You are on page 1of 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pendahuluan
Haemophilus influenzae adalah bakteri gram negatif yang menggunakan factor X (hematin
dan factor V (nicotinamide adenine dinucleotide [NAD]) dalam darah untuk pertumbuhan.
Haemophilus influenzae terdiri dari yang berkapsul dan yang tidak berkapsul. Tipe yang tidak
berkapsul membentuk koloni rough (R) yang umumnya tidak ganas dan hanya menyebabkan
infeksi ringan. Tipe ini sering diasosiasikan dengan penyakit saluran nafas kronik terutama
pada orang dewasa. Sementara tipe yang berkapsul membentuk koloni S, dibagi dalam 6
subtipe dari a sampai f. Haemophilus influenzae tipe B (HiB) adalah tipe yang paling ganas.
Sebelum ditemukannya vaksin Hib, penyakit Hib merupakan penyebab utama radang
selaput otak (meningitis) pada anak di bawah 5 tahun. Meningitis menyebabkan kerusakan
otak dan medulla spinalis. Hib juga menyebabkan pneumonia, infeksi berat di tenggorokan,
infeksi pada persendian, tulang dan selaput jantung, bahkan kematian. Kira-kira seratus tahun
setelah Haemophilus influenzae ditemukan sebagai penyebab beberapa sindrom pada anak,
vaksin telah mulai diperkenalkan di Amerika Serikat. Vaksinasi berjaya menurunkan
prevalensi infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini. Namun, mortalitas dan morbiditas H.
Influenzae tipe B masih menjadi masalah pada populasi yang tidak mendapat imunisasi.

BAB II
Haemophilus Influenzae tipe B

2.1 Sejarah
Haemophilus influenzae tipe B (HiB) adalah bakteri yang hanya menyerang manusia. HiB
dahulunya adalah bakteri patogen tersering yang menyebabkan meningitis. Pada tahun 1978,
HiB dianggarkan menyebabkan 46% meningitis bakterialis (10.000 kasus) di Amerika
Serikat. Selain itu, HiB juga menyebabkan penyakit invasif lain seperti selulitis buccal dan
periorbital, pneumonia, artritis, epiglottitis dan pericarditis.1
Bakteri ini teridentifikasi secara tidak sengaja oleh Pfeiffer pada tahun 1892. Pfeiffer
menemukan HiB sebagai agen penyebab kematian pasien ketika pandemi (wabah) influenza
yang teridentifikasi dari sputum pasien yang meninggal. Pada tahun 1930, Margaret Pittman
menggambarkan bahwa terdapat 6 serotipe (a sampai f) HiB berkapsul berdasarkan
perbedaan antigenik kapsular polisakaridanya. Pada tahun 1950, kloramfenikol menunjukkan
adanya penurunan mortalitas akibat infeksi dari HiB.1
Pada tahun 1970, Schneerson menemukan komponen polyribosyl-ribotyl phosphate
(PRP) sebagai kapsul HiB dan digunakan sebagai imunogen vaksin. Pada tahun 1980an, PRP
yang dikonjugasi diperkenalkan untuk digunakan sebagai vaksin. Pada tahun 1987, vaksin
HiB diperkenalkan dan vaksinasi ini berjaya menurunkan insidens penyakit yang disebabkan
HiB pada anak-anak di bawah 5 tahun sebanyak 97% di Amerika Serikat. Namun, insidens
penyakit pada seorang yang berusia 5 tahun dan ke atas masih belum berubah (menetap 0.4
per 100.000).1

