You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebiasaan makan yang kurang baik pada remaja dan keinginan untuk
terlihat langsing, khususnya pada remaja putri seringkali menimbulkan gangguan
makan (eating disorder). Gangguan pola makan yang umum diderita khususnya
oleh remaja putri adalah bulimia dan anoreksia nervosa. Pada masa remaja
banyak anak, khususnya remaja putri, dengan berat badan normal tidak puas
dengan bentuk dan berat badannya dan ingin menjadi lebih kurus. Pada remaja
putri ini pada umumnya ingin mempunyai bentuk badan yang lebih langsing,
ramping dan menarik. Untuk mencapai hal tersebut mereka tidak segan-segan
melakukan hal-hal yang justru tidak mereka sadari dapat membahayakan diri dan
kesehatannya. Agar tampak langsing dan menarik mereka tidak mau makan pagi,
mengurangi frekuensi makan bahkan melakukan diet yang berlebihan. Hal senada
diungkapkan oleh Daniel dalam Arisman (2002) hampir 50% remaja terutama
remaja yang lebih tua, tidak sarapan. Penelitian lain membuktikan masih banyak
remaja sebesar 89% yang meyakini kalau sarapan memang penting, namun yang
sarapan secara teratur hanya 60%. Remaja putri malah melewatkan dua kali waktu
makan, dan lebih memilih kudapan. [3]
Gangguan makan yang umumnya ditemui pada remaja putri adalah
anoreksia nervosa dan bulimia. Anoreksia adalah aktivitas untuk menguruskan
badan dengan melakukan pembatasan makan secara sengaja dan melalui kontrol
yang ketat karena ketakutan akan kegemukan dan bertambahnya berat badan.
Penderita anoreksia sadar bahwa mereka merasa lapar namun takut untuk
memenuhi kebutuhan makan mereka karena bisa berakibat naiknya berat badan.
Persepsi mereka terhadap rasa kenyang terganggu sehingga pada saat mereka
mengkonsumsi sejumlah makanan dalam porsi kecil sekalipun, mereka akan
segera merasa penuh atau bahkan mual. Mereka terus menerus melakukan diet
mati-matian untuk mencapai tubuh yang kurus. Pada akhirnya kondisi ini bisa
menimbulkan efek yang berbahaya yaitu kematian. Diperkirakan satu dari seratus

remaja putri atau 1% antara usia 12 tahun sampai 18 tahun mengalami anoreksia
nervosa. [3]
Gangguan makan terjadi dari beberapa perilaku makan berupa perilaku
mengurangi makan hingga pada perilaku mengkonsumsi makanan secara
berlebihan. Pola perilaku ini disebabkan oleh pengaruh distress atau disebabkan
oleh beberapa faktor pengkondisian bentuk tubuh tertentu. Individu yang memiliki
gangguan makan biasanya mereka makan dalam porsi tertentu, dalam jumlah kecil
atau banyak, akan tetapi dorongan-dorongan kuat untuk melakukan perilaku
tersebut merupakan permasalahan yang tidak bisa dikontrol oleh dirinya.
Gangguan makan biasanya dimulai pada awal dewasa, beberapa laporan
menyebutkan bahwa gangguan tersebut juga muncul di awal masa kanak-kanak
yang berlanjut pada usia dewasa. Gangguan makan yang terjadi pada masa kanakkanak biasanya mereka sembunyikan dari orangtua. Berdasarkan DSM IV,
gangguan makan dibagi dalam 3 tiga tipe yakni anoreksia nervosa, bulimia
nervosa dan gangguan makan yang tidak terdefinisi. [1]

