You are on page 1of 38

REFERAT

NYERI PUNGGUNG

Pembimbing : dr. Wida Mardiana, Sp.S

Disusun oleh:
RORO FEBRIANA (201510401011003)
TETI PUSPITA SARI (201510401011032)

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


RSU HAJI SURABAYA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2015
1

LEMBAR PENGESAHAN
REFERAT
NYERI PUNGGUNG

Referat dengan judul Nyeri Punggung telah diperiksa dan disetujui


sebagai salah satu tugas dalam rangka menyelesaikan studi program pendidikan
profesi dokter di bagian Ilmu Penyakit Syaraf pada Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang yang dilakukan di RSU Haji Surabaya.

Surabaya, September 2015


Pembimbing

dr. Wida Mardiana, Sp.S.

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum WR. WB
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat
rahmat dan rahmat-Nya, penulis telah berhasil menyelesaikan penulisan referat
yang berjudul Nyeri Punggung .
Penulisan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
kelulusan pada program pendidikan profesi dokter pada Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Malang yang dilakukan di RSU Haji Surabaya.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dalam
penulisan ini, sangatlah tidak mudah. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada dr. Wida Mardiana, Sp.S., yang selalu membimbing dan
memberi saran pada penulisan ini.
Tulisan referat ini masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati,
penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya dan mengharapkan kritik dan saran
yang membangun. Semoga tulisan referat ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Wassalamualaikum Wr. Wb

Surabaya, September 2015

Penulis

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Nyeri punggung adalah nyeri di bagian lumbar, lumbosacral, atau di
daerah leher. Nyeri ini sangat beragam ketajaman dan intensitasnya. Nyeri
punggung diakibatkan oleh regangan otot atau tekanan pada akar saraf. Nyeri
punggung biasanya dirasakan sebagai rasa sakit, tegangan, atau rasa kaku di
bagian punggung. Nyeri ini dapat bertambah buruk dengan postur tubuh yang
tidak sesuai pada saat duduk atau berdiri, cara menunduk yang salah, atau
mengangkat barang yang terlalu berat (Fauci AS et al, 2008).
Prevalensi

nyeri

muskuloskeletal,

termasuk

back

pain,

telah

dideskripsikan sebagai sebuah epidemik. Keluhan nyeri biasanya self


limiting, tetapi jika menjadi kronik, konsekuensinya serius. Hal ini akhirnya
menyebabkan turunnya produktivitas orang yang mengalami back pain.
Banyak penyebab nyeri muskuloskeletal telah diidentifikasi. Faktor-faktor
psikologis dan sosial berperan besar dalam eksaserbasi nyeri dengan
mempengaruhi persepsi nyeri dan perkembangan disabilitas kronik (Yuliana.
2011).
Dalam satu penelitian dikatakan bahwa kurang lebih 60-80% individu
setidaknya pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Sebagian
besar (75%) penderita akan mencari pertolongan medis dan 25% di antaranya
perlu dirawat inap untuk evaluasi lebih lanjut (Sudirman S, 2011).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Nyeri punggung adalah istilah untuk semua rasa sakit di daerah
punggung bawah dan punggung bagian atas disebabkan oleh banyak faktor
dan merupakan keluhan yang berhubungan dengan pekerjaan dan sifatnya
umum. Nyeri punggung adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala
perasaan tidak enak pada daerah punggung dan sekitarnya (Ropper AH,
2005).
Nyeri punggung adalah nyeri yang dirasakan di bagian punggung yang
berasal dari otot, persarafan, tulang, sendi atau struktur lain di daerah tulang
belakang. Tulang belakang adalah suatu kompleks yang menghubungkan
jaringan saraf, sendi, otot, tendon, dan ligamen, dan semua struktur tersebut
dapat menimbulkan rasa nyeri (Fauci AS et al, 2008)
Nyeri punggung diakibatkan oleh regangan otot atau tekanan pada akar
saraf. Nyeri punggung adalah masalah yang sering dirasakan kebanyakan
orang. Nyeri punggung biasanya dirasakan sebagai rasa sakit, tegangan, atau
rasa kaku di bagian punggung. Nyeri ini dapat bertambah buruk dengan
postur tubuh yang tidak sesuai pada saat duduk atau berdiri, cara menunduk
yang salah, atau mengangkat barang yang terlalu berat (Angela, 2008).
2.2 Epidemiologi
Minoritas kasus nyeri punggung disebabkan oleh trauma fisik seperti
trauma pada punggung yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor

atau jatuh pada remaja, osteoporosis dengan patah tulang, penggunaan


kortikosteroid berkepanjangan pada orang tua, hal itu merupakan penyebab
yang tersering. Infeksi tulang belakang relatif jarang ditemukan begitupun
dengan tumor atau metastasis. Penyebab khusus nyeri punggung mencapai
kurang dari 20 % sedangkan,nyeri punggung yang memiliki penyebab
spesifik hanya 0,2 % (Docking et al, 2011)
Hasil penelitian yang dilakukan Pokdi Nyeri PERDOSSI (Persatuan
Dokter Saraf Seluruh Indonesia) di Poliklinik Neurologi Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (RSCM) pada tahun 2002 menemukan prevalensi penderita
NPB sebanyak 15,6%. Angka ini berada pada urutan kedua tertinggi sesudah
sefalgia dan migren yang mencapai 34,8%. Dari hasil penelitian secara
nasional yang dilakukan di 14 kota di Indonesia juga oleh kelompok studi
Nyeri PERDOSSI tahun 2002 ditemukan 18,13% penderita NPB dengan ratarata nilai VAS (Visual Analogue Scale) sebesar 5,462,56 yang berarti nyeri
sedang sampai berat. Lima puluh persen diantaranya adalah penderita
berumur antara 41-60 tahun (Purba, 2008).
2.3 Anatomi dan Fisiologi Tulang Belakang
Kolumna vertebralis atau rangkaian tulang belakang adalah sebuah
struktur lentur yang dibentuk oleh sejumlah tulang yang disebut vertebra atau
ruas tulang belakang. Di bagian dalam tulang terdapat rongga yang
memanjang ke bawah yang berisi sumsum tulang belakang yang merupakan
jaringan saraf, bagian dari susunan saraf pusat. Saraf tersebut mengatur
gerakan otot dan organ lain, seperti usus, jantung dan lainnya (Hansen JT.
2002).

