Professional Documents
Culture Documents
FARMAKOTERAPI HIPERTENSI
Disusun oleh:
Kelompok 9
Dita Putri Widyantoro
260112150557
Hally Farhana
260112150537
Riza Wernawati
260112150567
260112150547
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2016
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang...................................................................... 3
1.2. Tujuan.................................................................................... 4
1.3. Rumusan Masalah................................................................ 4
BAB II
ISI
2.1. Definisi................................................................................... 6
2.2. Patofisiologi........................................................................... 8
2.3. Manifestasi Klinis................................................................. 9
2.4. Diagnosis............................................................................... 9
2.5. Hasil Terapi yang Diinginkan............................................. 11
2.6. Penanganan...........................................................................
12
2.7. Evaluasi Hasil Terapi........................................................... 24
2.8. Studi Kasus Drug Related Problem dan Solusi.................. 25
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan........................................................................... 28
3.2. Saran..................................................................................... 28
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 29
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Hipertensi
dikenal
secara
luas
sebagai
penyakit
kardiovaskular.
Diperkirakan telah menyebabkan 4.5% dari beban penyakit secara global, dan
prevalensinya hampir sama besar di negara berkembang maupun di negara maju.
(WHO, 2003) Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama gangguan
jantung. Selain mengakibatkan gagal jantung, hipertensi dapat berakibat
terjadinya gagal ginjal maupun penyakit serebrovaskular. Penyakit ini
bertanggung jawab terhadap tingginya biaya pengobatan dikarenakan alasan
tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan di rumah sakit dan / atau
penggunaan obat jangka panjang.
Pada kebanyakan kasus, hipertensi terdeteksi saat pemeriksaan fisik karena
alasan penyakit tertentu, sehingga sering disebut sebagai silent killer. Tanpa
disadari penderita mengalami komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung,
otak ataupun ginjal.
Gejala-gejala akibat hipertensi, seperti pusing, gangguan penglihatan, dan
sakit kepala, seringkali terjadi pada saat hipertensi sudah lanjut disaat tekanan
darah sudah mencapai angka tertentu yang bermakna.
Di Amerika, menurut National Health and Nutrition Examination Survey
(NHNES III); paling sedikit 30% pasien hipertensi tidak menyadari kondisi
mereka, dan hanya 31% pasien yang diobati mencapai target tekanan darah yang
diinginkan dibawah 140/90 mmHg (Hajjar I, 2000). Di Indonesia, dengan tingkat
kesadaran akan kesehatan yang lebih rendah, jumlah pasien yang tidak menyadari
bahwa dirinya menderita hipertensi dan yang tidak mematuhi minum obat
kemungkinan lebih besar.
Healthy People 2010 for Hypertension menganjurkan perlunya pendekatan
yang lebih komprehensif dan intensif guna mencapai pengontrolan tekanan darah
secara optimal. Maka untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan partisipasi aktif
para sejawat Apoteker yang melaksanakan praktek profesinya pada setiap tempat
pelayanan kesehatan. Apoteker dapat bekerja sama dengan dokter dalam
memberikan edukasi ke pasien mengenai hipertensi, memonitor respons pasien
melalui farmasi komunitas, adherence terhadap terapi obat dan non-obat,
mendeteksi dan mengenali secara dini reaksi efek samping, dan mencegah
dan/atau memecahkan masalah yang berkaitan dengan pemberian obat.
1.2.
Tujuan
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Hipertensi ?
2. Bagamaimana patofisiologi penyakit tersebut ?
3. Bagaimana manifestasi klinik dari penyakit tersebut ?
4. Bagaimana cara mendiagnosis penyakit tersebut ?
5. Apa hasil terapi yang diinginkan dari perawatan penyakit tersebut ?
6. Bagaimana penanganan atau pengobatan untuk penyakit tersebut ?
7. Bagaimana evaluasi hasil terapi penyakit tersebut ?
8. Bagaimana studi kasus dan solusi dari penyakit tersebut ?
1.3.
Rumusan Masalah
Tujuan pembuatan makalah ini adalah :
1. Mampu mengetahui dan memahami definisi dari Hipertensi.
2. Mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dari penyakit
tersebut.
3. Mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinik dari penyakit
tersebut.
4. Mampu mengetahui dan memahami diagnosis dari penyakit tersebut.
5. Mampu mengetahui dan memahami hasil terapi yang diinginkan dari
perawatan penyakit tersebut.
6. Mampu mengetahui dan memahami cara penanganan atau pengobatan
penyakit tersebut.
