You are on page 1of 25

Topik

: Preeklampsia Berat Dengan Impending Eclampsia

Tanggal (Kasus)

: 14 Juli 2014

Tanggal Presentasi : 24 Juli 2014


Presenter

: dr. Gunawan Nata Kurrahman

Pendamping

: dr. Maryko Awang Hardian


dr. Titien Fitria Sholihati

Obyektif Presentasi : Obstetri dan Gynekologi


Bahan Bahasan

: Kasus

Cara Membahas

: Diskusi

Tanggal Masuk

: 14 Juli 2014

Pukul

: 02.10 WIB

Ruangan

: Kebidanan

A. DATA PASIEN

B.

Nama Ibu

: Ny. SM

Nama Suami : Bpk. P

Umur

: 35 tahun

Umur

: 38 tahun

Agama

: Islam

Agama

: Islam

Pendidikan

: SD

Pendidikan

: SD

Pekerjaan

: IRT

Pekerjaan

: Buruh

Alamat

: Tegal Mukti

Alamat

: Tegal Mukti

ANAMNESIS
Os. datang ke RSD DSR pukul 02.10 WIB karena sakit kepala hebat
1. Keluhan Utama
Os mengeluh sakit kepala yang hebat sejak 2 jam sebelum masuk
rumah sakit
2. Keluhan Tambahan
Keluhan Tambahan : os merasakan pandangan kabur, mual-mual, tanpa
muntah, mulas-mulas (-), keluar air-air (-), keluar lendir darah (-).

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Lokasi seluruh bagian kepala


Onset sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit
Kualitas Kuantitas Kronologis Os datang ke UGD RSD DSR pukul 02.10 dengan
keluhan nyeri kepala hebat sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. OS
juga merasakan pandangan kabur, mual-mual. Os belum merasakan
mulas-mulas, os juga menyangkal keluar darah dan lendir dari
kemaluan. Selama kehamilan Os melakukan ANC di bidan. Pada 2
bulan SMRS terakhir OS melakukan ANC di bidan, tekanan darah OS
tinggi dan diberikan obat penurun tekanan darah oleh bidan untuk 1
minggu. Setelah itu OS tidak pernah memeriksakan lagi kehamilannya.

Menyertai os merasakan pandangan kabur, dan mual-mual tanpa


muntah, mulas-mulas (-), keluar air-air (-), keluar lendir darah (-).

Mempengaruhi faktor psikologis.


4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal memiliki riwayat hipertensi sebelum hamil,
diabetes mellitus, riwayat penyakit jantung, dan ginjal.
Selama kehamilan sebelumnya, os tidak memiliki riwayat hipertensi.
Os mengatakan tidak ada riwayat dirawat di RS dan tidak ada riwayat
operasi sebelumnya.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Os menyangkal bahwa keluarganya memiliki riwayat hipertensi, dan
riwayat diabetes mellitus.
6. Riwayat Menstruasi

Siklus Haid

: 28 hari,teratur

Lama

: 6-7 hari

HPHT

: Oktober 2013

7. Riwayat Perkawinan
a. Kawin ke

:1

b. Lama perkawinan

: 17 tahun

8. Riwayat Kehamilan Sekarang


HPHT

: Oktober 2013

TTP

:-

ANC

: Tidak teratur, jumlah kunjungan ANC lupa.

Pada saat kontrol kehamilan os. tidak pernah mendapatkan imunisasi


TT.
Keluhan

: Pada saat kontrol 2 bulan SMRS, Os. mengaku mengalami

tekanan darahnya tinggi, sempat minum obat penurun TD selama


seminggu.
9. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
G

Tanggal
lahir anak

Jenis
kelamin

Jenis
Persalinan

Penyulit Penolong BB. Lahir Keadaan


anak

19-12-1998 Perempu Pervaginam


an
spontan

Tidak
ada

Dukun

Sehat

27-1-2001

Tidak
ada

Bidan

3400gr

Sehat

2010

Laki-laki Pervaginam
spontan
-

Abortus

10. Riwayat Ginekologi


Tidak ada
11. Riwayat Keluarga Berencana
Os mengatakan pernah menggunakan KB pil setelah kelahiran anak
kedua.

C. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
1. Keadaan Umum
Kesadaran

: Baik
: Compos mentis

2. Status Emosional :

Stabil

Labil

3. Tanda Vital
Tekanan Darah

: 200/130 mmHg

Denyut Nadi

: 80x/menit

Pernafasan

: 20x/menit

Suhu

: 36,5 oC

Status Generalis
1. Kepala
Tidak ada edema pada muka, konjungtiva tidak anemis, sklera mata tidak
ikterik.
2. Pinggang.
Nyeri

Ada

Tidak

Oedema tangan dan jari

Ada

Tidak

Oedema Tibia dan kaki

Ada

Tidak

Varises Tungkai

Ada

Tidak

3. Extremitas.

Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
TFU

: 24 cm

Letak janin : memanjang


His

: belum ada

DJJ

: 150 x/menit

Leopold :
Leopold I

: Tinggi fundus uteri24 cm, pada bagian fundus teraba satu


bagian besar, bulat, tidak melenting.