Susunan anatomi atau struktur tulang belakang terdiri dari :

Gambar.1 Susuanan Tulang Belakang


1. Tulang belakang cervical: terdiri atas 7 tulang yang memiliki bentuk
tulang yang kecil dengan spina atau procesus spinosus (bagian seperti
sayap pada belakang tulang) yang pendek kecuali tulang ke-2 dan ke-7.
Tulang ini merupakan tulang yang mendukung bagian leher. (Anatomy
of spine, 2013)
2. Tulang belakang thorax: terdiri atas 12 tulang yang juga dikenal
sebagai tulang dorsal. Procesus spinosus pada tulang ini terhubung
dengan tulang rusuk. Kemungkinan beberapa gerakan memutar dapat
terjadi pada tulang ini. (Anatomy of spine, 2013)
3. Tulang belakang lumbal: terdiri atas 5 tulang yang merupakan bagian
paling tegap konstruksinya dan menanggung beban terberat dari tulang
yang lainnya. Bagian ini memungkinkan gerakan fleksi dan ekstensi
tubuh dan beberapa gerakan rotasi dengan derajat yang kecil.

4.

Tulang sacrum: terdiri atas 5 tulang dimana tulang-tulangnya tidak


memiliki celah dan bergabung (intervertebral disc) satu sama lainnya.
Tulang ini menghubungkan antara bagian punggung dengan bagian

panggul (Anatomy of spine, 2013)


5. Tulang belakang coccyx: terdiri atas 4 tulang yang juga tergabung
tanpa celah antara 1 dengan yang lainnya. Tulang coccyx dan sacrum
tergabung menjadi satu kesatuan dan membentuk tulang yang kuat.
(Anatomy of spine, 2013)
Tulang belakang adalah struktur yang kompleks, yang terbagi
menjadi bagian anterior dan posterior. Tulang belakang terdiri dari korpus
vertebra yang silindris, dihubungkan oleh diskus intervertebralis, dan
dilekatkan oleh ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Bagian
posterior lebih lunak dan terdiri dari pedikulus dan lamina yang
membentuk kanalis spinalis. Bagian posterior dihubungkan satu sama lain
oleh sendi facet (disebut juga sendi apofisial atau zygoapofisial) superior
dan inferior. Sendi facet dan sendi sacroiliaka, yang dilapisi oleh sinovia,
diskus intervertebralis yang kompresibel, dan ligamen yang elastic, yang
berperan dalam gerak fleksi, ekstensi, rotasi, dan gerak lateral dari tulang
belakang (Ropper AH,2005).

Gambar 2. Struktur Tulang Belakang Bagian Anterior dan Posterior


(Anatomy of spine, 2013)

Gambar 3. Struktur Tulang Belakang Potongan Transversal dan Sagital


(Anatomy of spine, 2013).
9

Stabilitas tulang belakang tergantung dari integritas korpus vertebrae,


diskus intervertebralis dan struktur penunjang yakni otot dan ligament.
Meskipun ligamen yang menopang tulang belakang sangat kuat, stabilitas
tulang belakang tetap dipengaruhi aktivitas refleks maupun volunteer dari otot
sacrospinalis, abdomen, gluteus maximus, dan otot hamstring (Ropper
AH,2005).
2.4 Faktor Resiko
1. Usia
Biasanya nyeri ini mulai dirasakan pada mereka yang berumur
dekade kedua dan insiden tertinggi dijumpai pada dekade kelima. Bahkan
keluhan nyeri pinggang ini semakin lama semakin meningkat hingga
umur sekitar 55 tahun. (Tomita S,2010).
2. Jenis Kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki resiko yang sama terhadap
keluhan nyeri pinggang sampai umur 60 tahun, namun pada kenyataannya
jenis kelamin seseorang dapat mempengaruhi timbulnya keluhan nyeri
pinggang, karena pada wanita keluhan ini lebih sering terjadi misalnya
pada saat mengalami siklus menstruasi, selain itu proses menopause juga
dapat menyebabkan kepadatan tulang berkurang akibat penurunan hormon
estrogen sehingga memungkinkan terjadinya nyeri pinggang (Feldman
DE,2001).
3. Status Antropometri
Pada orang yang memiliki berat badan yang berlebih resiko
timbulnya nyeri pinggang lebih besar, karena beban pada sendi penumpu
berat badan akan meningkat, sehingga dapat memungkinkan terjadinya
nyeri pinggang (Feldman DE,2001).
4. Pekerjaan

10

Faktor resiko di tempat kerja yang banyak menyebabkan


gangguan otot rangka terutama adalah kerja fisik berat, penanganan dan
cara pengangkatan barang, gerakan berulang, posisi atau sikap tubuh
selama bekerja, getaran, dan kerja statis (Tomita S,2010).
5. Aktivitas / olahraga
Kebiasaan seseorang, seperti duduk, berdiri, tidur, mengangkat
beban pada posisi yang salah dapat menimbulkan nyeri pinggang,
misalnya, pada pekerja kantoran yang terbiasa duduk dengan posisi
punggung yang tidak tertopang pada kursi, atau seorang mahasiswa yang
seringkali membungkukkan punggungnya pada waktu menulis. Posisi
berdiri yang salah yaitu berdiri dengan membungkuk atau menekuk ke
muka. Posisi tidur yang salah seperti tidur pada kasur yang tidak
menopang tulang belakang. Kasur yang diletakkan di atas lantai lebih baik
daripada tempat tidur yang bagian tengahnya lentur. Posisi mengangkat
beban dari posisi berdiri langsung membungkuk mengambil beban
merupakan posisi yang salah, seharusnya beban tersebut diangkat setelah
jongkok terlebih dahulu. Selain sikap tubuh yang salah yang seringkali
menjadi kebiasaan, beberapa aktivitas berat seperti melakukan aktivitas
dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari, melakukan aktivitas
dengan posisi duduk yang monoton lebih dari 2 jam dalam sehari, naik
turun anak tangga lebih dari 10 anak tangga dalam sehari, berjalan lebih
dari 3,2 km dalam sehari dapat pula meningkatkan resiko timbulnya nyeri
pinggang (Tomita S,2010).
6. Kebiasaan merokok

