You are on page 1of 14

Portofolio

Nama Peserta dan No.ID : dr. Nurhanifah Tamad


Nama Wahana : RSI PKU Muhammadiyah Singkil Kab. Tegal
Topik : Kasus Bedah
Tanggal (kasus) : 11 Agustus 2013
Nama Pasien : Sdr.A.
No. RM : 130778
Pendamping : dr. Lukito
Tanggal Presentasi : 21 November 2013
H.Prasetya,M.MR
Tempat Presentasi : RSI PKU Muhammadiyah Kab. Tegal
Obyektif Presentasi :
o Keilmuan
o Tinjauan Pustaka
o Ketrampilan
o Penyegaran

o Diagnosti
o Manajemen
o Masalah
o Istimewa
k
o Dewasa
o Neonatus o Bayi o Anak
o Remaja
o Lansia o Bumil

Deskripsi (alloananamnesis ibu pasien):


IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. J
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. RTA Milono Km. 6 RT 1 RW
5 Palangkaraya
Pendidikan : lulusan SMA
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku : Banjar
Bangsa : Indonesia
Status Perkawinan : Menikah
RMK : 152047
Tanggal kunjungan ke IGD jiwa : 19 Februari 2012
A. KELUHAN UTAMA
Lemas
B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien baru datang dengan keluhan utama lemas sejak 1 minggu yang lalu. Pasien
mengalami gangguan tidur. Pasien sering terbangun jam 00.00 dan tidak bisa tidur
kembali. Pasien merasa banyak orang yang ingin membawanya jalan jalan di tengah
malam ke kebun sebelah rumah. Padahal menurut keluarga pasien, tidak ada siapapun
di sekitarnya.
Lima bulan sebelumnya pasien bertengkar dengan salahsatu anaknya. Anak pasien
memukul pasien dengan sapu saat pertengkaran tersebut. Pasien mengatakan bila
sedang bertengkar sering memukul pasien dengan sapu. Sejak pertengkaran tersebut,
pasien menjadi lebih pendiam dan pemurung namun masih bisa mengerjakan pekerjaan

rumah tangga sehari-hari.


Dua bulan setelah pertengakaran tersebut, pasien juga mengeluh adanya gangguan
tidur, pasien sering terbangun tengah malam lalu tidak bisa tidur lagi. Sehingga pasien
merasa kelelahan di pagi hari. Pasien juga sering tidak mau makan, jika makan sering
tidak habis dan merasa selalu kenyang.
Menurut anak pasien yang lainnya, pasien tidak mau mengatakan apa saja penyebab
pertengkarannya dengan kakaknya. Saat kakaknya sedang berkunjung ke rumah,
pasien juga nampak tidak suka apabila duduk bersampingan bahkan tidak mau
menemuinya.
Pasien menyangkal pernah mendengar bisikan. Pasien menjadi jarang mandi, pasien
baru mandi apabila disuruh keluarganya. Pasien tidak ada niat untuk menyakiti dirinya
sendiri maupun orang lain. Pasien juga tidak bisa melakukan pekerjaan rumah
tangga sehari-hari seperti memasak, mencuci, menyetrika.
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Penderita menyangkal mengalami gejala serupa sebelumnya, riwayat kejang,
trauma kepala penyakit darah tinggi, penyakit jantung, penyakit gula, riwayat mondok di
rumah sakit, riwayat pengobatan jangka panjang dan alergi obat tertentu.
E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
Sebelum sakit, pasien termasuk orang yang aktif sehingga memilikibanyak teman.
Pasien aktif dalam kegiatan PKK, arisan RT dan kegiatan senam lansia. Saat masih
sekolah, pasien tidak pernah bolos sekolah dan bukan termasuk remaja yang mudah
terpengaruh pergaulan bebas ataupun mengkonsumsi obat-obatan terlarang maupun
alkohol, juga tidak merokok. Pasien tidak senang bersolek dan tidak pernah
melukai diri sendiri.
3. Riwayat Pendidikan
Pasien mulai sekolah pada usia 6 tahun di sekolah dasar dan lulus dengan nilai yang
cukup. Selama sekolah penderita tidak pernah tinggal kelas, prestasi belajar biasa
saja. Kemudian pasien melanjutkan sekolah ke tingkat SLTP dan tdak melanjutkan ke
SLTA karena keterbatasan biaya.
4. Riwayat Sosial ekonomi
Saat ini pasien tinggal dengan anak bungsunya Pasien saat ini bekerja sebagai ibu
rumah tangga. Pasien berobat sebagai pasien umum.
5. Riwayat Perkawinan
Pasien telah menikah selama 30 tahun dan telah memiliki 2 orang anak dan 4 orang
cucu. Suami pasien sudah meninggal 6 tahun yang lalu karena penyakit jantung.
F. RIWAYAT KELUARGA
Penderita merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Tidak ada

