Professional Documents
Culture Documents
2.2. Administratif
Berdasarkan Undang-Undang No.
12 tahun 2002, Kota otonom Pariaman
terdiri dari 3 kecamatan, 55 desa dan 16
kelurahan. Luas wilayah Kota Pariaman
adalah 73,36 Km2 dengan panjang garis
pantai 12 Km. 0,17% dari luas Propinsi
Sumatera Barat.) dengan luas wilayah
daratan 73,36 Km dan luas lautan
282,69km. Wilayah Kota Pariaman yang
paling luas yaitu Kecamatan Pariaman
Utara dengan luas 28,45 Km, serta yang
terkecil
adalah
wilayah
kecamatan
Kota
Pariaman
secara
Kecamatan Nan Sabaris, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan VII Koto Sungai Sariak
dan sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.
2.3. Kependudukan
Berdasarkan hasil pencatatan pada tahun 2010, penduduk Kota Pariaman berjumlah 79.073
jiwa dengan tingkat kepadatan 1077,88 orang dalam satuan luas kilometer wilayah. Penduduk
terbanyak berada pada Kecamatan Pariaman Tengah yakni 28.980 orang, sedangkan kecamatan
yang memiliki penduduk paling sedikit adalah Pariaman Timur dengan jumlah 14.895 jiwa.
Kepadatan penduduk tertinggi ditemukan pada Kecamatan Pariaman Tengah yaitu 1.911,61
sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Pariaman
Timur yakni 809,07 jiwa. 2
Tabel 1.
Luas
Jumlah
Pertumbuhan
(km2)
Penduduk
Penduduk
1 Pariaman Utara
23,57
19.167
2 Pariaman Tengah
15,16
28.980
3 Pariaman Selatan
16,22
16.031
4 Pariaman Timur
18.41
14.895
Total
73,36
79.073
7.5%
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Pariaman, 2010
No.
Kota Pariaman
Kepadatan
Penduduk
813,19
1911,61
988,35
809,07
1077,88
Kecamatan Pariaman Timur merupakan kecamatan yang baru saja dibentuk sehingga data
mengenai tingkat pertumbuhan penduduknya belum tersedia.
Dari Tabel 2.1 terlihat bahwa luas wilayah Kota Pariaman 73,36 Km dengan jumlah
penduduk 79.073 jiwa, merupakan kota yang tergolong kecil jika dibandingkan dengan Kota
Padang sebagai ibukota propinsi. Namun begitu, Kota Pariaman hampir memiliki jumlah
penduduk yang sama dengan kota-kota lainnya di Sumatera Barat seperti Kota Padang Panjang,
Kota Sawahlunto dan Kota Solok serta Kota Payakumbuh.
Kepadatan penduduk Kota Pariaman terlihat tidak merata di setiap Kecamatan.
Kecamatan Pariaman Tengah yang wilayahnya paling kecil 15,16 Km 2 tapi mempunyai
kepadatan penduduk yang sangat tinggi 1.911,6 jiwa/Km 2 dibandingkan kecamatan lainnya. Hal
ini menyebabkan lingkungan hidup di Kecamatan Pariaman Tengah ini juga mendapatkan
tekanan yang paling tinggi pula bahkan melebihi dua kali lipat wilayah Kecamatan lainnya.
Kecamatan Pariaman Selatan dengan wilayah 16,22 Km2 mempunyai kepadatan penduduk
sebanyak 988,3 jiwa/Km2 atau hampir setengah kepadatan penduduk di Kecamatan Pariaman
Tengah.
Kecamatan Pariaman Timur dengan luas wilayah 18.41 Km2 mempunyai kepadatan
penduduk sebesar 809 jiwa per Km2, sedangkan wilayah Kecamatan Pariaman Utara adalah
2
wilayah yang terluas diantara Kecamatan lainnya, yaitu 23,57 Km2 kepadatan penduduknya
813,2 jiwa/Km2.