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Anoreksia (anorexia) berasal dari bahasa Yunani an-, yang artinya tanpa
dan orexis artinya hasrat untuk. Anoreksia memiliki arti tidak memiliki hasrat
untuk (makan), yang sesungguhnya keliru, karena kehilangan nafsu makan
diatara penderita anoreksia nervosa jarang terjadi. Anoreksia nervosa dapat
diartikan sebagai gangguan makan karena adanya keinginan yang keras untuk
mendapatkan tubuh yang kurus dan ditandai oleh penurunan berat badan yang
yang ekstrim dengan cara sengaja melaparkan diri.[1]
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM-IVTR), anoreksia dicirikan sebagai gangguan yaitu orang menolak untuk
mempertahankan berat badan, rasa takut yang hebat akan kenaikan berat badan,
dan kesalahan yang menginterpretasikan tubuh dan bentuknya secara signifikan.
Anoreksia nervosa ditandai dengan gangguan citra tubuh yang menonjol dan terus
menerus mengejar kekurusan, sering sampai titik kelaparan. Kira-kira setengah
orang-orang ini kehilangan berat badan secara drastis dengan mengurangi asupan
total makanan, dan beberapa diantara mereka mengikuti program olahraga secara
berlebihan. Setengahnya lagi berusaha melakukan diet berlebihan tetapi
kehilangan kendali dan terus menerus makan yang sangat berlebihan dan diikuti
dengan perilaku mengeluarkan kembali. [1]
2.2 Epidemiologi
Awitan anoreksia nervosa yang paling lazim adalah pada usia remaja
pertengahan, tetapi hingga 5% pasien anorektik memiliki awitan gangguan ini
pada usia awal 20 tahun. Anoreksia nervosa diperkirakan terjadi pada kira-kira 0,5
1 persen pada anak remaja perempuan. Gangguan ini terjadi 10-20 kali lebih
sering pada perempuan daripada laki-laki. [1]

3 Subtipe Anoreksi Nervosa


1. Restricting type, pembatasan secara berat asupan makanan (jumlah dan
tipe makanan yang dikonsumsi). Hal ini dapat dilihat dalam jalur yang
berbesa meliputi beberapa atau semua hal yang ada dibawah ini :
a. Pembatasan tipe makanan tertentu (contoh: karbohidrat dan
berlemak)
b. Menghitung jumlah kalori
c. Melewatkan makan
d. Aturan obsesif dan pikiran yang kaku (contoh: hanya memakan
makanan yang sewarna). Pembatasan makanan dapat diikuti dengan
olahraga yang berlebih.[2]
2. Binge-eating/purging type, terdapat periode dimana untuk melakukan
kompensasi terhadap makanan yang telah dikonsumsi mereka melakukan
induksi muntah, penyalahgunaan diuretik dan pencahar, dan atau olahraga
secara berlebih.[2]
2.3 Etiologi
Faktor biologis, sosial, dan psikologis terkait sebagai penyebab anoreksia
nervosa. Beberapa bukti mengacu pada angka koordinasi yang lebih tinggi pada
kembar monozigotik daripada kembar dizigotik. Saudara perempuan dari pasien
anoreksia nervosa kemungkinan terkena, tetapi hubungan ini lebih mencerminkan
pengaruh sosial daripada faktor genetik. Gangguan mood berat adalah lebih sering
ditemukan pada anggota keluarga daripada populasi umum. Secara neurokimiawi,
berkurangnya atau menurunnya aktivitas norepinefrin diperkirakan oleh berkurang
atau menurunnya 3-metoksi-4-hidroksifemilglikol (MHPG) di dalam urine dan
cairan serebrospinal (CSS) pada sejumlah pasien anoreksia nervosa. Suatu
hubungan terbalik terlihat antara MHPG dan depresi pada pasien anoreksia
nervosa: peningkatan MHPG menyebabkan penurunan depresi. [1]

3 Faktor yang terlibat dalam penyebab anoreksia nervosa :


1. Faktor Biologis

Opioid endogen dapat turut berperan dalam penyangkalan rasa lapar


pada pasien anoreksia nervosa. Kelaparan menimbulkan banyak perubahan
biokimia, beberapa diantaranya juga terdapat pada depresi, seperti
hiperkortisolemia dan nonsupresi oleh deksametason. Fungsi tiroid juga
ditekan. Kelainan ini diperbaiki dengan pemberian asupan nutrisi kembali.
Kelaparan menyebabkan amenore, yang mencerminkan penurunan kadar
hormon

