Professional Documents
Culture Documents
BAB I.
PENDAHULUAN
Pasal 1131 KUH Perdata: Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik
debitur, baik yang sudah ada maupunyang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan
perorangan debitur itu.
yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang
atau jasa dan Merek Jasa adalah merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya; Primagama
adalah Merek Jasa yang secara umum digunakan melekat pada pemiliknya yaitu
Purdi E. Chandra dan Purdi E. Chandra melekat dengan nama Primagama, dengan
kata lain Primagama tanpa Purdi E. Chandra tidak mempunyai arti apa-apa atau
tidak mempunyai nilai ekonomis apapun sehingga Merek Primagama selain
sebuah produk jasa merupakan hak yang melekat pada dirinya.
Dasar latar belakang penulisan adalah:
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Pasal 22 huruf
(a) Benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh debitor
sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis
yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya
yang dipergunakan oleh debitor dan keluarganya, dan bahan makanan
untuk 30 (tiga puluh) hari bagi debitor dan keluarganya, yang terdapat
di tempat itu,; (b) Segala sesuatu yang diperoleh debitor dari
pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu jabatan atau jasa,
sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang
ditentukan oleh hakim pengawas; Menjadi latar belakang yang kuat
terhadap penulisan ini bahwa tidak semua harta atau aset debitor pailit
bisa menjadi boedel pailit.
tujuan
agar
dapat
membayar
hutang-hutangnya;
kedua:
Asas
dikedepankan sebagai landasan Asas Keadilan baik bagi debitor pailit sebagai
kesempatan bagi debitor yang mempunyai itikad baik untuk melunasi utangutangnya dan bagi para kreditor sebagai suatu usaha untuk memperkecil utangutang debitor pailit dan/atau suatu usaha untuk mengutungkan harta debitor pailit.
B. Perumusan Masalah
Berdasar pada latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah yang menjadi dasar hukum atas Merek Jasa Primagama menjadi
boedel pailit?
2. Apakah putusan Nomor: 10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST
dapat menjadi acuan untuk menjadikan Merek Jasa Primagama sebagai
boedel pailit?
3. Bagaimanakah pertimbangan asas keberlangsungan usaha terhadap
Merek bagi debitor sebagai akibat langsung dari putusan Nomor:
10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST?
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian yang dilakukan memiliki tujuan yang diharapkan,
sedangkan tujuan yang hendak diperoleh dalam penelitian ini antara lain sebagi
berikut:
1. Mengetahui
dasar
hukum
atas
Putusan
Nomor:
D. Tinjauan Pustaka
1.
Pengertian Kepailitan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2004
dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang
yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan
Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan
satu atau lebih kreditornya.
2.
Pengertian Pailit
Staatblads 1905 No. 217 jo. Staadblads 1906 No. 348
Black, Henry Campbell, Blacks Law Dictionary, USA: West Publishing, 1968, hal 168
Abdurrahman, A, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, Jakarta: Pradya
Paramita, 1991, hal 89
4
Fuady, Munir, HUKUM PAILIT, dalam Teori dan Pratek, Bandung; PT Citra Aditya
Bakti, 2014, hal 6
3
3.
oleh
Debitor
sehubungan
dengan
pekerjaannya,
Nur, Aco, HUKUM KEPAILITAN: Perbuatan Melawan Hukum oleh Debitor, Jakarta; PT
Pilar Yuris Ultima, 2015, hal 57
10
jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan,
sejauh yang ditentukan oleh hakim Pengawas; atau huruf (c) uang yang
diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah
menurut undang-undang
4.
badan
hukum
untuk
Saidin, OK, Haji, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property
Right), Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2015, hal. 441.
7
Utomo, Tomi Suryo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global: Sebuah Kajian
Kontemporer, Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010, hal 210
8
Ibid., hal 210
11
Jasa
adalah
Merek
yang
digunakan
pada
jasa
yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersamasama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis
lainnya; Ayat (13) Lisensi adalah izin yang diberikan oleh pemilik
Merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan
pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk menggunakan Merek
tersebut, baik untuk seluruh atau sebagian jenis barang dan/atau jasa
yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001
Tentang MerekPasal 40 Ayat (1) Hak atas Merek terdaftar dapat beralih
atau dialihkan karena: a. pewarisan; b. wasiat; c. hibah; d. perjanjian; atau
e. sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan.
10
12
E. Metode Penelitian
1. Jenis dan sifat penelitian
Didalam penelitian ini Penulis mengunakan metode penelitian
yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif
dilakukan dengan cara menelaah dan menginterpretasikan hal-hal yang
bersifat teoritis yang menyangkut asas, konsepsi, doktrin dan norma
hukum yang berkaitan dengan pembuktian perkara perdata (penelitian
hukum untuk perkara In-Concrito). Adapun pendekatan yuridis empiris
dilakukan dengan penelitian lapangan yang ditujukan pada penerapan
hukum acara perdata dalam perkara kepailitan.
a. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan
berdasarkan bahan hukum utama dengan cara menelaah teori-teori,
konsep-konsep, asas-asas hukum serta peraturan perundang-undangan
yang berhubungan dengan penelitian ini. Pendekatan ini dikenal pula
dengan pendekatan kepustakaan, yakni dengan mempelajari buku-buku,
13
11
14
Putusan
Pengadilan
Niaga
Jakarta
Pusat
Nomor:
10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST
2)
15
Sumber data yaitu sumber subjek dari tempat mana data bisa
didapatkan. Jika peneliti memakai kuisioner atau wawancara didalam
pengumpulan datanya, maka sumber data itu dari responden, yakni orang
yang menjawab pertanyaan peneliti, yaitu tertulis ataupun lisan. Sumber
data berbentuk responden ini digunakan didalam penelitian.12 Pada
dasarnya penulis mengumpulkan data dari responden langsung dan
mengadakan wawancara dari sumber pendukung lainnya, antara lain:
a. Purdie E. Chandra (Pemilik Merek Jasa Primagama)
b. Haryanto, S.H. (KASUBBID PELAYANAN HUKUM UMUM
Kanwil. Kementerian Hukum & HAM DIY)
c. Beberapa responden yang mengetahui perkara dan mengenal responden
utama sebagai informasi yang dapat dipergunakan (nama dan identitas
atas permintaan responden untuk tidak dicantumkan)
penelitian
ini,
penulis
mempergunakan
metode
16
Wawancara
Wawancara dilakukan baik secara langsung dengan pihak
17
BAB II.
