Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Rizka Dewi Paramitha
S5007214380
Hari/Tanggal Presentasi
: An. D. A.
Umur
: 2 tahun 4 bulan
Jenis kelamin
: Lelaki
Alamat
: 15 Januari 2016
Ibu
Nama
Tn.M
Ny.I
Umur
34 th
30 th
Pendidikan
SMA
SMA
Pekerjaan
Buruh pabrik
Suku/Agama Jawa/Islam
Jawa/Islam
67th
69th
70th
II.
50th
48th 45th
31th
43th 38th
34th
28th
26th
24th
30th
III.
5th
An. D.A, 2 tahun 4 bulan, 12kg
22th
pasien berusia 2 tahun 4 bulan dengan berat badan 12 kg dan panjang badan
93 cm.
Kesan : perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan usia.
9. Riwayat imunisasi
BCG
: 1 bulan
Hepatitis B : 0, 2, 3, 4 bulan
Polio (oral) : 1, 2, 3, 4 bulan
DPT- HiB
: 2, 3, 4, 18 bulan
Campak
: 9 bulan, 2 tahun
Kesan: Imunisasi sesuai dengan jadwal Kemenkes tahun 2013.
10. Sosial ekonomi keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari pasangan suami istri A dan I. Ayah pasien
berusia 34 tahun, suku Jawa, agama Islam, pendidikan terakhir SMA, saat ini
bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik. Ibu berusia 30 tahun, suku Jawa,
agama Islam, pendidikan terakhir SMA, ibu rumah tangga. Penghasilan
keluarga sekitar Rp. 2.000.000,00/ bulan.
Kesan: sosial ekonomi cukup
III. DATA OBYEKTIF SAAT DIJADIKAN KASUS (15 Januari 2016)
Pemeriksaan Fisis
a. Pemeriksaan umum
Kesan umum
Laju nadi
Laju napas
Suhu aksila
: 39,4 0 C
: 12 kg
Panjang badan : 93 cm
BB/umur
TB/umur
BB/TB
Kesimpulan
c. Status general
Kepala
Mata
Mulut
Leher
Dada
Jantung
:
7
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
:
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Inspeksi
Auskultasi
Palpasi
Perkusi
: timpani
Genitalia
Ekstremitas
d. Status neurologis
Motorik :
5555 | 5555
5555 | 5555
8
Reflek fisiologis :
biceps (+2/+2),
patella (+2/+2)
triceps (+2/+2),
achilles (+2/+2)
Reflek patologis :
Babinsky (-/-)
Gordon(-/-)
Chaddock (-/-)
Schaeffer (-/-)
Oppenheim (-/-)
Klonus (-/-)
Hoffman (-/-)
Tanda meningeal :
Kaku kuduk (-)
Kernig (-)
Nervi cranialis :
NI
: sulit dievaluasi
N II
N III
N XI : sulit dievaluasi
N XII : dalam batas normal
`
Centor Score
1. Batuk
2.
3.
4.
5.
Tidak
didapatkan
Pembesaran kelenjar getah Tidak
bening
didapatkan
Suhu tubuh > 380C
Didapatkan
Pembesaran tonsil/eksudat Didapatkan
Usia 3-14 tahun
Didapatkan
Jumlah
1
1
1
4
9
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin tanggal 15 Januari 2016
PEMERIKSAAN
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
INDEX ERITROSIT
HASIL
10.8 g/dl
31 %
7900 /ul
198.000/ul
4.070.000/ul
NILAI RUJUKAN
11,5-13,5 g/dl
35 40 %
5.5 17.0
150 450
3.90 5.30
74,9
26,5
35,4
12,1
8,7
16
80,0 96,0
28,0 33,0
33,0 36,0
11,6 14,6
7,2 11,1
25 - 65
MCV
MCH
MCHC
0,40%
0.80%
71.00%
20.80%
7.00%
1.00-2.00
0.00-1.00
29.00-72.00
60.00-66.00
0.00-6.00
RDW
MPV
118 mg/dl
60-100
135 mmol/L
4.4 mmol/L
101 mmol/L
132-145
3.1-5.1
98-106
1.17-1.29
PDW
HITUNG JENIS
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu
ELEKTROLIT
1.02 mmol/L
10
Natrium
Kalium
Chlorida darah
Kalsium ion
Kesan: dalam batas normal
Hasil urinalisis pemeriksaan urinalisis tanggal 15 Januari 2016
PEMERIKSAAN
MAKROSKOPIS
HASIL
Warna
kuning
Kejernihan
jernih
NILAI RUJUKAN
KIMIA URIN
Berat Jenis
1.015
1.015 1.025
6,0
4.5 8.0
Leukosit
negatif
negatif
Nitrit
negatif
negatif
Protein
negatif
negatif
Glukosa
normal
normal
Keton
negatif
negatif
Urobilinogen
normal
normal
Bilirubin
negatif
negatif
Eritrosit
negatif
negatif
Epitel transisional
-/LPB
negatif
Epitel bulat
-/LPB
negatif
SILINDER
-/LPB
negatif
0.0/LPK
0-3
-/LPK
Negatif
pH
MIKROSKOPIS
Epitel squamous
Hyaline
Granulated
Lekosit
11
-/LPK
Lain-lain
Negatif
IV. RINGKASAN
Seorang anak lelaki berusia 2 tahun 4 bulan dirawat di bangsal Neurologi
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta sejak tanggal 18 Januari 2016
dengan keluhan utama kejang.