(luteinzing

hormone,

follicle-stimulating

hormone,

dan

gonadotrophin-releasing hormone), namun beberapa pasien anoreksia nervosa


menjadi amenorik sebelum menurunnya berat badan secara signifikan.
Beberapa studi computed tomographic (CT) mengungkapkan pembesaran
ruang CSS (melebarnya sulkus dan ventrikel) pada pasien anoreksia nervosa
selama kelaparan, sesuatu temuan yang dibalik dengan meningkatnya berat
badan. Pada satu studi positron emission tomographic (PET) scan,
metabolisme nukleus kaudatus lebih tinggi pada keadaan anorektik
dibandingkan setelah pemberian asupan nutrisi kembali.[1]
2. Faktor Sosial
Pasien anoreksia nervosa mendapat dukungan atas perbuatan mereka
melalui tekanan masyarakat akan olahraga dan kekurusan. Tidak ada
kelompok keluarga yang spesifik untuk anoreksia nervosa, tetapi beberapa
bukti menunjukkan bahwa pasien ini memiliki hubungan yang dekat tetapi
bermasalah dengan orang tuanya. Di dalam keluarga dengan anak yang
memiliki gangguan makan, terutama makan berlebihan atau subtipe
mengeluarkan kembali, mungkin terdapat tingkat permusuhan, kekacauan, dan
isolasi yang tinggi, serta tingkat empati dan pengasuhan yang rendah. Seorang
remaja dengan gangguan makan berat mungkin cenderung menjauhkan
perhatian dari hubungan perkawinan yang tidak nyaman.[1]
3. Faktor Psikologis dan Psikodinamik
Anoreksia nervosa tampak sebagai reaksi terhadap tuntutan yang
mengharuskan remaja untuk berperilaku lebih mandiri dan meningkatkan

fungsi sosial serta seksualnya. Pasien dengan gangguan ini mengganti


preokupasi mereka, yang menyerupai obsesi, terhadap makan dan kenaikan
berat badan untuk mengejar kesetaraan dengan remaja normal lainnya. Pasien
seperti ini khasnya tidak memiliki autonomi dan kemandirian. Banyak yang
merasa tubuh mereka berada di bawah kendali orang tua mereka, sehingga
melaparkan-diri mungkin menjadi suatu upaya mendapatkan pengesahan
sebagai oran yang unik dan spesial. Hanya melalui tindakan disiplin diri yang
luar biasa. Pasien anorektik dapat mengembangkan rasa autonomi dan
kemandirian.
Klinis psikoanalitik yang menerapi pasien anoreksia nervosa umumnya
sepakat bahwa pasien muda ini tidak mampu berpisah secara psikologis dari
ibunya. Tubuh dapat dirasakan seolah-olah dihambat oleh introjeksi ibu yang
mengganggu dan tidak empatik. Kelaparan dapat secara tidak sadar menjadi
alat penahan pertumbuhan objek internal yang menggangu sehingga
menghancurkannya. Sering, proses identifikasi proyektif dalam interaksi
antara pasien dan keluarganya. Banyak pasien anorektik merasa bahwa
keinginan oral bersifat tamak dan tidak dapat diterima; dengan demikian.
Keinginan ini secara proyektif dipungkiri. Teori lain memfokuskan pada
khayalan penyuburan oral. Orang tua berespons terhadap penolakan makan
dengan menjadi cemas mengenai kapan pasien benar-benar makan. Pasien
kemudian dapat melihat orang tua sebagai seseorang yang memiliki keinginan
yang tidak dapat diterima dan secara proyektif memungkirinya: Yang lainnya
dapat menjadi rakus dan diatur oleh keinginan, tetapi bukan pasien.[1]
2.4 Diagnosis dan Gambaran Klinis
Dalam pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa edisi ke
III (PPDGJ III). Pedoman diagnostik anoreksia nervosa.
Ciri khas gangguan adalah mengurangi berat badan dengan sengaja,
dipacu dan atau dipertahankan oleh penderita. Untuk suatu diagnosis yang
pasti, dibutuhkan hal-hal seperti dibawah ini :
a. Berat badan tetap dipertahankan 15% dibawah yang seharusnya (baik
yang berkurang maupun yang tidak pernah dicapai) atau Quatelets body

