You are on page 1of 28

Kepada Yth.

Jumat, 19 Februari 2016

UJIAN INFEKSI JUNIOR

Seorang anak lelaki dengan kejang demam komplek,


tonsilofaringitis akut, caries dentis, gizi baik,
normoweight, normoheight

Oleh
Rizka Dewi Paramitha
S5007214380

PPDS ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD Dr. MOEWARDI
SURAKARTA
2016
1

LAPORAN KASUS UJIAN INFEKSI


Nama PPDS

: Rizka Dewi Paramitha

Hari/Tanggal Presentasi

: Jumat, 19 Februari 2016

I.a. IDENTITAS KASUS


Nama

: An. D. A.

Umur

: 2 tahun 4 bulan

Jenis kelamin

: Lelaki

Alamat

: Guwosari, Jebres, Surakarta

Masuk rumah sakit

: 15 Januari 2016

Mulai dijadikan kasus : 16 Januari 2016


Nomor rekam medis : 01-24-08-93
b. IDENTITAS ORANG TUA PENDERITA
Ayah

Ibu

Nama

Tn.M

Ny.I

Umur

34 th

30 th

Pendidikan

SMA

SMA

Pekerjaan

Buruh pabrik

Ibu rumah tangga

Suku/Agama Jawa/Islam

Jawa/Islam

II. DATA SUBYEKTIF


(Dilakukan alloanamnesis terhadap ibu dan bapak pasien tanggal 16 Januari
2016 jam 10.00 di bangsal anak Melati 2 Rumah Sakit Dr. Moewardi)
1. Keluhan Utama: Kejang
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Seorang anak lelaki berusia 2 tahun 4 bulan dirawat di bangsal Neurologi
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta sejak tanggal 18 Januari 2016
dengan keluhan utama kejang.
Tiga belas jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai demam sumersumer. Demam pasien turun setelah diberi obat penurun panas, namun
pasien kembali demam. Nafsu makan pasien juga menurun sejak 2 hari
terakhir, masih mau makan namun porsi berkurang setengahnya dari porsi
biasa yang dimakan pasien sebelum sakit. Pasien tidak batuk, pilek maupun
muntah, juga tidak didapatkan keluarnya cairan dari telinga. Saat buang air
kecil, pasien tidak tampak kesakitan, jumlah kurang lebih 1,5 liter per hari
dan frekuensi 4 kali per hari. Buang air besar tidak ada keluhan, jumlah
kurang lebih 2 gelas belimbing per hari dan frekuensi 1 kali per hari,warna
kuning kecoklatan, konsistensi lunak, tidak ada lendir maupun darah.
Tiga jam sebelum masuk rumah sakit pasien kejang saat pasien demam,
kejang dua kali, seluruh tubuh, tangan dan kaki kaku, mata mendelik ke atas,
saat kejang pasien tidak sadar, kejang berhenti sendiri tanpa pemberian obat,
dengan lama kejang masing-masing kurang dari 5 menit. Setelah kejang
pasien sadar dan menangis. Obat penurun panas terakhir diberikan orangtua
kurang lebih sepuluh jam sebelum pasien kejang. Oleh orangtua pasien
segera dibawa ke IGD RS Dr. Moewardi.
Saat di IGD pasien tidak kejang namun masih demam, tidak batuk
maupun pilek. Pasien sadar dan rewel, tidak muntah. Pasien tidak mau
makan dan minum hanya sedikit. Buang air kecil terakhir saat di IGD, warna
kuning jernih. Buang air besar seperti biasa, tidak ada keluhan.
3

3. Riwayat penyakit sebelumnya

Riwayat kejang sebelumnya disangkal.

Riwayat dirawat di RS sebelumnya disangkal.

Riwayat trauma sebelum kejang disangkal.

4. Riwayat penyakit keluarga

Riwayat kejang saat demam pada keluarga disangkal.

Riwayat epilepsi pada keluarga disangkal.

Kesan: tidak terdapat risiko penyakit kejang yang diturunkan.


5. Pohon keluarga
I.
73th

67th

69th

70th

II.
50th

48th 45th

31th

43th 38th
34th

28th

26th

24th

30th

III.
5th
An. D.A, 2 tahun 4 bulan, 12kg

6. Riwayat kehamilan dan kelahiran


4

22th

Riwayat kehamilan ibu


Penderita merupakan anak kedua dan anak yang diinginkan oleh kedua
orangtuanya. Selama hamil ibu pasien rutin tiap bulan memeriksakan
kehamilannya di bidan. Ibu mendapatkan vitamin kehamilan dan rutin
mengkonsumsinya. Riwayat sakit atau jatuh selama kehamilan disangkal.
Riwayat kelahiran
Pasien lahir spontan di bidan dekat rumah saat usia kehamilan 38 minggu.
Saat lahir langsung menangis, gerak aktif, tidak biru, berat badan lahir 3100
gram, panjang badan 50 cm. Riwayat ketuban pecah sebelum waktunya
disangkal.
Kesan: riwayat kehamilan dan kelahiran baik.
7. Riwayat nutrisi
Sejak lahir hingga sekarang pasien mendapatkan ASI. Pasien juga
mengkonsumsi susu formula dan makanan tambahan sejak usia 6 bulan. Saat
ini pasien makan nasi dengan sayur dan lauk pauk seperti telur, tahu tempe
dan ayam. Pasien juga sering mengkonsumsi buah.
Kesan: kualitas dan kuantitas nutrisi pasien cukup.
8. Riwayat perkembangan dan pertumbuhan
Pasien mulai bisa miring kanan kiri usia 3 bulan, tengkurap saat usia 4 bulan,
belajar duduk umur 7 bulan, merangkak umur 8 bulan, dan berdiri usia 1
tahun. Berjalan dengan lancar usia 13 bulan. Saat ini pasien dapat tersenyum
dan bermain bersama orangtuanya. Pasien sudah dapat membuat kalimat utuh
dan bernyanyi.
Pasien lahir dengan berat badan 3100 gram dan panjang badan 50 cm, pasien
tiap bulan ditimbang di posyandu, berat badan pasien selalu naik. Saat ini

