You are on page 1of 34

BAB I

PENDAHULUAN
Demam rematik dan penyakit jantung rematik telah lama dikenal. Demam
rematik (DR) dan atau Penyakit jantung rematik (PJR) eksaserbasi akut adalah suatu
sindroma klinik penyakit akibat infeksi kuman Streptokokus hemolitik grup A pada
tenggorokan yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala
mayor yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema
marginatum. Penyakit Jantung rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai akibat
adanya gejala sisa (sekuele) dari DR, yang ditandai dengan terjadinya cacat katup
1,2,3

jantung

. Demam rematik terjadi sebagai sekuele lambat radang non supuratif

sistemik yang dapat melibatkan sendi, jantung, susunan saraf pusat, jaringan subkutan
dan kulit dengan frekuensi yang bervariasi. Jauh sebelum T. Duckett Jones pada tahun
1944 mengemukakan criteria Jones untuk menegakkan diagnosis demam rematik,
beberapa tulisan sejak awal abad ke 17 telah melaporkan mengenai gejala penyakit
tersebut.
Epidemiologis dari Perancis de Baillou adalah yang pertama menjelaskan
rheumatism artikuler akut dan membedakannya dari gout4,5. dan kemudian Sydenham
dari London menjelaskan korea, tetapi keduanya tidak menghubungkan kedua gejala
tersebut dengan penyakit jantung. Pada tahun 1761 Morgagni, seorang patolog dari
Itali menjelaskan adanya kelainan katup pada penderita penyakit tersebut dan
deskripsi klinis PJR dijelaskan setelah didapatinya stetoskop pada tahun 1819 oleh
Laennec. Pada tahun 1886 dan 1889 Walter Butletcheadle mengemukakan rheumatic
fever syndrome yang merupakan kombinasi artritis akut, penyakit jantung, korea dan
belakangan termasuk manifestasi yang jarang ditemui yaitu eritema marginatum dan
nodul subkutan sebagai komponen sindroma tersebut. Pada tahun 1931, Coburn
mengusulkan hubungan infeksi Streptokokus grup A dengan demam rematik dan
secara perlahanlahan diterima oleh Jones dan peneliti lainnya
Pada tahun 1944 Jones mengemukakan suatu kriteria untuk menegakkan
diagnosis demam rematik. Kriteria ini masih digunakan sampai saat ini untuk
menegakkan diagnosis dan telah beberapa mengalami modifikasi dan revisi, karena
dirasakan masih mempunyai kelemahan untuk menegakkan diagnosis secara tepat,
akurat dan cepat. Saat ini banyak kemajuan yang telah dicapai dalam bidang
kardiologi, tetapi demam rematik dan penyakit jantung rematik masih merupakan

problem karena merupakan penyebab kelainan katup yang terbanyak terutama pada
anak. Sampai saat ini demam rematik belum dapat dihapuskan, walaupun kemajuan
dalam penelitian dan penggunaan antibiotika terhadap penyakit infeksi begitu maju.
Demam rematik dan pernyakit jantung rematik masih merupakan penyebab penyakit
kardiovaskular yang signifikan didunia, termasuk Indonesia. Dinegara maju dalam
lima tahun terakhir ini terlihat insidens demam rematik dan prevalens penyakit
jantung rematik menurun, tetapi sampai permulaan abad ke-21 ini masih tetap
merupakan problem medik dan public health didunia karena mengenai anak-anak dan
dewasa muda pada usia yang produktif

BAB II
PRESENTASI KASUS
BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RS PENDIDIKAN : RSUD BUDHI ASIH
STATUS PASIEN KASUS I
Nama Mahasiswa : Mohammad Haikal Bakry
Pembimbing
: Prof Muzief, SpA
NIM
: 030.10.181
Tanda tangan:
2.1 IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. IK

Usia

: 14 Tahun

Jenis kelamin

: Laki laki

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: Pelajar

Alamat

: Jalan pisangan baru pelukis II RT 11 RW 05 kelurahan


pisangan baru kecamatan matraman

Agama

: Islam

Tanggal masuk RS

: 14 November 2015

No. Register

: 81-89-74

Orang tua / Wali


Ayah:
Nama : Tn. S
Umur : 31 tahun
Alamat: Jalan pisangan baru pelukis II RT 11

Ibu :
Nama : Ny.N
Umur : 29 tahun
Alamat: Jalan pisangan baru pelukis II RT 11

RW 05 kelurahan pisangan baru kecamatan RW 05 kelurahan pisangan baru kecamatan


matraman
matraman
Pekerjaan : Pegawai Kantor Kecamatan
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Penghasilan:Rp. 3000.000-Rp. 4.000.000
Penghasilan: Pendidikan : SMA
Pendidikan : SMA
Suku Bangsa : Jawa
Suku Bangsa : Jawa
Agama : Islam
Agama : Islam
Hubungan dengan orang tua : pasien merupakan anak kandung
2.2. RIWAYAT PENYAKIT
A. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ny. N (ibu kandung pasien).
Lokasi
: Bangsal lantai VI Timur, kamar 612
Tanggal / waktu
: 28 November 2015 pukul 14.00 WIB.
Tanggal masuk
: 14 November 2015 pukul 12.00 WIB.
Keluhan utama
: Demam sejak lima hari SMRS
Keluhan tambahan : badan pegal-pegal
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah sakit.
Demam dirasakan terus menerus dan tidak ada hari tanpa demam namun demam
dirasakan tidak terlalu panas. Demam hanya diukur dengan menggunakan perabaan
tangan. Nyeri kepala (-), mual (-), Muntah (-), kejang (-), batuk (-), pilek (-), mimisan
(-), gusi berdarah (-), BAB dan BAK tidak ada masalah. Pasien mengaku badannya

sering pegal-pegal, tetapi pasien mengaku tidak ada pembengkakan, kemerahan


maupun keterbatasan gerakan. Pasien mengaku juga terkadang sesak namun saat ini
keluhan tersebut tidak dirasakan. Pasien mengaku tidak suka jajan sembarangan. Ibu
pasien mengaku bahwa pasien mempunyai riwayat penyakit jantung rematik saat
kelas 4 SD.
C. RIWAYAT KEHAMILAN / KELAHIRAN
Morbiditas kehamilan

Hipertensi (-), diabetes


mellitus (-), anemia (-),
penyakit

jantung

(-),

penyakit

paru

(-),

infeksi pada kehamilan

KEHAMILAN
Perawatan antenatal

(-), asma (-)


Kontrol rutin satu kali
sebulan ke bidan selama
hamil, imunisasi TT (+)

KELAHIRAN

Tempat persalinan
Penolong persalinan
Cara persalinan
Masa gestasi

Keadaan bayi

2 kali
Puskesmas
Bidan
Spontan pervaginam
Cukup Bulan
Berat lahir : 3800 gram
Panjang lahir : 50 cm
Lingkar kepala : tidak
tahu
Langsung menangis (+)
Merah (+)
Pucat (-)
Biru (-)
Kuning (-)
Nilai APGAR : tidak
tahu
Kelainan bawaan : tidak

ada
Kesimpulan riwayat kehamilan/kelahiran: Pasien lahir spontan

pervaginam,

neonatus cukup bulan dengan berat badan lahir sesuai masa kehamilan.
D. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I
Gangguan perkembangan mental
Psikomotor

: umur 7 bulan
:-

(Normal: 5-9 bulan)