mass index : adalah 17,5 atau kurang [Quatelets body mass index =
berat (Kg) / tinggi (M2)]. Pada penderita pria pubertas bisa saja gagal
mencapai berat badan yang diharapkan selama periode pertumbuhan.
b. Berkurangnya berat badan dilakukan sendiri dengan menghindarkan
makanan yang mengandung lemak dan salah satu atau lebih dari hal-hal
yang berikut ini
1. Merangsang muntah oleh diri sendiri.
2. Menggunakan pencahar.
3. Olah raga berlebihan.
4. Memakai obat penekan nafsu makan dan atau diuretika.
c. Terdapat distorsi body image dalam bentuk psikopatologi yang spesifik
dimana ketakutan gemuk terus menerus menyerang penderita, penilaian
yang berlebihan terhadap berat badan yang rendah.
d. Adanya gangguan endokrin yang meluas, melibatkan hypothalmicpituitary axis, dengan manifestasi pada wanita sebagai amenore dan pada
pria sebagai kehilangan minat dan potensi seksual.
e. Jika onsetnya terjadi pada masa prepubertas, perkembangan puber
tertunda atau dapat juga tertahan (pertumbuhan berhenti, pada anak
perempuan buah dadanya tidak berkembang dan terdapat amenorrhea
primer, pada anak laki-laki genitalianya tetap kecil). Pada penyembuhan,
pubertas kembali normal, tetapi menarche terlambat. [4]
Awitan anoreksia nervosa biasanya terjadi antara usia 10 dan 30
tahun, walaupun menurut DSM-IV-TR, yang paling lazim adalah antara
14 dan 18 tahun. [1]

Kriteria Diagnostik DSM-IV-TR Anoreksia Nervosa


A. Penolakan mempertahankan berat badan pada atau diatas berat badan normal minimal
sesuai dengan usia dan tinggi badan (contoh : penurunan berat badan untuk mempertahankan
berat badan hingga di bawah 85% dari yang diharapkan; atau kegagalan mencapai berat
badan yang diharapkan selama periode pertumbuhan, sehingga menyebabkan berat badan di
bawah 85% dari yang diharapkan).
B. Rasa takut yang hebat akan kenaikan berat badan atau menjadi gemuk meskipun berat
badannya kurang.

C. Gangguan cara menghayati berat atau bentuk tubuhnya, pengaruh yang tidak semestinya
pada evaluasi diri mengenai berat badan atau bentuk tubuh, atau penyangkalan betapa
seriusnya berat badan saat ini yang rendah.
D. Pada perempuan pasca-menstruasi, amenore, yaitu, tidak adanya siklus menstruasi
sedikitnya tiga bulan berturut-turut. (Seorang perempuan dianggap mengalami amenore jika
periode menstruasinya terjadi hanya setelah pemberian hormon, contoh; estrogen).

Berdasarkan gambaran klinis ada 2 tipe anoreksia nervosa :

Tipe Membatasi (resticting type): selama periode anoreksia nervosa ini,


orang tersebut menghindari makan berlebihan, mereka biasanya
menyediakan makanan sendiri.

Tipe

makan

berlebihan/mengeluarkan

makanan

kembali

(binge-

eating/purging type): selama periode anoreksia nervosa ini, orang tersebut


melakukan kegiatan makan berlebihan atau perilaku mengeluarkan
kembali makanannya yaitu membuat dirinya sendiri muntah atau
penyalahgunaan laksatif, diuretik atau enema secara teratur.[1]

Tanda Fisik
a. Penurunan berat badan yang cepat atau perubahan berat badan sering
terjadi
b. Kehilangan atau gangguan periode menstruasi pada wanita dan penurunan
libido pada pria
c. Pingsan atau pusing
d. Seringkali merasa dingin, walaupun di musim panas (dikarenakan
sirkulasi yang buruk)
e. Merasa penuh, konstipasi atau dapat menjadi intoleransi terhadap
makanan
f. Merasa lelah dan tidur yang terganggu
g. Letargi atau kekurangan energi
h. Perubahan pada wajah (tampak pucat, mata cekung). [2]
Gejala psikologi

a.
b.
c.
d.

Preokupasi dengan makan, makanan, bentuk tubuh dan berat badan


Merasa cemas dan iritabel selama waktu makan
Ketakutan peningkatan berat badan
Menolak untuk mempertahankan berat badan normal sesuai dengan umur

dan tingginya
e. Depresi dan cemas
f. Lambat berpikir dan susah untuk konsentrasi
g. Pemikiran black and white pemikiran yang kaku tentang makanan
baik buruknya
h. Distorsi terhadap bentuk tubuh (melihat diri mereka gemuk, padahal
dalam kenyataannya mereka underweight)
i. Harga diri yang rendah dan perfeksionis
j. Peningkatan
sensitivitas
tentang
komentar/pembicaraan

yang

berhubungan dengan makanan, berat badan, bentuk tubuh dan olahraga


k. Rasa tidak puas yang ekstrem terhadap bentuk tubuh.[2]
Perubahan kebiasaan
a. Kebiasaan

untuk

diet

(berpuasa,

menghitung

kalori

makanan,

menghindari kelompok makanan tertentu seperti yang berkarbohidrat dan


berlemak)
b. Perilaku yang berulang atau obsesif terhadap bentuk tubuh dan berat
badan (contohnya mengukur berat badan berulang kali, melihat diri
dicermin secara berlebihan dan memegang pinggang dan pergelangan
c.
d.
e.
f.

