You are on page 1of 23

Skenario Tutorial 1 Blok 16

Mr. Y, a 40 year old, truck driver, was admitted to hospital with massive hemoptoe. He
complained that 6 hours ago, he had a severe of coughing with fresh blood of about 2 glasses. He
also said that in the previous months, he had productive cough with a lot of phlegm, mild fever,
loss of appetite, rapud loss of body weight(previous weight: 70 kg), and shortness of breath.
Since a week ago, he felt his symptoms were worsening. From further interview, Mr. Y have
similar symptoms 6 years ago, he was given medication after consulting with doctor at that time.
But stop the treatment after 2 weeks because he was feeling better.
Physical examination:
General appearance: He looked severely sick and pale. Body height: 175 cm, Body Weight: 55
kg, BP: 100/70 mmhg, HR: 112 X/minute, RR: 36 X/ minute, temp: 37,6 C. There was a tattoo
on the chest. In chest auscultation there was an increase of vesicular sound at the right apex lung
with moderate rales.
Klarifikasi Istilah
Hemoptoe: Expektorasi darah atau dahak yang mengandung bercak darah dan berasal dari
saluran nafas bawah. +massive: Batuk darah antara diatas 100 dan sampai diatas 600 ml dalam
waktu 24 jam.
Productive Cough: Batuk(Ekspulsif udara yang tiba-tiba, sambil mengeluarkan suara dari paruparu) yang efektif mengeluarkan materi asing dari traktus respiratori atau disebut juga wet
cough.
Phlegm: Mukus kental yang diekskresikan dari saluran pernafasan dalam jumlah yang abnormal
Fever: Peningkatan temperature tubuh diatas normal (37 C)
Vesicular Sound: bunyi nafas normal dimana inspirasi terdengar lebih keras, lebih panjang dan
tinggi nadanya dari ekspirasi. Biasanya terdengar hampir di seluruh di lapangan paru, kecuali
suprasternal dan interscapula.
Moderate Rales: suara pernafasan abnormal yang terdengar pada auskultasi, dan menunjukkan
berbagai keadaan patologis .
Shortness Of Breath: Gangguan fungsi pernafasan yang diakibatkan oleh mengecil atau
tersumbatnya saluran pernafasan atau lemahnya oran pernafasan atau akibat dari penyakit
tertentu.
Identifikasi Masalah
1. Mr. Y, a 40 year old, truck driver, was admitted to hospital with massive hemoptoe. He
complained that 6 hours ago, he had a severe of coughing with fresh blood of about 2
glasses.
2. He also said that in the previous months, he had productive cough with a lot of phlegm,
mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight(previous weight: 70 kg), and
shortness of breath. Since a week ago, he felt his symptoms were worsening.

3. From further interview, Mr. Y have similar symptoms 6 years ago, he was given
medication after consulting with doctor at that time. But stop the treatment after 2 weeks
because he was feeling better.
4. Physical examination:
General appearance: He looked severely sick and pale. Body height: 175 cm, Body
Weight: 55 kg, BP: 100/70 mmhg, HR: 112 X/minute, RR: 36 X/ minute, temp: 37,6 C.
There was a tattoo on the chest. In chest auscultation there was an increase of vesicular
sound at the right apex lung with moderate rales.
Analisis Masalah
1. Mr. Y, a 40 year old, truck driver, was admitted to hospital with massive hemoptoe. He
complained that 6 hours ago, he had a severe of coughing with fresh blood of about 2
glasses.(>>>)
a. Bagaimana etiologi dari hemoptoe massive?
b. Bagaimana mekanisme batuk?
c. Bagaimana mekanisme hemoptoe massive pada kasus?
d. Bagaimana klasifikasi dari hemoptoe?
e. Bagaimana dampak dari hemoptoe massive?
f. Bagaimana tatalaksana awal dari hemoptoe massive?
2. He also said that in the previous months, he had productive cough with a lot of phlegm,
mild fever, loss of appetite, rapid loss of body weight(previous weight: 70 kg), and
shortness of breath. Since a week ago, he felt his symptoms were worsening. (>>)
a. Bagaimana mekanisme dari batuk produktif dengan banyak dahak?
b. Bagaimana mekanisme dari demam sedang?
c. Bagaimana mekanisme dari hilangnya nafsu makan dan berat badan menurun?
d. Bagaimana mekanisme dari sesak nafas?
e. Bagaimana hubungan gejala diatas dengan hemoptoe?
f. Mengapa gejala yang dialami Mr. Y semakin memburuk?
3. From further interview, Mr. Y have similar symptoms 6 years ago, he was given
medication after consulting with doctor at that time. But stop the treatment after 2 weeks
because he was feeling better. (>)
a. Bagaimana hubungan riwayat penyakit Mr. Y dengan penyakit yang dialami Mr.
Y?
Berdasarkan hasil anamnesis Mr. Y, didapatkan ia pernah mengalami gejala yang
sama 6 tahun lalu. Kemungkinan Mr. Y mengalami tuberculosis paru lagi yang
kini memburuk karena pengobatan yang tidak sempurna, sehingga terjadi
kekambuhan.
b. Bagaimana drug of choice dari pengobatan Mr. Y yang dikonsultasikan 6 tahun
yang lalu?
Untuk drug of choice dari pengobatan Mr. Y yang dikonsultasikan 6 tahun yang
lalu, Mr. Y digolongkan dalam kategori 1, pada 6 tahun yang lalu, Mr. Y

