Professional Documents
Culture Documents
Tekstur Tanah
Tekstur tanah menunjukan perbandingan butir-butir pasir (2mm - 50), debu (2-50 ), dan
liat (< 2) di dalam fraksi tanah halus (Hardjowigeno, 2007). Ukuran relatif partikel tanah
dinyatakan dalam istilah tekstur yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran tanah (Foth
1994).
Menurut Hanafiah (2007), tanah yang didominasi pasir akan banyak
mempunyai pori-pori makro (besar) disebut lebih poreus, tanah yang
didominasi debu akan banyak mempunyai pori-pori meso (sedang) agak
poreus, sedangkan yang didominasi liat akan mempunyai pori-pori mikro
(kecil) atau tidak poreus.
Menurut Hardjowigeno (2003) tanah dengan tekstur pasir banyak mempunyai pori-pori
makro sehingga sulit menahan air.
Menurut Hanafiah (2007), berdasarkan kelas teksturnya maka tanah digolongkan menjadi:
1. Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, berarti tanah yang mengandung minimal 70% pasir :
bertekstur pasir atau pasir berlempung.
2. Tanah bertekstur halus atau kasar berliat, berarti tanah yang mengandung minimal 37,5% liat atau
bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.
3. Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari:
a. Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung berpasir
(sandy loam) atau lempung berpasir halus.
b. Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur berlempung berpasir sangat halus,
lempung (loam), lempung berdebu (silty loam) atau debu (silt)
c. Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat (clay loam), lempung
liat berpasir (sandy clay loam), atau lempung liat berdebu (sandy silt loam).
2.3.2 Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil alami dari tanah, akibat melekatnya
butir-butir primer tanah satu sama lain. Satu unit struktur disebut ped (terbentuk karena proses
alami). Struktur tanah memiliki bentuk yang berbeda-beda yaitu Lempeng (plety), Prismatik
(prismatic), Tiang (columnar), Gumpal bersudut (angular blocky), Gumpal membulat (subangular
blocky), Granular (granular), Remah (crumb) (Hardjowigeno 2003).
Arsyad (2005) mengemukakan, struktur adalah kumpulan butir-butir tanah disebabkan
terikatnya butir-butir pasir, liat dan debu oleh bahan organik, oksida besi dan lain-lain. Struktur tanah
yang penting dalam mempengaruhi infiltrasi adalah ukuran pori dan kemantapan pori. Pori-pori yang
mempunyai diameter besar (0,06 mm atau lebih) memungkinkan air keluar dengan cepat sehingga
tanah beraerasi baik, pori-pori tersebut juga memungkinkan udara keluar dari tanah sehingga air
dapat masuk.
Istilah tekstur digunakan untuk menunjukan ukuran pertikel-partikel tanah. Tetapi, apabila
ukuran partikel tanah sudah diketahui maka digunakan istilah struktur. Struktur menunjukan
kombinasi atau susunan partikel-partikel tanah primer (pasir, debu dan liat) sampai pada partikelpartikel sekunder atau (ped) disebut juga agregat. Unit ini dipisahkan dari unit gabungan atau karena
kelemahan permukaan. Struktur suatu horizon yang berbeda satu profil tanah merupakan satu ciri
penting tanah, seperti warna, tekstur atau komposisi kimia.
Ada dua jenis tanah tanpa struktur, yakni butir tunggal (single grain) dan massive. Butir
tunggal adalah apabila partikel-partikel tanah dalam keadaan lepas (tidak terikat) satu sama lainya.
Keadaan ini sering dijumpai pada tanah-tanah yang banyak mengandung pasir. Sedangkan untuk
tanah yang massive apabila partikel-partikel tanah dalam keadaan terikat satu sama lainnya (Hakim
et al. 1986).
Gradasi dari struktur merupakan derajat agregasi atau perkembangan struktur. Istilah-istilah
untuk gradasi struktur adalah sebagai berikut :
1. Tidak mempunyai struktur : Agregasi tidak dapat dilihat atau tidak tertentu batasnya dan susunan
garis-garis alam semakin kabur. Pejal jika menggumpal, berbutir tunggal jika tidak menggumpal.
2. Lemah : Ped yang sulit dibentuk, dapat dilihat dengan mata telanjang.
3. Sedang : Ped yang dapat dibentuk dengan baik, tahan lama dan jelas, tetapi tidak jelas pada tanah
yang tidak terganggu.
4. Kuat : Ped yang kuat, jelas pada tanah yang tidak terganggu satu dengan yang lain terikat secara
lemah, tahan terhadap perpindahan dan menjadi terpisah apabila tanah tersebut terganggu (Foth
1994).