11

Kebiasaan merokok, diduga karena perokok memiliki


kecenderungan untuk mengalami gangguan pada peredaran darahnya,
termasuk ke tulang belakang (Tomita S,2010).
7. Abnormalitas struktur
Ketidaknormalan struktur tulang belakang seperti pada
skoliosis, lordosis, maupun kifosis, merupakan faktor resiko untuk
terjadinya LBP (Tomita S,2010).
2.5 Klasifikasi Nyeri Punggung
Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung
terus menerus atau hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau
dapat menyebar ke area lain. Nyeri punggung dapat bersifat tumpul, atau
tajam atau tertusuk atau sensasi terbakar. Nyerinya dapat menyebar sampai
lengan dan tangan atau betis dan kaki, dan dapat menimbulkan gejala lain
selain nyeri. Gejalanya dapat berupa perasaan geli atau tersetrum, kelemahan,
dan mati rasa (Yuliana, 2011).
Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi, yaitu: nyeri leher, nyeri
punggung bagian tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri pada
tulang ekor. Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan durasi terjadinya,
yaitu: akut (12 minggu), kronik (>12 minggu), dan subakut (6-12 minggu).
(Ropper AH,2005). Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan penyebabnya,
yaitu (Fauci AS, 2008) :
1. Nyeri lokal disebabkan oleh proses patologis yang menekan atau
merangsang ujung ujung saraf sensorik. Keterlibatan struktur
struktur yang tidak mengandung ujung ujung saraf sensoris adalah
tidak nyeri. Sebagai contoh, bagian sentral, medula korpus vertebra

12

dapat dihancurkan oleh tumor tanpa menimbulkan rasa nyeri,


sedangkan fraktur atau ruptur korteks dan distorsi periosteum,
membran sinoval, otot, anulus fibrosus serta ligamentum sering
memberikan nyeri yang luar biasa (Fauci AS, 2008).
2. Nyeri alih terdiri atas dua tipe yang diproyeksikan dari tulang belakang
ke regio yang terletak di dalam daerah dematom lumbal serta sakral
bagian atas, dan diproyeksikan dari visera pelvik dan abdomen ke
tulang belakang. Nyeri akibat penyakit penyakit di bagian atas
vertebra lumbal biasanya dialihkan ke permukaan anterior paha dan
tungkai, nyeri yang berasal dari segmen lumbal bawah dan sakral akan
dialihkan ke regio gluteus paha posterior, betis serta kadang kadang
kaki (Fauci AS, 2008).
3. Nyeri punggung radikular biasanya bersifat tajam dan menyebar dari
tulang punggung region lumbal sampai tungkai sesuai daerah
perjalanan radiks saraf. Mekanisme terjadinya terutama berupa
distorsi, regangan, iritasi dan kompresi radiks spinal, yang paling
sering terjadi di bagian sentral terhadap foramen intervertebralis.
Batuk, bersin, atau kontraksi volunter dari otot abdomen (mengangkat
barang berat atau pada saat mengejan) dapat menimbulkan nyeri yang
menyebar. Rasa nyeri dapat bertambah buruk dalam posisi yang dapat
meregangkan saraf dan radiks saraf (Tomita S,2010).
4. Nyeri yang berhubungan dengan spasme otot, disebabkan oleh gerakan
yang tiba tiba dimana jaringan otot sebelumnya dalam kondisi yang
tegang atau kaku atau kurang pemanasan. Gejalanya yaitu adanya
kontraksi otot yang disertai dengan nyeri yang hebat. Setiap gerakan

13

akan memperberat rasa nyeri sekaligus menambah kontraksi (Tomita


S,2010).
2.6 Etiologi Nyeri punggung
Nyeri punggung dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terjadi
pada tulang belakang, otot, diskus intervertebralis, sendi, maupun struktur lain
yang menyokong tulang belakang. Kelainan tersebut antara lain:
1. Kelainan kongenital/kelainan perkembangan:
- Spondylolisthesis
Spondylolisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus
vertebrae, dimana arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus
vertebrae. Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika
berumur 35 tahun baru menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan
degeneratif. Nyeri pinggang ini berkurang atau hilang bila penderita
duduk atau tidur dan akan bertambah, bila penderita itu berdiri atau
-

berjalan (Harsono, 2009).


Skoliosis
Scoliosis adalah adanya pembengkokan atau kurve ke lateral
dari vertebra, karena kecatatan satu atau lebih dari corpus vertebra,
kelunakan atau kontraktur otot atau ligamen. Scoliosis merupakan
kelainan postur dimana sekilas mata penderita tidak mengeluh sakit
atau yang lain, tetapi suatu saat dalam posisi yang dibutuhkan suatu
kesiapan tubuh membawa beban tubuh misalnya berdiri, duduk dalam
waktu yang lama, maka kerja otot tidak akan pernah seimbang.

Spina bifida
Spina bifida adalah defek pada penutupan kolumna vertebralis
dengan atau tanpa tingkatan protusi jaringan melalui celah tulang.

14

Spina bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang
belakang (vertebra) yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa
vertebra

gagal

menutup

atau

gagal

terbentuk

secara

utuh

(Dewanti,2013).
2. Ketegangan otot
Sikap tegang yang berulang ulang pada posisi yang sama akan
memendekkan otot yang akhirnya akan menimbulkan rasa nyeri. Rasa
nyeri timbul karena iskemia ringan pada jaringan otot, regangan yang
berlebihan pada perlekatan miofasial terhadap tulang, serta regangan
pada kapsula (Angela,2008).
3. Fraktur
Traumatik
Cedera medula spinalis traumatik, terjadi ketika benturan
fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor,

jatuh

atau

kekerasan,

merusak

medula

spinalis.

(Angela,2008).
Atraumatik
- Osteoporosis
Fraktur kompresi karena osteoporosis pada vertebra
khususnya adalah apabila sudah terjadi pada satu vertebra, akan
meningkatkan resiko kolaps korpus vertebrae lainnya secara
progresif sehingga menyebabkan keluhan nyeri yang sangat
mengganggu
- infiltrasi neoplastik, steroid eksogen. (Angela,2008).
4. Herniasi diskus intervertebral (HNP)
Menurunnya aliran darah ke diskus, betambahnya beban
menyebabkan annulus fibrosus tidak kuat menahan dan membuat
nukleus pulposusnya keluar menekan radiks sehingg timbul nyeri
(Purwanto ET, 2010).
5. Degeneratif
- Stenosis spinalis
15

Penyempitan canalis spinalis disebabkan oleh proses


degenerasi discus intervertebralis dan biasanya disertai ligamentum
flavum. gejala yang tampak adalah nyeri radikuler bila penderita
berjalan
-

dengan

sikap

tegak.

