You are on page 1of 15

MATERI SISTEM RESPIRASI

TBC
1. Definisi
Tuberculosis penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis (TBC). Meskipun dapat menyerang hampir
semua organ tubuhn, namun bakteri TBC lebih sering menyerang organ paru
(80-85 %) (Depkes, 2008).
2. Etiologi
Infeksi bakteri Mycobacterium Tuberculosis.
3. Manifestasi Klinis
1) Gejala Sistemik/Umum
a Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
b Penurunan nafsu makan dan berat badan.
c Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
d Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2) Gejala Khusus
a Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan
sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat
penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan
suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
b Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
c Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
d Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan
disebut sebagai meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah
demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang-kejang.
3) Pada anak
a. Demam lama atau berulang, tapi tidak terlalu tinggi
b. Tidak ada nafsu makan (anoreksia)
c. Berat badan tidak naik-naik
d. Malnutrisi atau gangguan gizi
e. Multi L (lemah, letih, lesu, lelah, lemas letoy, loyo, lambat)
f. Batuk lama atau berulang, tetapi tidak berdahak (tapi seringkali ini
merupakan gejala asma)
g. Diare berulang

h.
4. Klasifikasi
i. Ada beberapa klasifikasi TB yaitu menurut Depkes (2007) yaitu:
a Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
1 Tuberkulosis paru
j. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
2 Tuberkulosis ekstra paru
k. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar
lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
l.
b Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu
pada TB Paru
1 Tuberkulosis paru BTA positif.
a Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
b Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c Satu spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman
TB positif.
d Satu atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2 Tuberkulosis paru BTA negatif
m. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif.
b Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
c Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
d Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
n.
o. c.
Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
1 TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila
gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien
buruk.
2 TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya,
yaitu:

TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis


eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.

p.
q. d. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya, dibagi
menjadi beberapa tipe pasien, yaitu:
1 Kasus baru
r. Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2 Kasus kambuh (Relaps)
s. Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3 Kasus setelah putus berobat (Default )
t. Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
4 Kasus setelah gagal (Failure)
u. Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
5 Kasus Pindahan (Transfer In)
v. Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register
TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6 Kasus lain
w. Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
x.
5. Pemeriksaan Diagnostik
y. 1. Analisis Cairan Pleura
z. Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura
perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan
diagnosis.
aa. 2. Pemeriksaan histopatologi jaringan
ab. Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis TB. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui
biopsi atau otopsi, yaitu :
ac.1. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening
(KGB)

ad. 2. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram,


Cope dan Veen Silverman)
ae.3. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan
bronkoskopi, trans thoracal needle aspiration/TTNA, biopsi paru
terbuka).
af. 4. Otopsi
ag. Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan,
satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke
laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang kedua
difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
ah. 3. Pemeriksaan darah
ai.
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam
pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan
pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah
yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang
spesifik.
aj.
6. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan Dahak
ak.
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan yang
dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan
dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak Sewaktu-PagiSewaktu (SPS):
a S (sewaktu)
al.
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang
berkunjung pertamakali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah
pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.
b P (pagi)
am.
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera
setelahbangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada
petugas di UPK.
c S (sewaktu)
an.
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat
menyerahkan dahakpagi.
2)Pemeriksaan Foto Toraks
ao. Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama
ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak
memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto
toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
ap. a. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada
kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung
diagnosis TB paruBTA positif.

aq. b. Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen


dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan
tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT (non
fluoroquinolon).
ar. c. Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat
yang memerlukan penanganan khusus.
as. 3) Tes Kulit Tuberculin
at. a. Tes tuberculin intradermal/ Mantoux
au. Teknik standar (tes mantoux) adalah dengan menyuntikan
tuberculin (PPD) sebanyak 0,1 ml yang mengandung 5 unit tuberculin
secara intrakutan, pada sepertiga atas permukaan volar lengan bawah
setelah kulit dibersihkan dengan alcohol. Bila dosis 0,1 ml disuntikan
dengan tepat dan cermat maka terbentuk suatu gelembung berdiameter
6-10 mm yang menyerupai gigitan nyamuk.
av. b. Tes tuberculin dengan suntikan jet
aw. Suntikan jet adalah suatu cara untuk menyuntikan tes
tuberculin dengan cepat dan tidak sakit. Bahan tes (PPD 5 TU)
disuntikan intradermal dengan memakai tekanan tinggi. Gelembung
yang terbentuk harus berdiameter 6-10 mm.
ax. c. Tes tuberculin tusukan majemuk
ay. Tes tusukan majemuk dilakukan dengan cepat dengan alat
yang dapat menyuntikan bahan tes ke kulit pada beberapa tempat
sekaligus. Misalnya yang menggunakan 4 jarum yang dicelup dalam
old tuberculin atau OT dan ditekankan ke kulit.
az. Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan yang
paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi
Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam Screening
TBC.
4) Pemeriksaan Jasmani
ba.
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan
S2) , serta daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan
jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik,
suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru,
diafragma dan mediastinum.
5) Pemeriksaan Bakteriologik
bb.
bc.
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman
tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam
menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini
dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan
bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar
lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi

jarum halus/BJH)
6) Pemeriksaan Radiologik
bd.
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA.
Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik,
CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat
memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
bf. a. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior
lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.
bg. b. Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan
opak berawan atau nodular
bh. c. Bayangan bercak milier
bi. d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
7) Pemeriksaan khusus
bj.
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti
tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk
pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional.
bk.
bl.
1. Pemeriksaan BACTEC
bn. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu
menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan. Bentuk
lain teknik ini adalah dengan menggunakan Mycobacteria
Growth Indicator Tube (MGIT).
bo.
bp. 2. Polymerase chain reaction (PCR)
br. Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang
dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah
satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi.
bt.
3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai
bs.
metoda a.1:
bv. a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)
bw.Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang
dapat mendeteksi respons humoral berupa proses antigenantibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini
antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam
waktu yang cukup lama.
bx. b. ICT
by.
Uji Immunochromatographic tuberculosis
(ICT tuberculosis) adalah uji serologi untuk mendeteksi
antibodi M.tuberculosis dalam serum.
bz. c. Mycodot
ca. Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di
dalam tubuh manusia.

cb. d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)


cc. Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang
mendeteksi reaksi serologi yang terjadi.
cd. e. Uji serologi yang baru / IgG TB
ce. Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi
dengan cara mendeteksi antibodi IgG dengan antigen spesifik
untuk Mycobacterium tuberculosis. Uji IgG berdasarkan
antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa
dan kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti
dan spesifisiti yang dapat diterima untuk diagnosis.
cf.
7. Komplikasi
cg. Menurut Depkes RI tahun 2002, merupakan komplikasi yang dapat
terjadi pada penderitaTuberkulosis paru stadium lanjut yaitu :
1 Hemoptosis berat ( pendarahan darisaluran napas bawah ) yang dapat
mengakibatkan kematian karena shock hipovolemik atau karena
tersumbatnya jalan napas.
2 Atelektasis ( paru mengembang kurang sempurna ) atau kolaps dari
lobusakibat retraksi bronkhial.
3 Bronkiektasis (pelebaran bronkus tempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian dan
ginjal.
5 Pneumotoraks (udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps spontan
karena bula atau blep yang pecah.
6 Insufisiensi kardio pulmoner.

8. Patofisiologi
ch.
ci. Mycobacterium Tuberculosa (dari droplet)
cj.
ck. alveolar
cl.
cm.respon radang
cn.
co. neutrophil (leukosit)
cp.
cq. makrofag
cr.
cs. bakterimia tumbuh dan berkembang biak di sitoplasma
makrofag
ct.
cu.

meluashematogen
focus ghon/kompleks ghon

cv.
cw.
cx. GI
Limfa
Paru
Kulit
cy.
cz.
limfadenofati
efusi pneumonia
db.
dc.
dd.

de.
df.
dg.

Orofaring

radang **

perkijuan

da.
klasifikasi

vena arteri pulmonalis


dada
paru otak ginjal tulang TB milier
difusi O2
meningitis

alveoli

pleuritis

pleura
nyeri

mengganggu perfusi dan

spondilitis tuberculosa pada vertebra


suplai oksigen

berkurang
dh.
di.

gangguan
pertukaran gas
dj.
dk.

radang **

dl.
dm.
pecah pembuluh darah
penyempitan lumen bronkus
dn.
di kavitas/ ulkus dinding bronkus
tertutup jaringan
do.

dan

dp.

hemoptisis (batuk darah)


atelektasis

dq.
dr.

sesak

dt.

badan

du.
dv.