dikategorikan sebagai pasien baru, karena riwayat penyakit yang ia rasakan dulu
adalah baru.
a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
Tabel 4.2a. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
Berat Badan
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg

Tahap Intensif
tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
2 tablet 4KDT
3 tablet 4KDT
4 tablet 4KDT
5 tablet 4KDT

Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
2 tablet 2KDT
3 tablet 2KDT
4 tablet 2KDT
5 tablet 2KDT

Tabel 4.2b. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1


Dosis per hari / kali
Tahap
Pengobatan

Lama
Pengobatan

Intensif
Lanjutan

2 Bulan
4 Bulan

Tablet
Isoniasid
@ 300 mgr

1
2

Kaplet
Rifampisin
@ 450 mgr

1
1

Tablet
Pirazinamid
@ 500 mgr

3
-

Jumlah
hari/kali
Tablet
Etambutol menelan
@ 250 mgr obat
3
56
48

c. Bagaimana dampak dari penghentian obat yang dilakukan setelah 2 minggu?


Bakteri TBC memiliki daya tahan yang kuat dan tetap hidup walau sudah diberi
antibiotik, sehingga membutuhkan pengobatan berbulan-bulan. Saat segala sudah
reda, harus tetap menjalani pengobatan karena kuman TBC tersebut tetap aktif
dan siap membentuk kekebalan terhadap obat yang masuk ke dalam tubuh.
Apabila pengobatan dihentikan setelah 2 minggu melakukan pengobatan, maka
dikhawatirkan timbul resistensi(kekebalan) bakteri TBC terhadap antibiotika
sehingga pengobatan akan semakin sulit dan lama.
4. Physical examination:
General appearance: He looked severely sick and pale. Body height: 175 cm, Body
Weight: 55 kg, BP: 100/70 mmhg, HR: 112 X/minute, RR: 36 X/ minute, temp: 37,6 C.
There was a tattoo on the chest. In chest auscultation there was an increase of vesicular
sound at the right apex lung with moderate rales.(>)

a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan fisik?


Pemeriksaan
Nilai Normal
Hasil yang di
Fisik
dapat
General
appearance:
Body Height:
175cm
Body Weight:
55kg
Blood Pressure
HR
RR
Temperature
Suara vesikuler
pada auskultasi
thoraks
Moderate rales

(-)
IMT normal:
18,5-25

120/80mmHg
60-100x/min.
16-24x/min
36,5oC - 37,5oC
(-)

(-)

severely sick
and pale
IMT: 17,3
kekurangan
berat badan
tingkat ringan
100/70mmHg
112x/minute
36x/minute
37,6 C
Meningkat

Interpretasi
Hasil
Pemeriksaan

BP rendah
Takikardi
Takipneu
Subfebris
Abnormal

Abnormal

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik?