2.2 Etiologi
HiB termasuk bakteri gram negatif berbentuk coccabacillus, tidak dapat bergerak yang
memerlukan faktor X (hematin suatu derivat hemoglobin yang termostabil) dan faktor V
(nicotinamide adenine dinucleotide[NAD]) untuk pertumbuhan. Faktor X dapat diperoleh
dari darah sedangkan faktor V dapat diperoleh dari ekstrak ragi dan juga dihasilkan oleh
beberapa kuman tertentu seperti S.aureus. Spesies Haemophilus pada umumnya peka
2

terhadap pendinginan, pengeringan dan beberapa disinfektan. Pada suhu 55oC, bakteri akan
mati dalam 30 menit. HiB adalah salah satu bakteri berkapsul yang dianggap virulen dan
menyebabkan penyakit-penyakit invasif. HiB mempunyai kapsul polisakarida yang terdiri
daripada polimer 5 unit carbon sugar, ribose dan ribitol phosphate (Polyribosylribitol
phosphate PRP). Terdapat juga fimbriae pada membrane luar yang dapat membantu HiB
melekat pada sel epitel.2,3

Gambar 1: Haemophillus influenzae tipe B


Sumber: http://www.ppdictionary.com/bacteria/gnbac/influenzae.htm

2.3 Epidemiologi
Sebelum ditemukan vaksin yang efektif untuk H.influenza, bakteri ini menyebabkan
penyakit-penyakit yang invasif pada anak-anak. Berdasarkan distribusi umur; 90% terjadi
pada anak-anak di bawah 5 tahun (balita) dan mayoritasnya adalah pada anak-anak berusia di
bawah 2 tahun. Rata-rata per tahun kasus penyakit invasif disebabkan HiB adalah 64-129
kasus per 100.000 anak balita. Sedangkan kasus penyakit invasif yang disebabkan
H.influenza berkapsul serotipe lain adalah 0.7 per 100.000 anak balita. Di negara
berkembang, H.influenza tidak berkapsul boleh menyebabkan banyak penyakit invasif pada
neonatus, anak-anak immunocompromised dan penderita sickle cell disease, asplenia.1
60-90% dapat ditemukan H.influenzae yang tidak berkapsul sebagai flora normal
respirasi anak-anak. Sebelum penemuan vaksin, HiB dapat diisolasikan dari faring 2-5%
anak-anak sekolah yang sehat. Insidens penyakit akibat HiB berkurang sebanyak 99% pada
3

permulaan vaksin. Pada tahun 1989-1997 insidens penyakit invasif HiB pada anak balita
berkurang sebanyak 99% yaitu dari 34 ke 0.4 kasus per 100.000 anak. Pada infant yang tidak
mendapat vaksin, risiko rekuren juga meningkat. Sebelum mulainya terapi antimikroba,
biasanya terjadi kolonisasi di nasofaring pada kebanyakan anak dengan penyakit invasif HiB,
dan 25-40% mungkin tetap berkolonisasi pada 24 jam pertama terapi.1

2.4 Patogenesis
HiB hanya ditemukan pada manusia. Penyebarannya melalui udara pernafasan dan percikan
air ludah yang mengandung HiB. Bakteri ini dapat ditemukan pada saluran nafas (hidung dan
tenggorok) orang yang sehat ataupun pada seseorang yang pernah menderita infeksi HiB.
HiB dapat bertahan dalam saluran napas untuk waktu yang lama (asymptomatic carrier),
sehingga meningkatkan kesempatan untuk transmisi. Uji hewan menunjukkan bahwa,
minoritas terjadinya penyakit adalah bila, bakteri ini menginvasi melalui mukosa ke dalam
darah difasilitasi oleh kerusakan mukosa (infeksi virus, trauma, dan sebagainya) atau
peningkatan jumlah organisme di mukosa. Setelah penetrasi ke dalam aliran darah, HiB
dilindungi dari fagositosis oleh kapsul (antifagositosis dan serum resistance) dan berkembang
biak sementara menyebar ke meninges, epiglotis, atau permukaan sinovial. Pasien mungkin
menunjukkan gejala setelah terjadi bakteremia.1,2

