You are on page 1of 22

LAPORAN PENDAHULUAN

PNC
A. PENGERTIAN
Nifas adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika organ kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Masa nifas ini berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Saifuddin dalam
Astuti, 2009). Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang
diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu.
Kejadian yang terpenting dalam nifas adalah involusi dan laktasi ( Saifuddin,
2006). Periode postpartum adalah waktu penyembuhan dan perubahan,
waktu kembali pada keadaan tidak hamil, serta penyesuaian terhadap
hadirnya anggota keluarga baru (Mitayani, 2009). Batasan waktu nifas yang
paling singkat (minimum) tidak ada batas waktunya, bahkan bisa jadi dalam
waktu yang relative pendek darah sudah tidak keluar, sedangkan batasan
maksimumnya adalah 40 hari. Jadi masa nifas (puerperium) adalah masa
setelah keluarnya plasenta sampai alat alat reproduksi pulih seperti sebelum
hamil dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40
hari.
Selama masa nifas dapat terjadi 4 masalah utama:
1. Perdarahan masa persalinan
2. Infeksi masa nifas
3. Tromboemboli
4. Depresi pasca persalinan
B. PERIODE
Masa nifas dibagi dalam 3 periode:
1. Early post partum
Dalam 24 jam pertama.
2. Immediate post partum
Minggu pertama post partum.
3. Late post partum
Minggu kedua sampai dengan minggu keenam.
C. TANDA DAN GEJALA
1. Perubahan Fisik
a. Sistem Reproduksi
Uterus
Involusi : Kembalinya uterus ke kondisi normal setelah hamil.

No
1.
2.
3.
4.

Waktu
Segera setelah
lahir
1 jam setelah
lahir
12 jam setelah
lahir
setelah 2 hari

TFU
Pertengahan simpisis
dan umbilikus
Umbilikus

Konsistensi After pain


Terjadi

Kontraksi

Lembut

1 cm di atas pusat
Turun 1 cm/hari

Berkurang

Proses ini dipercepat oleh rangsangan pada puting susu.


Lochea
Komposisi
Jaringan endometrial, darah dan limfe.
Tahap
a. Rubra (merah) : 1-3 hari.
b. Serosa (pink kecoklatan)
c. Alba (kuning-putih) : 10-14 hari
Lochea terus keluar sampai 3 minggu.
Bau normal seperti menstruasi, jumlah meningkat saat berdiri.
Jumlah keluaran rata-rata 240-270 ml.
- Siklus Menstruasi
Ibu menyusui paling awal 12 minggu rata-rata 18 minggu, untuk itu
tidak menyusui akan kembali ke siklus normal.
- Ovulasi
Ada tidaknya tergantung tingkat proluktin. Ibu menyusui mulai ovulasi
pada bulan ke-3 atau lebih.
Ibu tidak menyusui mulai pada minggu ke-6 s/d minggu ke-8. Ovulasi
mungkin tidak terlambat, dibutuhkan salah satu jenis kontrasepsi untuk
mencegah kehamilan.
- Serviks
Segera setelah lahir terjadi edema, bentuk distensi untuk beberapa hari,
struktur internal kembali dalam 2 minggu, struktur eksternal melebar
dan tampak bercelah
-

Vagina

b.

c.

d.

e.

Nampak berugae kembali pada 3 minggu, kembali mendekati ukuran


seperti tidak hamil, dalam 6 sampai 8 minggu, bentuk ramping lebar,
produksi mukus normal dengan ovulasi.
Perineum
Episiotomi
Penyembuhan dalam 2 minggu.
Laserasi
TK I : Kulit dan strukturnya dari permukaan s/d otot
TK II : Meluas sampai dengan otot perineal
TK III : Meluas sampai dengan otot spinkter
TK IV : melibatkan dinding anterior rektal
Payudara
Payudara membesar karena vaskularisasi dan engorgement (bengkak
karena peningkatan prolaktin pada hari I-III). Pada payudara yang
tidak disusui, engorgement akan berkurang dalam 2-3 hari, puting
mudah erektil bila dirangsang. Pada ibu yang tidak menyusui akan
mengecil pada 1-2 hari.
Sistem Endokrin
- Hormon Plasenta
HCG (-) pada minggu ke-3 post partum, progesteron plasma tidak
terdeteksi dalam 72 jam post partum normal setelah siklus
menstruasi.
- Hormon pituitari
Prolaktin serum meningkat terjadi pada 2 minggu pertama,
menurun sampai tidak ada pada ibu tidak menyusui FSH, LH,
tidak ditemukan pada minggu I post partum.
Sistem Kardiovaskuler
- Tanda-tanda vital
Tekanan darah sama saat bersalin, suhu meningkat karena
dehidrasi pada awal post partum terjadi bradikardi.
- Volume darah
Menurun karena kehilangan darah dan kembali normal 3-4
minggu
Persalinan normal : 200 500 cc, sesaria : 600 800 cc.
- Perubahan hematologik
Ht meningkat, leukosit meningkat, neutrophil meningkat.
- Jantung
Kembali ke posisi normal, COP meningkat dan normal 2-3
minggu.
Sistem Respirasi