7. Mampu mengetahui dan memahami evaluasi hasil terapi dari penyakit
tersebut.
8. Mampu mengetahui dan memahami studi kasus dari penyakit tersebut.
BAB II
ISI
2.1.
Definisi
Normal
Prehipertensi
Hipertensi tingkat I
(mmHg)
<120
120-139
140-159
(mmHg)
<80
80-89
90-99
Hipertensi tingkat II
160
100
Klasifikasi
Hipertensi dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu hipertensi sistolik,
renal,
hiperaldosteronisme
primer,
dan
sindrom
Cushing,
Patofisiologi
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini
bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah (Sagala, 2010).
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi (Sagala, 2010).
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula adrenal mengsekresi
epinefrin yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal mengsekresi kortisol
dan steroid lainnya, yang dapt memperkuat respon vasokontriktor pembuluh
darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang
pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan
peningkatan volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetus
keadaan hipertensi (Sagala, 2010).
Perubahan struktural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer
bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia.
Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan
penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya
menurunkan
kemampuan
distensi
dan
daya
regang
pembuluh
darah.
Manifestasi klinik
Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan darah
yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat dapat
ditemukan edema pupil (edema pada diskus optikus). Menurut Price, gejala
hipertensi antara lain sakit kepala bagian belakang, kaku kuduk, sulit tidur,
gelisah, kepala pusing, dada berdebar-debar, lemas, sesak nafas, berkeringat dan
pusing (Price, 2005). Sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami
hipertensi bertahun-tahun berupa nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai
mual dan muntah, akibat peningkatan tekanan darah intrakranial, penglihatan
kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah yang tidak
mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena peningkatan aliran
darah ginjal dan filtrasi glomerolus, edema dependen dan pembengkakan akibat
peningkatan tekanan kapiler. (Corwin, 2008:359)
Pasien dengan hipertensi primer non komplikasi biasanya tidak menunjukkan
gejala awal. Pasien dengan hipertensi sekunder mungkin memiliki gejala
Diagnosis
Penilaian
awal
dari
pasien
hipertensi
harus
termasuk
riwayat
c. Faktor-faktor risiko
Riwayat hipertensi atau kardiovaskular pada pasien atau keluarga
pasien
Riwayat hiperlipidemia pada pasien atau keluarganya
Riwayat diabetes melitus pada pasien atau keluarganya
Kebiasaan merokok
Pola makan
Kegemukan, intensitas olahraga
d. Gejala kerusakan organ
Otak dan mata : sakit kepala, vertigo, gangguan penglihatan, transient
klinis.
Pengukuran Denyut Jantung
Pemeriksaan Cardiopulmonary dapat memberikan informasi denyut atau
ritme jantung yang abnormal, hipertrofi, penyakit jantung koroner, atau
gagal jantung.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium, meliputi tes darah rutin, serum kreatinin,
kolesterol LDL dan HDL, glukosa darah puasa, elektrolit serum (natrium
dan kalium), laju filtrasi glomerulus.
(DiPiro et al., 2012:87-88)
2.6.
10
golongan
obat
antihipertensi
diuretik
tiazid
(misalnya
enzymes
(misalnya
captopril,
enalapril),
antagonis
2008):
12
peningkatan tekanan darah dan indikasi pada setiap obat yang dipilih. Pada
umumnya, pasien dengan hipertensi stage 1 akan diobati dengan menggunakan
diuretik thiazid, angiotensin converting enzyme (ACE) inhibitor, angiotensin II
receptor blocker (ARB) atau Calcium channel blocker (CCB). Terapi kombinasi
sangat dianjurkan untuk pasien dengan hipertensi stage/tahap 2 dengan
menggunakan duiretik thiazid sebagai salah satu kombinasinya, kecuali bila
terdapat kontraindikasi antar kedua jenis obat tersebut (Dipiro et.al, 2009).
