau tambahan (5); kurang gurih, bau fambahan (3); tidak gurih, bau tambahan (1), Hasil pengujian organoleptik (mutu hedonik) terhadap rasa cone es krim menunjukkan nilai rat—rata untuk 0% tepung karagenan 6,77; 1 % tepung karagenan 6,07; 2 % tepung karagenan 5,83; dan 3 % tepung karagenan 5,47 seperti pada Gambar 9. 0% 1% 25% 3% periakuan (eos eae ee ee EPR Ee re Le Ee ee eee eee Gambar 9. Histogram Nilai Rata-rata Rasa Cone Es Krim pada Penelitian Utama 48 Histogram di atas menunjukkan bahwa semakin tingginya konsentrasi penambahan tepung karagenan maka tingkat penerimaan (kesukaan) panelis tethadap rasa cone semakin menurun tetapi perbedaannya tidak signifikan, berarti panelis menerima (suka) dengan cone, baik tanpa tepung karagenan maupun dengan penambahan tepung karagenan, Hal ini diduga karena tepung karagenan yang ditambahkan hanya sedikit (0% - 3%). Batas atas makanan yang tidak terganggu kelezatannya adalah Konsentrasi tepung karagenan 0,05 % sampai dengan 3 %, Semakin tinggi kandungan KCI maka produk akan semakin terasa pahit. (Winarno, 1990). Rasa gurih pada cone baik tanpa penambahan tepung karagenan maupun dengan penambahan tepung karagenan diduga karena kandungan lemak pada santan kelapa yang menguap saat pemanggangan. Gugus lipofilik pada lesitin mempunyai kecenderungan larut dalam lemak atau minyak sehingga diduga akan memperbaiki kestabilan adonan dan menghasilkan rasa yang gurih. Selain itu dalam dunia industri, karagenan berbentuk garam dengan sodium, kalsium, dan potasium (Aslan, 1998). Nilai rate-rata tertinggi terletak pada perlakuan 0% tepung karagenan, diduga karena panelis Icbih mudah mendeskripsikan produk kontrol sehingga sebaran nilainya tidak terlalu beragam. Uji Krukal Wallis (Lampiran 5¢) menunjukkan perlakuan penambahan tepung karagenan tidak mempengaruhi tingkat penerimaan panelis terhadap rasq.cone. (@) Tekstur ‘Tekstur suatu bahan tergantung dari keadaan fisik bahan tersebut sehingga penilaian terhadap tekstur dapat berupa kekerasan, kerenyahan, dan elastisitas (Sockarto, 1985). Adapun kriteria uji organoleptik (mutu hedonik) pada parameter tekstur adalah renyah, kering, getas (9); renyah, kering, agak getas (7); renyah, agak kering, kurang getas (5); agak renyah, agak kering, kurang getas (3); keras, tidak kering, tidak getas (1). 49 Hasil pengujian organoleptik (mutu hedonik) terhadap tekstur cone es krim menunjukkan nilai rata-rata untuk 0% tepung karagenan 7,50; 1% tepung karagenan 6,77; 2% tepung karagenan 6,53; dan 3 % tepung karagenan 6,47 seperti pada Gambar 10. 8,00 7.50 7.50 7,00 877 ee | .! saz | 6,50 | 6,00 | 5.60 | 0% 1% 2% 3% periakuan Gambar 10. Histogram Nilai Rata-rata Tekstur Cone Es Krim pada Penelitian Utama Histogram di atas menunjukkan bahwa nilai rata-rata tertinggi terletak pada perlakuan 0% tepung karagenan, diduga karena panelis lebih mudah mendeskripsikan produk kontrol sehingga sebaran nilainya tidak terlalu beragam. Penambahan tepung karagenan menyebabkan tekstur cone menjadi kurang getas, tetapi peningkatan konsentrasi tepung karagenan menyebabkan tekstur cone lebih renyah, kering dan getas. Kondisi ini diduga karena tingkat kekentalan adonan semakin tinggi dengan penambahan tepung karagenan dengan jumlah yang semakin banyak (Glicksman, 1983), Semakin tingginya tingkat kekentalan adonan diduga karena gaya tarik-menarik (elektrostatik) antara muatan negatif sebagian atom oksigen dari satu molekul air dengan muatan positif sebagian pada ‘atom hidrogen dari molekul tepung karagenan semakin kuat, sehingga ikatan hidrogen yang terputus sementara akibat pemanggangan akan terikat lagi dengan cepat. Tingkat Kekentalan akan mempengaruhi tekstur bahan makanan (Winarno, 1997). Uji Krukal Wallis (Lampiran Sd) menunjukkan nilai yang berbeda nyata ‘antara masing-masing perlakuan, artinya penambahan tepung karagenan 50 mempengaruhi tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur cone es krim, Berdasarkan uji Multiple Comparrison, ada perbedaan yang nyata antara perlakuan 0 % dan 3 %; 1 % dan 3 %; 2 % dan 3 % tepung karagenan. 42.2 Uji proksimat Uji proksimat adalah suatu analisis untuk mengetahui tingkat kandungan gizi suatu produk. Hasil uji proksimat cone perlakuan 0 % tepung karagenan berdasarkan perhitungan berat basah yaitu kadar protein 5,32 %; kadar lemak 4,46 %; kadar air 5,9 %; kadar abu 2,19 %; dan kadar karbohidrat 82,13 %. Sedangkan berdasarkan perhitungan berat kering, kadar protein 5,66%; kadar lemak 5,37%, kadar abu 2,33 %, dan kadar karbohidrat 87,27 %. Adapun hasil uji proksimat cone perlakuan 3% tepung karagenan berdasarkan perhitungan berat basah yaitu kadar protein 5,74 %; kadar lemak 5,37%, kadar air 6,80%; kadar abu 2,21%; dan kadar karbohidrat 79,88 %. Sedangkan berdasarkan perhitungan berat kering, kadar protein 6,16 %; kadar lemak 5,81 %, kadar abu 2,37 %, dan kadar karbohidrat 85,67 %, seperti yang tercantum pada Gambar 11 Gambar [1. Histogram