Fungsi paru kembali normal, RR : 16-24 x/menit, keseimbangan


asam-basa kembali setelah 3 minggu post partum.
f. Sistem Gastrointestinal
- Mobilitas lambung menurun sehingga timbul konstipasi.
- Nafsu makan kembali normal.
- Kehilangan rata-rata berat badan 5,5 kg.
g. Sistem Urinaria
- Edema pada kandung kemih, urethra dan meatus urinarius terjadi
karena trauma.
- Pada fungsi ginjal: proteinuria, diuresis mulai 12 jam.
- Fungsi kembali normal dalam 4 minggu.
h. Sistem Muskuloskeletal
Terjadi relaksasi pada otot abdomen karena terjadi tarikan saat hamil.
Diastasis rekti 2-4 cm, kembali normal 6-8 minggu post partum.
i. Sistem Integumen
Hiperpigmentasi perlahan berkurang.
j. Sistem Imun
Rhesus incompability, diberikan anti RHO imunoglobin.
D. PATOFISIOLOGI
Terlampir
E. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Darah lengkap
Hb, Ht, Leukosit, trombosit.
Urine lengkap
F. KOMPLIKASI
1. Perdarahan Pasca Persalinan
a. Pengertian
Perdarahan pasca persalinan adalah perdarahan atau hilangnya darah 500
cc atau lebih yang terjadi setelah anak lahir. Perdarahan dapat terjadi sebelum,
selama, atau sesudah lahirnya plasenta.
Definisi lain menyebutkan Perdarahan Pasca Persalinan adalahperdarahan
500 cc atau lebih yang terjadi setelah plasenta lahir. Perdarahan post partum ada
kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam
waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan
yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena
akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi
lemas dan juga jatuh dalam syok .

b. Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian (Manuaba, 2001):
1. Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) ialah
perdarahan >500 cc yang terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi
lahir. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia
uteri, retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir.
2. Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) ialah
perdarahan >500 cc setelah 24 jam pasca persalinan. Penyebab
utama perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa
plasenta.
c. Etiologi
Perdarahan postpartum bisa disebabkan karena (Faktor
Predisposisi):
1) Atonia Uteri
Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana
mestinyasetelah plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara
fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium
terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada
tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika
myometrium tidak dapat berkontraksi (Wiknjosastro,2002).
Faktor predisposisi yang mempengaruhi perdarahan
postpartummenurut JHPIEGO, POGI, JNKPR (2007) antara lain:
a) Pembesaran uterus lebih dari normal selama kehamilan yang disebabkan
karena jumlah air ketuban yang berlebihan(polihidramnion),
kehamilan kembar (gemelli), bayi besar(makrosomia)
b) Kala satu dan atau kala dua yang lama atau memanjang
c) Persalinan cepat (presipitatus)
d) Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin
e) Infeksi intrapartum
f) Pengaruh pemberian narkosa pada anestesi
g) Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada
preeklamsia
2) Retensio Plasenta
Perdarahan yang disebabkan karena plasenta belum lahir hingga
atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hal itu disebabkan
karena plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah
lepas, akan tetapi belum dilahirkan (Wiknjosastro, 2002). Pada
beberapa kasus dapat terjadi retensio plasenta berulang (habitual
retensio plasenta) (Manuaba, 2001).
Terdapat jenis retensio plasenta antara lain (Saifuddin, 2001) :