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa Kecamatan Pariaman Tengah mendapat
tekanan yang paling tinggi dari sisi jumlah penduduk dan Kecamatan Pariaman Timur
mendapatkan tekanan paling rendah. Kecamatan kepadatan tertinggi adalah kecamatan Pariaman
Tengah yang merupakan Ibu kota Kota Pariaman. Kepadatan jumlah penduduk pada kecamatan
ini tidak lepas dari historis perkembangan wilayah yaitu sebagai Ibu kota Kabupaten Padang
Pariaman sekaligus juga pusat kegiatan perkonomian Kota Pariaman.
Tinggi-rendahnya tingkat kepadatan penduduk suatu wilayah akan langsung maupun tidak
langsung berpengaruh terhadap kesempatan-kesempatan ekonomi. Pada wilayah agraris terutama
perdesaan, maka kesempatan ekonomi erat kaitannya dengan kepemilikan dan luas ke-pemilikan
lahan pertanian. Semakin padat penduduk, maka semakin sempit pemilikan dan penguasaan
lahan, dan berarti semakin sedikit produksi yang dapat dihasilkan per individu. Semakin padat
juga berpengaruh terhadap nilai lahan, baik itu untuk keperluan pertanian maupun pemukiman.
Biasanya penduduk miskin akan banyak kehilangan kesempatan-kesempatan ekonomi karena
pengaruh kepadatan penduduk yang tinggi.
Tabel 2.
No
1
2
3
4
Kecamatan
Pariaman Tengah
Pariaman Utara
Pariaman Selatan
Pariaman Timur
Total
Laki-Laki
15,488
9.416
7.981
7.003
38.724
Perempuan
15,022
10.107
8.135
7.712
32.366
Jumlah
30,470
19.523
16.116
15.389
79.449
Gambar 3.
Dari Gambar 2.2 terlihat tiga dari empat kecamatan di Kota Pariaman memiliki jumlah
penduduk perempuan lebih banyak daripada jumlah penduduk laki-laki. Sementara pada pada
Kecamatan Pariaman Tengah jumlah penduduk laki-laki sedikit lebih banyak dibanding
perempuan.
Keadaaan penduduk yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang sedang
dilaksanakan Pemerintah Kota Pariaman. Jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan
kualitas penduduk yang memadai merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar jika tidak diikuti dengan tingkat kualitas
yang memadahi menjadikan penduduk tersebut hanya sebagai beban pembangunan.
Dari berbagai hasil sensus, survei maupun pencatatan administrasi penduduk diketahui
bahwa jumlah penduduk Kota Pariaman secara absolut terus mengalami peningkatan dari waktu
ke waktu. Pertambahan jumlah penduduk tersebut akibat dari angka kelahiran yang masih cukup
tinggi dibandingkan dengan angka kamatian yang relatif masih rendah, sedangkan pengaruh
perpindahan (migrasi) sangat kecil.
Kebutuhan akan pendidikan merupakan hak dasar rakyat seperti tertera dalam UUD 1945
Pasal 31 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pembangunan pendidikan seperti halnya kesehatan adalah investasi bangsa dan juga investasi
keluarga, karena berhubungan erat dengan produktivitas dan kesempatan sosial, ekonomi,
maupun politik.
Dilihat dari tingkat pendidikan, penduduk Kota Pariaman lebih didominasi oleh penduduk
dengan pendidikan setingkat SLTA. Masih sedikit penduduk yang ditemui berpendidikan sarjana.
Sementara penduduk yang berpendidikan dibawah SLTP merupakan jumlah yang dominan
(Tabel DS-2 dan DS-4).
Gambar 4.
2.5. Kesehatan
Kebutuhan akan kesehatan merupakan hak dasar rakyat seperti yang dicantumkan dalam
UUD 1945 Pasal 28 H ayat (1) dan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Sistem
Kesehatan. Pembangunan kesehatan adalah investasi bangsa dan juga investasi keluarga, karena
berhubungan erat dengan produktivitas dan kesempatan sosial, ekonomi, maupun politik.
Dengan demikian kesehatan berhubungan dengan kesejahteraan masa depan masyarakat dan
bangsa.