tangan)
Adanya bukti binge eating (makanan menghilang dan disimpan)
Makan sendirian dan menolak makan dengan orang lain
Perilaku anti-sosial, lebih banyak menghabiskan waktu seorang diri
Merahasiakan tentang makanan mereka ( contohnya berkata sudah makan
namun belum makan, menyembunyikan makanan yang tidak dimakan

didalam kamar mereka)


g. Kompulsif atau aktivitas yang berlebihan (contohnya berolahraga dalam
cuaca yang buruk, meskipun sedang sakit, cedera atau ada kegiatan sosial
lainnya dan merasakan distress jika berolahraga tidak dilakukan.
h. Perubahan yang radikal dalam pemilihan makanan (contohnya tiba-tiba
tidak menyukai makanan yang biasanya dia senang konsumsi dulunya,
melaporkan bahwa dia mempunyai alergi makanan, intoleransi makanan
atau menjadi vegetarian). [2]

Resiko yang terjadi dengan anoreksia nervosa


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Anemia (defisiensi zat besi)


Fungsi sistem imun menurun
Masalah intestinal (abdominal pain, konstipasi, diare)
Siklus haid menghilang atau terganggu pada wanita
Peningkatan resiko infertilitas pada wanita dan pria
Gagal ginjal
Osteoporosis
Masalah kardiovaskular (abnormalitas jantung, sudden cardiac arrest
Kematian. [2]

2.5 Diagnosis Banding


Diagnosis banding anoreksia nervosa dipersulit oleh penyangkalan pasien
terhadap gejala, kerahasiaan seputar ritual makan mereka yang aneh, dan
penolakan mereka untuk mencari terapi. Dengan demikian, pengidentifikasian
mekanisme penurunan berat badan dan pikiran mengenai distorsi citra tubuh
mungkin sulit.[1]
Klinis harus memastikan bahwa pasien tidak memiliki penyakit medis
yang dapat menyebabkan penurunan berat badan (contohnya tumor atau
kanker otak). Penurunan berat badan, perilaku makan aneh, dan muntah dapat
terjadi pada beberapa gangguan jiwa. Gangguan depresif dan anoreksia
nervosa memiliki beberapa gambaran yang sama, seperti perasaan depresi,
menangis sambil mengutuk, gangguan tidur, pikiran obsesif yang dalam, dan
kadang-kadang pikiran bunuh diri. Meskipun demikian, kedua gangguan ini,
memiliki beberapa ciri yang membedakan. Umumnya, seorang pasien dengan
gangguan depresi mengalami berkurangnya nafsu makan, sedangkan pasien
anoreksia mengatakan memiliki nafsu makan normal dan merasa lapar; hanya
pada tahap anoreksia nervosa yang berat saja pasien benar-benar mengalami
penurunan nafsu makan. Berlawanan dengan agitasi depresif, hiperaktivitas
yang terlihat pada anoreksia nervosa direncanakann bersifat ritualistik.
Preokupasi dengan resep dan kandungan kalori makanan serta persiapan
makanan pesta khas pada pasien anoreksia nervosa tetapi tidak pada pasien
dengan gangguan depresif dan pada gangguan depresif, pasien tidak memiliki
rasa takut yang hebat terhadap obesitas atau gangguan citra tubuh.[1]

