Professional Documents
Culture Documents
BRONKITIS AKUT
2.1. Definisi
Bronkitis akut merupakan proses radang akut pada mukosa bronkus
berserta cabang cabangnya yang disertai dengan gejala batuk dengan atau tanpa
sputum yang dapat berlangsung sampai 3 minggu. Tidak dijumpai kelainan
radiologi pada bronkitis akut. Gejala batuk pada bronkitis akut harus dipastikan
tidak berasal dari penyakit saluran pernapasan lainnya. (Gonzales R, Sande M,
2008).
Infeksi
bakteri
Bordatella
pertussis,
Bordatella
parapertussis,
Jamur
Penyebab bronkitis akut yang paling sering adalah infeksi virus yakni sebanyak
90% sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar < 10% (Jonsson J, Sigurdsson J,
Kristonsson K, et al, 2008).,
2.3. Anatomi dan Fisiologi
2.3.1. Anatomi
Bronkitis akut terjadi pada bronkus dan cabang cabangnya, oleh karena
itu perlu diketahui terlebih dahulu anatomi dan fisiologi dari saluran pernapasan.
Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri akan
bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini
berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung
alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm.
Bronkiolus tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos
sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini
disebut saluran penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke
tempat pertukaran gas terjadi ( Wilson LM, 2006).
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari
paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus
alveolaris terminalis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki
diameter 0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea
sampai sakkus alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di
dekatnya oleh septum. Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang
memungkinkan komunikasi antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun
-4-
jika seluruh alveolus yang berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas
satu lapangan tenis ( Wilson LM, 2006).
tepi
lateral
batas
trachea
dan
bronkus
terdapat
lymphonodus
lymphonodus
tracheobronchialis
inferior.
Bronkus
memperoleh
-6-
2.3.2. Fisiologi
2.3.2.1.
-7-
-9-
pasti, karena biasanya ditemukan pula infeksi virus atau terjadi infeksi campuran
(Sidney S. Braman, 2006).
Pada kasus eksaserbasi akut dari bronkitis kronik, terdapat bukti klinis
bahwa bakteri bakteri seperti Streptococcus pneumoniae, Moraxella catarrhalis
dan Haemophilus influenzae mempunyai peranan dalam timbulnya gejala batuk
dan produksi sputum. Namun begitu, kasus eksaserbasi akut bronkitis kronik
merupakan suatu kasus yang berbeda dengan bronkitis akut, karena ketiga bakteri
tersebut dapat mendiami saluran pernapasan atas dan keberadaan mereka dalam
sputum dapat berupa suatu koloni bakteri dan ini bukan merupakan tanda infeksi
akut (Sidney S. Braman, 2006).
Penyebab batuk pada bronkitis akut tanpa komplikasi bisa dari berbagai
penyebab dan biasanya bermula akibat cedera pada mukosa bronkus. Pada
keadaan normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary
defence, yaitu sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari.
Pada pasien dengan bronkhitis akut, sistem mucocilliary defence paru-paru
mengalami kerusakan sehingga lebih mudah terserang infeksi. Ketika infeksi
timbul, akan terjadi pengeluaran mediator inflamasi yang mengakibatkan kelenjar
mukus menjadi hipertropi dan hiperplasia (ukuran membesar dan jumlah
bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. Infeksi juga menyebabkan
dinding bronkhial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali ketebalan
normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya mukus kental dari dinding
bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak akan
menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkhus akan mengobstruksi jalan napas
terutama selama ekspirasi (Gambar 4) .Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps
dan udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru.. Pasien mengalami
kekurangan 02, iaringan dan ratio ventilasi perfusi abnormal timbul, di mana
terjadi penurunan PO2 Kerusakan ventilasi juga dapat meningkatkan nilai
PCO,sehingga pasien terlihat sianosis (Melbye H, Kongerud J, Vorland L, 2009).
