You are on page 1of 58

BIOBRIKET ECENG GONDOK (Eichhornia crassipes) SEBAGAI BAHAN

BAKAR ALTERNATIF BERBASIS MASYARAKAT YANG RAMAH


LINGKUNGAN

PENYUSUN :
ANTON PRIYADI
NIM : 2119110113

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS GALUH CIAMIS

TAHUN 2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayahNya serta shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Oleh karena bimbingan dan jalan
kemudahan dariNya karya ilmiah dengan berjudul Biobriket Eceng Gondok
(Eichhornia crassipes) Sebagai Bahan Bakar Alternatif Berbasis Masyarakat
yang Ramah Lingkungan dapat terselesaikan.
Karya ilmiah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Biologi.
Selain itu karya ilmiah ini yang mengangkat ide pembuatan biobriket dari eceng
gondok merupakan tawaran solusi atas pendayagunaan salah satu sumber bahan
bakar alternatif dari biomassa (bahan-bahan organik). Hal ini mengingat semakin
berkurangnya ketersediaan energi yang berasal dari minyak ataupun gas bumi.
Terselesaikannya karya ilmiah ini juga atas bantuan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1.
2.

Bapak H.Hendriawan, Drs,MM. selaku Dosen mata kuliah Biologi Umum.


Berbagai pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu terimakasih atas
bantuannya.
Semoga bantuan dari Bapak/ Ibu dan Sdr/ Sdri menjadi suatu ladang amal
dan diberikan balasan yang lebih baik dari Allah SWT.
Tiada gading yang tak retak sebagaimana karya ilmiah ini yang masih
belum sempurna. Namun demikian penyusun hanya bisa berusaha untuk
memberikan yang terbaik. Semoga dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Hormat kami,

Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman Judul
Kata Pengantar.................................................................................................................
i
Daftar Isi..........................................................................................................................
ii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..............................................................................................
1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................
3
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................
3
D. Manfaat Penulisan ......................................................................................................
3

E. Definisi Operasional ...................................................................................................


4
F. Kerangka Berpikir........................................................................................................
4
BAB II. PEMBAHASAN
A. Dekripsi Tanaman Eceng Gondok..............................................................................
5
B. Bio Briket....................................................................................................................
8
C. Cara Pembuatan Biobriket Tanaman Eceng Gondok..................................................
10
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................
13
B. Saran ...........................................................................................................................
13
Daftar Pustaka
Lampiran

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah


Saat ini manusia telah memasuki era globalisasi. Di era golabalisasi ini
energi memiliki peran yang sangat signifikan bagi kehidupan manusia. Hal ini
dapat diapresiasi pada saat kita menyadari bahwa energi terlibat dalam semua
aktivitas di bumi. Apabila kita mengkonsumsi energi bebas di sekitar berarti akan
mengurangi jumlah energi bebas yang tersedia untuk masa depan. Kehidupan
modern saat ini menimbulkan konsumsi energi secara besar-besaran oleh manusia
untuk berbagai kepentingan.
Energi adalah suatu kapasitas untuk melakukan kerja. Kapasitas ini
tersedia dalam berbagai bentuk dan sumber. Minyak dan gas bumi, batubara,
nuklir, air ataupun angin hanyalah sedikit dari berbagai sumber energi yang kita
kenal dan manfaatkan. Indonesia dengan jumlah penduduk terbesar keempat di
dunia setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, berada pada posisi ke 20 pada
tingkat konsumsi energi dunia dengan total konsumsi sebesar 1,1% dari total
energi dunia. Perbandingan sumber-sumber energi dari sepuluh konsumen energi
terbesar dunia tersebut bisa dilihat pada Tabel 1 dengan tambahan data konsumsi
energi Indonesia.

Tabel 1: Komposisi sumber energi dari 10 negara konsumen energi terbesar dunia,
ditambah dengan Indonesia sebagai perbandingan (dalam juta ton)*.

Sumber: BP Statistical Review of World Energy, 2005


Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan batubara
yang besar, yaitu sekitar 8,8 milyar ton dimana 70 persen merupakan batubara
muda dan 30 persen sisanya adalah batubara kualitas tinggi dan diperkirakan akan
habis dalam 150 tahun kedepan. Perlu diketahui cadangan minyak dan gas bumi
Indonesia makin menipis dan diperkirakan dalam beberapa dasa warsa
mendatang habis. Hal ini hendaknya disadari oleh segenap lapisan masyarakat

sehingga penggunaan bahan bakar unrenewable untuk kepentingan bangsa dapat


terus dipantau dan diperhatikan bersama-sama (Imam Budi Raharjo, 2006).
Menurut Agusman Effendi, seorang

anggota Dewan Energi Nasional

(DEN), bahwa saat ini Indonesia telah mengalami defisit energi. Konsumsi
nasional bahan bakar minyak (BBM) mencapai 1,4 juta barel per hari (bph).
Sebesar 35% dihabiskan untuk menggerakkan transportasi. Sisanya untuk
menciptakan energi listrik dan memutar roda industri di pabrik-pabrik. Industri
lain yang juga butuh energi adalah industri kelistrikan, baja, kimia, dan petrokimia
serta rumah tangga.
Pada saat ini, ketersediaan energi listrik mencapai 30 gigawatt (GW). Pada
2025, kebutuhan listrik diprediksi mencapai 150 GW. Namun, pada 2050 dengan
penduduk sekitar 345 juta jiwa kebutuhan listrik nasional diramalkan menembus
angka 450 GW sebagaimana di negara maju. Bisa dibayangkan sulitnya mencari
sumber energi primer untuk pembangkit listrik. Guna mencukupi listrik 10 tahun
ke depan yakni 120 GW jika tetap mengandalkan energi primer dari bahan fosil
seperti minyak, gas bumi, dan batu bara bakal gagal. Kedepan cadangan energi
fosil makin menipis, ongkos eksploitasi tinggi, dan dihadang pengurangan emisi
CO2. (G.A. Guritno, 2010).
Kebutuhan rata-rata energi listrik di Jawa Tengah (Jateng) hingga 2013
diperkirakan mengalami peningkatan sekitar 8,7 persen setiap tahun. Tahun ini
kebutuhan listrik di Jateng mencapai sekitar 14.000 gigawatt per hour (GwH).
Berbagai langkah disiapkan untuk mengupayakan pencapaian target, khususnya
melalui kebijakan rencana umum kelistrikan daerah. Di sisi penyediaan energi,
diupayakan peningkatan produksi melalui optimalisasi pembangkit yang ada
termasuk mendorong pendayagunaan sumber energi alternatif yang ramah
lingkungan. (Suara Karya, 15 Juli 2010).
Selain itu, ketersediaan minyak bumi yang semakin berkurang mendorong
pemerintah mengalakkan program konversi minyak bumi ke gas LPG. Adanya
konversi ini sangat menguntungkan warga karena harga LPG yang lebih murah

jika dibandingkan dengan minyak tanah. Namun LPG juga merupakan energi
yang berasal dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui dan semakin
lama akan semakin habis. Oleh karena itu pendayagunaan energi alternatif sangat
dibutuhkan. Terlebih akhir-akhir ini sering terjadi ledakan tabung gas LPG,
membuat kekhawatiran pada sebagian warga. Hal ini membuat banyak warga di
berbagai daerah beralih ke kayu bakar untuk memasak.
Sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui (renewable energy) di
Indonesia relatif lebih banyak, satu diantaranya adalah biomassa ataupun bahanbahan limbah organik. Biomassa ataupun bahan-bahan limbah organik ini dapat
diolah dan dijadikan sebagai bahan bakar alternatif. Salah satu contohnya adalah
eceng gondok (Eichhornia crassipes).
B.
1.

Rumusan Masalah
Apakah eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat dimanfaatkan pada

pembuatan biobriket?
2.
Bagaimana cara pembuatan biobriket dari eceng gondok (Eichhornia
crassipes)?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui apakah eceng gondok (Eichhornia crassipes) dapat
2.
D.
1.

dimanfaatkan pada pembuatan biobriket sebagai bahan bakar alternatif.


Untuk mengetahui cara pembuatan biobriket dari eceng gondok (Eichhornia
crassipes).
Manfaat Penulisan
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan
Memberikan pengetahuan tentang cara memanfaatkan tanaman eceng gondok

sebagai salah satu sumber energi alternatif yaitu berupa biobriket.


2.
Bagi masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat luas tentang cara memanfaatkan
tanaman eceng gondok untuk mengurangi pencemaran lingkungan dan dapat
dipergunakan sebagai salah satu sumber energi alternatif.
E. Definisi Operasional
1.
Biobriket yang dimaksud dalam penulisan karya ilmiah ini adalah bahan bakar
padat yang berasal dari biomassa atau bahan-bahan organik khususnya tumbuhtumbuhan.

2.

Energi alternatif yang dimaksud dalam penulisan karya ilmiah ini adalah energi
pengganti khususnya berupa bahan bakar untuk memasak guna kepentingan

F.

penghematan energi serta pendayagunaan energi yang ramah lingkungan


Kerangka Berpikir
Energi merupakan suatu hal yang sangat dibutuhkan oleh seluruh makhluk
hidup, khususnya manusia. Energi tersebut dapat berasal dari SDA yang dapat
diperbaharui ataupun dari SDA yang tidak dapat diperbaharui. Sekarang ini energi
yang berasal SDA yang tidak dapat diperbaharui sudah sangat minim
keberadaannya. Seperti halnya bahan bakar minyak yang sekarang ini sudah
sangat langka. Padahal, bahan bakar tersebut sangat dibutuhkan oleh manusia,
contohnya adalah bensin, solar, minyak tanah, gas LPG, dll.
Seiring berjalannya waktu, jumlah manusia di muka bumi ini terus meningkat,
padahal jumlah energi yang disediakan alam semakin berkurang. Oleh karena
jumlah manusia semakin bertambah, kebutuhan energipun akan bertambah. Salah
satu cara yang harus dilakukan manusia untuk mengantisipasi kekurangan energi
adalah dengan menghemat energi. Bicara tentang penghematan energi, adalah
satu cara yang dapat di tempuh yaitu dengan energi elternatif.
Energi alternatif yang bagus adalah yang hasil sampingannya tidak merusak
keseimbangan lingkungan. Energi yang dimaksud adalah dalam bentuk biobriket.
Agar hasil sampingan biobriket yang berupa asap tidak merusak keseimbangan
lingkungan, maka biobriket tersebut sebaiknya terbuat dari biomassa. Biomassa
adalah bahan-bahan organik yang berasal dari alam,yang salah satunya adalah
eceng gondok.

BAB II
PEMBAHASAN
A.
a.

Deskripsi Tanaman Eceng Gondok


Taksonomi tanaman Eceng Gondok

Klasifikasi Ilmiah
Kerajaan

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Liliopsida

Ordo

: Commelinales

Famili

: Pontederiaceae

Genus

: Eichhornia

Nama binomial:
Eichhornia crassipes
(Mart.) Solms

b.