TINJAUAN UMUM HUKUM KEPAILITAN DAN PKPU
A. Pengertian Kepailitan
Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu melakukan
pembayaran utang-utang dari kreditornya. Keadaan tidak mampu tersebut
biasanya disebabkan oleh karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress),
dapat disebabkan karena kemunduran usahanya sehingga debitor tidak dapat
memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus dibayarkan atau utang-utangnya yang
telah jatuh tempo.
Hal tersebut diatas merupakan alasan debitor dapat mengajukan
kepailitan atau dipailitkan oleh para kreditornya, Algra mendefinisikan kepailitan
adalah Faillissementis een gerechtelijk beslag op het gehele vermogen van een
schuldenaar ten behoeve van zijn gezamenlijke schuldeiser. (kepailitan adalah
suatu sitaan umum terhadap semua harta kekayaan dari seorang debitor (si
berutang) untuk melunasi utang-uangnya kepada kreditor (si berpiutang). Henry
Campbell Black dalam Blacks Law Dictionary-nya menyatakan Bankrupt is the
state or condition of one who is unable to pay his debt as they are, or become,
due. Agak lebih komprehensif, Jerry Hoff mengambarkan kepailitan sebagai:
Bankruptcy is a general statutory attachment encompass-ing all the
assets of the debtor. The bangkruptcy only covers the assets.
The personal status of an individual will not be effected by the
bangkruptcy ; he is not placed under guardianship. A company also
continues to exist after he declaration of bangkruptcy. During the
bangkruptcy proceedings, act with regard to the bangkruptcy estate can
18
only be performed by the receiver, but other act remain part of domain of
the debtors corporate organ.13
Adanya Reformasi hukum di Indonesia mengenai hukum kepailitan,
menunjuk pada ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 4 Tahun 1998 yang berarti:
debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditor dan tidak membayar sedikitnya
satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih dinyatakan pailit dengan
putusan pengadilan baik atas permohonan debitor sendiri maupun atas
permintaan seorang atau lebih kreditornya yang kemudian berlaku UU Nomor
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
pengertian kepailitan disebutkan dalam Pasal1 angka 1 sebagai sita umum atas
semua kekayaan debitor pailit yangpengurusan dan pemberesannya, dilakukan
oleh kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam
undang-undang kepailitan,
Kepailitan sering dipahami salah oleh kalangan umum, bahwa kepailitan
adalah tindakan kriminal serta merupakan tidakan cacat hukum. Kepailitan secara
umum dianggap bahwa debitor melakukan pengemplangan hutang dan tidak
mampu membayar atau penggelapan terhadap hak-hak kreditor yang merupakan
kewajiban yang harus diselesaikan.
Pada sisi yang lain kepailitan merupakan salah satu jalan keluar bagi
pengusaha yang benar-benar dalam kesulitan kondisi keuangan (financial
distress), akan tetapi kepailitan merupakan tindakan yang banyak dihindari oleh
para pelaku usaha dengan pertimbangan usaha yang dijalankan masih dapat
diselamatkan dan disehatkan baik kondisi keuangan maupun jalannya suatu
13
19
14
20
untuk
digantinya
undang-undang
kepailitan
yang
berlaku
21
Lima bulan setelah diterbitkannya Perpu No. 1 Tahun 1998 pada tanggal
22 April 1998, Perpu Kepailitan diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Kemudian pada tanggal 9 September 1998, Perpu No. 1 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Failissement-verordening ditetapkan menjadi UU No. 4 Tahun
1998 Tentang Kepailitan.
UU No. 4 Tahun 1998 Tentang Kepailitan, bukan merupakan undangundang yang baru melainkan hanya mengubah dan menambah Failissementverordening. Secara yuridis formal, peraturan kepailitan yang lama masih tetap
berlaku walaupun secara materiil UU No. 4 Tahun 1998 telah menganti
peraturan kepailitan yang lama.
Setelah melalui berbagai desakan dari kalangan pedonor terutama dari
pihak IMF melalui Letter of Intent antara IMF dan Pemerintah Republik Indonesia
mengenai diberlakukan undang-undang kepailitan yang baru maka baru pada
tahun 2004 terjadi kesepakatan yang kemudian diundangkan undang-undang
kepailitan yang baru yaitu UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
22
Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk berdasarkan Pasal 281 Ayat (1) Undangundang Kepailitan adalah Pengadilan Jakarta Pusat. Kemudian berdasar Keppres No. 07 Tahun
1999, tanggal 18 Agustus 1999, dibentuk Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Ujung
Pandang, Pengadilan Negeri Medan, Pengadilan Negeri Surabaya, dan Pengadilan Negeri
Semarang. Setelah Pengadilan Niaga dibentuk, Ketua Makamah Agung Republik Indonesia
mengangkat Hakim Niaga dari kalangan hakim peradilan umum yang telah mengikuti pelatihan
khusus dan telah lulus seleksi, untuk menyelesaikan masalah utang-piutang sesuai dengan aturan
main yang berlaku dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 tentang Kepailitan.
16
Shubhan, M Hadi, Op.Cit., hal 75
23
24
17
25
tersebut perusahaan masih tetap dapat dijalankan, namun tetap kondisi tersebut
sangat tidak menguntungkan bagi pihak perusahaan.
Selain asas kelangsungan usaha dalam UU Kepailitan dan PKPU juga
mengenal asas keseimbangan; untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan pranata
dan lembaga kepailitan oleh pihak kreditor yang tidak beritikad baik, asas
keadilan; asas ini mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak penagih yang
mengusahakan pembayaran tagihannya tanpa memperdulikan kreditor lainnya,
asas integrasi; bahwa sistem hukum formil dan hukum materiil peraturan
kepailitan merupakan satu kesatuan yang utuh dari sistem hukum perdata dan
hukum acara perdata nasional.