Nyeri

akan

hilang

ketika

penderitaberhenti berjalan dan duduk (Scott Kreiner, 2011).


Gangguan sendi atlantoaksial misalnya arthritis reumatoid.
Artritis rematoid termasuk penyakit autoimun yang
menyerang persendian tulang. Sendi yang terjangkit mengalami
peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan kemudian
sendi mengalami kerusakan. Akibat sinovitis (radang pada sinovium)
yang menahun, akan terjadi kerusakan pada tulang rawan, sendi,

tulang, tendon, dan ligament di sendi


Spondylosis
Terbentuknya osteofit pada tepi vertebrae yang berbatasan
dengan discus. Spondylosis ini termasuk penyakit degenerasi yang
proses terjadinya secara umum disebabkan oleh berkurangnya
kekenyalan discus yang kemudian menipis dan diikuti dengan lipatan
ligamentum disekeliling 3 corpus vertebrae, seperti ligamentum
longitudinal, selanjutnya pada lipatan ini terjadi pengapuran dan

terbentuk osteofit (Fajrin, 2009).


6. Arthritis
- spondilosis, artropati facet atau sakroiliaka,
- autoimun (ankylosing spondilitis)
Ankylosing Spondylitis (spinal osteoarthritis) adalah suatu
gangguan degeneratif yangdapat menyebabkan hilangnya struktur dan
fungsi normal tulang belakang. Proses vical,thoracal, dan atau lumbal
dari tulang belakang memngaruhi diskus intervertebralis dan facet join
(Slater, 2012).
7. Tumor
16

Tumor vertebrae dan medula spinalis dapat jinak atau ganas.


Tumor jinak dapat mengenai tulang atau jaringan lunak. Contoh gejala
yang sering dijumpai pada tumor vertebra ialah adanya nyeri yang
menetap. Sifat nyeri tumor jinak lebih hebat dari pada tumor ganas.
Contoh tumor tulang jinak adalah osteoma osteoid, yang menyebabkan
nyeri pinggang terutama malam hari.(Bruno Fuchs,2012).
8. Infeksi/inflamasi
Radang atau infeksi misalnya osteomielitis vertebral, setelah
terjadi infeksi maka akan menyebabkan hiperemia dan udem. Karena
tulang bukan jaringan yang bisa berekspansi maka tekanan dalam tulang
ini menyebabkan nyeri lokal yang sangat hebat.
9. Metabolik
Osteoporosis akibat gangguan metabolik yang merupakan
penyebab banyak keluhan nyeri pada punggung dapat disebabkan karena
kekurangan protein atau oleh gangguan hormonal (menopause, penyakit
cushing). Sering oleh karena fraktur kompresi atau seluruh panjang colum
vertebrae berkurang karena kolaps korpus vertebra. Penderita jadi
bungkuk dan pendek dengan nyeri difus di daerah tulang (Angela,2008).
10. Vaskular:
- aneurisma aorta abdominal, diseksi arteri vertebral.
11. Penyebab lain
- nyeri alih dari gangguan visceral, sikap tubuh, psikiatrik, sindrom
nyeri kronik.
2.7 Patogenesis
Ada beberapa mekanisme yang telah diajukan mengenai proses
perkembangan nyeri punggung dan kelumpuhan yang bisa digunakan untuk

17

menentukan apakah proses patologis yang terlihat pada gambaran radiologis


berhubungan dengan gejalan yang dialami pasien.
Nyeri pada bagian manapun memerlukan perlepasan dari agen-agen
inflamasi yang menstimulasi reseptor nyeri dan menyebabkan sensasi nyeri
pada jaringan, tulang belakang merupakan struktur yang unik karena
memiliki banyak jaringan disekitarnya yang dapat memicu nyeri. Inflamasi
pada sendi tulang belakang, interverbral diskus, ligamen dan otot, meninges
dan akar saraf dapat menyebabkan nyeri pada punggung bawah. Jaringanjaringan ini memberikan respon terhadap nyeri dengan melepaskan beberapa
agen kimia seperti bradikinin, prostaglandin dan leukotrin. Agen-agen kimia
ini mengaktifkan ujung saraf dan menyebabkan impuls yang menjalar ke
korda spinalis. Saraf-saraf nosiseptif yang teraktivasi akan melepaskan
neuropeptida. Neuropeptida ini bekerja pada pembuluh darah, menyebabkan
ekstravasasi dan menstimulasi untuk melepas histamin dan melebarkan
pembuluh darah. Sel mast juga melepaskan leukotrien dan agen-agen
innflamasi lainnya yang menarik leukosit dan monosit. Proses tersebut
mengahsilkan gejala-gejala inflamasi seperti pembengkakan jaringan,
kongesti vaskular dan stimulasi ujung-ujung saraf bebas.
Impuls nyeri tersebut dihasilkan oleh jaringan tulang belakang yang
mengalami inflamasi. Korda spinalis dan otak memiliki mekanisme khusus
dalam memodifikasi nyeri yang berasal dari daerah jaringan spinal. Di korda
spinalis, impuls nyeri terkonversi pada neuron yang juga menjadi reseptor
sensoris. Hal ini menyebabkan perubahan derajat sensasi nyeri yang
ditransmisikan ke otak melalui proses yang disebut gate control system.

18

Impuls nyeri selanjutnya akan masuk ke proses yang kompleks dan


berlangsung pada berbagai tingkatan sistem saraf pusat. Otak akan
mengeluarkan substansi kimiawi yang merespon nyeri yang disebut endorfin.
Endorfin merupakan analgesik alami yang dapat menghambat respon
terhadap nyeri melalui serotonergic pathway (Haldeman, 2002).
2.8 Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis suatu penyakit perlu dilakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
2.8.1. Anamnesis
Dalam anamnesis perlu diketahui:
1. Awitan
Penyebab mekanis nyeri punggung menyebabkan nyeri mendadak
yang timbul setelah posisi mekanis yang merugikan. Mungkin terjadi
robekan otot, peregangan fasia atau iritasi permukaan sendi. Keluhan
karena penyebab lain timbul bertahap (Purba, 2008).
2. Lama dan frekuensi serangan
Nyeri punggung akibat sebab mekanik berlangsung beberapa hari
sampai beberapa bulan. Herniasi diskus bisa membutuhkan waktu 8 hari
sampai resolusinya. Degenerasi diskus dapat menyebabkan rasa tidak
nyaman kronik dengan eksaserbasi selama 2-4 minggu (Feldman, 2009).
3. Lokasi penyebaran
Kebanyakan nyeri punggung akibat gangguan mekanis atau medis
terutama terjadi di daerah lumbosakral. Nyeri yang menyebar ke tungkai
bawah atau hanya di tungkai bawah mengarah ke iritasi akar saraf. Nyeri

