You are on page 1of 10
— JURNAL rau HUKUM ANIVERSITAS MUAMIADIYAR i Perlindungan Hukum Pewaralaba alam Rangka EMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA eh: DR, Aref Wisnu Wardhana, SH.M.Hum, i ASPEK HUKUM STANDARD CONTRACT ‘Oleh : Hj, Yuliar Komariah, SH. MH. Penerapan Good Corporate Governance Dan Pengaturan Sistem Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Dalam Peraturan Bank Indonesia (eh : Koosrin Nawawie A, SH, MH. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Masalah-masalah Lingkungan ‘leh Kalsah Hayatdn i ‘Urgensi Pemeriksaan Putusan-putusan Pengadilan nae Kontroversial Oleh Majelis ‘ksaminasi Publ 2h Abdul Lat Mahfuz, SH, Mo, Upaya Dan Kendala Pengrajin Songket “Dalam Melakukan Perlindungan Terhadap “Motif Songket Di Kota Palembang ‘Oleh : Kumniati, SH., M. H. KEDUDUKAN BANK SYARIAH Dalam Sistem Perbankan Di Indonesia Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 veh: Rusnia, SE, SH, MH VARIA HUKUM SYARAT FORMIL DAN MATERIIL Pemberian Surat Kuasa Khusus Dalam Perkara Perdata Oleh : Mona Wulandari, SH. MH. Peranan Saksi Dalam Pemeriksan Perkara Pidana Di Pengadilan Negeri Oleh : Hj Susiana Kili, SH., MH. vee Perusahaan Agar Tenaga Kerja idak Melanggar Rahasia bagang Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 2000 leh : Mulyad, SH., Mi PERTIMBANGAN HAKIM Terhadap Putusan Perkara Perdata ksanakan Terlebih Dahulu PELAKSANAAN PEMBAYARAN UANG PAKSA ({DWANGSOM) Dalam Eksekusi Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara leh : Drs. Edy Kastro, M.Hum. KEGUNAAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DALAM MEMBANTU MENGUNGKAPKAN PERISTIWA PIDANA Oleh: Sx Wahyuningsi, SH, MH PEDOMAN PENULISAN ee @A VARIA HUKUM DAFTAR ISI 109 123 128 149 157 219 Perlindungan Hukum Pewaralaba Dalam Rangka Peribangunan Ekonomi Indonesia Oleh : DR. Arief Wisnu Wardhana, SH.M.Hum. Aspek Hukum Standard Contract Oleh : Hj. Yuliar Komariah, SH., MH. Penerapan Good Corporate Governance Dan Pengaturan Sistem’ Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Dalam Peraturan Bank Indonesia © ~ Oleh : Koesrin Nawawie A., SH., MH. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Masalah-masalah Lingkungan Oleh : Khalisah Hayatuddin Urgensi Pemeriksaan Putusan-putusan Pengadilan Yang Kontroversial Oleh Majelis Eksaminasi Publik leh : Abdul Latif Mahfuz, Sh. M.Kn. Upaya Dan Kendala Pengrajin Songket Dalam Melakukan Perlindungan Tethadap Motif Songket Di Kota Palembang Oleh : Kumiati, SH., M. H Kedudukan Bank Syariah Dalam Sistem Perbankan Di Indonesia Berdasarkan. Undang- tundang Nomor 10 Tahun 1998 Oleh : RUSNIATI, SE, SH., MH. ‘Syarat Formil Dan Materil Pemberian Surat Kuasa Khusus Dalam Perkara Perdata ‘Oleh : MONA WULANDARI, SH., MH. Peranan Saksi Dalam Pemeriksan Perkara Pidana Di Pengadiian Negeri Oleh : HJ SUSIANA KIFLI, SH., MH. Upaya Perusahaan Agar Tenaga Kerja Tidak Melanggar Rahasia Dagang Meni Undang-undang No. 30 Tahun 2000 leh : MULYADI, SH., MH. Pertimbangan Hakim Terhadap Putusan Perkara Perdata Yang Dapat Dilaksanakan Terlebih Dahulu Oleh : JONANI, SH., MH. Pelaksanaan Pembayaran Uang Paksa (wanasom) Dalam Eksekusi Putusen Pengaaitan Tata Usaha Negara Oleh: Drs. Edy Kast, M.Hum. Kegunaan limu Kedokteran Forensik Dalam Membantu Mengungkapkan Periswa Pidana f Oleh : Sri Wahyuningsih, SH., MH. Pedoman Penulisan [ disi No. XXX Tahun XXIV Septem to 2013 KEGUNAAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK : DALAM MEMBANTU MENGUNGKAPKAN ( PERISTIWA PIDANA Oleh : Sri Wahyuningsih, SH., MH.’ ABSTRAK Berdasarkan hasil penelitian kegunaan visum et repertum adalah sebagai alat bukti sah, sebagaimana alat bukti yang diatur dalam KUHAP pasal 184, dan ‘ dapat membantu proses peradilan, dalam mengungkapkan peristiwa pidana yang menyangkut kerusakan tubuh, kesehatan serta nyawa manusia, supaya asus tersebut menjadi jelas dan terang, sehingga hakim yakin dan lancar dalam menjalankan putusannya..Adapun kekuatan hukum visum et repertum + sebagai alat bukti dalam forum peradilan adalah sebagai alat bukti yang sah sepanjang hakim yakin akan kebenarannya, dalam arti visum et repertum dapat mengikat hakim dalam proses peradilan, sepanjang visum et repertum tersebut, bersesuain dengan bukti-bukti lain, sehingga berdasarkan fakta ke disertai alat bukti yang cukup, maka menurut hukum bahwa terdakwa itu secara sah dan meyakinkan terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan padanya tersebut, dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum. PENDAHULUAN Dalam melakuikan kejahatannya, pelaku tindak kekerasan atau kejahatan, berusaha sedemikian rupa agar tidak meninggalkan bukti-bukti, dengan harapan para penyidik tidak dapat melacak perbuatannya. Kriminalistik sebagai gabungan dari imu kedokteran forensic, kimia forensic dan ilmu alam forensic yang mempelajari bukti mati (Fhysical evidence), : bertujuan agar bukti-bukti mati tersebut dapat dianalisa dan ditransfer menjaci alat-alat E bukti dalam rangka penyelesaian suatu perkara pidana” yang dalam pengungkapan kasus kejahatan tersebut tentunya mendapatkan dukungan dari _ilmu kedokteran forensik, yang lebih dititik beratkan pada fungsi atau peranan ilmu kedokteran forensik , Menurut Sudney Smith, yang dimaksud dengan ilmu kedokteran kehakiman adalah " forensic medicine ™ defined as body of medical and paramedical scientific knowlodge which may of s=n¥ administration of the law." Dalam hal peranan ilmu kedokteran forensik ters : tentunya yang berperan disini adalah seorang dokter ahli dalam bidangnye, yens © untuk melakukan tucasnya sebagai seorang dokter ahii dalam meneliti suatu kesus #=fenetan dengan melakukan pemeriksaan baik luar maupun dalam (autopsi medicolessi tm! Juga 1. Dosen Tetap Yayasan pa ss PGRIPalembang 40. Musa Perdana. Bat -dokteran forensic, Gali n 7) xx Tahun XXIV Sepi 2013 41, R-Atang Ra 1 Kedokteran Kehakiman 7 VARIA HUKUM dikarenakan seringkali terjadinya kekeliruan di dalam memidana seseorang yang ternyata bukan pelaku kejahatan. Untuk mengatasi hal tersebut agar tidak terjadi kekeliruan besar, maka melalui upaya para abli-ahii dibidang hukum dan kejahatan, berusaha keras untuk melindungi dan menyelamatkan individu dalam masyarakat, yang dalam mekanismenya mendapatkan konstribusidariilmu kedokteran forensic Kapolri pada tanggal 19 September 1975 mengeluarkan inistruksi dengan nomor INS/ E/ 20/ 1X/ 1975, yang isinya antara lain menyebutkan bahwa visum et revertum atas ‘mayat harus didasarkan pada autopsi medicolegal, dan tidak dibenarkan lagi permintaan visum et repertum tanpa pemeriksaan dalam, karena dari autopsi medicolegal dapat Giketahui penyebab kematian sesorang.® Bantuan dari ilmu kedokteran forensik ini diharapkan dapat memberikan bahan kepada aparat penegak hukum, untuk dapat ‘memberikan hasil yang maksimal pada pihak peradilan serta dapat di pertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa ‘Adapun tugas ilmu kedokteran kehakiman adalah : Membantu para petugas kepolisian dan kejaksaan khususnya serta kehakiman (peradilan ) umumnya terutama dalam hal menghadapi suatu kasus perkara yang menyangkut pengrusakan tubuh, Kesehatan serta nyawa manusia supaya kasus perkara tersebut menjadi jelas dan terang sehingga hakim akan yakin dan lancar dalam menjatuhkan keputusannya.” Dalam