Dari data kesehatan yang ada Kota Pariaman termasuk memiliki tingkat layanan
kesehatan yang baik. Hal ini dapat terlihat dari indikator-indikator kesehatan standar seperti usia
harapan hidup, angka kematian bayi, balita merupakan aspek yang dapat menjadi acuan dari
pembangunan manusia untuk sektor kesehatan. Angka harapan hidup mengindikasikan sejauh
mana masyarakat mencapai derajat kesehatan yang baik mulai dari resiko sakit, gizi, kehamilan,
pola-pola hidup sehat dan sampai pada aksesibility masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
Dalam periode tahun 2009 dan 2010 Kota Pariaman mampu menekan angka kematian
bayi dari tingkat kematian bayi berjumlah 40 orang menjadi 22 orang atau 13,48/1.000 kelahiran
hidup, sedangkan untuk tahun 2010 berdasarkan data dari Dinas Kependudukan dan Catatan
Sipil angka kematian bayi menurun tajam menjadi 4 orang. Pencapaian ini tentunya tidak
terlepas dari upaya-upaya Pemerintah Kota Pariaman dan Dinas Kesehatan Kota Pariaman dalam
mensosialisasikan program-program hidup sehat serta sanitasi dan gizi yang baik kepada ibu-ibu
hamil di wilayah Kota Pariaman.
Banyak faktor keberhasilan yang telah mempengaruhi aspek kesehatan ini salah satunya
adalah semakin membaiknya variable-variabel kesehatan di Kota Pariaman, tersedianya berbagai
fasilitas atau faktor aksesibilitas dan pelayanan kesehatan dan tenaga medis yang terampil, serta
kesediaan masyarakat untuk merubah kehidupan tradisional ke norma kehidupan modern dalam
bidang kesehatan merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat Angka Kematian
Bayi (AKB). Menurunnya AKB dalam beberapa waktu terakhir memberi gambaran adanya
peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan masyarakat serta semakin membaik
pula pemahaman masyarakat terhadap pentingnya kesehatan lingkungan dan pemahaman akan
pentingnya kesehatan itu sendiri.
Secara teoritis sumber daya manusia yang berkualitas dan sehat merupakan modal dasar
untuk kelangsungan pembangunan. Salah satu upaya yang dilakukan Departemen Kesehatan
dalam mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi adalah dengan mendekatkan
pelayanan kebidanan kepada ibu yang membutuhkan. Penurunan AKB sangat ber-pengaruh pada
kenaikan umur harapan hidup (UHH) waktu lahir. Angka kematian bayi sangat peka terhadap
perubahan dengan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, sehingga perbaikan derajat
kesehatan tercermin pada penurunan AKB dan kenaikan UHH pada waktu lahir, meningkatnya
umur harapan hidup secara tidak langsung juga memberi gambaran tentang adanya peningkatan
kualitas hidup dan derajat kesehatan masyarakat.
Walaupun indikator kesehatan cenderung membaik, namun untuk beberapa penyakit yang
diderita masyarakat Kota Pariaman ini masih relatif lebih banyak di temukan. Terutama pada
penyakit pernafasan yang di sebabkan antara lain oleh debu dan polusi disamping ada beberapa
penyakit lainnya seperti infeksi kulit, reumhatik, dan penyakit lainnya. Dalam hal ini masih
dipandang perlu upaya-upaya Dinas Kesehatan untuk menekan jumlah penderita penyakitpenyakit tersebut diatas, terutama penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Tingginya penderita penyakit ISPA merupakan indikator terhadap kualitas udara yang
tercemar. Namun jika dilihat dari kualitas udara Kota Pariaman, dari parameter yang diamati
terlihat masih berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan. Berdasarkan data ini, jelas
terlihat faktor penyebab tingginya penderita ISPA bukan hanya disebabkan oleh kualitas udara
saja, akan tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi seperti pola hidup tidak sehat, sanitasi
lingkungan dan lain-lain.