Tiga belas jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai demam sumersumer. Demam pasien turun setelah diberi obat penurun panas, namun
pasien kembali demam. Nafsu makan pasien juga menurun sejak 2 hari
terakhir, masih mau makan namun porsi berkurang setengahnya dari porsi
biasa yang dimakan pasien sebelum sakit. Pasien tidak batuk, pilek maupun
muntah, juga tidak didapatkan keluarnya cairan dari telinga. Saat buang air
kecil, pasien tidak tampak kesakitan, buang air besar tidak ada keluhan.
Tiga jam sebelum masuk rumah sakit pasien kejang saat pasien demam,
kejang dua kali, seluruh tubuh, tangan dan kaki kaku, mata mendelik ke atas,
saat kejang pasien tidak sadar, kejang berhenti sendiri tanpa pemberian obat,
dengan lama kejang masing-masing kurang dari 5 menit. Setelah kejang
pasien sadar dan menangis. Oleh orangtua pasien segera dibawa ke IGD RS
Dr. Moewardi.
12
Saat di IGD pasien tidak kejang namun masih demam, tidak batuk
maupun pilek. Pasien sadar dan rewel, tidak muntah. Pasien tidak mau
makan dan minum hanya sedikit. Buang air kecil terakhir saat di IGD, warna
kuning jernih. Buang air besar seperti biasa, tidak ada keluhan.
V. DAFTAR MASALAH
1. Nafsu makan pasien terus menurun selama 2 hari terakhir
2. Demam subfebris sejak 13 jam SMRS, terus menerus, demam hanya turun
sebentar setelah diberikan obat antipiretik.
3. Pasien kejang saat pasien demam, kejang dua kali, seluruh tubuh, tangan dan
kaki kaku, mata mendelik ke atas, saat kejang pasien tidak sadar, kejang
berhenti sendiri tanpa pemberian obat, dengan lama kejang masing-masing
kurang dari 5 menit. Setelah kejang pasien sadar dan menangis. Kejang terjadi
3 jam SMRS.
4. Tidak ada penurunan kesadaran
5. Pasien sadar GCS E4V5M6, SMRS
6. Temperatur pasien 39.40C
7. Lingkar kepala 50 cm, mesosefal
8. Faring hipermemis
9. Tonsil membesar T2-T2 hiperemis
10. Caries dentis pada gigi susu m2 kanan atas, m1 kiri bawah, gigi susu seri 1
kanan atas, gigi susu seri 2 kanan bawah.
11. Status neurologis dalam batas normal
12. Laboratorium dalam batas normal (Hb: 10.8; Ht 39%; Leukosit 7900;
Trombosit 198 ribu)
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang demam kompleks
2. Epilepsi terprovokasi demam
VII. DIAGNOSIS KERJA
1.
2.
3.
4.
Tonsilofaringitis akut
Kejang demam kompleks
Caries dentis
Gizi baik normoweight normoheight
13
pasien kejang.
Pengobatan simtomatis dengan pemberian parasetamol sirup (10
kebutuhan.
d. Rencana nutrisi
1) Masalah gizi: gizi baik dengan penyakit infeksi.
2) Kebutuhan kalori: RDA untuk umur TB (sesuai height-age)
dikalikan berat badan ideal 13 kg adalah 1000 kkal/hari.
Kebutuhan cairan : sesuai kebutuhan cairan Darrow = 1000 cc/24
jam
3) Jalur pemberian nutrisi : oral.
4) Jenis nutrisi: diet nasi lauk 1000 kkal/hari
- Evaluasi toleransi, akseptabilitas, efektifitas, monitor berat badan,
perjalanan penyakit dan tumbuh kembang pasien.
