You are on page 1of 17

DRAFT BAHAN AJAR

TAKSONOMI HEWAN
BIO 247/4 SKS (3-1)

OLEH
Dr. AGUS NURYANTO, S.Si., M.Si
NIP. 132 158 428

FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2008

I. KONSEP SPESIES

A. Pengantar
1. Deskripsi
Pokok bahasan ini menguraikan macam-macam konsep species dan beberapa pemikiran para ahli
yang mendukungnya serta menjelaskan kekurangan dan kelebihan masing-masing konsep.
Disamping itu, konsep yang ideal dari semua konsep yang ada juga dijelaskan.
2. Relevansi dan manfaat
Pokok bahsan ini masih terkait dengan pokok bahasan mengenai systematic, taxonomy,
classification dan nomenclature dalam memberikan pengertian-pengertian dasar kepada
mahasiswa untuk memahami pokok bahasan berikutnya.
3. Kompetensi Khusus
Setelah kuliah pokok bahasan ini mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan macam-macam
konsep species. Mebandingkan dan menjelaskan kelemahan dan kelebihan masing-masing
konsep species yang ada.

B. Uraian
1

Macam Konsep Species

Definisi kategori spesies telah menjadi permasalahan utama dalam taksonomi. Alasan pertama
karena adanya ketidak sesuaian konsep tipe dengan sifat dasar dari spesies yang berevolusi.

Kedua, spesies yang berevolusi dapat memiliki berbagai properti dan hanya berdiferensiasi
secara perlahan dalam filogeni. Oleh karena itu, beberapa buku teks mengenai taksonomi
menulis banyak konsep species. Beberapa darinya semata-mata hanya memiliki arti secara
sejarah meskipun masih dipertahankan oleh author kontemporer. Literature taksonomi,
systematic dan evolusi paling tidak menyebutkan ada 22 konsep species (Tabel 2.1).
Tabel 2.1. Konsep species dan singkatan yang telah distandarisasi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
1

Morphological (MSC)
Agamospecies (ASC)
Biological (BSC)
Cohesion (CSC)
Cladistic (ClSC)
Composite (CpSC)
Ecological (EcSC)
Evolutionary Significant Unit
(ESU)
Evolutionary (ESC)
Genealogical
Concordance
(GCC)
Genetic (GSC)

12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Genotypic Cluster Definition


(GCD)
Hennigian (HSC)
Internodal (ISC)
Non-dimensional (NDSC)
Phenetic (PhSC)
Phylogenetic (PSC)
Polythetic (PtSC)
Recognition (RSC)
Reproductive Competition
(RCC)
Successional (SSC)
Taxonomic (TSC)

Morphological Species Concept/ Typological Species Concept

Menurut konsep ini, keragaman yang diobservasi di alam merefleksikan keberadaan sejumlah
tipe yang terbatas. Individu-individu tidak berada dalam hubungan tertentu antara satu dengan
yang lainnya, semata-mata ekspresi dari tipe yang sama. Konsep ini, yang berdasarkan filosofi
dari Plato, merupakan konsep spesies dari Linnaeus dan pengikutnya. Oleh karena tradisi
filosofi ini, konsep tipe disebut juga sebagai esensialime dan juga disebut konsep spesies
esensialis. Konsep species tipe memiliki beberapa sinonim seperti clasical species concept,
Linnaean species concept, and morphospecies concept. Berbagai usaha yang semata-mata
mendefinikan spesies secara numerik atau matematik secara logis ekuivalen dengan konsep ini.
Derajat perbedaan morfologi adalah kriteria status species untuk pengikut konsep spesies tipe.
Konsep ini dipertimbangkan sebagai metode yang paling sesitif dan paling umum digunakan
oleh ahli taksonomi, ahli biologi umum dan sebagainya. Karena sebagian besar situasi yang
melibatkan populasi allopatrik hanya sedikit atau tidak ada informasi yang tersedia mengenai
kebebasan reproduktif, hanya perbedaan morfologi yang membantu sebagai wakil keturunan dari
silsilah yang berbeda. Konsep ini juga menjembatani satu keputusan yang memisahkan suatu
keadaan yang melekat pada beberapa konsep lain antara seksual dan aseksual species, selama ini
perbedaan morfologi bersifat dapat diturunkan dan mewakili terpisahnya garis keturunan.

Pernyataan yang menyatakan bahwa manusia berorientasi species, sehingga konsep species
dengan mudah dinyatakan sebagai satu konsep yang operasional.
Konsep species tipe (esensialis) diterima oleh ahli taksonomi sampai periode post-Linnaean.
Ada empat postulat yang diterima oleh para esensialis:

Spesies terdiri atas individu-individu yang mirip yang memiliki karakter inti yang sama

Tia-tiap species terpisah antara satu dengan yang lainnya oleh diskontinuitas yang tajam