a) Plasenta adhesive
Implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta
sehingga menyebabkan mekanisme separasi fisiologis.
b) Plasenta akreta
Implantasi jonjot korion plasenta hingga memasuki
sebagian lapisan miometrium.
c) Plasenta inkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan serosa dinding uterus.
d) Plasenta perkreta
Implantasi jonjot korion plasenta yang menembus
serosa dinding uterus.
e) Plasenta inkarserata
Tertahannya plasenta di dalam kavum uteri,
disebabkan oleh konstriksi ostium uteri.
Pada kasus retensio plasenta, plasenta harus dikeluarkan
karenadapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena
plasentasebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata, dapat
terjadipolip plasenta dan terjadi degenerasi sel ganas
koriokarsinoma(Manuaba, 2001).
3) Laserasi Jalan Lahir
Perdarahan yang terjadi karena adanya robekan pada jalan lahir
(perineum, vulva, vagina, portio, atau uterus). Robekan
padaperineum, vulva, vagina dan portio biasa terjadi pada
persalinan pervaginam. Perdarahan karena robekan jalan lahir banyak
dijumpaipada pertolongan persalinan oleh dukun karena tanpa
dijahit. Oleh sebab itu bidan diharapkan melaksanakan pertolongan
persalinan melalui polindes, sehingga peran dukun berangsur-angsur berkurang.
Dengan demikian komplikasi robekan jalan lahir yang dapat menimbulkan
perdarahan pun akan dapat berkurang (Manuaba, 2001).
4) Koagulopati
Perdarahan yang terjadi karena terdapat kelainan pada pembekuan
darah. Sebab tersering perdarahan postpartum adalah atonia
uteri,yang disusul dengan tertinggalnya sebagian plasenta. Namun, gangguan
pembekuan darah dapat pula menyebabkan perdarahan post partum. Hal ini
disebabkan karena defisiensi faktor pembekuandan atau penghancuran
fibrin yang berlebihan (Wiknjosastro, 2002). Gejala-gejala kelainan pembekuan
darah bisa berupa penyakit keturunan ataupun didapat, kelainan pembekuan
darah bisa berupa :
a) Hipofibrinogenemia
b) Trombositopeni
c) Idiopathic thrombocytopenic purpura

d) HELLP syndrome (Hemolysis, elevated Liver Enzymes, And


Low Platelet Count)
e) Disseminated Intravaskuler Coagulation
f) Dilutional coagulopathy
g) bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor
biasanya tidak segar sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah
rusak.
Penyebab perdarahan pasca persalinan dini:
a) Perlukaan jalan lahir: ruptur uteri, robekan serviks, vagina,
perineumdan luka episiotomy
b) Gangguan mekanisme pembekuan darah
c) Perdarahan pada tempel menempelnya plasenta karena
atoniauteri, retensio plasenta, inversio plasenta
Penyebab perdarahan pasca persalinan lambat:
a) Sisa plasenta dan selaput ketuban, perlekatan abnormal
(plasenta akreta dan prakreta) tidak ada perlekatan (plasenta
sekreta)
b) Infeksi akibat retensi produk pembuangan dalam uterus
sehingga terjadi sub involusi uterus.
Faktor resiko:
a) Riwayat perdarahan pada kehamilan yang lalu
b) Gravida multipara (lebih anak)
c) Jarak kehamilan dekat
d) Operasi secar pertama
e) Persalinan kala II terlalu cepat (cn: setelah ekstraksi atau
vacumforsep)
f) Uterus terlalu tegang, misalnya: hidramnion, kehamilan
kembar,anak besar.
g) Uterus kelelahan
h) Inversi uterus primer dan sekunder.
d. Tanda dan gejala
Menurut Wiknjosastro (2005), tanda gejalanya adalah:
1) Perdarahan > 500-600 ml
2) Kontraksi uterus lemah
3) Uterus lembek
4) Subinvolusi (fundus uteri naik)
5) Wajah pucat anemis
Pada HPP primer:
1) Perubahan hemodinamik, hipotensi, takikardi
2) Sisa plasenta:perdarahan dengan bekuan
3) Terdapat involusio
4) Lochea merah tua dan berbau jika terdapat infeksi
5) Suhu tubuh meningkat

e. Penilaian Klinis tanda dan gejala Penyulit Diagnosa


Tanda dan gejala
Penyulit
1. Uterus tidak berkontraksi 1. Syok
2. Bekuan darah pada
dan lembek
2. Perdarahan segera setelah anak
serviks atau posisi
terlentang menghambat
lahir(Perdarahan
Pasca
aliran darah keluar
persalinan Primer atau P3)
1. Perdarahan segera(P3)
2. Darah segar yang mengalir
segera setelah bayi lahir(P3)
3. Uterus kontraksi baik
4. Plasenta lengkap
1. Plasenta belum lahir setelah 30
menit
2. Perdarahan segera (p3)
3. Uterus kontraksi baik

1. Pucat
2. Lemah
3. Menggigil

Diagnosa
Atonia uteri

Robekan jalan lahir

1. Tali pusat putus akibat Retensio Plasenta


traksi berlebihan
2. Iversio uteri akibat
tarikan
3. Perdarahan lanjutan

1. Plasenta atau sebagian selaput 1. Uterus


berkontraksi Tertinggalnya
(mengandung
pembuluh
tetapi tinggi fundus tidak sebagian plasenta
darah)tidak lengkap
berkurang
2. Perdarahan segera(P3)
1. Uterus tidak teraba
2. Lumen vagina terisi massa
3. Tampak
tali
pusat(jika
plasenta belum lahir)
4. Perdarahan segera(P3)
5. Nyeri sedikit atau berat
1. Sub-involusi uterus
2. Nyeri tekan perut bawah
3. Perdarahan lebih dari 24 jam
setelah persalinan.
4. Perdarahan sekunder atau P2S.
5. Perdarahan
bervariasi
(ringan atau berat, terus
menerus atau tidak teratur)
dan berbau (jika disertai
infeksi)
1. Perdarahan segera(P3)
(Perdarahan intra abdominal