Data dari Dinas Kesehatan Kota Pariaman menyatakan penderita penyakit ISPA pada
tahun 2009 sebanyak 7.945 penderita telah mengalami peningkatan pada tahun 2010 ini menjadi
9.542 penderita. Terjadi peningkatan yang cukup tajam pada rentang tahun pengamatan.
memberi
konsekuensi terhadap kesehatan lingkungan masyarakat yang pada akhirnya akan berdampak
pula kepada kesehatan masyarakat itu sendiri.
Tabel 3.
No.
1.
9542
% terhadap Total
Penderita
31,27
5085
16,66
3298
10,81
2684
2287
2151
1888
4,41
7,49
7,05
6,19
1418
1346
4,65
4,41
308
1,01
Jumlah Penderita
kunjungan kasus
13,804
Persentase
2.13
4,651
2.02
4,582
1.46
3,382
2,964
2,621
1.43
1.30
1.02
1,905
1,583
1,436
0.56
0.51
0.37
1,043
0.35
Pelayanan kesehatan dasar, yaitu peningkatan mutu pelayanan dengan quality insurance
yang dapat dilihat dari indikator
Peningkatan sarana pelayanan kesehatan, yang terdiri dari puskesmas yang juga diperkuat
dengan puskesmas pembantu dan puskesmas keliling, pada tahun 2007 jumlah puskesmas
mencapai 4 unit, puskesmas pembantu 9 unit dan puskesmas keliling 6 unit, rumah bersalin
7 unit, rumah obat 1 unit, apotik 6 unit, posyandu 132 unit, dan terdapat 5 unit klinik swasta.
Maka pada tahun 2007 jumlah puskesmas mencapai 6 unit, puskesmas pembantu 9 unit dan
puskesmas keliling 14 unit, rumah bersalin 7 unit, rumah obat 1 unit, apotik 6 unit, posyandu
132 unit, dan terdapat 5 unit klinik swasta Walaupun fasilitas pelayanan kesehatan dasar
seperti puskesmas terdapat di semua kecamatan dan ditunjang oleh pustu, namun
pemerataan & keterjangkauan pelayanan kesehatan kadangkala masih menjadi kendala.
3.
Peningkatan kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, dalam hal ini formasi dan kapasitas
tenaga kesehatan pada saat ini sudah mencukupi kebutuhan bagi sarana pelayanan kesehatan
yang ada, dengan tenaga kesehatan seluruhnya pada tahun 2006 tercatat sebanyak 50 orang,
yang terdiri dari Dokter Umum 10 orang, Dokter Gigi 9 orang, Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM) 18 orang, Sarjana Farmasi 8 orang, Sarjana non Kesehatan 1 orang dan
Dokter PTT sebanyak 4 orang. pada tahun 2007 tercatat sebanyak 247 orang, yang terdiri
dari Medis 24 orang, Bidan 142 orang, Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) 24 orang,
Sarjana Farmasi 26 orang, Gizi 12 orang, Teknisi medis 2 orang, dan Sanitasi 17 orang.
Meskipun beberapa keberhasilan telah dicapai namun masih ditemui berbagai
permasalahan seperti :
1) Masih rendahnya kualitas pelayanan kesehatan penduduk, yang terlihat dari masih
tingginya keluhan masyarakat atas pelayanan tenaga kesehatan Kota Pariaman;
2) Masih rendahnya tingkat gizi masyarakat dan masih ditemuinya
Berdasarkan data statistic tahun 2009 jumlah sarana kesehatan yang ada di Kota
Pariaman selama tahun 2009 tidak mengalami perubahan yang berarti. Seluruh kecamatan yang
terdapat di Kota Pariaman sudah memiliki Puskesmas, bahkan memiliki dua Puskesmas. Secara
keseluruhan terdapat 6 Puskesmas, 12 Puskesmas Keliling, dan 12 Puskesmas Pembantu.
Untuk melayani kesehatan seluruh penduduk, Kota Pariaman pada tahun 2009 memiliki
21 orang dokter umum, 9 orang dokter gigi, 43 orang sarjana kesehatan masyarakat, 48 orang
sarjana farmasi, 6 orang sarjana kesehatan, 1 orang dokter PTT, dan 60 orang bidan4.