Tengkurap

: 3 bulan

(Normal: 3-4 bulan)

Duduk

: 7 bulan

(Normal: 6-9 bulan)

Berdiri

: 9 bulan

(Normal: 9-12 bulan)

Berjalan

: 1 tahun

(Normal: 13 bulan)

Bicara

: 1 tahun

(Normal: 9-12 bulan)

Sekarang pasien tidak ada masalah dalam interaksi sosial dan kegiatan
sekolah.
Perkembangan pubertas
Rambut pubis
:Payudara
:Menarche
:Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Tidak ada tanda-tanda
perlambatan dari perkembangan pasien.
E. RIWAYAT MAKANAN
Umur

ASI/PASI

Buah / Biskuit

Bubur Susu

Nasi Tim

02

ASI

24

ASI

56

ASI + PASI

(bulan)

6 12
ASI + PASI
+
+
Kesimpulan riwayat makanan: pasien mendapatkan ASI dari sejak lahir, tidak ada
kesulitan makan dan pasien telah diberikan makanan pendamping asi sejak usia 5
bulan.
F. RIWAYAT IMUNISASI
Vaksin
BCG
DPT / PT

2 bulan
2 bulan

Dasar ( umur )
X
X
4 bulan
6 bulan

Polio

0 bulan

2 bulan

4 bulan

Campak
Hepatitis B

9 bulan
0 bulan

X
1 bulan

X
6 bulan

Ulangan ( umur )

6 bulan

Kesimpulan riwayat imunisasi : imunisasi dasar lengkap.


G. RIWAYAT KELUARGA
a. Corak Reproduksi

No
1.
2

Tanggal lahir
(umur)

Jenis
kelamin

Hidup

Lahir
mati

Abortus

Mati
(sebab)

Keterangan
kesehatan

sehat

Sakit

2 tahun 11 bulan
(15
November Laki-Laki
2013)
14 tahun (08 Maret
Laki-Laki
2001)

b. Riwayat Pernikahan
Ayah / Wali
Tn. S
1
31
SMA
Islam
Sunda
Sehat
-

Nama
Perkawinan keUmur saat menikah
Pendidikan terakhir
Agama
Suku bangsa
Keadaan kesehatan
Kosanguinitas
Penyakit, bila ada
c

Ibu / Wali
Ny. N
1
29 tahun
SMA
Islam
Minang
Sehat
-

Riwayat Penyakit Keluarga


Orang tua dan adik pasien tidak pernah memiliki keluhan serupa seperti

pasien.
Kesimpulan riwayat keluarga: Tidak ada keluarga yang mempunyai riwayat yang
sama seperti pasien
H RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA
Penyakit
Alergi

Umur
(-)

Penyakit
Difteria

Umur
(-)

Penyakit
Penyakit

jantung
Cacingan
(-)
Diare
(-)
Penyakit ginjal
DBD
(-)
Kejang
(-)
Radang paru
Otitis
(-)
Morbili
(-)
TBC
Parotitis
(-)
Operasi
(-)
Lain-lain
Kesimpulan Riwayat Penyakit yang pernah diderita : pasien pernah

Umur
(9
tahun)
(-)
(-)
(-)
(-)
mengalami

penyakit jantung rematik saat kelas 4 SD


I. RIWAYAT LINGKUNGAN PERUMAHAN
Lingkungan tempat tinggal pasien bersih dan tertata rapi
Kesimpulan keadaan lingkungan: lingkungan perumahan pasien baik

J.

RIWAYAT SOSIAL DAN EKONOMI

Ayah pasien bekerja sebagai pegawai di kecamatan dengan penghasilan


Rp.4.000.000/bulan. Sedangkan ibu pasien merupakan ibu rumah tangga. Menurut
ibu pasien penghasilan tersebut cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Sehari-hari pasien diasuh oleh ibunya.
Kesimpulan sosial ekonomi: penghasilan ayah pasien tersebut cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 28 November 2015 pukul 14.00 WIB)


A Status Generalis
Keadaan Umum
Kesan Sakit
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis, gelisah
Kesan Gizi
: Kurang
Keadaan lain
: anemis (-), ikterik (-), sianosis (-), dyspnoe (-)
Data Antropometri
Berat Badan sekarang
: 40 kg
Tinggi Badan
: 160 cm
Lingkar lengan atas
:Status Gizi
- BB/U
: 40/51x100% = 78,4%
- TB/U
: 160/163x100% = 98,1%
- BB/TB
: 40/46x100% = 86,9%
Berdasarkan standar baku CDC gizi anak termasuk dalam gizi kurang

Tanda Vital
Tekanan Darah
Nadi
Nafas
Suhu

KEPALA
RAMBUT
WAJAH

: 106/80 mmHg
: 88 x / menit, ekual kanan dan kiri, regular
: 24x /menit
: 38,0C, axilla (diukur dengan thermometer air raksa)

: Normocephali, cekung (-), kelainan kulit kepala (-)


: Rambut hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabut, tebal
: wajah simetris, edema (-), luka atau jaringan parut (-)

MATA: Alis mata merata, madarosis (-), air mata (+), palpebral cekung (-)/(-), bulu
mata hitam, merata, trikiasis (-)
TELINGA

Bentuk
Tuli
Nyeri tarik aurikula

: normotia
: -/: -/7

Nyeri tekan tragus


Liang telinga
Membran timpani
Serumen
Refleks cahaya
Cairan

: -/: lapang +/+


: sulit dinilai
: -/: sulit dinilai
: -/-

HIDUNG:
Bentuk
Napas cuping hidung
Sekret
Deviasi septum
Mukosa hiperemis
Konka eutrofi

: simetris
: -/: -/:: -/: -/-

BIBIR
MULUT

: mukosa berwarna merah muda, kering (-),sianosis (-)


: trismus(-), tumbuh gigi (+), mukosa gusi dan pipi berwarna

merah muda.

LIDAH

: Normoglosia, mukosa merah muda (-), atrofi papil (-), tremor

(-), coated tongue (-)


TENGGOROKAN : Arkus faring simetris, hiperemis (-), uvula ditengah
LEHER
: Bentuk tidak tampak kelainan, tidak tampak pembesaran tiroid
maupun KGB, tidak tampak deviasi trakea, tidak teraba pembesaran tiroid maupun
KGB, trakea teraba di tengah
THORAKS
: Simetris saat inspirasi dan ekspirasi, deformitas (-), retraksi
suprastrenal (-), retraksi intercostal (-), retraksi subcostal (-)
JANTUNG
Inspeksi
:Ictuscordistidaktampak
Palpasi
:IctuscordisterabapadaICSVlineamidklavikularissinistra
Perkusi
:BataskirijantungICSVlineamidclavicularissinistra
BataskananjantungICSIIIVlineasternalisdextra
BatasatasjantungICSIIIlineaparasternalissinistra
Auskultasi
:BJIIIregular,murmur(+),gallop()
PARU
Inspeksi
:Bentukthorakssimetrispadasaatstatisdandinamis,tidakada
bagianyangtertinggal,pernapasanabdominotorakal,retraksisuprastrenal(),
retraksiintercostals(),retraksisubcostal()
Palpasi
:Nyeritekan(),benjolan(),geraknapassimetriskanandan
kiri
Perkusi
Auskultasi
ABDOMEN :
Inspeksi