Leopold II

: bagian kiri teraba bagian kecil-kecil dan banyak tonjolan,


sedangkan bagian kanan teraba satu bagian memanjang.

Leopold III

: bagian segmen bawah rahim teraba satu bagian besar,


bulat, melenting

Leopod IV

: konvergen

Pemeriksaan Dalam
Tidak dilakukan
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hematologi
Hb

: 13,6 gr/dl

( 11,7-15,5 g/dL)

Ht

: 31 %

( 35-47 %)

Leukosit

: 13.700 /ul

( 3.600-11.000 /ul)

Eritrosit

: 4.100.000 /ul

( 3.800.000-5.200.000 /ul)

Trombosit

: 141.000 /ul

( 150-440x103 /ul)

Kimia Darah
Faal Hati
SGOT

: 124 U/L

( 0-35 U/L)

SGPT

: 72 U/L

( 0-35 U/L)

Karbohidrat
Gula Sesaat : 142 mg/dL

( < 200 mg/dL )

Lain-lain
HbsAg

: (-) Non Reaktif

Urinalisis
Protein/Albumin : +++

E. DIAGNOSIS KERJA
G4P2A1, 35 tahun, gravid 39 minggu
Janin Tunggal Hidup, intrauterine, presentasi kepala, letak memanjang
Belum Inpartu
Preeklampsia Berat Dengan Impending Eclampsia
F. DIAGNOSA BANDING
G2P1A0, 26 tahun, gravid 36 minggu
Janin Tunggal Hidup, intrauterine, presentasi kepala, letak memanjang
Belum Inpartu
Dengan HELLP Syndrom
G. PENATALAKSANAAN

Resusitasi cairan dengan RL XX gtt/menit

Observasi Keadaan umum, TTV, his, dan denyut jantung janin

Pemberian MgSO4 sesuai protap selama 24 jam

Pemberian Nefedipine 3x 10 mg

Pemberian Ceftriaxone 2x 1gr IV

Pemasangan Daeuer Catether

H. FOLLOW UP
Tanggal

Perjalanan Penyakit

14-07-2014

Keluhan: Pasien sakit kepala, merasakan

Terapi

pandangan kabur, mual-mual, tanpa muntah,


mulas (-), keluar air-air (-), lendir darah (-).

Pemeriksaan Fisik:
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
Konjungtiva : tidak anemis

Edema : + ektremitas bawah


TD : 200/130 mmHg
N: 80x/mnt
RR : 20X/mnt
T: 36,50C

Resusitasi cairan
dengan RL XX
gtt/menit
Observasi
Keadaan umum,
TTV, his, dan
denyut
jantung
janin
Pemberian
MgSO4 sesuai
protap selama 24
jam
Pemberian
Nefedipine 3x 10
mg
Pemberian
Ceftriaxone 2x 1gr

Status obstetrik :

Pemeriksaan Luar
TFU

: 20 cm

IV
Pemasangan
Daeuer Catether

Letak janin : memanjang


His (-)
DJJ :150x/menit
Pemeriksaan Dalam: Tidak dilakukan
Leopold : terlampir di status

Konsul dr SPOG dilakukan


perawatan Aktif (agresif)
Terminasi kehamilan
dengan Sectio Caesaria

Laboratorium:

Hb

: 13,6 gr/dl

Ht

: 31 %

Leukosit

: 13.700 /ul

Eritrosit

: 4.100.000 /ul

Trombosit

: 141.000 /ul

SGOT

: 124 U/L

SGPT

: 72 U/L

Gula Sesaat : 124 mg/dL


Protein Urin

: +++

DX: G4P2A1, 35 tahun, gravid 39 minggu, JTH,


intrauterine, preskep, letak memanjang ,
Belum Inpartu, PEB Dengan Impending
Eclampsia
15-07-2014

Keluhan: Pasien sakit kepala, penglihatan


hilang selama kurang lebih 20 menit
Pemeriksaan Fisik:
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
Konjungtiva : tidak anemis
Edema : + ektremitas bawah
Status Lokalis: Abdomen tampak luka bekas
operasi sepanjang 10 cm dengan perdarahan
aktif pada sela jahitan
TD : 260/130 mmHg
N: 106x/mnt
RR : 26 X/mnt

Pasien dirawat intensif di


HCU
Resusitasi cairan
dengan RL XX
gtt/menit
Pemberian
MgSO4 sesuai
protap
Pemberian
Ceftriaxone 2x 1gr
IV
Pemberian Asam
traneksamat 3x
500 mg
Pemberian
Ketorolac 2x mg
Dexametasone 4x
0,5mg
Metildopa Tab
3x500mg
Pemberian

Laboratorium:

16-07-2014

Hb

: 10,5 gr/dl

Ht

: 31 %

Leukosit

: 24.900 /ul

Eritrosit

: 3.300.000 /ul

Trombosit

: 39.000 /ul

SGOT

: 51 U/L

SGPT

: 58 U/L

Protein Urin

Konsul dokter spesialis


mata:
Dx: edema retina
Terapi: Acetazolamide
3x500mg

: +++

DX: P3A1, 35 tahun, Dengan sindroma HELLP


Keluhan: tidak ada keluhan
Pemeriksaan Fisik:
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
Konjungtiva : tidak anemis
Edema : Status Lokalis: Abdomen tampak luka bekas
operasi sepanjang 10 cm, perdarahan TD : 150/100 mmHg
N: 90x/mnt
RR : 20 X/mnt
Laboratorium:

17-07-2014

Amlodipine 1x 10
mg
Diet TKTP rendah
garam

Hb

: 11,8 gr/dl

Ht

: 33 %

Leukosit

: 24.900 /ul

Eritrosit

: 3.600.000 /ul

Trombosit

: 46.000 /ul

SGOT

: 124 U/L

SGPT

: 72 U/L

Gula Sesaat : 142 mg/dL

Protein Urin

Pasien dipindah rawat


Ruang
Resusitasi cairan
dengan RL XX
gtt/menit
Pemberian
Meropenem 1x
1gr IV
Pemberian Asam
traneksamat 3x
500 mg
Pemberian
Ketorolac 2x mg
Dexametasone 3x
0,5mg
Metildopa Tab
3x500mg
Pemberian
Amlodipine 1x 10
mg
Acetazolamide
3x500mg
Diet TKTP rendah
garam

: +++

DX: P3A1, 35 tahun, Dengan sindroma HELLP


Keluhan: tidak ada keluhan
Pemeriksaan Fisik:
KU : tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
Konjungtiva : tidak anemis

Ruang
Resusitasi cairan
dengan RL XX
gtt/menit
Meropenem 1x
1gr Injeksi
Inj Dexametasone

Edema : Status Lokalis: Abdomen tampak luka bekas

2x0,5mg
SF tab 1x300mg

operasi sepanjang 10 cm, perdarahan TD : 130/90 mmHg


N: 82x/mnt
RR : 20 X/mnt
Laboratorium:

Hb

: 9,0 gr/dl

Ht

: 25 %

Leukosit

: 32.200 /ul

Eritrosit

: 2.700.000 /ul

Trombosit

: 178.000 /ul

SGOT

: 28 U/L

SGPT

: 46 U/L

Creatinin

: 0,5 mg/dL

Protein Urin

:-

DX: P3A1, Post SC H-III

HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN


Terminologi hipertensi dalam kehamilan (HDK) digunakan untuk
menggambarkan spektrum yang luas dari ibu hamil yang mengalami peningkatan
tekanan darah yang ringan atau berat dengan berbagai disfungsi organ. Sampai
sekarang penyakit HDK masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat
dipecahkan dengan tuntas.
HDK adalah salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu disamping
perdarahan dan infeksi. Pada HDK juga didapati angka mortalitas dan morbiditas
bayi yang cukup tinggi. Di Indonesia preeklampsia dan eklamsia merupakan
penyebab dari 30-40% kematian perinatal, sementara di beberapa rumah sakit di
Indonesia telah menggeser perdarahan sebagai penyebab utama kematian
maternal. Untuk itu diperlukan perhatian serta penanganan yang serius tehadap
ibu hamil dengan penyakit ini.
KLASIFIKASI
Pada saat ini, untuk lebih menyederhanakan dan memudahkan The
Working Group Report dan High Blood Pressure ini Pregnancy (2000)
menyarankan klasifikasi hipertensi dalam kehamilan sebagai berikut :
1. Hipertensi gestasional
2. Hipertensi kronis
3. Superimposed preeklampsia
4. Preeklampsia ringan, preeklampsia berat dan eklampsia
Sebagai batasan yang disebut hipertensi dalam kehamilan adalah kenaikan
tekanan darah diastolik 90 mmHg dan tekanan darah sistolik 140 mmHg pada

10

dua kali pemeriksaan yang berjarak 4 jam atau lebih dan proteinuria, jika dijumpai
protein dalam urine melebihi 0,3 gr/24 jam atau dengan pemeriksaan kualitatif
minimal positif (+) satu.
DEFINISI
1. Hipertensi gestasional adalah kenaikan tekanan darah yang hanya
dijumpai dalam kehamilan sampai 12 minggu pasca persalinan, tidak
dijumpai keluhan dan tanda-tanda preeklampsia lainnya. Diagnosa akhir
ditegakkan pasca persalinan.
2. Hipertensi kronis adalah hipertensi yang sudah dijumpai sebelum
kehamilan, selama kehamilan sampai sesudah masa nifas. Tidak
ditemukan keluhan dan tanda-tanda preeklampsia lainnya.
3. Superimposed preeklampsia adalah gejala dan tanda-tanda preeklampsia
muncul sesudah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya
menderita hipertensi kronis.
4. Preeklamsia ringan, preeklampsia berat, eklampsia : Dahulu, disebut
PE jika dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan darah 140/90 mmHg,
proteinuria dan edema. Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan dalam
kriteria diagnostik , karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal.
Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah
diastol 90 mmHg digunakan sebagai pedoman.
a.

