You are on page 1of 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Air limbah domestik merupakan salah satu sumber pencemar terbesar bagi
perairan. Tingginya kandungan bahan organik dalam air limbah domestik
meningkatkan pencemaran pada badan air penerima. Semakin meningkatnya
pencemaran dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat. Peningkatan
pencemaran berdampak pada kehidupan organisme perairan dan penurunan
kualitas perairan sehingga tidak sesuai dengan peruntukkannya.1
Bahan pencemar adalah jumlah berat zat pencemar dalam satuan waktu
tertentu yang merupakan hasil perkalian dari kadar pencemar dengan debit limbah
cair (SK Gub. No.61 tahun 1999) . Parameter yang digunakan untuk mengukur
kadar bahan pencemar antara lain BOD, COD, TSS dan sebagainya.2
Dampak yang ditimbulkan dari kandungan pencemar seperti BOD, COD,
TSS dan fosfat yang tinggi dapat berbahaya sekaligus mematikan bagi ekosistem
di perairan, apabila langsung dibuang ke badan air tanpa pengolahan terlebih
dahulu. Masuknya padatan tersuspensi (TSS) ke dalam air dapat menimbulkan
kekeruhan air, yang menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton dan
tumbuhan air lainnya, sehingga produktivitas primer perairan menurun.
Sedangkan kadar BOD dan COD yang tinggi dapat menyebabkan penurunan
1Dewi, Potensi Fito-Biofilm Dalam Penurunan Kadar Bod Dan Cod Pada Limbah
Domestik Dengan Tanaman Kangkung Air (Ipomoea aquatica) Media Biofilter Sarang
Tawon, Jurnal Teknik Lingkungan (2012), h. 2.
2Agnes dan Azizah, Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, Dan MPN Coliform Pada Air Limbah
Sebelum Dan Sesudah Pengolahan Di RSUD Nganjuk, Jurnal Kesehatan Lingkungan, no. 1 (5)
(2005), h. 98.

2
kandungan oksigen terlarut di perairan, yang dapat mengakibatkan kematian
organisme akuatik. Sementara itu, dampak dari kandungan fosfat yang tinggi
dapat mempercepat pertumbuhan mikroalgae pada perairan bebas. Dari beberapa
jenis mikroalgae ada kelompok yang menghasilkan toksin bagi ikan dan biota air
yang menutup permukaan air sehingga pancaran sinar matahari dan oksigen
terlarut dalam perairan akan berkurang. Oleh karena pencemaran lingkungan
mempunyai dampak yang sangat luas dan sangat merugikan manusia maka perlu
dilakukan pengurangan pencemaran lingkungan atau apabila mungkin ditiiadakan
sama sekali.3
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan percobaan Penentuan
DO, BOD dan COD yang bertujuan untuk menentukan nilai oksigen terlarut
(DO), COD dan BOD air danau serta membandingkan hasil yang diperoleh
dengan nilai standar DO, COD dan BOD air bersih.
1
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Berapa nilai oksigen terlarut (DO), COD dan BOD air danau?
2. Bagaimana perbandingan hasil yang diperoleh dengan nilai standar DO,
COD dan BOD air bersih?
C. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Menentukan nilai oksigen terlarut (DO), COD dan BOD air danau.
2. Membandingkan hasil yang diperoleh dengan nilai standar DO, COD dan
BOD air bersih.

