You are on page 1of 6

See

discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/283122047

Penentuan Paleogeografi berdasarkan Struktur


Slump Studi Kasus Formasi Halang Daerah
Wonosari, Kebumen, Jawa Tengah
CONFERENCE PAPER OCTOBER 2015
DOI: 10.13140/RG.2.1.2465.0965

READS

61

3 AUTHORS, INCLUDING:
Salahuddin Husein
Gadjah Mada University
48 PUBLICATIONS 15 CITATIONS
SEE PROFILE

All in-text references underlined in blue are linked to publications on ResearchGate,


letting you access and read them immediately.

Available from: Salahuddin Husein


Retrieved on: 02 March 2016

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8


Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

PENENTUAN PALEOGEOGRAFI BERDASARKAN STRUKTUR SLUMP STUDI


KASUS FORMASI HALANG DAERAH WONOSARI, KEBUMEN, JAWA TENGAH
Rikzan Norma Saputra*, Moch. Indra Novian, Salahuddin Husein
Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada
*corresponding author : rikzan.norma@gmail.com

ABSTRAK
Penentuan paleogeografi suatu daerah sangat penting dalam suatu eksplorasi hidrokarbon. hal
tersebut mempunyai dua arti penting, yang pertama untuk mengetahui arah sumber batuan dan yang
kedua untuk mengetahui geometri batuan. Salah satu cara untuk mrngetahui paleogeografi adalah
dengan menggunakan struktur slump. Struktur slump dapat menunjukkan dimana arah tinggian purba
dan dimana arah cekungan purba.
Lokasi penelitian berada pada tebing vertikal singkapan Formasi Halang di Desa Wonosari,
Kecamatan Selang, Kabupaten Kebumen. Pada singkapan tersebut dilakukan pengukuran stratigrafi
1:100, pengukuran arah slump, dan pengambilan sampel batuan untuk analisis petrografi.
Susunan batuan di daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua asosiasi fasies, yang pertama yaitu
asosiasi fasies perselingan batupasir dan napal sedangkan yang kedua yaitu asosiasi fasies napal
sisipan batupasir. Daerah tersebut pada kisaran Miosen-Pliosen merupakan sebuah paparan laut
dangkal yang dikelilingi oleh tinggian karbonat di sebelah utara dan selatanya. Tidak jauh dari
paparan tersebut terdapat gunungapi aktif. Selama proses pengendapan terjadi dua kali transgresi
dan sekali regresi.

I. PENDAHULUAN
Pemodelan suatu lingkungan pengendapan
mempunyai peranan peranan yang cukup
penting dalam ilmu geologi, hal itu
dikarenakan pemodelan memberikan dasar
untuk prediksi litologi secara tiga dimensi
(Asquith,
1979).
Penyusunan
model
paleogeografi suatu daerah dapat dilakukan
dengan mengintegrasikan beberapa unit
pengendapan seperti tipe batuan, geometri,
dan struktur sedimen. Struktur slump
merupakan salah satu alat yang bisa
digunakan untuk melakukan pemodelan
paleogeografi karena struktur tersebut dapat
menunjukkan dimana letak tinggian dan
rendahan purba pada suatu cekungan
pengendapan.

ke arah Purworejo sejauh 8 km, kemudian


belok ke arah utara memasuki gapura Desa
Wonosari sejauh 1,5 km. Singkapan akibat
proses
penambangan
akan
terlihat
memanjang pada arah utara selatan
sepanjang 100 m dengan tinggi sekitar 18 m di
sisi timur jalan aspal kecil (lihat gambar 2).
Penelitian dibatasi pada singkapan bagian
selatan, dimana antara bagian selatan dan
bagian utara dipisahkan oleh zona sesar yang
cukup besar, dengan sesar normal dan sesar
naik memotong lapisan batuan yang
menunjukkan adanya sinklin (Putra dan
Husein, 2015).

II. METODE PENELITIAN


Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan
stratigrafi terukur skala 1:100 dengan metode
Tongkat Jacob. Dalam pembuatan stratigrafi
terukur ini dilakukan pula pengukuran
kemiringan lapisan batuan dan pengukuran
lapisan
yang
mengalami
slumping.
Pengambilan sampel pada beberapa lapisan
terpilih dilakukan untuk analisis petrografi.