riwayat anggota keluarga yang menderita penyakit serupa dengan pasien


maupun penyakit kejiwaan lainnya.
o Tujuan : Mempelajari kasus dan membahas definisi, morfologi, klasifikasi,
etiologi

cedera kepala, perdarahan intrakranial, penegakkan diagnosis,

patofisiologi, terapi dan komplikasi cedera kepala berat.


o Tinjauan
Bahan
o Riset
o Kasus
o Audit
Bahasan:
Pustaka
o Diskusi o Presentasi Kasus
Cara
o Email
o Pos
Membahas:

Data
Nama : Sdr. A, laki laki, 27
No. Registrasi : 130778
Pasien:
tahun
Nama Klinik: RSI PKU
Terdaftar Sejak : 11 Agustus
Muhammadiyah Kab.
Telepon :(0283) 443531
2013
Tegal
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / gambaran klinis :
Pasien kiriman dari Puskesmas Bumijawa datang dengan keluhan penurunan
kesadaran sejak 6 jam SMRS setelah kecelakaan lalu lintas motor menabrak tembok
rumah, terjatuh

dan

bagian

kepala

penderita membentur benda keras. Pasien

mengalami kejang 1 x, selama 15 menit, sebelum, saat dan setelah kejang: tidak sadar,
kelojotan dan kaku di anggota gerak. Pasien juga muntah menyemprot berisi darah 1 x,
terdapat luka terbuka di atas mata kiri, nyeri kepala hebat, luka lecet di pipi kanan dan
atas bibir. Keluar darah dari kedua telinga dan hidung (+), berwarna merah segar. BAB
(+) normal. BAK (+) normal.

Terapi dari Puskesmas Bumijawa: hecting dan wound

toilet, IVFD RL + NS 1 amp. 20 tpm, Inj. dexamethasone, Inj. kalnex dan Inj.
diazepam.
Riwayat penyakit dahulu:
Ibu pasien menyangkal ada keluhan serupa sebelumnya, penyakit darah tinggi,
penyakit ayan, penyakit jantung, penyakit gula, riwayat mondok di rumah sakit, riwayat
pengobatan jangka panjang dan alergi obat tertentu.
Riwayat penyakit keluarga:
Ibu pasien menyangkal ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa
dengan pasien.
Riwayat sosial dan ekonomi:
Pasien tinggal serumah dengan bapak, ibu dan kedua adik pasien. Pasien bekerja

sebagai buruh tani. Pasien merupakan pasien umum.