pasien berusia 2 tahun 4 bulan dengan berat badan 12 kg dan panjang badan
93 cm.
Kesan : perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan usia.
9. Riwayat imunisasi
BCG
: 1 bulan
Hepatitis B : 0, 2, 3, 4 bulan
Polio (oral) : 1, 2, 3, 4 bulan
DPT- HiB
: 2, 3, 4, 18 bulan
Campak
: 9 bulan, 2 tahun
Kesan: Imunisasi sesuai dengan jadwal Kemenkes tahun 2013.
10. Sosial ekonomi keluarga
Pasien merupakan anak kedua dari pasangan suami istri A dan I. Ayah pasien
berusia 34 tahun, suku Jawa, agama Islam, pendidikan terakhir SMA, saat ini
bekerja sebagai buruh di salah satu pabrik. Ibu berusia 30 tahun, suku Jawa,
agama Islam, pendidikan terakhir SMA, ibu rumah tangga. Penghasilan
keluarga sekitar Rp. 2.000.000,00/ bulan.
Kesan: sosial ekonomi cukup
III. DATA OBYEKTIF SAAT DIJADIKAN KASUS (15 Januari 2016)
Pemeriksaan Fisis
a. Pemeriksaan umum
Kesan umum

: sakit sedang, komposmentis (GCS E4V5M6),


gizi kesan baik.

Laju nadi

: 102 x/menit, teratur, isi dan tegangan cukup.

Laju napas

: 28 x/menit, reguler, kedalaman cukup.

Suhu aksila

: 39,4 0 C

Tekanan darah : 90/60 mmHg


Saturasi oksigen : 99 %
6

b. Status gizi antropometri


Berat badan

: 12 kg

Panjang badan : 93 cm
BB/umur

: 12/13,2 x 100% = 90,9%


-2SD <Z-score< 0SD (WHO 2006)

TB/umur

: 93/90,5 x100%= 102.76%


0SD <Z-score< 2SD (WHO 2006)

BB/TB

: 12/13 x 100% = 92,30%


-2SD <Z-score< -1SD (WHO 2006)

Kesimpulan

: gizi baik, normoweight, normoheight

c. Status general
Kepala

: rambut warna hitam, tidak mudah dicabut,


mesosefal, UUB membonjol (-), lingkar kepala 50 cm (-2 SD
<z-score<0 SD; kurva Nellhaus).

Mata

: air mata (+), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-),


pupil isokor 2 mm/ 2 mm, reflek cahaya (+/+)

Telinga: sekret (-/-), membran timpani kedua telinga intak,


nyeri tekan tragus (-/-)
Hidung

: napas cuping hidung (-), sekret (-)

Mulut

: mukosa basah (+), sianosis (-), tonsil T2-T2 hiperemis (+),


faring hiperemis (+), detritus (-), kriptae melebar (-), caries
dentis pada pada gigi susu m2 kanan atas, m1 kiri bawah, gigi
susu seri 1 kanan atas, gigi susu seri 2 kanan bawah.

Leher

: tidak teraba pembesaran kelenjar limfe

Dada

: bentuk normal, deformitas (-), retraksi dinding dada (-)

Jantung

:
7

Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis teraba di SIC IV LMCS dan tidak kuat


angkat.

Perkusi

: batas jantung kanan atas di SIC II LPSD,


batas kiri atas diSIC II LPSS,
batas kanan bawah di SIC IV LPSD,
apeks di SIC IV LMCS
Kesan : batas jantung tidak melebar

Auskultasi

: bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Kesan : jantung dalam batas normal


Paru

:
Inspeksi

: simetris, baik pada saat diam maupun bernapas

Palpasi

: fremitus raba sulit dievaluasi

Perkusi

: sonor di kedua lapang paru

Auskultasi

: suara napas dasar vesikuler (+/+)


suara tambahan (-/-)

Kesan : paru dalam batas normal


Abdomen

Inspeksi

: dinding perut sejajar dengan tinggi dinding dada

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Genitalia

: Lelaki, dalam batas normal

Ekstremitas

: akral hangat, capillary refii time< 2 detik, arteri dorsalis


pedis teraba kuat angkat, edema ekstremitas (-)

d. Status neurologis
Motorik :

5555 | 5555
5555 | 5555
8

Reflek fisiologis :
biceps (+2/+2),

patella (+2/+2)

triceps (+2/+2),

achilles (+2/+2)

Reflek patologis :
Babinsky (-/-)

Gordon(-/-)

Chaddock (-/-)

Schaeffer (-/-)

Oppenheim (-/-)

Klonus (-/-)

Hoffman (-/-)

Tanda meningeal :
Kaku kuduk (-)

Kernig (-)

Brudzinski I/II (-)

Nervi cranialis :
NI

: sulit dievaluasi

N II

: dalam batas normal

N III

: dalam batas normal

N IV : dalam batas normal


NV

: dalam batas normal

N VI : dalam batas normal


N VII : dalam batas normal
N VIII : dalam batas normal
N IX : dalam batas normal
NX

: dalam batas normal

N XI : sulit dievaluasi
N XII : dalam batas normal
`

Centor Score
1. Batuk

2.