intolera

napas (dyspnea)
ds.
lemas

nsi aktivitas
9. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan sekresi
mucus yang kental, hemoptysis, kelemahan, upaya batuk buruk, edema
tracheal/faringeal.
b. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan menurunnya
ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga
pleura.
c. Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
keletihan, anoreksia, atau dyspnea, dan peningkatan metabolism tubuh.
d. Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan ( ketidakmampuan untuk bernapas ), dan prognosis penyakit
yang belum jelas.
dw.
10. Intervensi Keperawatan
1) Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
sekresi mucus yang kental, hemoptysis, kelemahan, upaya batuk
buruk, edema tracheal/faringeal.
dx.
Tujuan :
dy.
Dalam waktu 2 x 24 jam setelah diberikan intervensi kebersihan
jalan napas kembali efektif.
dz.
Kriteria evaluasi :
- Klien mampu melakukan batuk efektif.
- Pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa ada penggunaan otot bantu
napas. Bunyi napas normal, Rh -/- dan pergerakan pernapasan normal.
ea.Rencana Intervensi
eb.
Rasional
ec. Kaji fungsi pernapasan ed.
Penurunan bunyi napas menunjukkan
(bunyi
napas, atelectasis, ronkhi menunjukkan secret dan
kecepatan,
irama, ketidakefektifan pengeluaran sekresi yang
kedalaman,
dan selanjutnya dapat menimbulkan penggunaan otot
penggunaan otot bantu bantu napas dan peningkatan kerja pernapasan.
napas).
ee. Kaji
kemampuan ef.
Pengeluaran akan sulit bila secret sangat
mengeluarkan sekresi, kental (efek infeksi dan hidrasi yang tidak

catat karakter, volume


sputum, dan adanya
hemoptysis.
eg. Berikan
posisi
fowler/semifowler
tinggi dan bantu klien
berlatih napas dalam
dan batuk efektif.
ei. Pertahankan
intake
cairan sedikitnya 2500
ml/hari kecuali tidak di
indikasikan.
ek. Bersihkan secret dari
mulut dan trachea, bila
perlu
lakukan
pengisapan (suction).
em.Kolaborasi pemberian
obat sesuai indikasi
OAT

eo. Agen mukolitik

eq. Bronkodilator

es. kortikosteroid

adekuat). Sputum berdarah bila ada kerusakan


(kavitasi) paru atau luka bronchial dan
memerlukan intervensi lebih lanjut.
eh.
Posisi fowler memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya napas. Ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret ke jalan napas besar
untuk dikeluarkan.
ej.
Hidrasi
yang
adekuat
membantu
mengencerkan secret dan mengefektifkan
pembersihan jalan napas.
el.
Mencegah
obstruksi
dan
aspirasi.
Pengisapan diperlukan bila klien tidak mampu
mengeluarkan sekret.
en.
Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2
fase, yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase
lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan
terdiri atas obat utama dan obat tambahan. Jenis
obat utama yang digunakan sesuai dengan
rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH,
Pirazinamid, Streptomisin, dan Ethambutol.
ep.
Agen mukolitik menurunkan kekentalan
dan perlengketan sekret paru untuk memudahkan
pembersihan.
er.
Bronkodilator meningkatkan diameter
lumen percabangan trakeobronkhial sehingga
menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
et.
Korstikosteroid
berguna
dengan
keterlibatan luas pada hipoksemia dan bila reaksi
inflamasi mengancam kehidupan.

eu.
2) Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan
dalam rongga pleura.
ev.
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola
napas kembali efektif.
ew.
Kriteria evaluasi :
- Klien mampu melakukan batuk efektif
- Irama, frekuensi, dan kedalaman pernapasan berada pada batas normal,
pada pemeriksaan Rontgen dada tidak ditemukan adanya akumulasi
cairan, dan bunyi napas terdengar jelas.

ez.

ex.Rencana Intervensi
Identifikasi faktor penyebab

fb.
Kaji fungsi pernapasan, catat
kecepatan pernapasan, dyspnea, sianosis,
dan perubahan tanda vital.
fd.
Berikan posisi fowler/semifowler
tinggi dan miring pada sisi yang sakit,
bantu klien latihan napasdalam dan batuk
efektif.
ff.

Auskultasi bunyi napas

fh.
Kaji pengembangan dada dan posisi
trakhea
fj.
Kolaborasi
untuk
tindakan
thorakosentesis atau kalau perlu WSD
fl.
Bila dipasang WSD: periksa
pengontrol pengisap dan jumlah isapan
yang benar
fn.
Periksa batas cairan pada botol
pengisap dan pertahankan pada batas yang
ditentukan
fp.
Observasi gelembung udara dalam
botol penampung

fr.
Setelah WSD dilepas, tutup sisi
lubang masuk dengan kassa steril dan
observasi tanda yang dapat menunjukkan
berulangnya pneumothoraks seperti napas
pendek, keluhan nyeri.