3
4
Berdasarkan perhitungan BPS 2010 hampir 100% penduduk Kota Pariaman beragama
Islam, 0,06% lainnya Bergama Protestan. Rumah peribadatan yang ada meliputi 61 mesjid dan
197 mushalla/langgar yang tersebar di semua kecamatan.
Seperti masyarakat Minangkabau pada umumnya, penduduk Kota Pariaman menganut
garis keturunan ibu (matrilineal). Konsep matrilineal merupakan turunan dari konsep keluarga
(system kekerabatan) yang mengikuti garis keturunan ibu.
Berdasarkan uraian mengenai tradisi masyarakat Minangkabau diatas dapat ditarik
sebuiah kesimpilan awal bahwa dilihat dari segi kemasyarakatannya, tata aturan nilai dan
lembaga pemerintahan yang mengaturnya, masyarakat adat Minang sangat terbuka terhadap
dinamika dan progress (kemajuan) yang terjadi di wilayahnya. Ini akan menguntungkan dalam
pembangunan Kota Pariaman itu sendiri, karena dalam pembangunan dan juga sebagai control
pembangunan.
2.7. Perekonomian
Secara umum pada tahun 2008 Perekonomian Kota Pariaman ini masih didominasi 4
(empat) sektor utama sebagai penghasil nilai tambah terbesar terhadap PDRB Kota Pariaman.
Empat sektor utama tersebut adalah sektor pertanian, sektor jasa-jasa, sektor angkutan dan
komunikasi, dan sektor industri.
Sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 27,06% dari total PDRB Kota Pariaman
tahun 2008. sektor jasa-jasa memberikan sumbangan sebesar 16,69%, Sektor angkutan dan
komunikasi memberikan sumbangan sebesar 12,49%, sektor industri memberikan sumbangan
sebesar 12,42% sedangkan 5 sektor lainnya dalam perekonomian yang meliputi sektor
Pertambangan dan penggalian, sektor listrik dan air minum, Sektor bangunan, Sektor
perdagangan, Hotel dan restoran serta Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa perusahaan secara
keseluruhan hanya memberikan sumbangan sebesar 31,34 Persen terhadap Produk Domestik
Regional Bruto Kota Pariaman tahun 2008.
Pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama periode tertentu tidak terlepas dari
perkembangan masing-masing sektor maupun sub sektor yang ikut membentuk nilai tambah
perekonomian Kota Pariaman. Untuk lebih jelasnya berikut dijelaskan peranan masing-masing
sektor dan sub. Sektor dalam membentuk nilai tambah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Kota Pariaman.
Tabel 5. Pertumbuhan dan Kontribusi Sektor PDRB Kota Pariaman Tahun 2007 2008
Sektor
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, dan Air Minum
Bangunan
Perdagangan, Hotel & Restoran
Angkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Total
Pertumbuhan
2007
2008
3,83
5,03
2,57
0,39
5,08
7,41
9,78
3,78
7,40
6,62
6,11
6,33
6,79
5,49
7,37
5,21
Kontribusi
2007
2008
28,51
28,84
1,91
1,79
11,07
11,40
1,42
1,35
8,38
8,43
10,47
10,67
15,74
15,48
7,67
7,47
4,00
4,87
15,36
100,00
5,06
5,59
14,57
100,00
Table 6. Jumlah Unit Usaha Industri Kecil dan Rumah Tangga Menurut Cabang Industri
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Cabang Industri
Industry pangan
Industry sandang
Industry kimia dan bahan bangunan
Industry logam dan elektronika
Industry kerajinan
Jumlah
Formal
86
80
140
40
225
581
Non Formal
248
225
88
120
300
981
Jumlah
344
305
228
160
525
1.562
terhadap pembentukan PDRB Kota Pariaman yaitu sebesar 1,91% pada tahun 2007 menjadi 1,79
% pada tahun 2008. dilihat dari pertumbuhan sektor ini mengalami peningkatan yaitu dari 4,93
% pada Tahun 2007 menjadi 9,72 % pada tahun 2008.
