You are on page 1of 7

Nama : Asep Ramdan

Kelas : S1-3A

1. Aspek Legal Etik ditinjau dari UU Keperawatan atau UU Menteri Kesehatan


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 36 TAHUN 2009
BAB V
SUMBER DAYA DI BIDANG KESEHATAN
Bagian Kedua
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pasal 32
1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta,
wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta
dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR HK.02.02/MENKES/148/I/2010
TENTANG
IZIN DAN PENYELENGGARAAN PRAKTIK PERAWAT
BAB III
PENYELENGGARAAN PRAKTIK
Pasal 8
1) Praktik keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama,
tingkat kedua, dan tingkat ketiga.

2) Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
3) Praktik keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan:
a. pelaksanaan asuhan keperawatan;
b. pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan masyarakat;
dan
c. pelaksanaan tindakan keperawatan komplementer.
4) Asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi pengkajian,
penetapan diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evai.iasi keperawatan.
5) Implementasi keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi penerapan
perencanaan dan pelaksanaan tindakan keperawatan.
6) Tindakan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi pelaksanaan
prosedur keperawatan, observasi keperawatan, pendidikan dan konseling kesehatan.
7) Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dapat memberikan obat bebas dan/atau obat bebas terbatas.
Pasal 10
1) Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada
dokter di

tempat

kejadian,

perawat dapat

melalaikan pelayanan kesehatan

diluar

kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.


2) Bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam
rangka melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
3) Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk dirujuk.
4) Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
5) Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terdapat dokter, kewenangan
perawat .
UU No 38/2014
Tentang Keperawatan
Gawat Darurat
1) Untuk pertolongan pertama perawat dapat melakukan tindakan medis dan
pemberian obat sesuai dengan kompetensinya

2) Tujuan untuk menyelamatkan nyawa dan mencegah kecacatan lebih lanjut


3) Keadaan darurat : keadaan mengancam nyawa atau kecacatan klien
4) Ditetapkan oleh perawat berdasarkan keilmuannya
2. Pengembangan kualitas pelayanan gawat darurat berfokus pada UU dan Kode Etik
Keperawatan (Prospek Kedepan menurut anda)
Contoh kasus berdasarkan jurnal penelitian
Contoh dari kasus pemberian pelayanan kegawat daruratan di daerah terpencil
adalah perawat S , walaupun kasus tersebut diselesaikan di luar jalur pengadilan, namun
perawat S sebagai petugas kesehatan yang memberikan pertolongan kepada pasien
demam tinggi dengan memberikan obat penurun panas, namun pasien tiba-tiba koma
kemudian dirujuk ke RS dan pasien meninggal di rumah sakit tersebut. Pihak keluarga
meminta pertanggung jawaban perawat S karena diduga melakukan tindakan mal praktek
melampaui batas kewenangannya, padahal apabila perawat S tidak memberikan
pertolongan, beliau pun terkena aturan yaitu mengabaikan orang yang terancam jiwanya.
Kesimpulan dan Prospek
Pada dasarnya seperti yang disebutkan dalam undang undang nomor 36 tahun
2009 mengenai sumber daya di bidang kesehatan (fasilitas pelayanan kesehatan)
khusunya pada pasal 32 menyebutkan bahwa :
1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun
swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan
pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun
swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.
Berdasarkan isi dari Undang-undang Republik Indonesia tersebut, menurut saya
ini sudah sangat jelas bahwa seluruh fasilitas pelayanan kesehatan dituntut untuk mau
dan mampu melaksanakan atau memberikan pelayanan kesehatan dalam keadaan darurat.
Dari pasal tersebut, saya mengartikan bahwa perawat memang diwajibkan untuk
menolong atau memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien gawat darurat dan tidak

diperbolehkan untuk melakukan penolakan seperti yang dicantumkan dalam pasal 32 ayat
2.
Sedangkan jika ditinjau dari undang undang keperawatan No.38 tahun 2014
terutama ayat pertama menyebutkan bahwa: Untuk pertolongan pertama perawat dapat
melakukan tindakan medis dan pemberian obat sesuai dengan kompetensinya.
Kemudian

diperjelas

di

Peraturan

menteri

Kesehatan

RI

NOMOR

HK.02.02/MENKES/148/I/2010 menyebutkan bahwa:


1) Dalam keadaan darurat untuk penyelamatan nyawa seseorang/pasien dan tidak ada
dokter di tempat kejadian, perawat dapat melalaikan pelayanan kesehatan diluar
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
2) Bagi perawat yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter, dalam
rangka melaksanakan tugas pemerintah, dapat melakukan pelayanan kesehatan diluar
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
3) Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus mempertimbangkan kompetensi, tingkat kedaruratan dan kemungkinan untuk
dirujuk.
4) Daerah yang tidak memiliki dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
kecamatan atau kelurahan/desa yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
5) Dalam hal daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) telah terdapat dokter,
kewenangan perawat .
Analis :
Sehingga dapat saya simpulkan, jika diakitkan dengan kasus perawat S diatas,
sebenarnya ini merupakan keadaan yang dilematis dimana apabila perawat S menolong
pasien dengan memberikan pelayanan medis dan obat yang sesuai dengan penyakitnya
sangksi pidana pasal 198 UU no 36 Tahun 2009, namun apabila perawat tersebut
menolak memberikan pertolongan maka dia juga akan dikenai sangsi pidana pasal 32 dan
85 dari UU yang sama yaitu UU no 36 Tahun 2009 dan sangsi sosial dari masyarakat
sekitarnya karena tidak mau memberikan pertolongan kepada mereka disaat menderita
sakit. Sehingga disinilah aspek legal dan etik harus dipertimbangkan, karena tanpa kita

sadari terkadang hukum pemerintahan hanya berfokus pada aspek legal formal saja tanpa
mempertimbangkan aspek sosiologis.
Menurut saya, maka seharusnya

hukum

pemerintahan

perlu

juga

mempertimbangkan aspek sosiologis masyarakat, dalam hal ini dimana pemerintah harus
melihat situasi dan kondisi dimana perawat tersebut dalam hal ini perawat S berdinas.
Karena didalam kasus tersebut jelas bahwa perawat tersebut berada di desa terpencil yang
mungkin jauh dari RS dan kurangnya atau bahkan tidak adanya tenaga medis yang
bertugas di desa tersebut. Faktanya di lapangan menunjukan bahwa sebagian besar
Puskesmas Induk dan seluruh Puskesmas terutama di daerah terpencil itu dipimpin oleh
seorang perawat dan tenaga kesehatan yang bertugas di daerah terpencil atau perbatasan
adalah tenaga perawat karena pemerintah belum mampu mendayagunakan dan
menempatkan tenaga medis dan tenaga kefarmasian yang rasional di daerah tersebut.
PROSPEK : (Pengembangan kualitas pelayanan gawat darurat berfokus pada UU
dan Kode Etik Keperawatan
Menurut saya, untuk memecahkan masalah pada kasus perawat S diatas adalah
dengan metode tele-nursing. Metode ini saya rasa dapat mengembangkan kualitas
pelayanan gawat darurat, terutama bagi perawat yang berada di daerah terpencil, dan
masih kurangnya tenaga medis.
1. Tele-education in emergency care (Binks & Benger, 2007).
Dalam artikel ini dijelaskan bahwa Telenursing juga bisa dimanfaatkan
untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petugas kesehatan dalam hal ini
adalah perawat, terutama petugas kesehatan yang bertugas didaerah-daerah terpencil
yang kadang sulit diakses melalui jalan darat karena kondisi geografis yang
tidak

memungkinkan

sehingga

mereka

kurang

terpapar informasi-informasi

maupun pengetahuan terkini menghenai pelayanan keperawatan. Disini dijelaskan


bagaimana telenursing dimanfaatkan sebagai sarana penambahan wawasan dan
pengetahuan mengenai keperawatan gawat darurat terhadap petugas kesehatan
yang bertugas di daerah terpencil. Dalam Tele-education dapat diterapkan empat
domain pembelajaran, yaitu : 1) pengetahuan, 2) keterampilan, 3) hubungan
(relationship), dan 4) sikap (attitude).