penjelasan ini akan kita ketahui bahwa ilmu kedokteran kehakiman atau ssekarang yang disebut dengan ilmu kedokteran forensik mempunyai sumbangan yang begitu besar dalam membantu pihak penyidik maupun peradilan dalam rangka membuat Jelas suatu kasus, sehingga diharapkan dapat memberikan suatu kebenaran dan keadilan bagi masyarakat, khususnya pihak korban itu sendiri. Ketentuan yang mengatur tentang ilmu kedokteran kehakiman adalah Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981.L. N. 1982 nomor 76 tentang hukum acara pidana. Adapun pasal-pasal yang mengatur yaitu : Pasal 1, pasal 120, pasal 133, pasal 135, pasal 136, pasal 179, pasal 180, pasal 224, Pasal 222, pasal 224 kitab Undang Hukum Acara Pidana. Dapat kita tinjau kembali pengertian dari imu kedokteran kehakiman atau lebih dikenal sekarang dengan ilmu kedokteran forensik adalah ilmu yang menggunakan Pengetahuan ilmu kedokteran untuk membantu Proses peradilan, yaitu pelayanan pada Penegak hukum dimana nantinya akan berperan pada proses peradilan. Bagaimana kegunaan visum et repertum untuk mengungkap suatu perkara pidana dan bagaimanakah kekuatan hukum visum revertum sebagai lat bukti dalam forum pengadilan. F. Metode Penelitian 1. Pendekatan masalah Pembahasan permasalahan yang penulis sampaikan pada penelitian ini adalah Penelitian hukum, maksudnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan metode, sistimatika dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya” .Berkaitan dengan 42. Djoko Prakoso dan | ke'ut Murtika, Dasa-DasarImukedokterankehakiman,BinaAksara Jakarta 188” hal 123, 43. RAtang Ranoehario.}\. Opeit, hal 10 44. Kadri usin, Mets Ps nelitian Hokum, Program pascasarjana Mtaisterlimu Hukum Univeristas Mu Palembanp. 200%. hal 16 Fdisi No. XXX Tahun XXIV Septe Lr 2013 Lia) VARIAHUKUM Zs] penelitian hukum diatas, maka dalam penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, maksudnya penelitian ini adalah menggali dan meneliti data sekunder, yang u terdiri peraturan-peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan diatas. : Penelitian ini menerapkan pendekatan yang bersifat yuridis normatif, dengan cara menelaah bahan pustaka berupa peraturan-peraturan, perundang-undangan, serta ketentuan-ketentuan yang berhubungan permasalahan yaity pada peranan ilmu kedokteran forensik, dalam hal proses pelaksanaan visum et repertum 2. Sumber DanJenis Data Dalam rangka penelitian, dimana penulis menggunakan penelitian hukum normatif yaitu pembuktian yang menitik beratkan pada pengkajian terhadap data sekunder yang diperoleh dati literatur-literatur maupun peraturan-peraturan dari norma yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam tersisini, meliputi : 1. Bahan hukum primer, yang berupa peraturan perundang-rundang yang berkaitan dengan kedokteran kehakiman. 2. Bahan hukum sekunder, berupa karya -karya ilmiah, bahan seminar, hasil penelitian sarjana berkaitan dengan ilmu kedokteran kehakiman dan media ’ massa (koran, bulletian dan majalah). 3. Bahan hukum tersier, berupa bahan hukum penunjang primer dan sekunder seperti ensiklopedia, Kamus bahasa, kamus hukum dan lain-lain. Untuk menunjang dari penelitian hukum normatif ini, penulis melakukan wawancara atau interview, guna mempertajam dan melengkapi bahan hukum primer a diatas, Dengan demikian sifat data tersebut hanya sebagai data penunjang. 3, Tekhnik Pengumpulan Data dan Pengolahan Data 1. Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan data studi kepustakaan, dengan cara penelusuran terhadap semua bahan yang sejalan dengan f permasalahan penulisan ini, dengan mengkaji hasil penelitian, mengutip, mencatat buku-buku, menelaah perundang-undangan yang berkaitan dengan permasalahan serta melakukan wawancara, sebagai pelengkap data sekunder, kepada pihak-pihak yang terkait. 