:Sonordikedualapangparu
:Suaranapasvesikuler,reguler,ronchi(/),wheezing(/)
:asites(),benjolan(),tidakdijumpaiadanyaefloresensipada

kulitperutmaupunbenjolan,roseolaspot(),kulitkeriput().
Palpasi
:supel,nyeritekan(),turgorkulitnormal.Hepardanlientidak
teraba.
Perkusi
:timpanipadaseluruhlapangperut
Auskultasi :bisingusus(+),3xpermenit
GENITALIA : Jenis kelamin perempuan, tanda pubertas (-), tanda radang (-), edema
(-)
KGB

:
Preaurikuler
Postaurikuler
Submandibula
Supraclavicula
Axilla
Inguinal

ANGGOTA GERAK :

: tidak teraba membesar


: tidak teraba membesar
: tidak teraba membesar
: tidak teraba membesar
: tidak teraba membesar
: tidak teraba membesar

Ekstremitas : akral agak dingin pada ekstremitas bawah, CRT <2 detik, edema
tidak ada pada keempat ekstremitas
STATUS NEUROLOGIS
Refleks Fisiologis

Kanan

Kiri

Biseps

Triceps

Patella

Achiles

Kanan
-

Kiri
-

Refleks Patologis
Babinski
Chaddock
Oppenheim
Gordon
Schaeffer
Rangsang meningeal
Kaku kuduk

Kanan
Kiri
Kerniq
Laseq
Bruzinski I
Bruzinski II
Nervus kranialis: tidak ada lesi nervus kranialis
KULIT :warna putih, pucat (-),ikterik (-), sianosis (-), turgor kulit menurun, lembab,
pengisian kapiler kurang dari 2 detik, petechie (-)
TULANG BELAKANG: bentuk normal, tidak terdapat deviasi, benjolan (-), ruam
(-)
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 14 November 2015:
Nama tes

Hasil

Unit

Nilai rujukan

Leukosit

11.6

ribu/uL

4,5-13

Eritrosit

4.8

juta/uL

4,4-5.9

Hemoglobin

14

g/dL

11.8-15

HEMATOLOGI
Darah Lengkap

Hematokrit

40

40-52

Trombosit

95

Ribu/microL

156-406

MCV

85.0

fL

80-100

MCH

29.4

pg

26-34

MCHC

34,7

32-36

RDW

12.0

<14

Index eritrosit

URINALISIS
Urine lengkap
warna
Kejernihan

Kuning
Agak Keruh

kuning
mmol/L

98-109

Glukosa

Negative

Negative

Bilirubin

Negative

Negative

Keton

Negative

Negative

5,5

4.6-8

>=1.030

1.005-1.030

Albumine Urine

2+

0.1-1

Urobilinogen

2.0

PH
Berat jenis

E.U/dL

Negative

Nitrit

Negative

Negative

Darah

2+

Negative

Negative

Negative

Esterase Lekosit
Sedimine Urine
Leukosit

1-3

/LPB

<5

Eritrosit

3-5

/LPB

<2

Epitel

Positive

/LPB

Positif

Silinder

Negative

/LPK

Negative

Kristal

Negative

Negative

Bakteri

Negative

Negative

Jamur

Negative

/LPB

Negative

Laboratorium tanggal 15 November 2015:


Nama tes

Hasil

Unit

Nilai rujukan

Leukosit

8,8

ribu/uL

4,5-13

Eritrosit

4.3

juta/uL

4,4-5.9

Hemoglobin

12,5

g/dL

11.8-15

Hematokrit

37

40-52

Trombosit

80

Ribu/microL

156-406

MCV

84.0

fL

80-100

MCH

28.9

pg

26-34

MCHC

34,3

32-36

RDW

13.7

<14

LED

65

mm/jam

0-30

Basofil

0-1

Eosinofil

2-4

Netrofil Batang

3-5

Netrofil Segmen

73

50-70

Limfosit

16

25-40

Monosit

2-8

HEMATOLOGI
Darah Lengkap

Index eritrosit

Hitung Jenis

IV. RESUME
Dari anamnesis didapatkan:

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah
sakit. Demam dirasakan terus menerus dan tidak ada hari tanpa demam namun
demam dirasakan tidak terlalu panas. Demam hanya diukur dengan menggunakan
perabaan tangan. Pasien mengaku badannya sering pegal-pegal, tetapi pasien
mengaku tidak ada pembengkakan, kemerahan maupun keterbatasan gerakan. Pasien
mengaku juga terkadang sesak namun saat ini keluhan tersebut tidak dirasakan. Pasien
mengaku tidak suka jajan sembarangan. Ibu pasien mengaku bahwa pasien
mempunyai riwayat penyakit jantung rematik saat kelas 4 SD.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan:
Gizi kurang, compos mentis, gelisah, TSS, Tekanan Darah 106/80 mmHg,
Nadi: 88 x / menit, Nafas: 24x /menit, Suhu : 38,0C, BJ I-II regular, murmur (+),
gallop (-)
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan:
Eritrosit 4,3 Juta/uL, Hematokrit 37%, Trombosit 80 ribu/MicroL, Eosinofil
1%, Netrofil batang 1%, netrofil segmen 73%, Limfosit 16%, Monosit 9%, dan
albumin urine 2+.
VI. DIAGNOSIS BANDING
DemamdenguedanGiziKurang
BacterialInfectiondanGizikurang
TersangkaPJRdanGiziKurang
VII. DIAGNOSIS KERJA
Demam Dengue dan Gizi Kurang
VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan Tubex
Pemeriksaan Darah rutin
Pemeriksaan ASTO
Pemeriksaan Echocardiography
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Non medika Mentosa
1. Komunikasi, informasi, edukasi kepada orang tua pasien mengenai
keadaan pasien.
2. Rujuk ke spesialis gizi untuk masalah gizi kurang.
B. Medika Mentosa
1. IVFD Asering 2cc/kgBB/Jam

2. PCT 3 x 500 mg
3. Cefixime 2 x 200 mg (PO) (Alergi Ceftriaxone)
IV. PROGNOSIS
Ad Vitam
Ad Functionam
Ad Sanationam

: Dubia ad Bonam
: Dubia
: Dubia ad malam

Follow up
Tgl
S
17/11/15 Demam (+) 06:00
Pusing (+) BB:38 kg Muntah (-) Sesak (-) -

O
TSS, CM,
TD: 100/70
N: 96 x/m
S: 37,6C
R: 22x/menit
Normosefali
Mata: ca -/-, si -/-, cekung

A
-MR berat, AR -IVFD
moderate,
mild

ec

reaktivasi
- gizi kurang

P
Asering

TR cc/kgBB/Jam
PJR -PCT 3 x 500mg
- Cefixime 2x200mg

-/-, edema palpebral -/- Mulut: sianosis -, kering - Thoraks: Snves, w -/-. rh
-/-; BJ 1&2 reguler, m +,
g- Abdomen:

Turgor

baik,

bising usus+, 3x/min


- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT <2 detik, edema - Status neurologis (N)
Pemeriksaan Hematologi
Leukosit 5,8 Juta/uL
Eritrosit 4,0 Juta/uL
Hemoglobin 11,8 g/dL
Hematokrit 34%
Trombosit 99 ribu/uL
Imunoserologi
ASTO 200
Tubex TF 2
Echocardiography
MR berat, AR moderate,
18/11/15
06:00