Obat Terapi
Hipertensi
Pilihan
Pertama
Tanpa
Compelling
Indication
Hipertensi
Tahap I (TDS
140-159 atau
TDD 90-99
mmHg)
Dengan
Compelling
Indication
Hipertensi
Tahap II (TDS >
160 atau TDD
100 mmHg)
Dosis (mg/hari)
Pemberian
Contoh nama
dagang
a. Diuretik Thiazide
Hidroklortiazid
12,5-25
Indapamid
1,25-2,5
Klortalidon
12,5-25
Metolazon
2,5-5
b. Diuretik kuat
Furosemid
20-80
Torsemid
2,5-10
c. Diuretik hemat kalium
Amilorid
5-10
Spironalakton
25-100
14
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
(generik)
Natrilix
Hygroton, Tenoret
Zaroxolyn
2-3 x sehari
1-2 x sehari
Arsiret, Farsix
Unat
1-2 x sehari
1 x sehari
(generik), Putritid
(generik),
2) -blocker
Menurut Dipiro et. al, mekanisme hipotensi beta blocker tidak
diketahui tetapi diperkirakan dapat melibatkan menurunnya curah jantung
melalui kronotropik negative dan efek inotropik jantung dan inhibisi
pelepasan renin dari ginjal. Atenolol, betaksolol, bisoprolol, dan metoprolol
merupakan kardioselektif pada dosis rendah dan meningkat baik pada
reseptor beta 1 daripada reseptor beta 2 yang menyebabkan obat tersebut
kurang merangsang bronkhospasmus dan vasokonstriksi serta lebih aman dari
non selektif beta blocker. Sedangkan asebutolol, karteolol, penbutolol, dan
pindolol memiliki aktivitas intrinsic simpatomimetik atau sebagian aktivitas
agonis reseptor beta.
Efek samping dari blokade beta pada miokardium adalah bradikardia
dan gagal jantung akut. Penghambat beta 2 pulmonar dapat menyebabkan
eksaserbasi dari bronbkhospasmus pada penderita asma atau COPD (Chronic
Obstruction Pulmonary Disease). Penghentian terapo dengan beta bloker yang
cepat dapat menyebabkan angina tidak stabil, infark miokardialm atau
mungkin kematian ada penderita predisposisi miokardial. Beta bloker
meningkatkan kadar serum trigliserida dan menurunkan kadar HDL,
penghambat beta yang memiliki sifat menghambat reseptor alfa tidak
mempengaruhi konsentrasi serum lipid (Sukandar dkk, 2008).
Berikut posologi dari berbagai obat beta blocker:
Obat
Kardioselektif
Asebutolol
Atenolol
Metoprolol
Non selektif
Nadolol
Pindolol
Propanolol
Frekuensi Penggunaan
200-800
25-100
50-200
20-160
5-40
40-160
1 kali sehari
2 kali sehari
2-3 kali sehari
(Nafrialdi dkk, 2009).
Rentang Dosis
(mg/hari)
25-100
4-8
2,5-40
2,5-10
Frekuensi penggunaan
2-3 x sehari
1-2 x sehari
1-2 x sehari
1 x sehari
(Nafrialdi dkk, 2009).
16
17
Rentang Dosis
(mg/hari)
30-60
2,5-10
60-120
80-320
90-180
Frekuensi
Penggunaan
1 x sehari
1 x sehari
2 x sehari
2-3 x sehari
3 x sehari
(Nafrialdi dkk, 2009).
Rentang dosis
(mg/hari)
0,5-4
1-4
1-4
Frekuensi
Pemberian
1-2 x sehari
1 x sehari
1 x sehari
n
(Dipiro et al, 2006).
18
mengurangi
aliran
simpatetik
dari
pusat
vosomotor
dan
Rentang Dosis
(mg/hari)
0,1-0,8
0,1-0,3
250-1000
Frekuensi penggunaan
2 x sehari
1 x seminggu
2 x sehari
2006).
Hidralazin tidak digunakan sebagai obat tunggal karena takifilaksis
akibat retensi cairan dan refleks simpatis akan mengurangi efek
antihipertensinya. Maka sebaiknya diatasi dengan diuretik atau bloker
20
Obat
Hidralazin
Minoksidil
Rentang dosis
(mg/hari)
10-40
20-100
Frekuensi Penggunaan
1 atau 2 x sehari
2-4 x sehari
(Dipiro et al, 2006).
Golongan Lain
Reserpin
-
2008).
Efek sampingnya yang paling serius adalah berhubungan dengan dosis yaitu
depresi. Depresi disebabkan oleh kosongnya katekolamin dan serotonin di
SSP. Hal ini dapat diminimalkan dengan penggunaan dosis tidak lebih dari
2008).
Rentang dosis yang dapat digunakan 0,05-0,25 mg/hari dengan penggunaan
sekali sehari (Dipiro et al, 2006).
Terapi Kombinasi
Ada 6 alasan mengapa pengobatan kombinasi pada hipertensi dianjurkan:
1. Mempunyai efek aditif
21
2.
3.
4.
5.
tertentu
6. Adanya fixed dose
combination
antagonis kalsium
6. Agonis -2 dengan diuretik
7. Penyekat -1 dengan diuretik (Chrysant, 1998).
Evaluasi hasil terapi
2.8.