Preeklampsia ringan adalah jika tekanan darah 140/90 mmHg,


tapi

b.

< 160/110 mmHg dan proteinuria +1.

Preeklampsia berat adalah jika tekanan darah > 160/110 mmHg,


proteinuria +2, dapat disertai keluhan subjektif seperti nyeri
epigastrium, sakit kepala, gangguan penglihatan dan oliguria.

c.

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil dalam


persalinan atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang dan
atau koma. Sebelumnya wanita ini menunjukkan gejala-gejala
preeklampsia berat. (kejang timbul bukan akibat kelainan
neurologik).

11

PREEKLAMPSIA / EKLAMPSIA
Insidens
Insidens preeklampsia dan eklamsia berkisar antara 4-9 % pada wanita hamil, 3-7
% terjadi pada nullipara, dan 0,8-5 % pada multipara. Angka kejadian PE di
Indonesia berkisar antara 3-10 %. Penelitian terakhir di Medan oleh Girsang ES
(2004), melaporkan angka kejadian PEB di RSUP. H. Adam Malik dan RSU. Dr.
Pirngadi Medan periode 2000-2003 adalah 5,94%, sedangkan eklamsia 1,07%.
Etiologi / Patogenesis
Etiologi dan patogenesis preeklampsia sampai saat ini masih belum sepenuhnya
difahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini
sering disebut the desease of theories. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat
diterima untuk menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi,
genetik, penyakit pembuluh darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang
berlebihan dan dapat mengakibatkan ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap
arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester dua. Hal ini akan
menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan
mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress
oksidasi, peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan
trombosit yang dapat terjadi diberbagai organ.
Faktor Predisposisi Terjadinya Preeklampsia.
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik,
mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita
preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklampsia atau
eklamsia, lebih sering dijumpai pada penderita preeklampsia.
PENANGANAN
Pada dasarnya penanganan yang terbaik pada preeklampsia adalah segera
melahirkan janin, tetapi disamping itu usia kehamilan, keadaan ibu dan keadaan
janin harus diawasi dengan baik, dan menjadi pertimbangan untuk melakukan
terminasi kehamilan

12

PE RINGAN
Penanganan yang optimal pada usia kehamialn <37 minggu adalah dirawat di rumah
sakit karena cara ini dapat meningkatkan ketahanan hidup bayi dan menurunkan
progresifitas penyakit. Jika rawat jalan, pastikan pasien kontrol secara teratur.
Selama dirawat pasien mendapatkan diet yang teratur tanpa restriksi garam dan
tanpa pembatasan aktifitas fisik.
1.
2.

Antihipertensi, antidiuretik, dan sedatif tidak diberikan.


Dilakukan evaluasi kesehatan ibu:
Tekanan darah dimonitor setiap 4 jam
Berat badan diukur setiap hari
Pemeriksaan laboratorium seperti protein urin, hematokrit, hitung
trombosit, fungsi hati, dan fungsi ginjal dilakukan setiap 1-2 minggu.
Awasi perkembangan penyakit, kemungkinan menjadi preeklampsia berat,
atau impending eklamsia dengan gejala : sakit kepala, gangguan
penglihatan, atau nyeri epigastrik

3.

Evaluasi kesehatan bayi


Hitung gerak bayi setiap hari.
NST setiap minggu.
USG setiap 3 minggu untuk mengetahui IUGR
Biofisik profil jika perlu.
Jika usia kehamilan > 37 minggu, atau mendekati aterm, lakukan induksi
persalinan walaupun servik belum matang.

4.

Klasifikasi PE berdasarkan tingkat keparahan penyakit:


KELAINAN

PE RINGAN

PE BERAT .

TD diastolik
< 100 mmHg
110 mmHg
Proteinuria
+1
persisten +2
Sakit kepala
+
Gangguan penglihatan
+
Nyeri perut bagian atas
+
Oliguria
+
Kejang (eklamsia)
+
Kreatinin serum
meningkat
Trombositopenia
+
Peningkatan enzim hati
minimal
nyata
Restriksi pertumbuhan janin
+
Edema pulmonum
+.

13

PREEKLAMPSIA BERAT
A.

Pengobatan Medisinal

1.

Tirah Baring

2.

Oksigen

3.

Kateter menetap

4.

IVFD : Ringer Asetat, Ringer Laktat, Kolloid


Jumlah input cairan : 2000 ml/24 jam, berpedoman pada diuresis, insensible
water loss dan CVP. Awasi balans cairan.

5.

Magnesium Sulfat
Initial dose :
- Loading dose : 4 gr magnesium sulfat 20% IV (4-5 menit)
- 8 gr MS 40% IM, 4 gr bokong kanan, 4 gr bokong kiri.
Maintenance dose : 4 gr magnesium sulfat 40% IM setiap 4 jam
magnesium sulfat maintenance dapat juga diberikan secara intravenus.

6.