2.3.3 Kerapatan Limbak (Bulk Density)
Bulk density merupakan rasio bobot kering mutlak (suhu 105 oC) suatu unit tanah terhadap
volume total, yang sering dinyatakan dalam gr/cm 3 (Hillel, 1980). Menurut Hardjowigeno 2007,
Kerapatan Limbak atau Bulk Density (BD) adalah berat tanah kering per satuan volume tanah
(termasuk pori-pori tanah). Bulk density dapat digunakan untuk menghitung ruang pori total (total
porosity) tanah dengan dasar bahwa kerapatan zarah (particle density) tanah= 2,65 g/cc.
Menurut Sarief (1986) dalam Mustofa (2007) nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian,
tekstur, struktur, kandungan air tanah, dan lain-lain. Pengolahan tanah yang sangat intensif akan
menaikkan bobot isi. Hal ini disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori
menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah.
Besaran bobot isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari lapisan ke lapisan
sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman itu menunjukkan derajat
kepadatan tanah (Foth 1994), karena tanah dengan ruang pori berkurang dan berat tanah setiap satuan
bertambah menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah. Tanah dengan bobot yang besar akan sulit
meneruskan air atau sulit ditembus akar tanaman, sebaliknya tanah dengan bobot isi rendah, akar
tanaman lebih mudah berkembang (Hardjowigeno 2007).
2.3.4 Porositas Tanah
Pori-pori tanah adalah bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah (terisi oleh udara
dan air). Pori tanah dapat dibedakan menjadi pori kasar (macro pore) dan pori halus (micro pore).
Pori kasar berisi udara atau air gravitasi (air yang mudah hilang karena gaya gravitasi), sedang pori
halus berisi air kapiler dan udara (Hardjowigeno 2007). Ruang pori tanah yaitu bagian dari tanah
yang ditempati oleh air dan udara, sedangkan ruang pori total terdiri atas ruangan diantara partikel
pasir, debu, dan liat serta ruang diantara agregat-agregat tanah (Soepardi 1983).
Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan
volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara (Hanafiah 2007). Menurut Hardjowigeno
(2007), porositas tanah dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur, dan tekstur tanah.
Porositas tanah tinggi jika bahan organik tinggi. Tanah-tanah dengan struktur remah atau granular
mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang berstruktur pejal Agar tanaman
dapat tumbuh baik diperlukan perimbangan antara pori-pori yang dibedakan menjadi pori berguna
dan pori tidak berguna untuk ketersediaan air bagi tanaman. Pori berguna bagi tanaman yaitu pori
yang 11 berdiameter diatas 0,2 mikron, yang terdiri pori pemegang air berukuran diameter 0,2 8,6
mikron, pori drainase lambat berdiameter 8,6 28,6 mikron, dan pori drainase cepat berdiameter
diatas 28,8 mikron. Air yang terdapat dalam pori pemegang air disebut air tersedia, umumnya antara
titik layu dan kapasitas lapang (Hardjowigeno 1993).
Sedangkan pori tidak berguna bagi tanaman adalah pori yang diameternya kurang dari 0,2 mikron.
Akar tanaman tidak mampu menghisap air pada pori ukuran kurang dari 0,2 mikron tersebut,
sehingga tanaman menjadi layu. Untuk mengeluarkan air dari pori ini diperlukan tenaga tekanan atau
isapan setara dengan 15 atmosfir (Hardjowigeno 2003).
2.3.5 Pori Drainase Sangat Cepat
Ukuran pori dan kemantapan pori berpengaruh terhadap daya infiltrasi, semakin besar dan mantap
pori tersebut maka daya infiltrasi akan semakin besar (Syarief 1985 dalam Musthofa 2007). Tanahtanah pasir mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada tanah liat. Tanah dengan banyak poripori kasar sulit menahan air sehingga tanaman mudah kekeringan. Tanah-tanah liat mempunyai pori
total (jumlah pori-pori makro + mikro), lebih tinggi daripada tanah pasir. Tanah remah memberikan
kapasitas infiltrasi akan lebih besar daripada tanah liat. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai
kapasitas lebih kecil dibandingkan tanah dalam keadaan kering. Tanah pasir memiliki pori drainase
yang baik sehingga infiltrasinya tinggi tetapi tidak dapat mengikat air tersebut (Hardjowigeno 2003).
2.3.6 Permeabilitas Tanah
Menurut Hardjowigeno (2003), permeabilitas adalah kecepatan laju air dalam medium massa tanah.
Sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah. Bagi tanah-tanah yang
bertekstur halus biasanya mempunyai permeabilitas lebih lambat dibanding tanah bertekstur kasar.
Nilai permeabilitas suatu solum tanah ditentukan oleh suatu lapisan tanah yang mempunyai nilai
permeabilitas terkecil. Selain itu menurut Foth (1994), permeabilitas merupakan kemudahan cairan,
gas dan akar menembus tanah.
2.4 Sifat Kimia Tanah
2.4.1 Derajat Kemasaman Tanah (pH)
Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral atau alkalin. Hal tersebut didasarkan pada jumlah
ion H+ dan OH- dalam larutan tanah. Reaksi tanah yang menunjukkan sifat kemasaman atau
alkalinitas tanah dinilai berdasarkan konsentrasi H + dan dinyatakan dengan nilai pH. Bila dalam
tanah ditemukan ion H+ lebih banyak dari OH-, maka disebut masam (pH <7). Bila ion H+ sama
dengan ion OH- maka disebut netral (pH=7), dan bila ion OH- lebih banyak dari pada ion H+ maka
disebut alkalin atau basa (pH >7) (Hakim dkk, 1986). Pengukuran pH tanah dapat memberikan
keterangan tentang kebutuhan kapur, respon tanah terhadap pemupukan, proses kimia yang mungkin
berlangsung dalam proses pembentukan tanah, dan lain-lain (Hardjowigeno 2003)
Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut netral sedangkan pH kurang dari 7 disebut
masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun demikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,09,0. Di Indonesia pada umumnya tanah bereaksi masam dengan pH berkisar antara 4,0 5,5 sehingga
tanah dengan pH 6,0 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih agak
masam. Di daerah rawa-rawa sering ditemukan tanah-tanah sangat masam dengan pH kurang dari 3,0
yang disebut tanah sangat masam karena banyak mengandung asam sulfat. Di daerah yang sangat
kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih dari 9,0) karena banyak mengandung garam
Na (Anonim 1991). Menurut Hakim et al. (1986) faktor yang mempengaruhi pH antara lain :
Kejenuhan basa, sifat misel (koloid), macam kation yang terjerap.
2.4.2 Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas Tukar Kation (KTK) suatu tanah dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan
koloid tanah menjerap dan mempertukarkan kation (Hakim et al 1986). Sedangkan menurut
Hasibuan (2006), Kapasitas Tukar Kationmerupakan banyaknya kation-kation yang dijerap atau
dilepaskan dari permukaan koloid liat atau humus dalam miliekuivalen per 100 g contoh tanah atau
humus. Dalam buku hasil penelitian (Anonim 1991), disebutkan bahwa satu miliekuivalen atau satu
mili setara adalah sama dengan satu milligram hidrogen atau sejumlah ion lain yang dapat bereaksi
atau menggantikan ion hidrogen tesebut pada misel. Walaupun demikian kadang-kadang USDA
bagian Survey Tanah menggunakan sebagai me/100 g liat. Akan tetapi pada umumnya penentuan
KTK adalah untuk semua kation yang dapat dipertukarkan, sehingga KTK = jumlah atau total mili
ekuivalen kation yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah (Tan 1982).
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya dengan
kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat tinggi mempunyai
KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah
berpasir (Hardjowogeno 2007).
Nilai KTK tanah sangat beragam dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri. Menurut Hakim
et al. (1986), besar kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh :
1. Reaksi tanah atau pH
2. Tekstur atau jumlah liat
3. Jenis mineral liat
4. Bahan organik
5. Pengapuran dan pemupukan
Tekstur tanah juga berpengaruh terhadap KTK tanah. Semakin halus tekstur tanah semakin
tinggi pula KTK nya seperti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 2 Pengaruh Tekstur Tanah Terhadap Kapasitas Tukar
Kapasitas Tukar Kation (me/100 g)
Kation Tekstur
Pasir
05
Lempung berpasir
5 10
Lempung dan lempung berdebu
10 15
Lempung berliat
15 20
Liat
15 40
tanaman. Nilai KTK pada tapak terganggu umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan
pada tapak tidak terganggu. Turunnya nilai KTK tanah tersebut dapat disebabkan karena menurunnya
kandungan bahan organik tanah sebagai akibat dari kegiatan fisik di badan tanah (Anonim 1991).