Demam (+) Muntah (-) Pusing (-) Betis terasa -

TR mild ec PJR reaktivasi


TSS, CM
TD : 100/70
N: 92 x/m
S: 38,1C
R: 22x/menit

- MR berat, AR -IVFD Asering


moderate,
mild

ec

TR 2cc/kgBB/Jam
PJR -PCT 3x500mg

nyeri
Sesak (-)

- Normosefali
reaktivasi
- Mata: ca -/-, si -/-, cekung - gizi kurang

-cefixime 2x200mg
(PO)

-/-, edema palpebral -/- Mulut: sianosis -, kering - Thoraks: Snves, w -/-. rh
-/-; BJ 1&2 reg, m +, g - Abdomen: Turgor baik,
bising usus+, 3x/min
- Ekstremitas: akral hangat +,

19/11/15
06:00

Demam (-) Muntah (-) Sesak (-) -

CRT <2 detik, edema Status neurologis (N)


TSS, CM,
TD : 190/70 mmHg
N: 88 x/m
S: 36,9C
R: 24x/menit
Normosefali
Mata: ca -/-, si -/-, cekung

- MR berat, AR -Venflon
moderate,
mild

ec

reaktivasi
- gizi kurang

TR - Cefixime 2x200mg
PJR - Prednison 4x4 tablet
- Furosemid 3x20mg
-Captopril 3x12,5mg
- Aldactone 2x30mg

-/-, edema palpebral -/- Mulut: sianosis -, kering - Thoraks: Snves, w -/-. rh
-/-; BJ 1&2 reg, m +, g - Abdomen: Turgor baik,
bising usus+, 3x/min
- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT <2 detik, edema Status neurologis (N)
20-11-15 Demam (-) - TSS, CM,
Muntah (-) - N: 94 x/m
Sesak (-) - S: 37,4C
- R: 24x/menit
- Normosefali
- Mata: ca -/-, si -/-, cekung
-/-, edema palpebral -/- Mulut: sianosis -, kering - Thoraks: Snves, w -/-. rh

- MR berat, AR -Venflon
moderate,
mild

ec

reaktivasi
- gizi kurang

TR - Cefixime 2x200mg
PJR - Prednison 4x4 tablet
- Furosemid 3x20mg
-Captopril 3x12,5mg
- Aldactone 2x30mg

-/-; BJ 1&2 reg, m +, g - Abdomen: Turgor baik,


bising usus+, 3x/min
- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT <2 detik, edema Status neurologis (N)
21-11-15 Demam (-) - TSS, CM,
Sesak (-) - N: 90 x/m

- MR berat, AR -Venflon

moderate,
TR
S: 37,0C
R: 22x/menit
mild ec PJR
Normosefali
Mata: ca -/-, si -/-, cekung reaktivasi
- gizi kurang
-/-, edema palpebral -/- Mulut: sianosis -, kering - Thoraks: Snves, w -/-. rh
-

- Cefixime 2x200mg
- Prednison 4x4 tablet
- Furosemid 3x20mg
-Captopril 3x12,5mg
- Aldactone 2x30mg

-/-; BJ 1&2 reg, m +, g - Abdomen: Turgor baik,


bising usus+, 3x/min
- Ekstremitas: akral hangat +,

23-11-15 Demam (-) Sesak(-) -

CRT <2 detik, edema Status neurologis (N)


Leukosit
21,9
Eritrosit
4.3
Hemoglobin 12,6
Hematokrit 37
Trombosit
239
MCV 84.6
MCH 29,2
MCHC34,5
RDW 11,4
TSS, CM,
TD : 85/60
N: 90 x/m
S: 36,5C
R: 22x/menit
Normosefali
Mata: ca -/-, si -/-, cekung

-/-, edema palpebral -/- Mulut: sianosis -, kering - Thoraks: Snves, w -/-. rh
-/-; BJ 1&2 reg, m +, g - Abdomen: Turgor baik,
bising usus+, 3x/min
- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT <2 detik, edema Status neurologis (N)
Leukosit
23,2
Eritrosit
4.2
Hemoglobin 12,3
Hematokrit 36
Trombosit
279
MCV 84.1
MCH 29,0
MCHC34,5

- MR berat, AR -Venflon
moderate,
mild

ec

reaktivasi
- gizi kurang

TR - Cefixime 2x200mg
PJR - Prednison 4x4 tablet
- Furosemid 3x20mg
-Captopril 3x12,5mg
- Aldactone 2x25mg

24-11-15 Demam (-) Sesak (-) -

RDW 11,5
TSS, CM,
TD : 110/80
N: 88 x/m
S: 36C
R: 16x/menit
Normosefali
Mata: ca -/-, si -/-, cekung

- MR berat, AR Venflon
moderate,
mild

ec

reaktivasi
- gizi kurang

TR - Cefixime 2x200mg
PJR - Prednison 4x4 tablet
(tapering off setelah 2
minggu, saat Tapp off
aspilet 3x500mg)

-/-, edema palpebral -/- Mulut: sianosis -, kering - Thoraks: Snves, w -/-. rh

- Furosemid 3x20mg
-Captopril 3x12,5mg

-/-; BJ 1&2 reg, m +, g - Abdomen: Turgor baik,

- Aldactone 2x25mg

bising usus+, 3x/min


- Ekstremitas: akral hangat +,

25-11-15 Demam (-) Sesak (-) -

CRT <2 detik, edema Status neurologis (N)


TSS, CM,
TD : 110/70
N: 88 x/m
S: 36C
R: 16x/menit
Normosefali
Mata: ca -/-, si -/-, cekung

- MR berat, AR Venflon
moderate,
mild

ec

reaktivasi
- gizi kurang

TR Cefixime 2x200mg
PJR - Prednison 4x4 tablet
(untuk 14 hari)
- Furosemid 3x20mg
-Captopril 3x12,5mg

-/-, edema palpebral -/- Mulut: sianosis -, kering - Thoraks: Snves, w -/-. rh

- Aldactone 3x25mg

-/-; BJ 1&2 reg, m +, g - Abdomen: Turgor baik,


bising usus+, 3x/min
- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT <2 detik, edema Status neurologis (N)
Leukosit
27,9
Eritrosit
4.1
Hemoglobin 12,1
Hematokrit 36
Trombosit
288
MCV 87,8
MCH 30,0
MCHC34,2
RDW 12,2
26-11-15 Demam (-) - TSS, CM,
Sesak (-) - N: 82 x/m
- S: 36C

- MR berat, AR Venflon
moderate,
mild

ec

TR Cefixime 2x200mg
PJR Untuk pulang

- R: 16x/menit
reaktivasi
- Normosefali
- gizi kurang
- Mata: ca -/-, si -/-, cekung

- Prednison 4x4 tablet


(untuk 14 hari)
- Furosemid 3x20mg

-/-, edema palpebral -/- Mulut: sianosis -, kering - Thoraks: Snves, w -/-. rh

-Captopril 3x12,5mg
- Aldactone 3x25mg

-/-; BJ 1&2 reg, m +, g - Abdomen: Turgor baik,


bising usus+, 3x/min
- Ekstremitas: akral hangat +,

27-11-15 Demam (-) Sesak (-) -

CRT <2 detik, edema Status neurologis (N)


