Professional Documents
Culture Documents
Kelompok / Kelas
Nama
: 5 / 3A
: 1.Noer Khoiriyah
131411018
2. Nudia Rahmania
131411019
3. Nur Asmalah
131411020
4. Nurisyaban Aziezah
131411021
Tanggal Praktikum
: 27 Oktober 2015
: 3 November 2015
Menentukan konsentrasi awal kandungan organik dalam lumpur aktif dan konsentrasi
lumpur aktif,
Menghitung efisiensi pengolahan dengan cara menentukan persen (%) kandungan
bahan organik yang didekomposisi selama seminggu oleh mikroorganisme dalam
lumpur aktif terhadap kandungan bahan organic mula-mula.
BAB II
LANDASAN TEORI
Pengolahan limbah dengan aerobic activated sludge (lumpur aktif) merupakan proses
biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang
terkandung dalam limbah cair. Proses lumpur aktif berlangsung dalam bak aerasi yang
dilengkapi bak sedimentasi untuk memisahkan endapan lumpur dari air limbah yang telah
terolah. Kualitas effluent tergantung pada karakter mikroorganisme pembentuk lumpur aktif,
antara lain sifatpengendapannyadankondisibaksedimentasi (William, 1999). Proses biologis
dalam pengolahan limbah organik, memerlukan nitrogen (N) dan fosfor (P). Namun
kelebihan N dan P dalam effluent air limbah akan menyebabkan pencemaran terhadap
lingkungan yang akan berdampak buruk terhadap keseimbangan ekologi dan kesehatan
manusia. Untuk mengolah limbah dengan kandungan N dan P yang berlebih biasanya
dilakukan proses activated sludge dilengkapi proses anoxic.
Bakteri merupakan unsur utama dalam flok lumpur aktif.Lebih dari 300 jenis bakteri
yang dapat ditemukan dalam lumpur aktif.Bakteri tersebut bertanggung jawab terhadap
oksidasi material organik dan tranformasi nutrien, dan bakteri menghasilkan polisakarida dan
material polimer yang membantu flokulasi biomassa mikrobiologi. Genus yang umum
dijumpai adalah : Zooglea, Pseudomonas, Flavobacterium, Alcaligenes, Bacillus,
Achromobacter, Corynebacterium,
disamping itu ada pula mikroorganisme berfilamen, yaitu Sphaerotilus dan Beggiatoa,
Vitreoscilla yang dapat menyebabkan sludge bulking. Dikarenakan tingkat oksigen dalam
difusi terbatas, jumlah bakteri aktif aerobik menurun karena ukuran flok meningkat (Hanel,
1988).Bagian dalam flok yang relatif besar membuat kondisi berkembangnya bakteri
anaerobik seperti metanogen.Kehadiran metanogen dapat dijelaskan dengan pembentukan
beberapa kantong anaerobik didalam flok atau dengan metanogen tertentu terhdap oksigen
(Wu et al., 1987).Oleh karena itu lumpur aktif cukup baik dan cocok untuk material bibit bagi
pengoperasian awal reaktor anaerobik.
Proses lumpur aktif relative sederhana, namun untuk limbah yang mengandung
bahan-bahan organik, N dan P dengan konsentrasi tinggi, cara pengolahan ini memiliki
beberapa kendala, antara lain berpotensi menghasilkan bulking sludge akibat adanya
microorganism berfilamen dan menghambat proses sedimentasinya. Demikian juga efisiensi
proses akan menurun bila beban organic limbahyang diolah terlalu fluktuatif. Untuk
mengatasi kelemahan dari system lumpur aktif konvensional, maka dicoba suatu proses
lumpur aktif yang dilengkapi dengan menggunakan Submerged Membrane Bioreactor
(SMBR). Konsep SMBR secara teknis hampir sama dengan pengolahan limbah biologis
konvensional, kecuali proses pemisahan activated sludge dengan effluent yang dilakukan
menggunakan membrane filtrasi sebagai pengganti sedimentasi. Penggunaan Membrane
Bioreactor (MBR) diantaranya mampu mengolah bahan organic dengan konsentrasi yang
tinggi dan beban yang berfluktuasi. Kualitas air effluent akan meningkat, yang ditandai
dengan minimnya kandungan padatan tersuspensi, virus, dan bakteri didalamnya (Chang et
al, 2002). Beberapa tahun belakangan ini, integrasi dari proses activatedsludge dan SMBR
dikenal sebagai salah satu proses pengolah limbah inovatif yang berpotensi untuk
mendapatkan produk air ulang (reused) didalam industry (Katayon, 2004).