26
27
gadai,
hipotek,
hak
tanggungan
dan
fidusia
19
dapat
28
20
29
maupun yang tidak bergerak demi hukum menjadi jaminan atas utang-utang
debitor, statement tersebut mengandung persangkaan bahwa tidak ada kredit
(piutang) yang tidak ada jaminannya. Jaminan yang demikian selain terjadi demi
hukum juga meliputi seluruh harta milik debitor dan berlaku bagi semua kreditor
yang pada asasnya memiliki kedudukan yang sama dan oleh karenanya disebut
dengan jaminan umum.
jaminan jika debitor sama sekali tidak memiliki harta sedikitpun, namun hal itu
hampir dikatakan tidak mungkin terjadi karena pada umumnya yang ditemukan
adalah harta debitor tidak mencukupi untuk memenuhi keselurahan utang yang
ada.21
Untuk menjamin bahwa pada kreditor akan mendapatkan kembali
pelunasan dari harta kebendaan milik debitor secara adil dan merata berdasarkan
nilai tagihan dari masing-masing kreditor, maka hukum kepailitan menentukan
bahwa pada saat debitor dinyatakan pailit seluruh harta kekayaan debitor akan
menjadi boedel pailit dan pengurusan selanjutnya akan dilakukan oleh Kurator
dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Hukum kepailitan sebagaimana diatur
dalam UU Kepailitan dan PKPU memiliki fungsi antara lain:
1. Untuk menghindari perebutan harta debitor apabila dalam waktu yang
sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya;
2. Untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan
yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitor tanpa
memperhatikan kepentingan debitor atau para kreditor lainya;
21
J. Satrio, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Citra Aditya
Bakti: Bandung, 1993, hal. 3
30
Nur, Aco, Op.Cit., hal. xii, Lihat. Penjelasan Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
23
Ibid., hal 91
31
25
Ibid., hal 92
J. Satrio, Hukum Jaminan, Op.Cit., hal 70
32
Pasal 58, setiap Kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan,
hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya
seolah-olah tidak terjadi kepailitan bagi para kreditor separatis mereka tetap
dapat melakukan eksekusi pelunasan dengan menggunakan objek jaminan
meskipun debitor telah dinyatakan dalam keadaan pailit, meskipun pelaksanaanya
dibatasi dengan ketentuan Pasal 56 ayat (1) Hak eksekusi Kreditor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan hak pihak ketiga untuk menuntut hartanya
yang berada dalam penguasaan Debitor Pailit atau Kurator, ditangguhkan untuk
jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan
pernyataan pailit diucapkan.
Disamping Undang-Undang Kepailitan dan PKPU menganut konsep
utang dalam arti luas, ruang lingkup pengertian utang juga harus meliputi:
1. Utang tersebut telah jatuh tempo
Pada prinsipnya terdapat dua keadaan yang dapat menjadi ukuran
kapan suatu utang telah jatuh tempo. Pertama, karena sifat perjanjiannya yang
telah menentukan kapan debitor harus melaksanakan pretasinya dalam arti
perjanjian tersebut telah menyebutkan batas waktu pemenuhan prestasi
sehingga dengan tibanya waktu, maka utang tersebut menjadi matang untuk
di tagih (opeisbaar). Kedua, terhadap perjanjian yang tidak menentukan batas
waktu, maka jatuh tempo debitor untuk melaksanakan prestasinya adalah
sejak ia ditegur dengan sebuah resmi baik dalam bentuk exploit juru sita
maupun dengan surat sejenis yang isinya memberikan terguran kepada
debitor agar melaksanakan prestasinya.
33
Dalam praktiknya meskipun belum jatuh tempo tetapi utang itu telah
dapat ditagih karena telah terjadi salah satu dari peristiwa-peristiwa yang
disebut events of default. Kondisi tersebut lazim terjadi pada perjanjian kredit
perbankan untuk mencantumkan klausula yang disebut events of default
clause yaitu klausula yang memberikan hak kepada bank untuk menyatakan
debitor in default atau cidera janji apabila salah satu peristiwa (event) yang
tercantum dalam event of default clause itu terjadi.26
2. Utang tersebut dapat ditagih
Pada sebuah perjanjian kredit utang yang telah jatuh waktu atau utang
yang telah expired dengan sendirinya menjadi utang yang telah dapat ditagih
namun utang yang telah dapat ditagih belum tentu merupakan utang yang
telah jatuh waktu. Utang hanyalah jatuh waktu apabila menurut perjanjian
kredit atau perjanjian utang piutang telah sampai jadwal waktunya untuk
dilunasi oleh Debitur sebagaimana ditentukan dalam perjanjian itu ada tidak
harus suatu kredit dinyatakan expired pada tanggal akhir perjanjian kredit
terlampaui.27 Berdasarkan dari uraian tersebut maka antara utang yang jatuh
tempo dengan utang yang dapat ditagih tidak selalu maknanya sama,
meskipun idealnya sebuah utang yang dapat ditagih adalah utang yang telah
jatuh tempo.
26
Ismail, Rumadan, Interpretasi Tentang Makna Utang Jatuh Tempo Dalam Perkara
Kepailitan, (Kajian Terhadap Putusan mahkamah Agung 2009-2013), Laporan Hasil Penelitian,
Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI: Jakarta,
2013, hlm. 30, lihat Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang
Nomor: 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, hlm. 68-70
27
Sutan Remi Syahdeni, Op. Cit., hal. 68.
34
28
35
untuk itu prinsip hukum merupakan landasan dan pertimbangan dalam penerapan
hukum dilapangan. Didalam penerapan hukum kepailitan yang baru dan
merupakan undang-undang yang terasa masih kurang bahkan dapat dikata jauh
dari kesempurnaan, maka peran hakim dalam penerapannya harus berpegang pada
prinsip-prinsip hukum yang ada untuk menemukan suatu hukum terhadap kasuskasus kepailitan.
Pengunaan prinsip hukum sebagai dasar hakim dalam memutus perkara
kepailitan memperoleh legalitas dalam UU Kepailitan Pasal 8 Ayat 5 menyatakan
bahwa putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib memuat
pula: a. Pasal tertentu dari perturan perundang-undangan yang bersangkutan
dan/atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan b.
Pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda dari hakim anggota atau ketua
majelis.29
Prinsip paritas creditorium, prinsip parri passu pronata parte, dan
prinsip structured prorata merupakan prinsip utama penyelesaian utang dari
debitor terhadap kreditornya. Vollmar mengatakan bahwa Een der belangrijkse
beginselen, dat de verhaalsreshten van den schuldeiser zich uitstrekken over alle
roerende en onroerende goederen van den schuldenaar, zowel die hij zal
krijgen.30
Prinsip paritas creditorium, bahwa kesetaraan kedudukan para kreditor
adalah sama sehingga dapat disimpulkan bahwa kreditor mempunyai kedudukan
dan kesetaraan atas semua harta benda debitor dalam hal ini adalah semua harta
29
30
36
kekayaan debitor baik yang berupa barang bergerak ataupun barang tidak
bergerak maupun harta yang sekarang telah dipunyai debitor dan barang-barang di
kemudian hari akan dimiliki debitor terikat kepada penyelesaian kewajiban
debitor.