Tiap species bersifat konstan sepajang waktu

Kemungkinan variasi dalam satu species sangat terbatas

Ada tiga batasan konsep sepcies menurut konsep tipe yaitu

Berbeda dan monotipe

Tidak mengalami mutasi dan terbentuk seperti adanya

Melakukan perkainan sesungguhnya

Permasalahan nyata terkait dengan konsep species morfologi adalah adanya species sibling atau
species kriptik atau tersimpannya/ bertahannya morfologi plesiomorfik. Disini, tidak ada atau
sedikit divergensi moefologi terjadi dan dua atau lebih species berbeda terlihat sangat mirip.
Dalam kasus ini konsep species morfologi akan berakibat pada rendahnya dugaan keragaman
biologis. Masalah potensial lainnya adalah melekatnya kecenderungan tingkat divergensi
morfologi yang berubah-ubah. Dengan melakukan kriteria tersebut, peneliti akan berasumsi
bahwa semua sifat morfologi, terutama yang secara tradisional dilakukan pada takson, berevolusi
pada laju divergensi yang konstatn. Hal ini asumsi yang tidak dijustifikasi dan patahkan oleh
observasi bahwa bahkan dalam satu kelompok taksonomi divergensi morfologi sangat biasa.
Konsep species tipe ditolak secara universal karena dua alasan praktis. Pertama, di alam
seringkali ditemukan individu-individu dari species yang sama sering memperlihatkan variasi
yang sangat jelas sebagai hasil dimorfisme seksual, perbedaan umur, polimorfisme dan bentuk
variasi individu lainnya. Meskipun sering dideskripsikan sebagai species yang berbeda, namun
setelah mereka ditemukan sebagai anggota dari breeding population yang sama, mereka hanya
dikenal sebagai derajat perbedaan morfologi. Fena yang berbeda yang masuk ke dalam satu
populasi tidak dapat dipertimbangkan sebagai sepcies yang berbeda tidak peduli seberapa besar
perbedaan mereka secara morfologi. Kedua, ada species di alam sibling species yang sangat
sulit dibedakan pada semua karakter secara morfologi merupakan konsep species biologi. Jadi
derajat perbedaan tidak dapat dipertimbangkan sebagai kriteria untuk membuat keputusan
didalam membuat ranking suatu taksa sebagai species.

Ini merupakan konsep non-dimensional yang memperlakukan species sebagai klas,


mendefinisikan mereka berdasarkan kelengkapan morfologi esensial tertentu. Dengan demikian,
konsep ini tidak mengijinkan peneliti untuk memperlakukan species sebagai bagian dari
keseluruhan sejarah yang membentuk silsilah keturunan. Sebagai individu, definisi setiap
species akan berubah ketika karakter esensial dari satu species pada t 1 akan berbeda dari t2
melalui keturunan. Ketika konsep ini telah membantu sebagai metode tradisional untuk
mengidentifikasi species, konsep ini memeliki cacat yang fata sebagai satu konsep primer.

Agamospecies concept (ASC)

Konsep ini memiliki sinonim Microspecies, Paraspecies, Pseudospecies, Semispecies.


Konsep ini secara khusus merujuk pada taksa yang tidak sesuai dengan cara repoduksi secara
seksual dan biparental, sering species ini dihasilkan dari hibridisasi antar psecies atau atar genus.
Species ini dapat menghasilkan gamet tetapi seringkali tidak terjadi fertilisasi, kecuali melalui
hibridisasi. Ghiselin merujuk species ini sebagai tumpukan daun yang jatuh dari pohon dan
menumpuk. Agamospecies mungkin bagian dari species komplek dimana didalamnya ada
species yang bereproduksi secara seksual. Dalam kasus ini, agamospecies mungkin bersifat
fakultatif atau obligat apomiktik. Apomiktik obligat kadang dirujuk sebagai mikrospecies. Pada
kenyataannya kumpulan individu organisme dari species sering polifiletik, dihasilkan dari
beberapa persilangan antara tetua, species biseksual. Taksa ini sering didiagnosa dengan
beberapa ciri yang berhubungan baik oleh morfologi maupun kromosom. Species ini sering
memiliki kisaran geografis terbatas. Beberapa autor hanya mengenal mereka sebagai species
jika kisaran geografis mereka paling tidak memiliki diameter 20 km.

Konsep Species Biologi

Sinonim GSC, Isolation Species Concept


Menurut Simpson (1969) konsep ini juga disebut konsep species genetik. Akan tetapi menurut
Mayr dan Ashlock (1991) dan Mayden (1997) berbeda dengan konsep species genetic. Menurut
konsep ini species merupakan satu populasi inklusif Mendel, hal ini diintegrasikan oleh ikantan
reproduksi seksual dan asal-usul (Dobzhansky, 1970). Sementara Menurut Mayr (1940) species
adalah kelompok populasi alam yang benar-benar atau memiliki potensi untuk melakukan
perkawinan dan terisolasi secara reproduktif dari kelompok lain. Menurut Mayr dan Ashlock
(1991) Species adalah kelompok populasi alam yang dapat melakukan perkawinan dan terisolasi
secara reproduktif dari kelompok lain.
Species terdiri atas komunitas reproduktif yang didalamnya ada unit ekologi dan genetik.
Individu-individu dari satu species mencari dan mengenali satu dengan yang lainnya untuk

perkawinan, memelihara komunikasi antar gen pool dan individu-individu yang menyusunnya
berinteraksi sebagai satu unit dengan species lain yang dengannya mereka berbagi
lingkungannya. Menurut Mayr (1997) setiap species biologi adalah satu kumpulan genotipe
seimbang dan harmonis serta tidak ada pemisahan interbreeding individu, tidak masalah seberapa
berbeda secara genetik sehingga akan menorong terjadi gangguan kerharmonisan genotip dengan
segera. Sebagai hasil, ada tambahan mekanisme yang sangat selektif, disebut mekanisme isolasi,
yang akan mendorong persilangan individu species yang sama dan menghambat perkawinan
non-conspecific. Hal ini menyediakan arti sebenarnya dari species. Species adalah alat untuk
mencegah adanya genotipe yang harmonis dan terintegrasi dengan baik. Inti dan satu-satunya
kriteria untuk realitas species adalah ide isolasi reproduksi dari satu species dengan species lain.
Species adalah gen pool yang terlindung dan dilingdungi oleh alatnya sendiri (mekanisme
isolasi) melawan gen yang berasal dari hanyutan gen dari gen pool yang lain.
BSC secara specific tidak mencakup species uniparental meskipun mereka ada dan beberapa
memiliki keragaman tipe pseudospecies. Konsep ini juga digambarkan sebagai definisi
operasional bahwa taxa dari kategori species dapat dibatasi dari species yang lain oleh kriteria
lain yang didefinisikan secara operasional, sebagai contoh populasi interbreeding lawan noninterbreeding.
BSC telah memperoleh kritik yang substansial substansial terkait dengan: 1) tidak adanya
perspektif silsilah keturunan; 2) non-dimensionalitas; 3) kesalahan kualitas operasional sebagai
definisi; 4) tidak mencakup organisme non-reproduksi seksual; 5) tidak membedakan
penggunaan kriteria isolasi reproduksi; 6) kebingunan antara mekanisme isolasi dan efek isolasi;
7) ada ketergantungan implisit pada seleksi grup; 8) sifat relasionalnya; 9) nada teologisnya; 10)
pekerjaanya sebagai konsep tipe, tidak berbeda dari konsep morfologi.