Gambar 1. Tanaman Eceng Gondok (Eichhornia crassipes)


Struktur morfologi tanaman Eceng Gondok
Eceng gondok merupakan herba yang mengapung, kadang-kadang
berarak dalam tanah, menghasilkan tunas merayap yang keluar dari ketiak daun
yang dapat tumbuh lagi menjadi tumbuhan baru dengan tinggi 0,4-0,8 m,
tumbuhan ini memiliki bentuk fisik berupa daun-daun yang tersusun dalam
bentuk radikal (roset). Setiap tangkai pada helaian daun yang dewasa memiliki
ukuran pendek dan berkerut. Helaian daun (lamina) berbentuk bulat telur lebar
dengan tulang daun yang melengkung rapat panjang 7-25 cm, gundul dan warna
daun hijau licin mengkilat (Moenandir, 1990). Lebih lanjut Masan (1981)
menerangkan,

bahwa

kerangka

bunga

berbentuk

bulir,

bertangkai

panjang,berbunga 10-35, tangkai dengan dua daun pelindung yang duduknya


sangat dekat, yang terbawa dengan helaian kecil dan pelepah yang berbentuk
tabung dan bagian atas juga berbentuk tabung.
Poros bulir sangat bersegi, tabung tenda bunga 1,5-2 cm panjangnya
dengan pangkal hijau dan ujung pucat. Taju sebanyak 6 masing-masing tidak
sama ukurannya, lila panjang 2-3 cm, taju belakang yang terbesar dengan noda
ditengah-tengah berwarna kuning cerah. Benang sari 6,bengkok, tiga dari
benang sari tersebut lebih besar dari yang lain. Bakal buah beruang tiga dan
berisi banyak. Tangkai daun pada Eceng gondok bersifat mendangkalkan dan
membangun spon yang membuat tumbuhan ini mengambang.
Eceng gondok berkembang biak dengan stolon (vegetatif) dan juga
secara generatif. Perkembangbiakan secara vegetatif mempunyai peranan
penting dalam pembentukan koloni. Perkembangbiakan tergantung dari kadar

O2 yang terlarut dalam air. Moenandir (1990) menyebutkan, bahwa pada


konsentrasi 3,5-4,8 ppm perkembangbiakan Eceng gondok dapat berjalan
c.

dengan cepat.
Kondisi lingkungan yang dibutuhkan tanaman Eceng Gondok
Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran
air yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat
mentolerir perubahan yang ekstrim dari ketinggian air, laju air, dan perubahan
ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air. Tanaman eceng
gondok hidup pada ketinggian tempat berkisar antara 0-1600 m di atas permukaan
laut yang beriklim tropis dan sub tropis, kecuali pada daerah yang beriklim
dingin.Pertumbuhan eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang
mengandung nutrien yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan
potasium (Laporan FAO). Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan
eceng gondok seperti yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika
Barat, di mana eceng gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan
berkurang saat kandungan garam naik pada musim kemarau.

d.

Kerugian tanaman Eceng Gondok


Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok antara lain:

1.

Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daundaun tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang

cepat.
2.
Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga
menyebabkan menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved
Oxygens).
3. Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga
4.

mempercepat terjadinya proses pendangkalan.


Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang
kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan

5.
6.

beberapa daerah lainnya.


Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.

e.

Kegunaan tanaman Eceng Gondok


Eceng gondok memiliki karakter yang sangat unik untuk dikaji, hal ini
merupakan suatu anugerah Tuhan dengan kata lain Tidaklah aku ciptakan
sesuatu yang tanpa berguna, kecuali hanya sedikit pengetahuan yang dimiliki
oleh manusia. Walaupun eceng gondok dianggap sebagai gulma di perairan,
tetapi sebenarnya ia berperan dalam menangkap polutan logam berat. Rangkaian
penelitian seputar kemampuan eceng gondok oleh peneliti Indonesia antara lain
oleh Widyanto dan Susilo (1977) yang melaporkan dalam waktu 24 jam eceng
gondok mampu menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni),
masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak
bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni
0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur
dengan logam lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr)
dapat diserap oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam
penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen.
Selain dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu
menyerap residu pestisida. Dari segi teknologi bahwa Eceng gondok memiliki
kadar serat yang tinggi. Serat tersebut dapat dimanfaatkan secara komersiil baik
secara tradisional sampai industri yang mutakhir.
Selain itu ada beberapa manfaat lain dari tanaman eceng gondok yaitu :

1.

Bahan Baku Pulp dan Kertas

2.

Bahan Baku Pupuk Organik

3.

Sumber Pakan Ternak dan Ikan

4.

Bahan Baku Kerajinan Tangan

f.

Komposisi kimia tanaman Eceng Gondok


Dari hasil penelitian yang di lakukan oleh Winarno (1993),
menyebutkan bahwa hasil analisa kimia dari Eceng gondok dalam keadaan segar
diperoleh bahan organik 36,59%, C organik 21,23%, N total 0,28%, P total

0,0011% dan K total 0,016%. Lebih lanjut Joejodibroto (1983) mengemukakan


hasil analisa komponen kimia Eceng gondok yang tidak digiling ternyata
mengandungkadar abu 12% dan setelah digiling menjadi 0,65%. Selanjutnya zat
B.
a.

ekstraktif juga mengalami penurunan setelah digiling.


Biobriket
Pengertian
Biobriket atau briket biomassa atau disebut pula briket bioarang adalah bahan
bakar padat yang dapat digunakan sebagai sumber energi alternatif yang
mempunyai bentuk tertentu. Menurut Basriyanta biomassa limbah industri, hutan,
perkebunan, pertanian, dan sampah merupakan semua bahan baku biobriket,
sebagai sumber energi alternatif terbesar. Potensi energi biomassa mencapai 885juta gigajoule per tahun. Sampah organik salah satu sumber biomassa potensial
dalam bentuk padat atau biobriket, gas (biogas), dan bentuk cair (bioliquid)
sebagai bahan bakar organik ramah lingkungan.
Dalam jangka panjang, penggunaan biobriket yang ramah lingkungan menjadi
pengganti bahan bakar minyak bumi. Berikut ini tabel nilai kalori yang dikandung
oleh beberapa jenis bahan bakar:
Tabel 2. Nilai kalori bahan bakar di Indonesia
N
O

BAHAN BAKAR

NILAI KALORI
(kal/gr)

Minyak bumi mentah

10.081,22

Bahan bakar minyak

10.224,56

Gas alam

9.755, 89

Biobriket

7.047,30

Batubara

6.999,52

Batubara muda

1.877,24

Kayu kering

4.491,16

(Media Indonesia, 2010)


Beberapa tipe/ bentuk briket yang umum dikenal antara lain: bantal (oval),
sarang tawon (honey comb), silinder (cylinder), telur (egg) dan lain-lain. Secara

umum beberapa spesifikasi briket yang dibutuhkan oleh konsumen adalah sebagai
1)
2)
3)
4)
5)

berikut:
Daya tahan briket
Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk penggunaannya
Bersih, tidak berasap terutama untuk sektor rumah tangga.
Bebas gas-gas berbahaya
Sifat pembakaran yang sesuai dengan kebutuhan (kemudian dibakar, efisiensi

energi, pembakaran yang stabil).


b. Teknologi pembriketan
Proses pembriketan adalah proses pengolahan yang mengalami perlakuan
penggerusan, pencampuran bahan baku, pencetakan dan pengeringan pada kondisi
tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan
sifat kimia tertentu. Tujuan dari pembriketan adalah untuk meningkatkan kualitas
bahan sebagai bahan bakar, mempermudah penanganan dan transportasi serta
mengurangi kehilangan bahan dalam bentuk debu pada proses pengangkutan.
Beberapa faktor yang mempengaruhi pembriketan antara lain:
1)
Ukuran dan distribusi partikel.
2)
Kekerasan bahan.
3)
Sifat elastisitas dan plastisitas bahan. (Hasjim, 1991).
Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan briket antara
lain:
1)
Bahan baku
Briket dapat dibuat dari bermacam-macam bahan baku, seperti ampas tebu, sekam
padi, serbuk gergaji, limbah ampas aren dll. Bahan utama yang harus terdapat di
dalam bahan baku adalah selulosa. Semakin tinggi kandungan selulosa semakin
2)

bagus kualitas briketnya.


Bahan pengikat
Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam bahan baku pada proses pembuatan
briket maka diperlukan zat pengikat sehingga dihasilkan briket yang kompak.
Secara umum proses pembuatan briket melalui tahap penggerusan,

1)

pencampuran, pencetakan, pengeringan, dan pengepakan.


Penggerusan adalah menggerus bahan baku briket untuk mendapatkan ukuran

butir tertentu.
2)
Pencampuran adalah mencampur bahan baku briket pada komposisi tertentu
3)

untuk mendapatkan adonan yang homogen.


Pencetakan adalah mencetak adonan untuk mendapatkan bentuk tertentu yang
sesuai dengan keinginan.

4)

Pengeringan adalah proses mengeringkan briket dengan menggunakan udara/

5)

panas pada tenperatur tertentu untuk menurunkan kandungan air briket.


Pengepakkan adalah pengemasan produk sesuai dengan spesifikasi kualitas dan
kuantitas yang telah ditentukan.
Beberapa parameter kualitas briket yang akan mempengaruhi pemanfaatannya
antara lain: kandungan air, kandungan abu, kandungan zat terbang, dan nilai

kalor.
c.
Standar kualitas briket bioarang
Saat ini belum ada suatu standar kulaitas briket bioarang. Namun, persyaratan
briket arang kayu menurut Sudrajat (1982) adalah:
Fixed Carbon >
60 %
Kadar abu
<
8%
Nilai kalor
>
6000 cal/ gr
Kerapatan
>
0,7 gr/ cm3
d.
Manfaat biobriket
Dengan penggunaan briket arang sebagai bahan bakar maka kita dapat
menghemat penggunaan kayu sebagai hasil utama dari hutan. Selain itu
penggunaan briket arang dapat menghemat pengeluaran biaya untuk membeli
minyak tanah atau gas elpiji. Dengan memanfaatkan serbuk gergaji sebagai bahan
pembuatan briket arang maka akan meningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan
sekaligus mengurangi pencemaran udara, karena selama ini limbah ampas batang
aren yang ada hanya dibakar begitu saja. Manfaat lainnya adalah dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat bila pembuatan briket arang ini dikelola
dengan baik untuk selanjutnya briket arang dijual.
C. Cara pembuatan biobriket tanaman eceng gondok
Dari fakta dan data yang ada menunjukkan bahwa pemakaian bahan bakar
fosil saat ini semakin meningkat, jumlah cadangan semakin menipis, harga yang
tidak stabil (cenderung terus meningkat) dan isu-isu bahwa bahan bakar fosil
menyebabkan pemanasan global serta penyebab terjadinya kerusakan lingkungan
sudah mulai terbukti. Upaya untuk mengeliminasi kemungkinan terburuk dampak
pemakaian bahan bakar fosil yaitu dengan pengembangan sumber energi
terbarukan menjadi salah satu alternatif pengganti bahan bakar fosil.
Kekayaan alam Indonesia menjadi pertimbangan utama konversi energi
minyak dan gas ke biomassa. Biomassa merupakan bahan alami yang biasanya

dianggap sebagai sampah dan sering dimusnahkan dengan cara dibakar. Perlu
diketahui bahwa Indonesia merupakan negara agraris terbesar yang akan mampu
memasok sumber bahan baku biomassa, baik dari budidaya hayati maupun limbah
pertanian, peternakan, dan perkebunan. Sumber energi biomassa mempunyai
keuntungan antara lain :
1.

Sumber energi ini dapat dimanfaatkan secara terus-menerus karena sifatnya

yang renewable resources.


