You are on page 1of 26

SKENARIO

Mr. Y a 40 years old, truck driver, was admitted to hospital with massive hemoptoe. He
complained that 6 hours ago he had severe of coughing with fresh blood of about 2 glasses. He
also sad that in previous months, he had productive cough with a lot of phlegm, mild fever, loss
of appetite, rapid loss of body weight (previous weight 70kg) and shortness of breath. Since a
week ago, he felt his symptom were worsening. From further interview, Mr. Y have similar
symptoms 6 years ago, he was given medication after consulting with doctor at the time. But stop
the treatment after 2 weeks because he feeling better.
Physical Examination
General appearance: he look severaly sick and pale. Body heigh: 175 cm, body weight: 55 kg
BP: 100/70 mmHg, HR: 12x/minute, RR: 36x/minute, temp 37,6 0C. there was tattoo on the
chest. In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right apex lung with
moderate rales.
Laboratory information
HB: 9,5 g% WBC: 6000 /L, ESR 125 mm/hr, diff count 0/3/2/75/15/5, acid fast bacilli (-), HIV
(-)
Radiologi
Chest radioghraph showed infiltrate at right apex lung

A. Klarifikasi Istilah
a. Hemoptoe: batuk berdarah; adanya pengeluaran darah dari saluran pernafasan
b. Phlegm: mucus kental yang diekskresikan secara abnormal dari saluran pernafasan
c. Productive cough: batuk yang menghasilkan mucus
d. Pale: pucat atau pallor; keadaan kulit lebih putih dari biasanya dapat disebabkan
karena berkurangnya suplai darah ke kulit.
e. Vesicular sound: suara yang terdapat pada paru normal dimana suara inspirasi lebih
keras dan lebih tinggi nadanya serta lebih panjang darpada ekspirasi
f. Moderate rales: ronki basah; suarayang berisik dan terputus akibat aliran udara yang
melewati cairan
B. Identifikasi Masalah
a. Mr. Y a 40 years old, truck driver, was admitted to hospital with massive hemoptoe.
He complained that 6 hours ago he had severe of coughing with fresh blood of about
2 glasses.
b. He also sad that in previous months, he had productive cough with a lot of phlegm,
mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight (previous weight 70k) and
shortness of breath. Since a week ago, he felt his symptom were worsening
c. Mr. Y have similar symptoms 6 years ago, he was given medication after consulting
with doctor at the time. But stop the treatment after 2 weeks because he feeling better.
d. Physical appearance
e. General appearance: he look severaly sick and pale. Body heigh: 175 cm, body
weight: 55 kg BP: 100/70 mmHg, HR: 12x/minute, RR: 36x/minute, temp 37,6 0C.
there was tattoo on the chest. In chest auscultation there was an increase of vesicular
sound at the right apex lung with moderate rales.
f. Laboratory information
g. HB: 9,5 g% WBC: 6000 /L, ESR 125 mm/hr, diff count 0/3/2/75/15/5, acid fast
bacilli (-), HIV (-)
h. Radiologi
i. Chest radioghraph showed infiltrate at right apex lung
C. Prioritas Masalah
No.
1.

Masalah
Prioritas
Mr. Y a 40 years old, truck driver, was admitted to hospital with
VVV
massive hemoptoe. He complained that 6 hours ago he had

2.

severe of coughing with fresh blood of about 2 glasses


He also sad that in previous months, he had productive cough
with a lot of phlegm, mild fever, loss of appetite, rapid loss of

VV

body weight (previous weight 70kg) and shortness of breath.


Since a week ago, he felt his symptom were worsening
3.

Mr. Y have similar symptoms 6 years ago, he was given

medication after consulting with doctor at the time. But stop the
treatment after 2 weeks because he feeling better
Physical appearance

4.

General appearance: he look severaly sick and pale. Body heigh:


175 cm, body weight: 55 kg BP: 100/70 mmHg, HR:
12x/minute, RR: 36x/minute, temp 37,6 0C. there was tattoo on
the chest. In chest auscultation there was an increase of vesicular
sound at the right apex lung with moderate rales.
Laboratory information

5.

HB: 9,5 g% WBC: 6000 /L, ESR 125 mm/hr, diff count
0/3/2/75/15/5, acid fast bacilli (-), HIV (-)
Radiologi
Chest radioghraph showed infiltrate at right apex lun
D. Analisis Masalah
a. Mr. Y a 40 years old, truck driver, was admitted to hospital with massive hemoptoe.
He complained that 6 hours ago he had severe of coughing with fresh blood of
about 2 glasses.
i.

Apa yang menyebabkan hemoptoe?