Cladistic Species Concept (ClSC)

Kumpulan organisme antara dua kejadian spesiasi, antara satu proses spesiasi atau diturunkan
dari satu kejadian spesiasi. Sinonim ISC dan CSC.
Konsep species dimana species diperlakukan sebagai individu bukan kelompok. Sebagai
subteori, diskusi konsep ini tergabung dengan BSC dan EcSc untuk menyediakan teori lebih
lengkap dalam memahami species. Species adalah satu keturunan dan spesiasi menghasilkan dua
atau atau keturunan. Dengan definisi ini, species tidak dapat parapiletik, bahkan jika individu
organisme dari satu atau lebih garis keturunan species secara genealogi lebih berkerabat dekat
terhadap satu atau lebih keturunan species yang lain.
Dalam beberapa hal konsep ini dapat membantu sebagai konsep utama untuk keragaman
biologis. Ini merupakan konsep silsilah keturunan, yang memperlakukan species sebagai
individu.

Konsep ini telah mendapat kritik karena tidak adanya kekhusussan terkait dengan spesiasi, satu
isu yang memperkuat monopili species. Membandingkan ClSC dan CpSc dan alasan bahwa
diskusi mengenai monopili species tidak cukup, tetapi bahwa organsime yang membentuk
species terlibat dalam peristiwa spesiasi akan relative parapiletik satu dengan lainnya. Jadi ClSC
bukan merupakan konsep yang layak sebagai konsep primer.

Ecological Species Concept (EcSC)

Species adalah satu keturunan yang menempati zone adaftif yang minimal berbeda dari
keturunan lain dalam lingkungannya dan berevolusi secara terpisah dari semua keturunan lain
diluar lingkungannya. Sinonim ESC.
Konsep ini menggambarkan species sebagai unit ekologi yang membetuk keturunan sepanjang
waktu dalam satu lingkungan kompetitif. Ini merupakan satu definisi operasional dimana
perbedaan ekologi akan membentuk species berbeda dan berevolusi secara terpisah. Konsep ini
bersifat toleran baik untuk biseksual maupun uniseksual species. Species yang berevolusi
melalui hibridisasi dan species yang melakukan pertukaran gen, sepanjang perbedaan ekologi
terpelihara pada keturunan. Penyamaan evolutionary species concept dan ecological species
concept tidak akurat. Kedua konsep tersebut berbeda, dalam hal ESC tidak perlu adanya
divergensi ekologi antara species simpatrik. Hanya menurut konsep ESC asli dari Simpson
(1961), species diarahkan pada kontek evolusi dan ekologi.
Disini tidak ada keraguan bahwa adanya divergensi ekologi diantara keturunan simpatrik dapat
menjamin pengenalan mereka sebagai species yang berbeda. Sementara itu satu konsep toleran,
sebagai satu konsep operasional, konsep ini tidak dapat dijadikan sebagai konsep primer.

Evolutionary Species Concept (ESC)

Satu keturunan yang berevolusi secara terpisah dari yang lain dan dengan kecenderungan dan
aturan evolusinya (Simpson, 1962). Satu keturunan dari populasi yang diturunkan dari nenek
moyang yang memelihara identitasnya dari yang lain, dan keturunan yang memiliki kencedungan
dan nasib evolusinya sendiri (Wiley, 1978). Satu kesatuan yang tersusun dari organisme yang
memelihara identitasnya dari kesatuan lain sepanjang waktu dan ruang, dan yang memiliki nasib
evolusi dan kecenderungan sejarahnya yang bebas (Wiley and Mayden, 1997).
Konsep ini awalnya diperjuangkan oleh Simpson (1951, 1962) dari ketidakpuasan umum dengan
non-dimensinalitas BSC. Wiley telah mengembangkan konsep ini lebih lanjut dan telah
membuktikan penerapan umum konsep ini pada sistem biologis. Tidak seperti definisi lain yang
telah dijelaskan disini, ESC sebagain besar telah ditolak sampai baru-baru ini. Beberapa peneliti
telah menjelaskan dan mengembangkan lebih lanjut konsep ini. Mereka beralasan bahwa hanya

konsep inilah yang memiliki kapasitas untuk mengakomodasi semua tipe keragaman biologi.
Berlawanan dengan persepsi dari beberapa peneliti (Minelli, 1993) ESC tidak
mempertimbangkan species sebagai kelas atau berfokus pada species sebagai kesatuan ekologi.
ESC tidak sama dengan EcSC. Sedangkan Simpson (1961) telah menganjurkan sau konsep
keturunan terhadap sepcies dan divergensi ekologi dan evolusi. Jadi, logika wajar dari konsep
ESC Simpson dan Wiley agak berbeda.
ESC bukan merupakan konsep yang operasional. Akan tetapi, ini merupakan satu konsep
keturunan yang non-relasional. Jadi, kelengkapan dan pola species dapat diinterpretasikan
dengan benar terkait dengan keturunan unik mereka. Konsep ESC mengakomodasi organisme
uniparental, species yang terbentuk melalui hibridisasi dan nenek moyang species. Tidak
diperlukan adanya batasan kelengkapan tertentu untuk keberadaan species. Akhirnya, isolasi
reproduktif, dipertimbangkan sebagai turunan kelengkapan dari status plesiomorfik
kompatibilitas reproduksi, jadi keberhasilan reproduksi benar-benar bersifat segaram.