1. Syok neurogenik
2. Pucat dan limbung

Inversio uteri

1. Anemia
2. Demam

1. Perdarahan
terlambat
2. Endometritis
atau
sisa
plasenta
(terinfeksi
atau tidak)

1. Syok
2. Nyeri tekan perut

Robekan
uterus

dinding
(ruptura

dan atau vaginum)


2. Nyeri perut berat

3. Denyut nadi ibu cepat

uteri)

f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
a) Pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sejak periode antenatal
terutama pemeriksaan Hb
b) Pemeriksaan golongan darah dan test antibodi harus dilakukan
sejak antenatal
c) Perlu dilakukan pemeriksaan koagulasi seperti waktu perdarahan dan
waktu pembekuan
2) Pemeriksaan radiologi
a) Pemeriksaan USG dapat membantu melihat adanya bekuan
darahdan retensi sisa plasenta
b) Pemeriksaan USG periode antenatal dilakukan untuk
mendeteksi pasien dengan resiko tinggi perdarahan dengan postpartum,
seperti plasenta previa.
g. Penatalaksanaan
1) Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
2) Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
3) Segera dilakukan penilaian klinis dan upaya pertolongan dihadapkanpada
masalah komplkasi
4) Atasi syok bila terjadi
5) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
6) Pastikan kontraksi berlangsung dengan baik (keluarkan bekuan
darah,lakukan masase uterus, beri uterotonika 10 ml, dilanjutkan
infus 20 mldalam 500 cc NS/RL dengan tetesan 40 tpm)
7) Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi
8) Pasang kateter dan pantau cairan keluar dan masuk
9) Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama pasca melahirkan dan
lanjutkan pemantauan terjadwal hingga jam berikutnya.
h. Komplikasi
1) Syok
2) Sepsis
3) Kegagalan fungsi
2. Infeksi Masa Nifas
a. Pengertian
Infeksi masa nifas adalah keadaan yang mencakup semua
peradangandalam masa nifas. Masukya kuman-kuman dapat terjadi
dalam kehamilan atau saat persalinan/saat nifas. Demam nifas adalah

demam dalam nifas oleh sebab apapun. Morbiditas puerpuralis adalah kenaikan
suhu sampai38 C atau lebih selama 2 hari dalam sepuluh hari pertama
postpartum,kecuali pada hari pertama. Suhu diukur dari mulut sedikitnya 4x/hari.
b. Klasifikasi
1) Infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan
endometrium
a) Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka
perineum jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi
merah dan bengkak; jahitan ini mudah terlepas dan luka yang
terbuka menjadi ulkus danmangaluarkan pus
b) Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka
vagina atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan
kemerahan,terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang
keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada
umumnya infeksi tinggal terbatas
c) Servisitis
Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak
menimbulkanbanyak gejala. Luka serviks yang dalam dan
meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan
infeksi yang menjalar ke parametrium.
d) Endometritis
Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis.
Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka
bekas Insersio plasenta,dan dalam waktu singkat
mengikutsertakan seluruh endometrium.
2) Penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena,
melalui jalan limfe, dan melalui permukaan endometrium.
a) Septikemia dan piemia
Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh
kuman-kuman yang sangat pathogen biasanya Streptococcus
haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan
merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi
nifas.Pada septicemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus,
langsung masuk keperedaran darah umum dan menyebabkan
infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan
jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat
dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinussinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar

ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii


(tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu
embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan.
Tiap kali dilepaskan, embolus masuk ke peredaran darah umum dan
dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke
paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan
mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut.
Keadaan ini dinamakan piemia.
b) Peritonitis
Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe
didalam uterus langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan
peritonitis, atau melalui jaringan diantara kedua lembar
ligamentum latum yang menyebabkan parametritis (sellulitis
pelvika).
c) Parametritis (sellulitis pelvika)
Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingoooforitis atausellulitis pelvika. Infeksi jaringan ikat pelvis dapat
terjadi melalui tiga jalan yakni :
Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang
terinfeksi atau dari endometritis.
Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang
meluassampai kedasar ligamentum.
Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika
Penyebaran
melalui
permukaan
endometrium:
Salpingitis, ooforitis kadang-kadang walaupun jarang,
infeksi yang menjalar ke tuba Fallopii, malahan ke ovarium.
c. Etiologi
1) Eksogen: kuman datang dari luar
2) Autogen: kuman masuk dari tempat lain
3) Endogen: dari jalan lahir sendiri
Selain itu infeksi dapat disebabkan oleh:
1) Streptococus haemolyticus aerobicus
Ini merupakan penyebab infeksi yang berat, khususnya
golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat
atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
2) Staphylococus aureus
Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas,
walaupun kadang-kadang menjadi sebab infeksiumum. Banyak
ditemukan di rumah sakit.
3) Escherichia coli