Leukosit
24,2
Eritrosit
4.3
Hemoglobin 13
Hematokrit 37
Trombosit
289
LED 28
Index eritrosit
MCV 86,3
MCH 30,3
MCHC 35
RDW 12,4
Hitung Jenis
Basofil 1
Eosinofil 0
Netrofil Batang
0
Netrofil Segmen
79
Limfosit
13
Monosit
7
TSS, CM,
N: 90 x/m
S: 36,2C
R: 16x/menit
Normosefali
Mata: ca -/-, si -/-, cekung

- MR berat, AR Venflon
moderate,
mild

ec

TR Cefixime 2x200mg
PJR Untuk pulang

reaktivasi
- gizi kurang

-/-, edema palpebral -/- Mulut: sianosis -, kering - Thoraks: Snves, w -/-. rh

- Prednison 4x4 tablet


(untuk 14 hari)
- Furosemid 3x20mg
-Captopril 3x12,5mg

-/-; BJ 1&2 reg, m +, g - Abdomen: Turgor baik,

- Aldactone 3x25mg

bising usus+, 3x/min


- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT <2 detik, edema Status neurologis (N)
28-11-15 Demam (-) - TSS, CM,

- MR berat, AR

Venflon

Sesak (-)

TD : 100/70
N: 90 x/m
S: 36,3C
R: 19x/menit
Normosefali
Mata: ca -/-, si -/-, cekung

-/-, edema palpebral -/- Mulut: sianosis -, kering - Thoraks: Snves, w -/-. rh

moderate, TR

Cefixime 2x200mg

mild ec PJR

Untuk pulang

reaktivasi
- gizi kurang

- Prednison 3x4 tablet


- aspilet 3x500mg
- Furosemid 3x20mg
-Captopril 3x12,5mg
- Aldactone 3x25mg

-/-; BJ 1&2 reg, m +, g - Abdomen: Turgor baik,


bising usus+, 3x/min
- Ekstremitas: akral hangat +,
CRT <2 detik, edema Status neurologis (N)

Boleh Pulang
Rujuk ke bagian
kardiologi RSCM

BAB III
ANALISA KASUS
Pasien anak IK umur 14 tahun datang dengan dengan keluhan demam sejak 5
hari sebelum masuk rumah sakit. Demam dirasakan terus menerus dan tidak ada hari
tanpa demam namun demam dirasakan tidak terlalu panas. Pasien mengaku badannya
sering pegal-pegal, tetapi pasien mengaku tidak ada pembengkakan, kemerahan

maupun keterbatasan gerakan. Pasien mengaku juga terkadang sesak namun saat ini
keluhan tersebut tidak dirasakan. Ibu pasien mengaku bahwa pasien mempunyai
riwayat penyakit jantung rematik saat kelas 4 SD.
Analisis :
Dari hasil anamnesis didapatkan bahwa pasien anak IK berumur 14 tahun,
sesuai dengan studi epidemiologis bahwa Insidens tertinggi penyakt jantung rematik
ditemukan pada anak berumur 5-15 tahun. Pada pasien juga mengaku demam.
Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai 39C,
terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu
demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi
yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain,
kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna. Pasien
mengaku badannya sering pegal-pegal, tetapi pasien mengaku tidak ada
pembengkakan, kemerahan maupun keterbatasan gerakan. Artralgia adalah rasa nyeri
pada satu sendi atau lebih tanpa disertai peradangan atau keterbatasan gerak sendi.
Gejala minor ini harus dibedakan dengan nyeri pada otot atau jaringan periartikular
lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari yang lazim terjadi pada anak-anak
normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai kriteria minor apabila poliartritis
sudah dipakai sebagai kriteria mayor. Menurut keterangan ibu pasien, pasien
mempunyai riwayat penyakit jantung rematik saat kelas 4 SD. Penderita yang sudah
mendapat serangan demam rematik cenderung rekuren dan Riwayat demam rematik
sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu kriteria minor apabila tercatat dengan
baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan pada kriteria obyektif yang sama
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang didapatkan:
compos mentis, gelisah, TSS, Tekanan Darah 106/80 mmHg, Nadi: 88 x / menit,
Nafas: 24x /menit, Suhu : 38,0C, BJ I-II regular, murmur (+), gallop (-). Dan pada
pemeriksaan Echocardiography didapatkan MR berat, AR moderate, TR mild ec PJR
reaktivasi.
Analisis :
Penyakit jantung reumatik merupakan kelainan katup jantung yang menetap
akibat demam reumatik akut sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%),
aorta (25%), jarang mengenai katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup
pulmonal. Penyakit jantung reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi
atau keduanya. Sesuai seperti yang didapatkan pada pasien yaitu didapatkan mitral

regurgitation berat, aorta regurgitation moderate, trikuspid regurgitation dan tidak


didapatkan kelainan pada katup pulmonal. Lalu juga didapatkan murmur pada
pemeriksaan fisik.

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
IV.1 Epidemiologi

Demam rematik (DR) masih sering didapati pada anak di negara sedang
berkembang dan sering mengenai anak usia antara 5 15 tahun 2. Pada tahun 1944
diperkirakan diseluruh dunia terdapat 12 juta penderita DR dan PJR dan sekitar 3 juta

mengalami gagal jantung dan memerlukan rawat inap berulang di rumah sakit.
Prevalensinya dinegara sedang berkembang berkisar antara 7,9 sampai 12,6 per 1000
anak sekolah dan relatif stabil. Data terakhir mengenai prevalensi demam rematik di
Indonesia untuk tahun 1981 1990 didapati 0,3-0,8 diantara 1000 anak sekolah dan
jauh lebih rendah dibanding negara berkembang lainnya 5,13. Statistik rumah sakit di
negara sedang berkembang menunjukkan sekitar 10 35 persen dari penderita
penyakit jantung yang masuk kerumah sakit adalah penderita DR dan PJR. Data yang
berasal dari negara berkembang memperlihatkan mortalitas karena DR dan PJR masih
merupakan problem dan kematian karena DR akut terdapat pada anak dan dewasa
muda.
Di negara maju insiden DR dan prevalensi PJR sudah jauh berkurang dan
bahkan sudah tidak dijumpai lagi, tetapi akhir-akhir ini dilaporkan memperlihatkan
peningkatan dibeberapa negara maju 13. Dilaporkan dibeberapa tempat di Amerika
Serikat pada pertengahan dan akhir tahun 1980an telah terjadi peningkatan insidens
DR, demikian juga pada populasi aborigin di Australia dan New Zealand dilaporkan
peningkatan penyakit ini