a) General appearance: severely sick and pale.
Mekanisme: Mr. Y terlihat sakit berat akibat penilaian terhadap dirinya
yang datang dengan dalam keadaan batuk berdarah massif dan sesak.
Pucat yang disebabkan oleh anemia yang ditunjukkan oleh Hb Mr. Y yang
rendah (Hipoksia).
b) Body Height: 175cm dan Body Weight: 55kg
Mekanisme: IMT Mr. Y di bawah normal menandakan Mr. Y mengalami
kekurangan berat badan berhubungan dengan penyakit infeksi paru yang
dideritanya. Pada penderita TBC kalori yang masuk digunakan untuk
melawan bakteri TBC dan juga penderitanya mengalami penurunan nafsu
makan.Oleh karena itu, IMT Mr. Y dibawah normal.
c) Blood pressure: 100/70 mmHg
d) HR: 112X/minute
Mekanisme: HR yang tinggi pada pemeriksaan vital sign Tn. Y
merupakan suatu kompensasi akibat lapangan paru yang sudah terinfeksi
oleh bakteri TBC.Lapangan paru yang tidak seluruhnya berfungsi normal
menyebabkan asupan oksigen ke tubuh pun berkurang sehingga HR
meningkat untuk mencukupi kebutuhan oksigen dalam tubuh.
e) RR 36x/minute

Mekanisme: Mukus berlebihan dalam saluran nafas menyebabkan


obstruksi/kesulitan udara dalam mencapai paru. Sehingga Mr.Y bernapas
dengan cepat.
f) Temperature 37,6 C
Mekanisme: Inflamasi pada tubuhMr. Y menyebabkan suhu tubuh naik
sedikit atau subfebris.
g) Pada auskultasi dada terjadi peningkatan suara vesikular pada upper lung
dengan moderate rales.
Mekanisme: Infiltrat pada apex paru (massa padat) menyebabkan
penghantaran suara menjadi lebih meningkat sehingga terdengar suara
vesicular yang meningkat. Bronkus pada paru kanan memiliki posisi yang
lebih menjorok dibanding paru kiri, sehingga menyebabkan kuman lebih
mudah masuk ke paru kanan. Selain itu mycobacterium tuberculosis
merupakan bakteri aerob maka bakteri ini akan menuju apical paru sebagi
tempat predileksinya, karena bagian apical paru memiliki tekanan oksigen
yang lebih tinggi dibanding bagian paru yang lain. Hal ini lah yang
menyebabkan suara vesikuler meningkat hanya pada lapangan atas paru
kanan Mr. Y.
c. Bagaimana hubungan penggunaan tato terhadap kasus Mr. Y?
d. Apa saja jenis-jenis suara paru normal dan patologis serta lokasi auskultasinya?
5. Pemeriksaan Tambahan
Hb: 9,5 gr, WBC: 6000, ESR: 125 mm/hr, diff. count: 0/3/2/75/15/5, BTA: (-), HIV: (-),
Radiologi (Chest X-Ray): Infiltrate at right apex lung
a. Bagaimana interpretasi dari hasil pemeriksaan tambahan?
b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan tambahan?
c. Bagaimana gambaran foto thoraks pada Mr. Y?
d. Mengapa pemeriksaan BTA negatif?
6. Diagnosis
a. Apa saja diagnosis banding dari gejala yang dialami Mr. Y?
DIAGNOSIS BANDING
1. Pneumonia
2. Abses paru
3. Kanker paru
4. Bronkiektasis
5. Pneumonia aspirasi
Indikator

Kasus

Tb paru

Pneumonia
(typical)

Bronkietaksi
s

Karsinoma
bronkogenik

Hemoptisis

Demam

Ringan
Ringan
(subfebris) (subfebris)

Sesak napas

Tinggi

Tinggi,
berulang

Ringan

BB, anoreksia

Productive
cough

WBC

Gambaran
Radiologi

Infiltrate
pada lobus
kanan atas
paru

infiltrat
Konsolidasi
biasanya
biasanya pada
pada apeks basis paru
paru

Kista-kista
Nodul soliter
kecil seperti sirkumskripta
gambaran
atau coin lesion
sarang tawon,
bronchovascu
lar marking

b. Apa diagnosis kerja dari gejala yang dialami Mr. Y?


Mr. Y mengalami TB paru.
c. Bagaimana etiologi dari penyakit yang dialami Mr. Y?
Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam
4
sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA) .
Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk
atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan
dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar
selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam
saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui
pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh
lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak
negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Seseorang terinfeksi tuberkulosis ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan
lamanya menghirup udara tersebut.

d. Bagaimana pathogenesis dan patofisiologi dari penyakit yang dialami Mr. Y?