2. Rencana kerja jangka panjang
14
IX. PROGNOSIS
Ad vitam
: bonam
Ad functionam: bonam
Ad sanationam: bonam
15
Objektif
Kesan Utama
Tanda Utama
Pemeriksaan
Mata
fisik
Hidung
: sekret (-/-)
Mulut
hiperemis (+)
Kelenjar getah bening tidak membesar
Pemeriksaan
penunjang
Plan
Assessment :
Medikamentosa
Konsultasi
Subyektif
Kesan Utama
Tanda Utama
Objektif
t: 36.5C
Pemeriksaan
Mata
fisik
Hidung
: sekret (-/-)
Mulut
hiperemis (+)
Kelenjar getah bening tidak membesar
Pemeriksaan
penunjang
Assessment :
Plan
Medikamentosa
Subyektif
Objektif
Kesan Utama
lunak kecoklatan.
Kompos mentis, sakit sedang, gizi baik
Tanda Utama
Pemeriksaan
Mata
fisik
Hidung
: sekret (-/-)
Mulut
, faring
hiperemis (+)
Kelenjar getah bening tidak membesar
Pemeriksaan
penunjang
Assessment :
Plan
Medikamentosa
18
Subyektif
Objektif
Kesan Utama
Tanda Utama
Pemeriksaan
Mata
fisik
Hidung
: sekret (-/-)
Mulut
hiperemis (-)
Kelenjar getah bening tidak membesar
Pemeriksaan neurologis dalam batas normal
Tunggu hasil kultur swab tenggorok
Pemeriksaan
Plan
penunjang
Assessment :
1. Tonsilofaringitis akut
2. Kejang demam kompleks
3. Caries dentis
Gizi baik normoweight normoheight
Medikamentosa
Diet nasi lauk 1000 kkal/hr
2. IVFD D1/2 NS 42 ml/jam
3. Inj. ampisilin (25 mg/kgBB/6 jam) 300 mg/6 jam (V) iv
4. Inj. fenobarbital (5 mg/kgbb/24 jam) 30 mg/12 jam iv
5. Inj. diazepam (0,3 mg/kgbb/kali) 3mg iv pelan bila kejang
6. Parasetamol (10 mg/kgbb/kali) 3 x cth 1 (120mg) per oral
Rencana :
Pasien direncanakan pulang dengan membawa obat :
1.
2.
3.
4.
obat,prognosis.
ANALISIS KASUS
Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan
80% di antara seluruh kejang demam. 2,3,4
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri berikut
ini:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.2,3
Diagnosis
Pasien mengalami kejang 2 kali dalam 24 jam, yang didahului oleh demam tinggi,
sehingga sesuai dengan kriteria kejang demam kompleks.
Etiologi
Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam sering
disebabkan oleh :
1.
2.
3.
4.
5.
1. Faktor demam
Anak dengan kejang usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko bangkitan
kejang demam 3-4 kali lebih besar dibanding yang lebih dari dua tahun
(CI 1,39-8,30, p=0,006)
2. Faktor riwayat kejang dalam keluarga
Anak dengan riwayat kejang dalam keluarga terdekat (first degree relative)
mempunyairisiko untuk menderita bangkitan kejang demam 4-5 kali lebih besar
dibanding yang tidak (CI 1,22-16,65,p=0,02)
3. Faktor perinatal dan pascanatal
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kategori
umur ibu saat hamil dengan bangkitan kejang demam (p=0,44), faktor usia
kehamilan preterm dan post term (p=0,19 danp=0,36), dan kejadian asfiksia dan
bayi berat lahir rendah (p=0,09 dan p=0,75). (LoE III B)9-10
Pada anamnesis pasien tidak didapatkan riwayat kejang dalam keluarga. Usia
pasien 2 tahun 4 bulan dan demam merupakan faktor yang berpengaruh pada
bangkitan kejang demam. Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh
terhadap nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh
berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap
kenaikan suhu tubuh satu derajat Celcius akan meningkatkan metabolisme
karbohidrat 10% - 15%, sehingga dengan adanya peningkatan suhu akan
mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa dan oksigen. Demam tinggi dapat
mempengaruhi perubahan konsentrasi ion natrium intraselular akibat Na +influx
sehingga menimbulkan keadaan depolarisasi, disamping itu demam tinggi dapat
menurunkan kemampuan inhibisi akibat kerusakan neuron GABA-nergik. Riwayat
keluarga dengan kejang demam adalah salah satu faktor risiko yang dilaporkan
untuk terjadi bangkitan kejang demam. Keluarga dengan riwayat pernah menderita
kejang demam sebagai faktor risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah
kedua orang tua ataupun saudara kandung (first degree relative). Penetrasi
autosomal dominan diperkirakan sekitar 60%-80%.11-18
22
Pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, morfologi darah tepi, elektrolit dan
gula darah. Pemeriksaan penunjang pada penderita ini tidak menunjukkan adanya
gangguan elektrolit, urinalisa dalam batas normal sehingga diagnosis
kelainan
elektrolit dan ISK sebagai kemungkinan etiologi kejang dapat disingkirkan. Pada
pemeriksaan morfologi darah tepi menyokong proses infeksi sebagai etiologi kejang
demam pada pasien ini,.