Sektor Listrik dan Air Minum: Sektor yang paling kecil memberikan kontribusi terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Pariaman. Kontribusi sektor ini mengalami
penurunan dari tahun 2007 adalah sebesar 1,42% menjadi 1,35 % pada tahun 2008, sedangkan
pertumbuhannya melambat menjadi 3,78 % pada tahun 2008 dibandingkan dengan tahun 2007
adalah 9,78%. Melambatnya pertumbuhan sektor ini, terutama disebabkan karena melambatnya
sub sektor listrik dari 9,93% pada tahun 2007 menjadi 3,68 % pada tahun 2008.
Perkembangan Kelompok Sektor PDRB dapat dilihat dari komposisi sektor
perekonomian terhadap pembentukan PDRB. Dengan melihat struktur perekonomian daerah
dapat diketahui sektor mana yang menjadi andalan Kota Pariaman dan sektor mana yang
memiliki efek multiplier yang tinggi, yang memberikan dampak keterkaitan ke depan maupun
keterkaitan ke belakang yang tinggi sehingga kebijakan pembangunan yang dilakukan dapat
diprioritaskan sesuai dengan potensi yang ada. Jika ini dilaksanakan akan menghasilkan
peningkatan ekonomi masyarakat baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Pada dasarnya
sektor-sektor perekonomian dapat dikelompokan dalam tiga kelompok sektor, yaitu kelompok
sektor primer, sekunder dan tersier. Pengelompokan kegiatan ekonomi ini didasarkan atas inputinput atau asal terjadinya proses produksi untuk masing-masing produsen.
Kelompok sektor primer meliputi kegiatan yang out putnya masih merupakan output
proses tingkat dasar. Kelompok sektor primer terdiri atas sektor pertanian dan sektor
pertambangan dan penggalian yang mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya.
Sumbangan kelompok sektor primer pada tahun 2007 sebesar 30,43 persen terhadap total PDRB
atau memberikan nilai tambah sebesar 342,55 milyar rupiah. Pada tahun 2008 sektor primer
memberikan sumbangan sebesar 30,63 persen, atau memberikan nilai tambah sebesar 403,82
milyar rupiah. Kenaikan kontribusi kelompok sektor primer ini diiringi dengan penurunan
proporsi sumbangan kelompok sektor sekunder.
Tabel 7. Perkembangan Sektor Perekonomian Kota Pariaman
Kelompok Sektor
Primer
Sekunder
Tersier
PDRB
Kontribusi (%)
2007
30,42
20,87
48,71
100,00
2008
30,63
21,18
48,19
100,00
Meningkatkan kualitas tamatan sekolah setiap jenjang pendidikan yang dilandasi moral
keagamaan
Keluarga Berencana; Badan Kepegawaian Daerah (BKD); Kantor Kesatuan Bangsa, Politik, dam
Perlindungan Masyarakat; Kantor Lingkungan Hidup (KLH); dan Satuan Polisi Pamong Praja.
Pemerintahan Kota Pariaman juga diperkuat dengan adanya 12 (dua belas) dinas, antara
lain: Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga; Dinas Kesehatan ; Dinas Sosial Tenaga Kerja;
Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika; Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil;
Dinas Pekerjaan Umum; Dinas Tata Ruang; Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan
Aset; Dinas Kebudayaan dan Pariwisata; Dinas Koperasi, Industri dan Perdagangan; Dinas
Pertanian; Dinas Kelautan dan Perikanan.
Sampai saat sekarang, kelembagaan yang secara khusus menangani sanitasi di kota
belum ada. Penanganan dilakukan secara bersama dan menjadi tanggung jawab beberapa
lembaga atau instansi yang terkait. Dinas atau badan yang mengemban tugas dibidang sanitasi
adalah antara lain:
1. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda)
2. Dinas Kesehatan
3. Dinas Pekerjaan Umum
4. Dinas Tata Ruang
5. Kantor Lingkungan Hidup (KLH) 6
Disamping bencana alam yang berasal dari gempa bumi (tektonik dan vulkanik) dan ancaman
tsunami, Kota Pariaman juga rawan terhadap bencana banjir, longsor lahan pada saat musim
hujan dan kebakaran lahan/hutan saat musim kemarau.