Beberapa penulis berpendapat bahwa persoalan fouling pada membrane akibat
hadirnya mikroorganisme yang terkait dengan konsentrasi, ukuran partikel dan produk
microbial merupakan kendala operasi SMBR. Berbagai strategi penbersihan membrane telah
diusulkan dan dicoba dengan cara mencuci (washing) atau backwashing untuk menjaga agar
flux permeat didalam system MBR terjaga baik. (Marrot.B, 2004).Selama ini kontribusi
oksigen didalam membrane bioreactor masih belum banyak dilaporkan, padahal kehadiran
O2 tidak bias dia baikan begitus aja. Beberapa peneliti telah menunjukkan makin besar
kehadiran biomasa akan memerlukan suplai O2 yang lebih banyak., sehingga akan mereduksi
kapasitas aerasi yang telah ada pada system biologis. Lebih lanjut, bertambahnya konsentrasi
suspense lumpur aktifakan menyebabkan naiknya viskositas cairannya. Kondisi ini dapat
menyebabkan terhambatnya transfer O2 kedalam air dan selanjutnya ke dalam mikroba
(Marrot. B, 2004).
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
Nama Alat
Labu Erlenmeyer
Corong Gelas
Cawan Porselin
Desikator
Tabung Hach
Neraca Analitis
Oven dan Furnace
Hach COD Digester
Buret
Spesifikasi
250 ml
-
Jumlah
2 buah
2 buah
2 buah
1 buah
2 buah
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
Spesifikasi
98%
-
Jumlah
50 ml
4.6875 gram
0.0325 gram
0.0107 gram
3.5 ml
1.5 ml
50 ml
Nama Bahan
Sampel
Glukosa
KNO3
KH2PO4
H2SO4
K2Cr2O7
FAS 0.1 N
8.
9.
10.
Indikator Ferroin
Kertas Saring
Aquades
20 ml
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Awal sample
4.1.1 PengukuranKeadaanAwal Sample
4.1.2
pH
Temperatur
DO awal
= 8.4
= 28.4oC
= 2.7 mg/L
4.1.3
Tabung 2
Rata-rata
Blanko
3,35
3,25
3,3
Sampel
3,15
3,075
Penimbangan
(gram)
39.4179
Kertassaring(b)
Cawanpijar + kertassaring + endapansetelahpemanasan di
dalam oven (c)
40.5740
39.4489
1.1561
4.1.4
4.6875
KNO3
0.0169 gram
KH2PO4
2.056 x 104
4.2 Perhitungan
4.2.1 Perhitungan COD (Chemical Oxygent Demand)
0.025 N 10 ml
22.55 ml
COD sebagai mg O2 / L=
Dengan
( ab ) c 1000 d p
ml sampel
COD sebagai mg O 2 / L=
RatarataCOD sebagai mg O2 / L=
( 2464 +704 ) mg O2 / L
=1584 mg O 2 /L
2
COD Akhir
PerhitunganEfisiensiPengolahan (%)
Parameter : COD
=
=50.4419
4.2.2
Beratcawanpijar (a gram)
39,4179 gr
Beratkertassaring (b gram)
1,1495 gr
40,5740 gr
39,4489 gr
( ca )
6
x 10
mLsampel
(40.574039.4179)
x 106
40
= 28902,5mg/L
( cd )
6
x 10
mLsampel
(40.574039.4489)
x 106
40
= 28127,5 mg/L
= TSS VSS
= 28902,5-28127,5
= 775mg/L
Reaksi
C6 H 12 O6 +6 O2 6 C O2 +6 H 2 O
mg 180 mg/mmol 1
1 mg
10 L
L
32mg /mmol 6
1000 gram
= 14 mg/mmol
101 mg/mmol
5
1 mg
10
14 mg/mmol 100
1000 gram
= 136 mg/mmol
Ar P
= 31 mg/mmol
mg 136 mg/mmol
1
1 mg
x
L
31 mg/mmol 100 1000 gram
4.3 Pembahasan
Pada praktikum ini dilakukan metode pegolahan air limbah dengan menggunakan
metode lumpur aktif konvensional.Kedalam sampel limbah ditambahkan nutrisi, nutrisi yang
ditambahkan adalah sumber makanan untuk mikroorganisme yang akan mendekomposisi