19

yang menyebar ke tungkai juga dapat disebabkan peradangan sendi


sakroiliaka. Nyeri psikogenik tidak mempunya pola penyebaran yang tetap
(Feldman, 2009).
4. Faktor yang memperberat/memperingan
Pada lesi mekanis keluhan berkurang saat istirahat dan bertambah
saat aktivitas. Pada penderita HNP duduk agak bungkuk memperberat
nyeri. Batuk, bersin atau manuver valsava akan memperberat nyeri. Pada
penderita tumor, nyeri lebih berat atau menetap jika berbaring (Feldman,
2009).
5. Kualitas/intensitas
Penderita perlu menggambarkan intensitas nyeri serta dapat
membandingkannya dengan berjalannya waktu. Harus dibedakan antara
nyeri punggung dengan nyeri tungkai, mana yang lebih dominan dan
intensitas dari masing-masing nyerinya, yang biasanya merupakan nyeri
radikuler. Nyeri pada tungkai yang lebih banyak dari pada nyeri punggung
dengan rasio 80-20% menunjukkan adanya radikulopati dan mungkin
memerlukan suatu tindakan operasi. Bila nyeri nyeri punggung lebih
banyak daripada nyeri tungkai, biasanya tidak menunjukkan adanya suatu
kompresi radiks dan juga biasanya tidak memerlukan tindakan operatif.
Gejala nyeri punggung yang sudah lama dan intermiten, diselingi oleh
periode tanpa gejala merupakan gejala khas dari suatu NPB yang
terjadinya secara mekanis.
Walaupun suatu tindakan atau gerakan yang mendadak dan berat,
yang biasanya berhubungan dengan pekerjaan, bisa menyebabkan suatu

20

NPB, namun sebagian besar episode herniasi diskus terjadi setelah suatu
gerakan yang relatif sepele, seperti membungkuk atau memungut barang
yang enteng. Harus diketahui pula gerakan-gerakan mana yang bisa
menyebabkan bertambahnya nyeri NPB, yaitu duduk dan mengendarai
mobil dan nyeri biasanya berkurang bila tiduran atau berdiri, dan setiap
gerakan yang bisa menyebabkan meningginya tekanan intra-abdominal
akan dapat menambah nyeri, juga batuk, bersin dan mengejan sewaktu
defekasi.
Selain nyeri oleh penyebab mekanik ada pula nyeri non-mekanik.
Nyeri pada malam hari bisa merupakan suatu peringatan, karena bisa
menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu
keganasan ataupun infeksi (Purba, 2008).
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi :
Gerakan aktif pasien harus dinilai, diperhatikan gerakan mana yang
membuat nyeri dan juga bentuk kolumna vertebralis, berkurangnya
lordosis serta adanya skoliosis. Berkurang sampai hilangnya lordosis
lumbal dapat disebabkan oleh spasme otot paravertebral (Tomita,
2010).
Gerakan-gerakan yang perlu diperhatikan pada penderita:

Keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah.


Ekstensi ke belakang (back extension) seringkali menyebabkan
nyeri pada tungkai bila ada stenosis foramen intervertebralis di
lumbal dan artritis lumbal, karena gerakan ini akan menyebabkan

21

penyempitan foramen sehingga menyebabkan suatu kompresi

pada saraf spinal.


Fleksi ke depan (forward flexion) secara khas akan menyebabkan
nyeri pada tungkai bila ada HNP, karena adanya ketegangan pada
saraf yang terinflamasi diatas suatu diskus protusio sehingga
meninggikan tekanan pada saraf spinal tersebut dengan jalan
meningkatkan tekanan pada fragmen yang tertekan di sebelahnya

(jackhammer effect).
Lokasi dari HNP biasanya dapat ditentukan bila pasien
disuruh membungkuk ke depan ke lateral kanan dan kiri. Fleksi ke
depan, ke suatu sisi atau ke lateral yang meyebabkan nyeri pada
tungkai yang ipsilateral menandakan adanya HNP pada sisi yang

sama.
Nyeri pada ekstensi ke belakang pada seorang dewasa muda
menunjukkan kemungkinan adanya suatu spondilolisis atau
spondilolistesis, namun ini tidak patognomonik (Manchikanti,
2011).

2. Palpasi :
Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan
adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya
(psychological overlay). Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen
yang

menyebabkan

nyeri

dengan

menekan

pada

ruangan

intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri


prosesus spinosus sambil melihat respons pasien. Pada spondilolistesis
yang berat dapat diraba adanya ketidak-rataan (step-off) pada palpasi
di tempat/level yang terkena. Penekanan dengan jari jempol pada
22

prosesus spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada


vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan
neurologis.
3. Pemeriksaan motoris : harus dilakukan dengan seksama dan
harus dibandingkan kedua sisi untuk menemukan abnormalitas
motoris yang seringan mungkin dengan memperhatikan miotom yang
mempersarafinya (Sudirman, 2011).
4. Pemeriksaan

sensorik

Pemeriksaan

sensorik

akan

sangat

subjektif karena membutuhkan perhatian dari penderita dan tak jarang


keliru, tapi tetap penting arti diagnostiknya dalam membantu
menentukan lokalisasi lesi HNP sesuai dermatom yang terkena.
Gangguan sensorik lebih bermakna dalam menunjukkan informasi
lokalisasi dibanding motoris (Sudirman, 2011).
5. Tanda-tanda rangsangan meningeal :

Tanda Laseque: menunjukkan adanya ketegangan pada saraf


spinal khususnya L5 atau S1. Secara klinis tanda Laseque
dilakukan dengan mengangkat tungkai pasien secara perlahan
tanpa fleksi di lutut. Gerakan ini akan menghasilkan nyeri menjalar
mulai dri bokong sampai ujung kaki (perjalanan nervus
ischiadicus) pada sudut kurang dari 60 derajat.
Pada tanda laseque, makin kecil sudut yang dibuat untuk
menimbulkan nyeri makin besar kemungkinan kompresi radiks
sebagai penyebabnya.