2. Kepala Bidang Kedokteran Kesehatan kepolisian Sumatera Selatan : Data yang sudah terkumpul kemudian diolah dengan cara menetapkan dan mencatat items-items, memilih pasal-pasal yang yang memuat kaedah-kaedah hukum yang mengatur masalah peranan ilmu kedokteran forensik dalam membantu mengungkapkan peristiwa pidana, dalam batasan pelaksanaan visum et repertum. 4. Analisa Data Data yang sudah diolah dianalisis secara kualitatif, yaitu dengan menghubungkan kenyataan-kenyataan yang berlaku di masyarakat dengan teori hukum, peraturan- perundang-undangan dan asas-asas hukum. Dari analisis tersebut dapat diperoleh kesimpulan mengenai peranan ilmu kedokteran forensik yang nantinya akan menjadi bukti yang akurat dalam penentuan putusan hakim dalam pertanggung jawaban pidana, Edisi No. XXX Tahun XXIV September 2013 ' VARIA HUKUM HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti telah dijelaskan pada tinjauan pustaka, dikatakan bahwa ilmu kedokteran kehakiman berperan dalam hal menentukan hubungan kausalitas antara suatu perbuatan dengan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut, balk yang menimbulkan akibat fuka pada tubuh atau yang menimbulkan gangguan Kesehatan, atau yang menimbulkan matinya seseorang, dimana dari akibat tersebut patut diduga telah terjadi tindak pidana. Dalam peranannya dokter kehakiman sebagal ahli forensik melakukan pemeriksaannya, ssehingga dapat diketahui apakah luka, tidak sehatnya seseorang, atau, atau matinya orang ‘tersebut diakibatkan oleh akibat tindak pidana Atau tidak. Dalam hal menyelesaikan suatu proses hukum, kalau kita lihat dari peranan imu kedokteran forensik, dapat diambil batasan bahwa imu pengetahuan dalam hal imu pengetahuan hukum, tentunya sangat erat hubungan dengan ilmu pengetahuan lain yaitu iimu forensik. Sebelum mengarah keperanan ilmu kedokteran forensik yang lebih jauh lagi, terlebih dahulu akan diuraikan selintas mengenai ilmu forensik. Iimu pengetahuan forensik yang lebih dikenal dalam tekhnis pelaksanaannya, disebut dengan laboratorium forensik, merupakan salah satu bagian dari imu forensic, dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan tekhnologi, seperti ilmu pengetahuan kimia, fisika, ilmu biologi, ilmu tentang tulisan, ilmu tentang tanda tangan, ilmu peluru dan ilmu sidik jari. Kesemua imu pengetahuan ini merupakan bagian dar ilmu forensik dipakai dalam rangka penegakan hukum pidana yang dalam proses pelaksanaannya disebut dengan keterangan ahli. Dalam hubungannya dalam proses penegakan hukum pidana, dalam penyelesaian suatu perkara pidana, sangat berkaltan erat dengan pihak penyidik, dimana laboratorium forensik disini dibawah lingkup Mabes Polri yang dikenal dengan Reskrim, yang mempunyai tugas mendukung pihak penyidik dalam mengungkap perkara pidana. Ada tiga hal yang berhubungan dengan ilmu kedokteran forensik adalah : ilmu kimia, fiska dan ilmu biologi. Hubungan antara laboratorium forensik dengan ilmu kedokteran forensik adalah, bahwa ilmu kedokteran forensik adalah merupakan bagian dari ilmu forensik yang dalam proses pelaksanaannya adalah melalui visum et repertum, yang dari hasil visum et repertum tersebut dikirim kelaboratorium forensik, dari laboratorium ini dibuatkan berita acara untuk selanjutnya dikirimkan pada pihak penyidik untuk diteruskan ke tingkat proses peradilan. Visum et repertum disini meruipakan data awal penyidikan, dalam rangka pembuktian « ‘Adapun objek daripada laboratorium