bahan organik, hal ini yang menyebabkan kandungan organik dalam sampel dapat
diturunkan. Pengolahan ini memanfaatkan kerja mikroba aktif untuk mendegradasi bahanbahan organik yang terdapat dalam air limbah.Penentuan konsentrasi kandungan organik
dalam lumpur aktif dengan menghitung besarnya COD. COD (Chemical Oxygen Demand)
merupakan jumlah oksigen yang digunakan untuk mendegradasi senyawa organik pada
limbah dengan bantuan oksidator kuat seperti K2Cr2O7 dan KMnO4.Sedangkan MLVSS untuk
mengetahui kuantitas mikroba yang mendekomposisi bahan organik. Pada proses
pendokomposisian oleh mikroba ini yang diperhatikan adalah adanya oksigen (aerasi) sebagai
sumber oksigen bagi mikroba untuk menghasilkan energi untuk mendekomposisi bahan
organic
1. Penentuan Konsentrasi Nutrisi Bagi Mikroorganisme
dimasukan
sejumlah
nutrisi
sebagai
sumber
makanan
untuk
mikroba
pendekomposisi.Nutrisi ini harus memilki kandungan senyawa glukosa, unsur nitrogen dan
unsur posfor Langkah pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah menghitung berapa
komposisi substrat glukosa yang merupakan sumber karbon, kalium nitrat (KNO 3) sebagai
sumber Nitrogen, dan Kalium dihidrogen fosfat (KH2PO4) sebagai sumber fosfor yang harus
ditambahkan sebagai nutrisi pertumbuhan lumpur aktif dengan volume tangki 10 liter.
Fungsi dari penambahan glukosa ini adalah sebagai sumber karbon yang merupakan
unsur utama dalam pembentukan sel baru selama biosintesis karbon yang merupakan sumber
berbagai senyawa organik seperti asam amino, asam lemak, gula, basa nitrogen, senyawasenyawa aromatik, dan berbagai substansi organik lainnya, serta karbon dioksida. Adapun
fungsi dari penambahan KNO3 adalah sebagai sumber Nitrogen yang berfungsi sebagai
pembangun sel dan merupakan konstituen utama dari protein dan asam nukleat dari sel.
Sedangkan penambahan KH2PO4 yang merupakan sumber fosfor berfungsi sebagai
penyumbang sekitar 3% massa dalam sel kering. Setelah dilakukan perhitungan, .Nutrisi yang
ditambahkan adalah glukosa, KNO3 dan KH2PO4. Untuk glukosa ditambahkan sebagai
sumber karbohidrat atau gula, sedangkan KNO3 sebagai sumber nitrogen dan KH2PO4 sebagai
sumber posfor dimana perbandingan yang diberikan adalah glukosa: KNO 3:KH2PO4 100:5:1,
hal ini dikarenakan mikroba dapat tumbuh pada komposisi nutrien tersebut. Didapat
komposisi penambahan C6H12O6 sebesar 4.6875 gram, KNO3 sebesar
reaksi yang terjadi reaksi redoks dalam keadaan asam karena penambahan H 2SO4 dimana
dalam keadaan asam ini berfungsi untuk mengasamkan larutan sehingga K 2Cr2O7 dapat
mengoksidasi Fe .
Berdasarkan percobaan terlihat bahwa nilai COD pada sampel limbah sebelum proses
degradasi adalah tinggi yaitu sebesar 1584 mgO 2/L. Nilai COD sebelum proses masih tinggi
sehingga dilakukanlah proses dekomposisi bahan organik untuk menurunkan kandungan
organiknya. Sedangkan nilai COD setelah proses selama 5 hari adalah sebesar 785 mgO 2/L.