1,3,6

Tidak semua penderita infeksi saluran nafas yang

disebabkan infeksi Streptokokus hemolitik grup A menderita DR. Sekitar 3 persen


dari penderita infeksi saluran nafas atas terhadap Streptokokus hemolitik grup
A di barak militer pada masa epidemi yang menderita DR dan hanya 0,4 persen
didapati pada anak yang tidak diobati setelah epidemi infeksi Streptokokus
hemolitik grup A pada populasi masyarakat sipil.
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober1 November
2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000
penduduk di Negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang di
daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk. Diperkirakan sekitar
2.000-332.000 penduduk yang meninggal diseluruh dunia akibat penyakit tersebut.
Angka disabilitas pertahun (The disability- adjusted life years (DALYs)1 lost)
akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 di negara maju hingga 173,4 per
100.000 di negara berkembang yang secara ekonomis sangat merugikan. Data
insidens DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa negara data
yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak sekolah. Insidens
pertahunnya cenderung menurun di negara maju, tetapi di negara berkembang tercatat
berkisar antara 1 di Amerika Tengah 150 per 100.000 di Cina. Sayangnya dalam
laporan WHO yang diterbitkan tahun 2004 data mengenai DR dan PJR Indonesia

tidak dinyatakan.
IV.2 Definisi
Penyakit jantung reumatik (Reumatic Heart Disease) merupakan penyakit
jantung didapat yang sering ditemukan pada anak. Penyakit jantung reumatik
merupakan kelainan katup jantung yang menetap akibat demam reumatik akut
sebelumnya, terutama mengenai katup mitral (75%), aorta (25%), jarang mengenai
katup trikuspid, dan tidak pernah menyerang katup pulmonal. Penyakit jantung
reumatik dapat menimbulkan stenosis atau insufisiensi atau keduanya.
IV.3 Etiologi
Etiologi terpenting dari penyakit jantung reumatik adalah demam reumatik.
Demam reumatik merupakan penyakit vaskular kolagen multisistem yang terjadi
setelah infeksi Streptococcus grup A pada individu yang mempunyai faktor
predisposisi. Keterlibatan kardiovaskuler pada penyakit ini ditandai oleh inflamasi
endokardium dan miokardium melalui suatu proses autoimunne yang menyebabkan
kerusakan jaringan. Inflamasi yang berat dapat melibatkan perikardium. Valvulitis
merupakan tanda utama reumatik karditis yang paling banyak mengenai katup mitral
(76%), katup aorta (13%) dan katup mitral dan katup aorta (97%). Insidens tertinggi
ditemukan pada anak berumur 5-15 tahun.
IV.4 Patogenesis

Demam

rematik

merupakan

respons

autoimmune

terhadap

infeksi

Streptokokus hemolitik grup A pada tenggorokan. Respons manifestasi klinis dan


derajat penyakit yang timbul ditentukan oleh kepekaaan genetic host, keganasan
organisme dan lingkungan yang kondusif. Mekanisme patogenesis yang pasti sampai
saat ini tidak diketahui, tetapi peran antigen histokompatibility mayor, antigen
jaringan spesifik potensial dan antibody yang berkembang segera setelah infeksi
streptokokkus telah diteliti sebagai faktor resiko yang potensial dalam patogenesis
penyakit ini.
Diperkirakan terdapat suatu kemiripan antara antigen bakteri dengan sel
jantung pada manusia (antigenic mimicry). Pada penyelidikan ditemukan 2 hal yaitu :

1. Adanya persamaan antara karbohidrat dari Streptococcus Grup A dengan


glikoprotein dari katup jantung
2. Terdapat persamaan molekuler yaitu : streptococcal M. Protein dengan sarcolema
sel miokard pada manusia. M-protein adalah salah satu determinan virulensi
bakteri. Lebih dari 130 M protein sudah teridentifikasi dan tipe 1, 3, 5, 6, 14, 18,
19 dan 24 berhubungan dengan terjadinya DR.
Berdasar hal tersebut di atas terjadinya autoimunitas yang mungkin merupakan
mekanisme terjadinya kerusakan jaringan pada demam reumatik terutama karditis.
Gambar 1 Patogenesis

IV.5 Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang menentukan terjadinya demam rematik, diantaranya :


1. Usia
Usia mempengaruhi insiden demam rematik. Terbanyak pada usia 5-16 tahun
bahkan 3-5 tahun. Berkurangnya imunitas dan seringnya kontak dengan anak-anak
lain di rumah atau sekolah memudahkan anak-anak golongan umur tersebut
mendapatkan infeksi Streptokokus
2. Penderita yang sudah mendapat serangan demam rematik
Penderita yang sudah mendapat serangan demam rematik cenderung rekuren
3. Over crowding
Di rumah, di sekolah memudahkan anak-anak untuk mendapatkan infeksi

streptokokus

IV.6 Fase Demam Rematik

1. Fase infeksi Streptococcus beta hemolyticus grup A, paling sering pada


nasofaring. Adapun faringitis oleh streptococcus harus dikenali secara klinis
2. Fase laten yaitu 1-3 minggu sesudah infeksi di mana demam dan manifestasi
klinis lain telah menurun dan tidak didapati Streptococcus, biakan negative
3. Fase rematik akut. Manifestasi klinis sangat bervariasi mulai dari karditis ringan,
poliartritis migrans, karditis berat dengan gagal jantung. Fase ini berakhir 2-3
bulan dan tidak didapati streptococcus lagi
4. Fase akhir. Fase tenang atau fase inaktif di mana semua tanda-tanda aktif reuma

menurun. Prognosis tergantung pada rekurensi demam rematik, luasnya kerusakan


katup dan beratnya miokard yang kena.

IV.7 Manifestasi Klinis

1. Karditis merupakan manifestasi klinik demam rematik yang paling berat karena
merupakan satu-satunya manifestasi yang dapat mengakibatkan kematian
penderita pada fase akut dan dapat menyebabkan kelainan katup sehingga terjadi
penyakit jantung rematik. Diagnosis karditis rematik dapat ditegakkan secara
klinik berdasarkan adanya salah satu tanda berikut: (a) bising baru atau perubahan
sifat bising organik, (b) kardiomegali, (c) perikarditis, dan gagal jantung
kongestif. Bising jantung merupakan manifestasi karditis rematik yang seringkali
muncul pertama kali, sementara tanda dan gejala perikarditis serta gagal jantung
kongestif biasanya baru timbul pada keadaan yang lebih berat. Bising pada
karditis rematik dapat berupa bising pansistol di daerah apeks (regurgitasi mitral),
bising awal diastol di daerah basal (regurgitasi aorta), dan bising mid-diastol pada
apeks (bising Carey-Coombs) yang timbul akibat adanya dilatasi ventrikel kiri.
Pada karditis yang asimtomatik didagnosis dengan keluhan non kardiak, yaitu
poliartritis migrant, maupun chorea.
Pada derajat berat penderita datang ke dokter karena keluhan gagal jantungnya
seperti dispnea (dispnea on effort, otopnea/paroxysmal nocturnal dispnea), edema
tungkai dan hepatomegali. Karditis ringan apabila pada pemeriksaan fisik dengan