Prinsip paritas creditorium memberikan keadilan bagi semua kreditor
tanpa perbedaan kondisinya terhadap harta debitor kedatipun harta kekayaan
debitor tidak berkaitan secara langsung terhadap transaksi yang dilakukannya,
prinsip paritas creditorium memberikan keadilan bagi kreditor dengan konsep
keadilan proposional; dimana kreditor yang mempunyai piutang lebih besar dari
kreditor lainnya mendapat porsi pembayaran piutang dari debitor lebih besar dari
kreditor yang memiliki piutang lebih kecil dari padanya.
Ketidakadilan pembagian secara paritas creditorium
terhadap harta
debitor akan muncul apabila harta debitor lebih kecil dari utang-utang debitor,
penerapan prinsip paritas creditorium menjadi tidak relevan apabila harta debitor
lebih besar dari utang-utang kreditor, demikian pula dalam penerapan hukum
kepailitan terhadap harta debitor lebih besar daripada utang-utang kreditor tidak
tepat dan tidak ada relevansinya terhadap prinsip parri passu pronata parte.
Sehingga pada hakikinya, prinsip parri passu pronata parte adalah inheren
dengan lembaga kepailitan itu sendiri.
Prinsip paritas creditorium yang dilengkapi dengan prinsip parri passu
pronata parte dalam konteks kepailitan juga masih memiliki kelemahan jika
kreditor tidak sama kedudukannya bukan besar kecilnya piutang saja tetapi tidak
sama kedudukannya, sebagian kreditor yang memegang jaminan kebendaan
37
dan/atau kreditor yang memiliki hak preferensi yang telah diberikan oleh undangundang.
Prinsip parri passu pronata parte tidak memberi keadilan kepada
kreditor yang memegang jaminan kebendaan , bukankah maksud adanya lembaga
jaminan adalah untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang
jaminan tersebut?. Secara prinsip bahwa undang-undang telah mengatur adanya
pembagian harta pailit dengan mengacu pada kedua prinsip diatas sebagai
penerapannya, akan tetapi agar penerapannya dapat diterima oleh semua pihak
dan memberikan rasa keadilan kepada para pihaknya dibutuhkan jalannya keluar
dengan prinsip structured prorata (structured creditors) sebagai dasar hakim
dalam memutus perkara-perkara kepailitan.
Adapun
prinsip
structured
prorata
adalah
prinsip
yang
38
32
33
39
BAB III.
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL:
TENTANG MEREK DAGANG DAN JASA
34
Pasal 499 KUHPerdata: Menurut undang-undang, barang adalah tiap benda dan tiap
hak yang dapat menjadi obyek dari hak milik.
35
Mahadi, Hak Milik Dalam Sistem Hukum Perdata Nasional, Jakarta; BPHN, 1981,
hal. 65.
36
Pasal 503 KUHPerdata: Ada barang yang bertubuh, dan ada yang tidak bertubuh.
37
Sadikin, H. OK, ASPEK HUKUM KEKAYAAN INTELEKTUAL (INTELLECTUAL
PROPERTY RIGHTS), Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2015, hlm. 13.
40
38
41
oleh beberapa orang atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa
sejenis lainnya41.
Bedasar pada UU RI No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek Pasal 1 Ayat (1)
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angkaangka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki
daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa;
Ayat (3) Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau
badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa merek dan merek jasa adalah hal yang berbeda
walaupun keduanya merupakan bagian dari HKI dan merupakan benda tidak
berwujud (immaterial) yang mempunyai nilai ekonomi dan nilai moral (moral
right), terutama untuk merek Jasa merupakan Merek yang digunakan pada jasa
yang diperdagangkan dan selalu melekat pada keahlian seseorang yang yang
melakukan atau yang menemukannya sehingga dalam merek jasa adalah
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara merek jasa itu sendiri
dengan penemunya atau tenaga ahli dalam jasa tersebut atau identik pada
pemiliknya sebagai nilai yang tidak terpisahkan.
41
42
masyarakat dalam politik Aristotle pada masa abad keempat sebelum masehi.
Dalam berbagai diskusinya Aristotle kerap kali mengkritik secara tajam pendapat
Hippodamus dari Miletus, ia mengajukan proposal Sistem Penghargaan (reward
system) bagi mereka yang berjasa membuat penemuan yang berguna bagi
masyarakat. Proposal Hippodamus menyatakan bahwa: if you reward the
creators of useful things, you get more useful things. Atas proposal, Aristotle
berpendapat bahwa: a such system of individual reward may otherwise reduce
social welfare... a reward for revealing information to the state would give rise to
fraudulent claims of discovery of malfeasance of the part of public officials.42
Ada dua teori secara filosofis terkait anggapan hukum bahwa Hak
Kekayaan Intelektual adalah suatu sistem kepemilikan (Property). Teori tersebut
dikemukan oleh John Locke yang sangat berpengaruh di negara tradisi hukum
Common Law System dan Hegel yang sangat berpengaruh pada negara-negara
penganut tradisi hukum Civil Law System.43
Sedangkan Friedrich Hegel mengembangkan konsep tentang Right,
Ethic, and State yang intinya sebagai eksistensi dari kepribadian (the existence of
personality). Menurut Hegel: The property is, among other things, the means by
which an individual could objectively express a personal, singular will. In
property a person exsists for the fisrt time as reason kekayaan diantara sesuatu
kebendaan lainnya adalah sarana dimana seseorang dapat secara objektif
mengemukakan kehendak pribadi dan tunggal.44
42
Nasution, Rahmi Jened Parinduri, Interface Hukum Kekayaan Intelektual dan Hukum
Persaingan (Penyalahgunaan HKI), Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2015, hal. 23
43
Ibid., hal. 24
44
Ibid., hal. 26
43
1840-an,
memperkenalkan
kemudian
tahun
undang-undang
1844
pertama
pemerintah
mengenai
kolonial
Belanda
perlindungan
HKI.
44
45
46
47
45
48
49
50
Merek yang bersangkutan. First to use adalah suatu sistem khusus, bahwa siapa
pertama-tama memakai suatu Merek di dalam wilayah Indonesia dianggap sebagai
pihak yang berhak atas Merek yang bersangkutan. Jadi bukan pendaftaranlah yang
menciptakan suatu hak atas Merek, tetapi sebaliknya pemakaian pertama di
Indonesia yang menciptakan hak atas Merek. Dugaan hukum tentang pemakai
pertama dari seseorang yang telah mendaftarkan Merek ini hanya dapat
dikesampingkan dengan adanya bukti sebaliknya. Orang yang Mereknya telah
terdaftar berdasarkan undang-undang dianggap sebagai yang benar-benar berhak
karena pemakaian pertama. Anggapan hukum seperti ini dalam prakteknya telah
menimbulkan ketidakpastian hukum dan juga telah melahirkan banyak persoalan
dan hambatan dalam dunia usaha. Sistem yang dianut dalam Undang-undang No.