Genetic Species Concept (GSC)

Konsep ini mirip dengan konsep morfologi kecuali bahwa metode yang digunakan untuk
menentukan species adalah ukuran perbedaan genetic, diduga untuk merefleksikan isolasi
reproduksi dan kebebasan evolusi. Sebagai konsep fenetik, jarak dan kemiripan genetic
digunakan untuk mengidentifikasi species yang berbeda. Kebebasan genetic diuji menggunakan
metode yang beragaman mulai dari kromatografi, elektroforesis sampai sekuensing.
Ketika nampaknya bersifat operasional, satu masalah mendasar dari GSC adalah bahwa untuk
sebagian besar keragaman tidak ada informasi genetic yang tersedia. Karena divergensi pada
setiap gen tertentu tidak memiliki laju yang sama (seragam), mungkin sekali tidak pernah ada
standar jarak untuk species. Konsep ini bertahan pada asumsi bahwa pada setiap kejadian
spesiasi disana akan ada perubahan tertentu pada setiap gene. Jika peneliti menguji 200 gen dan
mereka semuanya identik diantara dua species, mereka akan mempertimbangkan mereka sebagai
species yang sama. Namun, gen berikutnya dapat memperlihatkan perubahan yang sangat besar
diantara dua sister species sebagai hasil kejadian spesiasi. Jika hanya satu gen dari 200 gene
monoalel mengalami divergensi akan menghasilkan jarak genetik yang dapat disepelekan. Pada
satu skala linier, divergensi tersebut akan menjadi sepele untuk perbandingan species dimana
lima dari 20 gene bersifat divergen. Disini, pada contoh heuristik ini kedua pasangan species
berada sebagai species yang bebas secara evolusi dan secara genetik.
GSC secara esensi adalah pengganti, konsep operasional yang dikembangkan dari BSC, Derajat
divergensi genetik tertentu diasumsikan dapat menjamin pengenalan species. Namun, definisi
operasional ini tidak memeiliki petunjuk bagi peneliti ketika berapa besar perbedaan dianggap
cukup untuk digunakan sebagai batasan species? Hal ini sebagian besar karena divergensi gen
tertentu atau beberapa gen tidak mungkin dapat digunakan untuk menduga didalam atau antar

kelompok taksonomi. Menggunakan konsep non-evolusi ini, peneliti juga disesatkan untuk
percaya bahwa tidak adanya divergensi pada suatu gen yang semata-mata tersedia karena
teknologi menghilangkan realitas divergensi yang mungkin ada pada setiap karakter. Dengan
demikian, kenyataan species dengan morfologi yang divergen dan dapat diturunkan mungkin
secara naif dipertanyaakan jika divegensi pada gen atau protein yang mudah diuji yang
diinginkan. Ketika konsep ini tersedia sebagai konsep tradisional untuk mengindentifikasi
species, hal ini merupakan kesalahan fatal jika ia merupakan konsep primer. Kekurangan data
secara umum, bersamaan dengan besarnya variasi genetik yang terobservasi diantara sister
species, validitasnya dapat dipertanyakan jika semata-mata mendasarkan pada divergensi genetik
untuk memvalidasi species, dan kurangnya prespektif filogenetik didalam menginterpretasikan
variasi telah menghalangi GSC sebagai konsep primer.

Hennigian Species Concept (HSC)

Konsep ini berasal dari catatan awal Hennig mengenai species. Konsep ini telah dikembangkan
lebih lanjut oleh Willmann dan Meier dan Willmann. Tetapi, yang lebih penting, versi yang
diusulkan oleh pengarang terakhir hanya menggabungkan beberapa dari pandangan species dari
Hennig. Konsep mereka merupakan konsep operasional, dan oleh pengakuan mereka sendiri,
merupakan konsep yang identik dengan BSC jika siolasi reproduktif mutlak diadopsi sebagai
kriteria untuk populasi yang hidup dimasa yang sama, dan asal dari isolasi dua sister species
digunakan untuk menetukan batasan species pada suatu waktu. Namun, mereka memandang
konsep ini sebagai konsep BSC Mayr yang berbeda karena dia gagal untuk menyediakan kriteria
yang menspesifikasi bagaimana dan kapan biospecies muncul dan hilang. Tersirat dalam diskusi
mereka adalah isu species konsep dan arti dari species nenek moyang. Secara logika mengikuti
versi ekstrim ini dari konsep isolasi (BSC) adalah bahwa uniseksual bukan merupakan species
tetapi agamotaksa (sensu ASC), taksa tidak harus dipertimbangkan sama dengan species
biseksual.
Konsep Hennigian ditolak ketika segala sesuatu karakteristik yang berpartisipasi dalam spesiasi
untuk beberapa alasan yang sama dari BSC ditolak. Konsep HSC tidak harus dilakukan untuk
pertanyaan sistematik tidak juga untuk iso biodiversitas. Namun, untuk beberapa hal disini
nampak bahwa Meier dan Willmann lebih dari Mayr dari kenyataan bahwa konsep species
penting untuk manusia daripada hanya sekedar untuk kataloger dan kurator koleksi. Jadi HSC
dicirikan sebagai satu konsep dimensional yang dapat digunakan untuk pertanyaan allopatrik
atau alokronik dan tidak seperti BSC, konsep ini menghargai pentingnya perbandingan antara
sister taksa.
Tanpa memperhatikan kelengkapan positif dari BSC, HSC digambarkan kurang cukup untuk
sistem biologis dan dikembangkan berdasarkan padangan terbatas mengenai sistem alam. Isu
problematik penting dari konsep ini adalah mencakup pengeluaran beberapa keragaman biologis,