Fluktuasi berat badan, muntah, dan penanganan makanan yang aneh dapat
terjadi pada gangguan somatisasi. kadang-kadang, seorang pasien memenuhi
kriteria baik diagnosis gangguan somatisasi maupun anoreksia nervosa; pada
kasus seperti itu, kedua diagnosis harus ditegakkan. Umumnya, kehilangan
berat badan pada anoreksia nervosa, pasien dengan gangguan somatisasi juga
tidak menunjukkan rasa takut yang patologis akan memiliki berat badan
berlebihan, seperti yang lazim ditemukan pada pasien anoreksia nervosa.
Amenore selama 3 bulan atau lebih tidak lazim ditemukan pada gangguan
somatisasi.
Pada pasien skizofrenik. waham mengenai makanan jarang berkaitan
dengan kandungan kalori. Mereka lebih cenderung yakin bahwa makananya
diracun. Pasien skizofrenik jarang memiliki preokupasi dengan rasa takut
mengalami obesitas dan tidak memiliki hiperakitvitas yang terlihat pada
pasien anoreksia nervosa. Pasien skizofrenik memiliki kebiasaan makan yang
aneh tetapi tidak memiliki semua sindrom anoreksia nervosa.[1]
Anoreksia nervosa harus dibedakan dengan bulimia nervosa yaitu suatu
gangguan dengan perilaku makan berlebihan yang episodik, disertai dengan
mood depresif, pikiran mencela diri, dan sering muntah yang dibuat sendiri
terjadi sedangkan pasien berat badan dipertahankan dalam batas normal.
Pasien bulimia nervosa jarang kehilangan 15% berat badannya, tetapi kedua
keadaan tersebut sering terdapat bersamaan.[1]
2.6 Perjalanan Gangguan Dan Prognosis
Perjalanan gangguan anoreksia nervosa sangat beragam, pemulihan
spontan tanpa terapi dan pemulihan setelah berbagai terapi. Perjalanan
kenaikan berat badan yang berfluktuasi disertai kekambuhan, perjalanan
gangguan yang secara bertahap memburuk sehingga terjadi kematian yang
disebabkan komplikasi kelaparan. Sebuah studi terkini yang meninjau ulang
subtipe pasien anorektik menemukan bahwa pasien anorektik tipe membatasi
tampak lebih kecil kemungkinannya untuk pulih daripada mereka yang
memiliki tipe makan berlebihan/mengeluarkan makanan kembali. Terdapat

respons jangka pendek yang baik pada pasien yang menjalani hampir semua
program terapi rumah sakit. Meskipun demikian, pada mereka yang kembali
mendapatkan berat badan yang cukup, preokupasi terhadap makanan dan berat
badan sering berlanjut, hubungan sosial sering buruk, dan depresi sering
terjadi. Umumnya, prognosis tidak baik. Studi menunjukkan suatu kisaran
angka mortalitas dari 5 hingga 18%.[1]
Indikator hasil yang sesuai harapan adalah pengakuan bahwa ia lapar,
berkurangnya penyangkalan dan imaturitas, dan meningkatnya harga diri.
Faktor tertentu seperti neurotik masa kanak-kanak, konflik orang tua, bulimia
nervosa, muntah, penyalahgunaan laksatif, dan berbagai manifestasi perilaku
(seperti obsesif kompulsif, gejala histeris, depresif, psikomatik, neurotik, dan
penyangkalan) dikaitkan dengan hasil yang buruk pada sejumlah studi tetapi
tidak bermakna untuk memengaruhi hasil studi lain.[1]
Studi hasil 10 tahun di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kira-kira
seperempat dari pasien pulih sempurna dan setengah lainnya sangat membaik
dan berfungsi dengan baik. Seperempat lainnya mencakup angka mortalitas
keseluruhan 7% dan mereka yang berfungsi buruk dengan keadaan kronis
berat badan kurang. Studi di inggris dan swedia dalam periode waktu 20
hingga 30 tahun memiliki angka mortalitas 18%. Kira-kira setengah dari
pasien anoreksia nervosa akhirnya memiliki gejala bulimia. Biasanya dalam
setahun pertama setelah awitan anoreksia nervosa.[1]
2.7 Terapi
Memandang dampak medis dan psikologis anoreksia nervosa yang rumit,
disarankan melakukan rencana terapi yang komprehensif termasuk rawat inap
di rumah sakit. Jika diperlukan, dan terapi individual maupun keluarga.
Pendekatan kognitif, interpersonal. Dan perilaku, serta pada beberapa kasus,
obat-obatan. Harus dipertimbangkan.[1]
1. Rawat Inap di Rumah Sakit
Pertimbangan pertama di dalam terapi anoreksia nervosa adalah
mengembalikan

keadaan

gizi

pasien;

dehidrasi,

kelaparan,

dan

ketidakseimbangan elektrolit dapat menyebabkan masalah kesehatan yang


serius serta, pada beberapa kasus, kematian. Keputusan untuk merawat
pasien di rumah sakit didasarkan pada keadaan medis pasien dan derajat
keberadaan