Lokasi daerah penelitian ini berada di sebuah


tebing area pertambangan tradisional di Bukit
Bajangan, Desa Wonosari, Kelurahan Selang,
Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen,
Provinsi Jawa Tengah (lihat gambar 1.). Lokasi
ini ada pada koordinat UTM 49S 0356401
9150099. Lokasi ini dapat dicapai dengan
mudah dari Alun-Alun Kota Kebumen berjalan
670

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8


Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

fluktuatif. Setelah terjadi energi yang cukup


tinggi, dengan sendirinya energi akan
melemah
secara
perlahan
yang
mengakibatkan kondisi yang cukup tenang
dan relatif lebih dalam sehingga terendapkan
napal yang mengandung kuarsa dan
foraminifera plangtonik. Asosiasi fasies yang
kedua adalah napal dengan sisipan batupasir
(FA 2). Napal dan batupasirnya menunjukkan
ciri yang sama dengan napal dan batupasir
pada asosiasi fasies pertma. Dominasi napal
pada asosiasi fasies ini menunjukkan kondisi
yang cukup tenang dengan kedalaman yang
lebih dalam dibandingkan dengan kondisi
pembentukan asosiasi fasies yang pertama.
Struktur sediemn yang berkembang pada
asosiasi fasies ini adalah perlapisan paralel.

III. HASIL
Pengukuran stratigrafi menghasilkan log
batuan setebal 44 m (lihat gambar 3). Batuan
setebal 44 m tersebut dapat dibagi menjadi
dua asosiasi fasies, yaitu asosiasi fasies
perselingan batupasir dan napal (FA 1).
Asosiasi fasies ini tersusun oleh perulangulangan lapisan batupasir yang berubah
secara gradual menjadi napal. Batupasir
mempunyai ciri berwarna abu-abu, berukuran
butir pasir sedang, bentuk butir dominan
subrounded, kemas tertutup, komposisi
tersusun oleh plagioklas, kuarsa, fosil
foraminifera plangtonik, dan litik sedimen
(lihat gambar 4). Sedangkan napalnya memiliki
ciri berwarna putih kecoklat-coklatan,
berukuran butir lanau hingga pasir halus,
tersusun oleh material sedimen berukuran
butir lanau dan beberapa kuarsa serta fosil
foraminifera plangtonik (lihat gambar 5).
Secara umum fasies ini terendapkan pada
lingkungan laut. Kehadiran struktur perlapisan
lentikuler menunjukkan fasies ini terbentuk
pada daerah yang cukup dangkal, dimana
pengaruh pasang surut harian masih bisa
dirasakan.
Kehadiran
kuarsa
yang
menunjukkan
kenampakan
embayment,
plagioklas yang cukup melimpah dengan
bentuk yang masih meruncing dan adanya
sisipan tuf putih karbonatan (lihat gambar 6)
pada fasies ini menunjukkan bahwa aktivitas
vulkanik hadir pada saat pembentukan fasies
ini. Beberapa lapisan batupasir ada yang
menunjukkan berwarna merah dan tidak
bersifat karbonatan yang disebabkan karena
pada saat itu mengalami ekspos di atas muka
air laut, yang mengakibatkan terjadinya
oksidasi dan hilangnya sifat karbonat. Selain
aktivitas vulkanik, terdapat pula peranan
terumbu yang menjadi penyuplai material
sedimen di sini, hal tersebut ditunjukkan
dengan adanya beberapa lapisan coquina
hadir pada susunan batuan ini. Energi tinggi
tidak selamanya terjadi pada pembentukan
fasies ini, akan tetapi energi pada saat
pembentukan fasies ini bersifat sangat

Pada susunan batuan setebal 44 m dapat


diamati adanya 9 kali slump. Proses slump
tersebut melibatkan kedua asosias fasies
batuan yang ada. Dua slump pertama
menunjukkan arah pergerakan dari utara ke
selatan. Sisanya, yaitu slump ke tiga hingga
sembilan menunjukkan arah pergerakan
sebaliknya, yaitu dari selatan ke utara.