hubungan alamiahnya, besarnya ketergantungan pada kriteria operasional, dukungan palsu dari
isolasi sebagai batasan species yang tidak berubah-ubah dan penemuan palsu mengenai species
nenek moyang.

Phenetic Species Concept (PhSC)

Merupakan konsep species non-dimensional dan konsep yang operasionalnya terbatas yang
mungkin disamakan dengan beberapa konsep, dimana semua kesamaan (kemiripan) merupakan
kriteria utama untuk keberadaan species. Secara operasional, variasi dari satu set karakter lebih
kecil di dalam kelompok daripada antar kelompok kesatuan yang dikenal sebagai satu takson
yang berbeda. Species diperlakukan sebagai kelas, mereka tidak berada sebagai silsilah
keturunan dan jika satu species berubah melalui anakan, selanjutnya diagnosis akan direvisi.
Ketka secara esensi metode yang dilakukan oleh ahli taksonomi, langkanya dasar toeri dari
konsep ini menghalangi kensep ini untuk menjadi konsep primer.

10

Phylogenetic Species Concept (PSC)

Saat ini paling tidak ada tiga konsep yang berbeda mengenai spesies yang teridentifikasi sebagai
filogenetik. Definisi ini mewakili pertumbuhan systematic filogenetik dan satu kebutuhan umum
diantara beberapa peneliti untuk satu definisi species keturunan yang operasional dan memiliki
proses bebas. Beberapa berpendapat bahwa dengan tumbuhnya popularitas filogenetik , disini
sangat kritis untuk memiliki definisi yang dapat mengidentifikasi unit paling kecil yang layak
untuk analisis. Untuk beberapa yang lain, species adalah unit yang paling kecil yang layak untuk
analisis dan unit infraspecies tidak cukup dalam kontek ini. Prespektif ini menjaga bahwa
keragaman species harus difahami sebelum analisis filogenetik dilakukan. Yang lainnya
mempertahankan posisi bahwa pola hierarki ada dalam species dan metode filogenetik sudah
cukup.
Hal biasa dengan PSCs adalah satu usaha untuk mengidentifikasi kesatuan biologis terkecil yang
dapat didiagnosa dan atau monofiletik. Jadi species adalah satuan biologis dan unit produk dari
seleksi alam dan keturunan. Sebagai konsekuensi, subspecies, penuh dengan ketidakpastian
antara kenyamanan dan keaslian, bukan merupakan unit evolusi yang cukup dan tidak memiliki
status ontology. Perbedaan PSCs membentuk tiga kelas umum, satu menekankan pada monofili,
satu pada diagnisabilitas dan satu untuk keduanya.

11

Taxonomic Species Concept (TSC)

Ini merupakan speciesnya para ahli taksonomi, mereka tidak perlu merupakan speciesnya ahli
genetik atau ahli evolusi. Konsep ini mungkin digunakan oleh sebagian besar ahli taksonomi
pratis sebagai batasan kerja untuk mengumpulkan individu organisme ke dalam taksa yang
berbda. Konsep ini terutama berdasarkan pada kelengkapan morfologi didalam menentukan
species karena banyak karakter lain sevcara tradisional tidak mudah diamati bagi ahli taksonomi.
Dalam praktenya, konsep ini merupakan non dimensional konsep, memperlakukan species
sebagi kelas dan tidak memiliki prespektif keturunan.
Keterbatasan berdasar karakter tradisional dilapangan pada taksonomi kurang nyata pada
taksonomi modern. Banyak tiper karakter berbeda menjadi tersedia dengan cepat dan harus
digunakan didalam penentan taksa. Namun, katakan bahwa manusia memiliki species yang
berorientasi species, karakter morfologi yang paling menyenangkan mungkin akan tetap karakter
yang paling banyak digunakan didalam mengurakan keragaman taksonomis. Namun, kebenaran
ini tidak perlu menghilangkan keberadaan taksa teridentifikassi menggunakan tipe karakter lain
(ekologi, praotein, tingkah laku, sekens dan sebagainya)