2.8.1
Contoh Kasus
Pasien R seorang anak laki-laki berumur 14 thn memiliki BB 70 kg
mendatangi Dokter. Pasien R mengeluh bahwa dia merasa pusing, badan
terasa lemas, kurang nafsu makan, merasa sakit di daerah perut bagian
kanan. Sebelumnya An.R mengaku bahwa ia memiliki pola hidup yang
kurang baik. Dia sering begadang, kurang tidur, dan terkadang telat
makan.
Hasil
pemeriksaan
menunjukan
bahwa
pasien
mengalami
Hipertensi memiliki tekanan darah 135/80 mmHg yang relatif tinggi untuk
usia rata-ratanya. Kemudian pasien menderita penyakit maag.
2.8.2
Pengobatan
a.
b.
c.
d.
Data Klinik
22
Nilai Normal
Pemeriksaan
Indikasi
Nadi
80x/menit
80x/menit
Normal
Suhu Badan
36-37oC
tidak ada
tidak ada
TD
<120/80mmHg
135/80 mmHg
Prehipertensi
Data Klinik
Data Lab
Hb
Blood Glucose
Serum Creatinine
Nilai Normal
11,4-15,1 g/dl
130 mg/dl
0,5-1,2 mg/dl
Nilai Pemeriksaan
12,5 g/dl
Normal
Normal
Indikasi
Normal
Tidak ada DM
Tidak
ada
kelainan
Urine Analisis
10-50 mg/dl
Normal
ginjal
Tidak
kelainan
ginjal
Analisi Kasus
Profil Pasien
Nama
Usia
BB
Tinggi Badan
Keluhan Utama
: An. R
: 14 Tahun
: 70kg
: 150 cm
: dia merasa pusing, badan terasa lemas,
:Prehipertensi
23
dapat
pada
ada
pada
24
BAB III
KESIMPULAN
3.1.
Penutup
Hipertensi didefinisikan dengan meningkatnya tekanan darah arteri yang
persisten. Peningkatan tekanan darah sistolik pada umumnya >140
mmHg atau tekanan darah diastolik >90 mmHg kecuali bila tekanan
darah sistolik 210 mmHg atau tekanan darah diastolik 120 mmHg
Hipertensi dapat juga di sebut sebagai penyakit silent killer.
3.2.
25
Saran
Ada baiknya apabila pasien melakukan pola hidup yang sehat serta
menjaga pola makan. Serta apabila ada interaksi obat, ada baiknya untuk
penggunaan obat tersebut dapat diberikan jeda pada saat penggunaan.
DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E.J., (2008). Buku Saku Patofisiologi. Edisi Ketiga. EGC: Jakarta.
DiPiro, J.T., R.L., B.G. Wells., Schwinghammer T.L., DiPiro C.V. (2012).
Pharmacotheraphy a Pathophysiologic Approach. Seventh Edition. United
States of America: McGraw Hill Companies, Inc.
Price, S & Wilson, L, 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. EGC: Jakarta.
Sagala, LMB.2010. Patofisiologi Hipertensi. Medan : USU. Tersedia di
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17124/4/Chapter%20II.pdf
Diakses tanggal 4 maret 2016.
Martin D, Windsor J. 2009. Understanding the Clinical Relevance of Human
Acclimatisation to High Altitude Hypoxia. Postgard Med Journal, Vol 84.
26
at
http://pustaka.unpad.ac.id/wpcontent/uploads/2009/10/an_update_managem
ent_concept_in_hypertension.pdf
Chrysant
S.G.
1998. Fixed
Low-dose
drug
combination
for
the
J.T.,
Dipiro,
C.V.,
Schwinghammer, T.L.,
Wells,
B.G.
2009.
Harun
Rasyid.
2008.
Sejarah
Hipertensi.
Tersedia
di
http://usupress.usu.ac.id/files/Hipertensi%20dan%20Ginjal_Normal_bab
%20.pdf
Nafrialdi, dkk. 2009. Farmakologi dan Terapi, edisi 5. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Sukandar EY, dkk. 2008. ISO Farmakoterapi. Jakarta: ISFI Penerbitan.
2003 World Health Organization (WHO) / International Society of Hypertension
Statement on Management of Hypertension. J Hypertens 2003;21:19831992
Hajjar I, Kotchen TA. Trends In Prevalence, Awareness, Treatment, And Control
Of Hypertension In The United States, 1998 2000. JAMA 2003;290:199206
27