Beberapa peristiwa tersebut menimbulkan permasalahan seperti: (1) Kepanikan
masyarakat terutama masyarakat pesisir akan terjadinya tsunami; (2) Kepanikan seluruh
masyarakat akan kekuatan bangunan rumah apabila terjadi gempa bumi skala besar; (3)
Kerusakan infrastruktur perhubungan serta, (4) Kerusakan lingkungan.
Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebagai peraturan
tertinggi dan Perda Nomor 13 tahun 1994 yang mengatur pelaksanaan penataan ruang di
Sumatera Barat sampai saat ini masih belum dapat diimplementasikan secara nyata. Peran
rencana tata ruang wilayah sebagai acuan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang
belum dipahami dengan baik dan menyeluruh.
Hal ini disebabkan beberapa faktor antara lain: (1) Belum dimengerti dan dipahaminya
produk tata ruang; (2) Lebih dominan dan dikemukakannya kepentingan beberapa sektor yang
dianggap akan memberikan kontribusi yang lebih banyak; (3) Lemahnya kapasitas baik secara
pribadi maupun kelembagaan yang menangani penataan ruang terutama pada tahap
pengendalian; serta (4) Ketidakkonsistenan para pengambil kebijakan dengan produk tata ruang
yang ada walaupun telah mempunyai kekuatan hukum seperti peraturan daerah.
Berdasarkan hal tersebut perlu adanya perubahan yang mendasar dalam pelaksanaan
kegiatan penataan ruang dalam rangka mendorong dan menyukseskan kegiatan pembangunan di
masa mendatang. Rencana tata ruang yang disusun hendaknya dapat memfasilitasi perubahanperubahan yang terjadi, seperti tuntutan perubahan paradigma dengan adanya otonomi daerah
6
(UU No. 32 dan No. 33 tahun 2004), globalisasi, partisipasi masyarakat serta tuntutan
pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan, merupakan beberapa hal penting yang
merupakan keharusan untuk dapat diaplikasikan dalam setiap gerak langkah penataan ruang.
Perubahan pola hubungan serta kewenangan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan di daerah sejalan dengan pelaksanaan undang-undang Nomor 32 dan undangundang Nomor 33 tahun 2004, secara mendasar akan merubah sistem, pola pendekatan,
penyelenggaraan kegiatan penataan ruang wilayah. Otonomi daerah dengan titik berat pada
daerah Kabupaten dan Kota akan memberikan wewenang yang jauh lebih besar pada daerah
tersebut untuk mengelola kegiatan penataan ruang di wilayahnya.
Propinsi akan berperan yang bersifat koordinatif khususnya melalui pengembangan
prasarana dan sarana dasar, serta pengembangan kawasan-kawasan tertentu yang bersifat lintas
kabupaten, propinsi serta memiliki kepentingan secara nasional dalam rangka menjaga
kesinambungan perkembangan dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Perubahan konstelasi penataan ruang wilayah tersebut perlu diantisipasi oleh daerah tidak hanya
dari aspek sistem penataan ruangnya saja (perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian) tetapi
juga aspek kelembagaan dan perangkat hukum penunjangnya berupa peraturan-peraturan daerah
tentang penataan ruang secara khusus maupun peraturan-peraturan lain yang berhubungan dan
menunjang penataan ruang.
Sejak berdirinya Kota Pariaman sebagai kota otonom, kegiatan penataan ruang yang telah
dilakukan adalah penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang hingga saat ini telah
didukung dengan Peraturan Daerahnya.