Konsep spesies yang ideal

Konsep species yang ideal harus memenuhi berbagai intuisi yang kita miliki mengenai species.
Hal ini adalah satu usaha untuk mecoba mendifinisikan kensep species yang benar-benar
memuaskan yang memnuhi semua intusisiyang dijelaskan oleh gabungan dari definisi yang
ditujukan pada kebutuhan intuitif berbeda. Kan tetapi sebagian besar masalah species berasal
dari kenyataan bahwa setiap usaha untuk menggabungkan konsep yang berbeda menjadi konsep
yang lebih menyeluruh, dimana kriteria didalamnya diberi bobot yang sama, berujung kegagalan.
Hal ini karena kriteria untuk conspecifisitas bersifat inkompatible.
Untuk membuat keputusan terhadap intuisi bahwa species merupakan kesatuan sejarah, kita
memerlukan konsep species yang mendefinisikan species sebagai kesatuan yang kontinyu dalam
waktu antara awal dan akhir mereka. Permasalahan species sering didekati dengan perkiraan
bahwa satu jenis kesatuan ada di alam yang berhubungan dengan konsep species, hanya karena
kata species ada dalam bahasa biologi. Jika perkiraan ini diturunkan selanjutnya permsalahan
species tradisional dapat dijawab, paling tidak dalam prinsip, dengan menyebut daftar karakter
hetrogen yang telah difikirkan untuk memberikan status tertentu untuk mengelompokan
organisme.
Beberapa teori berikut diambil karena memiliki kenyataan di alam:
1. Gagasan mengenai keturunan dengan modifikasi adalah menggabungkan teori ilmu alam.
Keturunan beroperasi dari kelompok saudara atau populasi menjadi species ebagai kelompok.

Keturunan melibatkan perubahan diferensial pada karakter atau kualitas yan berasal dari
berbagai proses sepanjang waktu (generasi) dan ruang (geografi).
2. Spesiasi menghasilkan species baru dalam ruang dan wktu, hasil langsung dari (1)
3. Kelas memiliki definisi, tidak terbatas dalam ruang dan waktu, tidak memiliki kohesi, tidak
berperan dalam proses alam
4. Individu tidak memiliki definisi, terbatas ruang dan waktu, memiliki kohesi dan berperan
dalam proses.
Paling tidak ada lima faktor yang berurutan yang telah mengisi kontropversi jangka panjang
mengenai masalah species. Hal tersebut mencakup: 1) tradisi pekerjaan; 2) aturan tatana yang
diformalkan; 3) ketidakfahaman istilah; 4) keinginanmanusia yang tetap mengenai bekerja
dengan definisi dan 5) keunikan sesuatu yang kita harapkan bisa difahami, seperti species
sebagai taska. Secara tradisional, pekerjaan menemukan dan mengidentifikasi keragaman
merupakan pekerjaan taksonomis. Bagi kebanyakan peneliti tersebut, tanggungjawab mereka
digambarkan sebagai menemukan species yang berbeda dan menggambarkan secara rinci ciri
penting untuk identifikasi mereka. (seperti TSC) Dalam beberapa cara, model operasi ini telah
menempatkan species sebagai taksa menjadi kelas dengan ciri esensial.
Hull telah mendukung perbandingan konsep species berdasarkan tiga kriteria tradisional: arti
teoritis, generalitas dan aplikabilitas (operasionalitas).
Tapi menurut Mayden (1997)
aplikabilitas dan operasionalitas sebagai sesuatu kriteria yang terpisah karena konsep dapat
benar-benar operasional tetrapi tida selalu dapat diterapkan pada permasalahan, dan sebaliknya.

1. Arti teoritis
Meskipun sulit diukur pada berbagai konsep, ada arti penting secara teoritis diatara mereka.
Kandungan paling nyata adalah perlakukan species sebagai individu daripada sebagai kelas.
Dengan mengabaikan ESC, semua konsep memperlakukan species sebagai kelas. Konsep
demikian mengabaikan interpretasi dari spesiasi, evolusi karakter dan sebagainya, karena species
tidak dapat dirasakan sebagai keturunan. Kurangnya perspektif keturunan kadang mendorong
peneliti untuk menunjukan semua karakter dan lokasi geografi dari species sebagai penjelasan
kausal dan proksimal. Sebagai contoh, jika satu dari tiga taksa memiliki satu susunan sift yang
nampaknya intermediet antara dua taksa terdekat lain, penjelasan apa selain hibridisasi atau
introgresi yang dapat dikatan pada pola tersebut? Filogenetik intermediet hanya mewakili satu
dari beberapa species seperti digambarkan pada keturunan.

2. Generalitas

Beberapa elemen empiris dan teoris dari konsep species relatif terhadap species sebagai taksa,
mungkin dipertimbangkan dibawah kriteria ini, termsuk toleransi mereka terhadap berbagai cara
hidup, model reproduksi,, cara spesiasi, pertukaran genetik, informasi karkater dan distribusi,
dan akhirnya diagnosis. Tidak semua konsep menggambarkan informasi yang jelas berhubungan
dengan elemen ini secara seimbang. Perbandingan yang informatif mengenai generalitas
membutuhkan beberapa dugaan dasar keragaman yang harus dicakup, atau segala sesuatu yang
baru kita pertimbangkan sebagai sesuatu aygn berprilaku seperti species. Batas toleransi msingmasing konsep harus dibandingkan dengan dasar keragaman ini.
Apa pekerjaan kita mengenai dasar keragaman? Pertama, kita tahu bahwa species ada meliputi
keseluruhan fase antara reproduksi seksual dan aseksual, dengan sejumlah kondisi antara.
Sejumlah cara spesiasi telah dihipotesiskan untuk keragaman organisme, mulai dari allopatri
sempurna sampai simpatri sempurna. Ada sejumlah contoh dimana didalamnya species
melakukan pertukaran informasi genetik baik pada komunitas yang ada sekarang maupun
komunitas masa lampau tanpa kehilangan identitas. Pada kenyataannya hiptesis pertukaran
genetik pada komunitas masa lampau antar kelompok mungkin bertanggungjawab bagi
keberhasilan evolusi pada kelompok yang terlibat, masing-masing terjadi untuk menghasilkan
kelompok yang beragam. Akhirnya, tipe informarsi karakter yang secara tradisional digunakan
untuk menemukan species terdistribusi secra heterogen pada semua kelompok taksonomis.
Ketika digambarkan pada semua kelompok taksonomis semua data dari sekuens DNA dan RNA
dan kemiripan, sapai tingkah laku dan ekologi, variasi protein, morfologi, dan sifat-sifat lain,
merupakan standar marka yang digunakan untuk menyatakan keragaman species.
Beberapa konsep pada dasrnya tidak toleran terhadap pertukaran gen antar species dan
membutuhkan simpatri sebelum species dapat divalidasi (HSC< BSC, ISC, SpSC). Pada konsep
BSC, taksa alopatri kadang dipertimbangkan sebagai semispecies. Karena pertukaran gen tidak
ditoleransi, speciesi melalui hibridisasi juga bukan merupakan bentuk speciasi yang valid
menurut beberapa konsep. Beberpa konsep ini juga tidak toleran terhadap reproduksi uniparental.
Beberpa konsep tidak toleran pada kelompok organisme yang mungkin parafiletik terhadap satu
dengan lainnya relatif terhadap satu atau lebi keturunan; yaitu semua species nenek moyang yang
masih hidup (PSC, GCC, ClSC). Beberapa konsep biasanya hanya mengenal species dimana
didalamnya terdapat divergensi pada tingkat morfologi (MSC, TSC, PhSC). Demikian juga
beberapa membutuhkan divergensi pada tingkat ekologi (EcSC) dan sistem pengenalan (RSC).
Satu konsep (ESC) hanya membutuhkan bahwa speciasi dan evolusi merupakan proses alam
yang melibatkan keturunan yang menjaga kohesi dan memiliki identitas yang unik. Jadi ESC
memiliki generalitas paling besar.
Semua konsep yang lain kurang general dan
mengesampingkan keragaman yang nyata.