struktur

yang

diperlukan

untuk

memastikan

pasien

bekerjasama. Pada umumnya, pasien anoreksia nervosa yang berat


badannya 20% dibawah berat badan yang diharapkan, disarankan untuk
menjalani program rawat inap di rumah sakit, dan pasien yang berat
badannya di bawah 30% dari berat badan yang diharapkan membutuhkan
perawatan psikiatrik yang berkisar antara 2 hingga 6 bulan. [1]
Program psikiatrik rawat inap untuk pasien anoreksia nervosa
umumnya menggunakan kombinasi pendekatan pengelolaan perilaku,
psikoterapi individual, edukasi dan terapi keluarga, dan pada beberapa
kasus, obat psikotropik. Keberhasilan terapi ditingkatkan melalui
kemampuan petugas rumah sakit untuk mempertahankan pendekatan yang
tegas tetap suportif pada pasien, sering dengan kombinasi penguatan
positif (pujian) dan penguatan negatif (pembatasan olah raga dan perilaku
mengeluarkan kembali makanan yang telah dimakan). Program harus
memiliki fleksibilitas untuk terapi perorangan agar memenuhi kebutuhan
dan kemampuan kognitif pasien. Pasien harus menjadi partisipan yang
berkemauan agar terapi berhasil meskipun lama. [1]
Setelah pasien dipulangkan dari rumah sakit, biasanya klinisi
merasa perlu untuk melanjutkan pemantauan rawat jalan terhadap masalah
yang telah diidentifikasi pada pasien dan keluarganya. [1]
2. Psikoterapi
Terapi Perilaku - Kognitif. Prinsip terapi perilaku dan kognitif
dapat diterapkan di lingkungan rawat inap maupun rawat jalan. Terapi
perilaku ternyata efektif untuk mencetuskan peningkatan berat badan.
Pemantauan adalah komponen penting pada terapi perilaku-kognitif.
Pasien diajarkan untuk mengawasi asupan makanan, emosi, dan perasaan.
Perilaku makan berlebihan dan mengeluarkan kembali, serta masalah
mereka di dalam hubungan interpersonal. Pembentukan ulang struktur

kognitf adalah metode yang diajarkan pada pasien untuk mengidentifikasi


pikiran autonom dan untuk menantang keyakinan inti mereka. Pemecahan
masalah merupakan metode yang spesifik; pada metode ini, pasien belajar
berpikir dan membuat strategi untuk menghadapi masalah interpersonal
serta masalah yang berkaitan dengan makanan. Kerentanan pasien untuk
mengandalkan perilaku anoreksik sebagai cara menghadapi masalah dapat
diatasi jika mereka belajar menggunakan teknik ini dengan efektif. [1]
Psikoterapi Dinamik. Psikoterapi ekspresif-suportif yang dinamik
kadang-kadang digunakan untuk terapi pasien anoreksia nervosa. Tetapi
resistensi pasien dapat membuat proses menjadi sulit dan harus dilakukan
dengan seksama. Karena pasien memandang gejala mereka sebagai inti
keistimewaan mereka, terapis harus menghindari upaya yang berlebihan
untuk mengubah perilaku makan pasien. Fase pembukaan proses
psikoterapi harus diarahkan untuk membangun hubungan terapeutik.
Pasien mungkin akan merasakan interpretasi awal seolah-olah seseorang
mengatakan pada mereka apa yang benar-benar mereka rasakan sehingga
yang sebenarnya dirasakan sendiri menjadi minimal dan tidak berlaku lagi.
Namun, terapis yang berempati terhadap cara pandang pasien dan
menunjukkan minat aktif terhadap apa yang pasien pikirkan dan rasakan.
Akan membuat pasien merasakan bahwa otonomi mereka dihormati. Di
atas semua itu, psikoterapi harus fleksibel, persisten, dan tahan lama dalam
menghadapi kecenderungan pasien mengalahkan semua upaya untuk
membantu mereka. [1]
Terapi Keluarga. Analisis keluarga harus dilakukan pada semua
pasien anoreksia nervosa yang tinggal dengan keluarganya. Berdasarkan
analisi ini, penilaian klinis dapat dibuat untuk menentukan jenis terapi
keluarga atau konseling yang disarankan. Pada beberapa kasus, terapi
keluarga tidak mungkin dilakukan, dengan demikian terapi individu
disarankan untuk menyelesaikan masalah hubungan keluarga. Di dalam
satu studi terapi keluarga terkontrol di London, pasien anorektik yang
berusia dibawah 18 tahun memperoleh keberhasilan melalui terapi