Nilai Rata-rata Hasil Uji Proksimat SI (4) Kadar protein Berdasarkan perhitungan berat kering, peningkatan kandungan gizinya lebih signifikan daripada dihitung berdasarkan berat basah. Diduga Karena pada pethitungan berdasarkan berat kering, diasumsikan cone tidak mengandung air sama sekali (0% kadar air) schingga kandungan gizi lainnya meningkat. Penambahan konsentrasi tepung karagenan yang tidak banyak diduga menyebabkan peningkatan protein dari 0% menjadi 3% tidak signifikan, Kandungan protein masing-masing bahan penyusunnya diduga juga turut meningkatkan kandungan protein cone seperti santan kelapa dan lesitin yang diketahui banyak mengandung protein. Santan yang merupakan gabungan dari protein, lemak, dan karbohidrat. Selain itu, hanya dengan menggabungkan lesitin (protein nabati) dengan kuning telur (protein hewani) juga dapat meningkatkan mutu protein dan komposisi asam amino dalam bahan pangan (Winarno, 1997). Tepung karagenan sedikit mengandung protein sehingga tidak terlalu mempengaruhi peningkatan protein cone. (2) Kadar lemak Peningkatan kadar [emak dengan penambahan tepung karagenan diduga karena peranan tepung karagenan sebagai pengemulsi schingga lemak tidak mudah menguap pada waktu pemanggangan, selain itu juga karena tingginya kandungan lemak dalam santan kelapa yaitu sebesar 35%. Pemanggangan pada santan kelapa menyebabkan protein didalamnya mengumpul dan memecah emulsi santan schingga air menguap dan butir minyak bergabung (Palungkun, 1993). Selama menunggu proses pencetakan dan pemanggangan adonan cone didiamkan beberapa saat, Selama santan disimpan atau didiamkan, butir lemak yang diselubungi lapisan protein dan karbohidrat akan memisah ke bagian atas dan membentuk santan sedangkan air tertinggal pada bagian bawah dan lemak di bagian atas, Kondisi ini diduga juga berperan dalam peningkatan kadar lemak cone. Kandungan lemak dalam wafer sangat rendah yaitu antara 0 sampai 10 52 bagian untuk kandungan leak per 100 gram bagian tepung Manley (1983) dalam Arpah (1998). @) Kadar air Peningkatan kadar air ini diduga karena penambahan tepung karagenan menyebabkan ikatan hidrogen antara air, karbohidrat dari tepung sagu, tepung terigu dan tepung karagenan lebih kuat. Ikatan hidrogen bersifat lemah dengan waktu paruh lebih rendah dari 1x10° detik. Kondisi pemanggangan yang, Kurang sempurna diduga juga menyebabkan kadar air tinggi. Menurut Whiteley (1971) dalam Ina (1993) kondisi pemanggangan yang benar akan menghasilkan biskuit dengan kadar air minimum (sekitar 1 %). Pemanggangan juga akan menyebabkan ikatan hidrogen terputus sementara dan akan terikat lagi dengan cepat (Winarno, 1997). — Penambahan tepung karagenan diduga menyebabkan waktu paruhnya meningkat sehingga ikatan hidrogen dalam adonan semakin kuat dan kandungan air dalam adnan menjadi banyak. Dalam perhitungan berdasarkan berat kering, diasumsikan kadar air dalam cone 0%. Asumsi ini mengacu pada logika bahwa cone termasuk produk kering dan ketika dipanggang air bebas dalam cone akan menguap semua, walaupun tidak mungkin bahan pangan tidak mengandung air sama sekali (4) Kadar abu Abu sisa pembakaran pada analisis kadar abu menunjukkan banyaknya kandungan zat anorganik dalam produk tersebut, sedangkan yang menguap ‘menunjukkan kandungan zat organik. Dalam tubuh, mineral-mineral bergabung dengan zat organik, tetapi ada pula yang berbentuk ion-ion bebas. Unsur-unsur mineral tersebut didalam tubuh berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winamo, 1997). Peningkatan kadar abu yang tidak signifikan ini menunjukkan tepung karagenan kurang mempengaruhi jumlah zat organik dalam cone. Diduga 53 arena tepung karagenan yang ditambahkan masih kecil konsentrasinya, padahal tepung karagenan banyak mengandung ester kalium, natrium, magnesium, dan kalsium sulfat.. Selain itu zat organik dalam cone diduga sebagian besar berasal dari bahan penyusunnya seperti pada sagu yang mengandung 13 mg fosfor (P), 11 mg kalsium (Ca), 1,5 mg besi (Zn) per 100 g bahan. Semakin tinggi kadar abu maka kandungan gizi suatu bahan makanan pun semakin tinggi (Winamo, 1997). ©) Kadar karbohidrat Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Walaupun jumlah yang dapat dihasilkan oleh 1 gram karbohidrat hanya 4 kkal, tetapi bila dibandingkan dengan protein dan lemak, Karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah, Karbohidrat juga berperan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan misalnya rasa, wamna, tekstur, dan lain-lain (Winarno, 1997). Sebagian besar karbohidrat dalam cone diduga berasal dari tepung sagu, tepung terigu, dan gula merah, Penurunan kadar karbohidrat ini diduga karena pada analisis ini hanya menggunakan cara perhitungan kasar (proximate analysis) atau disebut juga carbohydrate by difference yaitu dengan mengurangkan 100 % dengan total jumlah % protein + % lemak + % air + % abu. Apabila rata-rata kandungan gizi protein, lemak, air, dan abu meningkat maka secara otomatis kandungan gizi karbohidratnya menurun, kandungan terbesar dalam sagu (88 % dari berat kering) adalah karbohidrat ( Haryanto dan Phillipus, 1992). 