Patogenesis
Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat
mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme
imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya
sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil
kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi
dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan
membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru
disebut Fokus Primer GOHN.
Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi focus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah
atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan
jika focus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.
Kompleks primer merupakan gabungan antara focus primer, kelenjar limfe regional yang
membesar (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan
pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak
masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya
berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam
masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 10 3-104, yaitu jumlah
yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik
kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap
tuberculin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks
primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh
terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif
terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah
kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada
sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu system imun
seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB
dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru

yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.


Setelah imunitas seluler terbentuk, focus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna
focus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama
bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru
dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus
sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau
paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena
reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus
akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami
inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus,
sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolapskonsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke
kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran
hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh.
Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit
sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini, kuman TB
menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala
klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang
biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang,
ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi
tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk
imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya

oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya
tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi focus
reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun- tahun
kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, focus TB ini dapat mengalami
reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan
lain-lain.
Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini, sejumlah
besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat
menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB
diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi.
Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta
frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak
adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic spread
dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan
mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi
diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet seed). Secara patologi
anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi
merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic
spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu focus perkijuan menyebar ke saluran
vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam
darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan
acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang.
Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya
sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu
penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3%
penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya
terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang
timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama
(3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya
infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi
yang tidak mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi
sering pada remaja dan dewasa muda.

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB.
TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi
dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun
setelah infeksi primer.
Pathofisiologi
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil M. Tuberculosis. Bakteri
menyebar melalui jalan napas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat
bertumpuk. Perkembangan M. Tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area
lain dari paru (lobus atas). Basil juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran
darah ke bagian tubuh lain (ginjal, tulang dan korteks serebri) dan area lain dari
paru (lobus atas). Selanjutnya sistem kekebalan tubuh memberikan respon dengan
melakukan reaksi inflamasi. Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fagositosis
(menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-tuberkulosis menghancurkan
(melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia.
Infeksi awal biasanya timbul dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri.
Interaksi antara M. Tuberculosis dan sistem kekebalan tubuh pada masa
awal infeksi membentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas gumpalan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh
makrofag seperti dinding. Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa
jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut disebut ghon tubercle. Materi
yang terdiri dari makrofag dan bakteri menjadi nekrotik yang selanjutnya
membentuk materi yang penampakannya seperti keju (necrotizing caseosa). Hal ini
akan menjadi kalsifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen, kemudian
bakteri menjadi nonaktif.
Setelah infeksi awal, jika respon sistem imun tidak adekuat maka penyakit
akan menjadi lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi
ulang atau bakteri yang sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus
ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga menghasilkan necrotizing caseosa
di dalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh dan
membentuk jaringan parut. Paru yang terinfeksi kemudian meradang,
mengakibatkan timbulnya bronkopneumonia, membentuk tuberkel dan seterusnya.
Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya. Proses ini berjalan terus
dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag yang
mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk
sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari).
Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan granulasi yang dikelilingi sel
epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda, kemudian pada

akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikelilingi oleh tuberkel (Smeltzer &
Bare, 2001).
e. Bagaimana manifestasi klinis dari penyakit yang dialami Mr. Y?
Tuberkulosis sering dijuluki the great imitator yaitu suatu penyakit yang
mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala
umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak
jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik
dan gejala sistemik.
1. Gejala respiratorik meliputi :
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling
sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak
bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
b) Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak
berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar
dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar
kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c) Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau
karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax,
anemia dan lain-lain
d) Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala
ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.
Gejala sistemik, meliputi :
a) Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam
hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang
serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
b) Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan

tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat
juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
f. Bagaimana algoritma diagnosis dari penyakit yang dialami Mr. Y?
Diagnosis TB Paru
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk
dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak
nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat
malam hari tanpa kegiatan fisik,demam meriang lebih dari satu bulan. Gejala-gejala
tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti bronkiektasis,
bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB paru di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang
datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka
(suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung
pada pasien remaja dan dewasa, serta skoring pada pasien anak. (lihat lampiran 2)
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis pada semua suspek TB dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa dahak SewaktuPagi-Sewaktu (SPS):
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan
dahak pagi pada hari kedua.
P(Pagi):
Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun
tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di UPK.
S(sewaktu):
Dahak dikumpulkan di UPK pada hari kedua, saat menyerahkan dahak pagi.
Diagnosis TB Paru pada orang remaja dan dewasa ditegakkan dengan ditemukannya
kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak
mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan
uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan
indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto
toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu
menunjukkan aktifitas penyakit. Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk
suspek TB paru pada lampiran 2.