Antihipertensi diberikan jika tekanan darah diastole > 110 mmHg. Dapat
diberikan nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika tekanan darah
masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual atau oral
dengan interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan
tekanan darah tidak boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastol jangan
kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan darah maksimal 30%.
Penggunaan nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah
didapat dan mudah pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.

7.

Diuretikum tidak diberikan kecuali jika ada :


- Edema paru
- Gagal jantung kongestif
- Edema anasarka

8.

N-Acetyl Cystein 3 x 600 mg.

9.

Jika pasien koma, diberikan perawatan koma di ICU

10.

Konsul ke Bagian Interna, Hematologi, Mata, Neurologi jika perlu.

11.

Jajaki kemungkinan terjadinya komplikasi Sindroma HELLP, gagal ginjal,


edema paru, solusio plasenta, DIC, stroke, dll

14

12.

Jika dijumpai Sindroma HELLP, beri deksametason 10 mg / 12 jam IV 2x


sebelum persalinan, dilanjutkan dengan deksametason 10, 10, 5, 5 mg / jam
IV dengan interval 6 jam postpartum. Kelahiran bayi diharapkan terjadi dalam
48 jam setelah pemberian deksametason pertama.
Catatan:
Syarat pemberian Magnesium Sulfat:
Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas 10%,
diberikan iv secara perlahan.
Refleks patella (+)
Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.
Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam )
Pemberian Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan
diurese

B.

Penanganan Obstetrik
Pada keadaan ibu sudah stabil, tetapkan suatu keputusan apakah dilakukan
terminasi kehamilan atau tindakan konservatif dengan mempertimbangkan
usia kehamilan dan keadaan janin.
Penanganan konservatif bisa dilakukan pada keadaan :
Tekanan darah terkontrol < 160/110 mmHg
Oliguria respon dengan pemberian cairan
Tidak dijumpai nyeri epigastrik
Usia kehamilan < 34 minggu
Kalau penyakit berkembang menjadi Sindroma HELLP murni cenderung
dilakukan tindakan penanganan aktif
Jika serviks sudah matang dan tidak ada kontra indikasi obstetrik, dilakukan
induksi persalinan dengan oksitosin drips dan amniotomi. Kala II dipercepat
dengan EV / EF.
Seksio sesarea dilakukan pada :
Skor pelvik dibawah 5.
Dengan drips oksitosin, setelah 12 jam belum ada tanda-tanda janin akan
lahir pervaginam.
Indikasi obstetrik.

15

Bayi ditangani oleh Subbagian Perinatologi dan jika perlu dirawat di


Neonatal Intensive Care Unit.
EKLAMPSIA
A. Pengobatan Medisinal
1.

MgSO4 :
Cara pemberian sama dengan pasien preeklampsia berat.
Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV, diberikan sekurangkurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir.Bila setelah diberikan
dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan amobarbital 3-5 mg/ kg
BB IV perlahan-lahan.

2.

Infus Ringer Asetat atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam
sekitar 2000 ml, berpedoman kepada diuresis, insensible water loss dan
CVP .

3.

Perawatan pada serangan kejang :


Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang.
Masukkan sudip lidah ( tong spatel ) kedalam mulut penderita.
Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah orofarynx.
Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor guna menghindari
fraktur.
Pemberian oksigen.
Dipasang kateter menetap ( foley kateter ).

4.

Perawatan pada penderita koma :


Monitoring kesadaran dan dalamnya koma memakai Glasgow
Pittsburg Coma Scale .
Perlu diperhatikan pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung ( NGT =
Naso Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).

5.

Diuretikum dan anti hipertensi sama seperti Pre Eklamsia Berat.

6.

Kardiotonikum ( cedilanid ) jika ada indikasi.

7.

Tidak ada respon terhadap penanganan konservatif pertimbangkan


seksio sesarea.

16

B. Pengobatan Obstetrik :
1.Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri tanpa memandang umur
kehamilan dan keadaan janin.
2.Terminasi kehamilan
Sikap dasar : bila sudah stabilisasi ( pemulihan ) hemodinamika dan
metabolisme ibu , yaitu 4-8 jam setelah salah satu atau lebih keadaan
dibawah ini :
Setelah pemberian obat anti kejang terakhir.
Setelah kejang terakhir.
Setelah pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir.
Penderita mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
3.Bila anak hidup sc dapat dipertimbangkan.
Perawatan Pasca Persalinan
Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring tanda-tanda vital dilakukan
sebagaimana lazimnya.
Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1x24 jam persalinan.
Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24-48 jam pasca persalinan.
SINDROMA HELLP
Sindroma HELLP yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated
Liver Enzymes dan Low Platelet counts pertama sekali dilaporkan oleh Louis
Weinstein tahun 1982 pada penderita preeklampsia berat.
Sindroma ini merupakan kumpulan gejala multisistem pada penderita
preeklampsia berat dan eklampsia yang terutama ditandai dengan adanya
hemolisis, peningkatan kadar enzym hepar dan penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia).
Sindroma HELLP dikatakan merupakan varian yang unik preeklampsia.
Sekali berkembang dengan cepat dapat menyebabkan penderita menjadi gawat,
berakhir dengan kegagalan fungsi hati dan ginjal, respiratory distress syndrome
pada penderita dan kematian ibu dan janin.