2.
Sumber energi ini relatif tidak mengandung unsur sulfur, sehingga tidak
3.

menyebabkan polusi udara sebagaimana yang terjadi pada bahan bakar fosil.
Pemanfaatan energi biomassa juga meningkatkan efisiensi pemanfaatan limbah
pertanian, peternakan, dan perkebunan.
Oleh karena itu berbagai bahan organik saat ini dicoba untuk digunakan
sebagai penghasil energi alternatif, misalnya sebagai bahan bakar (biobriket).
Terlebih limbah yang dihasilkan oleh suatu aktivitas/ usaha produksi manusia
akan lebih baik jika kita manfaatkan sehingga tidak mencemari lingkungan
sekitar. Berbagai limbah yang telah diteliti dapat menghasilkan energi atau
sebagai bahan bakar alternatif antara lain: jerami, ampas tebu, sekam, limbah
ampas batang aren, serbuk gergaji dll.
Adapun proses pembuatan biobriket dari tanaman eceng gondok adalah
sebagai berikut:

1.

Pertama, eceng gondok diiris-iris lalu digiling dengan mesin penggiling


sederhana. Air perasannya dipisahkan dan bisa dimanfaatkan untuk pupuk.
Sementara ini eceng gondok dimanfaatkan untuk pupuk tanaman hias, bukan
untuk sayuran, karena khawatir ada B3 Irisan eceng gondok dicampur dengan
tanah liat, kapur, dan serbuk gergaji.

2.

Setelah itu, campuran tadi dimasukkan ke dalam silinder pencetak yang


berdiameter 15 sentimeter. Setelah dijemur tiga hari, briket eceng gondok pun bisa
langsung digunakan. Dengan ditambah sedikit minyak tanah, briket akan segera
membara dan siap untuk memasak.

Briket bisa juga dibakar sehingga menjadi bio arang. Dengan kandungan
karbon yang lebih tinggi dan kadar air yang terkurangi, mutu bio arang ini lebih
baik dibanding briketnya. Selain ramah lingkungan, briket dan bio arang ini lebih
harum dan sedikit asapnya.
Sayangnya, waktu menyalanya relatif singkat sekitar 10 menit saja untuk 3-4
briket ataupun bio arang. Namun limbah hasil pembakaran briket atau bio arang
masih bisa dimanfaatkan untuk abu gosok atau pembuatan telur asin, sehingga tak
ada yang terbuang.
Menurut data nilai kalori yang terkandung pada berbagai bahan bakar bahwa
biobriket memiliki nilai kalor cukup tinggai yaitu rata-rata 7.047,30 kal/gram.
Nilai kalor biobriket tersebut menempati urutan ke-3 setelah minyak bumi
mentah, bahan bakar minyak dan gas alam. Hal ini berarti memenuhi standar
Jepang maupun standar Amerika. (Media Indonesia, 2010)
Akan tetapi kandungan kalor dari biomasa yang lebih rendah menyebabkan
jumlah briket yang diperlukan untuk keperluan yang sama relatif lebih banyak
dibanding batubara dan minyak tanah. Hal ini dapat diatasi dengan teknik
karbonisasi guna meningkatkan nilai kalor dari briket biomassa. Selain itu dengan
mengatur kandungan volatil yang cocok, briket biomassa relatif lebih mudah
dinyalakan daripada briket batubara. Bau yang dikeluarkan dari pembakaran
biobriket juga tidak terlalu menyengat sebagaimana bau yang dikeluarkan selama
pembakaran biobriket.
Sifat-sifat penting dari biobriket yang mempengaruhi kualitas bahan bakar
adalah sifat fisik dan kimia. Sifat fisik biobriket dapat diperoleh dari proses
pembuatan mulai dari pemilihan bahan hingga hasil berupa biobriket yang siap
digunakan. Ukuran partikel arang juga memberikan pengaruh pada kualitas
biobriket. Arang yang dihasilkan dari karbonisasi tanaman eceng gondok dinilai
cukup bagus karena limbah ampas yang belum dikarbonisasi sudah memiliki
ukuran partikel dengan diameter kecil sehingga mempercepat pada proses
karbonisasi.

Dengan demikian adanya pembuatan biobriket dari tanaman eceng gondok


dapat membantu pemerintah dan masyarakat dalam upaya penghematan energi
dan penanggulangan pencemaran lingkungan.

Pemanfaatan Eceng Gondok Sebagai Tumbuhan Yang Memiliki Nilai Guna


dan Bisnis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Eceng gondok atau enceng gondok (Latin:Eichhornia crassipes) adalah salah satu
jenistumbuhan air mengapung. Selain dikenal dengan nama eceng gondok, di
beberapa daerah diIndonesia, eceng gondok mempunyai nama lain seperti di
daerah Palembang dikenal dengan nama Kelipuk, di Lampung dikenal dengan
nama Ringgak, di Dayak dikenal dengan nama Ilung-ilung, diManado dikenal
dengan nama Tumpe. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja
oleh seorang ilmuan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang
ahli botani berkebangsaanJerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan
ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok memiliki kecepatan tumbuh
yang tinggi sehingga tumbuhan ini dianggap sebagai gulma yang dapat merusak
lingkungan perairan. Eceng gondok dengan mudah menyebar melalui saluran air
ke badan air lainnya.
Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah.
Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan
berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun
menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya

termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya


berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna
hijau. Akarnya merupakan akar serabut
Eceng gondok tumbuh di kolam-kolam dangkal, tanah basah dan rawa, aliran air
yang lambat, danau, tempat penampungan air dan sungai. Tumbuhan ini dapat
mentolerir perubahan yang ektrim dari ketinggian air, laju air, dan perubahan
ketersediaan nutrien, pH, temperatur dan racun-racun dalam air. Pertumbuhan
eceng gondok yang cepat terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien
yang tinggi, terutama yang kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium (Laporan
FAO). Kandungan garam dapat menghambat pertumbuhan eceng gondok seperti
yang terjadi pada danau-danau di daerah pantai Afrika Barat, di mana eceng
gondok akan bertambah sepanjang musim hujan dan berkurang saat kandungan
garam naik pada musim kemarau.
Akibat-akibat negatif yang ditimbulkan eceng gondok antara lain:
Meningkatnya evapotranspirasi (penguapan dan hilangnya air melalui daun-daun
tanaman), karena daun-daunnya yang lebar dan serta pertumbuhannya yang cepat.
Menurunnya jumlah cahaya yang masuk kedalam perairan sehingga menyebabkan
menurunnya tingkat kelarutan oksigen dalam air (DO: Dissolved Oxygens).
Tumbuhan eceng gondok yang sudah mati akan turun ke dasar perairan sehingga
mempercepat terjadinya proses pendangkalan.
Mengganggu lalu lintas (transportasi) air, khususnya bagi masyarakat yang
kehidupannya masih tergantung dari sungai seperti di pedalaman Kalimantan dan
beberapa daerah lainnya.
Meningkatnya habitat bagi vektor penyakit pada manusia.
Menurunkan nilai estetika lingkungan perairan.
Dikenal sebagai tanaman gulma air, karena pertumbuhannya yang begitu cepat
sehingga menutupi permukaan air.
Menimbulkan permasalahan lingkungan lainnya, seperti cepatnya penguapan
perairan.
1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mencoba mengindentifikasi


permasalahan sebagai berikut:
1.

Bagaimana caranya menanggulangi efek negatif dari tumbuhan eceng gondok?

2.

Apakah ada dampak positif atau manfaat yang terdapat pada tumbuhan eceng
gondok?

3.

Apakah tumbuhan eceng gondok ini dapat diolah menjadi barang yang memiliki
nilai guna dan komersial (bisnis)?

1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam kegiatan penelitian ini antara lain:
1.

Untuk mengetahui cara penanggulangan dampak negatif pada tumbuhan eceng


gondok.

2.

Untuk menganalisis dampak positif pada tumbuhan eceng gondok.

3.

Untuk mengetahui pemanfaatan eceng gondok menjadi barang yang memiliki


nilai guna dan komersial (bisnis).

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.Cara Penanggulangan Dampak Negatif dari Tumbuhan Eceng Gondok
a.

Menggunakan herbisida

b.

Mengangkat eceng gondok tersebut secara langsung dari lingkungan perairan

c.

Menggunakan predator (hewan sebagai pemakan eceng gondok), salah satunya


adalah dengan menggunakan ikan grass carp (Ctenopharyngodon idella) atau ikan
koan. Ikan grass carp memakan akar eceng gondok, sehingga keseimbangan
gulma di permukaan air hilang, daunnya menyentuh permukaan air sehingga
terjadi dekomposisi dan kemudian dimakan ikan. Cara ini pernah dilakukan
di danau Kerinci dan berhasil mengatasi eceng gondok di danau tersebut

d.

Memanfaatkan eceng gondok tersebut dan lain-lain.

2.2.Dampak positif atau manfaat yang terdapat pada tumbuhan eceng gondok.
Meskipun tumbuhan yang lebih sering dianggap sebagai tumbuhan
pengganggu kawasan perairan ini memiliki banyak dampak negatif, ternyata
eceng gondok memiliki berbagai manfaat, diantaranya:
Eceng gondok mampu menetralkan limbah rumah tangga dan industri
Menyerap uranium dan mercirium, dua zat yang sangat berbahaya bila mencemari
perairan
Pembersih polutan logam berat
Walaupun eceng gondok dianggap sebagai gulma di perairan, tetapi sebenarnya ia
berperan dalam menangkap polutan logam berat. Rangkaian penelitian seputar
kemampuan eceng gondok oleh peneliti Indonesia antara lain oleh Widyanto dan
Susilo (1977) yang melaporkan dalam waktu 24 jam eceng gondok mampu

menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing
sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng
gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat
kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam
lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap
oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr
semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen.
Mampu menyerap residu pestisida.
Eceng gondok dapat diolah menjadi bahan pembuatan kertas, kompos, biogas,
perabotan, kerajinan tangan,
Sebagai media pertumbuhan bagi jamur merang, dsb.
Eceng gondok kaya asam humat yang menghasilkan Senyawa Fitohara yang
mampu mempercepat pertumbuhan akar tanaman.
Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.
2.3.Pemanfaatan eceng gondok menjadi barang yang memiliki nilai guna dan
komersial (bisnis).
a.

Eceng

gondok dapat dimanfaatkan menjadi bahan

kerajinan yang

menguntungkan. Keuntungan bahan kerajinan tangan dari eceng gondok adalah


sebagai berikut:

b.
c.

Bahannya mudah di dapat


Harganya murah
Harga jual kerajinan tinggi
Pengerjaannya mudah
Kerajinan eceng gondok sangat unik dan menarik
Kerajinan dari eceng gondok bisa dimanfaatkan sebagai peluang bisnis.
Banyaknya potensi alam tanaman eceng gondok dan peluang ekonomi yang
cukup menjanjikan membuat sentra kerajinan eceng gondok dibeberapa tempat.
Hanya perlu lebih diintensifkan lagi agar meningkatkan ekonomi bisnis usaha
kecil dan rumah tangga.

d.

Kerajinan eceng gondok dapat berupa anyaman, tas, sendal, bahan pembuatan
kertas, dompet, furniture, mebel, dan lain-lain.

Salah satu masalah serius di Indonesia saat ini adalah masalah mengenai energi,
dimana sumber energi yang biasa dipakai yang berasal dari sumber energi tak
terbarukan ketersediaannya semakin terbatas. Oleh karena itu saat ini sedang
dikembangkan berbagai macam energi terbarukan dan energi alternatif untuk
menanggulangi keterbatasan tersebut. Berbagai jenis energi terbarukan yang mulai
dikembangkan saat ini antara lain sumber energi yang berasal dari tenaga angin,
tenaga surya, biomassa, tenaga air, panas bumi, dan biofuel.
Selanjutnya dalam tulisan ini saya akan membahas sedikit mengenai jenis energi
terbarukan dalam bentuk biomassa sesuai dengan apa yang saya dapatkan setelah
mengikuti kegiatan Kamase pada 16 Maret 2013. Pada acara ini dibahas tentang
biomassa dengan spesifik mengenai pembuatan briket.
Nah, apa itu briket?
Briket adalah bahan bakar alternatif yang menyerupai arang tetapi tersusun dari
bahan nonkayu. Saat ini sudah ada beberapa macam limbah yang dijadikan
sebagai bahan mentah pembuatan briket diantaranya limbah jerami, sekam padi,
ampas tahu, limbah onggok dan lain-lain.
Proses pembuatan briket melalui beberapa tahapan, yaitu :
1.