15 tahun 2001 tentang Merek yaitu Sistem Konstitutif, yaitu bahwa hak atas
Merek timbul karena pendaftaran. Hal ini tercantum dalam Pasal 3 UndangUndang No. 15 tahun 2001 tentang Merek yang berbunyi sebagai berikut :
Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada
pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka
waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut atau
memberikan izin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Undang-undang Merek memberikan perlindungan hukum bagi tanda yang
berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau
kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan
dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Tanda-tanda tersebut harus berbeda
sedemikian rupa dengan tanda yang digunakan oleh perusahaan atau orang lain
untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. Tanda dianggap tidak
memiliki daya pembeda apabila tanda tersebut terlalu sederhana, seperti satu tanda
51
garis atau satu tanda titik, ataupun terlalu rumit sehingga tidak jelas. Merek
terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun
sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.
Merek menurut Undang-undang no. 15 tahun 2001 tentang Merek dibedakan
yaitu:
1. Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang
diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama
atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya
(pasal 1 ayat (2)).
2. Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan
oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan
hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya (pasal 1 ayat
(3)).
3. Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan atau jasa
dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang
atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan
barang dan/ atau jasa sejenis lainnya (Pasal 1 ayat (4)).
Dalam hal pengalihan hak, ketentuan Pasal 40 ayat (1) Undang-undang
No. 15 tahun2001 tentang Merek disebutkan hak atas Merek terdaftar dapat
beralih atau dialihkan karena : pewarisan; wasiat; hibah; perjanjian; sebab-sebab
lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Maksud dari sebabsebab lain yang dibenarkan peraturan perundang-undangan, misalnya pemilikan
Merek karena pembubaran badan hukum yang semula merupakan pemilik Merek.
52
53
54
hukum dan mempunyai satu nilai ekonomis didalamnya sehingga merupakan aset
kepemilikan (property).
55
BAB IV.
HASIL
MEREK JASA SEBAGAI BOEDEL PAILIT
46
Antara
46
Pertemuan dan Wawancara Purdi E. Chandra, Jay Prasetya, Pada Rabu, 18 Nopember
2015, Pukul 19.30, Di Kantor PT. Sarana Indo Prima Persada (PT. SIPP)
56
2008 (utang 1); kepada kreditor konkuren dengan 2 (dua) utang dagang dan 1
(satu) utang yang disertai surat perjanjian kerja sama.
Walaupun dalam persidangan debitor pailit mengajukan eksepsi dengan
hanya mengakui 1 (satu) kreditor separatis dan utang belum jatuh tempo untuk
dapat ditagih.47 Pada dasarnya apabila telah terbukti dipengadilan dengan
sedikitnya dua kreditor atau lebih dan satu utang jatuh tempo atau dapat ditagih
seseorang atau badan hukum dapat diajukan dalam perkara kepailitan dengan
hanya butuh pembuktian sederhana atau sumir, dengan fakta atau keadaan yang
terbukti secara sederhana adalah adanya fakta dua atau lebih kreditor dan fakta
utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar, sedangkan perbedaan besarnya
jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak
terhalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.
Dalam hal ini penulis tidak menitik-beratkan dalam penelitian tentang
besarnya utang debitor pailit terhadap para kreditor, karena dalam UU Kepailitan
dan PKPU tidak adanya metode insolvensi test juga menjadi kelemahan dalam UU
Kepailitan dan PKPU padahal dengan menerapkan metode insovensi test sebelum
permohonan pailit diperiksa oleh Hakim akan melindungi kepentingan debitor
yangmasih dalam kondisi solven dan tidak ada masalah dengan kondisi
keuangannya agar tidak dinyatakan pailit hanya dengan dua syarat sederhana
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU.
UU Kepailitan dan PKPU tidak membedakan antara tidak mampu
membayar (insolven) dengan tidak mau membayar. Dalam hukum kepailitan
47
Wawancara Dengan Bapak Purdi E. Chandra dan Eksepsi Bambang Heriarto, SH.
(Lawyer) atas Putusan Nomor: 10/PDT.SUS/PKPU/2013/PN.NIAGA.JKT.PST Jo Nomor:
10/PDT.SUS/ PAILIT/2013/ PN.NIAGA.JKT.PST, Tanggal 8 April 2013.
57
yang berlaku di negara lain, pernyataan pailit itu didasarkan pada keadaan dimana
debitor berada dalam kondisi tidak mampu membayar utangnya (insolvensi) yang
didahului dengan proses insolvensi test untuk menentukan apakah perusahaan
tersebut masih solven atau tidak, sedangkan model penagihan utang terhadap
debitor yang dipandang masih solven tidak bisa mengunakan jalur kepailitan,
namun harus menempuh prosedur gugatan wanprestasi biasa.
Prinsip structured creditors, prinsip utang, prinsip debt collection, prinsip
debt polling, prinsip debt forgiveness, prinsip universal dan prinsip teritorial;
prinsip-prinsip tersebut masih mengedepankan pada kepentingan dan keadilan
bagi kreditor sehingga perlindungan hukum bagi debitor pailit sangat minim
bahkan kurang. Untuk itu dibutuhkan terobosan hukum untuk melindungi debitor
pailit yang masih mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan utang-utangnya,
walau dirasa masih kurang cukup memberi ruang bagi debitor pailit untuk
meperjuangkan hak-haknya sebagai seorang yang sedang memiliki masalah
dengan tuntutan kepailitan dan terancam hilangnya harta serta semua aset yang
dimiliki dan usahanya yang dibangun dengan susah dalam waktu yang lama.
Sedang bagi debitor pailit dengan putusan dalam keadaan pailit dengan
segala akibat hukumnya membawa implikasi atau akibat hukum bagi debitor
pailit karena putusan kepailitan bersifat putusan Constitutif48 dan serta merta
(uitvoerbaar bij voorraad); lihat Pasal 8 ayat (7) UU No. 37 Tahun 2004 tentang
Kepailitan dan PKPU.
48
Putusan Constitutif, putusan yang sifatnya meniadakan suatu keadaan hukum atau
menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru.