3.
4.
5.

Tidak
didapatkan
Pembesaran kelenjar getah Tidak
bening
didapatkan
Suhu tubuh > 380C
Didapatkan
Pembesaran tonsil/eksudat Didapatkan
Usia 3-14 tahun
Didapatkan
Jumlah

1
1
1
4
9

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah rutin tanggal 15 Januari 2016
PEMERIKSAAN
Hemoglobin
Hematokrit
Leukosit
Trombosit
Eritrosit
INDEX ERITROSIT

HASIL
10.8 g/dl
31 %
7900 /ul
198.000/ul
4.070.000/ul

NILAI RUJUKAN
11,5-13,5 g/dl
35 40 %
5.5 17.0
150 450
3.90 5.30

74,9
26,5
35,4
12,1
8,7
16

80,0 96,0
28,0 33,0
33,0 36,0
11,6 14,6
7,2 11,1
25 - 65

MCV
MCH
MCHC

0,40%
0.80%
71.00%
20.80%
7.00%

1.00-2.00
0.00-1.00
29.00-72.00
60.00-66.00
0.00-6.00

RDW
MPV

118 mg/dl

60-100

135 mmol/L
4.4 mmol/L
101 mmol/L

132-145
3.1-5.1
98-106
1.17-1.29

PDW

HITUNG JENIS
Eosinofil
Basofil
Netrofil
Limfosit
Monosit
KIMIA KLINIK
Gula Darah Sewaktu
ELEKTROLIT

1.02 mmol/L

10

Natrium
Kalium
Chlorida darah
Kalsium ion
Kesan: dalam batas normal
Hasil urinalisis pemeriksaan urinalisis tanggal 15 Januari 2016
PEMERIKSAAN
MAKROSKOPIS

HASIL

Warna

kuning

Kejernihan

jernih

NILAI RUJUKAN

KIMIA URIN
Berat Jenis

1.015

1.015 1.025

6,0

4.5 8.0

Leukosit

negatif

negatif

Nitrit

negatif

negatif

Protein

negatif

negatif

Glukosa

normal

normal

Keton

negatif

negatif

Urobilinogen

normal

normal

Bilirubin

negatif

negatif

Eritrosit

negatif

negatif

Epitel transisional

-/LPB

negatif

Epitel bulat

-/LPB

negatif

SILINDER

-/LPB

negatif

0.0/LPK

0-3

-/LPK

Negatif

pH

MIKROSKOPIS
Epitel squamous

Hyaline
Granulated
Lekosit

11

-/LPK

Lain-lain

Negatif

Eritrosit 0 LPB, leukosit 0/ LPB,


Kristal amorf (-), bakteri (-)

IV. RINGKASAN
Seorang anak lelaki berusia 2 tahun 4 bulan dirawat di bangsal Neurologi
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Rumah Sakit Dr. Moewardi (RSDM) Surakarta sejak tanggal 18 Januari 2016
dengan keluhan utama kejang.
Tiga belas jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mulai demam sumersumer. Demam pasien turun setelah diberi obat penurun panas, namun
pasien kembali demam. Nafsu makan pasien juga menurun sejak 2 hari
terakhir, masih mau makan namun porsi berkurang setengahnya dari porsi
biasa yang dimakan pasien sebelum sakit. Pasien tidak batuk, pilek maupun
muntah, juga tidak didapatkan keluarnya cairan dari telinga. Saat buang air
kecil, pasien tidak tampak kesakitan, buang air besar tidak ada keluhan.
Tiga jam sebelum masuk rumah sakit pasien kejang saat pasien demam,
kejang dua kali, seluruh tubuh, tangan dan kaki kaku, mata mendelik ke atas,
saat kejang pasien tidak sadar, kejang berhenti sendiri tanpa pemberian obat,
dengan lama kejang masing-masing kurang dari 5 menit. Setelah kejang
pasien sadar dan menangis. Oleh orangtua pasien segera dibawa ke IGD RS
Dr. Moewardi.