Pada bronkitis akut akibat infeksi virus, pasien dapat mengalami reduksi
nilai volume ekspirasi paksa dalam 1 detik (FEV1) yang reversibel. Sedangkan
-10-
Demam,
Sesak napas,
-11-
saluran respiratori seperti rhinitis dan faringitis. Batuk biasanya muncul 3 4 hari
setelah rhinitis. Batuk pada mulanya keras dan kering, kemudian seringkali
berkembang menjadi batuk lepas yang ringan dan produktif. Karena anak anak
biasanya tidak membuang lendir tapi menelannya, maka dapat terjadi gejala
muntah pada saat batuk keras dan memuncak. Pada anak yang lebih besar,
keluhan utama dapat berupa produksi sputum dengan batuk serta nyeri dada pada
keadaaan yang lebih berat.
Karena bronchitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan
dapat membaik sendiri, maka proses patologis yang terjadi masih belum diketahui
secara jelasa karena kurangnya ketersediaanjaringan untuk pemeriksaan. Yang
diketahui adalah adanya peningkatan aktivitas kelenjar mucus dan terjadinya
deskuamasi sel sel epitel bersilia. Adanya infiltrasi leukosit PMN ke dalam
dinding serta lumen saluran respiratori menyebabkan sekresi tampak purulen.
Akan tetapi karena migrasi leukosit ini merupakan reaksi nonspesifik terhadap
kerusakan jalan napas, maka sputum yang purulen tidak harus menunjukkan
adanya superinfeksi bakteri.
Pemeriksaan auskultasi dada biasanya tidak khas pada stadium awal.
Seiring perkembangan dan progresivitas batuk, dapat terdengar berbagai macam
ronki, suara napas yang berat dan kasar, wheezing ataupun suara kombinasi. Hasil
pemeriksaan radiologist biasanya normal atau didapatkan corakan bronchial. Pada
umumnya gejala akan menghilang dalam 10 -14 hari. Bila tanda tanda klinis
menetap hingga 2 3 minggu, perlu dicurigai adanya infeksi kronis. Selain itu
dapat pula terjadi infeksi sekunder.
TAMBAHAN: Sebagian besar terapi bronchitis akut viral bersifat
suportif. Pada kenyataannya rhinitis dapat sembuh tanpa pengobatan sama sekali.
Istirahat yang cukup, masukan cairan yang adekuat serta pemberian asetaminofen
dalam keadaan demam bila perlu, sudah mencukupi untuk beberapa kasus.
Antibiotik sebaiknya hanya digunakan bila dicurigai adanya infeksi bakteri atau
-12-
-13-
suatu
penelitian
terdapat
metode
untuk
menyingkirkan
memiliki gejala yang serupa, maka satu satunya alat diagnostik adalah dengan
mengevaluasi bronkitis akut tersebut, apakah merupakan suatu penyakit tersendiri
atau merupakan awal dari penyakit kronik seperti asma. (Sidney S. Braman,
2006).
Bronkitis akut merupakan penyakit saluran pernapasan yang dapat sembuh
sendiri dan bila batuk lebih dari 3 minggu maka diagnosis diferensial lainnya
harus dipikirkan. Pasien dengan riwayat penyakit paru kronik sebelumnya seperti
bronkitis kronik, PPOK dan bronkiektasis, pasien dengan gagal jantung dan
dengan gangguan sistem imun seperti AIDS atau sedang dalam kemoterapi,
merupakan kelompok yang beresiko tinggi terkena bronkitis akut dan dalam hal
ini kelompok tersebut merupakan pengecualian. (Sidney S. Braman, 2006).
2.8. Tatalaksana
Suatu studi penelitian menyebutkan bahwa beberapa pasien dengan
bronkitis akut sering mendapatkan terapi yang tidak tepat dan gejala batuk yang
mereka derita seringkali berasal dari asma akut, eksaserbasi akut bronkitis kronik
atau common cold. Beberapa penelitian menyebutkan terapi untuk bronkitis akut
hanya untuk meringankan gejala klinis saja dan tidak perlu pemberian antibiotik
dikarenakan penyakit ini disebabkan oleh virus (Sidney S. Braman, 2006).