Indikasi Pemeriksaan Foto Toraks


Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut:
Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif. (lihat
bagan alur di lampiran 2)
Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negatif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT(non fluoroquinolon). (lihat bagan alur lampiran 2)
Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).

Suspek TB Paru

Pemeriksaan dahak mikroskopis - Sewaktu, Pagi,


Sewaktu (SPS)

Hasil BTA

++
+

Hasil
BTA
+- -

Hasil
BTA
- - -

Antibiotik Non-OAT

++
-

Tidak
ada

Ada
perbaika
n

perbaika
n
pemeriksaan
dahak

Foto toraks dan


pertimbangan
dokter

mikroskopis
Hasil
BTA
+++

Hasil
BTA

- -

++ + - -

Foto toraks dan


pertimbangan
dokter

TB

BUKAN TB

Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru


Sumber: Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2, cetakan
pertama. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007

Catatan : Pada keadaan-keadaan tertentu dengan pertimbangan


kegawatan dan medis spesialistik, alur tersebut dapat digunakan
secara lebih fleksibel.
g. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari penyakit yang dialami Mr. Y?
1) Sputum culture : untuk memastikan apakah keberadaan M.
Tuberculosis pada stadium aktif.
2) Ziehl neelsen (Acid-fast Staind applied to smear of body fluid) : positif
untuk BTA.
3) Skin Test (PPD, mantoux, tine and vollmer patch) : reaksi positif (area
indurasi 10mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen
intradermal) mengindikasikan penyakit sedang aktif.
4) Chest X- ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal
dibagian atas paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik
atau cairan pleural. Perubahan yang mengindikasikan TB yang lebih
berat mencakup area berlubang dan fibrosa. Histologi atau kultur
jaringan (termasuk kumbah lambung, urine dan CSF serta biopsy kulit)
: positif untuk M. Tuberculosis.
5) Needle biopsy of lung tissue : positif untuk granuloma TB, adanya selsel besar yang mengindikasikan nekrosis.
6) Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya
infeksi, misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat
ditemukan pada TB paru kronis lanjut.
7) ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan
paru. Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat
kerusakan bronkhus atau kerusakan paru karena TB.
8) Darah : leukosit, LED meningkat.
9) Test fungsi paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC
meningkat dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala
sekunder dari fibrosis / infiltrasi parenkim paru dan penyakit pleura.
10) Pemeriksaan Radiologi: Tuberkulosis paru mempunyai gambaran
patologis, manifestasi dini berupa suatu koplek kelenjar getah bening
parenkim dan lesi resi TB biasanya terdapat di apeks dan segmen posterior
lobus atas paru paru atau pada segmen superior lobus bawah (Dr. dr.
Soeparman. 1998). Hal 719). Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA
cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa terlihat. Mungkin kelainan yang
tampak hanya berupa penumpukan kostofrenikus.
11) Pemeriksaan laboratorium

i. Darah
Adanya kurang darah, sel sel darah putih serta laju endap
darah meningkat terjadi pada proses aktif.
ii. Sputum
Ditemukan adanya Basil tahan Asam (BTA) pada sputum
yang terdapat pada penderita tuberkulosis paru yang
biasanya diambil pada pagi hari.
h. Bagaimana komplikasi dari penyakit yang dialami Mr. Y?
Penyakit tuberculosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini
: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,
usus,
Poncets athropathy
Komplikasi akut
: Obstruksi jalan napas SOPT(Sindrom Obstruksi
Pasca Tuberculosis), kerusakan parenkim berat,
karsinoma paru, kor pulmonal, amiloidosis,
karsinoma
paru, sindrom gagal napas dewasa (ARDS), sering
terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
i. Bagaimana tatalaksana farmakologi dan non farmakologi dari penyakit yang
dialami Mr. Y?
Farmakologi
Jenis, sifat dan dosis OAT

