You are on page 1of 24

REFERAT

PREEKLAMPSIA BERAT

PEMBIMBING :
Kolonel CKM dr.Tri Joko W, SpOG

PENYUSUN :
Irsyad Arrais Pradhana

1410221040

Ramano Untoro Putro

1410221033

Syavira Putri Syabantika

1410221050

Putri Ayu Puspasari

1410221002

Kussetya Angga Praniarto

1410221052

Twinda Rarasati

1410221021

Fitria Rahardini

1410221059

Shindy Kurnia Putri

1410221029

KEPANITERAAN KLINIK
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEDOKTERAN UPN VETERAN
JAKARTA
2015

LEMBAR PENGESAHAN
PREEKLAMPSIA BERAT

Disusun oleh :
Irsyad Arrais Pradhana

1410221040

Ramano Untoro Putro

1410221033

Syavira Putri Syabantika

1410221050

Putri Ayu Puspasari

1410221002

Kussetya Angga Praniarto

1410221052

Twinda Rarasati

1410221021

Fitria Rahardini

1410221059

Shindy Kurnia Putri

1410221029

Referat ini telah dipresentasikan dan disahkan sebagai salah satu prasyarat mengikuti ujian
kepaniteraan klinik Departemen Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Tk II RST dr.Soedjono
Magelang.

Magelang, Desember 2015


Mengetahui,
Pembimbing

Kolonel CKM dr.Tri Joko W, SpOG


2

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan
karunia-Nya, sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW dan
kelurganya serta sahabat-sahabatnya, sehingga penulis dapat tepat waktu menyelesaikan referat
mengenai Preeklampsia Berat.
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas dalam kepaniteraan klinik Ilmu Obstetri dan
Gynecology Rumah Sakit Tk. II Dr. Soedjono. Dalam penulisan makalah ini penulis banyak
dibantu oleh berbagai pihak. Sebagai penghargaan, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada Kolonel CKM dr. Tri Joko, Sp.OG selaku pembimbing, serta kepada
teman teman yang selalu ada untuk berbagi dalam berbagai hal.
Kami sebagai penulis menyadari sepenuhnya berbagai kekurangan yang masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bertujuan untuk membangun dan
mengembangkan makalah ini kami terima dengan lapang dada dan senang hati.
Akhir kata, semoga dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Magelang, Desember 2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Preeklamsia merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas perinatal
di Indonesia1. Preeklampsia juga merupakan penyebab kedua setelah perdarahan dan sebagai
penyebab langsung terhadap kematian maternal2. Pengertian preeklampsia adalah sindrom yang
ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang muncul ditrimester kedua
kehamila. Jumlah ibu yang mengalami hipertensi akibat kehamilan berkisar 10% dan 3 - 4%
diantaranya mengalami preeklampsia3.
Faktor risiko yang dapat meningkatkan insiden preeklampsia antara lain nulipara,
kehamilan pada usia kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, janin lebih dari satu,
multipara, hipertensi kronis, diabetes mellitus dan penyakit ginjal. Preeklampsia juga
dipengaruhi oleh paritas, genetik dan faktor lingkungan4. Dari gejala-gejala klinik preeklamsia
dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan berat. Pembagian preeklamsia menjadi berat dan
ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan
penderita dengan preeklamsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma.
Jika penderita mengeluh adanya gangguan nyeri kepala, gangguan penglihatan atau nyeri
epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup lanjut5. Bila preeklamsia berat yang tidak ditangani
dengan cepat maka akan menyebabkan penderita mengalami kehilangan kesadaran bahkan
kematian akibat kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau perdarahan otak. 6
Untuk mencegah komplikasi preeklamsia maka sangat diharapkan agar ibu hamil wajib
memeriksakan kehamilan secara intensif.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Preeklamsia
Preeklampsia adalah kelainan malfungsi endotel pembuluh darah atau vaskular yang
menyebar luas sehingga terjadi vasospasme setelah usia kehamilan 20 minggu, mengakibatkan
terjadinya penurunan perfusi organ dan pengaktifan endotel yang menimbulkan terjadinya
hipertensi, edema nondependen, dan dijumpai proteinuria 300mg per 24 jam atau 30mg/dl (+1
pada dipstick) dengan nilai sangat fluktuatif saat pengambilan urin sewaktu.
Preeklamsia Berat
A. Definisi
Preeklamsia berat adalah preeklamsia dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan
tekanan darah diastolik 110 mmHg disertai proteinuria lebih dari 5 g/24 jam.
Dikatakan preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5 cc/kgBB/jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat)
Gangguan fungsi hati.
Pertumbuhan janin terhambat.
Sindrom HELLP.