Vital sign : TD 120/80 mmHg, N 96 x/mnt, RR: 18 x/mnt, T 36,7 0 C
Diagnosis :
Cedera Kepala Berat
Vulnus Laseratum regio supraorbital sinistra
Vulnus Excoriatum regio zygomaticus dextra et superior labia
Daftar Pustaka :
1.American College Surgeon. (2004): Advanced Trauma Life Support Edisi Ketujuh.
United States of America, p: 167-185.
2.Ariwibowo Haryo et all, 2008, Art of Therapy: Sub Ilmu Bedah. Yogyakarta:
Pustaka Cendekia Press of Yogyakarta.
3.Bernath, David. (2009). Head Injury. Available from: www.e-medicine.com.
4.Ghazali, Malueka. (2007). Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka Cendekia.
5.Hafid. (2007). Buku Ajar Ilmu Bedah: edisi kedua, Jong W.D. Jakarta: penerbit
buku kedokteran EGC.
6.Riyanto, Budi. (2006). Penatalaksanaan Fase Akut Cedera Kepala. Available from:
http://www.kalbe.co.id/files/cdk.
7.Tim Neurotrauma RSU Dr .Soetomo,. (2007). Guideline or Management of
Traumatic Brain Injury. Fakultas Kedokteran Airlangga. Surabaya.
Hasil Pembelajaran :
1. Definisi, morfologi, klasifikasi dan etiologi cedera kepala
2. Perdarahan intrakranial
3. Patofisiologi cedera kepala berat
4. Penegakkan diagnosis cedera kepala berat
5. Terapi cedera kepala berat
6. Komplikasi cedera kepala berat
Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio
1 Subyektif :
Pasien kiriman

dari Puskesmas Bumijawa

datang dengan keluhan

penurunan kesadaran sejak 6 jam SMRS setelah kecelakaan lalu lintas motor
menabrak tembok rumah, terjatuh dan bagian kepala penderita membentur benda
keras. Pasien mengalami kejang 1 x, selama 15 menit, sebelum, saat dan setelah
kejang: tidak sadar, kelojotan dan kaku di anggota gerak. Pasien juga muntah
menyemprot berisi darah 1 x, nyeri kepala hebat, terdapat luka terbuka di atas mata
kiri, luka lecet di pipi kanan dan atas bibir. Keluar darah dari kedua telinga dan
hidung (+), berwarna merah segar. BAB (+) normal. BAK (+) normal. Terapi dari
Puskesmas Bumijawa: hecting dan wound toilet, IVFD RL + NS 1 amp. 20 tpm,
Inj. dexamethasone, Inj. kalnex dan Inj. diazepam.

Riwayat penyakit dahulu:


Ibu pasien menyangkal ada keluhan serupa sebelumnya, penyakit darah
tinggi, penyakit ayan, penyakit jantung, penyakit gula, riwayat mondok di rumah
sakit, riwayat pengobatan jangka panjang dan alergi obat tertentu.
Riwayat penyakit keluarga:
Ibu pasien menyangkal ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa
dengan pasien.
Riwayat sosial dan ekonomi:
Pasien tinggal serumah dengan bapak, ibu dan kedua adik pasien. Pasien
bekerja sebagai buruh tani. Pasien merupakan pasien umum.
Dari anamnesis didapatkan peningkatan tekanan intra kranial yang terdiri dari
penurunan kesadaran, nyeri kepala hebat dan muntah proyektil. Di samping itu,
terdapat suspek fraktur basis craniii dibuktikan dengan keluarnya darah dari lubang
hidung dan telinga.

2 Obyektif :
Hasil pemeriksaan fisik :
A Status Generalis

Keadaan umum : tampak lemah

Kesadaran

: GCS: 7 (E2M3V2)

Vital sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi

: 96 kali/ menit, regular, isi cukup, equal.

Respirasi Rate : 18 kali/ menit


Suhu

: 36,7 C

Tinggi badan

: 158 cm

Berat badan

: 67 kg

BMI = 67= 26,84


(1,582)
Kulit

: warna sawo matang, turgor kulit cukup, tidak ada

petekie.

Kepala

: mesosefal, hematom (-)


Mata : Racoon eye (-), CA +/+, SI -/- , pupil anisokor (
2 mm/ 3 mm) refleks cahaya (-/+)
Telinga

: otorheae berupa darah (+).

Hidung

: epistaksis (+), deviasi septum (+).