2.8.1. Pemberian antibiotik
Beberapa studi menyebutkan, bahwa sekitar 65 80 % pasien dengan
bronkitis akut menerima terapi antibiotik meskipun seperti telah diketahui bahwa
pemberian antibiotik sendiri tidak efektif (Linder J, Sim I, 2007). Pasien dengan
usia tua paling sering menerima antibiotik dan sekitar sebagian dari mereka
menerima terapi antibiotik dengan spektrum luas (Steinman M, Sauaia A, Masseli
J, et al. 2006).Tren pemberian antibiotik spektrum luas juga dapat dijumpai di
praktek dokter dokter pada umumnya (Steinman M, Landefeld C, Gonzales R,
2008).
Pada pasien bronkitis akut yang mempunyai kebiasaan merokok, sekitar
90% menerima antibiotik, dimana sampai saat ini belum ada bukti klinis yang
-16-
menunjukkan bahwa pasien bronkitis akut yang merokok dan tidak mempunyai
riwayat PPOK lebih perlu diberikan antibiotik dibandingkan dengan pasien
dengan bronkitis akut yang tidak merokok. Terdapat beberapa penelitian
mengenai kegunaan antibiotik terhadap pengurangan lama batuk dan tingkat
keparahan batuk pada bronkitis akut. Rangkuman penelitian dapat dilihat pada
Tabel 1 (Sidney S. Braman, 2006).
Kesimpulan dari beberapa penelitian itu adalah pemberian antibiotik
sebenarnya tidak bermanfaat pada bronkitis akut karena penyakit ini disebabkan
oleh virus (GonzalesR, Brrtlett J, Besser R,et al, 2009). Dalam praktek dokter di
klinik, banyak pasien dengan bronkitis akut yang minta diberikan antibiotik dan
sebaiknya hal ini ditangani dengan memberikan penjelasan mengenai tidak
perlunya penggunaan obat tersebut dan justru pemberian antibiotik yang
berlebihan dapat meningkatkan kekebalan kuman (resistensi) terhadap antibiotik
(Snow V, Mottur-Pilson C, Gonzales R, 2009).
Namun begitu, penggunaan antibiotik diperlukan pada pasien bronkitis
akut yang dicurigai atau telah dipastikan diakibatkan oleh infeksi bakteri pertusis
atau seiring masa perjalanan penyakit terdapat perubahan warna sputum.
Pengobatan dengan eritromisin (atau dengan trimetroprim/sulfametoksazol bila
makrolid tidak dapat diberikan) dalam hal ini diperbolehkan. Pasien juga
dianjurkan untuk dirawat dalam ruang isolasi selama 5 hari (Sidney S. Braman,
2006).
2.8.2. Bronkodilator
Dalam suatu studi penelitian dari Cochrane, penggunaan bronkodilator
tidak direkomendasikan sebagai terapi untuk bronkitis akut tanpa komplikasi.
Ringkasan statistik dari penelitian Cochrane tidak menegaskan adanya
keuntungan dari penggunaan -agonists oral maupun dalam mengurangi gejala
batuk pada pasien dengan bronkhitis akut (Hueston WJ, 2008).
Namun, pada kelompok subgrup dari penelitian ini yakni pasien bronkhitis akut
dengan gejala obstruksi saluran napas dan terdapat wheezing, penggunaan
bronkodilator justru mempunyai nilai kegunaan.Efek samping dari penggunaan -
-17-
agonists antara lain, tremor, gelisah dan tangan gemetar (Smucny J, Flynn C,
Becker L, et al, 2007). Penggunaan antikolinergik oral untuk meringankan gejala
batuk pada bronkitis akut sampai saat ini belum diteliti dan oleh karena itu tidak
dianjurkan (Sidney S. Braman, 2006).