3Is Yuniarto dan Andrianto, Pengaruh Waktu Ozonisasi Terhadap Penurunan Kadar Bod, Cod,
Tss Dan Fosfat Pada Limbah Cair Rumah Sakit, Ganendra No.1 (7) (2009), h. 45-46.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Air dan sumber-sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang


mutlak dibutuhkan oleh makhluk hidup guna menopang kelangsungan hidupnya
dan memelihara kesehatannya, sehingga dapat dikatakan bahwa air tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan, tanpa air tidaklah mungkin ada kehidupan.
Perkembangan ilmu pengetahuan telah membuktikan bagaimana pentingnya air
dalam berbagai fenomena. Meskipun sumber daya air tanpa batasnya, namun
apabila pengelolaannya keliru dapat menimbulkan suatu kerusakan/kehancuran
(bencana akibat banjir dan sebagainya).4
Air dikategorikan sebagai air terpolusi jika konsentrasi oksigen terlarut
menurun di bawah batas yang dibutuhkan untuk kehidupan biota. Penyebab utama
berkurangnya oksigen terlarut di dalam air adalah adanya bahan-bahan buangan
yang mengkonsumsi oksigen. Bhan-bahan tersebut terdiri dari bahan yang mudah
dibusukkan atau dipecah oleh bakteri dengan adanya oksigen. Oksigen yang
tersedia di dalam air dikonsumsi oleh bakteri yang aktif memecah bahan-bahan
tersebut. Oleh karena itu, semakin tinggi kandungan bahan-bahan tersebut
semakin berkurang konsentrasi oksigen terlarut.5
Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen dapat menurunkan
oksigen terlarut di dalam air dengan cepat, maka uji terhadap bahan-bahan
4Andika, Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan, COD,
BOD Pada Air Sumur, Indonesian journalOf Chemistry Sience, no. 2 (2) (2013), h. 85.
5Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan (Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
2005), h. 34.

4
buangan tersebut penting dilakukan untuk mengetahui tingkat polusi air. Untuk
mengetahui adanya polutan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu uji
BOD (Biochemical Oxygen Demand) dan uji COD (Chemical Oxygen Demand).6
Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman
dan hewan di dalam air. Kehidupan mahluk hidup di dalam air tersebut tergantung
dari kemampuan air untuk mempertahan kan konsentrasi oksigen minimal yang
dibutuhkan untukkehidupannya. Biota air hangat membutuhkan oksigen telarut
minimal 5 ppm, sedangkan biota air dingin memerlukan oksigen terlarut
3
mendekati jenuh. Konsentrasi oksigen terlarut
minimal untuk kehidupan biota
tidak boleh kurang dari 6 ppm.7
Oksigen terlarut (dissolved oxygen = OD) dapat berasal dari proses
fotosintesis tanaman air, dimna jumlahnya tidak tetap tergantung dari jumlah
tanamannya dan adri atmosfer (udara) yang masuk ke dalam air dengan kecepatan
terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh bervariasi tergantung
dari suhu dan tekanan atmosfer. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah
akan mengakibatkan ikan-ikan dan binatang air lainnya ynag membutuhkan
oksigen akan mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi
juga mengakibatkan proses pengkaratan semakin cepat karena oksigen akan
mengikat hidrogen yang melapisi permukaan logam.8
BOD (biochemical oxygen demand) menunjukkan jumlah oksigen terlarut
yang dibutuhkan oleh organisme hidup untuk memecah atau mengoksidasi bahanbahan buangan di dalam air. Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik
6Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 34.
7Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 32.
8Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 33.

yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang
5
dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi
oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut,
maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang membutuhkan oksigen
tinggi.9
Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk
beberap reaksi biokimia yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesis sel dan
oksidasi sel. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mongoksidasi air pada

suhu 20
selama 5 hari dan nilai BOD yang menunjukkan jumlah oksigen
yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen
terlarut sebelum dan setelah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari pada suhu 20

ini hanya menghitung sebanyak 68 persen bahan organik yang teroksidasi,


tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena
untuk mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu
yang lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari sehingga dianggap tidak efisien.10
Uji BOD mempunyai beberapa kelemahan diantaranya adalah sebagai berikut:11
1. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan
anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya yang disebut juga intermediate
oxygen demand.
2. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal 5 hari.
3. Uji Bod yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukkan nilai
total BOD melainkan hanya kira-kira 68 persen dari total BOD.
9Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 35.
10 Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 36.
11Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 36.