17

Kadang-kadang sindroma ini sulit atau salah didiagnosa, karena


munculnya cepat dan bisa mendahului tanda-tanda preeklampsia atau dapat juga
didiagnosa sebagai hepatitis, kelainan gastrointestinal dan kandung empedu,
apendisitis ataupun pielonepritis.
BATASAN
Batasan sindroma HELLP sampai saat ini masih kontroversi. Menurut
Godlin (1982) Sindroma HELLP merupakan bentuk awal preeklampsia berat.
Weinstein (1982) melaporkan sindroma HELLP merupakan varian yang unik
preeklampsia. Di lain pihak banyak penulis melaporkan bahwa sindroma HELLP
merupakan bentuk yang ringan Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
yang terlewatkan karena pemeriksaan laboratorium yang tidak adekuat.
Salah satu alasan yang menyebabkan kontroversi terhadap sindroma ini
adalah karena perbedaan dalam kriteria diagnostik dan metode yang digunakan.
Walaupun hampir semua peneliti sepakat bahwa sindroma ini merupakan petanda
keadaan penyakit yang berat dan dengan prognose yang jelek.
INSIDEN
Insiden sindroma HELLP sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Hal ini disebabkan karena onset sindroma ini sulit diduga serta gambaran
klinisnya sangat bervariasi dan perbedaan dalam kriteria diagnosis. Insiden
sindroma HELLP berkisar 2 12 % dari pasien dengan preeklampsia berat, dan
berkisar 0,2 sampai 0,6 % dari seluruh kehamilan
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
Etiologi dan patogenesis sindroma HELLP selalu dihubungkan dengan
Preeklampsia, walaupun etiologi dan patogenesis preeklampsia sampai saat ini
belum dapat diketahui dengan pasti.
Banyak teori yang sudah dikembangkan untuk mengungkapkan patogenesis
preeklampsia, namun dalam dekade terakhir ini perhatian terfokus pada aktivasi
atau disfungsi sel endotel. Tetapi apa penyebab perubahan endotel ini, sampai kini
belum diketahui dengan pasti.

18

Terjadinya

sindroma HELLP merupakan manifestasi akhir kerusakan

endotel mikrovaskular dan aktivasi platelet intravaskular.


Pada sindroma HELLP terjadi anemia hemolitik mikroangiopati. Akibat
fragmentasi, sel darah merah akan lebih mudah keluar dari pembuluh darah yang
telah mengalami kebocoran akibat kerusakan endotel dan adanya deposit fibrin.
Pada gambaran darah tepi akan terlihat gambaran spherocytes, schistocytes,
triangular cell dan burr cell.
Pada sindroma HELLP terjadi perubahan pada hepar. Pada gambaran
histopatologisnya terlihat nekrosis parenkhim periportal atau fokal yang disertai
dengan deposit hialin dari bahan seperti fibrin yang terdapat pada sinusoid.
Adanya mikrotrombi dan deposit fibrin pada sinusoid tersebut menyebabkan
obstruksi aliran darah di hepar yang akan merupakan dasar terjadinya peningkatan
enzim hepar dan terdapatnya nyeri perut kwadran kanan atas. Gambaran nekrosis
sellular dan perdarahan dapat terlihat dengan MRI. Pada kasus yang berat dapat
dijumpai adanya perdarahan intrahepatik dan hematom subkapsular atau ruptur
hepar.
Penurunan jumlah platelet pada sindroma HELLP disebabkan oleh
meningkatnya konsumsi atau destruksi platelet. Meningkatnya konsumsi platelet
terjadi kerena agregasi platelet yang diakibatkan karena kerusakan sel endotel,
penurunan produksi prostasiklin, proses imunologis maupun peningkatan jumlah
radikal bebas.
Beberapa peneliti beranggapan bahwa DIC merupakan proses primer yang
terjadi pada sindroma HELLP. Walaupun gambaran histologis mikrotrombi yang
mirip antara sindroma HELLP dan DIC tetapi pada sindroma HELLP tidak
dijumpai koagulopati intravaskular. Pada sindroma HELLP terjadi mikroangiopati
dengan kadar fibrinogen yang normal.
KLASIFIKASI
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, ada dua klasifikasi pada
sindroma HELLP. Menurut Audibert dkk (1996) dikatakan sindroma HELLP
partial apabila hanya dijumpai satu atau lebih perubahan parameter sindroma
HELLP seperti hemolysis (H), elevates liver enzymes (EL) dan low platelet (LP).