4.2.3: Uji ketahanan terhadap es krim Uji ini bertujuan untuk mengetahui waktu yang dibutuhkan sampai cone Jembek, Semakin lama waktu yang dibutuhkan sampai lembek berarti cone tersebut semakin bagus. Uji ini dilakukan terhadap dua jenis es krim yaitu es krim tradisional dan es krim modem, Hasil pengujian menggunakan es krim tradisional yaitu 4 menit 7 detik (kontrol dipasaran); 4 menit 25 detik (0% tepung karagenan); 4 menit 34 36 detik (1% tepung karagenan); 5 menit 20 detik (2% tepung karagenan); dan 11 menit 13 detik (3 % tepung karagenan), sedangkan hasil pengujian menggunakan es krim modern yaitu 5 menit 13 detik (kontrol di pasaran); 6,24 menit (0 % tepung karagenan); 6 menit 29 detik (1% tepung karagenan); 7 menit 52 detik (2% tepung karagenan); 12 menit 31 detik (3 % tepung karagenan). Hasil tersebut dapat dilihat pada Gambar 12, & tg ox tm ame one Gambar 12. Histogram Nilai Rata-rata Ketahanan Cone tethadap Es Krim Cone es krim lebih tahan dengan es krim modern daripada es krim tradisional, diduga karena kemampuan meleleh es krim moder lebih besar daripada es krim modem, Pada es krim modern biasanya sudah mengandung zat pengemulsi yang meningkatkan distribusi kristal halus kandungan air dalam es krim sehingga tidak mudah mencair (Winarno, 1990). Berdasarkan histogram di atas, peningkatan Konsentrasi tepung Karagenan menyebabkan peningkatan ketahanan terhadap es krim, Hal ini diduga karena peranan tepung karagenan sebagai pengemulsi sehingga meningkatkan daya gelasi dan derajat keseragaman molekul pada adonan, serat menstabilkan sifat gluten pada ‘tepung sagu maupun terigu. Interaksi antara tepung karagenan dengan makromolekul bermuatan seperti protein, karbohidrat, lemak, dan air menyebabkan peningkatan pembentukan gel dan peningkatan kekentalan. Tepung karagenan akan bereaksi dengan fraksi protein susu khususnya kappa kasein sehingga membentuk struktur tiga imensi dengan air dan garam Winarno (1990). 55 Faktor Jain yang diduga mempengaruhi peningkatan ketahanan terhadap es krim adalah sifat gelatinisasi tepung keragenan. Menurut Winamo (1990), ion kalium akan meningkatkan suhu cair dan suhu gelasi karagenan sehingga adonan menjadi stabil dan komponen dalam adonan saling terikat kuat. Pencampuran tepung karagenan dengan ion kalium dari soda kue akan menghasilkan dua komponen utama yaitu lambda karagenan sebagai fiaksi terlarut dan kappa-karagenan sebagai fraksi tidak terlarut, sedangkan jiota-karagenan akan membentuk gel yang keras (Towle, 1977). Kappe-karagenan memiliki gugus ester sulfat yang bersifat hidrofilik dalam jumlah rendah, tetapi mengandung 3,6-anhidro-galaktosa yang bersifat hidrofobik dalam jumlah yang lebih banyak, sehingga kappa-karagenan tidak larut dalam air dingin Glicksman (1983). Selain itu senyawa-senyawa campuran air dan senyawa organik yang mempunyai sifat kepolaran rendah seperti mono dan polihidroksi efanol, aseton, gula, dan polisakarida dapat menghambat proses hidrasi karagenan pada berbagai tingkatan, sifat inilah yang diduga membuat cone dengan penambahan tepung karagenan lebih tahan terhadap es krim. 4.2.4 Uji kekerasan Kekerasan adalah gaya yang dibutuhkan untuk menekan suatu bahan atau produk sehingga terjadi perubahan produk yang diinginkan, Elastisitas adalah laju perubahan bahan ke bentuk semula setelah gaya untuk merubah bentuk tersebut dipindahkan (Ranganna, 1986). Uji ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kekerasan (kerenyahan) cone, semakin kecil angka yang dihasilkan berarti cone semakin keras (renyah) dan sebaliknya semakin besar angka yang dihasilkan berarti cone semakin tidak keras (tidak renyah). Hasil rata-rata uji kekerasan yaitu 2,13. mm/10 dt (0% tepung karagenan) dan 2,47 mm/10 dt (3% tepung karagenan), seperti yang, terlihat pada Gambar 13. 56 tepung karagenan Gambar 13. Histogram Nilai Rata-rata Kekerasan Cone Es Krim Berdasarkan histogram di atas, nilai kerenyahan meningkat dengan perlakuan penambahan tepung karagenan yang berarti penambahan tepung karagenan menyebabkan cone menjadi lebih renyah, Hal ini diduga karena sifat pengemulsi dari tepung karagenan yang membuat semakin kompleksnya sifat pengemulsi dari lesitin, Nilai HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance) lesitin sebesar 4 ~ 9 dalam emulsi O/W sehingga kestabilan adonan cone diduga akan lebih baik karena pengemulsi akan memperkecil tegangan permukaan antara minyak dan air. Apabila kestabilan adonan cone tinggi maka cone yang dihasilkan juea bagus dan bertekstur renyah’ (Anonymous, 2004) Pengemulsi akan mengurangi gesekan internal sistem lemak gulanya schingga mencegah struktur gumpalan padat yang diduga akan mengurangi kekerasan cone eskrim tersebut, Sift pengemulsi ini juga diduga