4. Uji BOD tergantung dari adanya senyaa penghambat di dalam air tersebut.
Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm dan air
6
yang mempunyai nilai BOD 3 ppm dianggap cukup murni, tetapi kemurnian air
diragukan jika nilai BOD-nya mencapai 5 ppm atau lebih. Sebagai akibat
menurunnya oksigen terlarut di dalam air adalah menurunnya kehidupan hewan
dan tanaman air. Jika konsentrasi oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka
mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak, tetapi
sebaliknya mikroorganisme yang bersifat anaerob akan menjadi aktif memecah
bahan-bahan

tersebut

secara

anaerobik

karena

tidak

adanya

oksigen.

Senyawa-senyawa hasil pemecahan secara anaerobik mempunyai bau yang


menyengat. Jumlah bahan organik di dalam air dapat diketahui dengan melakukan
suatu uji yang lebih cepat daripada uji BOD, yaitu berdasarkan reaksi kimia dari
suatu bahan oksidan. Uji tersebut disebut uji COD.12
COD (chemical oxygen demand), yaitu suatu uji yang menentukan jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi bahan-bahan
organik yang terdapat di dalam air. Uji COD biasanya menghasilkan nilai
kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada uji BOD karena bahan-bahan yang
stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji
COD. Sebagai contoh, selulosa sering tidak terukur melalui reaksi biokimia, tetapi
dapat terukur melalui uji COD. 96 % hasil uji COD yang dilakukan selama 10
menit kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD selama 5 hari.13
Chemical Oxygen Demand atau COD adalah jumlah oksigen terlarut (mg
O2) yang dibutuhkan oleh bahan oksidan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang
ada dalam 1 liter sampel air, dimana pengoksidasi K2Cr2O (kalium dikromat)
12Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 37.
13Budiman Chandra, Pengantar Kesehatan Lingkungan, h. 38.

digunakan sebagai sumber oksigen. Nilai COD dalam air limbah biasanya lebih
tinggi daripada nilai BOD karena lebih banyak senyawa kimia yang dapat
7
dioksidasi secara kimia dibandingkan oksidasi biologi. Angka COD merupakan
ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah dapat
dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan mengakibatkan berkurangnya
oksigen terlarut di dalamnya. Prinsip Analisa COD, yaitu sebagian besar zat
organik melalui tes COD ini dioksidasi oleh K2Cr2O7 dalam keadaan asam yang
mendidih optimum.14
Kekeruhan pada dasarnya disebabkan oleh adanya koloid, zat organik,
jasad renik, lumpur, tanah liat dan benda terapung yang tidak mengendap dengan
segera. Air yang keruh sulit didesinfeksi, karena mikroba terlindung oleh zat
tersuspensi tersebut. Hal ini tentu berbahaya bagi kesehatan, bila mikroba itu
patogen. Tingkat kekeruhan air dapat diketahui melalui pemeriksaan laboratorium
dengan metode Turbidimeter. Untuk standar air bersih ditetapkan oleh Permenkes
RI No. 416/MENKES / PER / IX / 1990, yaitu kekeruhan yang dianjurkan
maksimum 5 NTU.15
Nilai BOD, COD, TSS dan fosfat yang mengacu pada Keputusan
Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta No. 65 tahun 1999 tentang Baku
Mutu limbah cair bagi kegiatan pelayanan kesehatan di Propinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta adalah seperti pada Tabel 1 berikut:16
14Andika, dkk., Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan,
COD, BOD Pada Air Sumur, h. 86.
15Andika, dkk., Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam Menurunkan Kekeruhan,
COD, BOD Pada Air Sumur, h. 86.
16Is Yuniarto dan Andrianto, Pengaruh Waktu Ozonisasi Terhadap Penurunan Kadar
Bod, Cod, Tss Dan Fosfat Pada Limbah Cair Rumah Sakit, h. 45-46.