58
Akibat hukum yang lain adalah semua harta dan aset debitor pailit yaitu
sejumlah bidang tanah, rumah dan bangunan milik debitor pailit sebagai jaminan
pada perjanjian Akad Pembiayaan Murabahah No. TKS/140/2007/MRBH dan No.
TKS/166/2008/MRBH dapat langsung dieksekusi dengan diadakan lelang
pertama49 dan lelang kedua50 dan aset-aset lain yang dinyatakan sebagai boedel
pailit oleh kurator dan hakim pengawas.
Dalam hukum kepailitan telah diberi ruang yaitu Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang (PKPU) sebagai sarana untuk mempertahankan dan
memperbaiki keadaan, akan tetapi bagi debitor pailit dirasa tidak dapat
melindungi karena dalam memberi putusan atas perkara kepailitan harus
dikabulkan apabila terbukti secara sumir.
Dalam hal ini debitor pailit telah menempuh jalur PKPU pada tanggal 17
April 2013 dengan Putusan Nomor: 10/PDT.SUS/PKPU/2013/PN.NIAGA.JKT.PST,
dengan mengabulkan permohonan PKPU sementara paling lama 45 (empat puluh
lima) hari sejak putusan ini diucapkan, dirasa kurang cukup bagi debitor pailit
untuk dapat menyelesaikan kewajiban-kewajibannya yaitu utang terhadap para
kreditor sebesar Rp. 25.367.377.937 (Dua Puluh Lima Milyard Tiga Ratus Enam
Puluh Tujuh Juta Tiga Ratus Tujuh puluh Tujuh Ribu Sembilan Ratus Tiga Puluh
Tujuh Rupiah)51 dan $2.000.000 (Dua Juta Dollar US).52
49
59
jo
Nomor:
10/PDT.SUS/PAILIT/2013/
52
60
persangkaan bahwa tidak ada kredit (piutang) yang tidak ada jaminannya; semua
harta yang sudah ada maupun yang akan ada menjadi boedel pailit.
61
khusus (lex specialist) yaitu dalam UU No. 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
(UUHC) dan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek, disamping itu ada beberapa
Undang-Undang yang mengikutinya sebagai sebab timbulnya perlakuan hukum
terhadap obyek HKI itu sendiri antara lain UU No.4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan dan UU No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan
Kewajiban Pembayaran Utang (UU Kepailitan dan PKPU).
Merek termasuk didalamnya merek jasa yaitu Merek Primagama sebagai
obyek hak kekayaan intelektual yang dilindungi oleh undang-undang maka baik
pemanfaatannya, pengaturannya, pengunaanya serta akibat-akibat hukum yang
timbul dalam perlakuaan hukum didalamnya, selain itu dalam pemanfaatanya
akan berdampak dan/atau memberi akibat (prestasi) maupun akibat hukum bagi
pemilik atau yang memanfaatkanya.54
Secara tidak langsung Merek Primagama sebagai merek jasa mempunyai
nilai filosofi yang sama dengan obyek-obyek hasil kekayaan intelektual lainnya
baik yang berujud (materiil) maupun yang tidak berujud (immateriil), merek jasa
(Service marks) sendiri merupakan sebuah hasil cipta karya atas usaha dari daya
pikir, imajinasi seseorang yang tertuang dalam sebuah kebendaan yang tidak
berujud (immateriil) dan mempunyai satu nilai ekonomis.
Merek Primagama sebagai salah satu obyek HKI merupakan kepemilikan
(property) yang mempunyai nilai-nilai filosofi yang terkandung didalamnya,
antara lain:
1. Hasil cipta karya
54
62
Pada dasarnya Merek jasa merupakan benda hasil karya cipta, karsa serta
buah pikiran manusia dari unsur budaya atau kebudayaan hasil olah daya
dari budi sebagai benda yang tidak berujud (immateriil), sehingga semua
hasil cipta karya manusia harus dilidungi sebagai anugrah tuhan kepada
manusia.
2. Daya pikir
Merupakan hasil kecerdasan intelektual manusia yang kemudian
menghasilkan sebuah kebendaan didalamnya.
3. Imajinasi
Adalah kekuatan atau proses menghasilkan citra mental dan ide,
merupakan suatu gambaran (citra) yang dihasilkan oleh otak seseorang.
Hasil kecerdasan imaginasi dari olah pikir manusia yang kemudian
menghasilkan kebendaan didalamnya.
4. Nilai ekonomis
Karena hasil dari cipta karya, daya pikir dan imajinasi menghasilkan
sebuah kebendaan yang tidak berujud (immateriil) dan merupakan sebuah
hasil karya yang bermanfaat, berharga dan berguna bagi orang lain akan
mendapat penghargaan yaitu royalti dan kepemilikan (property) yang
mempunyai nilai ekonomi didalamnya.
5. Jasa atau service atau pelayanan
Jasa adalah aktivitas ekonomi yang mempunyai sejumlah elemen (nilai
atau manfaat) intangibel yang berkaitan dengannya, yang melibatkan
sejumlah interaksi dengan konsumen atau dengan barang-barang milik,
63
64
65
66
kelangsung usaha (on going concern), memberi ruang kepada debitor pailit
beritikad baik untuk meneruskan usaha atau perusahaan yang propspektif tetap
berjalan; asas keadilan, mencegah terjadinya kesewenang-wenangan pihak
penagih yang mengusahakan pembayaran tagihannya tanpa memperdulikan
kreditor lainnya; dan asas integrasi, mengandung pengertian bahwa sistem hukum
formil dan materiil peraturan kepailitan merupakan satu kesatuan yang utuh dari
sistem hukum perdata dan hukum acara perdata nasional.
Salah satu akibat hukum yang timbul dalam perkara kepailitan dengan
Putusan Nomor: 10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST adalah lepasnya
kepemilikan Merek Primagama kepada pihak ketiga melalui lelang, hal ini
membawa implikasi besar kepada Debitur Pailit atas hilangnya kemampuan untuk
menyelesaikan kewajiban-kewajibannya yaitu utang-utang para krediturnya.
Pertanyaan yang muncul adalah apakah putusan kepailitan tersebut telah sesuai
dengan norma-norma dan asas-asas hukum kepailitan?; Mampukah sebuah Merek
Primagama dan usaha dari perusahaan untuk membayar kewajiban utangutangnya?.