Terapi
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.22,23
Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup dalam tiga hal.
1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi vital
tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan utama, oleh
karena mempunyai masa kerja yang singkat. Jika tidak ada diazepam, dapat
digunakan luminal suntikan intramuscular ataupun yang lebih praktis midazolam
intranasal.
2. Mencari dan mengobati penyebab kejang demam. Penyebab demam dilacak
dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi. Pada
pemeriksaan fisik dapat dicari fokal infeksi yang dapat menjadi port de entry
patogen dan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis penyebab
demam sehingga kejang dapat dicegah.
23
3. Pengobatan profilaksis.
a. Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu
rektal lebihdari 38oC) dengan menggunakan diazepam oral / rektal, klonazepam
atau kloralhidrat supositoria.
b. Terus menerus, dengan memberikan fenobarbitalatau asam valproat tiap hari
untukmencegah berulangnya kejang demam. Pemberian obat-obatan untuk
penatalaksanaan kejang demam pada anak, harus dipertimbangkan antara khasiat
terapeutik obat dan efek sampingnya.24
Pasien ini diberikan terapi diet nasi lauk 1000 kkal/hr, IVFD D 1/2 NS 42 ml/jam,
Inj. ampisilin 300 mg/kg/hr iv, inj. fenobarbital loading dose 100 mg selanjutnya
5mg/kg/hr iv, inj. diazepam 0,3 mg/kgBB intravena pelan bila kejang, parasetamol
120 mg per oral serta dibantu kompres hangat bila demam. Pemberian antipiretik
tidak efektif untuk mencegah berulangnya kejang demam dan untuk menurunkan
suhu tubuh pasien dengan episode demam yang akan menyebabkan kejang demam
berulang. (LoE IIb)25
Prognosis
Prognosis dari kejadian kejang demam adalah :
1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal.
berulangnya
kejang
demam
hanya
10%-15%.
Kemungkinan
berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.Pada suatu penelitian
menyebutkan bahwa riwayat keluarga dengan kejang demam merupakan faktor risiko
terhadap berulangnya kejang demam.
26-28
dengan riwayat kejang baik dengan maupun tanpa demam, usia pasien saat kejang
pertama 2 tahun 4 bulan dan kejang disertai demam.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Wolf P, Shinnar S. Febrile seizure. Current management in child neurology third
edition. 2005
2. Mikati M, Hani A. Febrile seizures. Dalam : Kliegman R, Stanton B, Schor N,
penyunting, Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 20. Philadephia. 2015, h.
4072-4
3. Pusponegoro H, Widodo D, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan kejang
demam. Jakarta : IDAI; 2005.
4. Stafstrom CE. The incidence and prevalence of febrile seizures. Dalam: Baram
TZ, Shinnar S, penyunting, San Diego: Academic Press 2002. h. 1-20.
5. Saing B, Lazuardi S, Saharso D, Hidayati S, Widodo D, dkk. Dalam :
Soetomenggolo T, Ismael S. Buku ajar neurologi Anak. Jakarta : IDAI, 1999.
6. Mardjono M. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta: 2006
7. Hirtz G D. Febrile seizure. Pediatr Rev 1997;18:5-8.
8. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam : Alatas H, Tambunan T,
Trihono P, Pardede P, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta:
Balai penerbit FK UI; 2002, h. 142-63
9. Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. Faktor risiko bangkitan kejang demam padaanak
dalam sari pediatri, Vol. 12, No. 3, Oktober 2010
10. Hypoxic-ischemic Encephalopathy: biochemical and physiology aspects. Dalam:
Volve JJ, penyuting Neurology of the New Born. Edisi ke-4. Philadelphia: WB
Saunders Co; 2001.h.217-64
11. Harimoto T, Nagao H, Yoshimatsu M, Yoshida K, Matsuda H. Pathogenic role of
glutamate in hyperthermia-induced seizures. Epilepsia 1993;34:447-52.
12. Gradnner D K. Membran: struktur, susunan & fungsinya. Dalam: Ronardi DH,
Oswari J, penyuting. Biokimia Harper (alih bahasa) cetakan ke I. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG; 1995.h.529-50.
26
27
25. Berg AT, dkk. Predictors of recurrent febrile seizure: a prospective study of the
circumstances surrounding the initial febrile seizure, NEJM 1992; 327:1122-7.
26. Annegers JF, dkk. Reccurrence of febrile convulsion in a population based
cohort. Epilepsy Res 1990; 66:1009-14.
27. Knudsen FU. Recurrence risk after first febrile seizure and effect short term
diazepam prophylaxis Arch Dis.
28. Tosun A, Koturoglu G, Serdaroglu G, et al. Ratios of nine risk factors in children
28