Tabel 1. Kadar maksimum parameter air limbah cair pelayanan kesehatan


sesuai Keputusan Gubernur DIY No.65/1999.(2).
No

Senyawa

Baku Mutu

BOD

75 mg/L

COD

100 mg/L

TSS

100 mg/L

Fosfat

2,0 mg/L

.
8

Air limbah adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri
dan tempat-tempat umum lainnya dan biasanya mengandung bahan-bahan atau zat
yang dapat membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian
lingkungan. Air limbah rumah tangga sebagian mengandung bahan organik
sehingga memudahkan di dalam pengolahannya. Sebaliknya limbah industri lebih
sulit pengolahannya karena mengandung pelarut mineral, logam berat, dan zat-zat
organik lain yang bersifat toksik.17
Saat keluar dari sumbernya, air limbah bersifat basa. Namun, air limbah
yang sudah lama atau membusuk akan bersifat asam karena sudah mengalami
kandungan bahan organiknya telah mengalami proses dekomposisi yang dapat
menimbulkan bau tidak menyenangkan. Parameter yang dapat digunakan
berkaitan dengan air limbah yaitu kandungan zat padat (total solid, suspending
solid, disolved solid), kandungan organik, kandungan zat anorganik (misalnya P,
Pb, Cd, Mg), kandungan gas (misalnya O 2, N, CO2), kandungan bakteri seperti
E.Coli, kandungan pH dan suhu.18

17Kanisius, Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan


(Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2001), h. 135.

Bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen terutama terdiri dari


bahan-bahan organik dan mungkin beberapa bahan anorganik. Tingginya
kandungan organik dalam limbah, baik yang berasal dari bahan nabati maupun
hewani,

mengakibatkan

limbah

menjadi

lingkungan

yang

sesuai

bagi

pertumbuhan mikroorganisme terutama bakteri.19

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat


Hari / Tanggal: Rabu / 29 Oktober 2014
Pukul

: 08.00 10.00 wita

Tempat

: Laboratorium Kimia Anorganik


Fakultas Sains dan Teknologi,
UIN Alauddin Makassar, Samata.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah hot plate (kompor
listrik), botol winkler 300 ml, buret asam 50 ml, pipet skala 5 dan 10 ml, pipet
volume 25 ml, gelas kimia 100 ml, erlenmeyer 250 ml, pipet tetes 1 ml, botol
semprot, batang pengaduk, bulp, statif dan klem.
18Kanisius, Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan,
h. 137.
19Kanisius, Sanitasi, Higiene dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan Makanan,
h. 135.

2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah indikator
amilum (C6H10O5), larutan alkali-iodida-azida (KI), larutan asam oksalat (C2H2O4)
0,05 N, larutan asam sulfat (H2SO4) 0,025 N, larutan asam sulfat pekat (H2SO4) 2
N, larutan kalium permanganat (KMnO4) 0,05 N, larutan mangan sulfat (MnO4)
40%, larutan natrium tiosulfat (Na2S2O3) 0, 025 N, sampel air danau dan tissue.
10

C. Prosedur Kerja

Prosedur kerja pada percobaan ini adalah pertama, pada penentuan


DO0-DO5 dilakukan pengambilan sampel air danau dengan cara teknik sampling.
Memasukkan sampel air danau ke dalam botol winkler hingga penuh.
Menginkubasi selama 5 hari. Menambahkan 2 ml larutan mangan sulfat (MnO 4)
40%. Menambahkan 2 ml larutan alkali-iodida-azida. Mendiamkan beberapa
menit hingga terbentuk 2 fase (terdapat endapan). Memipet 25 ml larutan sampel.
Memasukkan ke dalam erlenmeyer. Menitrasi dengan larutan natrium tiosulfat
(Na2S2O3) 0, 025 N hingga terbentuk warna merah muda. Menambahkan indikator
amilum (C6H10O5) 1 ml. Menghomogenkan dan menitrasi kembali hingga larutan
menjadi tidak berwarna (bening). Mencatat volume titrasi. Menghitung nilai DO0
dan DO5.
Kedua, percobaan penentuan nilai COD yang dilakukan adalah memipet
25 ml sampel air danau ke dalam erlenmeyer. Menambahkan 5 ml larutan asam
sulfat pekat (H2SO4) 2 N. Menambahkan 10 ml larutan kalium permanganat
(KMnO4). Mendiamkan beberapa saat dalam tempat gelap. Memanaskan larutan
hingga mendidih. Menambahkan 10 ml larutan asam oksalat (C2H2O4) 0,05 N