Kuman ini umumnya berasal dari kandungkencing atau


rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva,
dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab dari infeksi traktus
urinarius.
4) Clostridium welchii
Infeksi kuman yang bersifat anerobik jarang ditemukan tetapi
sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.
d. Faktor Predisposisi
1) Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita,seperti
perdarahan banyak, pre-eklamsia, juga infeksi lain,
sepertipneumonia, penyakit jantung, dan sebagainya.
2) Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama.
3) Tindakan bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan pada jalanlahir.
4) Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.
e. Cara Terjadinya Infeksi
1) Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada
pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam
vagina dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alatalat yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari
kuman-kuman.
2) Droplet infection: Sarung tangan atau alatalat terkena kontaminasi bakteri
yang berasal dari hidung atau tenggorokan penolong.
3) Infeksi nosokomial: Dalam rumah sakit selalu banyak kumankumanpathogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis
infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa aliran udara kemana-mana.
4) Coitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali
apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
5) Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu
berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus
lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan
pemeriksaan dalam
f.

Manifestasi Klinis
1) Infeksi pada perineum, vulva, vagina, dan serviks.
Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat
infeksi, dan kadang-kadang perih bila kencing. Bilamana getah
radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat suhu sekitar 38 C,
dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh

2)

3)

4)

5)

6)

jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 3940C dengan kadang-kadang disertai menggigil.
Endometritis
Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada
perabaan,dan lembek. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi
cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam
kurang dari satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada
endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau.
Septikimia
Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat,
biasanya disertai dengan menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 3940C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140160/menit atau lebih). Penderita dapat meninggal dalam 6-7 hari
postpartum.
Piemia
Penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit,
perut nyeri dansuhu agak meningkat. Akan tetapi, gejala-gejala
infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah
kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Satu
ciri khusus pada piemia ialah bahwa berulang-ulang suhu meningkat dengan
cepatdi sertai dengan menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu.
Peritonitis
Yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada
daerah pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum
tetap baik. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat pathogen
dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi,
nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada
defensemusculaire.
Muka penderita yang mulanya kemerah-merahan,
menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat apa
yang dinamakan facies hippocratica. Peritonitis nifas bisa terjadi
karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan
bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.
Sellulitis pelviks
Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang
meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu
minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada
pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan
sellulitis pelvika.Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan
nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat
dengan tulang panggul, dapat meluas ke berbagai jurusan.

Ditengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses.


Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.
7) Salpingitis dan ooforitis
Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan
dari pelvio-peritonitis.
g. Pencegahan Infeksi
1) Selama Kehamilan
a) Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus
diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi jugamerupakan
factor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan.
b) Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena
dapatmengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.
2)

3)

Selama Persalinan
a) Membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan
lahir,menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut,
menyelesaikanpersalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan
mencegahterjadinya perdarahan banyak.
b) Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung danmulut
dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai
dalampersalinan harus suci hama.
c) Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu,
terjadinyaperdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan
transfusi darahharus diberikan menurut keperluan.
Selama nifas
a) Perawatan luka postpartum dengan teknik aseptik
b) Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah genetalia harus
bersih
c) Penderita dengan tanda infeksi nifas jangan bergabung dengan
wanita nifas yang sehat

h. Pengobatan Infeksi
1) Lakukan kultur dengan segera dari sekret vagina dan serviks, luka
operasi dan darah serta uji kepekaan untuk mendapat antibiotik yang tepat
2) Berikan antibiotik yang cukup dan adekuat
3) Sambil menunggu hasi laboratorium, berikan antibiotik spektrum luas
4) Pengobatan meningkatkan daya tahan tubuh seperti infus, trasfusi
darah, makanan begizi.
3. Tromboemboli
a. Pengertian

Tromboemboli berasal dari kata trombus dan emboli.