2.5 Diagnosis
Pewarnaan Gram dan kultur merupakan tes pilihan untuk diagnosis. Pada pewarnaan
gram, akan terlihat bakteri gram negatif, berbentuk coccobacillus. Namun, pengobatan
antibiotik sebelumnya sering membuat kultur darah steril. Kultur CSF kurang terpengaruh
oleh penggunaan antibiotik oral. Selain itu, penyakit dengan infeksi lokal (arthritis dan
epiglotitis) memiliki tingkat bakteremia yang lebih rendah, dan kultur positif mungkin
terlewatkan jika volume darah tidak memadai diambil untuk kultur.1,4

Gambar 2: Perwarnaan Gram Haemophillus influenzae tipe B


Sumber: http://www.ppdictionary.com/bacteria/gnbac/influenzae.htm

HiB tumbuh pada agar coklat yang membentuk koloni mengkilap dan mukoid karena
di agar coklat terdapat faktor X (hemin) dan V (nicotinamide adenine dinucleotide [NAD]).
Kultue HiB di agar darah akan membentuk fenomena satelit (satellite phenomenon) sekiranya
terdapat Staphylococcus aureus di agar darah. Staphylococcus aureus akan melisis sel darah
merah dan memberikan NAD untuk pertumbuhan Haemophillus. Tes yang lebih sensitif
untuk menguji kebutuhan faktor X adalah dengan menguji kemampuan H. influenzae untuk
mengkonversi delta aminolevulinic acid kepada porfirin. Tes lain seperti produksi indole dari
triptofan dan deteksi -galaktosidase (uji ONPG) juga berguna dalam membedakan H.
influenzae dari spesies Haemophilus lainnya.1-4

Gambar 3: Kultur HiB di agar coklat.


Sumber: Haemophillus influenzae Microbiology in pictures
Metode lain untuk membantu untuk mendiagnosis HiB adalah dengan mendeteksi
antigen terutamanya ketika organisme telah dibuat nonviable oleh antibiotik. Yang paling
populer dan sensitif adalah tes aglutinasi partikel lateks (Latex particle agglutination test),
yang menggunakan antibodi anti-PRP pada partikel latex yang mengaglutinasi sekiranya
5

antigen

PRP

ada

di

spesimen tersebut. Kadangkadang false positive bagi


HiB dapat terjadi akibat
reaktivitas

silang

dengan

Escherichia

coli,

Streptococcus pneumoniae,
S.

aureus,

Neisseria

meningitidis. Oleh itu, tes


lateks positif disertai dengan
adanya manisfestasi klinis amatlah berguna untuk mendiagnosis penyakit akibat HiB.1,2
Meningitis
Isolasi HiB dari daerah tubuh yang steril adalah metode diagnosis pilihan dalam
semua penyakit. Bakteremia HiB selalu didiagnosis dengan isolasi HiB dari darah. Namun,
metode ini tidak selalu berhasil sekiranya seorang anak sudah diberikan antibiotik sebelum
klinis meningitis muncul. Kultur HiB dari cairan serebrospinal dapat dilakukan untuk
mendiagnosa penyakit akibat HiB. Jika riwayat klinis sesuai dengan meningitis dan ada
perubahan cairan serebrospinal (CSF) yaitu rendah gula, tinggi protein, dan peningkatan
jumlah neutrofil, disertai tes aglutinasi lateks CSF yang positif untuk HiB, kemungkinan
bahwa anak tersebut menderita meningitis HiB adalah besar. Jika hasil tes aglutinasi lateks
CSF negatif, pasien ini harus dianggap tidak menderita HiB meningitis walaupun hasil tes
antigen urin positif. 1,2

Gambar 4:

Pengambilan cairan serebrospinal melalui


lumbal punksi
Sumber: Haemophillus influenzae

diseases: CDC

Selulitis
Diagnosis positif untuk HiB seringkali sulit pada pasien dengan selulitis karena dokter
sering enggan untuk aspirasi dari jaringan yang meradang. Jika kultur darah positif untuk HiB
atau jika gambaran klinis kompatibel dengan diagnosis ini dan uji lateks urine positif untuk
HiB, diagnosis dapat dianggap benar. Sekiranya tidak ada hasil yang positif, adalah lebih baik
untuk mengobati dengan antibiotik yang juga efektif untuk infeksi S. aureus. 1,2
Septic Arthritis
Jika aspirasi dilakukan pada penyakit septic arthritis, hal ini dapat digunakan
mengkonfirmasi bakteri penyebab infeksi, tetapi jika tidak dilakukan maka dokter harus
bergantung pada hasil kultur darah dan/atau tes urine lateks. Jika anak sudah menerima
antibiotik oral, kemungkinan terjadi jika kultur negatif juga harus dipertimbangkan.1,2
Perikarditis
Perikarditis selalu membutuhkan drainase, dan, jika drainase dilakukan pada awal
perjalanan penyakit, kultur akan positif untuk HiB dari cairan atau darah. Namun, jika anak
telah diberikan antibiotik dan kultur yang negatif, tes aglutinasi lateks yang positif untuk HIB
dari cairan perikardial atau urin akan berguna.1,2
Pneumonia

Pneumonia adalah yang paling sulit dari semua infeksi untuk dibuat diagnosis. Kultur
darah positif atau hasil positif dari tes aglutinasi lateks dari cairan pleura mungkin
konfirmasi, tetapi tes ini mungkin tidak memberikan hasil positif jika dilakukan.1,2

2.6 Manifestasi Klinis dan Penatalaksanaan


Manifestasi klinis dan pengobatan semua penyakit H.influenzae invasif adalah sama
walaupun berbeda serotipe. Terapi antibiotik awal infeksi invasif akibat HiB harus diberikan
secara parenteral dengan menggunakan antimicrobial agent yang efektif dalam mensterilisasi
semua fokus infeksi dan efektif terhadap strain yang resisten ampisilin. Sefalosporin broad
spektrum, seperti sefotaksim atau seftriakson boleh digunakan sebagai agen antimikroba awal
ketika HiB dianggap sebagai bakteri penyebab. Hal ini karena antibiotik ini mempunyai efek
samping yang kurang dan mudah untuk diadministrasi.4
Selain itu, dapat digunakan kombinasi kloramfenikol dengan ampisilin. Ampisilin
adalah drug of choice untuk terapi infeksi yang disebabkan oleh bakteri ini. Setelah uji
sensitivitas dilakukan, antimikroba yang tepat dapat dipilih untuk melengkapi terapi. Jika
hasil tes menunjukkan bakteri ini resisten terhadap ampisilin, sefalosporin broad spektrum
seperti sefotaksim atau seftriakson boleh digunakan; diberikan sekali sehari sekiranya pasien
dirawat jalan. Antimikroba oral juga kadang-kadang digunakan untuk melengkapi terapi
selain dari terapi parenteral. Jika organisme rentan terhadap ampisilin, amoksisilin
merupakan obat pilihan. Sebuah sefalosporin oral-generasi ketiga (misalnya, cefixime,
cefpodoxime) atau amoksisilin-klavulanat dapat digunakan sekiranya bakteri resisten
terhadap ampisilin. Jangka waktu terapi biasanya adalah sekitar 10 hari.2,4

Gambar 5: Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh HiB


8

Sumber:http://textbookofbacteriology.net/hi.jpeg

Meningitis
Gejala klinis meningitis adalah demam, kaku kuduk and fotofobia. Namun pada infant, gejala
ini mungkin susah untuk diperiksa, jadi gejala yang mungkin ada gejala tidak spesifik seperti
letargi, tidak mau minum dan iritabilitas. 2 5 % meningitis HiB boleh menjadi fatal
walaupun telah diberikan terapi yang tepat. Komplikasi jangka panjang meningitis HiB
adalah retardasi mental, cerebral palsy, hilang pendengaran dan kelainan kejang.2
Terapi antimikroba harus diberikan parenteral selama 7-14 hari untuk kasus-kasus
yang tidak rumit. Sefotaksim, seftriakson, ampisilin, kloramfenikol dan semua diperkirakan
melintasi blood-brain barrier selama peradangan akut pada konsentrasi yang cukup untuk
membuat mereka efektif untuk meningitis H. influenzae. Kloramfenikol juga diberikan secara
oral untuk menyelesaikan rejimen terapi untuk meningitis.2