auskultasi didapati bising organic (fungsional) dan kadang-kadang pericardial


friction rub).
2. Poliartritis, ditandai oleh adanya nyeri, pembengkakan, kemerahan, teraba panas,
dan keterbatasan gerak aktif pada dua sendi atau lebih. Artritis pada demam
rematik paling sering mengenai sendi-sendi besar anggota gerak bawah. Kelainan
ini hanya berlangsung beberapa hari sampai seminggu pada satu sendi dan
kemudian berpindah, sehingga dapat ditemukan artritis yang saling tumpang
tindih pada beberapa sendi pada waktu yang sama; sementara tanda-tanda radang
mereda pada satu sendi, sendi yang lain mulai terlibat. Perlu diingat bahwa artritis
yang hanya mengenai satu sendi (monoartritis) tidak dapat dijadikan sebagai suatu
criteria mayor. Selain itu, agar dapat digunakan sebagai suatu kriteria mayor,
poliartritis harus disertai sekurang-kurangnya dua kriteria minor, seperti demam
dan kenaikan laju endap darah, serta harus didukung oleh adanya titer ASTO atau
antibodi antiStreptokokus lainnya yang tinggi.
3. Korea secara khas ditandai oleh adanya gerakan tidak disadari dan tidak bertujuan
yang berlangsung cepat dan umumnya bersifat bilateral, meskipun dapat juga
hanya mengenai satu sisi tubuh. Manifestasi demam rematik ini lazim disertai
kelemahan otot dan ketidak-stabilan emosi. Korea jarang dijumpai pada penderita
di bawah usia 3 tahun atau setelah masa pubertas dan lazim terjadi pada
perempuan. Korea Syndenham merupakan satu-satunya tanda mayor yang
sedemikian penting sehingga dapat dianggap sebagai pertanda adanya demam
rematik meskipun tidak ditemukan kriteria yang lain. Korea merupakan
manifestasi demam rematik yang muncul secara lambat, sehingga tanda dan gej
ala lain kemungkinan sudah tidak ditemukan lagi pada saat korea mulai timbul.
4. Eritema marginatum merupakan wujud kelainan kulit yang khas pada demam
rematik dan tampak sebagai makula yang berwarna merah, pucat di bagian tengah,
tidak terasa gatal, berbentuk bulat atau dengan tepi yang bergelombang dan
meluas secara sentrifugal. Eritema marginatum juga dikenal sebagai eritema
anulare rematikum dan terutama timbul di daerah badan, pantat, anggota gerak
bagian proksimal, tetapi tidak pernah ditemukan di daerah wajah. Kelainan ini
dapat bersifat sementara atau menetap, berpindah-pindah dari satu bagian tubuh
ke bagian tubuh yang lain, dapat dicetuskan oleh pemberian panas, dan memucat
jika ditekan. Tanda mayor demam rematik ini hanya ditemukan pada kasus yang

berat.
5. Nodulus subkutan pada umumnya hanya dijumpai pada kasus yang berat dan
terdapat di daerah ekstensor persendian, pada kulit kepala serta kolumna
vertebralis. Nodul ini berupa massa yang padat, tidak terasa nyeri, mudah
digerakkan dari kulit di atasnya, dengan diameter dan beberapa milimeter sampai
sekitar 2 cm. Tanda ini pada umumnya tidak akan ditemukan jika tidak terdapat
karditis.

IV.8 Diagnosis

Meskipun demam rematik mengenai beberapa organ tetapi tidak satupun


gejala klinis maupun laboratorium yang patognomonik untuk membuat diagnosis.
Diagnosis demam rematik dibuat berdasar penemuan klinis oleh karena itu hendaknya
diagnosis distratifikasikan dengan menyebut manifestasi kliniknya, misalnya demam
rematik dengan poliatritis migrans, demam rematik dengan karditis. Pada tahun 1965
terdapat criteria Jones yang telah direvisi dan tahun 1992 dilakukan modifikasi oleh
Special Working Group dari AHA
Tabel 1. Kriteria Demam Rematik

Riwayat demam rematik sebelumnya dapat digunakan sebagai salah satu


kriteria minor apabila tercatat dengan baik sebagai suatu diagnosis yang didasarkan
pada kriteria obyektif yang sama. Akan tetapi, riwayat demam rematik atau penyakit
jantung rematik inaktif yang pernah diidap seorang penderita seringkali tidak tercatat
secara baik sehingga sulit dipastikan kebenarannya, atau bahkan tidak terdiagnosis.
Artralgia adalah rasa nyeri pada satu sendi atau lebih tanpa disertai

peradangan atau keterbatasan gerak sendi. Gejala minor ini harus dibedakan dengan
nyeri pada otot atau jaringan periartikular lainnya, atau dengan nyeri sendi malam hari
yang lazim terjadi pada anak-anak normal. Artralgia tidak dapat digunakan sebagai
kriteria minor apabila poliartritis sudah dipakai sebagai kriteria mayor.
Demam pada demam rematik biasanya ringan, meskipun adakalanya mencapai
39C, terutama jika terdapat karditis. Manifestasi ini lazim berlangsung sebagai suatu
demam derajat ringan selama beberapa minggu. Demam merupakan pertanda infeksi
yang tidak spesifik, dan karena dapat dijumpai pada begitu banyak penyakit lain,
kriteria minor ini tidak memiliki arti diagnosis banding yang bermakna.
Peningkatan kadar reaktan fase akut berupa kenaikan laju endap darah, kadar
protein C reaktif, serta leukositosis merupakan indikator nonspesifik dan peradangan
atau infeksi. Ketiga tanda reaksi fase akut ini hampir selalu ditemukan pada demam
rematik, kecuali jika korea merupakan satu-satunya manifestasi mayor yang
ditemukan. Perlu diingat bahwa laju endap darah juga meningkat pada kasus anemia
dan gagal jantung kongestif. Adapun protein C reaktif tidak meningkat pada anemia,
akan tetapi mengalami kenaikan pada gagal jantung kongestif. Laju endap darah dan
kadar protein C reaktif dapat meningkat pada semua kasus infeksi, namun apabila
protein C reaktif tidak bertambah, maka kemungkinan adanya infeksi Streptokokus
akut dapat dipertanyakan.
Interval P-R yang memanjang biasanya menunjukkan adanya keterlambatan
abnormal sistem konduksi pada nodus atrioventrikel dan meskipun sering dijumpai
pada demam rematik, perubahan gambaran EKG ini tidak spesifik untuk demam
rematik. Selain itu, interval P-R yang memanjang juga bukan merupakan pertanda
yang memadai akan adanya karditis rematik.
Titer antistreptolisin O (ASTO) merupakan pemeriksaan diagnostik standar
untuk demam rematik, sebagai salah satu bukti yang mendukung adanya infeksi
Streptokokus. Titer ASTO dianggap meningkat apabila mencapai 250 unit Todd pada
orang dewasa atau 333 unit Todd pada anak-anak di atas usia 5 tahun, dan dapat
dijumpai pada sekitar 70% sampai 80% kasus demam rematik akut.
Infeksi Streptokokus juga dapat dibuktikan dengan melakukan biakan usapan
tenggorokan. Biakan positif pada sekitar 50% kasus demam rematik akut.
Bagaimanapun, biakan yang negatif tidak dapat mengesampingkan kemungkinan
adanya infeksi Streptokokus akut.
Pada 20022003 WHO mengajukan kriteria untuk diagnosis DR dan PJR

(berdasarkan kriteria Jones yang telah direvisi).