12

Saat di IGD pasien tidak kejang namun masih demam, tidak batuk
maupun pilek. Pasien sadar dan rewel, tidak muntah. Pasien tidak mau
makan dan minum hanya sedikit. Buang air kecil terakhir saat di IGD, warna
kuning jernih. Buang air besar seperti biasa, tidak ada keluhan.
V. DAFTAR MASALAH
1. Nafsu makan pasien terus menurun selama 2 hari terakhir
2. Demam subfebris sejak 13 jam SMRS, terus menerus, demam hanya turun
sebentar setelah diberikan obat antipiretik.
3. Pasien kejang saat pasien demam, kejang dua kali, seluruh tubuh, tangan dan
kaki kaku, mata mendelik ke atas, saat kejang pasien tidak sadar, kejang
berhenti sendiri tanpa pemberian obat, dengan lama kejang masing-masing
kurang dari 5 menit. Setelah kejang pasien sadar dan menangis. Kejang terjadi
3 jam SMRS.
4. Tidak ada penurunan kesadaran
5. Pasien sadar GCS E4V5M6, SMRS
6. Temperatur pasien 39.40C
7. Lingkar kepala 50 cm, mesosefal
8. Faring hipermemis
9. Tonsil membesar T2-T2 hiperemis
10. Caries dentis pada gigi susu m2 kanan atas, m1 kiri bawah, gigi susu seri 1
kanan atas, gigi susu seri 2 kanan bawah.
11. Status neurologis dalam batas normal
12. Laboratorium dalam batas normal (Hb: 10.8; Ht 39%; Leukosit 7900;
Trombosit 198 ribu)
VI. DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang demam kompleks
2. Epilepsi terprovokasi demam
VII. DIAGNOSIS KERJA
1.
2.
3.
4.

Tonsilofaringitis akut
Kejang demam kompleks
Caries dentis
Gizi baik normoweight normoheight
13

VIII. RENCANA PENGELOLAAN


1. Rencana kerja saat ini
a. Rencana terapi
- Perawatan di bangsal neurologi anak
- Diet nasi lauk 1000 kkal/hari
b. Rencana diagnosis
- Pemeriksaan urine dan feses rutin
- Pemeriksaan kultur swab tenggorok
- Konsul bagian Gigi dan Mulut untuk pemeriksaan dan tatalaksana
lebih lanjut caries dentis yang ditemukan pada gigi pasien.
- Konsul bagian THT-KL untuk pemeriksaan dan tatalaksana lebih
lanjut untuk pembesaran tonsil dan faring hiperemis
c. Rencana terapi diagnosis
- Inj. ampisilin (25 mg/kgBB/6 jam) 300 mg/6 jam (I) iv
- Pemberian anti konvulsan fenobarbital (iv) 10 mg/kgBB loading
dose 100 mg dalam 30 menit, selanjutnya 5 mg/kgBB/24 jam 60
-

mg/24 jam 30 mg/12 jam


Pemberian inj. diazepam 0.3 mg/kgBB mg (iv) diberikan bila

pasien kejang.
Pengobatan simtomatis dengan pemberian parasetamol sirup (10

mg/kgBB/x 3x1 cth p.o bila demam.


Pengobatan suportif berupa pemberian cairan dan nutrisi sesuai

kebutuhan.
d. Rencana nutrisi
1) Masalah gizi: gizi baik dengan penyakit infeksi.
2) Kebutuhan kalori: RDA untuk umur TB (sesuai height-age)
dikalikan berat badan ideal 13 kg adalah 1000 kkal/hari.
Kebutuhan cairan : sesuai kebutuhan cairan Darrow = 1000 cc/24
jam
3) Jalur pemberian nutrisi : oral.
4) Jenis nutrisi: diet nasi lauk 1000 kkal/hari
- Evaluasi toleransi, akseptabilitas, efektifitas, monitor berat badan,
perjalanan penyakit dan tumbuh kembang pasien.
2. Rencana kerja jangka panjang
14

a. Pencegahan bangkitan kejang dan penanganan saat kejang


Orangtua diberikan informasi untuk selalu waspada apabila anak
demam. Orangtua harus memiliki termometer dan obat penurun panas,
bila anak panas dengan suhu lebih dari 37,5 oC, obat penurun panas
langsung diberikan dan dapat diberikan setiap 6 jam untuk mencegah
panas tinggi yang dapat memicu terjadinya kejang, serta kompres anak
dengan kompres hangat. Bila kejang, longgarkan pakaian yang ketat
terutama sekitar leher, serta amankan daerah sekitarnya, bila tidak
sadar, posisikan anak terlentang dengan kepala miring, ukur suhu,
observasi dan catat lama serta bentuk kejang, berikan diazepam rektal
dan jangan diberikan bila kejang telah berhenti, segera dibawa ke
dokter atau RS bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih.
b. Edukasi orangtua mengenai faktor risiko dan prognosis
Menjelaskan kepada orangtua tentang adanya kemungkinan kejang
kembali, kejang demam merupakan penyakit yang perlu diwaspadai,
dan berisiko untuk berkembang menjadi epilepsi. Menjelaskan bahwa
pada dasarnya pasien dengan kejang demam mempunyai prognosis
yang baik dan sebaiknya orangtua waspada namun tidak perlu terlalu
khawatir.
c. Penatalaksanaan penyakit infeksi yang mendasari
Edukasi orang tua mengenai penyakit, terkait dengan pencegahan serta
kebersihan pribadi dan lingkungan.

IX. PROGNOSIS
Ad vitam

: bonam

Ad functionam: bonam
Ad sanationam: bonam

15

X. PEMANTAUAN SETELAH DIJADIKAN KASUS


Subyektif

Pada tanggal 16 Januari 2016 (dalam perawatan hari ke-2)


S: demam (+) 2 hari, kejang (-), bebas kejang 1 hari, batuk (-),
pilek (-), makan (+) , minum (+) , muntah (-), diare (-), BAK

Objektif

Kesan Utama

(+) warna kuning, BAB (+) 1 kali, lunak kecoklatan.