ey.Rasional
fa.
Dengan mengidentifikasi penyebab,
kita dapat menentukan jenis efusi pleura
sehingga dapat mengambil tindakan yang
tepat.
fc.
Distres pernapasan dan perubahan
tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress
fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syok akibat hipoksia.
fe.
Posisi
fowler
memaksimalkan
ekspansi paru dan menurunkan upaya
bernapas. Ventilasi maksimal membuka area
atelektasis dan meningkatkan gerakan secret
ke jalan napas besar untuk dikeluarkan.
fg.
Bunyi napas dapat menurun/tak ada
pada area kolaps yang meliputi satu lobus,
segmen paru, atau seluruh area paru
(unilateral).
fi.
Ekspansi paru menurun pada area
kolaps. Deviasi trachea ke arah sisi yang
sehat pada tension pneumotoraks.
fk.
Bertujuan sebagai evakuasi cairan atau
udara dan memudahkan akspansi paru secara
maksimal
fm.
Mempertahankan tekanan negatif
intrapleural yang meningkatkan ekspansi
paru optimum
fo.
Air dalam botol penampung berfungsi
sebagai sekat yang mencegah udara atmosfer
masuk ke dalam pleura
fq.
Gelembung udara selama ekspirasi
menunjukkan keluarnya udara dari pleura
sesuai dengan yang diharapkan. Gelembung
biasanya
menurun
seiring
dengan
bertambahnya ekspansi paru. Tidak adanya
gelembung udara dapat menunjukkan bahwa
ekspansi
paru
sudah
optimal
atau
tersumbatnya selang drainase.
fs.
Deteksi dini terjadinya komplikasi
penting seperti berulangnya pnemothoraks.

ft.
3) Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh yang
berhubungan dengan keletihan, anoreksia, atau dyspnea, dan
peningkatan metabolism tubuh.
fu.
Tujuan : Dalam waktu 3x 24 jam setelah diberikan tindakan
keperawatan, intake nutrisi klien terpenuhi.
fv.
Kriteria Evaluasi :
- Klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula kurang
menjadi adekuat.
- Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.,
fw.
Rencana Intervensi
fx. Rasional
fy.
Kaji status nutrisi klien, turgor fz.
Memvalidasi dan menetapkan
kulit, berat badan, derajat penurunan berat derajat masalah untuk menetapkan pilihan
badan, integritas mukosa oral, kemampuan intervensi yang tepat.
menelan, riwayat mual/muntah, dan diare.
ga.
Fasilitasi klien untuk memperoleh gb.
Memperhitungkan
keinginan
diet biasa yang disukai klien ( sesuai individu dapat memperbaiki intake gizi.
indikasi )
gc.
Pantau intake dan output, timbang gd.
Berguna
dalam
mengukur
berat badan secara periodic ( sekali keefektifan intake gizi dan dukungan
seminggu )
cairan.
ge.
Lakukan dan ajarkan perawatan gf.
Menurunkan rasa tak enak karena
mulut sebelum dan sesudah makan serta sisa makanan, sisa sputum atau obat padsa
sebelum
dan
sesudah pengobatan sistem pernapasan yang dapat
intervensi/pemeriksaan peroral.
merangsang pusat muntah.
gg.
Fasilitasi pemberian diet TKTP, gh.
Memaksimalkan intake nutrisi
berikan dalam porsi kecil tapi sering.
tanpa kelelahan dan energy besar serta
menurunkan iritasi saluran cerna.
gi.
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk gj.
Merencanakan
diet
dengan
menetapkan komposisi dan jenis diet yang kandungan gizi yang cukup untuk
tepat.
memenuhi peningkatan kebutuhan energy
dan kalori sehubungan dengan status
hipermetabolik klien.
gk.
Kolaborasi untuk pemeriksaan gl.
Menilai kemajuan terapi diet dan
laboratorium khususnya BUN, protein membantu
perencanaan
intervensi
serum, dan albumin.
selanjutnya
gm. Kolaborasi
untuk
pemberian gn.
Multivitamin
bertujuan
multivitamin.
untukmemenuhi kebutuhan vitamin yang
tinggimsekunder dari peningkatan laju
metabolism umum.
go.