Mulut

: tidak ada gusi berdarah, sianosis (-).

Leher: pembesaran kelenjar tiroid dan limfonodi (-), JVP 5+2 cmH2O.

Paru - paru:
Inspeksi : - Bentuk dada simetris.

Palpasi

Pergerakan dinding dada simetris.

Tidak ada retraksi spatium intercostalis.

: - Gerakan dinding dada simetris


-

Perkusi

:-

Auskultasi

Jantung :

Vocal fremitus normal kanan dan kiri


Sonor pada seluruh lapang paru
:-

Suara dasar nafas vesikuler

Tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing

Pada survey primer, didapatkan


o Airway

: baik, tidak ditemukan hambatan pada jalan nafas.

o Breathing: hitung nafas 18 x/menit, nafas reguler


o Circulation: tekanan darah 120/80mmHg
o Disability

: GCS (E2M3V2) = 7, os dalam keadaan penurunan kesadaran, maka

perlu dipikirkan penyebabnya, terutama proses perdarahan intrakranial akibat


trauma. Selain itu juga terdapat otorheae berupa darah, epistaksis perlu dipikirkan
kemungkinan fraktur basis cranii. Didapatkan pupil anisokor pada pemeriksaan
mata, refleks cahaya (-/+), yang menandakan telah terjadi proses desak ruang
dan mengarah kepada herniasi

uncus sehingga menekan saraf kranial III

(n.okulomotorius).
Pada survey sekunder, didapatkan
o Regio supraorbita sinistra: vulnus laseratum ukuran 5 x 1 cm, krepitasi (-).
o Regio zygomaticus dekstra et labia superior: vulnus excoriatum ukuran 3 x 1 cm,
krepitasi (-).
3. Assessment :
Dari alloanamnesis dapat diketahui bahwa penderita menabrak tembok
rumah, terjatuh dan bagian kepala penderita membentur benda keras. Benturan
ini menimbulkan tekanan yang kuat dan secara tiba-tiba pada kepala penderita,
kekuatan mekanik yang mengenai kepala akan menyebabkan kerusakan langsung
pada tempat benturan.
Pada pemeriksaan fisik survei primer didapatkan airway dalam keadaan
baik, breathing dan circulation dalam batas normal. Penilaian airway didasarkan
pada ada atau tidaknya tanda-tanda obstruksi jalan nafas. Tanda - tanda objektif
untuk menilai jalan nafas, yaitu pada look, dimana pada penderita tidak terdapat
tanda-tanda hipoksia yaitu retraksi dinding dada, juga penggunaan otot-otot bantu
pernafasan. Sedangkan pada feel dapat dirasakan aliran udara dari hidung. Pada
listen tidak ditemukan suara berkumur (gargling), tidak ditemukan snoring (suara
mendengkur yang menunjukkan adanya sumbatan jalan nafas atas dimana lidah
jatuh ke posterior pharynx), tidak ditemukan crowing atau stridor (suara bersiul yang
menunjukkan adanya sumbatan di jalan nafas bawah terutama pada bronkus akibat
adanya benda asing), tidak ditemukan hoarness (suara parau yang menunjukkan
sumbatan pada laring yang biasa terjadi akibat edema laring).

Pada penilaian Breathing, dilakukan pemeriksaan berupa look yaitu pada


penderita tidak ditemukan tanda - tanda seperti luka tembus dada, flail chest,
gerakan otot nafas tambahan, pada feel tidak terlihat pergeseran letak trakea,
patah