Tabel 4.1. Jenis, sifat dan dosis OAT


Dosis
Jenis OAT

Isoniazid (H)
Rifampicin (R)
Pyrazinamide (Z)
Streptomycin (S)
Ethambutol (E)

yang
direkomendasikan
Harian
3x seminggu

Sifat
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakterisid
Bakteriostati
k

5
(4-6)
10
(8-12)
25
(20-30)
15
(12-18)
15
(15-20)

10
(8-12)
10
(8-12)
35
(30-40)
15
(12-18)
30
(20-35)

Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis
obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan
kategori
pengobatan.
Jangan
gunakan
OAT
tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OATKDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment)
oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Tahap awal (intensif)
o Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah
terjadinya resistensi obat.
o Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara
tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular
dalam kurun waktu 2 minggu.
o Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan
o Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih
sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama
o Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia:
o Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
o Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
o Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam

bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT),


sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam
bentuk OAT kombipak.
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas
dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan
tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien
dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien

Paduan OAT dan peruntukannya.


b. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru

Tabel 4.2a.
Kategori 1

Dosis untuk paduan OAT KDT untuk

Berat
Badan
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg

Tahap
Intensif
tiap hari selama 56
2
tablet
3
4KDT tablet
4
4KDT tablet
5
4KDT tablet
4KDT

Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama 16
minggu RH (150/150)
2 tablet 2KDT
3 tablet 2KDT
4 tablet 2KDT
5 tablet 2KDT

Tabel 4.2b. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1

Dosis per hari / kali


Tahap
Pengobata
n
Intensif
Lanjutan

Lama
Tablet
Pengobata
Isonias
n
2 Bulan
1 id
4 Bulan
2

Kaplet
Tablet
Rifampisin Pirazina
450 mid 3
1@
1
-

Jumlah
hari/kali
Tablet
Etambut menelan
obat
ol 3
56
48

c. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Tabel 4.3a. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori


2
Berat
Bada
n
30-37
kg
38-54
kg
55-70
71 kg

Tahap
Intensif
hari
Selama 56 hari

tiap

2 tab 4KDT
+ 500 mg Streptomisin
3 tab 4KDT
+ 750 mg Streptomisin
4 tab 4KDT

Tahap
Lanjutan 3 kali
seminggu
selama 20 minggu

Selama
28 hari
2
tab
2 tab 2KDT
4KDT
+ 2 tab Etambutol
3
tab
3 tab 2KDT
4KDT
+ 3 tab Etambutol
4
tab
4 tab 2KDT

+ 1000 mg Streptomisin
+ 4 tab Etambutol
5 tab 4KDT
5
tab
5 tab 2KDT
+ 1000mg Streptomisin 4KDT
+ 5 tab Etambutol

Tabel 4.3b.
Kategori 2
Tahap
Lama
Pengoba Pengob
-tan
a- tan
Tahap
Intens
2
if
bulan
Tahap
(dosis
Lanjuta
4
n
bulan
(dosis

Dosis paduan OAT Kombipak untuk

Tablet Kaplet
Etambutol Strepto Jumlah
Tablet
Isonias Rifampis Pirazinami Tablet Tablet misin
hari/kal
@
250
@
400
id
in
d
injeksi i
mgr
mgr
menela
1
1
3
3
0,75 gr 56
1
1
28
3
3
2

60

Catatan:

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis


maksimal untuk streptomisin adalah 500mg tanpa
memperhatikan berat badan.
Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam
keadaan khusus.
Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu
dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3,7ml
sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

d. OAT Sisipan (HRZE)


Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori
1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 4.4a. Dosis KDT untuk Sisipan
Berat
Badan
30 37 kg
38 54 kg
55 70 kg
71 kg

Tahap Intensif tiap hari selama 28


hari RHZE (150/75/400/275)
2
tablet
3
tablet
4
tablet
5
tablet

Tabel 4.4b. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan

Tahap
Pengobata
n
Tahap
intensif
(dosis
harian)

Tablet
Kaplet
Lamanya Isoniasid
Ripamfisi
Pengobata @ 300 mgr n
n
@ 450 mgr
1 bulan