Infeksi : tuberkulosis, staphylococcus, klebsiella, legionella), jamur, virus

Kelainan paru seperti bronchitis, bronkiektasis, emboli paru, kistik fibrosis,


emfisema bulosa

Neoplasma : kanker paru, adenoma bronchial, tumor metastasis

Kelainan hematologi : disfungsi trombosit, trombositopenia, disseminated


intravascular coagulation (DIC)

Kelainan jantung : mitral stenosis, endokarditis tricuspid

Kelainan pembuluh darah : hipertensi pulmoner, malformasi arterivena,


aneurisma aorta

Trauma : jejas toraks, rupture bronkus, emboli lemak

Iatrogenik : akibat tindakan bronkoskopi, biopsi paru, kateterisasi swan-ganz,


limfangiografi

Kelainan

sistemik

sindrom

goodpasture,

idiopathic

pulmonary

hemosiderosis, systemic lupus erytematosus, vaskulitis (granulomatosis


wagener, purpura henoch schoenlein, sindrom chrug-strauss)

Obat / toksin : aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain

Lain-lain : endometriosis, bronkiolitiasis, fistula bronkopleura, benda asing,


hemoptisis kriptogenik, amiloidosis
Infeksi adalah penyebab paling umum dari hemoptysis, meliputi 60
sampai 70 persen dari kasus. Infeksi menyebabkan peradangan mukosa dan
edema yang dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang dangkal.
Sumber perdarahan hemoptisis dapat berasal dari sirkulasi pulmoner atau
sirkulasi bronkial. Hempotisis masif sumber perdarahan umumnya berasal
dari sirkulasi bronkial ( 95 % ). Sirkulasi pulmoner memperdarahi alveol dan
duktus alveol, sistem sirkulasi ini bertekanan rendah dengan dinding
pembuluh darah yang tipis. Sirkulasi bronkial memperdarahi trakea, bronkus
utama sampai bronkiolus dan jaringan penunjang paru, esofagus, mediastinum
posterior dan vasa vasorum arteri pulmoner. Sirkulasi bronkial ini terdiri dari

arteri bronkialis dan vena bronkialis. Asal anatomis perdarahan berbeda tiap
proses patologik tertentu:

bronkitis akibat pecahnya pembuluh darah superfisial di mukosa,

TB paru akibat robekan atau ruptur aneurisma arteri pulmoner (dinding kaviti
aneurisma Rassmussen). atau akibat pecahnya anastomosis bronkopulmoner
atau proses erosif pada arteri bronkialis,

infeksi kronik akibat inflamasi sehingga terjadi pembesaran & proliferasi


arteri bronchial misal : bronkiektasis, aspergilosis atau fibrosis kistik,
kanker paru akibat pembuluh darah yg terbentuk rapuh sehingga mudah
berdarah

ii.

Apa saja DD yang menunjukan Hemoptoe?


Sumber non saluran nafas bawah : bronchitis akut atau kronik,
perdarahan gastrointestinal, neoplasma, perdarahan saluran nafas atas
Sumber trakeobronkial : bronkiektasis, bronkoliotiasis, trauma saluran
nafas, abses paru, pneumonia, tuberculosis
Sumber parenkim paru : malformasi arteriovena, misetomi Fungus
ball, kontusio paru
Sumber vascular primer : emboli paru, peningkatan tekanan vena
pulmonal, rupture a. pulmonal pasca manipulasi kateter

iii.

Bagaimana hubungan usia, pekerjaan, jenis kelamin dengan gejala yang


dialami Mr. Y pada kasus?
Umur: Prevalensi TB paru cenderung meningkat sesuai bertambahnya usia dan
prevalensi tertinggi pada usia lebih dari 65 tahun.
Pekerjaan: TB lebih sering terjadi pada orang yang bekerja di daerah yang
tinggi prevalensi tuberkulosis, pada pekerjaan yang mengharuskan melakukan
perjalanan yang selalu berkontak dengan iritasi saluran pernapasan. Mr. Y
bekerja sebagai supir truk sehingga mobilitasnya sangat tinggi memungkinkan
terjangkit dari daerah yang dikunjunginya.

Jenis kelamim: Pria lebih umum terkena, hal ini dikarenakan tekanan
psikologis dan kehamilan yang menurunkan resistensi. TB banyak ditemukan
pada laki-laki karena memiliki kebiasaan merokok sehingga memudahkan
terjangkitnya TN.
iv.

Bagaimana interpretasi dari hemoptoe sebanyak 2 gelas pada kasus?


Batuk berdarah (hemoptoe) merupakan batuk khas pada penyakit
tubercolusis. Sedangkan darah yang di hasilkan sekitar 2 gelas dan belangsung
sejak 6 jam yang lalu menunjukkan bahwa pasien mengalami massive cough
dengan ketentuan:
1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan
dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam , tetapi
lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari10 g%, sedangkan
batuk darahnya masih terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam , tetapi
lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10g%, tetapi selama
pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah
tersebut tidak berhenti.

v.

Bagaimana mekanisme hemoptoe pada kasus?


Ekspektorasi darah dapat terjadi akibat infeksi tuberkulosis yang masih aktif
ataupun akibat kelainan yang ditimbulkan akibat penyakit tuberkulosis yang
telah sembuh.
Susunan parenkim paru dan pembuluh darahnya dirusak oleh penyakit ini
parenkim paru dan pembuluh darahnya dirusak oleh penyakit ini sehingga
terjadi bronkiektasi dengan hipervaskularisasi, pelebaran pembuluh darah
bronchial, anastomosis pembuluh darah bronchial dan pulmoner.
Penyakit tuberculosis juga dapat mengakibatkan timbulnya kaviti dan terjadi
pneumonitis tuberculosis akut yang dapat menyebabkan ulserasi bronkua
disertai nekrosis pembuluh darah disekitarnya dan alveoli bagian distal.
Pecahnya pembuluh darah tersebut mengakibatkan ekspektorasi darah dalam
dahak atupun hemoptisis massif.

vi.

Bagaimana tata laksana hemoptoe pada kasus?