hingga terbentung 2 fase. Menitrasi dengan larutan kalium permanganat (KMnO 4)


hingga terjadi perubahan warna. Mencatat volume titrasi. Menghitung nilai COD.
Ketiga, percobaan penentuan nilai BOD yang dilakukan adalah
menghitung hasil DO0 dan DO5. Mengurangkan nilai DO0 dan DO5. Memperoleh
nilai BOD.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan
1. Tabel Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan yang diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai
berikut:
Tabel IV. 1. Hasil penentuan DO0
No
1.

2.

Penambahan
Sampel air danau +
MnSO4

Alkali-iodida-azida

Warna

Hasil

Bening

Endapan

Bening dan

Endapan

kecoklatan

kecoklatan

Gambar

3.

4.

H2SO4

Bening

Larut

Kuning

Seltelah titrasi

Larut

Muda

Na2S2O4 pertama

12
5.

6.

Indikator Amilum

Setelah titrasi
kedua Na2S2O3

Biru

Larut

Bening

Larut
11

Tabel IV. 2. Hasil penentuan DO5


No
1.

2.

Penambahan
Sampel air danau
+ MnSO4

Alkali-iodidaazida

3. H2SO4

Warna

Hasil

Bening

Endapan putih

Beningkecoklatan

Endapan coklat

Bening

Larut

Gambar

4.

Setelah titrasi
Na2S2O4 pertama

Kuning Muda

5. Indikator Amilum Biru Tua

6.

Larut

Larut

Setelah titrasi

Bening dan

kedua Na2S2O3

kekuningan

13

Larut

Tabel IV. 2. Hasil penentuan COD


No.

Penambahan

Warna

Hasil

Sampel air
1.

danau + H2SO4 Bening

TidakadaEndapan

2N

2.

3.

4.

KMnO4

Proses
Pemanasan

H2C2O4

Ungu
pekat

Ungu

Endapan
ungu

Ungu pekat

Ungu pekat

Endapan larut

Gambar

5.

Titrasi KMnO4

Bening

Merah muda

2. Hasil Perlakuan sampel


a. Penentuan DOO dan DO5
Sampel
(bening)

2 ml MnSO4 (bening) 2 ml KI
(endapan cokelat) diamkan
(bening)
(bening)

terbentuk 2 fase (larutan bening dan endapan)

+ 25 ml sampel

erlenmeyer

(Cokelat) di titrasi (bening).


Na2S2O3

14

b. Penentuan COD
Sampel 25 ml
(bening)
pekat) dipanaskan

5 mL H2SO4
(bening)

(Bening)

10 mL KmnO4 (ungu tua/


(ungu tua/pekat)

(ungu tua/pekat) 10 mL H2C2O4 (endapan larut) dititrasi


(bening)
KMnO4

(merah muda).