Revisi kriteria WHO ini memfasilitasi diagnosis untuk:
a primary episode of RF
recurrent attacks of RF in patients without RHD
recurrent attacks of RF in patients with RHD
rheumatic chorea
insidious onset rheumatic carditis
chronic RHD.
Untuk menghindarkan overdiagnosis ataupun underdiagnosis dalam
menegakkan diagnosis.
Tabel 2. Kriteria WHO Diagnosis DR dan PJR 9

IV.9 Penatalaksanaan

Pengobatan serangan akut demam rematik dipergunakan protokol tetap yang


dirokemdasikan oleh Taranta A (1970) sebagai berikut
1. Ditujukan pada manifestasi klinis yang didapat pada serangan akut
2. Pencegahan primer ditujukan langsung pada SGA

A. Pengobatan
1. Pencegahan primer

Cara pemusnahan Streptokokus dari tonsil dan faring sama dengan pengobatan
faringitis Streptokokus, yakni pemberian penisilin benzatin intramuskuler dengan
dosis 1,2 juta unit untuk pasien dengan berat badan > 30 kg atau 600.000 sampai
900.000 unit untuk pasien dengan berat badan < 30 kg. Penisilin oral 400.000 unit
(250 mg) diberikan 4 kali sehari selama 10 hari dapat digunakan sebagai alternatif.
Eritromisin 50 mg/kgBB sehari dibagi 4 dosis yang sama, dengan maksimum 250 mg
4 kali sehari selama 10 hari dianjurkan untuk pasien yang alergi penisiin. Obat lain
seperti sefalosforin yang diberikan dua kali sehari selama 10 hari juga efektif untuk
pengobatan faringitis streptokokus, seperti pada tabel di bawah ini :
Pengobatan eradikasi kuman Streptokokus

2. Manifestasi Klinis dan Pengobatana


Tabel 3. Manifestasi Klinis dan Pengobatan10,11,12

3. Pencegahan Sekunder Demam Reumatik

Cara pencegahan sekunder yang diajukan The American Heart Association dan
WHO yaitu dengan pemberian suntikan penisilin berdaya lama setiap bulan. Pada
keadaan-keadaan khusus, atau pada pasien resiko tinggi, suntikan diberikan setiap 3
minggu. Meskipun nyeri suntikan dapat berlangsung lama, tetapi pasien lebih suka
dengan cara ini karena dapat dengan mudah dan teratur melakukannya satu kali setiap
3 atau 4 minggu, dibandingkan dengan tablet penisilin oral setiap hari. Preparat sulfa
yang tidak efektif untuk pencegahan primer terbukti lebih efektif dari pada penisilin
oral untuk pencegahan sekunder. Dapat juga digunakan sulfadiazin yang harganya
lebih murah daripada eritromisisn, seperti tertera pada tabel dibawah ini.

Lama pemberian pencegahan sekunder sangat bervariasi, bergantung pada


berbagai faktor, termasuk waktu serangan dan serangan ulang, umur pasien dan
keadaan lingkungan. Makin muda saat serangan, makin besar kemungkinan untuk
kumat, setelah pubertas kemungkinan kumat cenderung menurun. Sebagian besar
kumat terjadi dalam 5 tahun pertama sesudah serangan terakhir. Dengan mengingat
faktor-faktor tersebut, maka lama pencegahan sekunder disesuaikan secara individual.
Pasien tanpa karditis pada serangan sebelumnya diberikan profilaksis minimum lima
tahun sesudah serangan terakhir, sekurangnya sampai berumur 18 tahun.

Pencegahan sekunder harus dilanjutkan selama pasien hamil, akan tetapi


sebaiknya tidak dipakai sulfadiazin karena mendatangkan risiko terhadap janin.
Remaja biasanya mempunyai masalah khusus terutama dalam ketaan minum obat,
sehingga perlu upaya khusus terutama dalam ketaatannya minum obat, sehingga perlu
upaya khusus mengingat risiko terjadinya kumat cukup besar. Untuk pasien penyakit
jantung reumatik kronik, pencegahan sekunder untuk masa yang lama, bahkan seumur
hidup dapat diperlukan, terutama pada kasus yang berat. Beberapa prinsip umum
dapat dikemukakan pada tabel berikut.
Tabel 4. Durasi Pencegahan Sekunder Demam Reumatik13

B. Pengobatan suportif
Tirah Baring

Semua pasien demam reumatik akut harus tirah baring, jika mungkin di rumah
sakit. Tirah baring di rumah sakit untuk pasien demam reumatik derajat 1 , 2, 3 dan 4
berturut-turut 2, 4, 6,12 minggu. Serta lama rawat jalan untuk pasien demam reumatik
derajat 1,2,3 dan 4 berturut-turut 2, 4, 6, 12 minggu. Karditis hampir selalu terjadi
dalam 2-3 minggu sejak dari awal serangan, hingga pengamatan yang ketat harus
dilakukan selama masa tersebut. Sesudah itu lama dan tingkat tirah baring bervariasi.
Tabel berikut merupakan pedoman umum untuk mendukung rekomendasi tersebut. 7,8
Pedoman umum tirah baring dan rawat jalan pada pasien demam reumatik

Tabel 5. Pedoman umum tirah baring dan rawat jalan pada pasien
demam reumatik10
Status karditis

Penatalaksanaan

Derajat 1 (tanpa karditis)

Tirah baring selama 2 minggu dan


sedikit

demi

sedikit

rawat

jalan

selama 2 minggu dengan salisilat


Tirah baring selama 4 minggu dan
Derajat

2(Karditis

tanpa sedikit

demi

sedikit

rawat

jalan

selama 4 minggu

kardiomegali)

Tirah baring selama 6 minggu dan


sedikit
Derajat

3(Karditis

demi

sedikit

rawat

jalan

dengan selama 6 minggu

kardiomegali)
Tirah baring ketat selama masih ada
Derajat
jantung)

4(Karditis

dengan

gagal gejala gagal jantung dan sedikit


demi sedikit rawat jalan selama 12
minggu

DAFTAR PUSTAKA
1. Chakko S, Bisno AL. Acute Rheumatic Fever. In: Fuster V, Alexander
RW, ORourke et al. Hurst The Heart; vol.II; 10th ed. Mc Graw-Hill : New
York, 2001; p. 1657 65.
2. Meador RJ, Russel IJ, Davidson A, et al. Acute Rheumatic Fever.
Available from: http://www.emedicine.com/med/topic2922.htm
3. Stollerman GH. Rheumatic fever (Seminar). Lancet 1997; 349: 9354. Lopez WL, de la Paz AG. Jones Criteria for Diagnosis of Rheumatic
Fever. A Historical Review and Its Applicability in Developing Countries.
In: Calleja HB, Guzman SV. Rheumatic fever and Rheumatic Heart
Disease, epidemiology, clinical aspect, management and prevention
and control programs. A publication of the Philipine Foundation for the
prevetion and control of rheumatic fever/rheumatic heart disease :
Manila, 2001; p. 17- 26.
5. Parillo S, Parillo CV, Sayah AJ, et al.Rheumatic Fever. Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic509.htm
6. Achutti A, Achutti VR. Epidemiologi of rheumatic fever in the
developing world. Cardiol Young 1992; 2:206-15.
7. Meador RJ, Russel IJ, Davidson A, et al. Acute Rheumatic Fever.
Available from: http://www.emedicine.com/med/topic2922.htm
8. Veasy GL. Rheumatic fever T.Duckett Jones and the rest of the story.
Cardiol Young 1995; 5: 293-01.
9. World Health Organization. Rheumatic fever and rheumatic heart
disease WHO Technical report series 923. Report of a WHO Expert
Consultation Geneva, 29 October1 November 2001.
10.

Park MK. Acute Rheumatic Fever. In: Pediatric Cardiology for

practitioners; 3rd ed. St.Louis: Mosby, 1996; p. 302-09.


11.

Dajani A, Taubert K, Ferrieri P, et al. Treatment of acute

streptococcal pharyngitis and prevention of rheumatic fever; A


statement for health profesional by Comitte on Rheumatic fever,
endocarditis, and Kawasaki disease of the council on cardiovascular
disease in the young, American Heart Association. Pediatrics 1995; 96
758-64.
12.

Snitcowsky R. Medical treatment of acute episodes of rheumatic

fever. Cardiol Young 1992; 2: 240-43.

You might also like