forensik adalah ; sebagai barang bukti, dan tempat kejadian perkara. Dapat disimpulkan bahwa laboratorium forensik merupakan pemanfaatan pengetahuan tekhnologi, dalam pengungkapan kasus pidana, sedangkan visum et repertum fnerupakan imformasi awal dan sangat berhubungan dengan laboratorium forensik. Dalam arti bahwa dengan visum et repertum saja tidak cukup, tapi harus ditunjang pembuktiannya dengan jlmu pengetahuan lain yang tergabung dalam ilmu forensik , karenia datam hal ini ‘semua hal yang bekenaan dengan ilmu pengetahuan tentunya sangat diperiukan, dalam rangka penegakan hukum pidana, dalam proses peradiian yang terangkum dalam satu uralan dari keterangan ali, yang termasuk didalammnya adalah visum et repertum yang tentunya sangat akurat sebagai bukti dengan ditambah bantuan ilmu pengetahuan lain tersebut- Dari proses pemeriksaan ilmu kedokteran forensik dapat diketahui atau di tentukan kapan saat terjadinya luka dan apakah luka tersebut dimaksud itu diakibatkan oleh tindak kejahatan , hal ini diperlukan alat bukti yang dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Kesemua ini merupakan sumbangan dari pengetahuan forensik, yang tidak hanya terbatas Edisi No. XXX Torn XXIV September 2013 VARIA HUKUM @2) pada hal tersebut diatas, melainkan menyangkut pula persoalan Kesehatan, nyawa Seseorang yang diakibatkan oleh kejahatan yang selanjutnya diterangkan oleh dokter, dan ‘akan bermanfaat bagi proses penyelesaian perkara pidana_. Kedokteran forensik merupakan jembatan antara ilmu kedokteran dan ilmu hukum, karena pelayanan yang diberikan oleh dokter disini dimaksudkan untuk memenuhi tujuan dari penegak hukum (penyidik ) agar mendapatkan keterangan ahii (alat bukti sah ) dalam proses peradilan nantinya. Dokter ahli forensik dapat memberikan bantuannya dalam hubungan dengan proses peradilan dalam hal: 1. Pemeriksaan di tempat kejadian perkara, biasanya dimintakan oleh pihak berwajib dalam hal dijumpai seseorang yang dalam keadaan meninggal dunia. Pemeriksaan oleh dokter ‘hii forensik ini akan sangat penting dalam hal menentukan jenis kematian dan sekaligus untuk menegaskan sebab-sebab kematian itu, yang dengan demikian akan sangat berguna bagi pihak berwajib untuk memproses atau tidaknya menurut hukum. Dalam kaitan ini dokter akan membuat visum et repertum sebelum jenazah dikuburkan. 2. Pemeriksaan terhadap korban yang Iuka olch ali forensik, dimaksudkan untuk mengetahui ada atau tidak nya penganiayaan, menentukan ada atau tidaknya kejahatan atau pelanggaran kesusilaan, untuk mengetahui umur seseorang dan untuk menentukan kepastian seeorang bayi yang meninggal dalam kandungan seorang ibu kesemuanya itu akan dijadikan landasan untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran terhadap pasal 352, 351, 285, 292, 342, 342, 288 dan 44 KUHPidana 3. Pemeriksaan mayat dalam hal pemeriksaan oleh ahli forensik dimaksudkan apakah ‘seseorang yang telah menjadi mayat tersebut, mati secara wajar atau sebaliknya. Atau juga terdapat kemunkinan sebelumnya telah terjadi penganiayaan yang menyebabkan matinya seseorang tersebut. Untuk menentukan sebab-sebab tentang kematian, maka dokter ahli forensik harus mengotopsi (membedah mayat tersebut). 4, Pemeriksaan korban yang telah dikubur, bukan hanya dimunkinkan terhadap korban kejahatan yang untuk menghilangkan jejaknya pelaku menguburnya secara diam-diam. ‘Akan tetapi mencakup seseorang yang dikubur secara biasa sementara untuk kepentingan pemeriksaan pada sidang pengadilan hakim meminta visum et repertum terhadap mayat tersebut. 