akan mengkomplekskan tepung agar lebih konsisten dan struktur cone pun seragam sehingea cone es krim lebih renyah (Hartomo dan Widiatmoko, 1993). Kerenyahan cone juga diduga karena adonannya kenyal dan pemanggangan yang terlalu lama (Vail et al., 1978). Perlu diketahui bahwa adonan cone dengan penambahan tepung karagenan lebih kenyal dan waktu yang dibutuhkan untuk memanggang pun lebih lama daripada tanpa penambahan tepung karagenan, 37 4.2.5 Uji serat makanan Salah satu Komponen penting dari bahan makanan yang sehat adalah serat Serat makanan banyak ditemukan pada produk makanan, peran serat makanan bagi tubuh sangat penting. Bagi tubuh, serat makanan akan mencegah terjadinya penyerapan kembali asam empedu, kolesterol, dan lemak, akan tetapi konsumsi serat makanan yang berlebihan dapat menimbulkan rasa kembung, Karena serat akan 1976). Hasil uji serat makanan berturut-turut untuk 0.% dan 3 % tepung karagenan adalah 2,18 % difermentasikan oleh flora usus sehingga berbentuk gas (Husa dan 8,94 % seperti yang terlihat pada Gambar 14 [eee Serao ace eee 398 | . i j 400 she {2.00 Gambar 14. Histogram Nilai Rata-rata Serat Makanan Cone Es Krim Peningkatan kandungan serat makanan yang sangat signifikan ini diduga karena tepung karagenan banyak mengandung serat daripada produk bahan pangan lainnya, Serat makanan banyak ditemukan pada bahan pangan nabati seperti sayur-sayuran dan buah-buahan, Tepung terigu yang termasuk karbohidrat juga diduga mempengaruhi peningkatan serat pada cone, Karena serat makanan merupakan campuran antara senyawa karbohidrat yang tidak dapat dicera oleh sistem pencernaan (Theander dan Aman, 1979) Serat makanan dalam rumput laut (karagenan) termasuk dalam serat larut air yang membuat adonan bersifat kental dan lengket. Berkaitan dengan banyaknya tepung karagenan yang ditambahkan dalam adonan, jumlahnya lebih sedikit daripada penambahan tepung sagu dan tepung terigu sehingga membuat serat makanan dalam 58 cone termasuk dalam serat makanan yang tidak larut air. Serat makanan tidak larut air berpengaruh positif bagi tubuh kita, karena jenis serat makanan tersebut akan mengikat air dalam usus halus dan meningkatkan masa tinja sehingga mempercepat perjalanan makanan dalam saluran usus serta mengurangi resiko konstipasi (Anonymous, 1999) Jenis serat larut air yang terdapat dalam (epung karagenan juga berpengaruh positif bagi tubuh kita karena jenis serat ini akan mengikat kolesterol, lemak yang bukan saja berasal dari makanan tetapi juga berasal dari produksi manusia yang masuk ke dalam usus Jewat empedu schingga menurunkan kadar kolesterol dalam darah dan mengurangi resiko terkena penyakit jantung koroner, selain itu juga dapat menurunkan kadar glukosa darah (Husaini, 1976). 4.2.6 Uji aktivitas air (ay) Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan ay, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Hasil uji aktivitas air berturut-turut pada perlakuan 0 % dan 3.% tepung karagenan adalah 0,543 dan 0,535 seperti yang tercantum pada Gambar 15. (eae oes oa 0.598 0.536 os4 o.ss2 0.535 Gambar 15. Histogram Nilai Rata-rata ay Cone Es Krim Penurunan ay dengan adanya penambahan tepung keragenan menunjukkan bahwa tepung karagenan dapat memperbaiki mutu cone sehingga lebih awet dan 59 tidak mudah ditumbuhi mikroorganisme pembusuk dengan kapang sekalipun, karena pertumbuhan minimal kapang paling mudah terjadi pada ay 0,60. Berbagai mikroorganisme mempunyai ay, minimum agar dapat tumbuh baik, misalnya bakteri 0,90; khamir 0,80 — 0,90; kapang 0,60 — 0,70 (Winarno, 1997). Penurunan ay ini diduga karena kemampuan tepung karagenan yang dapat mengikat air dan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lainnya. Air yang terikat dalam adonan cone termasuk dalam air terikat tipe I dan penghilangan air ini akan mengakibatkan penurunan ay, mengurangi pertumbuhan mikroba dan reaksi kimia yang bersifat merusak seperti reaksi browning, hidrolisis, maupun oksidasi lemak (Winamo, 1997), Penurunan yang tidak signifikan diduga karena cone termasuk produk kering dan sedikitnya tepung karagenan yang ditambahkan Penurunan a ini menunjukkan bahwa tepung karagenan membuat cone lebih awet. 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pada penelitian pendahuluan, berdasarkan uji Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisson menunjukkan hasil hipotesis tolak Hy yang artinya komposisi bahan baku dan emulsifier dapat diterima panelis pada perlakuan L1KOSI (perlakuan emudsifier berupa lesitin dan santan kelapa) ‘* Pada penelitian utama, uji Kruskal Wallis menunjukkan hasil hipotesis tolak Ho yang artinya bahwa Konsentrasi 3% tepung karagenan memberikan pengaruh terhadap tingkat penerimaan panelis, dan setelah dilanjutkan dengan uji Multiple Comparison, menunjukkan bahwa penerimaan panelis terhadap cone perlakuan 0 % dengan perlakuan 3 % berbeda nyata, © Peningkatan konsentrasi penambahan tepung karagenan