tulang

iga,

emfisema

kulit,

dan

dengan

perkusi

tidak ditemukan

hemotoraks dan atau pnemutoraks, sedangkan pada listentidak didapatkan suara


nafas tambahan, suara nafas menurun, dan dinilai frekuensi pernapasan yang
berada dalam batas normal dan irama nafas yang reguler.
Pada Circulation dalam batas normal dimana dinilai dari frekuensi nadi yang
dalam batas normal yaitu 96 kali/menit, dan tekanan darah 120/80 mmHg.
Melalui pemeriksaan neurologis sederhana, diperoleh nilai GCS 7 (E2M3V2).
Sementara pada pemeriksaan pupil didapatkan pupil anisokor(kiri<kanan), refleks
cahaya positif pada pupil kiri. Tanda pada pupil ini timbul paling dini pada herniasi
uncal, dimana terjadi dilatasi pupil pada sisi yang ipsilateral dengan letak lesi primer.
Dari hasil pemeriksaan fisik survei sekunder, pada regio supraorbital
sinistra terdapat vulnus laseratum sedangkan pada regio zygomaticus dextra et
labia superior didapatkan vulnus excoriatum. Hal ini terjadi karena saat jatuh
penderita membentur benda keras (aspal) menyebabkan kerusakan jaringan pada
daerah tersebut.
Diagnosis:
Cedera Kepala Berat
Vulnus Laseratum regio supraorbital sinistra.
Vulnus Excoriatum regio zygomaticus dextra et labia superior.
4.Terapi:
O2 face mask 10 liter/mnt, diberikan untuk melakukan hiperventilasi yang
berguna memperbaiki sirkulasi intrakranial dan memberi oksigen sehingga
pemenuhan oksigen dalam darah ke otak terpenuhi dengan cukup.
IVFD RL 20 tpm, dilakukan agar dengan mudah dapat memasukkan obat secara
parenteral.

Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr i.v. (skin test) untuk mengatasi infeksi sekunder.


Inj. Rantin 2 x 1 amp. i.v.
Inj. Ondansentron 2 x 4 mg i.v.untuk mengatasi mual.
Inj. Kalnex 3 x 1 amp i.v. , untuk membantu mempercepat proses pembekuan untuk

menghentikan perdarahan.
Inj. Vitamin K 2 x 1 amp. i.v.

Inj. Citicoline 2 x 1 gr i.v., berfungsi sebagai nootropik yang dapat mengurangi


kerusakan jaringan otak ketika terjadi perlukaan.
Inj. Vit. K 2 x 1 amp. i.v.
Inj. Piracetam 3 x 3 gr i.v., berfungsi sebagai nootropik yang dapat mengurangi
kerusakan jaringan otak ketika terjadi perlukaan.
Inj. Lapibal 2 x 1 amp. i.v. untuk memperbaiki gangguan metabolisme asam nukleat
dan protein di dalam jaringan saraf serta memperbaiki gangguan saraf sensoris

dan motorik.
Inj. Ketorolac 2 x 1 amp. i.v untuk mengatasi nyeri.
Inj. Manitol 3 x 100 mg i.v berfungi untuk diuresis osmotik.
Ekstra Inj. Valisanbe 1 amp. i.v. pelan-pelan, berfungsi sebagai anti-konvulsan.
Ekstra Tetagam P 1 amp i.m.
Pemasangan Orofaringeal Airway (guedel), dilakukan pada pasien pasien
dengan penurunan kesadaran, untuk mencegah agar lidah pasien tidak jatuh
ke belakang dan menyumbat saluran pernafasan.
Kateterisasi uretra, untuk mengetahui jumlah output cairan, dan mengawasi tandatanda syok.

Rawat ICU dengan pengawasan.


Konsul dr. Sp. S.
Pemeriksaan darah rutin, SGOT, SGPT, ureum, kreatinin, GDS, Foto thorax AP,
head CT Scan
Hasil Pembelajaran:
a Definisi
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan
fungsi fisik. (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).

b. Morfologi
1. Cedera jaringan lunak (scalp) : Vulnus
2. Fraktur tulang :
a. Calvarium: fraktur linier/stelata, fraktur depressed, fraktur terbuka/tertutup, fraktur
diastasis.

b. Basis : tanpa/dengan kebocoran LCS tanpa/dengan paresis N.VII.