Kompos mentis, sakit sedang, gizi baik

Tanda Utama

HR: 130 x/menit, RR: 28x/menit, TD 90/60 mmHg,


t: 38,6C

Pemeriksaan

Mata

: reflek cahaya +/+, pupil isokor (+/+)

fisik

Hidung

: sekret (-/-)

Mulut

: Caries dentis (+), T2-T2 hiperemis (+), faring

hiperemis (+)
Kelenjar getah bening tidak membesar
Pemeriksaan
penunjang

Plan

Assessment :

Medikamentosa

Pemeriksaan neurologis dalam batas normal


1. Hasil pemeriksaan feses rutin (tanggal 18 Januari 2016):
tidak didapatkan parasit maupun darah pada tinja.
2. Tunggu hasil kultur swab tenggorok
5. Tonsilofaringitis akut
6. Kejang demam kompleks
7. Caries dentis
Gizi baik normoweight normoheight
1. Diet nasi lauk 1000 kkal/hr
2. IVFD D1/2 NS 42 ml/jam
3. Inj. ampisilin (25 mg/kgBB/6 jam) 300 mg/6 jam (II) iv
4. Inj. fenobarbital (5 mg/kgbb/24 jam) 30 mg/12 jam iv
5. Inj. diazepam (0,3 mg/kgbb/kali) 3mg iv pelan bila kejang
6. Parasetamol (10 mg/kgbb/kali) 3 x cth 1 (120mg) per oral
Konsultasi dengan bagian THT-KL untuk pemeriksaan dan
tatalaksana lebih lanjut temuan faring hiperemis dan mukosa
telinga yang kemerahan.
16

Konsultasi

Jawaban: faringitis akut


Saran: swab tenggorok, pemberian antibiotik sesuai bagian
Anak
Konsultasi dengan bagian Gigi dan Mulut untuk pemeriksaan
dan tatalaksana lebih lanjut temuan caries dentis.
Jawaban: caries dentis
Saran: kurangi makan makanan manis, jaga kebersihan mulut
dengan melatih sikat gigi dengan sikat gigi yang halus
setelah makan

Subyektif

Pada tanggal 17 Januari 2016 (dalam perawatan hari ke-3)


S: demam (-) 1 hari, kejang (-), bebas kejang 2 hari, batuk (-),
pilek (-), makan (+) , minum (+) , muntah (-), diare (-), BAK

Kesan Utama

(+) warna kuning, BAB (+) 1 kali, lunak kecoklatan.


Kompos mentis, sakit sedang, gizi baik

Tanda Utama

HR: 110 x/menit, RR: 25x/menit, TD 90/60 mmHg,

Objektif

t: 36.5C
Pemeriksaan

Mata

: reflek cahaya +/+, pupil isokor (+/+)

fisik

Hidung

: sekret (-/-)

Mulut

: Caries dentis (+), T2-T2 hiperemis (+), faring

hiperemis (+)
Kelenjar getah bening tidak membesar
Pemeriksaan
penunjang
Assessment :

Pemeriksaan neurologis dalam batas normal


Tunggu hasil kultur swab tenggorok
1. Tonsilofaringitis akut
2. Kejang demam kompleks
3. Caries dentis
Gizi baik normoweight normoheight
17

Plan

Medikamentosa

Subyektif

Diet nasi lauk 1000 kkal/hr


2. IVFD D1/2 NS 42 ml/jam
3. Inj. ampisilin (25 mg/kgBB/6 jam) 300 mg/6 jam (III) iv
4. Inj. fenobarbital (5 mg/kgbb/24 jam) 30 mg/12 jam iv
5. Inj. diazepam (0,3 mg/kgbb/kali) 3mg iv pelan bila kejang
6. Parasetamol (10 mg/kgbb/kali) 3 x cth 1 (120mg) per oral

Pada tanggal 18 Januari 2016 (dalam perawatan hari ke-4)


S: demam (-) 2 hari, kejang (-), bebas kejang 3 hari, batuk (-),
pilek (-), makan (+) nafsu makan mulai membaik , minum (+) ,
muntah (-), diare (-), BAK (+) warna kuning, BAB (+) 1 kali,

Objektif

Kesan Utama

lunak kecoklatan.
Kompos mentis, sakit sedang, gizi baik

Tanda Utama

HR: 100 x/menit, RR: 24x/menit, TD 90/60 mmHg,


t: 36.6C

Pemeriksaan

Mata

: reflek cahaya +/+, pupil isokor (+/+)

fisik

Hidung

: sekret (-/-)

Mulut

: Caries dentis (+), T2-T2 hiperemis (+)

, faring

hiperemis (+)
Kelenjar getah bening tidak membesar
Pemeriksaan
penunjang
Assessment :

Plan

Medikamentosa

Pemeriksaan neurologis dalam batas normal


Hasil swab tenggorok: no growth
1. Tonsilofaringitis akut
2. Kejang demam kompleks
3. Caries dentis
Gizi baik normoweight normoheight
Diet nasi lauk 1000 kkal/hr
2. IVFD D1/2 NS 42 ml/jam
3. Inj. ampisilin (25 mg/kgBB/6 jam) 300 mg/6 jam (IV) iv
4. Inj. fenobarbital (5 mg/kgbb/24 jam) 30 mg/12 jam iv
5. Inj. diazepam (0,3 mg/kgbb/kali) 3mg iv pelan bila kejang
6. Parasetamol (10 mg/kgbb/kali) 3 x cth 1 (120mg) per oral