23

Tanda

Laseque

kontralateral

(contralateral

Laseque

sign)

dilakukan dengan cara yang sama, namun bila tungkai yang tidak
nyeri diangkat akan menimbulkan suatu respons yang positif pada
tungkai kontralateral yang sakit dan menunjukkan adanya suatu
HNP.
Tes Bragard: Modifikasi yang lebih sensitif dari tes laseque.

Caranya sama seperti tes laseque dengan ditambah dorsofleksi

kaki.
Tes Sicard: Sama seperti tes laseque, namun ditambah dorsofleksi

ibu jari kaki.


Tes valsava: Pasien diminta mengejan/batuk dan dikatakan tes
positif bila timbul nyeri (Picavet, 2010).

2.8.3 Pemeriksaan Penunjang


1.

Pemeriksaan Radiologis :
Foto rontgen pada posisi anteroposterior, lateral, dan oblique
sering dilakukan untuk pemeriksaan rutin nyeri punggung.
Gambaran radiologis sering terlihat normal atau kadang-kadang
dijumpai penyempitan ruang diskus intervertebral, osteofit pada
sendi facet dan penumpukan kalsium pada vertebrae, pergeseran
korpus vertebrae (spondilolistesis), infiltasi tulang oleh tumor.
Penyempitan ruangan intervertebral kadang-kadang terlihat
bersamaan dengan suatu posisi yang tegang dan melurus dan

suatu skoliosis akibat spasme otot paravertebral (Ropper, 2009).


CT scan : menangkap penampang gambar cakram tulang dan
tulang belakang, dapat digunakan untuk memeriksa herniated
disc atau spinal stenosis (Ulrich, 2012).

24

MRI : menampilkan rinci penampang komponen tulang belakang.


Berguna menilai masalah dengan cakram lumbar dan akar saraf,
serta mengesampingkan penyebab nyeri punggung bawah seperti
infeksi tulang belakang atau tumor. MRI sangat berguna bila:
vertebra dan level neurologis belum jelas, kecurigaan kelainan
patologis pada medula spinal atau jaringan lunak, untuk
menentukan

kemungkinan herniasi diskus post operasi,

kecurigaan karena infeksi atau neoplasma (Ulrich, 2012).


Mielografi atau CT mielografi dan/atau MRI adalah alat
diagnostik yang sangat berharga pada diagnosis NPB dan
diperlukan oleh ahli bedah saraf/ortopedi untuk menentukan
lokalisasi lesi pre-operatif dan mengeksklusi adanya suatu tumor
(Ulrich, 2012).

2.9 Penatalaksanaan
2.9.1

Terapi non farmakologis


1. Pada rehat baring, penderita harus tetap berbaring di tempat tidur
selama beberapa hari dengan sikap tertentu. Tidur di atas tempat tidur
dengan alas keras dan atau bisa juga dengan posisi semi Fowler. Posisi
ini berguna untuk mengelimir gravitasi, mempertahankan kurvatura
anatomi vertebra, relaksasi otot, mengurangi hiperlordosis lumbal dan
mengurangi tekanan intradiskal.
2. Mobilisasi, pada fase permulaan, mobilisasi dilakukan dengan bantuan
korset. Manfaat pemakaian korset adalah untuk membatasi gerak,
mengurangi aktivitas otot, membantu mengurangi beban terhadap
vertebra dan mendukung vertebra dengan peninggian tekanan intra
25

abdominal. Mobilisasi sebaiknya dimulai dengan gerakan-gerakan


ringan untuk jangka pendek, kemudian diperberat dan diperlama.
3. Pada fisioterapi : biasanya dalam bentul diathermi (pemanasan dengan
jangkauan permukaan yang lebih dalam). Terapi panas bertujuan
memperbaiki sirkulasi lokal, merelaksasi otot dan memperbaiki
extensibilitas jaringan ikat.
4. Traksi pelvis : bermanfaat untuk relaksasi otot, memperbaiki lordosis
serta memaksa pasien melakukan tirah baring total. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa traksi tidak bermanfaat untuk meregangkan
diskus yang menyempit. Traksi pelvis dilarang dilakukan jika da
infeksi tulang, kegansan tulang dan adanya kompresi myelum.
5. Terapi operatif dikerjakan apabila tindakan konservatif selama 2-3
minggu tidak memberikan hasil nyata, atau terhadap kasus fraktur
yang langsung menyebabkan defisit neurologis (Douglass 2011).
2.9.2 Terapi Farmakologis
1. Asetaminofen
Penggunaan asetaminofen dosis penuh sebagai terapi lini
pertama didukung oleh bukti-bukti yang kuat dan beberapa pedoman
terapi (rekomendasi A). Harus diketahui bahwa pada pasien dengan
riwayat

alkoholisme,

sedang puasa,

memiliki

penyakit

liver,

mengonsumsi obat tertentu (terutama antikonvulsan), atau orang tua


yang

lemah,

toksisitas

hati

dapat

terjadi

pada

dosis

yang

direkomendasikan. Selanjutnya, toksisitas asetaminofen meningkat


secara substansial jika dikonsumsi bersamaan dengan dengan inhibitor

26

siklooksigenase-2 spesifik (COX-2) atau obat-obat anti-inflamasi


(NSAID) (Douglass 2011).
2. NSAID
Ada bukti kuat keberhasilan penggunaan NSAID pada nyeri
akut dan bukti moderat pada nyeri kronis (rekomendasi A). NSAID
direkomendasikan oleh sebagian besar pedoman pengobatan. Semua
NSAID tampaknya memiliki khasiat yang sama. Mempertimbangkan
manfaat dibandingkan efek samping, American Geriatrics Society
merekomendasikan COX-2 inhibitor sebagai terapi lini pertama
dibandingkan NSAID non spesifik. Salisilat non-asetil (kolin
magnesium trisalicylate, salsalat) terbukti efektif dan memiliki lebih
sedikit efek samping gastrointestinal dibandingkan NSAID non
spesifik dengan biaya lebih rendah daripada lebih agen selektif. Jika
NSAID non spesifik yang dipilih, sitoproteksi lambung harus
dipertimbangkan berdasarkan profil risiko pasien. NSAID harus
dipertimbangkan ketika peradangan diyakini memainkan peran
penting dalam proses produksi nyeri (Douglass 2011).
3. Relaksan Otot
Bukti yang mendukung penggunaan relaksan otot masih kurang
jelas (rekomendasi B). Sebuah tinjauan dari 14 percobaan acak
terkontrol moderat berkualitas menunjukkan bahwa cyclobenzaprine
lebih efektif daripada plasebo dalam pengelolaan nyeri leher dan
punggung. Namun, efeknya minimal dengan efek samping yang lebih
besar. Efek tertinggi terjadi dalam 4 hari pertama terapi. Kesimpulan
serupa juga sama untuk obat lain yang sejenis. Baclofen dan
27