3. Lesi Intrakranial :
a. fokal : epidural, subdural, intraserebral.
b. Difus : mild concussion, classic concussion, diffuse aksonal injury
FRAKTUR TULANG KRANIUM
I. Fraktur Calvarium
a. Tipe : Liniar, stelata, depressed, diatasis.
b. Lokasi : Frontal, temporal, parietal, oksipital, kanan/kiri, terbuka/tertutup.
II. Fraktur Basis Kranii
1. Fossa anterior : rhinorrhoea
2. Fossa Media : otorrhoea
3. Fossa Posterior : battle sign
Curiga

bila

Hemotympanum,

periorbital

ecchymosis,

retroaurikuler

echymosis, paresis N.VII, gangguan pendengaran, pneumocephalus.


c. Klasifikasi:
1. Trauma Tumpul: kecepatan tinggi : kecelakaan lalu lintas dan kecepatan rendah :
jatuh/dipukul.
2. Trauma Tembus: luka tembak.
Berdasarkan Skala Koma Glasgow, berat ringan trauma kapitis dibagi atas;
1. Trauma kapitis Ringan, Skor Skala Koma Glasgow 14 15
2. Trauma kapitis Sedang, Skor Skala Koma Glasgow 9 13
3. Trauma kapitis Berat, Skor Skala Koma Glasgow 3 8
Trauma Kepala Berat
Dengan Skala Koma Glasgow < 9 dalam 48 jam rawat inap di Rumah Sakit
(Torner C, Choi S, Barnes Y, 1999). Hampir 100% cedera kepala berat dan 66%
cedera kepala sedang menyebabkan cacat yang permanen. Pada cedera kepala
berat terjadinya cedera otak primer seringkali disertai cedera otak sekunder apabila
proses patofisiologi sekunder yang menyertai tidak segera dicegah dan dihentikan
(Parenrengi, 2004). Penelitian pada penderita cedera kepala secara klinis dan
eksperimental menunjukkan bahwa pada cedera kepala berat dapat disertai dengan
peningkatan titer asam laktat dalam jaringan otak dan cairan serebrospinalis (CSS)
ini mencerminkan kondisi asidosis otak (DeSalles et al., 1986). Penderita cedera

kepala berat, penelitian menunjukkan kadar rata-rata asam laktat 3,25 mmol/L
(Parenrengi, 2004).
Menurut Reissner (2009), gejala klinis trauma kepala berat adalah seperti berikut:
a. Simptom atau tanda-tanda cardinal yang menunjukkan peningkatan TIK.
b. Perubahan ukuran pupil (anisokoria).
c. Triad Cushing (denyut jantung menurun, hipertensi, depresi pernafasan).
d. Apabila meningkatnya tekanan intrakranial, terdapat pergerakan atau posisi
abnormal ekstrimitas.
Penyebab Trauma Kepala
Penyebab utama terjadinya trauma kepala adalah seperti berikut:
a) Kecelakaan Lalu Lintas
Kecelakaan lalu lintas adalah dimana sebuah kenderan bermotor bertabrakan
dengan kenderaan yang lain atau benda lain sehingga menyebabkan kerusakan
atau kecederaan kepada pengguna jalan raya (IRTAD, 1995).
b) Jatuh
Menurut KBBI, jatuh didefinisikan sebagai (terlepas) turun atau meluncur ke
bawah dengan cepat karena gravitasi bumi, baik ketika masih di gerakan turun
maupun sesudah sampai ke tanah.
c) Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan didefinisikan sebagai suatu perihal atau perbuatan
seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain, atau
menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau orang lain (secara paksaan).
Perdarahan Intrakranial
1 Perdarahan Epidural
Perdarahan epidural adalah antara tulang kranial dan dura mater. Gejala
perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang semakin
menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese
kontralateral. Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak
memberikan gejala khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang
membaik setelah beberapa hari.
2 Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan antara duramater dan araknoid,
yang biasanya meliputi perdarahan vena. Terbagi atas 3 bagian yaitu:
a) Perdarahan subdural akut