18

Subyektif

Pada tanggal 19 Januari 2016 (dalam perawatan hari ke-5)


S: demam (-) 3 hari, kejang (-), bebas kejang 2 hari, batuk (-),
pilek (-), makan (+) nafsu makan membaik, minum (+) ,
muntah (-), diare (-), BAK (+) warna kuning, BAB (+) 1 kali,
lunak kecoklatan.
Kompos mentis, sakit sedang, gizi baik

Objektif

Kesan Utama
Tanda Utama

HR: 98 x/menit, RR: 24x/menit, TD 90/60 mmHg,


t: 36.5C

Pemeriksaan

Mata

: reflek cahaya +/+, pupil isokor (+/+)

fisik

Hidung

: sekret (-/-)

Mulut

: Caries dentis (+), T1-T1 hiperemis (-), faring

hiperemis (-)
Kelenjar getah bening tidak membesar
Pemeriksaan neurologis dalam batas normal
Tunggu hasil kultur swab tenggorok

Pemeriksaan

Plan

penunjang
Assessment :

1. Tonsilofaringitis akut
2. Kejang demam kompleks
3. Caries dentis
Gizi baik normoweight normoheight
Medikamentosa
Diet nasi lauk 1000 kkal/hr
2. IVFD D1/2 NS 42 ml/jam
3. Inj. ampisilin (25 mg/kgBB/6 jam) 300 mg/6 jam (V) iv
4. Inj. fenobarbital (5 mg/kgbb/24 jam) 30 mg/12 jam iv
5. Inj. diazepam (0,3 mg/kgbb/kali) 3mg iv pelan bila kejang
6. Parasetamol (10 mg/kgbb/kali) 3 x cth 1 (120mg) per oral
Rencana :
Pasien direncanakan pulang dengan membawa obat :
1.
2.
3.
4.

Cefixime 2 x 50 mg per oral sampai dengan 5 hari


Parasetamol sirup 120 mg (1 cth) bila demam
Diazepam supp 10 mg (bila kejang)
Edukasi orangtua pasien untuk kontrol poliklinik rawat
jalan, edukasi tentang higienitas, diet, cara menggunakan
19

obat,prognosis.

ANALISIS KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS


Epidemiologi
Prevalensi terbanyak kejadian kejang demam adalah pada usia antara usia 6 bulan
dan usia 3 tahun.1 Hal ini sesuai dengan usia pasien pada kasus ini yaitu 2 tahun 4
bulan.
Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang pada anak usia 6 sampai 60 bulan dengan
suhu tubuh 38C (100.4F) atau lebih, bukan disebabkan oleh infeksi atau kelainan
sistem saraf pusat maupun faktor metabolik lain seperti ketidakseimbangan elektrolit,
tanpa disertai riwayat kejang tanpa demam sebelumnya. 2,3 Dari anamnesis kasus ini,
pasien anak usia 2 tahun 4 bulan, datang dengan keluhan kejang yang didahului
demam. Tidak ada riwayat kejang tanpa demam, tidak muntah ataupun diare.
Manifestasi Klinis
Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana dan
kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana yaitu kejang demam yang
berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri tanpa
pemberian obat. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal.
20

Kejang tidak berulang dalam waktu 24 jam. Kejang demam sederhana merupakan
80% di antara seluruh kejang demam. 2,3,4
Kejang demam kompleks merupakan kejang demam dengan salah satu ciri berikut
ini:
1. Kejang lama > 15 menit
2. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial
3. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.2,3
Diagnosis
Pasien mengalami kejang 2 kali dalam 24 jam, yang didahului oleh demam tinggi,
sehingga sesuai dengan kriteria kejang demam kompleks.
Etiologi
Hingga kini etiologi kejang demam belum diketahui dengan pasti. Demam sering
disebabkan oleh :
1.
2.
3.
4.
5.

Infeksi saluran pernafasan atas,


Otitis media,
Pneumonia,
Gastroenteritis, dan
Infeksi saluran kemih.
Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang-kadang yang tidak
begitu tinggi dapat menyebabkan kejang. Dari suatu penelitian deskriptif retrospektif
dengan pendekatan cross sectional didapatkan penyebab kejang demam sederhana
terbanyak adalah ISPA sebanyak 55 balita (76,3 %), gastroenteritis 9 balita (12,5 %),
penyakit tropis 3 balita (4,2 %), penyakit ISK 3 balita (4,2 %), dan karena penyakit
stomatitis sebanyak 2 balita (2,8 %). Pada kasus ini, pelacakan penyebab demam,
didapatkan faring hiperemis sehingga menyebabkan nafsu makan pasien menurun,
caries dentis pada semua gigi, dan kemerahan pada mukosa telinga. Tidak didapatkan
muntah, maupun diare sebelumnya. Ini sesuai dengan gejala dan tanda faringitis
akut.5-8
Patofisiologi
Karakteristik faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bangkitan kejang demam:
21