2.4.3 C-Organik
Bahan organik adalah segala bahan-bahan atau sisa-sisa yang berasal dari tanaman, hewan
dan manusia yang terdapat di permukaan atau di dalam tanah dengan tingkat pelapukan yang berbeda
(Hasibuan 2006). Bahan organik merupakan bahan pemantap agregat tanah yang baik. Sekitar
setengah dari Kapasitas Tukar Kation (KTK) berasal dari bahan organik (Hakim et al 1986).
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan dalam
menentukan keberhasilan suatu budidaya tanaman. Hal ini dikarenakan bahan organik dapat
meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan bahan organik
dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik (Anonim 1991). Selain itu, menurut Mulyani (1997);
Kohnke (1968) menyatakan bahwa fungsi bahan organik adalah sebagai berikut : (i) sumber makanan
dan energi bagi mikroorganisme, (ii) membantu keharaan tanaman melalui perombakan dirinya
sendiri melalui kapasitas pertukaran humusnya, (iii) menyediakan zat-zat yang dibutuhkan dalam
pembentukan pemantapan agregat-agregat tanah, (iv) memperbaiki kapasitas mengikat air dan
melewatkan air, (v) serta membantu dalam pengendalian limpasan permukaan dan erosi.
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan biotik
dalam ekosistem tanah. Musthofa (2007) dalam penelitiannya menyatakan bahwa kandungan bahan
organik dalam bentuk C-organik di tanah harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, agar
kandungan bahan organik dalam tanah tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi
mineralisasi maka sewaktu pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan
setiap tahun. Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (Kapasitas
Tukar Kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat
mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah dan
menyebabkan terjadinya pemadatan tanah (Anonim 1991).
Secara umum karbon dari bahan organik tanah terdiri dari 10-20% karbohidrat, terutama
berasal dari biomasa mikroorganisme, 20% senyawa mengandung nitrogen seperti asam amino dan
gula aminom 10-20% asam alifatik, alkane, dan sisanya merupakan karbon aromatik. Karena
fungsinya yang sangat penting, maka tidak mengherankan jika dikatakan bahwa faktor terpenting
yang mempengaruhi produktifitas baik tanah yang dibudidayakan maupun tanah yang tidak
dibudidayakan adalah jumlah dan kedalaman bahan organik tanah (Paul and Clark 1989).
2.4.4 N-Total
Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang
banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium (NH 4+) dan nitrat (NO3+). Pada umumnya Nitrogen
merupakan faktor pembatas dalam tanaman budidaya. Biomassa tanaman rata-rata mengandung N
sebesar 1 sampai 2% dan mungkin sebesar 4 sampai 6%. Dalam hal kuantitas total yang dibutuhkan
untuk produksi tanaman budidaya, N termasuk keempat di antara 16 unsur essensial (Gardner et al
1991).
Unsur Nitrogen penting bagi tanaman dan dapat disediakan oleh manusia melalui
pemupukan. Nitrogen umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk NO 3- dan NH4+ walaupun urea
(H2NCONH2) dapat juga dimanfaatkan oleh tanaman karena urea secara cepat dapat diserap melalui
epidermis daun (Leeiwakabessy 2003). Menurut Hardjowigeno (2003), nitrogen di dalam tanah
terdapat dalam berbagai bentuk yaitu protein (bahan organik), senyawa-senyawa amino, amonium
(NH4+) dan nitrat (NO3-). Bentuk N yang diabsorpsi oleh tanaman berbeda-beda. Ada tanaman yg
lebih baik tumbuh bila diberi NH 4+ ada pula tanaman yang lebih baik diberi NO 3- dan ada pula
tanaman yang tidak terpengaruh oleh bentuk-bentuk N ini (Leiwakabessy 2003).
Menurut Leiwakabessy (2003), pemberian N yang banyak akan menyebabkan pertumbuhan vegetatif
berlangsung hebat sekali dan warna daun menjadi hiijau tua. Kelebihan N dapat memperpanjang
umur tanaman dan memperlambat proses pematangan karena tidak seimbang dengan unsur lainnya.
seperti P, K dan S. Fungsi N adalah untuk memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman
(tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N akan berwarna lebih hijau) dan membantu proses
pembentukan protein. Kemudian gejala-gejala kebanyakan N lainnya yaitu batang menjadi lemah,
mudah roboh dan dapat mengurangi daya tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno 2007).
Proses perubahan dari nitrat menjadi nitrit dinamakan nitrifikasi. Secara sederhana
perubahan enzimatik dari proses Nitrifikasi adalah sebagai berikut :
2NH4+ + 3O2 2NO2- + 2H2O + 4H+ + energi