Penjemuran bahan baku


Penjemuran bahan ini dilakukan untuk mengurangi kadar air dari bahan.

2.

Pirolisis
Pirolisis adalah proses pembakaran tidak sempurna dimana oksigen yang masuk
dibatasi sehingga hasil pembakarannya akan berupa arang, bukan abu. Untuk
proses ini bahan yang sudah dijemur tadi dimasukan ke dalam sebuah tungku atau
wadah yang sudah dilapisi dengan elemen pemanas. Wadah tersebut kemudian
ditutup untuk membatasi oksigen yang masuk. Suhu elemen pemanas yang
digunakan biasanya 670 K.

3.

Penghancuran dan Pengayakan

Proses ini dilakukan setelah pirolisis karena lebih mudah menghancurkan bahan
yang sudah menjadi arang daripada menghancurkan bahan yang masih mentah
seperti tempurung kelapa.
4.

Pencampuran Perekat
Pada tahap ini arang yang sudah dihancurkan tadi dicampur dengan perekat yang
sudah dicampur dengan air terlebih dahulu. Perekat yang digunakan biasanya
berupa lem kanji atau tanah liat. Namun yang menghasilkan nilai kalor yang
tinggi adalah lem kanji. Pemberian perekat ini memberikan dampak terhadap
kinerja briket. Semakin banyak konsentrasi perekat yang digunakan maka nilai
kalornya akan menurun. Namun jika tidak ditambahkan perekat maka briket akan
lebih mudah retak dan hancur.
Misalnya arang 1kg, maka perekatnya sebanyak 0,1% dari massa arang.
Sedangkan

perbandingan

air

dengan

arang

adalah

1:1.

Pada tahap ini sebaiknya perekat dicampur dulu dengan air baru dipanaskan agar
campurannya homogen.
5.

Pencetakan
Setelah dicampur dengan perekat, briket yang sudah tercampur dengan perekat
kemudian dicetak. Proses pencetakan bisa dilakukan denagn cara manual atau
otomatis. Cara manual biasanya dengan menggunakan pipa atau bambu
sedangkan cara otomatis dengan menggunakan alat. Tekanan yang paling baik
untuk menghasilkan briket dengan kalor tinggi adalah 200kg/cm2. Nilai kalor
dapat ditingkatkan dengan menaikkan tekanannya, namun jika tekanannya terlalu
tinggi maka probabilitas briket akan keluar dari alat pencetakan pada saat
dilakukan press akan semakin tinggi.

6.

Pengeringan
Proses ini dilakukan untuk mengurangi kadar air karena pada saat pencampuran
dengan perekat tadi bahan briket juga dicampur dengan air sehingga perlu
dilakukan pengeringan ulang.

7.

Pengujian

Pada tahap ini briket yang sudah jadi diuji terlebih dahulu untuk mengetahui
apakah briket yang dibuat sudah bagus atau belum. Adapun yang biasa diuji
adalah kadar air, kadar abu, kadar volatile, dan juga kalornya.
Untuk pengujian kadar air biasanya dilakukan dengan cara mengambil bahan
mentah yang akan dijadikan briket misalnya sebanyak 2 gram kemudian
menimbangnya. Setelah itu bahan tersebut dioven dan kemudian ditimbang lagi.
Besarnya kadar air didapatkan dengan cara membandingkan massa bahan sebelum
dioven dan sesudah di oven.
Kadar volatile yaitu kadar kandungan bahan yang menguap selain air, misalnya
hidrogen dan nitrogen.
Briket ini baik jika dikembangkan karena selain mengurangi limbah, menghemat
energi, penggunaan briket ini juga dapat mengurangi emisi karena emisi yang
dihasilkan dari pembakaran briket lebih rendah dibandingkan dengan emisi batu
bara.

Pembuatan Briket dari cangkang Kakao dengan menggunakan


perekat tapioka
ABSTRAK

Indonesia mempunyai potensi energi biomassa yang cukup besar termasuk limbah
pertanian. Biomassa berupa limbah pertanian dapat digunakan secara langsung
sebagai sumber energi panas atau bahan bakar. Salah satu biomassa dari limbah
pertanian adalah cangkang kakao dan sampah organik yang diduga dapat
digunakan sebagai bahan baku pembuatan biobriket. Tujuan dari penelitian ini
adalah melihat pengaruh komposisi biobriket yang terdiri dari dari (1) komposisi
campuran biomassa dengan variasi 50:50, 75:25, dan 90:10% dan (2) komposisi
campuran biomassa dan perekat dengan variasi 90:10, 80:20 dan 70:30%. Bahan
baku biomassa cangkang kakao dan sampah organik diperoleh dari Desa Saree,
Kabupaten Aceh Besar. Metode yang digunakan untuk membuat biobriket dari
biomassa tersebut adalah menggunakan metode tanpa proses karbonisasi.
Parameter uji untuk mengetahui kualitas briket yang dihasilkan adalah uji nilai
kalor, uji kuat tekan dan uji Index Shatter.

Kata kunci: biomassa, sampah organik, cangkang kakao, biobriket

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Terobosan terbaru untuk mencengah terjadinya krisis energi bahan bakar
perlu dilakukan mengingat kecendrungan kebutuhan energi nasional akan terus
meningkat, sedangkan cadangan energi nasional dari bahan bakar minyak semakin
menipis. Salah satu terobosan baru dalam pemecahan masalah ketergantungan
energi dari bahan bakar minyak adalah dengan pemanfaatkan dan pengembangan
sumber energi berbasiskan biomassa.
Biomassa merupakan sumber energi utama ketiga terbesar di dunia,
setelah minyak dan batu bara (Bapat dkk, 1997). Sampai saat ini, biomassa masih
merupakan sumber energi bagi lebih dari separuh penduduk dunia dan dapat
memasok energi setara dengan 1250 juta ton minyak atau sekitar 14% dari
konsumsi energi dunia (Purohit dkk, 2006). Oleh karena itu, pemanfaatan
biomassa sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil merupakan
salah satu pilihan pengembangan mekanisme bersih (clean develoment
mechanism, CDM) untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfer.
Indonesia khususnya Aceh mempunyai potensi energi biomassa yang
cukup besar termasuk limbah pertanian. Biomassa dapat berupa sisa kayu, sampah
organik, bongkol jangung, jerami, cangkang sawit maupun sisa proses produk
pertanian. Menurut Widarto dan Suryanta (1995), biomassa berupa limbah
pertanian dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas atau
bahan bakar karena biomassa tersebut mengandung energi yang dihasilkan dalam

proses fotosintesis saat tumbuhan tersebut masih hidup. Bahan bakar yang akan
dihasilkan dari biomassa ini adalah bahan bakar yang berwujud padat dan berasal
dari sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami proses pemampatan dengan
daya tekan tertentu dan dikenal dengan nama biobriket.
Biomassa dari limbah pertanian, antara lain:

sekam padi, limbah

perkebunan sawit (cangkang sawit, tandan sawit, pelepah sawit, dan serabut),
cangkang kakao, cangkang kelapa, jerami, kayu, dan lain-lain. Dalam penelitian
ini, sumber energi biomassa yang diteliti adalah biomassa dari cangkang kakao
dan sampah organik. Cangkang kakao merupakan limbah hasil perkebunan rakyat
yang belum termanfaatkan sepenuhnya, padahal cangkang kakao merupakan
biomasa yang memiliki potensi cukup besar untuk menghasilkan energi pengganti
minyak bumi yang diolah menjadi briket dengan nilai kalor yang relatif besar
(4060 kal/gram) dan cocok digunakan sebagai penganti bahan bakar skala rumah
tangga. Sedangkan sampah organik terdiri dari bahan-bahan yang dapat terurai
secara alamiah/biologis. Sampah organik yang terdapat di alam dan masih belum
terolah dengan maksimal dapat menjadi pencemar lingkungan. Contoh sampah
organik yang dapat diolah antara lain daun-daunan yang kering, kulit pisang,
bongkol jagung, dan lain-lain.
Untuk menghasilkan bioenergi dari biomassa, teknologi biobriket
memberikan peranan yang cukup besar terhadap tingkat kemudahan dalam
penggunaan

sumber

energi

ini.

Pembriketan

biomassa

adalah

proses

penggumpalan butiran-butiran kecil dengan atau tanpa bahan perekat dalam


bentuk, ukuran, serta sifat-sifat tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan mutu
dan daya guna biomassa sehingga tidak berasap dan berbau, juga mudah dipakai
(Rustina, 1987).
Syamsiro dan Harwin (2007) melakukan study pembuatan briket dengan
meninjau pengaruh temperatur udara preheat terhadap pengurangan massa dan
laju pembakaran. Sedangkan Munir, dkk (2010) meneliti tentang eksperimental
karakteristik biobriket dengan bahan baku dari limbah cangkang kakao yang

terdapat di Sumatra Barat dalam penelitian ini variable yang ditinjau merupakan
tekstur dan bentuk briket terhadap laju pembakaran. Sebelumnya Subroto (2006)
juga telah melakukan penelitian karakteristik pembakaran biobriket campuran
batubara, ampas tebu, dan jerami dengan membandingkan komposisi batubara
untuk melihat pengaruh laju pembakaran dan emisi polutan yang dihasilkan dari
pembakaran. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan komposisi biomassa
mempunyai peranan penting dalam pembuatan biobriket sama halnya dengan
perbandingan komposisi perekat yang akan dicampurkan dengan biomassa.
Melihat peranan perekat penting dalam pembuatan biobriket maka perlu dilakukan
penelitian untuk pengaruh komposisi cangkang kakao dan komposisi perekat
terhadap laju pembakaran yang akan dihasilkan oleh biobriket

1.2. Perumusan Masalah


Dari berbagai macam biomassa yang bisa dijadikan biobriket seperti
jerami, cangkang sawit, sampah, dan lain-lain. Cangkang kakao dan sampah
organik merupakan biomassa yang belum luas penggunaannya sehingga
pemanfaatan biomassa tersebut untuk pembuatan biobriket memberikan solusi
untuk pengganti bahan bakar alternatif. Dalam pembuatan biobriket komposisi
biomassa dan perekat diduga mempengaruhi laju pembakaran, nilai kalor yang
dihasilkan dan kekuatan dari biobriket yang terbentuk. Dari uraian latar belakang
di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, untuk melihat
pengaruh komposisi bahan baku terhadap karakteristik biobriket yang dihasilkan
dan pengaruh komposisi perekat terhadap karakteristik biobriket yang dihasilkan.
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menghasilkan biobriket
dengan pembakaran yang sempurna dan tidak menghasilkan asap. Sedangkan

secara khusus penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh komposisi biobriket
berdasarkan campuran cangkang kakao dan sampah organik juga melihat
pengaruh komposisi perekat terhadap karakteristik briket yang dihasilkan.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat
memberikan penyelesaian dari pencemaran lingkungan dan pengganti bahan bakar
sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi untuk
keperluan rumah tangga maupun industri. Hasil penelitian ini diharapkan akan
memberikan kontribusi bukan saja kepada pengembangan ilmu dan teknologi,
tetapi juga dapat dimanfaatkan langsung oleh masyarakat pedesaan untuk
memenuhi penyediaan kebutuhan energi sebagai pengganti minyak tanah atau
kayu bakar dan dapat mengurangi limbah padat hasil pertanian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biomassa
Biomassa merupakan produk fotosintesis, yakni butir-butir hijau daun
yang

bekerja

sebagai

sel-sel

surya,

menyerap

energi

matahari

dan

mengkonversikan karbon dioksida dengan air menjadi suatu senyawa karbon,


hidrogen dan oksigen. Senyawa ini dapat dipandang sebagai suatu penyerapan
energi yang dapat dikonversi menjadi suatu produk lain. Hasil konversi dari
senyawa itu dapat berbentuk arang atau karbon, alkohol kayu, dan sebagainya
(Kadir, 1982).