1. Faktor demam
Anak dengan kejang usia kurang dari dua tahun mempunyai risiko bangkitan
kejang demam 3-4 kali lebih besar dibanding yang lebih dari dua tahun
(CI 1,39-8,30, p=0,006)
2. Faktor riwayat kejang dalam keluarga
Anak dengan riwayat kejang dalam keluarga terdekat (first degree relative)
mempunyairisiko untuk menderita bangkitan kejang demam 4-5 kali lebih besar
dibanding yang tidak (CI 1,22-16,65,p=0,02)
3. Faktor perinatal dan pascanatal
Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara kategori
umur ibu saat hamil dengan bangkitan kejang demam (p=0,44), faktor usia
kehamilan preterm dan post term (p=0,19 danp=0,36), dan kejadian asfiksia dan
bayi berat lahir rendah (p=0,09 dan p=0,75). (LoE III B)9-10
Pada anamnesis pasien tidak didapatkan riwayat kejang dalam keluarga. Usia
pasien 2 tahun 4 bulan dan demam merupakan faktor yang berpengaruh pada
bangkitan kejang demam. Perubahan kenaikan temperatur tubuh berpengaruh
terhadap nilai ambang kejang dan eksitabilitas neural, karena kenaikan suhu tubuh
berpengaruh pada kanal ion dan metabolisme seluler serta produksi ATP. Setiap
kenaikan suhu tubuh satu derajat Celcius akan meningkatkan metabolisme
karbohidrat 10% - 15%, sehingga dengan adanya peningkatan suhu akan
mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa dan oksigen. Demam tinggi dapat
mempengaruhi perubahan konsentrasi ion natrium intraselular akibat Na +influx
sehingga menimbulkan keadaan depolarisasi, disamping itu demam tinggi dapat
menurunkan kemampuan inhibisi akibat kerusakan neuron GABA-nergik. Riwayat
keluarga dengan kejang demam adalah salah satu faktor risiko yang dilaporkan
untuk terjadi bangkitan kejang demam. Keluarga dengan riwayat pernah menderita
kejang demam sebagai faktor risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah
kedua orang tua ataupun saudara kandung (first degree relative). Penetrasi
autosomal dominan diperkirakan sekitar 60%-80%.11-18
22

Pemeriksaan
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi
dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan
lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, morfologi darah tepi, elektrolit dan
gula darah. Pemeriksaan penunjang pada penderita ini tidak menunjukkan adanya
gangguan elektrolit, urinalisa dalam batas normal sehingga diagnosis

kelainan

elektrolit dan ISK sebagai kemungkinan etiologi kejang dapat disingkirkan. Pada
pemeriksaan morfologi darah tepi menyokong proses infeksi sebagai etiologi kejang
demam pada pasien ini,.
Terapi
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang kejang
sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat untuk
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.22,23
Penatalaksanaan kejang demam pada anak mencakup dalam tiga hal.
1. Pengobatan fase akut yaitu membebaskan jalan nafas dan memantau fungsi vital
tubuh. Saat ini diazepam intravena atau rektal merupakan obat pilihan utama, oleh
karena mempunyai masa kerja yang singkat. Jika tidak ada diazepam, dapat
digunakan luminal suntikan intramuscular ataupun yang lebih praktis midazolam
intranasal.
2. Mencari dan mengobati penyebab kejang demam. Penyebab demam dilacak
dengan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang sesuai indikasi. Pada
pemeriksaan fisik dapat dicari fokal infeksi yang dapat menjadi port de entry
patogen dan pemeriksaan penunjang yang dapat membantu diagnosis penyebab
demam sehingga kejang dapat dicegah.
23

3. Pengobatan profilaksis.
a. Intermittent : anti konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu
rektal lebihdari 38oC) dengan menggunakan diazepam oral / rektal, klonazepam
atau kloralhidrat supositoria.
b. Terus menerus, dengan memberikan fenobarbitalatau asam valproat tiap hari
untukmencegah berulangnya kejang demam. Pemberian obat-obatan untuk
penatalaksanaan kejang demam pada anak, harus dipertimbangkan antara khasiat
terapeutik obat dan efek sampingnya.24
Pasien ini diberikan terapi diet nasi lauk 1000 kkal/hr, IVFD D 1/2 NS 42 ml/jam,
Inj. ampisilin 300 mg/kg/hr iv, inj. fenobarbital loading dose 100 mg selanjutnya
5mg/kg/hr iv, inj. diazepam 0,3 mg/kgBB intravena pelan bila kejang, parasetamol
120 mg per oral serta dibantu kompres hangat bila demam. Pemberian antipiretik
tidak efektif untuk mencegah berulangnya kejang demam dan untuk menurunkan
suhu tubuh pasien dengan episode demam yang akan menyebabkan kejang demam
berulang. (LoE IIb)25
Prognosis
Prognosis dari kejadian kejang demam adalah :
1. Kemungkinan mengalami kecacatan atau kelainan neurologis
Kejadian kecacatan sebagai komplikasi kejang demam tidak pernah
dilaporkan. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal
pada pasien yang sebelumnya normal. Penelitian lain secara retrospektif
melaporkan kelainan neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini
biasanya terjadi pada kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik
umum atau fokal.

2. Kemungkinan mengalami kematian


Kematian karena kejang demam tidak pernah dilaporkan
24

3. Kemungkinan berulangnya kejang demam


Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko
berulangnya kejang demam antara lain adalah riwayat kejang demam dalam
keluarga, usia kurang dari 12 bulan, temperatur yang rendah saat kejang, serta
cepatnya kejang setelah demam.
Bila seluruh faktor di atas didapatkan pada pasien, kemungkinan berulangnya
kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak terdapat faktor tersebut
kemungkinan

berulangnya

kejang

demam

hanya

10%-15%.