Trombus adalah kumpulan faktor darah terutama trombosit dan fibrin
dengan terperangkapnya jalur selular yang sering menyebabkan
obstruksi padaakhir pembentukannya. Tormboemboli adalah obstruksi
pembuluh darah dengan bahan trombus yang dibawa oleh darah dari tempat asal
untuk menyumbat statis vena pada ekstrimitas bawah yang disebabkan
oleh melemahnya dinding pembuluh darah dan penekanan vena-vena
utama akibat pembesaran uterus. Meskipun sistem pembekuan darah kembali
ketingkat normal sebelum kehamilan 3 minggu setelah persalinan
resiko terjadi trombosis tetap berlanjut 4-5 minggu setelah persalinan.

b. Klasifikasi
1) Trombosis vena superfisial (TVS) Lebih sering diderita oleh
wanita dengan varises dan kejadiannya tidakdipengaruhi oleh
intervensi obstetrik yang traumatik. Biasanya disertai peradangan
sehingga disebut tromboplebitis, yaitu dibagi 2:
a) Pelvio trombophlebitis yaitu mengenai vena dinding uterus dan
ligamentum latum, yaitu vena vesika, vena uterina dan hipogastrik.
b) Trombophlebitis femoralis yaitu mengenai vena-vena
padatungkai, vena femoralis, popliteal dan vena savena.
2) Trombosis vena dalam (TVD )Sangat dipengaruhi oleh intervensi
obstetrik yang traumatik, sebagai contoh kejadiannya meningkat
menjadi 1,8-3% setelah tindakan bedah caecar. Emboli paru
(EP)15-20% pendertita TVD yang tidak tertangani dengan baik akan
mengalami emboli paru dan 12-15% dari jumlah tersebut akan berakibat fatal
c. Etiologi
Persalinan khususnya pada saat plasenta terlepas, kadar
fibrinogen serta faktor lain yang memegang peranan dalam
pembekuan meningkat,sehingga memudahkan timbulnya pembekuan.
Pembekuan darah pada kaki menjadi lebih lambat karena tekanan uterus
berisi janin beserta berkurangnya aktivitas yang berlangsung sampai masa nifas.
Pada persalinan terutama yang diselesaikan dengan pembedahan, ada
kemungkinan gangguan pada pembuluh darah terutama di daerah
pelvis. Terjadinya tromboemboli melibatkan 3 faktor yang berhubungan yaitu:
1) Perubahan koagulasi
Pada saat persalinan, faktor pembekuan V, VII, dan X
kadarnya akanmeningkat 2x lipat dan tetap tinggi di masa nifas.
Plasenta dan cairan amnion merupakan sumber dari tromboplastin

jaringan (faktor III). Pengeluaran semua material dalam persalinan dan


akan merangsang jalur ekskresi pembekuan darah.
2) Statis vena, terjadi karena:
a) Terjadi penurunan secara bertahap aliran darah vena dari kaki
ke paha
b) Obstruksi bermakna dari vena kava akibat penekanan
uterusyang semakin membesar
c) Dilatasi vena panggul
d) Kemungkinan terjadinya disfungsi dan katub vena
Semua hal tersebut mempunyai potensi untuk
meningkatkan resiko terjadinya statis aliran darah yang progresif
dengan akibat trombus yang semakian luas. Keadaan tersebut
diperparah dengan tirah baring yang lama dan proses persalinan dengan
tindakan
3) Trauma endotelium vaskuler
Merupakan barier fisiologis terhadap trombosis
diantaranya dengan menghasilkan prostasiklin yang berfungsi
mencegah terjadinya agregasidan akivitas trombosis.
d. Faktor Yang Mempengaruhi
Faktor resiko umum terjadinya tromboemboli:
1) Tromboemboli herediter (muutasi faktor)
2) Riwayat tromboemboli sebelumnya
3) Penggunaan katub jantung artifisial
4) Fibrilasi atrial
5) Sindroma anti fosfolipid
Faktor resiko khusus yang meningkatkan kecenderungan
tromboemboli:
1) Bedah SC
2) Usia lanjut ibu hamil
3) Persepsi laktasi dengan preparat estrogen
4) Side cell disease
5) Riwayat trombophlebitis sebelumnya
6) Penyakit jantung
7) Imobilisasi yang lama
8) Obesitas
9) Multipara
10) Varises
11) Infeksi nifas
12) Infeksi maternal dan insufisiensi vena kronik
Faktor resiko penting terjadinya tromboemboli
1) Merokok
2) Preeklampsia