IV. PEMBAHASAN
Pada waktu pembentukan batuan di daerah
ini terjadi dua kali peningkatan muka air laut
dan satu kali penurunan muka air laut yang
berada di antaranya. Peningkatan muka air
laut mengakibatkan perubahan dari asosiasi
fasies 1 menjadi asosiasi fasies 2, sedangkan
penurunan muka air laut mengakibatkan
perubahan dari asosiasi fasies 2 menjadi
asosiasi fasies 1. Peningkatan muka air laut
yang terjadi sebanding dengan meningkatnya
suplai sedimen yang masuk ke dalam
cekungan ini, walaupun pada akhirnya nilai
peningkatan muka air laut tetap lebih besar
daripada suplai sedimen yang masuk.
Peningkatan suplai sedimen yang relatif cepat
ke dalam cekungan laut dangkal ini
megakibatkan terjadinya slump. Pada awal
pengendapan suplai sedimen mempunyai
671

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8


Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

smber dari arah utara, yang ditunjukkan oleh


arah kepala slump yang menghadap ke
selatan. Akan tetapi seiring berjalannya waktu
dominasi penyuplai material sedimen mulai
berubah, yang tadinya dari utara berpindah
menjadi dari selatan. Hal tersebut ditunjukkan
dengan hadirnya tujuh kali slump dengan arah
dari selatan ke utara.

laut dangkal dengan terumbu/tinggian


karbonat di sisi utara dan selatannya.
Gunungapi aktif berada di sekitar paparan
karbonat tersebut. Proses transgresi terjadi
dua kali ketika pembentukan batuan pada
waktu tersebut. Walaupun kenaikan muka air
laut terjadi akan tetapi suplai sedimen yang
masuk ke dalam cekungan ini masih sedikit
bisa mengimbangi kenaikan muka air yang
terjadi. Hal itu mengakibatkan terjadinya
proses slump, dimana pada mulanya proses
slump berasal dari tinggian di sisi utara
kemudian berubah dari tinggian yang ada di
sisi selatan.

Suksesi litologi yang ada di daerah ini dan


beberapa kali proses slump yang terjadi
menunjukkan bahwa daerah ini berada pada
sebuah cekungan laut dangkal yang tidak jauh
dari gunungapi aktif sebagai pemasok sedimen
selain dari terumbu. Kemungkinan cekungan
ini berupa paparan yang ditunjukkan oleh
perlapisan paralel yang menerus cukup
panjang. Paparan ini dikelilingi oleh tinggian
karbonat di sisi utara dan selatannya.

VI. UCAPAN TERIMA KASIH


Penyusun mengucapkan terima kasih kepada
Jurusan Teknik Geologi UGM atas bantuannya
dalam penelitian ini. Tak lupa terima kasih
diucapkan kepada Devy Risky Panji Wijaya dan
Fareza Sasongko Yuwono atas bantuannya
dalam kegiatan pengambilan data di lapangan.

V. KESIMPULAN
Daearh Bukit Bajangan pada kisaran waktu
Miosen - Pliosen merupakan sebuah paparan

DAFTAR PUSTAKA
Asikin, S., Handoyo, A., Busono, H., dan Gafoer, S., 1992. Peta Geologi Regional Lembar Kebumen,
Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Bandung.
Asquith, G.B., 1979. Subsurface Carbonate Depositional Models : A Coincise Review. The Petroleum
Publishing company, Tulsa, Oklahoma, 121 pp.
Putra, A.F. dan Husein, S., 2015. Structural Interpretation of Tectonically Associated Normal and
reverse Faults of Bukit Bajangan in Kebumen Central Java, in : Proceedings of Indonesian Petroleum
Association 39th Annual Convention and Exhibition May 2015. Jakarta.
Reineck, H-E., Singh, I.B., 1975. Depositional Sedimentary Environments. Springer-Verlag, Berlin,
Heidelberg, New York, 439 pp.

672

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8


Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

GAMBAR

Gambar 1. Lokasi daerah penelitian.

Gambar 2. Foto tebing singkapan Bukit Bajangan (kamera menghadap tenggara). Terlihat adanya
kenampakan kepala slump yang mengarah ke utara (tanda panah merah).
673

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8


Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA

r
q

p
Gambar 4. Sayatan tipis batupasir (sampel EGR
4.7). Terlihat adanya plagioklas (p), foraminifera
plangtonik (q), dan kuarsa (r).

Gambar 5. Sayatan tipis pada napal (sampel EGR


4.8).

Gambar 3. Log batuan daerah


penelitian.

Gambar 6. Sayatan tipis pada tuf putih


karbonatan (sampel EGR 4.4). Terlihat adanya
674 foraminifera plangtonik (tanda panah merah).

You might also like