Biomassa merupakan segala jenis material organik yang tersedia dalam


bentuk terbarukan, dimana di dalamnya termasuk tanaman dan limbah pertanian,
kayu dan limbah hasil hutan, limbah hewan, tanaman akuatik, dan limbah
domestik dan industri. Energi biomassa berarti energi kimia yang disimpan di
dalam bahan organik dan berasal dari energi surya melalui fotosintesa.
(Matsumura dkk, 2005).
Sumber

biomassa

yang

banyak

didapati

berasal

dari

limbah

pertanian/perkebunan dan hutan, seperti jerami, sekam padi, serbuk gergaji,


tongkol jagung, ampas tebu, cangkang kakao, sabut dan cangkang kelapa sawit.
Hasil limbah ini masih belum dimanfaatkan secara optimal dan masih banyak
dibuang begitu saja. Biomassa tersebut sangat potensial untuk dimanfaatkan
sebagai bahan bakar/sumber energi alternatif pengganti minyak tanah untuk
kebutuhan masyarakat pada umumnya (Saptoadi, 2006 ; Kadir, 1982 ; Siemers,
2006 ; Supomo, 1978 dan Mahfud, 2006).
Khususnya dalam kasus pada limbah pertanian atau energi tumbuhan,
yang secara periodik mengalami masa tumbuh dan pemanenan. Selama
mengalami masa pertumbuhan tumbuhan maka akan menyerap CO 2 dari atmosfer
untuk fotosintesis, yang mana hal ini akan dilepaskan lagi apabila biomassa ini
mengalami pembakaran lagi (Wether et al, 2000). Penggunaan biomassa sebagai
sumber energi semakin menarik perhatian dunia karena ramah lingkungan (Coll
dkk, 1998). Dalam kurun beberapa dekade terakhir, propaganda penggunaan
biomassa sebagai pengganti bahan bakar fosil semakin gencar disuarakan, karena
kelebihan-kelebihannya. Paling tidak ada 2 (dua) keuntungan utama yang
diberikan oleh biomassa, yaitu yang pertama ketersediaanya yang tidak terbatas
dan terbarukan, dan kedua penggunaannya tidak menimbulkan dampak terhadap
lingkungan (Nendel dkk., 1998). Selain itu, penggunaan biomassa juga dapat
mereduksi kandungan CO2 di atmosfer (Gemtos dan Tsiricoglou, 1999).
Dibandingkan dengan sumber energi terbarukan lainnya seperti energi surya dan
tenaga angin, biomassa lebih murah dan mudah disimpan untuk waktu yang lama
(Scholz dan Berg, 1998).

Di Indonesia, kontribusi pasokan energi nasional yang berasal dari


biomassa relatif cukup besar yaitu sekitar 21,5% sebanding pasokan gas alam,
LPG dan LNG, seperti yang ditunjukan pada Gambar 2.1 (ESDM, 2004). Akan
tetapi perlu dicatat, bahwa komposisi biomassa yang paling besar dalam angka
21,5% adalah kayu bakar dan limbah kelapa sawit yang dibakar langsung,
sedangkan limbah biomassa pertanian seperti jerami dan sekam padi yang
jumlahnya melimpah belum memberikan kontribusi sama sekali terhadap
kebutuhan energi nasional.
Gambar 2.1. Pasokan energi utama Indonesia pada tahun 2003 (ESDM, 2004)

Apabila ketergantungan kita terhadap minyak bumi terus berlanjut,


dikhawatirkan Indonesia akan menghadapi masalah energi yang serius, karena
cadangan minyak bumi yang semakin menurun sehingga kita menjadi net importer
minyak bumi. Dengan cadangan sebesar 8,6 miliar barel dan tingkat produksi sekitar
400 juta barel per tahun maka rasio antara cadangan dan produksi atau dengan kata
lain cadangan minyak bumi akan habis dalam waktu sekitar 22 tahun
(http://www.endonesia.com, 28/10/2009).

2.2. Cangkang Kakao


Pada perkebunan kakao masyarakat, limbah kulit kakao selalu tersedia
mengingat buah kakao pada perkebunan rakyat dapat dipanen sepanjang tahun.
Kini, daya serap industri kakao domestik baru 27 persen. Terutama untuk industri
bahan makanan dan kosmetika. Kandungan gizi kulit buah kakao terutama
kandungan protein kasar yaitu 8,5 %.

(a)

(b)
Gambar 2.1. (a) buah kakao, (b) cangkang kakao

Salah satu pengolahan cangkang kakao yang telah dilakukan yaitu


membuat untuk makanan ternak. Kulit buah kakao merupakan unsur pokok yang
menjadi system pokok pakan ternak (Roesmanto, 1991). Adapun kandungan gizi
kulit buak kakao dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Kulit Buah Kakao


Komponen
Bahan kering (%)

Smith dan
Adegbola (1982)
84,00 90,00

Amirroenas(1990) Roesmanto(1991)
91,33

90,40

Protein kasar (%)

6,00 10,00

6,00

6,00

Lemak (%)

0,50 1,50

0,90

0,90

Serat kasar (%)

19,00 28,00

40,33

31,50

Abu (%)

10,00 13,80

14,80

16,40

BETN (%)

50,00 55,60

34,26

Kalsium (%)

0,67

Pospor (%)

0,10

Tabel 2.2. Kandungan Theobromin dalam Bagian Buah Kakao


Bagian Buah Kakao

Kandungan theobromin (%)

- Kulit buah

0,17 0,20

- Kulit biji

1,80 2,10

- Biji

1,90 2,0

Sumber : Wong, dkk (1988)


Dari buah kakao yang sering dimanfaatkan adalah biji kakao, dan apabila
pengolahannya kurang baik maka harganya pun akan rendah, dengan
memanfaatkam limbah kulit buah kakao disamping dapat mengurangi limbah,
petani dapat meraih keuntungan yang lebih besar.
2.3. Sampah Organik
Murtadho dan Said (1997) mengklasifikasikan sampah organik menjadi 2
(dua) kelompok yaitu :
1.

Sampah organik yang mudah membusuk (garbage) yaitu limbah padat semi
basah berupa bahan-bahan organik yang berasal dari sektor pertanian dan pangan
termasuk dari sampah pasar. Sampah ini mempunyai ciri mudah terurai oleh
mikroorganisme dan mudah membusuk, karena mempunyai rantai kimia yang
relatif pendek. Sampah ini akan menjijikkan jika sudah membusuk apalagi bila

2.

terkena genangan air sehingga masyarakat enggan menanganinya.


Sampah organik yang tak mudah membusuk (rubish) yaitu limbah padat organik
kerinyang sulit terurai oleh mikroorganisme sehingga sulit membusuk. Hal ini

karena rantai kimia panjang dan kompleks yang dimilikinya, contoh dari sampah
ini adalah kertas dan selulosa.

Penggunaan sampah sebagai bahan untuk membuat biobriket berangkat


dari keprihatinan bahwa, semakin hari jumlah produksi sampah semakin banyak,
bahkan di kota besar malah menimbulkan permasalahan yang berat dan
berkepanjangan, dan tentunya semua kota yang berkembang akan menghadapi
permasalahan ini. Upaya penggunaan sampah sebagai briket tidak akan dapat
menyelesaikan permasalahan sampah secara keseluruhan dimana penyelesaian
permasalahan sampah harus diselesaikan secara integralistik dari beberapa faktor,
namun upaya ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi produksi sampah
organik.
2.4. Perekat
Perekat adalah suatu bahan yang ditambahkan pada komposisi zat utama
untuk memperoleh sifat-sifat tertentu, misalnya kekentalan (viskositas), ketahanan
(stabilitas) dan sebagainya. Beberapa jenis perekat yang berfungsi menaikkan
viskositas adalah Carboxy Menthyl Cellulosa (CMC), gypsum, kanji, gliseral,
clay, biji jarak/jatropha dan sebagainya. Adapun penambahan perekat pada
campuran briket biomassa adalah selain bahan yang didapat itu mudah dan
terbarukan, juga bisa berfungsi untuk membantu penyulutan awal dan sekaligus
perekat terhadap pembriketan biomassa.
Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air,
berwujud bubuk putih, tawar atau tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang
dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk
fotosintesis) dalam jangka panjang. Amilum juga tersimpan dalam bahan makanan
cadangan yang permanen untuk tanaman, dalam biji, jari jari teras, kulit batang
dan akar tanaman menahun dan umbi. Amilum merupakan 50 65 % berat kering
biji gandum dan 80 % bahan kering umbi kentang (Gunawan, 2004).

Banyak sekali bahan yang biasa digunakan untuk perekat. Asalkan bahan
tersebut memiliki sifat lengket atau mampu merekatkan bahan lainnya. Tetapi
perlu diingat bahwa bahan yang digunakan sebagai perekat tersebut tidak
berbahaya untuk produksi. Beberapa bahan yang dapat dan biasa digunakan
sebagai perekat antara lain adalah :
a.

Bahan organik : molasses dan tepung tapioca

b.

Bahan mineral : bentonit, kaoline, kalsium untuk semen, dan gypsum

c.

Tanah liat juga bisa digunakan sebagai perekat (Gunawan, 2004).


2.4.1. Tepung Tapioka
Tepung tapioka yang dibuat dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan,
antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan
dengan tepung jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi
tepung tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga digunakan
sebagai bahan bantu pewarna putih.
Ampas tapioka banyak dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada
umumnya masyarakat kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan
tapioka halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu
yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil pengolahan lebih
lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi.
Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :
1. Warna Tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.
2. Kandungan Air; tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga
kandungan airnya rendah.

3.

Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang
digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya
masih sedikit dan zat patinya masih banyak (Margono dkk, 1993).

2.5. Biobriket
Biobriket merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat
digunakan untuk menggantikan sebagian dari kegunaan minyak tanah. Biobriket
merupakan bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan
organik. Bahan baku pembuatan arang biobriket pada umumnya berasal dari,
tempurung kelapa, serbuk gergaji, dan bungkil sisa pengepresan biji-bijian.

2.5.1.

Jenis dan bentuk briket biomassa


Jenis briket yang dimasyarakatkan sampai saat ini ada dua bentuk briket,
yaitu:

a.

bentuk bantal, jengkol dan telur; untuk mendapatkan briket dalam bentuk ini
diperlukan semacam mesin pengepresan double roll.

b.

bentuk sarang tawon; bentuknya bervariasi mulai dari silinder, segi lima atau
segi empat dan berlubang-lubang untuk memudahkan sirkulasi udara pada saat
pembakarannya (Basyuni dkk, 1993, Indra, 1999, Najib, 1998).

2.5.2.

Kriteria briket biomassa


Sebagai bahan bakar untuk rumah tangga dan industri kecil, briket
biomassa harus dapat memenuhi kriteria sebagai berikut :

1.