Prinsip penatalaksanaan perdarahan masif adalah resusitasi dan perlindungan


jalan napas, barud iikuti lokalisasi dan etiologi perdarahan, dan diakhiri dengan
tatalaksana definitif.
Proteksi jalan napas dan resusitasi
Pasien dengan hemoptisis masif harus dipantau di ICU atau HDU dan kesiapan
pasien untuk dilakukan operasi dipertimbangkan. Usaha yang terpenting adalah
menentukan lokasi perdarahan dan memposisikannya sehingga lebih rendah
dari paru-paru yang sehat untuk mencegah aspirasi. Kehilangan darah harus
ditatalaksana dengan resusitasi cairan, transfusi darah, dan perbaikan
koagulopati. Jika perdarahan dalam jumlah besar masih terus berlangsung atau
jalan napas pasien terganggu, trakea pasien harus diintubasi dengan ETT yang
paling besar yang mungkin untuk menjaga aliran udara dan bronkoskopi. Jika
perdarahan bisa dilokalisasi pada satu sisi paru-paru, intubasi paru-paru
unilateral bisa dilakukan. Jika paru-paru sisi kanan yang terkena, broksoskopi
bisa diarahkan ke cabang utama bronkus kiri yag kemudian bisa diintubasi
secara selektif melalui bronkoskopi dengan posisi pasien berbaring miring pada
sisi kanan. Paru-paru kiri terlindungi dari aspirasi dan diventilasi secara
selektif. Pada perdarahan sisi kiri, pasien dibaringkan secara lateral pada sisi
kiri dan intubasi selektif pada paru-paru kanan bisa dikerjakan, tetapi hal ini
berisiko menyebabkan sumbatan pada lobus kanan atas paru.
Strategi alternatif untuk perdarahan unilateral adalah memasukkan ETT dua
lumen, yang memungkinkan isolasi dan ventilasi ke paru-paru sehat sambil
mencegah aspirasi pada paru-paru yang terdampak.
Mengenali lokasi dan penyebab perdarahan
Penentuan lokasi yang akurat menentukan terapi definitif. Bronkoskopi dan
angiografi adalah modalitas untuk menentukan lokasi perdarahan dan memberi
intervensi terapi. Bronkoskopi yang segera memberi peluang yang lebih besar
unutk melokalisasi perdarahan.
Bronkoskopi fleksibel bisa dikerjakan di tempat pasien dan membantu
visualisasi lesi perifer dan lobus atas, tetapi memiliki kapasitas menghisap
yang terbatas. Bronkoskopi kaku memungkinkan hisapan yang baik unutk
menjaga jalan napas, tetapi terbatas untuk mengidentifikasi lesi perifer dan
tidak memberi sudut pandang yang bagus pada lesi lobus atas paru-paru, dan

biasanya membutuhkan anestesi umum, meskipun bisa dikerjakan dengan


anestesi lokal oleh orang yang terlatih.
Terapi bronkoskopik
Pemberian epinefrin (1:20,000) pada lokasi yang terkena dianjurkan untuk
mengontrol perdarahan. Aplikasi topikal trombin dan larutan trombinfibrinogen memiliki tingkat keberhasilan yang baik, tetapi membutuhkan studi
lanjut.
Pada perdarahan yang luas, isolasi segmen yang mengalami perdarahan dengan
kateter balon bisa mencegah aspirasi darah pada jalan napas yang besar,
sehingga menjaga agar jalan napas tetap terbuka. Bronkoskop bisa dilepaskan,
dan balon dipertahankan selama 24 jam. Balon bisa dikempiskan dalam kondisi
terkendali melalui bronkoskopi dan kateter bisa dilepas jika perdarahan sudah
berhenti. Penggunaan kateter balon jangka panjang harus dihindari karena bisa
menyebabkan cedera mukosa iskemik dan pneumonia obstruktif. Tamponade
endobronkial harus dikerjakan sebagai penanganan yang sementara sampai
penanganan definitif bisa dikerjakan.
Embolisasi arteri bronkial
Saat ini lebih sering dikerjakan pada kasus yang mengancam nyawa. Prosedur
ini melbiatkan identifikasi awal pembuluh darah yang terluka melalui kanulasi
arteri selektif, diikuti dengan partikel koagulan pada pembuluh darah yang
lebih sentral. Keberhasilan terapi ini cukup baik (64-100%), tetapi bisa terjadi
perdarahan spontan berulang nonmasif pada 16-46%. Komplikasi terapi ini
meliputi perforasi pembuluh darah, kerusakan lapisan pembuluh darah, nyeri
dada, demam, hemoptisis, embolisasi sistemik, dan komplikasi neurologis. Jika
arteri spinal anterior diketahui berasal dari arteri bronkial, embolisasi sering
ditunda untuk mencegah kemungkinan infark dan paraparesis.
Terapi bedah
Terapi bedah bisa dipertimbangkan pada lesi yang terlokalisasi. Mortalitas
pembedahan antara 1-50% kasus. Pembedahan dikontraindikasikan pada
pasien dengan cadangan pernapasan yang tidak memadai atau memiliki kanker
paru-paru karena risiko terjadi peynebaran. Pembedahan diindkasikan jika
perdarahan sulit dihentikan dengan embolisasi atau tidak tersedianya prosedur
embolisasi arteri bronkial. Pembedahan masih menjadi terapi pilihan untuk