Merek Primagama telah digunakan oleh 723 cabang di tahun 2009, 756
cabang di tahun 2010, dan 587 cabang di tahun 2015 dengan sistem Waralaba
(Franchise) di 33 provinsi, selain itu Primagama adalah satu-satunya bimbingan
belajar yang telah mendapat sertifikat ISO 9001:2008 sebagai bukti kualitas dan
jaminan mutu layanan.55
55
67
56
Cabang
- 587 Outlet
Siswa
- 168.100 Orang
68
Biaya Rata-rata
- Rp. 2.550.000
o Biaya (Tipe 1)
- Rp. 2.200.000
o Biaya (Tipe 2)
- Rp. 2.400.000
o Biaya (Tipe 3)
- Rp. 2.700.000
o Biaya (Tipe 4)
- Rp. 2.900.000
58
Data sementara, Nilai yang didapat hanya ilustrasi pendapatan selama 2 tahun pertama
(Bukan Pendapatan dan Nilai yang sebenarnya); Besaran hanya diperoleh dari sumber luar dan
bukan besaran yang sebenarnya.
69
manajemen yang baik, berikut hanya sebuah gambaran untuk dapat menilai
sebuah Merek Jasa atau Merek Dagang yang mempunyai harga (value) atau nilai
ekonomi (economic value) dari sebuah boedel pailit. Sehingga Kurator untuk
melindungi para pihak baik pihak kreditur maupun debitor pailit dengan
mengunakan asas kehati-hatian dalam menilai sebuah objek boedel pailit dan/atau
hakim juga memperhatikan dan/atau mempertimbangkan akibat yang timbul serta
mempunyai bahan pertimbangan dan alasan yang kuat pada saat menjatuhkan
putusan pailit kepada seseorang.
Dalam perkara Purdi E. Chandra dengan Merek Primagama sebagai salah
satu aset atau harta debitor pailit sebagai boedel pailit tidak memberi implikasi
baik bagi debitor pailit untuk melanjutkan usaha atau perusahaannya agar
berkemampuan untuk membayar utang-utangnya, sebagai pemilik merek
primagama yang masih jalan dan produktif seta mempunyai prospek memberikan
hasil kepada debitor pailit. Bukankah asas kelangsungan usaha (on going concern)
harusnya dikedepanlan sebagai pertimbangan memutus perkara kepailitan.
Dapat disimpulkan bahwa batasan mengenai boedel pailit dalam hukum
kepailitan memberi keleluasaan bagi Hakim, Kurator, Hakim Pengawas dan
Panitya Kreditor untuk menentukan harta-harta debitor pailit untuk dijadikan
boedel pailit, batasan mengenai harta-harta debitor pailit kecuali mengutungkan
harta pailit berarti dimana harta tersebut memberi keuntungan dan mempunyai
nilai uang (bukan utang atau beban atau biaya, dan sebagainya) dapat dijadikan
boedel pailit: Pasal 40 Ayat (1) dan Pasal 21 UU No. 37 Tahun 2004 Tentang
Kepailitan dan PKPU: Kepailitan meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat
70
putusan pernyataan pailit diucapkan serta segala sesuatu yang diperoleh selama
kepailitan, kecuali: a. benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh
Debitor sehubungan dengan pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang
dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur dan perlengkapannya yang
dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk 30 (tiga
puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu; b. segala
sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari
suatu jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan,
sejauh yang ditentukan oleh Hakim Pengawas; atau c. uang yang diberikan kepada
Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut undangundang (Pasal 22 huruf a, b dan c dalam UU Kepailitan dan PKPU).
Sehingga batasan-batasan tersebut tidak mengutungkan debitor pailit
dan/atau tidak memberi ruang yang luas bagi debitor pailit untuk mengusahakan
dalam penyelesaian kewajibannya terhadap utang-utang kreditor, adalah sebuah
ketidak adilan bagi debitor apabila hal tersebut dikarenakan suatu alasan bahwa
debitor pailit telah melakukan kesalahan atau telah melakukan tindakan untuk
mengemplang utang dan/atau tidak melakukan pembayaran utang-utang yang
telah jatuh tempo dapat ditagih kepada sedikitnya salah satu dari dua kreditor atau
lebih dan merupakan manifestasi dari prinsip debt collection principe (prinsip
debt collection) yang mempunyai makna sebagai konsep pembalasan dari kreditor
terhadap debitor pailit dengan menagih klaimnya terhadap debitor atau harta
debitor.
71
Untuk itu Merek Jasa merupakan boedel pailit yang berbeda baik
perlakuannya dan penilaiannya terhadap harta kekayaan lainnya, dengan
pertimbangan bahwa semua harta kekayaan yang menjadi boedel pailit harus
dapat dialihkan atau dijual oleh kurator yang ditunjuk dengan ketentuan sesuai
perundang-undangan baik secara terbuka (melalui Balai Lelang) yang mengacu
UU Kepailitan dan PKPU Pasal 185 Ayat (1): Semua benda harus dijual di muka
umum sesuai dengan tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundangundangan atau secara tertutup (dibawah tangan) yang mengacu pada UU
Kepailitan dan PKPU Pasal 185 Ayat (2): Dalam hal penjualan di muka umum
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai maka penjualan di bawah
tangan dapat dilakukan dengan izin Hakim Pengawas, dengan mengisyaratkan
adanya persetujuan Hakim Pengawas; Pasal 107 ayat (1) UU Kepailitan dan
PKPU.
Dalam menjual harta debitor sebagai proses pemberesan harta pailit
kurator harus mempertimbangkan dua aspek, yaitu:
1. Pertimbangan Yuridis
Tentunya agar pihak kurator yang menjual harta debitor pailit tidak
disalahkan, yang pertama sekali harus diperhatikan adalah apa persyaratan
yuridis terhadap tindakan tersebut.
2. Pertimbangan bisnis
Kurator
yang
menjual
aset
debitor
juga
harus
memperhatikan
72
73
74
Tujuan
adanya
sebuah
penilaian
yang
obyektif
adalah
untuk
menguntungkan harta pailit dan harta debitor pailit itu sendiri, sehingga apabila
harga atau nilai yang dicapai maksimal dalam penjualan baik melalui lelang
(secara terbuka) atau melalui penjualan langsung dengan seijin hakim pengawas
(secara tertutup) diharapkan debitor dapat memenuhi kewajiban-kewajibannya
untuk mengakhiri masa kepailitannya dan segera melakukan rehabilitasi atas
namanya atau ahli warisnya; Pasal 166, 202, 210 dan 217 UU Kepailitan dan
PKPU.60
Dan pada akhirnya untuk dapat memberikan kepuasan bagi debitor pailit
atas pelepasan dan/atau pemberesan dan/atau penjualan harta debitor pailit adalah
mendapat hasil dari penjualan harta debitor pailit sebesar-besarnya dan untuk
menjaga penjualan tersebut dengan terbuka maka Hakim harus mengawasi
jalannya penjualan aset-aset atau harta debitor pailit melalui Hakim Pengawas
yang ditunjuk dan memberikan arahan kepada Kurator dalam penjualan atau
pengalihan harta debitor pailit secara maksimal dan dengan tujuan tidak
merugikan salah satu pihak baik debitor maupun kreditor.