3) Persalinan lama
4) Anemia
5) perdarahan
e. Manifestasi Klinis
Tromboemboli pada masa nifas umumnya ditandai dengan:
1) Manifesatasi klinik klasik yang disbeut dengan plegmasia alba
dolerisyaitu berupa edema tungkai dan paha
2) Disertai rasa nyeri yang hebat
3) Sianosis local
4) Demam yang terjadi karena tersumbatnya vena dari kaki sampai
regionilleo femoral. Nyeri pada otot betis baik spontan ataupun
akibatperegangan tendon Achilles Chormon sign tidak
mempunyai arti klinisyang bermakna karena tanda yang sama, seringkali
ditemukan padaawal masa nifas akibat tekanan oleh penyangga betis meja
obstetrikpada saat persalinan. Derajat nyeri tidak berhubungan dengan
resikoterjadinya emboli karena banyak penderita emboli paru
yangsebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda trombosis vena.
f. Pemeriksaan Penunjang
1) Pemeriksaan invasif (venografi)
a) Gold standart untuk diagnosis TVD
b) Pemeriksaan non invasif (compression ultrasound: CUS,
impedancepeltysimografi: IPG dan magnetik Resonance Venogravy:
MRV)CUS adalah salah satu pemeriksaan untuk TVD proksimal
Jika hasil pemeriksaan ini negatif sedangkan secara klinis
tetap patut diduga TVD, maka:
a) USG dan USG dopler secara akurat dapat mengidentifikasi
trombosis vena proksimal
b) CT Scan dipertimbangkan sebagai pemeriksaan yang akurat dan
mengidentifikasi TVD panggul dan abdomen
c) Angiografi paru merupakan gold standart untuk diagnosa emboliparu
g. Penatalaksanaan
1) Trombosis ringan, Khususnya di vena-vena di bawah permukaan diatasi
dengan:
a) Istirahatkan, kaki agak tinggi
b) Pemberian anti thrombus
c) Jika terjadi peradangan berikan antibiotic
d) Segera setelah nyeri hilang dianjurkan untuk mulai berjalan.
2) Pelviotrombophlebitis
a) Rawat inap: tirah baring
3) Trombophlebitis femoralis

a) Perawatan kaki
b) Terapi medik: Antibiotik dan analgesic
c) Ibu tidak boleh menyusui
4) TVD
a) Stoking untuk menekan
b) Terapi antikoagulan, warfarin
c) Pemberian analgesic

4. Depresi Pasca Persalinan


a. Klasifikasi
Terdiri dari 3 macam yaitu:
1) Maternity blues: Kesedihan pasca persalinan yang berlangsung 2 hari sampai
2 minggu postpartum yang ditandai dengan ketidakstabilan emosi
ibu
2) Postpartum depression: Kesedihan pasca persalinan yang berlangsung
berminggu-minggus sampai bulan
3) Postpartum psycosisTerjadi tekana jiwa yang sangat karena bisa
menetap sampai 1 tahundan bisa selalu kambuh setiap pasca
persalinan
b. Gejala
1) Mimpi buruk
2) Insomnia
3) Phobia
4) Cemas dan tegang
5) Perubahan mood, nafsu makan menurun, sedih, murung, perasaantidak
berharga, mudah marah, kelelahan, sulit konsentrasi, melukaidiri,
tidak mau berhubungan dengan orang lain dan tidak mencintai bayinya
c. Resiko Tinggi Yang Mengalami Gangguan Psikologis
1) Ibu berusia kurang dari 16 tahun
2) Riwayat keluarga dengan depresi atau pernah menderita depresi
3) Depresi pada masa hamil
4) Masalah hubungan keluarga pada masa remaja
5) Tak ada dukungan dari pasangan selama kehamilan dan kelahiran
6) Merawat bayi sendirian tanpa keluarga dan teman
7) Pengalaman negatif saat berhubungan dengan
kesehatanselama kehamilan
8) Riwayat komplikasi kehamilan.

tenaga

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM FISIOLOGIS


I.

PENGKAJIAN
A. Pemeriksaan Fisik
1. Monitor Keadaan Umum Ibu
- Jam I
: tiap 15 menit, jam II tiap 30 menit
- 24 jam I
: tiap 4 jam
- Setelah 24 jam
: tiap 8 jam
2. Monitor Tanda-tanda Vital
3. Payudara
Produksi kolustrum 48 jam pertama.
4. Uterus
Konsistensi dan tonus, posisi tinggi dan ukuran.
5. Insisi SC
Balutan dan insisi, drainase, edema, dan perubahan warna.
6. Kandung Kemih dan Output Urine
Pola berkemih, jumlah distensi, dan nyeri.
7. Bowel
Pergerakan usus, hemoroid dan bising usus.
8. Lochea
Tipe, jumlah, bau dan adanya gumpalan.
9. Perineum
Episiotomi, laserasi dan hemoroid, memar, hematoma, edema,
discharge dan approximation. Kemerahan menandakan infeksi.
10. Ekstremitas
Tanda Homan, periksa redness, tenderness, warna.
11. Diagnostik
Jumlah darah lengkap, urinalisis.
B. Perubahan Psikologis
1. Peran Ibu meliputi:
Kondisi Ibu, kondisi bayi, faktor sosial-ekonomi, faktor keluarga, usia
ibu, konflik peran.
2. Baby Blues:
Mulai terjadinya, adakah anxietas, marah, respon depresi dan
psikosis.
3. Perubahan Psikologis
a. Perubahan peran, sebagai orang tua.