Pengelola pertanahan sebagai aktor pengendali pemanfaatan dan penggunaan tanah
sebagai sumberdaya yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui menghadapi tantangan dalam
pelaksanaan pembangunan yang semakin hari membutuhkan penyediaan tanah dalam jumlah
besar.
Pengurusan administrasi pertanahan yang saat ini menjadi kewenangan daerah otonom
diharapkan dapat mempercepat berbagai program pembangunan dan penyelesaian kasus tanah di
daerah baik di tingkat propinsi maupun kabupaten dan kota yang bersangkutan. Disisi lain hal ini
menuntut adanya peningkatan kapasitas kerja (kualitas dan kuantitas) dari lembaga dan aparat
pertanahan di daerah.
Beberapa kewenangan yang dilimpahkan menjadi kewenangan daerah adalah
administrasi hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, hak pengelolaan, hak guna atas usaha dan
juga kewenangan untuk melakukan inventarisasi tanah, penyediaan data pokok pertanahan,
penyediaan data pokok pertanahan yang dapat diakses oleh semua pihak, pengukuran dan
pemetaan, pengawasan dan pengendalian pertanahan. Selain itu pemerintah kabupaten dan kota
juga diberi kewenangan untuk mengeluarkan perizinan, pemeriksaan dan pengesahan kontrak,
izin lokasi konsolidasi lahan dan lain-lainnya.
Permasalahan mendasar penataan ruang saat ini adalah:
1)
Pengendalian dan pengawasan terhadap pemanfaatan ruang belum dapat terlaksana secara
maksimal. Hal ini ditunjukkan dengan beberapa fakta antara lain : Telah terjadi peralihan
fungsi lahan seperti lahan sawah menjadi lahan permukiman dan perdagangan. Banyak
terjadi pengalihan fungsi penggunaan lahan seperti perubahan lahan sawah irigasi teknis
menjadi kawasan permukiman yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Munculnya
konflik kepentingan dalam pemanfaatan ruang oleh para pelaku ekonomi, masyarakat dan
pemerintah di daerah. Tidak terkendalinya perkembangan fisik dari segi tata bangunan,
estetika dikawasan pertokoan dan pusat-pusat pertumbuhan. Hal ini diakibatkan antara lain
karena adanya keterbatasan data dan informasi sebagai masukan dalam proses perencanaan
tata ruang ditinjau dari segi kelengkapan dan akurasi.
2)
Penegakan dan sanksi hukum terhadap pelanggaran peruntukan tanah belum dilakukan
sebagaimana mestinya. Kemampuan pemerintah daerah dalam pemberian sanksi atas
penyimpangan dalam penataan ruang masih lemah dan tidak efektif.
3)
Belum lengkap dan serasinya peraturan penataan ruang dengan peraturan lain yang terkait.
4)
Belum memasyarakatnya produk rencana tata ruang karena pemerintah belum sepenuhnya
melaksanakan sosialisasi rencana tata ruang. Hal ini terlihat dari kurangnya keterlibatan
pelaku pembangunan termasuk masyarakat dalam proses penyusunan rencana tata ruang
sehingga belum dapat menampung aspirasi masyarakat kecil yang merupakan kelompok
masyarakat terbesar yang selanjutnya mengurangi legitimasi rencana tata ruang ini di
tengah masyarakat.
Beberapa masalah di bidang pengelolaan pertanahan antara lain: (1) Permasalahan status
tanah ulayat masih merupakan permasalahan klasik yang banyak terjadi di tengah-tengah
masyarakat, (2) Permasalahan status kepemilikan tanah timbul terutama sekali akibat
akresi/tanah timbul pinggir pantai (pasie maelo), dan (3) Masih lemahnya perencanaan dan
pengembangan sumberdaya tanah. Adanya kawasan strategis, cepat tumbuh, kawasan andalan
dan kawasan tertinggal lainnya akan sangat memerlukan perencanaan dan pengembangan
sumberdaya tanah dengan skala yang lebih terukur, terutama untuk mengantisipasi berbagai
benturan yang akan terjadi antar sektor dalam mengelola pertanahan untuk pembangunan daerah
guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat 7.