19

Dan sindroma HELLP murni apabila dijumpai perubahan pada ketiga parameter
tersebut. Selanjutnya sindroma HELLP partial dapat dibagi atas beberapa sub
grup, yaitu Hemolysis (H), Low Platelet counts (LP), Hemolysis + low platelet
counts (H+LP), dan hemolysis + elevated liver enzymes (H+EL).
Klasifikasi yang kedua hanya berdasarkan jumlah platelet. Menurut
klasifikasi ini, Martin (1991) mengelompokkan penderita sindroma HELLP
dalam 3 kategori, yaitu: kelas I jumlah platelet 50.000/mm3, kelas II jumlah
platelet > 50.000 - 100.000/mm3, dan Kelas III jumlah platelet >100.000 -
150.000/mm3.
GAMBARAN KLINIS
KARAKTERISTIK PENDERITA
Menurut Weinsten (1982) sindroma HELLP lebih banyak ditemukan pada
nullipara dan pada usia kehamilan yang belum aterm.
Gejala dapat muncul antepartum dan postpartum. Pada 69% kasus gejala
muncul antepartum, pada penderita postpartum onset bervariasi antara beberapa
jam sampai 6 hari setelah persalinan, sebahagian besar muncul pada 48 jam
postpartum.
GEJALA DAN TANDA KLINIS
Pada sindroma HELLP karena adanya mikroangiopati yang menyebabkan
aktifasi dan konsumsi yang meningkat dari platelet terjadi penumpukan fibrin di
sinusoid hepar, maka gejala yang menonjol adalah rasa nyeri pada daerah
epigastrium kanan, nyeri kepala, mual, muntah, ikterus dan gangguan penglihatan.
Sering dijumpai tanda-tanda hemolisis berupa perdarahan gastrointestinal dan
gusi, gangguan fungsi hepar dan fungsi ginjal dan tanda-tanda koagulopati.
Kadang-kadang gejala sindroma HELLP muncul mendahului tanda-tanda
preeklampsia. Differensial diagnosa sindroma HELLP adalah hepatitis, kelainan
gastrointestinal dan kandung empedu, apendisitis, pielonepritis dan Idiopathic
Trombocytopenia Purpurea (ITP).
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
20

Akibat proses yang dinamis sindroma ini, sangat mempengaruhi gambaran


laboratorium darah. Tetapi gambaran laboratorium ini tidak konstan dipengaruhi
oleh pola penyakit yang menunjukkan perbaikan atau kemunduran.
Pemeriksaan laboratorium pada sindroma HELLP sangat diperlukan,
karena diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil laboratorium. Walaupun sampai
saat ini belum ada batasan yang tegas nilai batas untuk masing-masing parameter.
Hal ini terlihat dari banyaknya penelitian terhadap sindroma ini, untuk membuat
suatu keputusan nilai batas masing-masing parameter.

a. Hemolisis
Menurut Weinstein (1982) dan Sibai (1986) gambaran ini merupakan
gambaran yang spesifik pada sindroma HELLP.
Hemoglobin bebas pada sistim retikuloendotel akan berubah menjadi
bilirubin. Peningkatan kadar bilirubin menunjukkan terjadinya hemolisis.
Hemolisis intravaskuler menyebabkan sumsum tulang merespon dengan
mengaktifkan proses eritripoesis, yang mengakibatkan beredarnya sel
darah merah yang imatur
b. Peningkatan Kadar Enzim Hepar.
Serum aminotranferase yaitu aspartat aminotranferase (SGOT) dan
glutamat piruvat transaminase (SGPT) meningkat pada kerusakan sel
hepar. Pada Preklampsia, SGOT dan SGPT meningkat pada seperlima
kasus, dimana 50%

diantaranya adalah peningkatan SGOT. Pada

sindroma HELLP peningkatan SGOT lebih tinggi darai SGPT terutama


pada fase akut dan progesivitas sindroma ini. Peningkatan SGOT dan
SGPT dapat juga merupakan tanda terjadinya ruptur kapsul hepar.
Lactat dehidrogenase (LDH) adalah enzim katalase yang bertanggung jawab
terhadap proses oksidasi laktat menjadi piruvat. LDH yang meningkat
menggambarkan terjadinya kerusakan sel hepar. Walaupun peningkatan
kadar LDH juga merupakan tanda terjadinya hemolisis. Peningkatan kadar
LDH tanpa disertai peningkatan kadar SGOT dan SGPT menunjukkan
terjadinya hemolisis.
c. Jumlah Platelet yang Rendah
21

Pada kehamilan normal belum diketahui batasan jumlah platelet yang


spesifik. Sebahagian besar laporan mengatakan jumlah platelet rata-rata
menurun selama kehamilan walaupun secara statistik tidak signifikan.
Kadar platelet dapat bervariasi dari < 50.000/ mm 3 sampai > 150.000/
mm3.
PENANGANAN
Sampai saat ini penangan sindroma HELLP masih kontroversi. Beberapa
peneliti