hemoptisis yang mengancam nyawa yang disebabkan oleh aneurisma aorta,


malformasi arteri-vena, kista, ruptur paru-paru iatrogenik, cedera dada,
adenoma bronkial, atau infeksi yang resisten terhadap terapi lain.
Terapi lain
Agen antifibrinolitik oral (asam traneksamik), inhibitor aktivasi plasminogen,
sering digunakan untuk mengontrol hemoptisis berulang. Vasopresin IV bisa
digunakan, tetapi harus berhati-hati pada pasien dengan hipertensi atau
penyakit arteri koroner. Vasokonstriksi arteri bronkial bisa mengganggu
embolisasi arteri bronkial.
Pada hemoptisis karena jamur, pemberian langsung obat antijamur, seperti
amfoterisin B melalui kateter menghasilkan hasil yang lebih baik dibandingkan
dengan agen antijamur sistemik. Teknik ini harus dipertimbangkan pada pasien
yang memiliki perdarahan berkelanjutan yang tidak bisa diterapi dengan
embolisasi atau pembedahan.
Terapi invasif tidak membantu pada hemoptisis yang disebabkan oleh
koagulopati atau perdarahan karena autoimun. Terapi obat-obatan biasanya
cukup membantu.

J. L. Lordan, et al. The Pulmonary Physician in Critical Care; Illustrative


Case7:
vii.

Bagaimana klasifikasi hemoptoe?


Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :
1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui
Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas
penegakan diagnosis.
Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita, berumur sekitar 30 tahun,
biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri sehingga prognosis baik. Teori
perdarahan ini adalah sebagai berikut :
a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.

b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.


c. Infark paru yang minimal.
d. Menstruasi vikariensis.
e. Hipertensi pulmonal.
2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan
Pada prinsipnya berasal dari :
a. Saluran napas
Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru, pneumonia dan
abses paru.Menurut Bannet, 82 86% batuk darah disebabkan oleh
tuberkulosis paru, karsinoma paru dan bronkiektasis.
Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis), silikosis, penyakit
oleh karena cacing.
b. Sistem kardiovaskuler
Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.Yang jarang adalah kegagalan
jantung, infark paru, aneurisma aorta.
c. Lain-lain
Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah seperti hemofilia,
hemosiderosis, sindrom Goodpasture, eritematosus lupus sistemik, diatesis
hemoragik dan pengobatan dengan obat-obat antikoagulan.
Kriteria berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan :
Assessment

Amount of Blood Lost

Mild
Moderate
Massive

< 5cc in 24 Hr
5 - 600cc in 24 Hr
600cc in 24 Hr
100cc < 24 Hr to 1000cc over
several days
> 50cc in single eYpectoration

Klasifikasi menurut Pusel :


+ : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam
sputum
++ : batuk dengan perdarahan 1 30 ml
+++ : batuk dengan perdarahan 30 150 ml
++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis sedang,
positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis massif

b. He also sad that in previous months, he had productive cough with a lot of
phlegm, mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight (previous weight
70kg) and shortness of breath. Since a week ago, he felt his symptom were
worsening.
i. Bagaimana mekanisme dari keluhan yang dialami Mr. Y?
Batuk berdahak
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Karena terlibatnya bronkus pada
setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan ermula. Sifat batuk dimulai dari batyuk kering
(non-produktif) kemudian setelah timbul peradangan menjadi bstuk produktif
(menghasilkan sputum). Sputum juga dapat dihasilkan akibat penumpukan
mukus saat proses pembersihan saluran pernapasan tidak efektif lagi. Ketika
terjadi penumpukan mucus, membrane mukosa akan terangsang dan mucus
dibatukkan keluar sebagai sputum. Pembentukan sputum yang berlebihan
mungkin disebabkan oleh gangguan fisik, kimiawi, atau infeksi pada
membrane mukosa.
Demam ringan

Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi.
Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur,
ataupun parasit.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara
lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi,
penyakit autoimun, keganasan, dan pemakaian obat-obatan (antibiotik,
difenilhidantoin, dan antihistamin).
Dengan masuknya MO tersebut, tubuh akan berusaha melawan dan
mencegahnya dengan memerintahkan tentara pertahanan tubuh antara lain
berupa leukosit, makrofag, dan untuk memakannya (fagositosis). Dengan
adanya proses fagosit ini, tentara-tentara tubuh itu akan mengeluarkan senjatasenjata berupa zat kimia yang dikenal sebagai pirogen endogen (khususnya
IL-1) yang berfungsi sebagai anti infeksi. Pirogen endogen yang keluar
selanjutnya akan merangsang sel-sel epitel hipotalamus untuk mengeluarkan
suatu substansi yakni asan arakhidonat. Asam arakhidonat yang di keluarkan
oleh hipotalamus akan memacu pengeluaran prostaglandin (PGE2).
Pengeluaran prostaglandin akan mempengaruhi kerja dari thermostat
hipotalamus. Sebagai kompensasinya, hipotalamus akan meningkatkan titik
patokan suhu tubuh (diatas suhu normal). Adanya peningkatan titik patokan
ini dikarenakan thermostat tubuh (hipotalamus) merasa bahwa suhu tubuh
sekarang

di

bawah

batas

normal.