60
75
BAB V.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwa
Merek
Primagama
dapat
menjadi
boedel
pailit
dengan
76
2. Dasar
hukum
atas
Putusan
Nomor:
10/PDT.SUS/PAILIT/2013/
sebagai
akibat
langsung
10/PDT.SUS/PAILIT/2013/PN.NIAGA.JKT.PST,
dari
putusan
memberi
ruang
Nomor:
kepada
debitor pailit yang beritikad baik untuk meneruskan usaha atau perusahaan
yang propspektif tetap berjalan dan pada akhirnya berkemampuan untuk
membayar utang-utang kreditor, selain itu sebagai pertimbangan debitor pailit
untuk mengajukan permohonan PKPU.
77
B. Saran
1. Hakim, Hakim Pengawas, Kurator dan Panitya Kreditor adalah pihakpihak yang terlibat dalam proses kepailitan harus mengutamakan
kepentingan penyelesaian kasus kepailitan dengan mengedepankan
kepentingan para kreditor dan menguntungkan harta debitor pailit.
2. Untuk debitor pailit dan para kreditor: bahwa penyelesaian melalui perkara
kepailitan adalah usaha terakhir yang ditempuh karena akan memberi
beban pada harta debitor (biaya), haruslah mengutamakan penyelesaian
diluar pengadilan (non-litigasi).
3. Usaha atau perusahaan debitor pailit yang menjalankan kegiatan usaha
dan/atau mempunyai pontensi mendapatkan hasil dari salah satu harta
yang menjadi boedel pailit (merek) sebagai harta yang mempunyai nilai
dan bersifat produktif dalam scame PKPU seyogyanya tidak hanya diberi
kesempatan waktu untuk merestrukturisasi utang, tetapi yang lebih penting
adalah restrukturisasi usaha atau perusahaan debitor dengan pemberian
refinance atau menjalankan kembali usahanya.
4. Dalam perkara kepailitan, khususnya setelah perusahaan debitor
dinyatakan pailit seyogyanya terhadap perusahaan debitor yang beretikat
baik dan terdapat potensi serta prospek yang baik, maka peran aktif
Kurator sangat diperlukan dalam rangka meyakinkan para kreditornya
untuk tetap memberikan kelangsungan usaha debitor demi menaikan nilai
ekonomi (economic value) perusahaan yang telah dinyatakan pailit.
78
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abdurrahman, A, Ensiklopedia Ekonomi, Keuangan dan Perdagangan, Jakarta:
Pradya Paramita, 1991.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta;
Rineka Cipta, 2002.
Black, Henry Campbell, Blacks Law Dictionary, USA: West Publishing, 1968.
Fuady, Munir, HUKUM PAILIT, dalam Teori dan Pratek, Bandung; PT Citra
Aditya Bakti, 2014.
J. Satrio, Parate Eksekusi Sebagai Sarana Mengatasi Kredit Macet, Citra Aditya
Bakti: Bandung, 1993.
Jerry Hoff, Indonesian Bankruptcy Law, Tatanusa: Jakarta, 1999.
Nur, Aco, HUKUM KEPAILITAN: Perbuatan Melawan Hukum oleh Debitor,
Jakarta; PT Pilar Yuris Ultima, 2015.
Saidin, OK, Haji, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Intellectual Property
Right), Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2015.
Shubhan, M Hadi, Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di
Peradilan. Jakarta; Kencana Prenadamedia Group, 2008.
Mahadi, Hak Milik Dalam Sistem Hukum Perdata Nasional, Jakarta; BPHN,
1981.
Nasution, Rahmi Jened Parinduri, Interface Hukum Kekayaan Intelektual dan
Hukum Persaingan (Penyalahgunaan HKI), Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2015.
Sadikin,
H. OK, ASPEK
HUKUM KEKAYAAN
INTELEKTUAL
(INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS), Jakarta; PT. Raja Grafindo
Persada, 2015.
Utomo, Tomi Suryo, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global: Sebuah
Kajian Kontemporer, Yogyakarta; Graha Ilmu, 2010.
Vollmar, De Faillessementsweet, Tjenk Willink & Zoon N.V.: Haarlem
79
Internet:
Direktorat Jendral Kekayaan Intelektual, Sekilas Sejarah Perkembangan Sistem
Perlindungan
Kekayaan
Intelektual
(KI)
di
Indonesia,
http://www.dgip.go.id/tentang-kami/sekilas-sejarah, (Diakses tanggal 25
Februari 2016)
Wikipedia, Definisi Jasa, https://id.wikipedia.org/wiki/Jasa, (Diakses tanggal 1
Maret 2016)
Pengertian Harta, Utang dan Modal, http://akuntansi-id.com/44-pengertian-hartautang-dan-modal, (Diakses tanggal 1 Maret 2016)
Penelitian:
Iriantoro, Catur, Penerapan Asas Kelangsungan Usaha Dalam Penyelesaian
Perkara Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
(PKPU), Laporan Hasil Penelitian, Puslitbang Hukum dan Peradilan
Badan Litbang Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI: Jakarta, 2014
Ismail Rumadan, Interpretasi Tentang Makna Utang Jatuh Tempo Dalam Perkara
Kepailitan, (Kajian Terhadap Putusan mahkamah Agung 2009-2013),
Laporan Hasil Penelitian, Puslitbang Hukum dan Peradilan Badan Litbang
Diklat Kumdil Mahkamah Agung RI: Jakarta, 2013, hlm. 30, lihat Sutan
Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang Nomor:
37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2014
Makalah:
Binsar Nasution, et. Al., Diktat Hukum Kepailitan, Medan, Program Magister
Kenotariatan, Sekolah Pasca Sarjana USU, 003, hal. 142.
Sutan Remy Syahdeini, Tanggapan Terhadap Perpu Kepailitan Nomor 1 tahun
1998, makalah Jakarta, tgl. 13 Juli 198, hal. 27.