Mudah dinyalakan

2.

Tidak mengeluarkan asap yang berlebihan (smokeless)

3.

Emisi gas hasil pembakaran tidak mengandung racun secara fisik harus kuat
atau tidak mudah pecah untuk memudahkan dalam penanganan dan pengangkutan
sampai radius maksimum 200 km

4.

Kedap air dan tidak berjamur atau tidak mengalami degradasi jika disimpan
dalam kurun waktu yang lama

5.

Menunjukkan unjuk kerja pembakaran (waktu, laju pembakaran dan suhu


puncak pembakaran) yang baik

6.

tidak berbau (oderless)

7.

efisiensi pancaran panasnya tinggi,

8.

teksturnya sebaiknya seragam,

9.

kadar abu sebaiknya dibawah 8 %,

10. kadar zat terbang tidak kurang dari 3 % dan tidak lebih besar dari 20 % (Indra,
1999; Najib, 1998; Stefano, 1993).

2.6. Proses Pembuatan Briket


a.

Proses penggerusan
Ukuran yang dikehendaki dalam pembuatan briket adalah lolos saringan
dengan ukuran < 3 mm (Indra, 1999). Untuk menghasilkan biomassa dengan ukuran
yang dimaksud, digunakan mesin penggerus dengan kapasitas dan distribusi ukuran
yang tepat seperti terlihat pada Gambar 2.2

Gambar 2.2. Alat penggerusan

b.

Proses pencampuran dan pembuatan adonan

Proses pencampuran bahan baku biomassa ukuran < 3 mm dengan bahan


pengikat (suspensi biji jarak yang telah digrinding dengan ukuran yang sama)
dilakukan dengan menggunakan mixer (Gambar 2.3) agar diperoleh kondisi
adonan yang homogen.

Gambar 2.3. Alat pengaduk (mixer)

c. Pembuatan briket dan pengepresan


Campuran biomassa yang telah diaduk sampai homogen kemudian
dibriket berbentuk selinder atau kubus. Karena adanya perekat dalam campuran
biomassa tersebut, maka pembriketan hanya dibutuhkan tekanan pengepresan
yang rendah, yaitu 200 kg/cm3 (Suprapto, 2006). Meskipun demikian, mengingat
biomassa bersifat mudah meregang (plastisitas tinggi), maka pada proses
pembriketannya tidak cukup hanya dengan menambahkan bahan pengikat, namun
juga memerlukan tekanan pengepresan yang tinggi, sekitar 2 ton/cm2 (Permen
ESDM, 2006). Selanjutnya tinggi rendahnya kadar air dan kehalusan penggerusan
biomassa sangat berpengaruh terhadap tingkat pengepresan (Yaman dkk, 2001).
Bentuk alat pembriketan ditunjukkan oleh Gambar 2.4

Gambar 2.4. Alat pembriketan

d. Pengeringan

Produk briket biomassa yang keluar dari mesin pencetak masih


mempunyai kandungan air yang tinggi. Untuk mengurangi kandungan air tersebut
sampai < 7,5 %, maka cukup dikeringkan di udara terbuka untuk menguapkan
sebagian kandungan airnya. Pada proses pengeringan biasanya digunakan alat
pengering dengan sistem aliran udara panas yang dihasilkan dari pembakaran
biomassa yang dialirkan ke dalam ruang pengering/oven dengan bantuan blower
(Najib dkk, 2005).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu
Penelitian akan ini dilakukan di Laboratorium Sumber Daya dan Energi
Jurusan Teknik Kimia dan Laboratorium Produksi Jurusan Teknik Mesin Fakultas
Teknik. Penelitian ini akan dilakukan selama enam bulan termasuk penyusunan
laporan.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1. Alat
a. Crusher
b. Ayakan (test sieve, ukuran 15, 25, 35, dan 50 mesh)
c. Mixer
d. Alat pembriketan spesifikasi: elektrik punching press (capacity 0,5- 400 kN)
e. Tox Pressotechnik
f. Termometer

g. Stopwatch
h. Timbangan digital Explorer Pro maksimum: 110 gram, Panci
i. Stop watch
j. Gelas ukur.

3.2.2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang kakao
(diambil dari limbah perkebunan Saree-Aceh Besar), tepung tapioka (komersial).

3.3. Variabel Penelitian


3.3.1. Variabel Tetap
- Ukuran partikel
- Bentuk briket
- Tekanan pengepresan
3.3.2. Variabel Berubah
- Komposisi bahan baku (cangkang kakao dan sampah)
- Komposisi perekat
3.4. Rancangan Percobaan
Variable yang ingin diteliti yaitu perbandingan komposisi campuran
biomassa terdiri dari 3 perbandingan yaitu A1 = 50:50 %; A2 = 75:25%; A3 =
90:10%, sedangkan untuk perbandingan campuran biomassa dengan perekat yaitu
B1 = 90:10 %; B2 = 80:20 %; dan B3 = 70:30 % kombinasi perlakuan adalah 3 x 3
= 9 dengan ulangan 2 kali sehingga diperoleh 18 satuan percobaan.
Tabel 3.1. Rancangan Percobaan Penelitian

Komposisi Campuran
Biomassa (%)

Komposisi Perekat (%)

Cangkang
Kakao (%)

Sampah
Organik
(%)

10

20

30

(B1)

(B2)

(B3)

50

50

A1 B1

A 1 B2

A1 B3

(A1)

(A1)

A1 B1

A 1 B2

A1 B3

75

25

A2 B1

A 2 B2

A2 B3

(A2)

(A2)

A2 B1

A 2 B2

A2 B3

90

10

A3 B1

A 3 B2

A3 B3

(A3)

(A3)

A3 B1

A 3 B2

A3 B3

3.5. Prosedur Penelitian


3.5.1. Persiapan bahan baku
Bahan baku yang digunakan untuk penelitian diambil berupa cangkang
kakao dan sampah organik. Untuk mempermudah proses pengayakan bahan baku
terlebih dahulu dikeringkan dan sebagian dikarbonisasi seterusnya dihancurkan
dengan menggunakan crusher/mill. Hasil gilingan diayak dengan menggunakan
sieve vibrator sampai mencapai ukuran yang telah ditentukan.
3.4.2. Prosedur Percobaan
Biomassa yang telah diayak sesuai dengan ukuran yang ditentukan
dicampurkan dengan tepung tapioka sebagai perekat ukurannya juga disesuaikan
dengan biomassa. Campuran biomassa dan tepung tapioka yang telah dihaluskan
tersebut di campur secara merata dengan menggunakan mixer. Campuran dari
biomassa dan tepung tapioka tersebut dimasukkan ke dalam alat pencetak dengan
tekanan pengepresan yang ditentukan. Secara skematis prosedur percobaan
ditunjukkan pada gambar 3.1.

Gambar 3.1. Proses Pembuatan Briket

3.5. Pengujian Biomassa


3.5.1. Uji Kalor
Pengukuran nilai kalor pembakaran dilakukan pada akir penelitian guna
melihat nilai kalor yang terbaik dari berbagai variasi yang dilakukan. Abu hasil
pembakaran briket tersebut digunakan untuk analisa kalor menggunakan alat DSC
60. Saat dilakukan uji nilai kalor digunakan sampel reference berupa alumina
silika.
3.5.2. Uji Kuat Tekan
Uji kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari biobriket yang
dihasilkan untuk menahan beban tertentu.
3.5.3. Uji Index Shatter
Pada percobaan uji index shatter digunakan media air untuk merendam
briket dengan volume sebesar 500 ml. Digunakan air dengan suhu kamar,
selanjutnya ditunggu sampai struktur briket perlahan lahan hancur (Yaman,
2000).
3.6. Jadwal Kegiatan
Adapun jadwal pelaksanaan penelitian pembuatan briket biomassa
dilakukan ditunjukkan pada tabel 3.2.
Tabel 3.2. Jadwal Penelitian
No

Kegiatan

Pengadaan peralatan dan bahan

Setup alat penelitian/ Analisa sampel

Bulan ke1

Eksperimen

Pengumpulan data

Pengolahan data/analisis penelitian

Pembuatan/penyusunan laporan

Cara Pembuatan Briket Arang:


Alat untuk Membuat Briket Arang :
1.
Drum bekas/ wadah + tutup
2.
Pengapian, bisa kompor, furnace atau api terbuka
3.
Alat penggiling, bisa penggiling tepung, blender atau penghancur
manual
4.
Saringan
5.
Panci, pengaduk, kompor untuk membuat lem
6.
Wadah untuk mencampur adonan + pengaduk
7.
Cetakan + alat press
8.
Penjepit atau pinset besar
Bahan untuk Membuat Briket Arang:
1.
Limbah organik
2.
Lem
3.
Bahan penyala
4.
Korek api untuk uji nyala

Prosedur Pembuatan Briket Arang:


1.
Penyiapan bahan baku
Bahan baku merupakan sampah atau limbah organik, seperti daun-daun kering,
sisa gergaji kayu, tempurung kelapa, ampas tebu, dsb yang sudah dibersihkan dari
bahan bahan lain yang tidak berguna, seperti batu, plastik, tanah, dsb. Usahakan

bahan udah kering agar mempercepat proses karbonisasi dan hasil karbonisasi
lebih homogen.
2.
Karbonisasi (pengarangan)
Bahan-bahan baku dimasukkan ke dalam drum bekas atau wadah dan tutup rapat
untuk mengurangi oksidasi. Wadah ditaruh di atas sumber api, bisa kompor, atau
perapian dan dipanaskan kira-kira kurang lebih 5-8 jam tergantung jumlah bahan
yang di arangkan dan derajat pengarangan yang diharapkan.
3.
Penggilingan arang
Arang yang terbentuk digiling manual atau dengan alat penggiling tepung atau
blender sampai berukuran kecil dan honogen.
4.
Penyaringan
Arang yang sudah digiling disaring dengan saringan 0,1 atau 0,5 mm atau
saringan mesh atau saringan biasa kalau tidak ada. Arang yang tidak lolos
saringan bisa digiling kembali.
5.
Pencampuran dengan bahan pelekat
Ada beberapa perekat yang bisa digunakan, seperti aci (tepung tapioka), tanah
liat, getah karet, getah pinus, dan lem kayu. Yamg paling murah dan mudah adalah
lem aci namun dapat menimbulkan jamur pada penyimpanan yang lama. (pilihan:
bisa diatasi dengan dicampur bahan kimia anti jamur). untuk pembuatan lem aci
sendiri adalah dengan mencampurkan tepung tapioka dengan air mendidih dan
diaduk-aduk. Setelah dingin, lem aci dicampurkan dengan bahan arang dengan
perbandingan 600 cc lem aci untuk 1 kg arang. Campuran tersebut diaduk-aduk
hingga merata. Catatan : lem aci tidak boleh terlalu encer atau terlalu pekat karena
akan mempengaruhi sifat mekanik briket.
6.
Pencetakan adonan
Adonan antara arang dengan bahan perekat dimasukkan di dalam cetakan dengan
ditekan-tekan agar padat dan tidak mudah pecah atau hancur. Cetakan bisa terbuat
dari kayu, logam, atau PVC yang mempunyai lubang di atas dan di bawah agar
mempermudah pengeluaran briket.
7.
Pengeringan briket
Briket yang sudah dicetak dikeringkan di bawah sinar matahari selama 2-3 hari
atau di dalam oven selama 4-6 jam sampai benar-benar kering, selama
pengeringan, briket dibolak-balik agar pengeringan merata.
8.
Pelapisan dengan bahan nyala
Ada beberapa jenis bahan penyala, antara lain adalah lilin cair, getah pinus,
spirtus, oli bekas, minyak sawit, dan minyak jarak.
Bahan penyala bisa disemprotkan di sekeliling permukaan briket atau briket bisa
dicelupkan di dlam bahan penyala. Khusus untuk lilin cair dan getah pinus bisa
dicampurkan bersama-sama dengan arang dan lem lalu dicetak.
9.
Uji nyala