5, Pemeriksaan barang bukti, dalam kaitan ini barang bukti yang dimaksud adalah barang bukti, yang apabila dilihat dengan mata telanjang sulit untuk membuktikan siapekah sesungguhnya yang mempunyai barang-barang terscbut. Seperti rambut, sperma, dareh Kesemuanya itu merupakan barang bukti yang mesti ditelitii oleh ahli forensik untuk kepentingan pembuktian. 6. Memberikan kesaksian dalam sidang pengadilan, dalam kaitan ini apa yang diucapkan oleh (ahi forensik ) akan dikategorikan sebagai keterangan abli. Dapat kita ketahui pula tentang ketentuan pasal 184 ayat (1) KUHAP, ma bukti yang sah adalah : a) keterangan saksi, b) keterangan ahll, c) surat, d) petuos keterangan terdakwa Dilihat dari segi peristiwa kejahatannya, peranan ilmu kedokteren Senskiman dipertukan dalam kasus-kasus seperti pembunuhen, penganiayaan, perossen dan perzinahan 2X Tahun KAIV September 2 » 4 VARIA HUKUM Dalam rangka mengungkapkan kejadian-kejadian seperti yang diuraikan diatas, maka bantuan dokter dengan pengetahuan ilmu kedokteran kehakiman yang dimilikinya mutlak diperlukan. Apabila pada suatu waktu, dokter yang memiliki keahlian seperti yang disebutkan diatas diminta untuk memberikan keterangan dalam perkara pidana, maka ia wajib memeberikan keterangan tersebut, Ketentuan yang mengatur tentang kewajiban tersebut adalah pasal 179 KUHAP yang berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap orang yang diminta pendapat sebagai ali kedokteran kehakiman atau dokter atau ahiilainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan (2) Semua ketentuan diatas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mengucapkan sumpah atau janji akan memberikan keterangan yang sebaiknya dan yang sebenarnya menurut_pengetahuan dalam bidang keahliannya, Dengan ilmu kedokteran kehakiman yang dikuasai, dokter akan memeriksa dan selanjutnya mengemukakan pendapat tentang sebab luka atau sebab kematiannya. Pendapat atau keterangan yang demikian tertuang dalam bentuk tertulis yang lazim disebut dengan visum et repertum. Dengan ilmu yang dikuasai, maka dokter akan memeriksa dan selanjutnya mengemukan pendapat tentang sebab luka atau sebab kematiaanya. Hasil pemeriksaan bbarang bukti serta pendapat mengenai sebab luka atau sebab kematian tadi ditulis dalam laporan. Seorang dokter ahii forensik pada dasarnya adalah seorang dokter, ia telah diangkat dan telah diambil disumpahnya sebagai seeorang dokter, sedangkan sebagai ahii ilmu kedokteran forensik ia tidak mengucapkan sumpah lain. Dokter forensik tidak diperkenankan memberikan imformasi apapun kepada pihak lain (misalnya media massa kecuali dalam sidang pengadilan), karena tetap saja dokter forensik adalah seorang dokter yang pernah mengucapkan sumpah dokter, dan sesuai dengan sumpah dokter ia harus menyimpan rahasia kedokteran (dalam hal ini termasuk apa yang dilihat dan diketemukan dalam Pemeriksaan forensik) yang berwenang ialah polisi yang meminta visum et repertum. Dari uraian hasil dari penelitian diatas maka dapat ditarik suatu batasan, mengenai eranan dari ilmu kedokteran forensik adalah membantu pihak penegak hukum dalam hal ini kepolisian, kejaksaan serta hakim dalam hal menghadapi suatu kasus perkara yang menyangkut pengrusakan tubuh, kesehatan serta nyawa manusia, supaya kasus perkara menjadi jelas dan terang, yang dalam pelaksaaan proses visum et repertum adalah untuk dapat mengetahui hubungan sebab akibat antara peleku dan akibat perbuatan tersebut atau untuk dapat mengetahui hubungan kausalitas antare perbuatan dan akibat perbuatan tersebut. Visum et repetum sebagai proses aval dalam pelaksanaan proses peradilan membantu pihak Keposian, kejaksaan dan peradilan . dimana adanya proses visum dinarapkan dapat menjawab