menganjurkan

terminasi

kehamilan

dengan

segera

tanpa

memperhitungkan usia kehamilan, mengingat besarnya resiko maternal serta


jeleknya luaran perinatal apabila kehamilan diteruskan. Beberapa peneliti lain
menganjurkan pendekatan yang konservatif untuk mematangkan paru-paru janin
dan memperbaiki gejala klinis ibu . Namun semua peneliti sepakat bahwa
terminasi kehamilan merupakan satu-satunya terapi defenitif.
Penanganan sindroma HELLP lebih sulit bila dibandingkan dengan
penanganan preeklampsia, disamping itu perlu penanganan multi disiplin.
Prioritas pertama adalah stabilisasi kondisi ibu terutama terhadap tekanan darah,
balans cairan dan abnormalitas pembekuan darah.
Kontrol terhadap tekanan darah yang tinggi perlu segera dilakukan,
terutama bila dijumpai tanda-tanda iritabilitas syaraf pusat dan kegagalan ginjal.
Seperti penanganan preeklampsia, pemberian sulfas magnesikus masih
merupakan pilihan utama. Transfusi dan pemberian trombosit sering diperlukan
untuk membrantas anemi ataupun koagulopati, tetapi pemberian transfusi darah
harus hati-hati dengan memperhitungkan keseimbangan cairan, apalagi pada
penderita

dengan

gangguan

fungsi

ginjal.

Pemberian

trombosit

dapat

dipertimbangkan apabila kadar trombosit kurang dari 50.000 /mm 3, apalagi jika
seksio sesarea akan dilakukan.
Kadang-kadang hasil pemeriksaan laboratorium tidak menggambarkan
jauhnya kerusakan yang terjadi pada jaringan hepar, jumlah penumpukan fibrin,
perdarahan dan lobular nekrosis. Itulah sebabnya beberapa peneliti seperti
Weinstein kurang menyetujui penanganan konservatif dan lebih menganjurkan
untuk segera melakukan terminasi kehamilan.

22

Tabel II. Penatalaksanaan Sindroma HELLP


1. Penilaian dan stabilisasi kondisi ibu :
a. Bila DIC (+), koreksi faktor pembekuan
b. Pemberian profilaksis anti kejang dengan Sulfas Magnesikus
c. Penanganan hipertensi berat
d. Rujuk ke fasilitas kesehatan yang memadai
e. CT- scan dan USG abdomen juga dicurigai adanya hematom
subcapsular hepar
2. Evaluasi kesejahteraan janin:
a. Non Stress test
b. Prifil biofisik
c. Ultrasonografi biometri
3. Evaluasi kematangan paru, jika usia kehamilan < 35 minggu
a. Jika paru-paru telah matang, segera lahirkan
b. Jika paru-paru belum matang, beri kortikosteroid, kemudian lahirkan
Jika usia kehamilan 35 minggu, setelah kondisi ibu stabil, segera
lahirkan

(Dikutip dari Walker 6)

Tompkins dan Thigarajah (1999) melaporkan pemberian kortikosteroid


baik Betametason maupun Deksametason untuk meningkatkan pematangan paru,
meningkatkan jumlah platelet, mempengaruhi fungsi hepar (kadar SGOT,SGPT
dan LDH menurun) serta memungkinkan untuk pemberian anastesia regional.
Adanya sindroma HELLP tidak merupakan indikasi untuk melahirkan
segera dengan cara seksio sesarea. Yang harus dipertimbangkan adalah kondisi
ibu dan anak. Ibu yang telah mengalami stabilisasi dapat melahirkan pervaginam,
bila tidak ada kontra indikasi obstetrik. Persalinan dapat diinduksi dengan
oksitosin pada semua kehamilan 32 minggu. Ataupun kehamilan < 32 minggu
dengan serviks yang telah matang untuk diinduksi. Pada kehamilan < 32 minggu
dengan serviks yang belum matang, seksio sesarea elektif merupakan pilihan.
PROGNOSA
Penderita sindroma HELLP mempunyai kemungkinan 19 27 % untuk
mendapat resiko sindroma ini pada kehamilan berikutnya. Dan mempunyai resiko
sampai 43% untuk mendapat Preeklampsia pada kehamilan berikutnya. Sindroma
HELLP kelas I merupakan resiko terbesar untuk berulang.

23

Sibai dkk (1993) melaporkan angka kematian ibu pada sindroma HELLP
1,1 %. Dengan komplikasi seperti DIC (21%), solusio plasenta (16%),gagal ginjal
akut ( 7,7 %), udema pulmonum (6%), hematom subkapsular hepar (0,9%) dan
ablasi retina (0,9%).
Angka morbiditas dan mortalitas pada anak berkisar 10 60% tergantung
dari keparahan penyakit ibu. Anak yang ibunya menderita sindroma HELLP
mengalami

perkembangan janin terhambat (IUGR) dan sindroma kegagalan

pernafasan.

24

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F Gary., Norman F.Grant MD., Kenneth J., Md Leveno, Larry


C., Iii, Md Gilstrap, John C., Md Hauth, Katherine D.,Clark,Katherine
D.Wenstrom. 2006. Obstetri Williams Edisi ke-21. Jakarta : EGC
Elbourne DR, Prendiville WJ, Carroli G, Wood J, McDonald S. Prophylactic use
of oxytocin in the third stage of labour. In: The Cochran Library, Issue 3,
2003. Oxford. Update Software.
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat. Jakarta : PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Prendiville WJ, Elbourne D, McDonald S. Active vs. expectant management in
the third stage of labour. In: The Cochrane Library, Issue 3, 2003. Oxford:
Update Software.

25

You might also like