2.8.3. Antitusif
Penggunaan codein atau dekstrometorphan untuk mengurangi frekuensi
batuk dan perburukannya pada pasien bronkitis akut sampai saat ini belum diteliti
secara sistematis. Dikarenakan pada penelitian sebelumnya, penggunaan kedua
obat tersebut terbukti efektif untuk mengurangi gejala batuk untuk pasien dengan
bronkitis kronik, maka penggunaan pada bronkitis akut diperkirakan memiliki
nilai kegunaan. Suatu penelitian mengenai penggunaan kedua obat tersebut untuk
mengurangi gejala batuk pada common cold dan penyakit saluran napas akibat
virus, menunjukkan hasil yang beragam dan tidak direkomendasikan untuk sering
digunakan dalam praktek keseharian (Lee P, Jawad M, Eccles R, 2008)
Namun, beberapa studi menunjukkan bahwa kedua obat ini juga efektif
dalam menurunkan frekuensi batuk per harinya. Dalam suatu penelitian, sebanyak
710 orang dewasa dengan infeksi saluran pernapasan atas dan gejala batuk, secara
acak diberikan dosis tunggal 30 mg Dekstromethorpan hydrobromide atau
placebo dan gejala batuk kemudian di analisa secara objektif menggunakan
rekaman batuk secara berkelanjutan. Hasilnya menunjukkan bahwa batuk
berkurang dalam periode 4 jam pengamatan (Pavesi L, Subburaj S, Porter Shaw
K, 2009).
Dikarenakan pada penelitian ini disebutkan bahwa gejala batuk lebih
banyak berasal dari bronkitis akut, maka penggunaan antitusif sebagai terapi
empiris untuk batuk pada bronkitis akut dapat digunakan (Sidney S. Braman,
2006).
-18-
-19-
-20-
-21-
BAB III
SIMPULAN
Bronkitis akut adalah peradangan akut pada bronkus dan cabangcabangnya, yang disebabkan sebagian besar oleh virus dan mengakibatkan
terjadinya edema dan pembentukan mukus. Gejala yang paling menonjol adalah
batuk dengan atau tanpa sputum, berlangsung tidak lebih dari 2 minggu. Untuk
menegakkan diagnosis dari penyakit ini harus disingkirkan kemungkinan adanya
penyakit pernapasan lainnya seperti pneumonia, common cold, asma akut,
eksaserbasi akut bronkitis kronik dan PPOK.
Pada penatalaksanaan bronkitis akut, antibiotik diperbolehkan bila
dicurigai penyebabnya adalah bakteri. Pemberian bronkodilator diperbolehkan
bila gejala batuk berbarengan dengan asma. Pemberian agen mukolitik tidak
direkomendasikan dan pemberian antitusif dengan Dekstrometorphan Hbr terbukti
dapat menekan gejala batuk.
-22-
DAFTAR PUSTAKA
1. Boldy D, Skidmore S, Ayeres J. Acute bronchitis in the community: clinical
features, infective factors, changes in pulmonary function and bronchial
reactivity to histamine. Respir Med 1990; 84:377385.
2. Fahy JV,Dickey BF. Review Artikel Airway Mucus Function and Dysfunction.
New England of Jurnal Medicine. Vol 363. No.23. Dec 2, 2010. Diunduh dari
www.nejm.org pada tanggal 6 mei 2011.
3. Gonzales R, Sande M. Uncomplicated acute bronchitis. Ann Intern Med 2008;
133: 981991
4. GonzalesR, Brrtlett J, Besser R,et al. Principles of appropriate antibiotic use
for treatment of uncomplicated acute bronchitis: background. Ann Intern Med
2009; 134:521529
5. Gonzales R, Wilson A, Crane L, et al. Whats in a name? Public knowledge,
attitude and experiences with antibiotic use for acute bronchitis. Am J Med
2009; 108:8385
6. Hassan I. Bronchitis. Last update December,8 2006. Diunduh dari
www.emedicine.com pada tanggal 6 mei 2011.
7. Hueston WJ.Albuterol delivered by metered-dose inhaler to treat acute
bronchitis. J Fam Pract. 2008; 39:437440.
8. Jonsson J, Sigurdsson J, Kristonsson K, et al. Acute bronchitis in adults.How
close do we come to its aetiology in generalpractice? Scand J Prim Health
Care. 2008; 15:156160
9. Luhulima JW. Trachea dan Bronchus. Diktat Anatomi Systema Respiratorius.
Bagian Anatomi FKUH. Makassar. 2004. hal 13-14.
-23-
and
emergency
departments,
United
States,
2008.
-24-
-25-