You are on page 1of 7

Qiyas memiliki peran besar dalam mengistinbatkan hukum

syari'at, oleh sebab itu maka qiyas ditempatkan pada posisi yang
keempat dalam urutan sumber-sumber hukum syari'at, yaitu setelah
Alquran, sunnah, dan ijmak.
Pentingnya peran qiyas dalam menetapkan hukum syari'at
disebabkan nash-nash (Alquran dan hadis) yang menerangkan
hukum-hukum

syari'at

jumlahnya

terbatas,

sedangkan

permasalahan-permasalahan kontemporer terus terjadi di tengahtengah umat islam dan membutuhkan ketentuan syari'at yang
sifatnya segera untuk mejawab permasalahan tersebut. Sehingga
para mujtahid harus menggunakan qiyas untuk menerangkan
ketentuan hukum terhadap permasalahan-permasalahan yang tidak
diterangkan ketentuan hukumnya dalam Alquran, sunnah dan ijma.
Adapun

contoh

kasus

penerapan

qiyas

terhadap

permasalahan kontemporer adalah sebagai berikut:


1. Keharaman
semua
jenis
makanan
atau
minuman
berakohol yang memabukkan berdasarkan qiyas kepada
hukum khamar atau arak yang telah dijelaskan hukumnya
dalam ayat 90 surat al-Maidah yaitu:








)




(





Kata ( )dalam ayat di atas menunjukkan keharaman
perbuatan-perbuatan yang disebutkan sebelumnya.1
Yang menjadi illat diharamkannya khamar atau arak adalah
karena memabukkan (al-iskar).
1 Al-Jashshash, Ahkam Alquran, Cet 1, Jil. I, (Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiyyah, 1994), h. 158.

Ashl, al-maqis alayh, yaitu suatu peristiwa yang telah


ditetapkan hukumnya berdasarkan nash, dalam kasus di atas
al-maqis alayh-nya adalah khamar yang telah disebutkan
dalam ayat 90 dari surah al-Maidah.
Hukum ashal, yaitu hukum dari ashal yang telah ditetapkan
berdasar nash dan hukum itu pula yang akan ditetapkan pada
fara seandainya ada persamaan illatnya. Dalam contoh di
atas yang menjadi hukum ashal-nya adalah keharaman
khamar seperti mana yang telah diterangkan dalam surah alMaidah ayat 90.
Adapun peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya (Fara
atau maqis) karena tidak ada nash yang dapat dijadikan
sebagai dasar dalam contoh yang pertama adalah semua jenis
minuman berakohol yang memabukkan.
Cara mengetahui illatnya adalah dengan cara al-sibru wa altaqsim, al-sibru yang berarti menyeleksi dan al-taqsim yang
berarti mengumpulkan.
2. Orang yang seharusnya menerima wasiat terhalang untuk
memperoleh harta yang diwasiatkan baginya jika
membunuh pemberi wasiat. Hal ini diqiyaskan kepada ahli
waris yang membunuh muwarrith-nya.
Ahli waris akan terhalang haknya untuk mendapatkan warisan jika
membunuh

muwarrith-nya

(orang

yang

akan

mewariskan

hartanya), hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw: (

( )HR. Ahmad)

illat terhalangnya pembunuh mendapatkan warisan dari


muwarrith-nya

adalah

ada

kemungkinan

pembunuhan

tersebut bertujuan untuk cepat memperoleh harta muwarrith,


maka berdasarkan kaedah:

(
)
Si pembunuh tersebut tidak lagi berhak mendapatkan warisan
dari korban kejahatannya sebagai salah satu bentuk hukuman
atas maksud jahatnya.
Dalam kasus di atas al-maqis alayh-nya adalah pembunuhan
yang telah disebutkan dalam hadis.
Hukum ashal dari contoh di atas adalah ahli waris akan
terhalang haknya untuk mendapatkan warisan jika membunuh
muwarrith-nya,

berdasarkan

sabda

Rasulullah

yang

diriwayatkan oleh imam Ahmad tersebut di atas.


Adapun peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya (Fara
atau maqis) dalam kasus yang kedua adalah: seseorang akan
terhalang mendapatkan harta yang telah diwasiatkan baginya
jika ia membunuh ( ) yaitu orang yang berwasiat
untuknya.
Cara mengetahui illatnya adalah dengan cara al-sibru wa altaqsim.
3. Makruhnya semua bentuk transaksi muamalah saat
azan Jumat berkumandang, hal ini diqiyaskan kepada
hukum jual beli yang dilakukan saat azan Jumat telah
dikumandangkan.
Transaksi jual beli yang dilakukan oleh orang laki-laki saat
azan berkumandang pada hari jumat hukumnya makruh, hal
ini diketahui berdasarkan ketetapan nash yaitu firman Allah
swt dalam surah al-Jumu'ah ayat 9:


(





illat makruhnya jual beli saat azan jumat adalah karena orang
laki-laki telah menyibukkan dirinya dengan pekerjaan selain
salat.
Dalam kasus di atas al-maqis alayh-nya adalah transaksi jual
beli yang dilakukan saat azan jumat berkumandang.
Hukum ashal dari contoh di atas adalah makruhnya transaksi
jual beli yang dilakukan saat azan jumat berkumandang.
Adapun peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya (Fara
atau maqis) dalam kasus ini adalah: semua bentuk transaksi
muamalah yang dilakukan oleh orang laki-laki saat azan jumat
berkumandang, baik itu sewa-menyewa, pegadaian atau
muamalah-muamalah lainnya. Karena ada 'illat yang sama,
yaitu menyibukkan diri dengan pekerjaan selain salat.
Cara mengetahui illatnya adalah dengan cara al-sibru wa altaqsim.
4. Lembaran surat pernyataan yang telah ditandatangani
hukumnya sah dan menjadi bukti persetujuan orang
yang
menandatangani
surat
tersebut,
hal
ini
ditetapkan dengan teks undang-undang. Demikian juga
lembaran surat yang dibubuhkan cap jempol.
Lembaran surat pernyataan atau surat lainnya yang telah
ditandatangani hukumnya sah dan menjadi bukti persetujuan orang
yang

menandatangani

surat

tersebut,

hal

ini

ditetapkan

berdasarkan teks undang-undang.


Lembaran surat yang dibubuhkan cap jempol juga dapat
dianggap sah atas pernyataan seseorang karena ada 'illat yang
sama dengan surat yang dibubuhkan tandatangan, sehingga

lembaran surat yang dibubuhkan cap jempol dapat diqiyaskan


dengan lembaran surat yang telah ditandatangani.
'illatnya adalah tandatangan yang dibubuhkan oleh seseorang
merupakan tanda khusus yang kembali kepada pemilik
tandatangan itu sendiri.
Dalam kasus di atas al-maqis alayh-nya adalah tandatangan.
Hukum ashal dari contoh di atas adalah keabsahan
tandatangan sebagai bukti persetujuan seseorang terhadap
surat yang ditandatanganinya.
Adapun peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya (Fara
atau maqis) dalam kasus ini adalah: lembaran surat yang
dibubuhkan cap jempol dapat diqiyaskan hukumnya kepada
surat yang ditandatangani.
5. Haram berlakunya riba fadhl dan nasiah pada barangbarang kebutuhan pokok jika dijual dengan cara barter,
sama dengan haram berlakunya riba pada gandum
yang diperjual belikan secara barter sebagaimana
disebutkan dalam hadis Rasulullah saw.




(
'illat

keharaman

berlakunya

riba

pada

gandum

yang

diperjualbelikan secara barter dalam hadis adalah karena


dapat ditimbang atau ditakar.

Gandum, sya'ir dan adalah ashl atau al-maqis alayh karena


disebutkan dalam nash yang diharamkan berlaku padanya
riba fadhl dan riba nasi'ah jika barang-barang tersebut dijual
dengan jenisnya yang sama.
Hukum ashal dari contoh di atas adalah haram berlakunya
riba pada gandum, dan sya'ir.
Adapun peristiwa yang belum ditetapkan hukumnya (fara
atau maqis) dalam kasus ini adalah: jagung, beras, kacang
komoditi lainnya juga diharamkan berlaku padanya riba jika
dijual dengan cara barter. Hukum keharaman berlakunya riba
tersebut diqiyaskan kepada hukum gandum yang disebutkan
dalam hadis, karena semua komoditi tersebut itu dapat
diketahui beratnya dengan cara ditimbang atau ditakar seperti
halnya gandum.
Cara mengetahui illatnya adalah melalui al-sibru wa al-taqsim.
Sebab nash yang ada tidak secara tegas menjelaskan 'illat
keharaman

berlakunya

riba

pada

gandum

sebagaimana

tersebut dalam hadis, dan tidak pula terjadi ijma para ulama
berkenaan dengan 'illat berlakunya riba pada gandum.
Sehingga untuk mengetahui 'illat hukumnya, para mujtahid
menggunakan metode al-sibru wa al-taqsim, dengan ini
akhirnya mereka memperoleh beberapa hal yang mungkin
menjadi illat diharamkannya terjadi riba pada jualbeli gandum
secara barter yaitu:
- karena gandum adalah barang yang dapat diketahui
beratnya dengan cara ditimbang atau ditakar.
- karena gandum merupakan makanan.

- atau karena gandum merupakan makanan pokok dan dapat


disimpan dalam waktu yang lama.
dari kemungkinan-kemungkinan 'illat yang diketahui oleh
para mujtahid tersebut akhirnya mereka menyeleksi dan
menyimpulkan mana 'illat yang lebih logis. Dan kesimpulan
yang diambil adalah 'illat keharaman berlakunya riba pada
gandum tersebut adalah karena dapat diketahui beratnya
dengan cara ditimbang atau ditakar.

You might also like