keluarga sedangkan pasien berusia diatas 18 tahun menjadi lebih buruk


dengan terapi keluarga dibandingkan dengan terapi kontrol. Tidak ada
studi terkontrol untuk kombinasi terapi individu dan terapi keluarga.
Meskipun demikian, didalam praktik sebenarnya sebagian besar klinisi
memberikan terapi individu sekaligus beberapa bentuk konseling keluarga
di dalam mengelola pasien anoreksia nervosa. [1]
3. Farmakoterapi
Studi farmakologis belum berhasil menemukan obat yang
menghasilkan perbaikan yang pasti untuk gejala inti anoreksia nervosa.
Sejumlah laporan menyokong penggunaan cyproheptadine (periactin),
suatu obat dengan sifat antihistaminik dan antiserotonergik, untuk pasien
dengan tipe anoreksia nervosa yang membatasi. Amitriptyline (Elavil) juga
telah dilaporkan memberikan manfaat. Obat lain yang telah dicobakan
kepada pasien anoreksia nervosa dengan beragam hasil mencakup
clomipramine (Anafranil), pimozide (Orap), dan chloropromazine
(Thorazine). Percobaan fluoxatine (Prozac) dalam beberapa laporan
menyebabkan kenaikan berat badan, dan agen serotonergik mungkin
memberikan respons positif di masa mendatang. Pada pasien anoreksia
nervosa dengan gangguan depresif yang juga ada, keadaan depresif harus
diterapi. Terdapat kekhawatiran mengenai penggunaan obat trisiklik pada
pasien depresi dengan berat badan rendah dan anoreksia nervosa, yang
mungkin rentan terhadap hipotensi, aritmia jantung, dan dehidrasi. Jika
status gizi yang adekuat telah diperoleh. risiko efek samping serius obat
trisiklik mungkin berkurang; pada beberapa kasus, depresi membaik di
sertai penambahan berat badan dan status gizi normal. [1]

BAB III
KESIMPULAN
Anoreksia memiliki arti tidak memiliki hasrat untuk (makan), yang
sesungguhnya keliru, karena kehilangan nafsu makan diatara penderita anoreksia
nervosa jarang terjadi. Anoreksia nervosa dapat diartikan sebagai gangguan
makan karena adanya keinginan yang keras untuk mendapatkan tubuh yang kurus
dan ditandai oleh penurunan berat badan yang yang ekstrim dengan cara sengaja
melaparkan diri.
Menurut Diagnostic and Statistical Manual of mental disorder (DSM-IVTR), anoreksia dicirikan sebagai gangguan yaitu orang menolak untuk
mempertahankan berat badan, rasa takut yang hebat akan kenaikan berat badan,
dan kesalahan yang menginterpretasikan tubuh dan bentuknya secara signifikan.
Awitan anoreksia nervosa yang paling lazim adalah pada usia remaja
pertengahan, tetapi hingga 5% pasien anorektik memiliki awitan gangguan ini
pada usia awal 20 tahun Memandang dampak medis dan psikologis anoreksia
nervosa yang rumit, disarankan melakukan rencana terapi yang komprehensif
termasuk rawat inap di rumah sakit. Jika diperlukan, dan terapi individual maupun
keluarga. Pendekatan kognitif, interpersonal dan perilaku, serta pada beberapa
kasus farmakoterapi harus dipertimbangkan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Sadock BJ, Sadock VA. 2010. Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2. Alih Bahasa:
Profitasari. Penerbit EGC: Jakarta.
2. National Eating Disorder Collaboration, 2011, Anorexia Nervosa, diakses pada
tanggal 6 Maret 206, dari (http://www.nedc.com.au /files/logos/ 0638 _
NEDC_FS_AN_v4.pdf)
3. Maslim, R. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa rujukan ringkasan dari PPDGJ
III dan DSM 5. Nuh Jaya: Jakarta
4. Mittche J., Crow S. 2006. Medical Complicaion of Anorexa Nervosa and
Bulimia Nervosa. Current Opinion in Psychiatry. pp. 438-443

You might also like