B. Epidemiologi Dan Faktor Resiko


Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2-6% dari ibu hamil nulipara
yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar antara 4-18%. Penyakit
preeklampsia ringan terjadi 75% dan preeklampsia berat terjadi 25%. Dari seluruh kejadian
preeklampsia, sekitar 10% kehamilan umurnya kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia
meningkat pada wanita dengan riwayat preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan
penyakit ginjal. Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih sering menderita
preeklampsia dibandingkan dengan multigravida. Faktor predisposisi lainnya adalah usia ibu
hamil dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa, polihidramnion dan diabetes.
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya preeklampsia,
tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya
preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
1. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita
hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia
lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi yang menetap.
2. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko
lebih tinggi untuk preeklampsia berat.
3. Faktor Genetik
Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko
meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan
penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu
penderita preeklampsia. Atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam
keluarga.
4. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO). Penelitian lain :
kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi. Angka kejadian
juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
5. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok selama
hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih

tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat baring yang cukup selama hamil
mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
6. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik
7.

lebih tinggi daripada monozigotik.


Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada kasus mola,
hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil

pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada preeklampsia.


8. Obesitas
Hubungan antara berat badan wanita hamil dengan resiko terjadinya preeklampsia jelas
ada, dimana terjadi peningkatan insiden dari 4,3% pada wanita dengan Body Mass Index
(BMI) < 20 kg/m2 manjadi 13,3% pada wanita dengan Body Mass Index (BMI) > 35
kg/m2.
9. Kehamilan multiple
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari 105
kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu karena eklampsia.
Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia uterus.
Dari penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%)
kasus preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada
kelompok kontrol, 2 (1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.
C. Etiologi
Penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum diketahui. Terdapat banyak teori
yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan
jawaban yang memuaskan. Teori yang dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa
preeklampsia meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan
mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab bertambahnya
frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan, penyebab terjadinya perbaikan
keadaan penderita setelah janin mati dalam kandungan, dan penyebab timbulnya gejala-gejala
seperti hipertensi, edema, proteinuria, kejang dan koma. Banyak teori-teori yang dikemukakan
oleh para ahli yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut penyakit
teori. Namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori sekarang yang
7

dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia plasenta. Teori ini pun belum
dapat menerangkan semua hal yang berkaitan dengan penyakit ini.
Adapun teori-teori tersebut adalah:
1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler,
sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang,
sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh
trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron
menurun. Akibat perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak
50%, hipertensi dan penurunan volume plasma.
2. Peran Faktor Imunologis
Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada kehamilan
pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna sehingga timbul respons imun yang tidak menguntungkan terhadap
Histikompatibilitas Plasenta. Pada preeklampsia terjadi kompleks imun humoral dan
aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti dengan terjadinya pembentukan proteinuria.
3. Peran Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia/eklampsia bersifat
diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor
genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia antara lain:
a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-Eklampsia pada
anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.
4. Iskemik dari uterus.
Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah iskemik
uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa plasenta yang
meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang berkurang. Disfungsi
plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga terjadi penurunan kadar 1 -25
(OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL), akibatnya terjadi penurunan absorpsi
kalsium dari saluran cerna. Untuk mempertahankan penyediaan kalsium pada janin,
terjadi perangsangan kelenjar paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH)
disertai penurunan kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium
tulang yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium intra
8

sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga terjadi peningkatan


tekanan darah.
Pada preeklampsia terjadi perubahan arus darah di uterus, koriodesidua dan
plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada preeklampsia, dan merupakan faktor
yang menentukan hasil akhir kehamilan. Perubahan aliran darah uterus dan plasenta
menyebabkan terjadi iskemia uteroplasenter, menyebabkan ketidakseimbangan antara
massa plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang.
Selain itu hipoperfusi uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang
mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan kepekaan
vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin, aldosteron) sehingga terjadi
tonus pembuluh darah yang lebih tinggi. Oleh karena gangguan sirkulasi uteroplasenter
ini, terjadi penurunan suplai oksigen dan nutrisi ke janin. Akibatnya terjadi gangguan
pertumbuhan janin sampai hipoksia dan kematian janin.
5. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.
Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
pathogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel yang
mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah wanita hamil dengan
preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai pada trimester pertama
kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai dengan kemajuan kehamilan.
Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal seperti shear stress
hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin inflamasi dan
hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi abnormal dan disebut disfungsi
endotel. Pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan substansi vasoaktif sehingga dapat
terjadi hipertensi. Disfungsi endotel juga menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat
sehingga menyebabkan edema dan proteinuria. Jika terjadi disfungsi endotel maka pada
permukaan endotel akan diekspresikan molekul adhesi. seperti vascular cell adhesion
molecule-1 (VCAM-1) dan intercellular cell adhesion molecule-1 (ICAM-1).
Peningkatan kadar soluble VCAM-1 ditemukan dalam supernatant kultur sel endotel
yang diinkubasi dengan serum penderita preeklampsia, tetapi tidak dijumpai peningkatan
molekul adhesi lain seperti ICAM-1 dan E-selektin. Oleh karena itu diduga VCAM-1
mempunyai peranan pada preeklampsia.
Namun belum diketahui apakah tingginya kadar sVCAM-1 dalam serum
mempunyai hubungan dengan beratnya penyakit. Disfungsi endotel juga mengakibatkan
9

permukaan non trombogenik berubah menjadi trombogenik, sehingga bisa terjadi aktivasi
koagulasi. Sebagai petanda aktivasi koagulasi dapat diperiksa D-dimer, kompleks
trombin-antitrombin, fragmen protrombin 1 dan 2 atau fibrin monomer.
D. Klasifikasi Preeklamsia Berat
Preeklamsia berat tanpa impending eclamsia
Preeklamsia berat dengan impending preeclamsia
Disebut impending eclampsia bila preeklamsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa
nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan kenaikan
progresif tekanan darah.
E. Patofisiologi
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia. Wanita
dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai
substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan
agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat mempengaruhi sistem saraf pusat
yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal dan kejang. Nekrosis ginjal dapat
menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis
hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi
terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume intavaskular, meningkatnya cardiac output
dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.1

10

Gambar 2. Patofisiologi Pre eklamsia


Peningkatan hemolisis microangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark
plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim.1
a. Penurunan Kadar Angiotensin II dan Peningkatan Kepekaan Vaskuler
Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang menyebabkan
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan vasoaktif (vasopresor),
sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja sudah dapat menimbulkan
vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan hipertensi. Pada kehamilan normal
kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin
dengan akibat meningkatnya thromboksan yang mengakibatkan menurunnya sintesis
11

angiotensin II sehingga peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi
hipertensi.1
b. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai 45%,
sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga mencapai 30-40%
kehamilan normal. Menurunnya volume plasma menimbulkan hemokonsentrasi dan
peningkatan viskositas darah. Akibatnya perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi
menurun (hipoperfusi) sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan
metabolik dan oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta
mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan janin yang
terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan kematian janin
intrauterin.1
c. Vasokonstriksi Pembuluh Darah
Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun cardiac output
meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada kehamilan dengan
hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasokonstriktor sehingga
keluarnya