Akibatnya

terjadilah

respon

dingin/menggigil. Adanya proses menggigil (pergerakan otot rangka) ini


ditujukan untuk menghasilkan panas tubuh yang lebih banyak dan terjadilah
demam.
Penurunan nafsu makan
Selain menyebabkan demam, IL-1 juga bertanggung jawab terhadap gejala
lain seperti timbulnya rasa kantuk/tidur, supresi nafsu makan, dan penurunan
sintesis albumin serta transferin. Penurunan nafsu makan merupakan akibat
dari kerjasama IL-1 dan TNF-. Keduanya akan meningkatkan ekspresi leptin

oleh sel adiposa. Peningkatan leptin dalam sirkulasi menyebabkan negatif


feedback ke hipothalamus ventromedial yang berakibat pada penurunan intake
makanan.
Penurunan berat badan
Infeksi Mycobacterium tuberculosis akan menyebabkan aktifasi makrofag
oleh IFN- produksi pirogen endogen IL -1, IL-4, IL-6, TNF-. Pirogen
endogen bersirkulasi sistemik & menembus masuk hematoencephalic barrier
bereaksi terhadap hipotalamus. Lalu menekan pusat rasa lapar di hipotalamus.
Pada masa yang sama terjadi peningkatan metabolisme tubuh pada pasien TB
dan HIV karena peningkatan penggunaan energi metabolik. Sehingga
penurunan nafsu makan/ intake berkurang dan peningkatan metabolisme
tubuh pasien TB menyebabkan penurunan BB dengan cepat.
Sesak
TBC termasuk sebagai penyakit parenkim paru yang disebabkan karena
infeksi. Jika dikatikan dengan infeksi akan terjadi penurunan compliance paru
( kemampuan paru untuk mengembang ), sehingga terjadi kenaikan beban
kerja pernafasan. Selain itu pada TBC juga dapat terjadi destruksi dari kapiler
alveolar sehingga pasien dapat menjadi hypoxemia ( kekurangan oksigen
dalam darah ) dan terjadi kenaikan frekuensi pernafasan.
ii.

bagaimana hubungan antar gejala yang dialami Mr. Y?


Gejala-gejala yang dialami berawal dari timbulnya infeksi tuberkulosis.
Adanya bakteri yang masuk menyebabkan hipersekresi mukus (batuk
produktif) dan infiltrasi sel-sel imun yang selanjutnya melepaskan berbagai
sitokin seperti IL-1 yang selanjutnya memicu produksi prostaglandin yang
mengubah set point temperatur di hipotalamus sehingga terjadi demam.
Infiltrasi di alveolus dan peningkatan metabolisme (demam) menyebabkan
sesak nafas. IL-1 dan TNF alfa merupakan kaheksin yang selanjutnya akan
menurunkan selera makan. Akhirnya, penurunan selera makan dan
peningkatan metabolisme menyebabkan kehilangan berat badan.

iii.

apa yang membuat gejala yang dialami Mr. Y bertambah parah?


Gejala dapat timbul lagi karena imun Mr. Y yang kemungkinan semakin drop
ditambah penurunan berat badan dan gizi tubuh sehingga untuk proses
kompensasi tidak maksimal. Kuman TB semakin banyak dan secara progresif
menginfeksi paru

c. Mr. Y have similar symptoms 6 years ago, he was given medication after
consulting with doctor at the time. But stop the treatment after 2 weeks because
he feeling better.
i. apa diagnostic banding dari semua keluhan gejala yang dialami Mr. Y?
femmy, ova
Indikator

Kasus

Hemoptisis
Demam

+
Ringan

Tb paru

+
Ringan

Pneumonia

Bronkietaksi

Karsinoma

(typical)

bronkogeni

+
Tinggi

+
Tinggi,

k
+
Ringan

(subfebris) (subfebris

berulang

Sesak

)
+

napas
BB

, +

anoreksia
Productive

cough
Pembesara

infiltrat

+
Konsolidasi

+
Kista-kista

Nodul

pada lobus biasanya

biasanya

kecil

kanan atas pada

pada

paru

paru

kelenjar

limfe
WBC
Gambaran Infiltrate
Radiologi

apeks
paru

seperti soliter

basis gambaran

sirkumskript

sarang tawon, a atau coin


bronchovascul lesion
ar marking

ii.

bagaimana dampak pemberhentian obat pada kasus ini?


Bila Pasien TB malas minum obat atau putus obat sebelum penyakit sembuh,
maka kemungkinan Penyakit akan berubah menjadi bentuk yang lebih ganas
yang dikenal dengan nama MDR-TB yaitu Multiple Drug Resisten
Tuberkulosis.
MDR TB terjadi karena kuman Mycobacterium tuberkulosis menjadi
resisten atau kebal terhadap OAT yang biasa.
Pengobatan untuk MDR-TB ini memerlukan biaya yang lebih mahal dan di
Indonesia hanya ada 2 RS yang sampai saat ini dapat menangani kondisi ini
yaitu RS Persahabatan di Jakarta Timur dan RS dr. Sutomo di Surabaya.
Jika dalam 2 tahun pengobatan untuk MDR TB belum juga sembuh, maka
ditakutkan penyakit akan menjadi XDR TB atau Extremely Drug Resistent
Tuberkulosis, yang akan fatal akibatnya.

d. Physical appearance V
General appearance: he look severaly sick and pale. Body heigh: 175 cm, body
weight: 55 kg BP: 100/70 mmHg, HR: 12x/minute, RR: 36x/minute, temp 37,6
0

C. there was tattoo on the chest. In chest auscultation there was an increase of

vesicular sound at the right apex lung with moderate rales.


i.