Uji nyala digunakan untuk mengetahui kemampuan briket arang sebagai bahan
bakar. Idealnya 200 gram briket bisa mendidihkan 2 liter air dalam waktu 45
menit. (briket arang)

Briket adalah sebuah blok bahan yang dapat dibakar yang digunakan sebagai
bahan bakar untuk memulai dan mempertahankan nyala api. Briket yang paling
umum digunakan adalah briket batu bara, briket arang, briket gambut, dan briket
biomassa.
Antara tahun 2008-2012, briket menjadi salah satu agenda riset energi Institut
Pertanian Bogor.[1] Bahan baku briket diketahui dekat dengan masyarakat
pertanian karena biomassa limbah hasil pertanian dapat dijadikan briket.
Penggunaan briket, terutama briket yang dihasilkan dari biomassa, dapat
menggantikan penggunaan bahan bakar fosil.
Daftar isi

1 Bahan penyusun briket

2 Mesin pembuat briket

3 Pemanfaatan briket

4 Galeri

5 Lihat pula

6 Referensi

7 Pranala luar

Bahan penyusun briket


Bahan penyusun briket dapat mencakup:[2][3]

Bahan bakar utama:


o Arang kayu
o Batu bara
o Biomassa:

o Gambut

Bahan pendukung:
o Batu kapur (pewarna)
o Pati (pengikat)
o Boraks (bahan pelepas, release agent)
o Natrium nitrat (akselerator)
o Malam (wax, sebagai pengikat, akselerator, dan penyala (igniter))

Briket dibuat dengan menekan dan mengeringkan campuran bahan menjadi blok
yang keras. Metode ini umum digunakan untuk batu bara yang memiliki nilai
kalori rendah atau serpihan batu bara agar memiliki tambahan nilai jual dan
manfaat. Briket digunakan di industri dan rumah tangga.
Bahan yang digunakan untuk pembuatan briket sebaiknya yang memiliki kadar air
rendah untuk mencapair nilai kalor yang tinggi. Keberadaan bahan volatil juga
mempengaruhi seberapa cepat laju pembakaran briket; bahan yang memiliki
bahan volatil tinggi akan lebih cepat habis terbakar.[4]
Mesin pembuat briket
Mesin pembuat briket adalah mesin yang digunakan untuk memproses limbah dan
residu usaha kehutanan dan pertanian menjadi briket. Sebelum dijadikan briket,
bahan mentah harus diberikan perlakuan tertentu seperti pemurnian dan
pengecilan ukuran partikel.
Mesin press briket bekerja dengan tiga mekanisme dasar:

Tipe ulir (screw type). Briket ditekan dengan memanfaatkan mekanisme


ulir archimedes. Umumnya digerakkan oleh motor.

Tipe stamping, yaitu mekanisme menekan dengan tuas sehingga seolah


bahan baku briket "terinjak" dan membentuk briket yang padat. Tipe ini
memungkinkan briket dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran.

Tipe hidrolik yang bekerja dengan mekanisme hidrolik.

Fasilitas pembuatan briket harus memiliki berbagai langkah dalam pembuatan


bahan baku hingga selesai menjadi briket. Perlakuan awal yang biasanya

diberikan dalam pembuatan briket adalah debarking (penghilangan kulit kayu,


bark), pengecilan ukuran partikel, pengeringan, dan pengayakan. Kadar air harus
rendah untuk mendapatkan nilai kalori tertinggi, namun pengeringan lebih lanjut
umumnya menjadi tidak efisien. Kadar air antara 12-15% diperkirakan angka
yang ideal, tergantung bahan baku yang digunakan.[5]
Pemanfaatan briket
Pemanfaatan bahan bakar padat seperti briket batu bara umumnya tidak
disarankan untuk digunakan di rumah tangga karena asapnya yang pekat.
Diperlukan tungku khusus yang mengatasi masalah tersebut.[6]
Briket memiliki harga yang murah dibandingkan bahan bakar jenis lainnya
sehingga penggunaannya dalam dunia industri dapat memberikan penghematan
biaya. Di daerah Ketahun, Bengkulu Utara, briket telah digunakan sebagai
pengganti kayu bakar yang harganya semakin naik. Penggunaan briket diketahui
memberikan manfaat dari sisi pengeluaran usaha.[7]
Galeri

Blok briket gambut

Briket batu bara

Briket batu bara

Briket jerami

Briket biomassa dari jerami hijau

Yeontan, briket batu bara Jepang

Mametan (), briket batu bara Jepang

Ogatan (), briket arang Jepang yang terbuat dari serbuk gergaji

A.
Latar
belakang
Energi merupakan suatu kompenen kebutuhan hidup yang sangat penting.
Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan melainkan
hanya dapat diubah kebentuk lain yang lebih bermanfaat guna untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Seperti halnya pemanfaatan Minyak bumi
dan gas alam sebagai penghasil energi. Terutama negara-negara yang
menggunakan minyak bumi sebagai bahan bakar perindustriannya.
Hal tersebut merupakan masalah besar yang dihadapi manusia dewasa ini.
Karena benda tersebut tidak dapat diperbaharui lagi penggunaannya, dan
persediaannya makin menipis.
Apabila hal tersebut dibiarkan secara terus menerus, tanpa
memperhitungkan sumber cadangan minyak bumi yang tersisa, maka
manusia akan kekurangan sumber energi tersebut. Akibatnya manusia akan
kesulitan mendapatkan barang tambang minyak bumi.

Oleh karena itu perlu dipikirkan bahan alternatif baru penghasil energi
kalor yang lain. Pemanfaatan bahan organik sebagi pengganti penghasil
kalor merupakan hal yang tepat. Karena bahan organik dipastikan selalu
dapat diproduksi ulang oleh manusia.
Di Indonesia banyak terdapat lahan-lahan subur yang potensial untuk
lahan pertanian bahan organik tersebut. Kebanyakan lahan pertanian di
Indonesia ditanami dengan tanaman pangan dan didominasi oleh padi.
Karena makanan pokok Indonesia adalah beras. Makanan pokok tersebut
diperoleh dari padi yang diolah dipabrik, dan hasil buangan dari proses
tersebut
adalah
sekam
padi
yang
melimpah.
Apabila limbah pertanian tersebut dapat dimanfaatkan sebagai penghasil
kalor, maka kalangan masyarakat luas dapat lebih menghemat penggunaan
minyak
bumi
dan
gas
alam
sebagai
bahan
bakar.
Menanggapi hal itu penulis mencoba mencetuskan untuk mengolah limbah
pertanian tersebut menjadi sumber energi kalor pengganti kerosin / minyak
tanah yang berdaya guna. Dari hasil telaah pustaka dan pengamatan yang
dilakukan penulis bertujuan untuk memanfaatkan sekam padi sebagai
energi kalor dalam bentuk briket bioarang dari bahan tersebut.

B.
1.
2.

Rumusan
Apa

Apa
fungi

itu
minyak tanah

Kerosin/Minyak
dalam kehidupan

Masalah
Tanah?
sehari-hari?

3. Jika saja Minyak Bumi sudah habis, adakah alternatif lain pengganti
kerosin/
minyak
tanah?
4. Apakah sekam padi dapat dibuat energi alternatif pengganti kerosin?
5. Jika bioarang dari sekam padi dapat digunakan untuk menanggulangi
kerosin, bagaimana cara membuatnya dan berapa lama waktu yang
diperlukan
untuk
membuatnya?
6. Bermanfaatkah briket bioarang bagi masyarakat luas ?

C.
Tujuan
Tujuan
dari
makalah
ini
adalah
:
1.
Memaparkan
kebutuhan
akan
energi
alternatif.
2. Memberitahukan bahan bakar alternatif pengganti minyak bumi dan
gas
alam
kepada
masyarakat
luas.
3.
Memberitahukan pemanfaatan sekam padi yang berlimpah.
4.
Memberitahukan
cara
pembuatan
briket
bioarang.
5. Apa fungsi minyak tanah dalam kehidupan sehari-hari?
D.
Manfaat
Manfaat
yang
diperoleh
adalah
:
1. Pengetahuan tentang alternatif pengganti penggunaan bioarang.
2. Pengetahuan tentang pentingnya bahan organik sebagai alternatif
penghasil
energi
kalor.
3. Pengetahuan tentang pemanfaatan sekam padi sebagai bahan bakar
alternatif.

BAB
PEMBAHASAN

II

A.
Pengertian
Kerosin
Kerosin (minyak tanah), biasa digunakan sebagai bahan bakar untuk
keperluan rumah tangga. Selain itu kerosin juga digunakan sebagai bahan
baku pembuatan bensin melalui proses cracking. Minyak tanah (bahasa
Inggris: keroseneatauparaffin) adalah cairan hidrokarbon yang tak
berwarna dan mudah terbakar. Dia diperoleh dengan cara distilasi
fraksional dari petroleum pada 150C and 275C (rantai karbon dari C12
sampai C15). Pada suatu waktu dia banyak digunakan dalam lampu
minyak tanah tetapi sekarang utamanya digunakan sebagai bahan bakar
mesin jet (lebih teknikal Avtur, Jet-A, Jet-B, JP-4 atau JP-8). Sebuah
bentuk dari kerosene dikenal sebagai RP-1dibakar dengan oksigen cair
sebagai bahan bakar roket. Nama kerosene diturunkan dari bahasa Yunani
keros (, wax ). Dari website Pertamina diketahui bahwa minyak

tanah memiliki kandungan sulfur yang lebih rendah dibandingkan solar


(minyak tanah 0.2 wt% sedangkan solar 0.5 wt%). Kerosin (Minyak Tanah
) Rentang rantai karbon : C12 sampai C20 Trayek didih : 85 sampai 105C
d.
Pemakaian kerosin sebagai penerangan di negara-negara maju semakin
berkurang, sekarang kerosin digunakan untuk pemanasan. Biasanya,
kerosene didistilasi langsung dari minyak mentah membutuhkan
perawatan khusus, dalam sebuah unit Merox atau, hidrotreater untuk
mengurangi kadar belerangnya dan pengaratannya. Kerosene dapat juga
diproduksi oleh hidrocracker, yang digunakan untuk mengupgrade bagian
dari minyak mentah yang akan bagus untuk bahan bakar minyak.
Penggunaannya sebagai bahan bakar untuk memasak terbatas di negara
berkembang, di mana dia kurang disuling dan mengandung
ketidakmurnian dan bahkan debris. Bahan bakar mesin jet adalah
kerosene yang mencapai spesifikasi yang diperketat, terutama titik asap
dan
titik
beku.
Pemakaian
terpenting
dari
kerosin
antara
lain:
1. Minyak Lampu. Minyak tanah dalam lampu mengalir ke sumbu
karena adanya gaya kapiler dalam saluran-saluran sempit antara serat-serat
sumbu. Aliran kerosin tergantung pada kekentalan yaitu jika minyak cair
kental dan lampu mempunyai tinggi naik yang besar maka api akan tetap
rendah dan sumbu menjadi arang (hangus) karena kekurangan minyak.
2.
Bahan
bakar
untuk
pemanasan
untuk
memasak
3. Bahan bakar motor. Motor berbahan bakar kerosin selain memiliki
sebuah karburator juga mempunyai alat penguap untuk kerosin. Motor ini
jalannya dimulai dengan bensin dan dilanjutkan dengan kerosin kalau alat
penguap sudah cukup panas. Motor ini akan berjalan dengan baik bila
kadar
aromatik
di
dalam
bensin
tinggi.
4. Kerosene biasa di gunakan untuk membasmi serangga seperti semut
dan
mengusir
kecoa.
5. Bahan pelarut untuk insektisida Bubuk serangga dibuat dari bunga
Chrysant (Pyerlhrum cinerarieotollum) yang telah dikeringkan dan
dihaluskan, sebagai bahan pelarut digunakan kerosin. Untuk keperluan ini
2 kerosin harus mempunyai bau yang enak atau biasanya obat semprot itu
mengandung
bahan
pengharum
(Sumber:
Zuhra,
2003).
B.
Pengertian
Briket
Bioarang
dan
Keuntungannya
Pada dasarnya briket bioarang adalah salah satu inovasi energi alternatif
sebagai pengganti arangkonvensional yang berasal dari kayu. Bahan
dasarnya dapat di ambil dari serasah dan daun-daunkering lainnya.
Keuntungan yang diperoleh dari briket bioarang ini antara lain adalah :
1.
Dapat
menghasilkan
panas
pembakaran
yang
tinggi
2. Asap yang dihasilkan lebih sedikit daripada arang konvensional,
sehingga
meminimalisir
pencemaran
udara
3. Bentuknya lebih seragam dan menarik, karena dicetak dengan
menggunakan
alat
cetak
sederhana