B. Reaksi
Reaksi yang terjadi dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Oksigen terlarut (DO)
Mn2+ + O2
MnSO4 +
Mn(OH)2

MnO4
2KOH

+ 1/2O2

MnO2 + 2I- + 4H+

Mn(OH)2

+ K2SO4

MnO2 + H2O
Mn2+ +

I2 + 2H2O

2. Chemical Oxygen Demand (COD)


5C2O42- + 2MnO4- + 16H+

2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

3. Biochemical Oxygen Demand (BOD)


MnSO4 +

2KOH

Mn(OH)2

2 Mn(OH)2

+ O2

2MnO2 + 2H2O

2MnO2 + 2KI + 2H2O


I2 + 2S2O3

+ K2SO4

Mn(OH)2

+ I2

+ 2KOH

S4O6 + 2I

C. Analisa Data
1. Penentuan BOD
BOD = DO0-DO5
DO0 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x BE O2 x 1000
Volume Sampel

= 0,0028 L x 0,025 grek/L x 8 gr/grek x 1000


0,025 L
0,56 gr
= 0,025 L = 22,4 gr/L.
DO5 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3 x BE O2 x 1000
Volume Sampel
= 0,0023 L x 0,025 grek/L x
0,025 L
=

0,46 gram
0,025 L

8 gr/grek x 1000

= 18,4 gr/L.

BOD = DO0-DO5
= 22,4 gr/L - 18,4 gr/L
= 4,0 gr/L.
2. Penentuan COD
COD = V KMnO4 x N KMnO4 x BE KMnO4 x 1000
Volume Sampel
= 0,0003 L x 0,05 grek/L x 31,6 gr/grek x 1000
0,025 L

15

0,237 gram
0,025 L

= 18,96 gr/L.

D. Pembahasan
Percobaan penentuan BOD, COD dan DO dilakukan dengan menggunakan
sampel air danau. BOD (biochemical oxygen demand) adalah suatu karakteristik
yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme
(biasanya bakteri) untuk mengurai bahan organik dalam kondisi aerobik. COD
(chemical oxygen demand) adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk
mengurai seluruh bahan organik secara kimia yang terkandung dalam air.
Sedangkan DO adalah jumlah oksigen dalam miligram yang terdapat dalam satu
liter air.

16

Percobaan ini menggunakan bahan yaitu aquadest (H2O), alkali iodida


azida, asam sulfat (H2SO4), asam oksalat (H2C2O4), indikator amilum, kalium
permanganat (KMnO4) , mangan sulfat (MnSO 4) dan natrium tiosulfat (Na2S2O3).
Pertama yang dilakukan pada uji oksigen terlarut (DO) yaitu memasukkan sampel
ke dalam botol winkler dengan cara mencelupkan botol ke dalam air dan menutup
secepat mungkin pada saat penuh agar tidak terdapat gelembung udara yang dapat
mempengaruhi kandungan oksigen pada sampel. Penambahan larutan mangan
sulfat (MnSO4) berfungsi untuk mengikat oksigen menjadi Mn(OH)2 yang akan
mengalami oksidasi menjadi MnO2 berhidrat. Penambahan larutan alkali
iodida-azida berfungsi sebagai katalisator. Reaksi terjadi ditandai dengan
terbentuknya endapan pada larutan tersebut. Penambahan asam sulfat (H 2SO4)
yaitu untuk melarutkan endapan yang terbentuk. Menitrasi larutan dengan
menggunakan natrium tiosulfat (Na2S2O3) hingga larutan berwarna cokelat

kekuningan dan menambahkan indikator kanji (amilum). Proses titrasi dilakukan


dengan tujuan untuk membuktikan ada tidaknya oksigen terlarut yang terikat
dengan sampel dan ini dibuktikan dengan adanya warna coklat. Indikator ini
berfungsi untuk mengikat iod (I2) yang ada pada larutan alkali iodida-azida.
Menitrasi kembali hingga larutan berubah menjadi bening (tak berwarna).
Penentuan