hubungan sebab akibet dari tindak pidana, Karena sebagai objek dari ilmu kecokteran kehakiman adalah mengenai suatu kejahatan yang berhubungan dengan tubuh dan nyawa manusia, Dengan cemikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani.ilmu kedokteran dengan imu hukum, sehingga dengen membaca visum et repertum, dapat > 00 Tahun XXIV September 2013, VARIA HUKUM diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang dan para praktisi hukum dapat menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh/ jiwa manusia.. “Tujuan ilmu kedokteran forensik adalah untuk mencari Kebenaran materi, dalam penegakan hukum pidana dalam arti mencari sebab kematian, Iuka, abortus, perzinahan perkosaan dan penentuan darah. Adapun objek ilmu kedokteran forensik adalah tubuh Kesehatan dan nyawa . “Tugas dan hubungan antara ilmu kedokteran forensik dengan perkara pidana yaitu membantu petugas kepolisian, kejaksaan serta kehakiman terutama dalam menghadapi ‘suatu kasus pidana yang menyangkut kerusakan tubuh, Kesehatan serta nyawa manusia, supaya asus tersebut menjadi jelas dan terang sehingga hakim akan yakin dan lancar dalam menjalankan putisannya. KESIMPULAN Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan akhir sebagai berikut 1. Kegunaan visum et repertum adalah sebagai alat bukti sah, sebagaimana tercamtum dalam KUHAP pasal 184, yang merupakan sarana dan cara dalam menentukan hubungan kausalitas antara suatu perbuatan dengan akibat yang ditimbulkan dari perbuatan tersebut, baik yang menimbulkan akibat luka pada tubuh atau yang menimbulkan gangguan kesehatan, atau yang menimbulkan matinya seseorang, dimana dari akibat tersebut patut diduga telah terjadi tindak pidana. 2. Kekuatan hukum bukti keterangan ahli dalam hal ini visum et repertum dapat mengikat bagi hakim, dalam proses peradilan sepanjang bukti keterangan ahli tersebut bersesuaian dengan bukti-bukti lain. Namun hakim dapat mengabaikan keterangan ahii, dalam hal int bentuk keterangan ahli kedokteran forensik yang telah tertuang dalam bentuk laporan, yang disebut dengan visum et repetum. SARAN 1. Untuk mencapai suatu peradilan yang betul-betul mencapai tujuan masyarakat, — yaitu keadilan dan kepastian hukum, maka diharapkan bahwa setiap kasus yang berhubungan dengan kefahatan terhadap tubuh, perlu diadakan visum et __repertum, sekalipun kasus yang menyangkut penganiayaan ringan. terlebih lagi dengan kasus yang menyangkut kematian. 2. Peru diadakannya dokter ahli forensik yang terdapat diaerah-daerah demi memudahkan proses visum et repertum, dalam upaya penegakan hukum, —_ mengingat jenis kejahatan terhadap tubuh banyak dilakukan dengan modus operandi yang ‘semakin canggih. Edisi No. 00 Taeum X00 September 2013 GQ VARIA HUKUM DAFTAR PUSTAKA Djoko Prakoso dan I ketut Murtika, Dasar—Dasar Iimu Kedokteran Kehakiman, Bina Aksara, Jakarta, 1986 Kadri Husin, Metode Penelitian Hukum, Program pascasarjana Magister llmu Hukum — Univeristas Muhammadiyab, Palembang, Musa Perdana_. Bab-bab tentang kedokteran forensic, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984 R_Atang Ranoeharjo. JA. IImu Kedokteran Kehakiman Tarsito. Bandung. 1880. ‘Waluyadi, imu Kedokteran Kaahakiman, Dalam PersfektifPeradilan dan Aspek Hukum Kitab Undang Hukum Pidana Kitab Undang Hukum Acara Pidana ‘Undang~ undang Kesehatan Nomor 32 tahun 1992 Undang~undang kedokteran Nomor29 tahun 2004 Peraturan Mentri Kehakiman nomor. M.04.UM.01.06 tahun 1983 Peraturan Menteri Kesehatan tentang perawatan penderita penyakitjiwa tahun 1970 Undang-L ndang Keschatan Jiwa Nomor3 tahun 1966, Edisi No. XXX Tohun XXIV September 2013

You might also like