Bagaimana interpretasi dan mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan


fisik pada kasus?
Pemeriksaan
Mekanisme
General appearance : looked severly Terlihat sakit berat akibat penilaian terhadap
sick and pale

pasien yang datang dengan dalam keadaan batuk


berdarah massif dan sesak.
Pucat yang disebabkan oleh anemia yang

RR: 36x/mnt

ditunjukkan oleh Hb yang rendah (Hipoksia)


Kompensasi tubuh dalam memenuhi kebutuhan
oksigen akibat perfusi kejaringan yang kurang
(Hb rendah).

Mukus

berlebihan

dalam

saluran

nafas

menyebabkan obstruksi/kesulita udara dalam


Temp: 37,6 0C

mencapai paru.
Inflamasi pada tubuh menyebabkan suhu tubuh

IMT : 17,95

naik sedikit atau subfebris


sistem imun akan menghasilkan TNF alpha dan
IL-2 yang pada akhirnya akan menyebabkan
anorexia dan penurunan berat badan, selain itu
M.Tuberculosis akan menghasilkan cachexin
yang juga akan menekan nafsu makan sehingga
berat badan turun dan BMI jatuh dibawah
normal.

HR: 112x/minute

Pada TB paru lanjut dengan fibrosis luas sering


ditemukan atrofi dan retraksi otot interkostal.
Bagian paru yang sakit menciut dan menarik isi
media stinum atau paru yang lain. Paru yang
sehat jadi hiperinflasi.Keadaan lanjut TB paru
dapat meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonalis) yang diikuti terjadinya
kor pulmonale dan gagal jantung kanan sehingga
akan dapat ditemukan tanda-tanda korpulmonale
dengan

gagal

jantung

kanan

seperti

takipnea,takikardi, sianosis, right ventrikular lift,


right articular gallop, whimper Graham Steel,
bunyi P2 yang mengeras,tekanan vena jugularis
yang meningkat, hepatomegali,ascites dan edem.
HR meningkat karena adanya upaya untuk
mencukupi kebutuhan oksigen dan nutrisi pada
jaringan.

Auscultati

Infiltrat

pada

apex

paru

(massa

padat)

on : increase of vesicular sound at menyebabkan penghantaran suara menjadi lebih


the upper lung with moderate rales

meningkat sehingga terdengar suara vesicular


yang meningkat.
Bronkus pada paru kanan memiliki posisi yang
lebih menjorok dibanding paru kiri, sehingga
menyebabkan kuman lebih mudah masuk ke paru
kanan. Selain itu mycobacterium tuberculosis
merupakan bakteri aerob maka bakteri ini akan
menuju apical paru sebagi tempat predileksinya,
karena bagian apical paru memiliki tekanan
oksigen yang lebih tinggi dibanding bagian paru
yang lain. Hal ini lah yang menyebabkan suara
vesikuler meningkat hanya pada lapangan atas
paru kanan.

ii.

Bagaimana hubungan tattoo terhadap kasus?


Tatto berkaitan dengan adanya faktor resiko lain dari tuberkulosis yaitu HIV
(Human Immunodeficiancy Virus) yang dapat mengakibatkan penurunan
kemampuan imun seseorang sehingga ia lebih rentan terkena infeksi dan dapat
memengaruhi proses diagnosis dan menjadi pertimbangan tatalaksana.

e. Laboratory information
Hb: 9,5 g% WBC: 6000, ESR 125 mm/hr, diff count 0/3/2/75/15/5, acid fast
bacilli (-), HIV (-)
Radiologi
Chest radioghraph showed infiltrate at right apex lung
i. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan laboratory dan radiologi
tersebut?
Pemeriksaan
Hasil
Hemoglobin
9.5g%
Hitung jumlah 6,000/mm3
WBC

Nilai normal
14-18g%
5,000-10,000/mm3

Interpretasi
Anemia
Normal

Hitung

jenis 0/3/2/75/15/5

WBC
Tes BTA
Tes HIV
ESR
Radiologi

Negatif
Negatif
125mm/hr
Infiltrat pada apex

0-1/1-4/2-5/36-

Peningkatan

66/22-40/4-8

neutrofil

Negatif
Negatif
10-15mm/hr
Tidak ada

batang,

penurunan limfosit
Normal
Normal
meningkat

kanan
ii.

Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratory dan


radiologi pada kasus?
Hb 9,5%, Anemia
Anemia pada tuberkulosis dapat dikarenakan terjadinya gangguan pada
proses eritropoesis oleh mediator inflamasi, Respon imun yang muncul karena
reaksi infeksi dan inflamasi menyebabkan dilepasnya protein yang disebut
sitokin. Protein ini membantu dalam proses penyembuhan dan melawan
infeksi, tetapi juga dapat mempengaruhi fungsi tubuh yang normal. Pada
anemia penyakit kronik, sitokin mengganggu kemampuan tubuh dalam
mengabsorbsi dan menggunakan Fe.
a. sitokin interferon- (dari sel T), TNF-, IL-1, IL-6 dan IL-10 (dari monosit
dan makrofag).
b. Interferon-, lipopolisakarida, dan TNF- meningkatkan regulasi DMT1,
dan terjadi kenaikan pemasukan Fe dalam makrofag.Rangsangan
proinflamatory ini menyebabkan retensi Fe pada makrofag dengan
menurunkan reaksi ferropotin, sehingga mengurangi pelepasan Fe dari sel
ini.Feroportin adalah suatu pengirim Fe transmembran, yang berperan
dalam absorbsi Fe dari duodenum menuju sirkulasi.Sitokin anti inflamasi
seperti

IL-10

juga

menyebabkan

anemia

melalui

stimulasi

pengambilalihan Fe oleh makrofag dan stimulasi translasi dari produksi


ferritin.
c. IL-6 dan lipopolisakarida
Menstimulasi produksi hepcidin fase akut, yang menurunkan absorbsi Fe
dari duodenum.
d. Sitokin IL-10
Meningkatkan ekspresi reseptor transferrin dan meningkatkan pemasukan
transferin ke dalam monosit.

Dengan demikian terganggunya homeostasis dan terbatasnya kapasitas


Fe untuk sel progenitor eritroid menyebabkan terganggunya proses biosintesis
heme.pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolism besi, adanya
malabsorbsi dan ketidakcukupan zat gizi.
Buruknya status nutrisi pada pasien tuberkulosis juga berhubungan
dengan munculnya anemia, dimana status nutrisi pasien dapat diukur dengan
menghitung BMI dan memeriksa kadar albumin.12 Albumin dapat digunakan
sebagai indicator klasik keadaan malnutrisi. Albumin adalah protein utama
yang dihasilkan hepar selama sehat dan sepertiga dari albumin yang dapat
dipertukarkan terdapat di dalam ruang intravaskular.Kadar albumin yang
kurang dari normal menunjukkan prognosis yang lebih buruk.
Baik anemia penyakit kronik maupun anemia defisiensi besi dapat
terjadi pada penderita tuberculosis.
Pembagian anemia menurut National Cancer Institute:
Grade Kategori Hb
0

Normal 12.0-16.0 g/dl (pr) dan 14.0-18.0 g/dl (lk)

Ringan 10.0 g/dl s.d batas normal

Sedang 8.0-10.0 g/dl

Berat 6.5-7.9 g/dl

Mengancam jiwa <6.5 g/dl

WBC
Tidak terjadi peningkatan WBC. Mekanisme pertahanan tubuh terhadap
infeksi TB yang harusnya meningkat tajam, pada saat pemeriksaan terlihat
normal.Atau mungkin saja telah terjadi peningkatan WBC dari nilai WBC Mr.
Y sebelum menderita TB.Artinya peningkatan tidak terlau signifikan.
Pada DC terjadi peningkatan netrofil segmen. Hal ini disebabkan reaksi
imunologis akan merngasang sumsul tulang untuk memproduksi netrofil
termasuk pula limfosit Namun karena HIV menyerang sel limfosit tersebut
akibatnya banyak sel T yg mati. Neutrofilia pada umumnya berhubungan
dengan penyebaran lokal akut seperti pada meningitis tuberkulosis, pecahnya
fokus perkejuan pada bronkhus atau rongga pleura (Lee et al., 1999).Pada
infeksi tuberkulosis yang berat atau tuberkulosis milier, dapat ditemukan

peningkatan jumlah neutrofil dengan pergeseran ke kiri (shift to the left) dan
granula toksik (reaksi leukomoid) (Schlossberg, 1994).
ESR
Meningkat karena meningkatnya mediator inflamasi akibat reaksi
peradangan. Darah menjadi lebih kental dan ESR pun meningkat.
Infiltrat di lobus atas paru pada rontgen
Ada penebalan di bagian apeks paru, kemungkinan merupakan tempat
mikobakterium tuberkulosa menyukai tempat itu karena memiliki PO 2 yang
tinggi.
Berdasarkan hasil X-ray thorax yaitu terdapatnya infiltrat dan kavitas pada
paru kanan dan kiri atas, dapat diinterpretasikan bahwa gambaran X-ray
thoraxyang merupakan gambaran lesi aktif.
- Infiltrat pada paru kanan dan kiri atas berarti adanya nekrosis kaseosa
akibat tuberkel karena infeksi Tb yang dikelilingi jaringan fibroblast dan
makrofag sehingga membentuk kapsul dan memberikan gambaran
-

infiltrat.
Kavitas atau lubang pada paru kanan dan kiri atas, timbul akibat
granuloma yang bagian tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek
membentuk jaringan keju (nekrosis kaseosa). Sehingga pada radiologi
menunjukkan gambaran kavitas atau lubang-lubang. Kavitas ini mulamula berdinding tipis, lama-kelamaan dinding menebal karena infiltrasi
jaringan fibroblast dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik
(kronik).
Adanya infiltrat dan kavitas pada paru kanan dan kiri atas terjadi karena

M. Tuberculosis merupakan bakteri aerob yang lebih menyenangi jaringan


yang tinggi kandungan oksigennya.Dalam hal ini tekanan oksigen bagian
apikal paru lebih tinggi daripada bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan predileksi penyakit tuberkulosis.
iii.

Bagaimana gambaran infiltrat radiologi pada kasus?

iv.

Mengapa infiltrate penyakit Mr. Y terletak di apex?