4) Cemas yang berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang


dibayangkan ( ketidakmampuan untuk bernapas ), dan prognosis
penyakit yang belum jelas.
gp.
Tujuan : Dalam 1 x 24 jam klien mampu memahami dan
menerima keadaannya sehingga tidak terjadi kecemasan.
gq.
Kriteria evaluasi :
- Klien terlihat mampu bernapas secara normal dan mampu
beradaptasi dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak
lebih rileks dan santai.
gr.Rencana Intervensi
gs.Rasional
gt.
Bantu dalam mengeidentifikasi gu.
Pemanfaatan sumber kopping yang
sumber kopping yang ada
ada secara konstruktif sangat bermanfaat
dalam mengatasi stress.
gv.
Ajarkan teknik relaksasi
gw. Mengurangi ketegangan otot dan
kecemasan
gx.
Pertahankan hubungan saling gy.
Hubungan
saling
percaya
percaya antara perawat dan klien
membantu memperlancar proses terapeutik
gz.
Kaji faktor yang menimbulkan rasa ha.
Tindakan yang tepat diperlukan
cemas
dalam mengatasi masalah yang dihadapi
klien dan membangun kepercayaan dalam
mengurangi kecemasan.
hb.
Bantu klien mengenali dan hc.
Rasa cemas merupakan efek emosi
mengakui rasa cemasnya
sehingga apabila sudah teridentifikasi
dengan baik, maka perasaan yang
mengganggu dapat diketahui.
hd.
11. Penanggulangan
he.
Obat Anti- TB (OAT)
hf. Kate
gori
hi. I

hg.
asus

K
hj.
-

hh.
Paduan obat yang
diajurkan
hl. 2 RHZE / 4 RH atau
hm.
2 RHZE / 6 HE
hn.
*2RHZE / 4R3H3

hk.
ho.
II

hp.
hq.
-

ht.II

hu.
-

hr. -RHZES / 1RHZE / sesuai


hasil uji resistensi atau 2RHZES /
1RHZE / 5 RHE
hs.-3-6 kanamisin, ofloksasin,
etionamid, sikloserin / 15-18
ofloksasin, etionamid, sikloserin
atau 2RHZES / 1RHZE / 5RHE
hv.Sesuai
lama
pengobatan
sebelumnya,
lama
berhenti

hx.
III

hy.
-

minum obat dan keadaan klinis,


bakteriologi dan radiologi saat ini
(lihat uraiannya) atau
hw.
*2RHZES / 1RHZE /
5R3H3E3
ia. 2 RHZE / 4 RH atau
ib. 6 RHE atau
ic. *2RHZE /4 R3H3

hz.
id. IV

ie.
-

ig. IV

ih.
-

ik.
il.
im.

if. RHZES / sesuai hasil uji


resistensi (minimal OAT yang
sensitif) + obat lini 2 (pengobatan
minimal 18 bulan)
ij. Sesuai uji resistensi + OAT
lini 2 atau H seumur hidup

ii.
Catatan : * Obat yang disediakan oleh Program Nasional TBC

Efek samping OAT dan Penatalaksanaannya


io.
Kemungki
in.
Efek samping
nan Penyebab
ip.
Tatalaksana
is.
OAT diteruskan
iq. Minor
ir.
it. Tidak nafsu makan,
mual, sakit perut

iu.

Rifampisin

iw. Nyeri sendi

ix.
d

Pyrazinami

ja.

INH

jd.

Rifampisin

iz. Kesemutan s/d rasa


terbakar di kaki
jc. Warna kemerahan
pada air seni
jf. Mayor
ji. Gatal dan kemerahan
pada kulit
jl. Tuli
jo. Gangguan
keseimbangan (vertigo dan
nistagmus)
jr. Ikterik / Hepatitis
Imbas Obat (penyebab lain
disingkirkan)
ju. Muntah dan confusion

jg.
jj.
Semua
jenis OAT
jm. Streptomisi
n
jp.
n

Streptomisi

js.
Sebagian
besar OAT
jv.

Sebagian

iv.
Obat diminum malam
sebelum tidur
iy.
Beri aspirin /allopurinol
jb.
Beri
vitamin
B6
(piridoksin) 1 x 100 mg perhari
je.
Beri penjelasan, tidak perlu
diberi apa-apa
jh.
Hentikan obat
jk.
Beri antihistamin dan
dievaluasi ketat
jn.
Streptomisin dihentikan
jq.

Streptomisin dihentikan

jt.
Hentikan semua OAT
sampai ikterik menghilang dan
boleh diberikan hepatoprotektor
jw. Hentikan semua OAT dan

(suspected drug-induced
besar OAT
pre-icteric hepatitis)
jx. Gangguan penglihatan jy.
Etambutol
ka. Kelainan sistemik,
kb. Rifampisin
termasuk syok dan purpura
kd.
ke.
Non-Farmakologi :
a Penyuluhan
b Melaksanakan pencegahan
c Fisioterapi dan rehabilitas
d Konsultasi secara teratur
kf.
12. Pencegahan

lakukan uji fungsi hati


jz.
kc.

Hentikan etambutol
Hentikan rifampisin

You might also like