meningkatkan daya tahan cone tethadap es krim dengan hasil terbaik pada perlakuan 3 % tepung karagenan yaitus selama 12 menit 31 detik untuk es krim modem dan 11 menit 13 detik untuk es krim tradisional. ¢Hasil uji proksimat cone perlakuan 3 % tepung karagenan berdasarkan perhitungan berat basah yaitu kadar protein 5,74%; kadar lemak 5,37%; kadar air 6,80 %; kadar abu 2,21 %; dan kadar karbohidrat 79,88 %. Adapun at cone berdasarkan perhitungan berat kering yaitu kadar protein nitai_ pro! 6,16 %; kadar lemak 5,81 %, kadar abu 2,37 %, dan kadar karbohidrat 85,67 %. Perlakuan 3 % tepung karagenan memiliki nilai kekerasan, serat makanan, dan aktivitas air (a,) lebih tinggi daripada tanpa penambahan tepung karagenan (0% tepung karagenan) yaitu kekerasan 2,47 mr/10dt; serat makanan 8,94 %; dan aktivitas air (ay) 0,535. 61 $2. Saran Perlu diteliti lebih lanjut mengenai * Perlu adanya kajian mengenai penambahan tepung karagenan, dengan bahan pensubtitusi lainnya sehingga dihasilkan cone yang memiliki karakteristik lebih baik *Perlu adanya kajian khusus mengenai pengaruh proses pengolahan (seperti metode pembuatan adonan, suhu pemanggangan dan pengaturan api) sehingga cone yang dihasilkan memiliki karakteristik yang baik. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai pengaruh masa simpan cone dengan formulasi terbaik dari penelitian ini, serta aspek pengemasannya, DAFTAR PUSTAKA Almond, N. 1989. Biscuits, Cookies, and Crackers. Applied Science Publishers. London and New York. Angka, S. L. dan M.T. Suhartono. 2000. Bioteknologi Hasil Laut, Pusat Kajian ‘Sumber Daya Pesisir dan Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Anonymous. 1994. Rahasia dalam Pembuatan Roti, PT. Bogasari Flour Mills Indonesia, Jakarta, Anonymous. 1999. Reduce Disease Risk With Dietary Fibre. Food Facts Asia Issue, No.5, him 3-4. Singapore. Anonymous. 2003. Sejarah Es Krim. http://www.Indomall.com/info dan belanja.html. {9 Agustus 2003], Anonymous. 2004. HLB Calculator. http/www.SoapSupplies.net, (10 Juni. 2004]. Apriyantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari dan S, Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU. IPB. Bogor. Atpah, 1998, Perbandingan Beberapa Model ASS (Accelerated StorageStudies) dati Hukum Difusi Fick Unidireksoinal: Penerapan pada Penentuan Umur Simpan Biskuit, Tesis, Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Aslan, L. A. 1998, Budidaya Rumput Laut, Penerbit Kanisius, Jakarta, Dachlan, M.A. 1984. Pengembangan Pembuatan Santan Awet. Laporan Majalah Indonesia Hasil Pertanian. BBIHP. Bogor. Djatmiko, B. 1984. Studi Mengenai Stabilitas Emulsi Santan, Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. deMan, J. M. 1989. Kimia Makanan Edisi Kedua. Penerbit ITB. Bandung, Departemen Perindustrian. 1990. Biskuit, SII. 0177-90. Badan Standarisasi Industri Indonesia. Jakarta. Departemen Perindustrian. 1992. Biskuit, SNI 01-2973-1992. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta. 63 Egan, H. 1981, Pearson’s Chemical Analysis of Foods. Churchill Livingstone, London. Fellows, P. 1992. Food Processing Technology Principles and Practice, Ellis Horwood Limited. England, Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloids Vol. II. CRC Press, Florida, Hartomo, A.J. dan M.C. Widiatmoko, 1993. Emulsi dan Pangan Instant Ber-Lesitin, Andi Offset. Yogyakarta, Haryanto, B dan Philipus, P. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hubeis, A.V.S. 1985. Pengembangan Metode Uji Kepulenan, Dipublikasikan. No. 13/penel,/P,T. Institut Pertanian Bogor. Ina, P.T. 1993, Kajian Tepung Ubi Kayu Dalam Penggunaannya Untuk Biskuit. ‘Tesis. Program Pasca Sarjana. IPB. Bogor. Iskandar, A. 1991. Diversifikasi Produk Gula Merah Menjadi Gula Merah Cair. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Martoatmodjo, Soekartidjah, M. Khumaidi dan Husaini. 1973. Pengetahuan Gizi Untuk Membina Keluarga Sehat. Persagi Indonesia. Bogor. Matz, S.A. 1972. Bakery Technology and Enginering. The AVI Publishing, Co. Inc., ‘Westport, Connecticut. Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan, Cetakan 1 (edisi revisi). Penebar Swadaya, Jakarta, Palungkun, R. 1993. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta. Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press. Jakarta. Ranganna. 1986, Handbook of Analysis and Quality Control for Fruit and Vegetable Product. The AVI Publishing Company, Westport, Connecticut Rohrig, K.L. 1989. Carbohydrate Biochemistry and Metabolisme. The AVI Publishing Company, Westport, Connecticut Sockarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik. Lembaga Sumberdaya Informasi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Stecl, R.G.D dan James H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi Kedua, PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Subarna. 1993. Backing Technology. Makalah Pelatihan Singkat Prinsip-Prinsip ‘Teknologi Pangan bagi Food Inspector. 