2. Using the Tele-ICU Care Delivery Model to Build Organizational Performance,


Part 1 (Rufo, 2011).
Dalam artikel ini dijelaskan bahwa paradigma dalam model pemberian
perawatan saat ini telah bergeser ke arah perbaikan kualitas hidup pasien dan
keamanan perawatan pasien. Tele-health terintegrasi adalah salah satu contoh.
Dengan menggunakan

perangkat

mobile

dan

keahlian

dari

dokter

yang

berpengalaman dapat dihubungkan ke lokasi terpencil, sehingga pemberi asuhan


keperawatan

didaerah terpencil

sekarang

dapat

menerima

bantuan

untuk

manajemen pasien secara langsung melalui metode ini. Tele-ICU adalah salah
satu contoh dari penerapan model teknologi yang mempercepat pemecahan
masalah klinis dan pengambilan keputusan, sehingga mempercepat pemberian
perawatan kritis dan akhirnya meningkatkan hasil yang diharapkan.
Kesimpulan :
Jadi menurut saya, dilihat dari berbagai sumber hasil penelitian diatas dapat
ditarik kesimpulan bahwa metode pelayanan keperawatan yang menggunakan
model Telenursing efektif digunakan dalam aktifitas pelayanan kesehatan terutama
bagi perawat-perawat yang berada di daerah terpencil tetapi di sisi lain tentu saja
setiap upaya pengembangan akan ada sisi negatifnya, atau kerugiannya. Seperti
berikut :
1. Keuntungan
Bisa digunakan sebagai sarana untuk menambah wawasan dan
pengetahuan bagi petugas kesehatan khususnya tenaga keperawatan yang
berada dimasyarakat maupun dipelosok yang secara geografis sulit diakses,
Dalam memulai suatu sistem tentu saja terdapat kendala, baik dari segi
SDMnya, fasilitas infrasutruktur maupun

biaya

yang harus dikeluarkan

untuk mendukung berjalannya suatu sistem, oleh sebab itu sistem perlu
dirancang

secara

matang

dengan

pendekatan pengembangan sistem,

diantaranya : 1) analisa sistem, 2) rancangan sistem, 3) implementasi sistem, 4)


pemeliharaan sistem dan 4) peningkatan sistem (Sabarguna, 2011).
2. Kerugian
Upaya pengembangan kualitas pelayanan gawat darurat ini akan berkaitan
dengan isu aspek legal, peraturan etik dan kerahasiaan pasien sama seperti
telehealth secara keseluruhan. Di banyak negara, dan di beberapa negara bagian

di Amerika Serikat khususnya praktek telenursing dilarang (perawat yang online


sebagai koordinator harus memiliki lisensi di setiap resindesi negara bagian dan
pasien yang menerima telecare harus bersifat lokal) guna menghindari malpraktek
perawat antar negara bagian. Isu legal aspek seperti akontabilitas dan
malprakatek, dsb dalam kaitan telenursing masih dalam perdebatan dan sulit
pemecahannya.

DAFTAR PUSTAKA

Bauer, K. (2001). Home-Based Telemedicine: A Survey of Ethical Issues.


Cambridge Quarterly of Healthcare Ethics, 10(2), 137-146.
Binks, S., & Benger, J. (2007). Tele-education in emergency care. Emergency
Medicine Journal, 24(11), 782-784.
Greenberg M. Elisabeth (2000). The Domain of Telenursing : Issues and Prospects. Nursing

Economic Jurnal, 18(4) 221-222.

You might also like