3. Aspek Operasional (Operationality)

Ini merupakan satu kualitas yang secara konsisten dipertahan dalam diskusi mengenai species,
baik secara implisit maupun eksplisit. Yaitu, setiap orang harus dapat mengikuti kelompok
operasi yang dapat diidentifikasi dan dapat diulang yang telah ditulisakan dan akhir dari operasi
ini mampu menjelaskan (dengan tingkat kepercayaan tertentu) jika mereka memiliki species.
Kebutuhan dari tempat pelaksanaan tersebut terbatas pada apa yang dapat dikenali, ditentukan
oleh kriteria dari konsep operasional. Meskipun hal ini mungkin tepat, ketepatan bukan kriteria
yang harus dioptimalkan ketika berusaha untuk menemukan dan memahami pola dan proses di
alam.
Operasionalisme merupakan keksalahan mendasar dari konsep secies yang
mengadopsinya.
Apa yang dimaksud dengan operasional sangat ditentukan oleh realitas
perasaan dari orang yang melihat. Jika persaan orang yang melihat hanya sebagian dari apa saja
realian tersebut, selanjutnya kita tidak akan perah tahu.
Namun, jika orang yang
menggambarkan dapat merasakan dan mengkonseptualisaikan semua realitas, selanjutnya semua
keragaman hayati dapat ditemukan tanpa menempatkan batasan pada apa yang dapat dikenal
oleh konsep operasional. Sebagai contoh, merupakan kesalahan bagi seseorang yang buta warna
merah-hijau untuk diberi tugas mengenai satu konsep species berdasarkan kriteria operasional
berupa warna. Setiap orang yang berdikusi mengenai hummingbirds, atau tumbuhan berbunga,
dengan orang tersebut secara terus-menerus akan merasa frustasi dengan apa yang disebut
realitas.
Dengan mengesapinkan ESC, semua konsep lain dalam beberapa level bersifat operasional.
Dengan semua konsep seseorang dapat melakukan percobaan tertentu dan mengekstrak
hubungan informasi tentang kriteria yang ditekannkan. Beberapa lebih bersifat operasional dari
yang lain tetapi dengan peningkatan oprasionalitas tersebut seseorang harus merasa takut dengan
kemampuan utnuk menghitung keragaman. Contoh, ASC, MSC, PhSc, SSc atau TSC mungkin
merupakan konsep yang paling operasional dalam membantu menemukan species. Namun,
konsep tersebut akan mengabaikan species yang sama validnya yang dapat dan akan deikenal
menggunakan konsep lain. Konspe yang paling operasional berikutnya adalah ClSC, SpSC,
EcSc, GCC, GDC, NDSC, versi dari PSC dan RSC. BSC, HSC dan RCC merupakan konsep
yang kurang operasional. ESC merupakan konsep yang uni sebagai konsep yang tidak
operasional, suatu kualitas consequential untuk satu konspe primer. Tidak satupun pada ESC
kecuali proses evolusi yang menghasilkan keturunan dengan identitas dan kohesi bersifat
operasional; namun hal ini sangat sulit untuk diterapkan tanpa menjembatainya dengan prinsip.

4. Aspek Terapan (Applicability)


Pernyataan bahwa semua konsep telah diformulasikan berdasarkan penelitian pada pola
keragaman seluruh keragaman temporal dan situasi geografis menggunakan berbagai teknologi,
tiap usaha untuk membuka proses terkait dengan keturunan, mereka semua dapat diterapkan
sebagai konsep species sepeti taksa. Namun, aspek penerapan muncul dari konsep yang
memiliki aspek terapan yang lebih rendah dan hanya mencakup sebagain keragaman alamiah,

sampai ke konsep yang memiliki aspek terapan yang lebih besar dimana dalam konsep tersebut
mencaku sebagain besar atau semua keragaman yang ada. ESC memiliki aspek terapan yang
paling besar karena kekonsistenannya dan mencakup semua keragaman species yang diketahui
yang berevolusi melalui proses penurunan yang baru-baru ini difahami. Semua konsep lain
memiliki aspek terapan yang lebih rendah karena hanya mampu mencakup bagian keragaman
alamiah yang lebih kecil dengan mengesampingkan beberapa bentuk species (seperti aseksual,
nenek moyang dan sebagainya).