30 November-23 Desember 1992. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor. Sulaeman, A., F. Anwar, Rimbawan dan S.A. Marliyati. 1993. Metode Analisis Komposisi Zat Gizi Makanan. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Fakultas pertanian. IPB. Bogor. Sunaryo, E. 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-Bijian. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. Suriaty. 2002. Pengaruh Penambahan Santan Kelapa Tehadap Mutu Dodo! Rumput Laut Dari Jenis Eucheuma cottinii. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Syarief, R. dan MK. Mahmud, 1990, Studi tentang Tepung Sagu (Metroxylon sp.) untuk Kudapan (Snack Food) dan Makanan Anak Sapihan (Weaning Food). Pusat Penellitian dan Pengembangan Teknologi Pangan. IPB, Bogor. Theander, D. & Aman, 1979, The chemistry, morphology and analisis of dietary fiber component, Dalam Dietary Fiber: Chemistry and Nutritional. Editor G.E. Inglett & S.1. Falkehag. Academic Press, New York. Towle, A.G. 1973. Carragenan. Dalam Industrial Gums. Editor Whistler, RL. Academic Press. New York. Vail, G.E., J.A. Phillips, L.O. Rust, RM. Griswold dan M. Justin. 1978. Food. 7" Houghton Mifflin Company. Boston, Watanabe, F.W., H. Ebine dan M. Okada. 1974. New protein food technology. Dalam New Protein Food. Editor Artz, W.E. School Food Applies Science Publisher. London. Watson, Ronald Ross. 2002. Eggs and Health Promotion. Iowa State Press. lowa. Winamo, F.G. 1990, Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta, Winamo, F.G. 1997. Kimia Pangan Dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Wirakartakusumah, M.A. 1990. Karakteristik Sifat Fisika Kimia Tepung Ubi Kayu. Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor. LAMPIRAN 66 Lampiran 1. Format Uji Organoleptik Mutu Hedonik (Modifikasi Junaedi, 2003") 1.1 Penelitian Pendahuluan Nama panelis: Tangeal —_:13 Februari 2004 Nama produk: Cone es krim Pengamatan Penampakan | Aroma. Rasa Tekstur Kode sampel LOKOSi LOK1SO |_LOKisI LIKOSI LIKISO | LIKIS! [ Petunjuk penilaian uji organoleptik (uji mutu hedonik): ‘A. Penampakan 9-= utuh, rapi, permukaan rata, warna putih kecoklatan uh, rapi, permukaan kurang rata, ketebalan kurang rata, warna putih kecoklatan 5=utuh, rapi, permukaan tidak rata, Kketebalan tidak rata, wana putih kecoklatan 3 = Kurang utuh, kurang rapi, permukaan tidak rata, warna putih kecoklatan idak utuh, tidak rapi, permukaan tidak rata, warna putih keoklatan B. Aroma 9 = tanpa bau tambahan 7 = sedikit bau tambahan bau tambahan keras C. Rasa 9=guri, 7=agak gurih 5=netral 3 = kurang gurih 1 = tidak gurih D. Tekstur 9= renyah, kering, getas 7/=renyah, kering, agak getas 5 = agak renyah, agak kering, kurang getas 3 = agak renyah, agak kering, tidak getas 1 =keras, tidak kering, tidak getas " Wawancara dengan Bapak Edi Junaedi (19 September 2003) 67 1.2 Penelitian Utama Nama panelis: Tanggal = 24 Maret 2004 Nama produk: Cone es krim Pengamatan Kode sampel Tperampakan | Aroma | _Rasa Tekstur 110 { it 1 112 } t 13 | { Petunjuk penilaian uji organoleptik (uji mutu hedonik): A. Penampakan 9/= utu, rapi, permukaan rata, warna putih kecoklatan 7 = utub, rapi, permukaan Kurang rata, ketebalan Kurang rata, warna putih kecoklatan $= utuh, rapi, permukaan tidak rata, ketebalan tidak rata, warna putih kecoklatan 3 = kurang utuh, Kurang rapi, permukaan tidak rata, wama putih kecoklatan 1 = tidak utub, tidak rapi, permukaan tidak rata, warna putih keoklatan B. Aroma 9 = wangi khas wafer 7 = sedikit wangi khas wafer 5 = tidak tercium wangi khas wafer 3 = bau tambahan agak keras 1 = bau tambahan keras C. Rasa 9= gurih, rasa tambahan 7 = agak gurih, rasa tambahan 5=netral, rasa tambahan 3 = kurang gurih, rasa tambahan 1 = tidak gurih, rasa tambahan D. Tekstur 9 = renyah, kering, getas 7 =renyah, kering, agak getas 5 =agak renyah, agak kering, kurang getas 3 =agak renyah, agak kering, tidak getas 1 = tidak renyah (layu), tidak kering, tidak getas 68 Lampiran 2. Hasil Uji Organoleptik (Mutu Hedonik) Penelitian Pendabuluan a. Penampakan 7 4 x| y s a 3 q 3 b. Aroma. g g : 2 g 3 2g 5 i a Keterangan: LOKOS!1 = perlakuan emulsifier santan kelapa LOK1S0 = perlakuan emulsifier kuning telur perlakuan emudsifier kuning telur, santan kelapa perlakuan emusifier lesitin, santan kelapa LIK1S0 = perlakuan emulsifier kuning telur LOKIS] LIKOSI LIKISI = perlakuan emudsifierlesitin, kuning telur, santan kelapa 69 c. Rasa d. Tekstur al [Ro Log oO [ROS [ARISEN 73 7 is omens kos SLASH 3 7] 9 1 Keterangan: LOKOS! = LOK1$0=perlakuan emulsifier kuning telur LOKISI LIKOSI = perlakuan enndsifier lesitin, santan kelapa perlakuan emulsifier santan kelapa erlakuan emulsifier kuning telur, santan kelapa LIK1S0 = perlakuan emulsifier kuning telur LIKIS1 erlakuan emu/sifier lesitin, kuning telur, santan kelapa 70 Lampiran 3. Uji Kruskal Wallis dan Multiple Comparisson Penelitian Pendahuluan (a) Penampakan NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks periakwan w Mean Rank Foramparan —LOROST ey 70985 Lok1so 20 2253, LoKist 30 88.10 Likost 30 98.93 Likiso 20 9530 Likisi 20 87.38 Total 460 Test Statistics'” penampakan CHSRaTe 3751 df 5 Asymp. Sig 331 8. Kruskal Wallis Test ». Grouping Variable: periakuan Oneway ANOVA penampakan Mean Squere| F Sig Between Groups 5 4.569 | 1.105] 267 Within Groups 174 4444 Total qaasit | 179 Lanjutan Lampiran 3. (b) Aroma NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks periakuan (Mean Rank ‘aroma LOKOSt 30 96.97 Lokiso 30 71.80 LoKist 30 96.05 Likost 30 101.28 Likiso 30 73.77 Likist 20 103.18 Total Test Statistics’? ‘aroma ChiSquare | 12.766 at 5 Asymp. Sig 926, ‘@. Kruskal Walls Test 'b. Grouping Variable: perlakuan Oneway ANOVA aroma ‘Sum of Squares_| df _| Mean Square | __F Sig. Between Groups | 47.467 e 2.493 | 3077 om Within Groups. | 548.533 174 3.152 Total 596.000 479 Lanjutan Lampiran 3. Post Hoc Tests utp Comparisons Depron Varble ar Tukey HS 5% Intent scene | sg | tower bound | Upper Bare = 7 “aT 2a 46 +000 a4 497 ee) “20 46 ‘398 “45 an Kiso 30 46 02 5 an Kis 2 46 58 351 an THIET TaROS a ie 2a a7 taxis 07 4 109 23 ™ nos aaa os ow 284 200602 uKiso 2 4s 79 “164 7 ikis Bee 46 42 264 2eee02 TRIS TaKoS See? 40 7.000 a3 124 Lokiso 107 40 83 “24 237 ctkost 27 46 202 a5 404 uaxss0 3 46 500 “5 204 akist 2 4 22 AsT 04 TRIS ToKOS 20 40 38 ohh tet tokss0 tax 48 ‘oz 2e0ea2 264 Lots 2 48 2 “04 157 u4k160 4100 46 246 a 2st caKist ‘20 4s +000 as 43t TRIS TOROS “a0 a6 ie 2 31 0x80 2 48 79 37 184 Loss a 46 509 204 a LaKost 199) 6 246 23 a Lixist 4.00 46 246 231 3 TRIS Tatsr 2 a6 is Ht 73 Lows0 13 46 42 pesea2 284 axis a 46 902 08 157 Lakost ” 46 +000 31 134 Lasso 1.00 a6 246 23 231 The mean derence is Signore ale 08 ea Homogeneous Subsets Tukey HS ‘Subsot for ah pertakuan | _N 1 2 TOKISO EF Bi L1k180 30 847 547 LoKist 20 820) 820 Lokost 30 627 ear Likest 30 647 uKist 30 aT So. 492 206, ‘Moane for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonie Mean Sample Size = 20,000. Lanjutan Lampiran 3. (©) Rasa NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks PERLAKUAN [_N ‘Mean Rank| RASA OKOS1 a] 84.87 LoKiso 30] 84.7 LOKIS1 30 95.47 LiKOS1 Ky 99.60 LiKiso 20| 7060 LIKIST 20 98.30 Total 180 Test Statistics’? RASA CHSqES | 7.460 at 5 Asymp. Sig. 187 | . Kruskal Walls Test '. Grouping Variable: PERLAKUAN Oneway ‘ANOVA RASA ‘Sum of | Sqmes_| a | wesnsqure |e so ‘Baiween Groups ‘37.050 o TAO TI 129 witin Groups 743500 1m az Tot 70080 170 Lanjutan Lampiran 3. (d) Tekstur NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks petakvan TN | Mean Rank Teistar LORDS a 3118 LoK1s0 20 e642 LoKist 30 98.93 LtKost so} tise Ligiso 20 8255 Liisi 20 ar Total 180 Test Statistics” (__tekstur square | 14.027 ar 5 Asymp. Sig. ont . Kruskal Walls Test . Grouping Variable: pertakuan ANOVA Within Groups Total 5 Lanjutan Lampiran 3. Post Hoc Tests matte Comparcons Dependent Verb: ata uy 8D ovtrence 25% Codecs tena | getisen _ ptien ny a ioe Gowna | Uap Sane e180 2 ‘2 se oa 1a terse “ 4 228 sore ets ra ‘a so 1st “ Ueist “0 2 28 4 st TOAST TaROET a a — 7 iat toe180 13 “ 4 07602 228 inoes “0 © 29 14 4 ints s ” ee 1 148 TST ORGS 7 = =e a ist ‘oet60 1 ° a 0 260 ots ry * se oa 14 akteo a ° 27 os 20 inset 2 2 ne. wa ie TRIS oREST 2 a = is = 80 o ° 2 oe 181 ais: “a eo 8 Ast ist ce ° a7 2a 2 LRist 2 ao = a8 101 LRT TORGST Saree = To 1 ast = 2 od = nos: on ° “o a "Therion afeee ls spacntahe Seal Homogeneous Subsets tekstur Tukey HS * ‘Subset for alpha = 05, perakuan N 4 2 780 3 oss Liktso 30 720 720 Likisi 20 733 733 LoKos1 30 740 740 LoKist 30 787 787 LiKost 30 8.07 Sig. 54 257 “Means for groups in homogeneous subsets are displayed. 4. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. 6 3% 2% 1% 0% Ulangan 2 10 ul 12 Panelis 13 14 3% [1% | 2% - ‘Ulangan 1 0% 10 i 12 13. Panelis Lampiran 4, Data Mentah Uji Organoleptik Penelitian Utama (a) Penampakan 15 17 19 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata__| 6,23 [6,40 [5,475.07 14 15 18 19. 20 21 27 28 29 30. Rata-rata_| 6,33 | 6,53 | 5,67 | 5.27 22, 23 24 25 26 7 Ulangan 2 10 ul B 14 15. 16 7 3% 2% 1% Ulangan 1 0% 9 7 Panelis 10 ul 12 B 14 15 Lanjutan Lampiran 4. (b) Aroma 6,40 [5,47 [5,07 20 21 22 23 24 25 2 30 [Rata-rata | 6,23 7,00 | 6,73 | 5,93 9 9 16 17 8 19 20 21 22 23 24 25 26 28 29 |___30 Rata-rata_| 7,33, 78 3% 1% | 2% Ulangan 2 0% Panelis 30 Rata-rata | 6,93 | 6.47 | 6,20 | 5,60 21 2 23 24 25 26 27, 28 29. 3% Z| 1% | 2% Ulangan 1 0% Panelis Lanjutan Lampiran 4. (©) Rasa Ratacrata | 6,60 | 5,67 | 5.47 [5,33 | Lanjutan Lampiran 4. (d) Tekstur Ulangan 2 Ulangan 1 3% 2% 1% 0% Panelis 10 i 12 13 14 15 16 17. 13, 19. 20 2 24 25 27 28 29 30 Rata-rata | 7,60 | 6,67 | 6,47 | 7,47 3% wl o 2% 1% 0% 7,40 | 6,87 | 6,60 | 5,47 Panelis 10 it 12 B 14 15 16. 