Tizanidine memiliki lebih sedikit potensi kecanduan daripada relaksan


otot lainnya (Douglass 2011).
4. Opioid
Sebuah badan literatur ekstensif melaporkan efektivitas jangka
pendek opioid dalam berbagai sindrom nyeri (rekomendasi A).
Namun, tidak ada penelitian acak berkualitas tinggi untuk
menunjukkan manfaat dan keamanan opioid jangka panjang untuk
setiap indikasi pemberiannya. Kegunaan opioid pada nyeri leher harus
seimbang dengan efek samping yang ditimbulkan seperti sembelit,
sedasi, dan ketergantungan. Beberapa pihak mendukung penggunaan
opioid dalam berbagai sindrom nyeri ketika strategi lain tidak
melngurangi rasa sakit secara adekuat, dan ada bukti jelas bahwa obat
ini tidak merugikan pasien dan memberikan peningkatan yang
signifikan dan berkelanjutan (Douglass 2011).

2.10

Pencegahan Nyeri Punggung


1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama ini meruapakan paya untuk
mempertahankan orang yang sehat (tetap memiliki faktor resiko) agar
tetap sehat ayau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan : (Cianflocco, 2013)

Lakukan aktivitas yang cukup dan tidak terlalu berat.

28

Selalu duduk dalam posisi yang tepat. Duduk harus tegap, sandaran
tempat duduk harus tegak lurus, tidak boleh melengkung. Posisi
duduk berarti membebani tulang belakang 3-4 kali berat badan,
apalagi duduk dalam posisi yang tidak tepat. Sementara pada posisi
berdiri, punggung hanya dibebani satu setengah kali berat badan
normal.

Jangan terlalu lama duduk. Untuk orang normal, cukup satu


setengah jam hingga dua jam. Setelah itu sebaiknya berdiri dan
lakukan peregangan lalu duduk lagi lima menit kemudian.

Jangan membungkuk ketika berdiri atau duduk. Ketika berdiri, jaga


titk berat badan agar seimbang pada kaki.

Jika tidur, pilih tempat tidur yang baik misalnya memiliki matras
yang kuat sehingga posisi tidur tidak melengkung. Yang paling
baik adalah tidur miring dengan satu bantal di bawah kepala dan
dengan lutut yang dibengkokkan. Bila tidur terlentang sebaiknya
diletakkan bantal kecil dibawah lutut.

Lakukan

olahraga

teratur.

Pilij

olahraga

yang

berfungsi

menguatkan otot-otot perut dan tulang belakang, misalnya sit up.


Postur tubuh yang baik akan melindungi dari cedera sewaktu
melakukan gerakan akrena beban disebarkan merata ke seluruh
bagian tulang belakang.

Berjalan rileks dengan sikap tubuh tegak.

Bila mengendarai mobil, jok mobil jangan terlalu digeser ke


belakang hingga posisi tungkai hampir lurus.
29

Kenakan sepatu yang nyaman dan bertumit rendah.

Jangan mengangkat benda dengan membungkuk. Angkat objek


dengan menekuk lutut dan berjongkok untuk mengambil objek.
Jaga punggung lurus dan terus dekatkan objek ke tubuh. Hindari
memutar tubuh saat mengangkat. Lebih baik mendorong daripada
menarik ketika harus memindahkan benda berat. Minta bantuan
orang lain bila mengangkat benda yang berat.

Jaga nutrisi dan diet yang tepat untuk mengurangi dan mencegah
berat badan berlebihan, terutama lemak di sekitar pinggang. Diet
harian yang cukup kalsium, fosfor, dan vitamin D membantu
menjaga pertumbuhan tulang baru.

Berhenti merokok. Merokok mengurangi aliran darah ke tulang


punggung bagian bawah dan menyebabkan cakram tulang
belakang mengalami degenerasi.

2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk menghindarkan
komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan pada orang yang telah
sakit. Pencegahan sekunder ini daoat dilakukan dengan cara
mendeteksi penyakit secara dini dan pengadaan pengobatan yang cepat
dan tepat.
3. Pencegahan Tersier

30

Pencegahan tersier dimaksudkan untuk mengurangi komplikasi


dan

mengadakan

rehabilitasi.

Rehabilitasi

bertujuan

untuk

mengembalikan fungsi fisik dan menolong penderita nyeri punggung


agar lebih memperhatikan cara mengatasi masalah dan dapat menjalani
kehidupan yang lebih normal.

Selama masa penyembuhan sebaiknya penderita nyeri punggung

menghindari pekerjaan atau aktivitas berat.


Menghindari masalah psikis misalnya depresi, kecemasan atau
stress yang dapat memicu atau memperberat kembali terjadinya

nyeri punggung.
Bagi penderita nyeri punggung yang obesitas sebaiknya melakukan

diet untuk menurunkan berat badan.


Untuk mengurangi dissabilitas dan

direkomendasikan dengan program back exercise.


Membiasakan diri dengan postur tubuh dan sikap tubuh yang

perbaikan

fungsional

benar.

2.11

Prognosis
Setelah 1 bulan pengobatan, 35% pasien dengan nyeri punggung
dilaporkan membaik dan 85% pasien membaik setelah 3 bulan. Dilaporkan
tingkat kekumatan nyeri punggung mencapai 62% pada tahun pertama.
Setelah 2 tahun, 80% pasien setidaknya mengalami satu kali kekumatan.
(Hills, 2012).

31

BAB III
KESIMPULAN

Nyeri punggung adalah istilah untuk semua rasa sakit di daerah punggung
bawah dan punggung bagian atas disebabkan oleh banyak faktor dan merupakan
keluhan yang berhubungan dengan pekerjaan dan sifatnya umum. Nyeri punggung
adalah sindroma klinis yang ditandai dengan gejala perasaan tidak enak pada
daerah punggung dan sekitarnya (Ropper, 2009).