Tablet
Pirazinami
d
@ 500 mgr
3

Tablet
Etambut
ol
@ 250
mgr
3

Jumlah
hari/kali
menela
n obat

28

Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya


kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru
tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada
OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko
resistensi pada OAT lapis kedua.
Non Farmakologi
Terapi non Farmakologi
a. Sering berjemur dibawah sinar matahari pagi (pukul 6-8 pagi)
b. Memperbanyak istirahat(bedrest) / istirahat yang cukup
c. Diet sehat (pola makan yang benar), dianjurkan mengkonsumsi banyak lemak dan
vitamin A untuk membentuk jaringan lemak baru dan meningkatkan sistem imun
d. Menjaga sanitasi/kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.
e. Menjaga sirkulasi udara di dalam rumah agar selalu berganti dengan udara yang baru.
f. Berolahraga secara teratur, seperti jalan santai di pagi hari.
g. Minum susu kambing atau susu sapi
h. Menghindari kontak langsung dengan pasien TB
i. Rajin mengontrol gula darah
j. Bagaimana Prognosis dari penyakit yang dialami Mr. Y?
Prognosis umumnya baik jika infeksi terbatas di paru, kecuali jika infeksi
disebabkan oleh strain resisten obat atau pasien berusia lanjut dengan debilitas
atau mengalami gangguan kekebalan yang beresiko tinggi menderita tuberkulosis
milier. Pada pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun akan (Depkes 2005):
50% meninggal
25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
k. Bagaimana pencegahan dari penyakit yang dialami Mr. Y?
a) Kasus dengan penderita positif harus diobati secara efektif agar tidak menular
terhadap orang lain.

b) Bila kontak langsung dengan penderita tuberkulosis sebaiknya lakukan


pemeriksaan tuberkulin dan photo thorak.
c) Pada anakanak lakukan vaksinasi BCG guna mencegah tertularnya penyakit
tuberkulosis paru.
d) Pada penderita tuberkulosis paru positif sebaiknya lakukan isolasi dalam
pengobatan dan perawatannya.
e) Tidak meludah di sembarang tempat, usahakan meludah di tempat yang terkena
sinar matahari atau di tempat sampah.
f) Ketika ada seseorang ingin batuk atau bersin sebaiknya anda menutup mulut
untuk menjaga terjadinya penularan penyakit.
g) Kesehatan badan harus sering dijaga supaya sistem imun senantiasa terjaga dan
kuat.
h) Jangan terlalu sering begadang karena kurang istirahat akan melemahkan system
kekebalan tubuh.
i) Jaga jarak aman terhadap penderita penyakit TBC
j) Sering-seringlah berolahraga supaya tubuh kita selalu sehat.
k) Jemur tempat tidur bagi penderita TBC, karena kuman TBC dapat mati apabila
terkena sinar matahari.
Yang menjadi sumber penyebaran TBC adalah penderita TBC, hal yang paling
efektif adalah mengurangi penderita TBC. Ada dua cara yang dilakukan pada saat ini
dalam mengatasi penyebaran, yaitu terapi dan imunisasi.
Untuk terapi, WHO merekomendasikan strategi DOTS. Dalam hal ini ada tiga
tahapan penting, yaitu mendeteksi pasien, melakukan pengobatan dan melakukan
pengawasan langsung.
Cara kedua adalah imunisasi. Imunisasi akan memberikan kekebalan aktif terhadap
penyakit TBC. Vaksin TBC, yang dikenal dengan nama BCG (Bacillus Calmette Guerin)
terbuat dari bakteri Mycobacteria Tubercolusis strain BCG. Bakteri ini menyebabkan TBC
pada sapi, tapi tidak pada manusia. Vaksin BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di
Indonesia diberikan kepada balita sebelum berumur dua bulan.
l. Bagaimana SKDI dari penyakit yang dialami Mr. Y?
Tingkat Kemampuan 4: mendiagnosis, melakukan penatalaksanaan secara mandiri
dan tuntas
Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan melakukan penatalaksanaan
penyakit tersebut secara mandiri dan tuntas.
4A.
Kompetensi yang dicapai pada saat lulus dokter
4B.
Profisiensi (kemahiran) yang dicapai setelah selesai internsip dan/atau Pendidikan
Kedokteran Berkelanjutan (PKB)

Hipotesis
Mr. Y, 40 tahun, menderita tuberculosis
LI
1.
2.
3.
4.

Anatomi dan fisiologi sistem pernapasan


TBC
Obat Anti Tuberkulosis
Pemeriksaan Bakteri Tahan Asam

You might also like