b. Attachment yang mempengaruhi dari faktor ibu, ayah dan bayi.


c. Baby Blues merupakan gangguan perasaan yang menetap,
biasanya pada hari III dimungkinkan karena turunnya hormon
estrogen dan pergeseran yang mempengaruhi emosi ibu.
4. Faktor-faktor Risiko
a. Duerdistensi uterus
b. Persalinan yang lama
c. Episiotomi/laserasi
d. Ruptur membran prematur
e. Kala II persalinan
f. Plasenta tertahan
g. Breast feeding
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman nyeri b.d. episiotomi.
2. Gangguan Integritas Jaringan b.d. Episiotomi, Laserasi
3. Resiko tinggi infeksi b.d. gangguan integritas kulit.
III. RENCANA KEPERAWATAN
1. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d. episiotomi, laserasi.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam nyeri
berkurang.
KH :
- Klien menyatakan nyeri berkurang dengan skala nyeri 3-4.
- Klien tampak rileks, ekspresi wajah tidak tegang, klien bisa tidur
nyaman.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal:
Suhu 36-37 C, N 60-100 x/menit, R 16-24 x/menit, TD 120/80
mmHg.
Intervensi
- Tentukan adanya lokasi dan sifat serta skala nyeri.
- Inspeksi perbaikan perineum, dan episiotomi.
- Perhatikan adanya tanda REEDA.
- Ajarkan klien teknik relaksasi dan distraksi (teknik napas panjang dan
dalam, mengalihkan perhatian).
- Monitor tanda-tanda vital.
2. Gangguan Integritas Jaringan b.d. Episiotomi, Laserasi
Tujuan:

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, integritas


jaringan meningkat.
Kriteria Hasil :
- Luka episiotomi menunjukkan tanda penyembuhan sesuai proses
(tahap-tahap penyembuhan luka)
- Tidak ditemukan tanda-tanda infeksi / tanda REEDA (-)
- Nyeri dapat ditoleransi.
Intervensi
- Monitor episiotomi akan kemerahan, edema, memar, hematoma,
keutuhan (sambungan dan pendarahan).
- Berikan kompres es, untuk menurunkan edema.
- Berikan penghangat (rendam pantat) 3-4 x/hari, setelah 24 jam untuk
meningkatkan vaskularisasi.
- Lakukan perawatan episiotomi setiap hari.
- Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan dan terutama daerah
genetalia.
3. Resiko tinggi infeksi b.d gangguan integritas kulit
Tujuan: Tidak terjadi infeksi.
Kriteria Hasil:
- Luka bebas dari infeksi
- Tidak timbul tanda-tanda infeksi
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
- Kaji riwayat prenatal dan intranatal
- Kaji tanda-tanda vital
- Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus
- Catat jumlah, warna, bau, dan konsistensi lochea
- Inspeksi sisi perbaikan episiotomi
- Monitor input dan output cairan
- Monitor tanda-tanda vital

DAFTAR PUSTAKA

Joseph, H. K dan Nugroho. 2010. Catatan Kuliah Ginekologi dan Obstetri(Obsgyn).


Yogayakarta: Nuha Medika
Krisnadi, Sofie. 2005. Obstetri Patologi ilmu kesehatan Reproduksi Edisi 2 FK
Universitas Padjadjaran. Jakarta: EGC.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid 1 Obstetri fisiologi, Obstetri
Patologi. Jakarta:EGC.
Manuaba, Ida. 1998. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan
KeluargaBerencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

dan

Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Buku Acuan Nasional PelayananKesehatan Maternal


dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustakasarwono Prawirohardjo.
Saifuddin, Gulardi, Biran, dan Joko. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Doengoes, E. Marilyn, Rencana Perawatan Maternal/Bayi, Edisi 2, 2001, EGC,
Jakarta.
FKUI, Buku Pedoman Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal,
Cetakan 1, 2002, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.
FKUI, Ilmu Kebidanan, Edisi 3, 1999, Yayasan Bina Pustaka: Jakarta.
FKUI, Obstetri Fisiologi, 1993, E. Leman: Bandung.
Persis Mary Hamilton, Dasar-dasar Keperawatan Maternitas, 1995, EGC,
Jakarta.

You might also like