bahan-

bahan

vasoaktif

dalam

tubuh

dengan

cepat

menimbulkan

vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh pada sistem pembuluh darah arteriole


dan pra kapiler pada hakekatnya merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya
hipovolemik. Sebab bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan
berada dalam syok kronik.
Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti presumtif bahwa
preeklampsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun dalam darah yang menyebabkan
trombosis di banyak pembuluh darah halus, selanjutnya membuat nekrosis berbagai
organ.
Gambaran patologis pada fungsi beberapa organ dan sistem, yang kemungkinan
disebabkan oleh vasospasme dan iskemia, telah ditemukan pada kasus-kasus
preeklampsia dan eklampsia berat.
Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas. Semua ini
akan

menyebabkan

terjadinya

kerusakan/jejas

endotel

yang

kemudian

akan

mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar vasokonstriktor (endotelin,

12

tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan vasodilatator (nitritoksida, prostasiklin,


dan lain-lain).
Selain itu, jejas endotel juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan
darah akibat kebocoran endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan
fibrinogen. Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada
fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas efek
terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung secara simultan.
Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis terhadap perubahan pada sistem
kardiovaskular, hematologi, endokrin dan metabolisme, serta aliran darah regional.
Sedangkan gangguan pada janin terjadi karena penurunan perfusi uteroplasenta.1

Gambar 3. Vasokonstriksi Arteri Spiralis


d. Perubahan pada Organ-Organ :
1) Perubahan Kardiovaskuler
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan
eklamsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan
afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi
oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara
13

iatrogenik ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi
endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.
2) Metabolisme Air dan Elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklamsia tidak diketahui
penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita
preeklampsia dan eklamsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan
hipertensi kronik. Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan
sempurna air dan garam yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus
menurun, sedangkan penyerapan kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit,
kristaloid, dan protein tidak menunjukkan perubahan yang nyata pada preeklampsia.
Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam serum biasanya dalam batas
normal. Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron
meningkat. Pada preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke
kisaran normal pada ibu tidak hamil.
Pada retensi natrium dan atau hipertensi, sekresi renin oleh aparatus
jukstaglomerulus berkurang sehingga proses penghasilan aldosteron pun terhambat
dan menurunkan kadar aldosteron dalam darah. Pada ibu hamil dengan preeklampsia
juga meningkat kadar peptida natriuretik atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi
volume dan dapat menyebabkan meningkatnya curah jantung dan menurunnya
resistensi vaskular perifer baik pada normotensif maupun preeklamptik. Hal ini
menjelaskan temuan turunnya resistensi vaskular perifer setelah ekspansi volume
pada pasien preeklampsia. Pada pasien preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang
masih belum diketahui penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan dari
ruang intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti dengan kenaikan
hematokrit,

peningkatan

protein serum,

edema

yang

dapat menyebabkan

berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran


darah tepi meningkat.
Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan berkurang dan terjadi
hipoksia. Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih
banyak dibandingkan pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya

14

penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal tidak
mengalami perubahan.1
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat
terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah
satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan
tanda preklamsia berat yang mengarah pada eklamsia adalah adanya skotoma,
diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah
dalam pusat penglihatan dikorteks serebri atau didalam retina.
4) Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi. Pada
saat autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan penguat endotel
akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah keluar ke
ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie atau perdarahan
intrakranial yang sangat banyak.
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri. Dilaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada pasien
hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada pasien
preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam batas
normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun pada pasien eklampsia.(1,12)
5) Plasenta dan Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi
gawat janin. Pada preeklampsia dan eklamsia sering terjadi peningkatan tonus rahim
dan kepekaan terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur. Menurunnya
aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi
yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada hipertensi yang singkat
dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat kurangnya oksigenisasi untuk
janin.
Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering
terjadi pada preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus prematurus
pada pasien preeklampsia. Pada pasien preeklampsia terjadi dua masalah, yaitu arteri
spiralis di miometrium gagal untuk tidak dapat mempertahankan struktur
15

muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang pada segmen miometrium dari


arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis arteriopati pada ujung-ujung plasenta
yang mirip dengan lesi pada hipertensi malignan. Atheroma akut juga dapat
menyebabkan penyempitan kaliber dari lumen vaskular. Lesi ini dapat menjadi
pengangkatan lengkap dari pembuluh darah yang bertanggung jawab terhadap
terjadinya infark plasenta.
6) Paru-paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia dan
merupakan penyebab utama kematian. Edema paru bisa diakibatkan oleh kardiogenik
ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan. Pada beberapa kasus
terjadinya edema paru berhubungan dengan adanya peningkatan cairan yang sangat
banyak. Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan tekanan onkotik koloid
plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai pengganti darah yang
hilang, dan penurunan albumin yang dihasilkan oleh hati.
7) Hati
Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas hepar,
termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar aspartat
aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali serum
disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta. Pada
penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk (1994), dengan menggunakan sonografi
Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri hepatika. Nekrosis
hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan besar penyebab
terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada lesi ini dapat
menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul hepar dan
membentuk hematom subkapsular.
8) Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus meningkat
cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan filtrasi glomerulus
menurun. Lesi karakteristik dari preeklampsia, glomeruloendoteliosis, adalah
pembengkakan dari kapiler endotel glomerular yang menyebabkan penurunan perfusi
dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam urat plasma biasanya meningkat, terutama
pada wanita dengan penyakit berat.
16

Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan sampai
sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya volume
plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat dibandingkan dengan
kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl).
Namun pada beberapa kasus preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan
kreatinin plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak
hamil atau berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh
perubahan intrinsik ginjal yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang
dikemukakan oleh Pritchard (1984) dalam Cunningham (2005). Kelainan pada ginjal
yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan retensi garam dan air. Taufield
(1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan bahwa preeklampsia berkaitan dengan
penurunan ekskresi kalsium melalui urin karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus.
Pada kehamilan normal, tingkat reabsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan
filtrasi dari glomerulus. Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal
mengakibatkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan
retensi garam dan juga retensi air.
Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat proteinuria.
Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita mungkin sudah
melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994) menekankan bahwa yang
diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau
lebih dengan dipstick memperkirakan minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam
pada 92% kasus. Sebaliknya, proteinuria yang samar (trace) atau negatif memiliki
nilai prediktif negatif hanya 34% pada wanita hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau
+4 hanya bersifat prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36% kasus. Seperti
pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas terhadap sebagian
besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi Filtrasi yang menurun
hingga 50% dari normal dapat menyebabkan diuresis turun, bahkan pada keadaan
yang berat dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria. Lee (1987) dalam
Cunningham (2005) melaporkan tekanan pengisian ventrikel normal pada tujuh
wanita dengan preeklampsia berat yang mengalami oligouria dan menyimpulkan
bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme intrarenal. Protein albumin juga disertai
protein-protein lainnya seperti hemoglobin, globulin dan transferin. Biasanya
17

molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh glomerulus dan kemunculan zat-zat ini
dalam urin mengisyaratkan terjadinya proses glomerulopati. Sebagian protein yang
lebih kecil yang biasa difiltrasi kemudian direabsorpsi juga terdeksi di dalam urin.
9) Darah
Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang
normal. Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan destruksi
eritrosit (lebih jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut Baker (1999)
dalam Cunningham (2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang sangat
sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/l yang ditemukan pada 15-20%
pasien. Level fibrinogen meningkat sangat aktual pada pasien preeklampsia
dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level fibrinogen yang
rendah pada pasien preeklampsia biasanya berhubungan dengan terlepasnya plasenta
sebelum waktunya (placental abruption). Pada 10 % pasien dengan preeklampsia
berat dan eklampsia menunjukan terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan
adanya anemia hemolitik, peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah.
Sindrom biasanya terjadi tidak jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu
kehamilan) dan tanpa terjadi peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas
hematologik kembali ke normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi
trombositopenia bisa menetap selama seminggu.
F. Diagnosis
Diagnosis preeklampsia dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan laboratorium. Adapun gejala subyektif dari preeklampsia adalah :
1. Sakit kepala yang keras karena vasospasmus atau oedema otak.
2. Sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh haemorrhagia atau edema, atau sakit
kerena perubahan pada lambung.
3. Gangguan penglihatan, penglihatan menjadi kabur malahan kadang-kadang pasien buta.
Gangguan ini disebabkan vasospasmus, edema atau ablatio retinae. Perubahan ini dapat
dilihat dengan ophtalmoscop.
4. Gangguan pernafasan sampai sianosis
5. Pada keadaan berat akan diikuti gangguan kesadaran

18

Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan
tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua
awal, ini mungkin menunjukkan bahwa penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila
tekanan darah ini meninggi dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin
penderita menderita preeklampsia. Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mmHg,
atau peningkatan tekanan diastolik sekurang-kurangnya 15 mmHg, atau adanya tekanan sistolik
sekurang-kurangnya 140 mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mmHg atau
lebih atau dengan kenaikan 20 mmHg atau lebih. Penentuan tekanan darah dilakukan minimal 2
kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik sudah mencapai 100
mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.
Proteinuria melebihi 0,3 g/liter dalam urin dalam 24 jam atau pemeriksaan kualitatif
menunjukkan 1+ atau 2 + atau 1g/liter atau lebih dalam air kencing yang dikeluarkan dengan
kateter atau midstream untuk memperoleh urin yang bersih yang diambil minimal 2 kali dengan
jarak 6 jam. Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat
hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya terjadi.
Penurunan produksi benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya
meningkat diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada
preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat dehidrogenase bisa
sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan elektrolit pada pasien preeklampsia
biasanya dalam batas normal.1,15
G. Penatalaksanaan
Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya preeklampsia berat
atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin dengan trauma sekecil-kecilnya,
mencegah perdarahan intrakranial serta mencegah gangguan fungsi organ vital.2
1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan preeklampsia
ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran darah ke plasenta dan
aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada ekstrimitas bawah juga menurun dan
reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur
mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan darah
19

dan kejadian edema. Penambahan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomeruli
dan meningkatkan dieresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium,
menurunkan reaktivitas kardiovaskuler, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah
jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan
memperbaiki kondisi janin dalam rahim.(1,2)
Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih
normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal masih
bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet yang mengandung 2 gram natrium atau 4-6
gram NaCl (garam dapur) adalah cukup.
Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan
janin justru membutuhkan komsumsi lebih banyak garam. Bila komsumsi garam hendak
dibatasi, hendaknya diimbangi dengan komsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air
buah. Diet diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan
roboransia prenatal. Tidak diberikan obat-obat diuretik antihipertensi, dan sedative. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi ginjal. Apabila
preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, maka dalam hal ini
pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur.(1,2)
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di rumah sakit
ialah:
a. Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu
b. Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat. Selama di rumah
sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan
kesejahteraan janin berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk
evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaan nonstress test
dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian mata, jantung dan lain lain.
(2)