4. Pembuatan bahan baku tidak menimbulkan masalah dan dapat


mengurangi
pencemaranlingkungan
5. Pada kondisi tertentu dapat menggantikan fungsi minyak tanah dan
kayu bakar sebagai sumber energi bahan bakar untuk keperluan rumah
tangga
6. Lebih murah bila dibandingkan dengan minyak tanah atau arang kayu.
7.
Masa bakar jauh lebih lama daripada arang biasa.
C.
Percobaan
a.
Alat
dan
Bahan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan bioarang ini adalah:
1.
Drum/Kaleng/gentong/tempat pembakaran. Digunakan untuk
pembakaran
sekam
padi.
2.
Tongkat
kayu
untuk
mengaduk-aduk
sekam
padi.
3.
Ember tempat mengumpulkan sekam padi hasil pembakaran
4.
Lumpung dan Alu untuk mengahaluskan sekam padi hasil
pembakaran
5.
Baskom
sebagai
tempat
membuat
adonan
6. Cetakan sederhana bisa dibua dari kaleng bekas berbentuk lingkaran
7. Karung sebagai alas untuk menjemur adonan yang sudah di cetak
Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan bioarang ini adalah:
1. Arang berasal dari bahan organic yaitu sekam padi (sampah dedaunan
dan
ranting).
2.
Tepung
Kanji
digunakan
sebagai
pelekat.
3.
Air Panas digunakan untuk mencairkan tepung kanji.
4. Bahan campuran digunakan saat pembuatan adonan jika dibutuhkan.
Dengan tujuanuntuk menghemat pemakaian bahan (contoh: ampas kelapa,
serbuk gergaji, kertas/Koran)
Limbah cangkang kelapa sawit selama ini hanya dimanfaatkan untuk pengerasan
jalan tanah. Padahal, bila dilakukan pengolahan, limbah ini dapat dimanfaatkan
sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar minyak untuk memasak.
Hal itulah yang dilakukan oleh SMKN 1 Pangkalankerinci.
Limbah sawit berupa cangkang sawit banyak ditemukan di Pangkalankerinci.
Limbah ini dibiarkan berserakan merusak lingkungan. Berawal dari permasalahan
itulah, siswa jurusan kimia SMKN 1 Pangkalankerinci membuat briket secara
tradisional.
Dibantu dengan para guru, siswa melakukan inovasi teknologi pembuatan briket
arang dari cangkang sawit. Caranya dilakukan dengan sederhana. Dimulai dengan
penumbukan cangkang kelapa sawit sehingga menjadi bentuk kecil atau halus.

Kemudian dikeringkan setelah itu bahan baku tersebut dibakar di dalam wadah
dan disiapkan perekat dari lem kanji. Perekat tersebut dicampur dengan bahan
baku yang telah di bakar diatas tungku untuk kemudian dicetak sesuai kehendak
dan siap dikemas.
Selain itu, briket arang ini memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan
arang konvensional. Terutama pada bentuk ukurannya seragam karena dicetak
khusus dan besar kecilnya sesuai kehendak.
Selanjutnya, briket ini mempunyai panas pembakaran yang lebih tinggi
dibandingkan dengan arang biasa. Apinya juga sama seperti kompor gas berwarna
biru.
Plh Kepala SMKN 1 Pangkalankerinci, Muhammad Syafi SPd MSi didampingi
Ketua Jurusan Kimia, Yulidia Fitri SSi MPd, memaparkan, cangkang sawit baik
digunakan sebagai bahan bakar atau arang karena termasuk bahan
berlignoselulosa, berkadar karbon tinggi .
Kemudian, mempunyai berat jenis yang lebih tinggi daripada kayu yang mencapai
1,4 g/ml. Karakteristik ini memungkinkan bahan tersebut baik untuk dijadikan
arang yang mempunyai energi panas tinggi sebesar 20.093 kJ/Kg.
Bahan-bahan tersebut mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, namun jika
diabaikan dan dibiarkan berserakan akan membuat lingkungan menjadi rusak. Jika
dibakar didalam incinerator akan menyebabkan pencemaran udara.
Memanfaatkannya untuk kepentingan lingkungan yang kami lakukan sekarang ini
dari cangkang sawit, ungkapnya kepada Riau Pos , akhir pekan lalu, di
Pangkalankerinci.
Menurut dia, cangkang kelapa sawit ini adalah bagian terkeras pada kelapa sawit.
Cangkang sawit memiliki banyak kegunaan serta manfaat bagi industri, usaha dan
rumah tangga.
Beberapa diantaranya adalah produk bernilai ekonomis tinggi, yaitu karbon aktif,
asap cair, fenol, briket arang.
Muhammad Syafii mengungkapkan, briket cangkang sawit sangat berfungsi
sebagai bahan bakar hemat energi memasak bagi ibu rumah tangga. Siswa dari
Jurusan Kimia, sambungnya, melakukan inovasi untuk membuat briket secara

tradisional, termasuk kompor.


Yang mana, bahan baku kompor terbuat dari limbah kaleng cat.
Keunggulan kompor arang briket cangkang sawit, apinya berwarna biru dan
tidak mengeluarkan asap serta ramah lingkungan. Kami ingin terus berinovasi
untuk bisa ramah lingkungan dalam bidang teknologi, ujarnya.
Sementara itu Ketua Jurusan Kimia SMKN 1 Pangkalankerinci, Yulidia Fitri SSi
MPD, menjelaskan, dalam membuat briket arang ini sebelumnya sediakan
cangkang secukupnya. Kemudian, dijemur sampai kering.
Cangkang yang sudah di jemur itu dibajar hinga menjadi arang. Setelah itu,
siapkan tepung kanji dan campur dengan air hingga berbentuk lem.
Bila sudah berbentuk lem aduk bersama dengan arang aktif yang sudah di
ayak, dari hasil pembakaran cangkang sawit. Cetak atau bentuk seperti dilinder.
Hasil cetakan dijemur terlebih dahulu selama lebih kurang tiga hari dibawah panas
terik matahari. Setelah dijemur briket cangkang sawit sudah bisa untuk
digunakan, sambungnya.
Dari penuturan Yulidia, untuk pembuatan kompor arang sediakan kaleng bekas
pertama berukuran 35 centimeter x 30 centimeter. Siapkan plat besi berbentuk
lingkaran berdiameter lebih kecil dan lubangi pada bagian tengahnya sebanyak 13
buah.
Lalu, dimasukan kedalam kaleng pertama dorong ke bawah hinga berhenti
ditengahnya.
Selanjutnya, masukan kaleng cat berukuran 5 kilogram dalam kaleng yang
pertama hingga terletak di atas plat besi. Kemudian, bentuk kaleng lebih kecil dari
pertama dan kedua yang bercampur semen dengan perbandingan 10:1.
Lalu masukan diantara kaleng pertama serta kedua. Di antara ke dua kaleng
tersebut dibuat parit melingkar yang di isi pasir secukupnya. Ini dipergunakan
untuk landasan sangkup mematikan api.
Menurutnya, briket arang adalah arang yang diperoleh dengan membakar bio
massa kering dengan sedikit udara (karbonisasi). Biomassa adalah bahan organik
yang berasal dari jasad hidup baik tumbuh-tumbuhan maupun hewan.

Contoh biomassa adalah dedaunan,rerumputan, ranting, gulma dan limbah-limbah


perkebunan maupun pertanian yang mengandung bahan organik.
Api kompor briket dari limbah kaleng cat, tidak kalah dengan kompor gas.
Warnanya biru sama seperti kompor gas. Pada peralatan memasak tidak ada hitam
seperti memasak mempergunakan kayu, ujarnya.
SMKN 1 Pangkalankerinci, sambungnya, ingin mengembangkan sumber potensi
alam yang terbuang untuk energy alternative. Mencintai lingkungan dengan
menciptakan inovasi terbarukan untuk kepentingan masyarakat secara luas,
katanya lagi.
Yulidia memaparkan, briket juga dapat dibuat dari sampah, rumput, ilalang,
cangkang kelapa sawit dan masih banyak bahan-bahan organik lainnya.
Saat ini, terangnya, pembuatan briket dari cangkang kelapa sawit ini masih dalam
pengembangan skala laboratorium. Meskipun demikian, apabila pemerintah serius
mensosialisasikan briket ini, produksi secara industri dapat terwujud dan
kebutuhan pasok energi pengganti minyak dapat dikurangi.
Pembuatan briket juga sangat murah, dibanding minyak tanah. Meskipun briket
tandan dari limbah sawit itu belum dipasarkan secara bebas dan diperjual belikan
secara komersial, namun usaha ke sana terus dilakukan sekolah ini. Dengan
pertimbangan semakin berkurangnya sumber-sumber energi pada masa depan.
Untuk mencapai itu, perlu kerja keras menemukan sumber-sumber energi
baru untuk generasi penerus bangsa, pungkasnya.
Wakil Bupati Pelalawan, Marwan Ibrahim, menyebutkan, pemerintah sekarang
sedang mensosialisasikan pengunaan briket sebagai pengganti minyak tanah.
Briket dari limbah sawit didesain memiliki bentuk selinder mirip kaleng susu,
berwarna hitam dengan ketinggian rata-rata 8 Cm.
Dikatakannya, briket ini diolah dari cangkang sawit sawit yang telah dihaluskan,
dicetak di suatu percetakan. Dengan bantuan perekat yang memperkuat ikatanikatan antarmolekul serbuk briket.
Kemudian briket dikeringkan agar permukaan briket menjadi lebih kuat. Sebagai
bahan bakar, faktor keamanan bagi lingkungan turut diperhatikan.

Menurut dia, briket cangkang kelapa sawit ini telah melewati beberapa pengujian
standar yang biasa dilakukan terhadap bahan bakar umumnya. Misalnya pengujian
kadar gas nitrogen, kadar karbon monoksida, kadar gas sulfur dan hasil yang
diperoleh masih dalam batas ambang kewajaran yang aman bagi lingkungan.(ndi)

You might also like