Professional Documents
Culture Documents
2015 - Saputra Etal - Slump Halang Bajangan
2015 - Saputra Etal - Slump Halang Bajangan
discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/283122047
READS
61
3 AUTHORS, INCLUDING:
Salahuddin Husein
Gadjah Mada University
48 PUBLICATIONS 15 CITATIONS
SEE PROFILE
ABSTRAK
Penentuan paleogeografi suatu daerah sangat penting dalam suatu eksplorasi hidrokarbon. hal
tersebut mempunyai dua arti penting, yang pertama untuk mengetahui arah sumber batuan dan yang
kedua untuk mengetahui geometri batuan. Salah satu cara untuk mrngetahui paleogeografi adalah
dengan menggunakan struktur slump. Struktur slump dapat menunjukkan dimana arah tinggian purba
dan dimana arah cekungan purba.
Lokasi penelitian berada pada tebing vertikal singkapan Formasi Halang di Desa Wonosari,
Kecamatan Selang, Kabupaten Kebumen. Pada singkapan tersebut dilakukan pengukuran stratigrafi
1:100, pengukuran arah slump, dan pengambilan sampel batuan untuk analisis petrografi.
Susunan batuan di daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua asosiasi fasies, yang pertama yaitu
asosiasi fasies perselingan batupasir dan napal sedangkan yang kedua yaitu asosiasi fasies napal
sisipan batupasir. Daerah tersebut pada kisaran Miosen-Pliosen merupakan sebuah paparan laut
dangkal yang dikelilingi oleh tinggian karbonat di sebelah utara dan selatanya. Tidak jauh dari
paparan tersebut terdapat gunungapi aktif. Selama proses pengendapan terjadi dua kali transgresi
dan sekali regresi.
I. PENDAHULUAN
Pemodelan suatu lingkungan pengendapan
mempunyai peranan peranan yang cukup
penting dalam ilmu geologi, hal itu
dikarenakan pemodelan memberikan dasar
untuk prediksi litologi secara tiga dimensi
(Asquith,
1979).
Penyusunan
model
paleogeografi suatu daerah dapat dilakukan
dengan mengintegrasikan beberapa unit
pengendapan seperti tipe batuan, geometri,
dan struktur sedimen. Struktur slump
merupakan salah satu alat yang bisa
digunakan untuk melakukan pemodelan
paleogeografi karena struktur tersebut dapat
menunjukkan dimana letak tinggian dan
rendahan purba pada suatu cekungan
pengendapan.
III. HASIL
Pengukuran stratigrafi menghasilkan log
batuan setebal 44 m (lihat gambar 3). Batuan
setebal 44 m tersebut dapat dibagi menjadi
dua asosiasi fasies, yaitu asosiasi fasies
perselingan batupasir dan napal (FA 1).
Asosiasi fasies ini tersusun oleh perulangulangan lapisan batupasir yang berubah
secara gradual menjadi napal. Batupasir
mempunyai ciri berwarna abu-abu, berukuran
butir pasir sedang, bentuk butir dominan
subrounded, kemas tertutup, komposisi
tersusun oleh plagioklas, kuarsa, fosil
foraminifera plangtonik, dan litik sedimen
(lihat gambar 4). Sedangkan napalnya memiliki
ciri berwarna putih kecoklat-coklatan,
berukuran butir lanau hingga pasir halus,
tersusun oleh material sedimen berukuran
butir lanau dan beberapa kuarsa serta fosil
foraminifera plangtonik (lihat gambar 5).
Secara umum fasies ini terendapkan pada
lingkungan laut. Kehadiran struktur perlapisan
lentikuler menunjukkan fasies ini terbentuk
pada daerah yang cukup dangkal, dimana
pengaruh pasang surut harian masih bisa
dirasakan.
Kehadiran
kuarsa
yang
menunjukkan
kenampakan
embayment,
plagioklas yang cukup melimpah dengan
bentuk yang masih meruncing dan adanya
sisipan tuf putih karbonatan (lihat gambar 6)
pada fasies ini menunjukkan bahwa aktivitas
vulkanik hadir pada saat pembentukan fasies
ini. Beberapa lapisan batupasir ada yang
menunjukkan berwarna merah dan tidak
bersifat karbonatan yang disebabkan karena
pada saat itu mengalami ekspos di atas muka
air laut, yang mengakibatkan terjadinya
oksidasi dan hilangnya sifat karbonat. Selain
aktivitas vulkanik, terdapat pula peranan
terumbu yang menjadi penyuplai material
sedimen di sini, hal tersebut ditunjukkan
dengan adanya beberapa lapisan coquina
hadir pada susunan batuan ini. Energi tinggi
tidak selamanya terjadi pada pembentukan
fasies ini, akan tetapi energi pada saat
pembentukan fasies ini bersifat sangat
IV. PEMBAHASAN
Pada waktu pembentukan batuan di daerah
ini terjadi dua kali peningkatan muka air laut
dan satu kali penurunan muka air laut yang
berada di antaranya. Peningkatan muka air
laut mengakibatkan perubahan dari asosiasi
fasies 1 menjadi asosiasi fasies 2, sedangkan
penurunan muka air laut mengakibatkan
perubahan dari asosiasi fasies 2 menjadi
asosiasi fasies 1. Peningkatan muka air laut
yang terjadi sebanding dengan meningkatnya
suplai sedimen yang masuk ke dalam
cekungan ini, walaupun pada akhirnya nilai
peningkatan muka air laut tetap lebih besar
daripada suplai sedimen yang masuk.
Peningkatan suplai sedimen yang relatif cepat
ke dalam cekungan laut dangkal ini
megakibatkan terjadinya slump. Pada awal
pengendapan suplai sedimen mempunyai
671
V. KESIMPULAN
Daearh Bukit Bajangan pada kisaran waktu
Miosen - Pliosen merupakan sebuah paparan
DAFTAR PUSTAKA
Asikin, S., Handoyo, A., Busono, H., dan Gafoer, S., 1992. Peta Geologi Regional Lembar Kebumen,
Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.
Asquith, G.B., 1979. Subsurface Carbonate Depositional Models : A Coincise Review. The Petroleum
Publishing company, Tulsa, Oklahoma, 121 pp.
Putra, A.F. dan Husein, S., 2015. Structural Interpretation of Tectonically Associated Normal and
reverse Faults of Bukit Bajangan in Kebumen Central Java, in : Proceedings of Indonesian Petroleum
Association 39th Annual Convention and Exhibition May 2015. Jakarta.
Reineck, H-E., Singh, I.B., 1975. Depositional Sedimentary Environments. Springer-Verlag, Berlin,
Heidelberg, New York, 439 pp.
672
GAMBAR
Gambar 2. Foto tebing singkapan Bukit Bajangan (kamera menghadap tenggara). Terlihat adanya
kenampakan kepala slump yang mengarah ke utara (tanda panah merah).
673
r
q
p
Gambar 4. Sayatan tipis batupasir (sampel EGR
4.7). Terlihat adanya plagioklas (p), foraminifera
plangtonik (q), dan kuarsa (r).