Gejala klinis berupa sakit kepala, perasaan mengantuk dan kebingungan,


respon yang lambat, serta gelisah. Keadaan kritis terlihat dengan adanya
perlambatan reaksi ipsilateral pupil. Perdarahan subdural akut sering dihubungkan
dengan cedera otak
besar dan cedera batang otak.
b) Perdarahan subdural subakut
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi 7 sampai 10 hari setelah
cedera dan dihubungkan dengan kontusio serebri yang agak berat. Tekanan
serebral yang terus-menerus menyebabkan penurunan tingkat kesadaran.
c) Perdarahan subdural kronis
Terjadi karena luka ringan.
Mulanya perdarahan kecil memasuki ruang subdural.
Beberapa minggu kemudian menumpuk di sekitar membran vaskuler dan secara
pelan-pelan meluas.
Gejala mungkin tidak terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan.
Pada proses yang lama akan terjadi penurunan reaksi pupil dan motorik.
d) Perdarahan Subaraknoid
Perdarahan subaraknoid adalah perdarahan antara rongga otak dan lapisan
otak yaitu yang dikenal sebagai ruang subaraknoid (Ausiello, 2007).
e) Perdarahan Intraventrikular
Perdarahan intraventrikular merupakan penumpukan darah pada ventrikel
otak.

Perdarahan

intraventrikular

selalu

timbul

apabila

terjadi

perdarahan

intraserebral.
f) Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak.
Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan
hentaman, ini dikenali sebagai counter coup phenomenon. (Hallevi, Albright,
Aronowski, Barreto, 2008).
Patofisiologi cedera kepala:

Terapi umum
a.Untuk kesadaran menurun
Lakukan resusitasi
Bebaskan jalan nafas (airway), jaga fungsi pernafasan (breathing), circulation
(tidak boleh terjadi hipotensi), nadi, suhu (tidak boleh terjadi pireksia).
Keseimbangan cairan dan elektrolit dan nutrisi cukup, dengan kalori 50% lebih

dari normal.
Jaga keseimbangan gas darah.
Jaga kebersihan kandung kemih, jika perlu pasang kateter.
Jaga kebersihan dan kelancaran jalur intravena.
Rubah-rubah posisi untuk mencegah decubitus.
Posisi kepala ditinggikan 30 derajat.
Pasang NGT pada hari kedua, kecuali kontraindikasi yaitu pada fraktur basis

kranii.
Infus cairan isotonis.
Berikan oksigen sesuai indikasi
b Terapi khusus
Mengatasi tekanan darah tinggi intrakranial: manitol 20 %.
Simtomatis : analgetik, antiemetik, antiepileptik. Antiepilepsi diberikan jika terjadi

bangkitan epilepsi paska cedera.


Antibiotika atas indikasi.

Anti stress ulcer jika ada perdarahan lambung.


Operasi jika ada indikasi

C. Rehabilitasi
Mobilisasi bertahap dilakukan secepatnya setelah keadaan klinik stabil
Neurorestorasi dan neurorehabilitasi diberikan sesuai kebutuhan.
Komplikasi Cedera Kepala
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya menurut (Markam, 1999)
pada cedera kepala meliputi
a. Koma
Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada
situasi ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah
masa ini penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya
memasuki vegetatife state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar
dan tidak menyadari lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state
lebih dari satu tahun jarang sembuh.
b. Kejang/Seizure
Penderita
yang
mengalami
cedera
kepala
akan
mengalami
sekurangkurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera.
Meskipun demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsi.
c. Infeksi
Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya
berbahaya karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke sistem saraf
yang lain.
d. Hilangnya kemampuan kognitif.
Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses informasi dan memori
merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan cedera kepala
mengalami masalah kesadaran.
e. Penyakit Alzheimer dan Parkinson.
Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan terjadinya penyakit
Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan semakin tinggi
tergantung frekuensi dan keparahan cedera .

You might also like