C. Penutup
1. Rangkuman
Beberapa krteria telah biasa digunakan untuk mengevaluasi konsep ilmiah. Beberapa hanya
dapat diterapkan pada konsep spesies dengan perpektif yang sempit. Lalu bagaimana konsep
species yang telah didiskusikan di atas dinilai berdasarkan kriteria telah disebutkan diatas?
Sejauh universalitas (generalitas) yang diperhatikan, phenetic species concept merupakan konsep
yang paling general karena konsep ini tidak memiliki arti untuk merefleksikan banyak hal
mengenai alam. Jantan dan betina tidak perlu dimasukan satu dengan yang lainnya atau dengan
anakan mereka pada tingkatan unit taksonomi operasional terendah yang sama. Pada sisi lain,
konsep biologi dan konsep pengenalan (Recognition species concept) merupakan konsep yang
paling tidak general karena mereka hanya dapat diterapkan pada species yang bereproduksi
secara seksual. Konsep yang lain memiliki generalitas diantara konsep-konsep tersebut di atas.
Konsep fenetik memiliki hubungan paling dekat dengan diagnostic species concept kecuali
bahwa species fenetik memerlukan kedekatan reproduktif sementara diagnotic concept tidak.
Aspek terapan dikenal dengan baik oleh para shli filsuf dan ilmuan sejenis, meskipun para
ilmuwan cenderung mmilki standar yang lebih tinggi mengenai aspek terapan daripada filsuf.
Dalam hal ini operationality sama dengan applicability (Hull, 1997). Fenetic species concept
merupakan konsep yang paling operasional. Berikutnya adalah diagnostic species concept. Ahli
sistematik harus tahu siapa cenderung berpasangan dengan siapa, dan apa hasil dari
penggabungan ini. Konsep monofiletik sama operasionalnya dengan konsep kladistik. The
mate recognition, biological and cohesion concept are even moe difficult to apply because the
forces and mechanisms that they specify are more difficult to discern. Akhirnya, Evolutionary
species concept merupakan konsep yang paling sulit diterapkan karena secara eksplisit ia
menspesifikasi bahwa species muncul sepanjang waktu. Ada setiap saat sangat tidak mungkin
untuk mengatakan dengan pasti bahwa kelompok organisme tertentu adalah species karena status
species dapat ditentukan hanya dalam peninjauan kembali, satu karakteristik dari semua kejadian
sejarah.
Berkaitan dengan arti secara teoritis, hanya konsep fenetik yang didesign benar-benar terori
netral atau teori bebas. Konsep diagniostik hanya mengasumsikan bebrapa level yang sangat

endah, unproblematic therories, sedangkan semua konspe lain secara terotis terbuka. Apakah
seseorang memilih atau tidak satu atau beberapa konsep akan berhadapan dengan beberapa isu
empiris yang sangat sulit dimengerti, seperti berapa efektif aliran gene dapat menghasilkan
kohesi. Sekali lagi, perbedaan opini terjadi diantara para ahli, Kebanyakan filsuf sekarang ini
menerima beberapa versi theory dependence. Konsep teori netral bersifat tidak mungkin, tetapi
bakan jika hal tersebut mungkin, merekan tiadak akan diperlukan. Ahli fenetik dan kladistik
membuat klaim yang ambigu tentang peran teori proses dalam sistematik. Pada permukaan
paling tidak, merekan nampaknya sangat menentang segala sesuatu yang mungkin diistilahkan
dengan teori untuk masuk kedalam proses klsifikasi, paling tidak pada fase awal. Dukung
terhadap konsep species yang lain lebih menerima terori.
2. Test Formative
a. Jelaskan mengenai morphological species concept?
b. Uraikan mengenai biological species concept?
c. Uraikan secara rinci yang dimaksud genetica species concept?
d. Jelaskan prbedaan dan persamaan biological dan genetic species concep?
e. Uraikan empat elemen untuk konsep yang ideal?

DAFTAR PUSTAKA
Claridge, M.F., H.A. Dawah, and M.R. Wilson. 1997. Species, The Units of Biodiversity.
CHAPMAN & HALL, London, UK.
Mayr, E., and P.D. Ashlock.
Edition.McGRAW-HILL, INC.

1991.

Principles of Syatematic Zoology. Second

Simpson, G.G. Principles of Animal Taxonomy. Columbia University Press, New York,
London.

Pustaka tambahan yang dapat dibaca adalah:


Bradley, R. D. and R. J. Baker. 2001. A Test of the Genetic Species Concept: Cytochrome-B
Sequences and Mammals. Journal of Mammalogy, 82(4):960973,
Bradley, R. D. and R. J. Baker. 2006. Speciation in Mammals and the Genetic Species Concept.
Journal of Mammalogy, 87(4):643662

Cohan, F. M.. 2002. What are Bacterial Species? Annu. Rev. Microbiol.. 56:45787.
Taylor, J. W., D.J. Jacobson, S. Kroken, T. Kasuga, D.M. Geiser, D.S. Hibbett, and M.C. Fisher.
2000. Phylogenetic Species Recognition and Species Concepts in Fungi Fungal Genetics and
Biology 31, 2132
Dan beberapa paper lainnya yang dapat di download secara gratis melalui GOOGLE
SCHOLAR SEARCH ENGINE dengan kata kunci SPECIES CONCEPT.

You might also like