7 18 19 22 23 24 25 26 27 29, 30 Rata-rata 21 80 Lampiran 5. Uji Kruskal Wallis dan Multiple Comparisson Penelitian Utama (a) Penampakan Ulangan 1 NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks penampaken [| N | Mean Rank 65.40 70.13 56.17 50.30 Test Statistics” perlakuan [crSqare 1 6.436 df 3 Asymp. Sig. 92 ~. Kruskal Walls Test b. Grouping Variable: penampakan Oneway “ANOVA wfakuan ‘Sum of Sauares | __at __| Mean Square |__F- Sig Between Groups | 31.083 3 10.344 | 2270 “ea within Groups | 528.667 116 4557 Total 559.700 19 Ulangan 2 NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks ynampakan Mean Rank pertakuan 110 3 70.20 1 30 53.00 412 30 51.20 113 30 67.50 Total 0) Test Statistics” perlakuan Ch-Square @.13t of 3 Asymp. Sig 043, Kruskal Wallis Test ». Grouping Variable: penampakan 81 Oneway anova setiaon Savor sae | a | wemneaue |r se aT ESO 3 Sos | 30 a vt rou size00 ne as Tea sri 700 ii (b) Aroma Ulangan 1 NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks ‘aroma [__N_ | Mean Rank periakuan 170 30 73.68 Tr 30 65.30 112 30 59.20 113 30 43.82 Total 120 | Ch-Square | at Asymp. Sig. @. Kruskal Wallis Test . Grouping Variable: aroma Oneway ANOVA, periauan ‘Sum of Squares of Mean Square F Sig. Bakwaan Groups | 32.100 z 0.700 | 4487 5 Within Groups | 276.400 116 2.383 Total 308.500. 419 82 Post Hoc Tests 83 Multiple Comparisons Dependent Variable: pertakuan Tukey HSD Mean Difference 195% Confidence Interval () aroma__(J) aroma. (rs) Sid.Eror| Sig. | Lower Bound 110 717 B 40 87 ~Tt 1.37 112 60 40 438 44 1.64 113 1.40" 40 004 36 2.44 Tit 110 ~33 40 837 4.37 a 112 27 40 909 “17 1.31 113 4.07" 40, o42 | 2.776-02 2a 112 110 ~60 40 438 “164 a 1 “27 40 908 131 7 113 80 40 494 -24 1.84 113 710 40 004 “24d ~36 14 40 042 211 | 2778-02 412 40 194 1.84 24 “The mean difference is significant at the .05 level Homogencous Subsets Tukey HS" perlakuan ‘Subset for alpha = 05 4 2 5S 673 673 7.00 7.33 191 438 ‘Means for groups in homogeneous subsets are displayed. ‘a. Uses Harmonic Mean Sample Size = .000. Ulangan 2 NPar Tests, Kruskal-Wallis Test Ranks Hfean Rank| Test Statistic?” perlakuan ChrSquare 4.082 of 3 Asymp. Sig. 253 ‘. Kruskal Wallis Test . Grouping Variable: aroma Oneway ANOVA porfokuan ‘SamoF sqvares_| ot _| Mean Square sin Bamraen CUS 3689 z 2878 aT a Within Groups 300.867 116 3300 “otal 392.500 110 (©) Rasa ‘Ulangan 1 NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks ‘ean Rank peranan 75.18 1 30 58.10 42 30 5478 113 30 53.903 Total 120 @ Kruskal Walis Test ©. Grouping Variabie: rasa ‘Oneway ‘ANovA pevakuan at | Mean square | _F Sig. | Between Groupe 3 ‘S820 | 2779 ae Within Groups 116 3621 Tota +19 85 86. Ulangan 2 NPar Tests Kruskal-Wallis Test ‘Mean Rank 7137 62,00 58.30 50.33, Asymp. Sig. 999 . Kruskal Wallis Test . Grouping Variable: rasa Oneway ANOVA perlakuan ‘Sum of, | | Squares | _at | Mean Square | F- Sig Between Groups | 27.867 3 9.280 | 2.308 O72 Within Groups | 449.333 116 3.874 Total 477.200 119 87 Post Hoc Tests ‘Multiple Comparisons Dependent Variable: periakuan 95% Confidence Interval ig. | Lower Bound | Upper Bound. 7 75 ~86 178 ATS -59 2.06 048 | __ 8.69E-03 2.66 785 “179 86 953 1.08 1.59 326 46 2.19 12110 =73 51 a5 “2.06 58 114 20 51 953 1.59 1.06 113 60. 51 640 272 1.92 13 170 ae 5 048 “266 | -B.89E-03 41 -87 51 326 249 46 412. -60 51 540 1.92 72 *. The mean difference is significant at the .05 level. Homogeneous Subsets perlakuan Tukey HST Subset for alpha N 4 2 30 360 go} 620] 6.20 so| ear 6.47 30 693 326 475, ‘Means for groups in homogeneous subsets are displayed. . Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. (d) Tekstur Ulangan 1 ‘NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks Mean Rank ‘@. Kruskal Wallis Test . Grouping Variable: tekstur ‘Oneway ‘ANOVA pettakuan ‘Sum of Squares _| af | Mean Square | __F ween Groups | 84667 3 Zena | S587 “000 Within Groups | 941.933 116 2.943 Total 428.000 119 Post Hoc Tests 89 Multipte Comparisons Dependent Veriable: pertakuan Tukey HSD Mean Diference 95% Confidence interval (ptekstur_()tekstur| (i) | Std Ewor | sig. [Tower Bound | Upper Bound 110 aT Bs aa oS ~62 1.69 112 £0 44 276 +35 1.95 413 227 44 000 414 3.42 TH 110 ~53 ery 25 “1.88 2 12 27 44 931 -89 1.42 113 473+ 44 004 58 2.09 2 110 ~80 ey 276 185 35 141 “2 44 931 1.42 89 113 sar 44 07 3 282 13 110 22r 4a 000 342 “it 1M 173" 44 00% 288 ~58 412 147" 46 07 262 -31 *. The mean difference is significant at the .05 level. Homogeneous Subsets perlakuan Tukey HSC" Sig. ‘Subset for alpha = .05 1 ais 4,000 2 6.80 6.87 7.40 276 ‘Means for groups in homogeneous subsets are displayed, 4. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000. Ulangan 2 NPar Tests Kruskal-Wallis Test Ranks Test Statistics” ‘. Kruskal Walls Test . Grouping Variable: tekstur ‘Oneway ‘ANOVA pertakuan ‘Sum of Squares_|__ of __| Mean Square |__F. Sia Boween Groups | 28.900 3 9633 | 3260 ona Within Groups | 942.800 16 2.955 Total 371.700 119 mn Lampiran 6. Gambar Cone Es Krim

You might also like