2. Penatalaksanaan Preeklampsia Berat


Prinsip penatalaksanaan preeklamsia

berat

adalah

mencegah

timbulnya

kejang,

mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organorgan vital, pengelolaan cairan, dan saat yang tepat untuk persalinan. Ditinjau dari umur
20

kehamilan dan perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi: 2
a. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan pemberian
medikamentosa. Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di
bawah ini, yaitu:
1) Ibu
a) Umur kehamilan 37 minggu
b) Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia
c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
d) Diduga terjadi solusio plasenta
e) Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan
2) Janin
a) Adanya tanda-tanda fetal distress
b) Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
c) NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
d) Terjadinya oligohidramnion
3) Laboratorik
a) Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit

dengan cepat
b. Konservatif (ekspektatif)
Kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian medikamentosa.
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa disertai
tandatanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan yang
sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Selama
perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi
sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila
ibu sudah mencapai tanda-tanda preeklampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu
24 jam. Bila setelaah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai kegagalan
pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila
penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda tanda preeklampsia ringan.2
c. Pengobatan Medikamentosa

21

Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada
preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeklampsia dan
eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab
terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan
terjadinya edema paru dan oligouria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel
endotel, penurunan gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh karena itu monitoring input cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output cairan
(melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat
berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda
tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa
5% ringer dextrose atau cairan garam faal jumlah tetesan <125cc/jam atau infuse
dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125 cc/jam)
500 cc.2
Pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria terjadi bila
produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan antasida untuk
menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari resiko
aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat,
lemak dan garam.2
Pemberian MgSO4 40% dalam larutan RL 500 cc (60-125 cc/jam) berguna
sebagai antikonvulsi dengan menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf
dengan menghambat transmisi neuromuskular. Diet cukup protein, rendah karbohidrat,
lemak dan garam. Diuretikum diberikan bila ada edema paru, payah jantung kongestif,
atau anasarka. Diuretikum yang dipakai adalah furosemid. Pemberian antihipertensi
apabila TD 160/110 mmHg. Obat-obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk
suntikan di Indonesia ialah clonidin (catapres).
Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan dalam 10 cc
larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan. Antihipertensi lini pertama adalah
nifedipin. dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120 mg dalam 24
jam. Antihipertensi lini kedua Sodium nitroprussida 0,25g iv/kg/menit, infuse
ditingkatkan 0,25g iv/kg/5 menit. Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10
22

mg/menit/dititrasi. Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak


merugikan ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam.
H. Pencegahan
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda dini
preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia tersebut. Walaupun
preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya, namun frekuensi preeklampsia dapat dikurangi
dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan yang baik pada ibu hamil.1
Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat yang berguna dalam
pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal ini yaitu dengan mengurangi
pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan
rendah lemak, karbohidrat, garam dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat
dianjurkan. Mengenal secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan
diuretika dan obat antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan
antenatal yang baik.1

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Pangemanan Wim T. Komplikasi Akut Pada Preeklampsia. Palembang.

Universitas

Sriwijaya. 2002
2. Universitas Sumatra Utara. Hubungan Antara Peeklampsia dengan BBLR. Sumatera
Utara. FK USU. 2009
3. Hartuti Agustina, dkk. Referat Preeklampsia. Purwokerto. Universitas Jendral Sudirman.
2011
4. Simona Gabriella R. Tugas Obstetri dan Ginekologi, Patofisiologi Preeklampsia. Maluku.
Universitas Pattimura. 2009
5. Dharma Rahajuningsih, Noroyono Wibowo dan Hessyani Raranta. Disfungsi Endotel
pada Preeklampsia. Jakarta. Universitas Indonesia. 2005
6. Anonim. Hipertensi Dalam Kehamilan. (Cited at may, 17 2012)(update on 2005).
Available From http://www.scribd.com
7. Universitas Sumatra Utara. Peeklampsia. Sumatera Utara. FK USU. 2007
8. Prawirohardjo Sarwono dkk. Ilmu Kebidanan, Hipertensi Dalam Kehamilan. Jakarta. PT
Bina Pustaka. 2010. Hal : 542-50\
9. Kusumawardhani, dkk. Pre Eklampsia Berat Dengan Syndrom Hellp, Intra Uterine Fetal
Death , Presentasi Bokong, Pada Sekundigravida Hamil Preterm

Belum Dalam

Persalinan. Universitas Negri Surakarta. 2009

24

You might also like