Kemungkinan

berulangnya kejang demam paling besar pada tahun pertama.Pada suatu penelitian
menyebutkan bahwa riwayat keluarga dengan kejang demam merupakan faktor risiko
terhadap berulangnya kejang demam.

26-28

Pada anamnesis tidak didapatkan keluarga

dengan riwayat kejang baik dengan maupun tanpa demam, usia pasien saat kejang
pertama 2 tahun 4 bulan dan kejang disertai demam.

25

DAFTAR PUSTAKA
1. Wolf P, Shinnar S. Febrile seizure. Current management in child neurology third
edition. 2005
2. Mikati M, Hani A. Febrile seizures. Dalam : Kliegman R, Stanton B, Schor N,
penyunting, Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke 20. Philadephia. 2015, h.
4072-4
3. Pusponegoro H, Widodo D, Ismael S. Konsensus penatalaksanaan kejang
demam. Jakarta : IDAI; 2005.
4. Stafstrom CE. The incidence and prevalence of febrile seizures. Dalam: Baram
TZ, Shinnar S, penyunting, San Diego: Academic Press 2002. h. 1-20.
5. Saing B, Lazuardi S, Saharso D, Hidayati S, Widodo D, dkk. Dalam :
Soetomenggolo T, Ismael S. Buku ajar neurologi Anak. Jakarta : IDAI, 1999.
6. Mardjono M. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat. Jakarta: 2006
7. Hirtz G D. Febrile seizure. Pediatr Rev 1997;18:5-8.
8. Rusdidjas, Ramayati R. Infeksi saluran kemih. Dalam : Alatas H, Tambunan T,
Trihono P, Pardede P, penyunting. Buku ajar nefrologi anak. Edisi ke-2. Jakarta:
Balai penerbit FK UI; 2002, h. 142-63
9. Fuadi, Bahtera T, Wijayahadi N. Faktor risiko bangkitan kejang demam padaanak
dalam sari pediatri, Vol. 12, No. 3, Oktober 2010
10. Hypoxic-ischemic Encephalopathy: biochemical and physiology aspects. Dalam:
Volve JJ, penyuting Neurology of the New Born. Edisi ke-4. Philadelphia: WB
Saunders Co; 2001.h.217-64
11. Harimoto T, Nagao H, Yoshimatsu M, Yoshida K, Matsuda H. Pathogenic role of
glutamate in hyperthermia-induced seizures. Epilepsia 1993;34:447-52.
12. Gradnner D K. Membran: struktur, susunan & fungsinya. Dalam: Ronardi DH,
Oswari J, penyuting. Biokimia Harper (alih bahasa) cetakan ke I. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran ECG; 1995.h.529-50.

26

13. Budiarto G. Patofisiologi epilepsi. Dalam: Penatalaksanaan kejang yang rasional.


Surabaya: Gramik FK UNAIR; 1998.h.1 20.
14. Trans V, Hatelshi CG, Xin Yan X, Bitram TZ. Effect of blocking GABA
degradation on corticotrophin Releasing Hormon Gen expression in Selected
region. Epilepsia 1999;40:1170.
15. Haglun M M, Schartzkroin P A. Role of Na-K pump potassium regulation IPSPs
in seizure and spreading depression in immature rabbit hippocampal slices. J
Neurophysiol 1990;63:225-39.
16. Kugler SL, Johnson WG. Genetic of the febrile seizure susceptibility trait. Brain
Development 1998;20:265-74.
17. Singh R, Sceffer IE, Crossland K, Bercovic SF. Generalized epilepsy with febrile
seizures plus: A common childhood-onset genetic epilepsy syndrome. Ann
Neurol 1999;45:75-81.
18. Gerber, Berliner. The child with a simple febrile seizure. Appropriate diagnostic
evaluation. Arch Dis Child 1981; 135:431-3.
19. AAP, The neurodiagnostic evaluation of the child with a first simple febrile
seizures. Pediatr 1996; 97:769-95.
20. Erin M. F, Ghazala S. Necessity of lumbal puncture in patients presenting with
new onset complex febrile seizures. 2012
21. Knudsen FU. Rectal administration of diazepamin solution in the acute treatment
of convulsion In infants and children. Arch Dis Child 1979; 54:855-7.
22. Knudsen FU. Practical management approaches to simple and complex febrile
seizures. Dalam: Baram TZ, Shinnar S, eds, Febrile seizures. San Diego:
Academic Press 2002. h. 1-20.
23. Deliana M. Tatalaksana kejang demam pada anak dalam sari pediatri Vol. 4, No.
2, September 2002: 59 62
24. Strengell T, Uhari M, Tarkha R, et al. Antipyretic agents for preventing recurrens
of febrile seizure. Arch pediatri med. 2009;163(9): 799-804

27

25. Berg AT, dkk. Predictors of recurrent febrile seizure: a prospective study of the
circumstances surrounding the initial febrile seizure, NEJM 1992; 327:1122-7.
26. Annegers JF, dkk. Reccurrence of febrile convulsion in a population based
cohort. Epilepsy Res 1990; 66:1009-14.
27. Knudsen FU. Recurrence risk after first febrile seizure and effect short term
diazepam prophylaxis Arch Dis.
28. Tosun A, Koturoglu G, Serdaroglu G, et al. Ratios of nine risk factors in children

with recurrent febrile seizures. Pediatri Neurol 2010; 43(3): 177-82.

28

You might also like