32

Faktor resiko terjadinya nyeri punggung antara lain usia, jenis kelamin, status
antropometri, pekerjaan, aktivitas atau olahraga, kebiasaan merokok dan
abnormalitas struktur tulang belakang (Tomita S, 2010).
Nyeri punggung dapat bersifat akut atau kronik, nyerinya berlangsung terus
menerus atau hilang timbul, nyerinya menetap di suatu tempat atau dapat
menyebar ke area lain. Nyeri punggung dapat bersifat tumpul, atau tajam atau
tertusuk atau sensasi terbakar. Nyerinya dapat menyebar sampai lengan dan
tangan atau betis dan kaki, dan dapat menimbulkan gejala lain selain nyeri.
Gejalanya dapat berupa perasaan geli atau tersetrum, kelemahan, dan mati rasa
(Yuliana, 2011).
Nyeri punggung dapat dibagi secara anatomi, yaitu: nyeri leher, nyeri
punggung bagian tengah, nyeri punggung bagian bawah, dan nyeri pada tulang
ekor. Nyeri punggung dapat dibagi berdasarkan durasi terjadinya, yaitu: akut (12
minggu), kronik (>12 minggu), dan subakut (6-12 minggu).(Ropper, 2009)
Penegakan diagnosis nyeri punggung dilakukan dengan anamnesis,
menilai gejala klinis dan pemeriksaan penunjang radiologis seperti CT-Scan, MRI
dan lain-lain.
Penatalaksanaan pada nyeri punggung dapat dibedakan menjadi non
farmakologi dengan tirah baring, mobilisasi, fisioterapi, traksi pelvis dan terapi
operatif serta terapi farmakologis dengan asetaminofen, NSAID, relaksan otot dan
opioid.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Angela B.M.Tulaar. Nyeri Leher dan Punggung. Departemen Kedokteran


Fisik dan Rehabilitasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Mei
2008. Vol: 58, Nomor:5.
2. Anatomy of the spine, 2013. publication www.mayfieldclinic.com.
3.

Diakses tgl 27 sepetember 2015.


Back Pain in medical dictionary.

Publication

http://medical

dictionary.thefreedictionary.com/back+pain. Diakses pada tanggal 28


agustus 2015

34

4. Bruno Fuchs, Norbet Boos, Primary Tumors Of the Spine, Neurosurgery,


2012.
5. Cianflocco,

A.J.,

2013.

Low

back

pain.

Available

from:http://www.merckmanuals.com/home/bone_joint_and_muscle_disor
ders/low_back_and_neck_pain/low_back_pain.html

diakses

22

September 2015]
6. Docking RE, Fleming J, Brayne C, et al. Epidemiology of back pain in
older adults: prevalence and risk factors for back pain onset.
Rheumatology 2011; 50: 164-1653.
7. Douglass AB, Bope ET. Evaluation and treatment of posterior neck pain
in family practice. J Am Board Fam Pract 2011; 17: S1322.
8. Dewanti, Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan Masyarakat
Perkotaan Pada Pasien Spina Bifidaa Di Ruang Bedah Anak Lantai III
Utara RSUP Fatmawati, Universita Indonesia, 2013.
9. Fajrin, Inayati, Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kondisi Low Back Pain
karena Spondylosis Dengan Infra Red, TENS, dan terapi Latihan william
Flexi exercise, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2009.
10. Fauci AS, Kasper DL, Longo DL, et al. Back and Neck Pain. Dalam
Harrisons Principles of Internal Medicine. 17th Edition. New York:
McGrawHill, 2008
11. Feldman DE, Shrier I, Rossignol M, et al. Risk factors for the development
of low back pain in adolescence. Am J Epidemiol 2001; 154(1): 30-36.
12. Haldeman, S.D. et al, 2002. An Atlas of BACK PAIN. USA: The
Parthenon Publishing Group.
13. Hansen JT, Koeppen BM. Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology.
Teterboro: Icon Custom Communications, 2002.

35

14. Harsono. Kapita Selekta Neurologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Gadjah


Mada University Press, 2009.
15. Hills,

E.C.

2012.

Mechanical

Low

Back

Pain.

Available

from:http://emedicine.medscape.com/article/310353-overview [diakses 22
September 2015]
16. Manchikanti L, Singh V. An algorithmic approach to diagnosis
and management of low back pain. Pain Physician 2011; 4: 597-6
17. Picavet HSJ, Vlaeyen JWS, Schouten JSAG. Pain catastrophizing
and kinesiophobia: predictors of chronic low back pain. Am J Epidemiol
2010;156: 10281034.
18. Purba JS, Ng DS. Nyeri punggung bawah: patofisiologi, terapi
farmakologi dan non-farmakologi akupunktur. Medicinus 2008; 21(2): 38.
19. Purwanto ET. Hernia Nukleus PurposusLumbalis. Jakarta: Perdossi 2010.
20. Ropper AH, Brown RH. Pain in the back, neck, and extremities. Dalam
Adams and Victors: Principles of Neurology. Eight Edition. New York:
McGrawHill, 2005.
21. Sudirman S, Hargiyanto. Kajian teknologi kesehatan atas perbedaan efek
analgesia dari elektroakupunktur dengan frekuensi rendah, kombinasi,
dan tinggi, pada nyeri punggung bawah. Buletin Penelitian Sistem
Kesehatan 2011; 14(2): 203-208.
22. Scott Kreiner, MD. Diagnosis amd Treatment Of Dgenerative Lumbar
Spinal Stenosis. NASS Evidence Bassed Clinical Guidlines Comittee.
USA. 2011.
23. Slater, Michael. Ankylosing Spondylitis Exercise, Arthritis Australia.
2012
36

24. Tomita S, Arphorn S, Muto T, et al. Prevalence and risk factors of low
back pain among thai and myanmar migrant seafood processing factory
workers in Samut Sakorn Province, Thailand. Industrial Health 2010; 48:
283291.
25. Ullrich P.F., Jr., MD, 2012. Diagnosing Lower Back Pain. Available
from:http://www.spine-health.com/conditions/lower-backpain/diagnosinglower-back-pain [ diakses 25 September 2015]
26. Yuliana. Low back pain. RS Hasan Sadikin Bandung. Bandung. 2011;
38(4):270-273

37

You might also like