Nilai COD setelah proses ini lebih kecil dibanding nilai COD sebelum proses. Hal ini
menunjukan adanya penurunan kandungan organik pada sampel limbah, dimana penurunan
kandungan organik ini disebabkan mikroorganisme yang mendekomposisi bahan organik
tersebut menjadi CO2, H2O dan NH4 sehingga kandungan organik setelah proses menjadi
turun. Besarnya penurunan kandungan organik ini menghasilkan efisiensi sebesar 50,441 %,
sedangkan berdasarkan literatur pengolahan limbah menggunakan lumpur aktif dapat
menurunkan konsentrasi COD >85 % (Lestari, 2003). Bila dibandingkan dengan literatur,
hasil percobaan efisiensi penurunan COD sudah kurang dari 85%, sehingga dapat dikatakan
bahwa proses ini kurang optimum untuk menurunkan COD dalam sampel air limbah. Hasil
akhir dari proses ini menghasilkan kandungan organik yang masih tinggi dimana nilai ini
masih lebih besar bila dibandingkan dengan standar kualitas air bersih dimana batas COD
adalah 100 mgO2/L ( Peraturan Menteri Kesehatan RI. 416/Menkes/Per/IX/1990), sehingga
dapat dikatakan dari hasil COD setelah proses ini kandungan organiknya masih tinggi dan
tidak memenuhi syarat kualitas air bersih. Maka hasil proses pengolahan ini bila diterapkan
tidak dapat langsung dibuang ke lingkungan sehingga harus diolah kembali untuk
menurunkan nilai COD hingga batas yang diperbolehkan. Kandungan organik setelah proses
dekomposisi yang masih tinggi dari nilai yang diperbolehkan diakibatkan karena pada
percobaan ini kurangnya pengecekan lingkungan pada bak proses seperti pH dan suhu.
Dimana kedua parameter ini tentunya harus selalu dicek secara rutin, untuk pH seharusnya
pH dalam keadaan netral dimana mikroba dapat bekerja, serta temperatur tidak boleh terlalu
tinggi ataupu terlalu rendah, sehingga temperatur berada pada suhu dimana mikroba dapat
bekerja optimal. Selain pH dan temperatur yang harus diperhatikan adalah oksigen yang
ditambahkan (aerasi), dimana keadaan aerasi ini seharusnya dicek secara rutin dimana adanya
oksigen tidak boleh kurang (jika kurang oksigen tidak akan cukup digunakan oleh mikroba
untuk mendekomposisi bahan organik) dan juga tidak boleh lebih (jika oksigen berlebih maka
akan menjadi racun untuk mikroba itu sendiri), sehingga jumlah oksigen kedalam bak aerasi
harus cukup mengingat bak aerasi dan dekomposisi ini adalah bak diam dan statis/tidak
mengalir sehingga jumlah oksigen yang ditambahkan adalah faktor penting. Parameterparameter ini merupakan kondisi yang mendukung untuk proses lumpur aktif, sehingga
kemungkinan tidak optimalnya parameter ini memungkinkan mikroba yang mendekomposisi
bahan organik tidak bekerja secara optimal yang menyebabkan efisiensi pengolahan belum
efektif.
3. kandungan Mixed Liqour Volatile Suspenkded Solid (MLVSS).
Sedangkan untuk pengukuran MLVSS dilakukan pada sampel limbah sebelum proses
dimana nilai MLVSS sama dengan nilai VSS. Nilai VSS adalah bahan organik yang mudah
teruapkan, dimana jumlahnya mewakili jumlah mikroorganisme yang ada didalamnya. Hal
ini dikarenakan bahan organik yang mudah menguap seperti protein, karbohidrat, glukosa,
dll.ada dalam bakteri sehingga jumlahnya mewakili banyaknya bakteri didalam sampel. Dari
hasil percobaan nilai TSS dari sampel adalah sebesar 28902,5 mg/L. Berdasarkan literatur,
nilai TSS yang diperbolehkan adalah sebesar 50 mg/L (Pergub Bali No. 8 Tahun 2007). Bila
dibandingkan hasil percobaan dengan nilai literatur maka nilai TSS pada sampel, diatas nilai
yang
diperbolehkan
sehingga
padatan
tersuspensi
yang
terendapkannya
cukup
DO diukur setelah proses lumpur aktif maka seharusnya nilai DO akan meningkat, dimana
dari hasil proses akan terjadi aerasi yang akan mengalirkan O 2 kedalam sampel sehingga akan
menghasilkan okigen yang akan larut dalam sample.
BAB V
SIMPULAN
Dari praktikum Lumpur Aktif Konvensional yang dilakukan dapat diambil kesimpulan,
antara lain :
1. Konsentrasi awal kandungan organik dalam lumpur aktif (COD) untuk sampel adalah
sebesar 1584 mg O2/L dan konsentrasi akhir COD sebesar 785 mg O2/L.
2. Kandungan mikroorganisme dalam lumpur aktif (VSS/MLVSS) sebesar 28127,5
mg/L, kandungan TSS sebesar 8902,5 mg/ L dan FSS sebesar 775 mg / L.
%.
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Budiastuti, Herawati. 2011. Lumpur Aktif Konvensional. Bandung : Politeknik Negeri
Bandung.
LAMPIRAN
1. Gambar
N
o
Gambar
Keterangan
Pengenceran sampel