COD

(chemical

oxygen

demand)

dilakukan

dengan

memasukkan sampel ke dalam Erlenmeyer. Menambahkan asam sulfat (H 2SO4)


dan kalium permanganat (KMnO4). Memanaskan sampai larutan mendidih yang
17
berfungsi dengan tujuan untuk mempercepat reaksi dan menambahkan asam
oksalat (H2C2O4). Menitrasi dengan menggunakan kalium permanganat (KMnO4)
dalam keadaan larutan masih panas sampai larutan berubah menjadi merah muda.
Percobaan ini tidak menggunakan indikator karena telah terdapat kalium
permanganat (KMnO4) yang berperan sebagai auto indikator.
Penentuan BOD (biologycal oxygen demand) dilakukan dengan cara
pengambilan sampel sama seperti pada uji dissolved oxygen (DO), perbedaannya
yaitu sampel diinkubasi selama 5 hari yang bertujuan untuk mengetahui jumlah
konsumsi oksigen. Oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung
selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum (DO 0) dan setelah inkubasi (DO5).
Dilakukan penambahan pereaksi yang sesuai pada uji biologycal oxygen demand
(BOD) sebelumnya.
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh nilai DO0 dan DO5 (dissolved
oxygen) ,COD (chemical oxygen demand) dan BOD (biologycal oxygen demand)
masing-masing yaitu 22,4 gr/L, 18,4 gr/L, 18,96 gr/L dan 4,0 gr/L. Hasil ini
menunjukkan bahwa sampel air danau tersebut tidak layak digunakan oleh
masyarakat dan tidak baik digunakan sebagai habitat tanaman dan binatang air
karena nilai BOD dan CODnya berada diatas batas maksimum. Dengan demikian,

air sampel danau tersebut melebihi hasil teori (Is Yuniarto dan Andrianto) yang
menyatakan nilai BOD maksimum adalah 75 mg/L dan nilai COD maksimum
adalah 100 mg/L.

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini yaitu sebagai berikut:
1. Nilai DO0, DO5, BOD dan COD secara berturut-turut diperoleh yaitu
22,4 gr/L, 18,4 gr/L, 4,0 gr/L dan 18,96 gr/L.
2. Nilai BOD dan COD yang di peroleh masih di bawah batas maksimum
nilai BOD dan COD air perairan yaitu 75 mg/L dan 100 mg/L.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan pada percobaan selanjutnya yaitu sebaiknya
juga menggunakan sampel dari limbah tahu, agar dapat mengetahui perbandingan
nilai DO, BOD dan COD-nya sehingga dapat diketahui pula tingkat
pencemarannya di alam.

DAFTAR PUSTAKA
18
Anita Rahmawati, Agnes dan R. Azizah. Perbedaan Kadar BOD, COD, TSS, Dan
MPN Coliform Pada Air Limbah Sebelum Dan Sesudah Pengolahan Di
RSUD Nganjuk, Jurnal Kesehatan Lingkungan, no. 1 (5) (2005).
Hal. 97-110.
Chandra,Budiman. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Buku Kedokteran
EGC, 2005.
Fitria Marlisa, Dewi., dkk. Potensi Fito-Biofilm Dalam Penurunan Kadar Bod
Dan Cod Pada Limbah Domestik Dengan Tanaman Kangkung Air
(Ipomoea aquatica) Media Biofilter Sarang Tawon. Jurnal Teknologi
Lingkungan (2012). Hal. 1-11.
Kanisius. Sanitasi, Higiene Dan Keselamatan Kerja dalam Pengolahan
Makanan.Yogyakarta: Anggota IKAPI, 2001.
Valentina, Andika Endah., dkk. Pemanfaatan Arang Eceng Gondok Dalam
Menurunkan Kekeruhan, COD, BOD Pada Air Sumur, Indonesian
journal Of Chemistry Sience, no. 2 (2013). Hal. 84-89.
Yuniarto, Is dan Andrianto. Pengaruh Waktu Ozonisasi Terhadap Penurunan
Kadar BOD, COD, TSS Dan Fosfat Pada Limbah Cair Rumah Sakit.
Ganendra No.1 (7) (2009). Hal. 45-49.

You might also like