Mycobacterium tuberculosis merupakan jenis kuman berbentuk batang
berukuran panjang 1-4mm dg tebal 0,3-0,6mm. sebagian besar komponen M.
Tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan
terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik.
Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak
oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberculosis senang tinggal di daerah apex paruparu yang kandungan oksigennya tinggi. daerah tersebut menjadi tempat yang
kondusif untuk penyakit tuberculosis. Infiltrate terletak pada apex kanan
menunjukan bahwa infeksi TB Paru pertama kali di paru kanan,

v.

Mengapa pada Mr. Y dilakukan pemeriksaan HIV ?


Adanya tato di dada pasien menunjukkan bahwa pasien pernah membuat tato
pada tubuhnya. Pembuatan tato dilakukan dengan cara menusukkan satu atau
lebih jarum ke dalam kulit lalu menanamkan suatu pigmen tertentu ke dalam
lapisan dermis kulit yang akan membentuk suatu desain tertentu. Jarum yang
digunakan dalam pembuatan tato bisa berperan dalam penularan penyakit
termasuk HIV. Untuk itulah pada Mr. Y dilakukan tes HIV, namun hasilnya
negatif menandakan tato pada tubuhnya tidak menyebabkan HIV dan
menerangkan TB Mr. Y murni dengan HIV (-). Karena jarum yang
terkontaminasi oleh darah bekas dari penderita HIV dapat menularkan virus
tersebut. Virus HIV masih berpotensi menimbulkan infeksi jika berada dalam
larutan encer pada suhu ruangan maksimal 15 hari.

vi.

Bagaimana hubungan HIV dan TB?


Adanya tato di dada pasien menunjukkan bahwa pasien pernah membuat tato
pada tubuhnya. Pembuatan tato dilakukan dengan cara menusukkan satu atau
lebih jarum ke dalam kulit lalu menanamkan suatu pigmen tertentu ke dalam
lapisan dermis kulit yang akan membentuk suatu desain tertentu. Jarum yang
digunakan dalam pembuatan tato turut berperan dalam penularan penyakit
termasuk HIV. Jarum yang terkontaminasi oleh darah bekas dari penderita
HIV dapat menularkan virus tersebut. Virus HIV masih berpotensi
menimbulkan infeksi jika berada dalam larutan encer pada suhu ruangan
maksimal 15 hari. Jadi tato merupakan factor risiko dalam penularan virus
HIV kepada MR.Y.Namun pada kasus ini Mr.Y tidak tertular HIV.
HIV dan M. tuberculosis keduanya merupakan patogen intraseluler yang
saling berinteraksi baik pada tingkat populasi, klinis, maupun seluler. ODHA
rentan terhadap TB. Progresivitas TB menjadi aktif sejak awal paparan lebih
besar pada ODHA (40%) dibandingkan dengan pada non ODHA yang kurang
dari 0,1% pertahun.
TB juga terbukti mempercepat perjalanan infeksi HIV. Angka mortalitas
pertahun dari HIV terkait TB yang diobati berkisar antara 20,35%. Angka
mortalitas HIV TB empat kali lebih tinggi dari pada angka mortalitas TB
tanpa HIV. Tingginya angka mortalitas diantara penderita TB disebabkan
terutama oleh infeksi HIV yang progresif, walaupun mortalitas dini ( dalam 3
bulan pertama) kebanyakan disebabkan oleh karena TBnya sendiri.
Tuberkulosis dapat muncul pada setiap tahap infeksi HIV dan dengan
presentasi yang bervariasi.

E. Learning Issue
F. Sintesis
G. Kerangka Konsep

Mr. Y 40 tahun

immunocompremi
sed
Penyem
pitan
Ganggu
lumen
sesak
an

ronki
Sel Goblet
sesak
banyak

Factor
lingkungan
Usia

Infeksi
Darah yang
Batuk
Bunyi
Terbentuknya
Mycobacterium
Aneurisma
Volume
Peradangan
darah
Neutrophi
rass
AktivasiMenekan
Produksi
Aktivasi
respon
Sklerotik
Infiltrasi
Infeksi
Hancurnya
meluas
Aktivasi di pompa
berdah
granuloma
Nekrosis
vesikuler
anemia
hemopto
demam
anoreksi
Cavitas
di apex
tuberculosis
mussen
menurun
di dinding
pecah
l
imun TNF
seluler
makrofag
nafsu
dan IL
jantung
jaringan
jaringan ikat arteri
PGE2
ak

H. Kesimpulan
Mr. Y 40 tahun mengalami TB paru BTA negative HIV negative dikarenakan factor
pencetus; jenis kelamin dan lingkungan.

takik
ardi

DAFTAR PUSAKA
Aditama T Y, Patofisiologi Batuk, dalam Cermin Dunia Kedokteran no.84,1993,5-7.
Alsagaff, Hood dan Abdul Mukty. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga
University Press.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia, (Online),
(http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html, diakses 4 maret 2015)
Rab, Thabrani. 2010. Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Trans Info Media.
Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing
Smucny J, Cough,Hueston W J, in 20 Common Problems Respiratory Disorders, McGraw-Hill
Companies, United States,2002,3-20.
ZS

Priyanti, Patofisiologi Batuk dan


Kedokteran no.84, 1993,8-12.

Oksidan

Antioksidan,dalam

Cermin

Dunia

You might also like