Selulitis
Selulitis adalah infeksi pada kulit yang dapat terjadi di muka, kepala atau leher.
Selulitis bukal terjadi terutama pada anak-anak kurang dari usia 18 bulan dan mungkin
berhubungan dengan pemberian susu botol. Hal ini dapat muncul dalam semalam pada anak
yang sehat. Ini sering memiliki violaceous hue atau dapat muncul erysipeloid. HiB sering
dapat dibiakkan dari darah atau aspirasi dari pipi. Harus dipertimbangkan juga apakah anak
mungkin memiliki fokus lain dari infeksi, terutama jika kultur darah positif. Penyebab bakteri
lain juga perlu dipertimbangkan, terutama pada anak yang lebih tua atau jika ada abrasi wajah
terkait. Terapi pada selulitis biasanya antimikroba parenteral yang diindikasikan sehingga
pasien afebris. Setelah itu, antimikroba oral yang sesuai bisa diberikan. Terapi biasanya
sekitar 7-10 hari.1

Gambar 6: Selulitis
Sumber: Haemophillus influenzae infection
AAP

Selain itu dapat terjadi selulitis orbita yang mungkin menjadi keadaan darurat medis.
Ini biasanya merupakan perpanjangan dari sinusitis etmoid, dan. Gejala pada selulitis orbita
adalah proptosis mata, keterbatasan gerakan mata, gangguan penglihatan, kemosis dan rasa
nyeri ketika mata digerakkan. Penyakit ini perlu dibedakan dari "preseptal," atau periorbital
selulitis yang merupakan selulitis dari kelopak mata. Preseptal selulitis sering disertai dengan
demam, edema dan panas di kelopak mata, dan integumen yang utuh. Perbedaan orbitan dan
preseptal selulitis lebih baik dilakukan dengan CT Scan.1,2

Epiglottitis
Epiglottitis adalah infeksi dan inflamasi pada epiglottis yaitu jaringan di tenggorokan yang
melindungi dan memproteksi laring ketika menelan. Pasien dengan epiglottitis sering
menunjukkan gelaja-gejala seperti soft stridor, demam yang tinggi, disfagia dan drooling.
Pada penanganan yang tidak tepat tepat, epiglotis yang edema bisa menyebabkan risiko
terjadinya obstruksi jalan nafas. 95% kasus epiglottitis yang terjadi sebelum adanya vaksin
adalah disebabkan HiB. Epiglottitis sering terjadi pada anak berusia 2 hingga 7 tahun. Terapi
antimikroba terhadap HiB harus diberikan secara parenteral tetapi hanya setelah jalan napas
dijamin, dan terapi harus dilanjutkan sampai pasien dapat mengambil cairan per oral. Durasi
terapi antimikroba biasanya adalah 7 hari. 2,5
Pneumonia
Pneumonia juga adalah salah satu mansfestasi dari penyakit invasif HiB. Gejala klinis dari
pneumonia akibat HiB dan akibat mikroorganisme lain tidak dapat dibedakan (Demam +
10

Batuk + Sesak). Anak yang diduga menderita pneumonia HiB yang berusia kurang dari 12
bulan harus menerima terapi antimikroba parenteral pada awalnya karena peningkatan risiko
untuk bakteremia dan komplikasi pada mereka adalah tinggi. Anak yang lebih besar yang
kurang parah dapat ditangani dengan antimikroba oral. Terapi dilanjutkan selama 7-10 hari
dari gabungan terapi parenteral-oral.1,2
Septic Arthritis
Septic arthritis adalah infeksi yang sering terjadi pada sendi-sendi yang besar seperti lutut,
pinggul, pergelangan kaki, dan siku, yang terpengaruh paling umum. Biasnya saptic arthritis
hanya terjadi pada satu sendi, namum 6% kasus melibatkan beberapa sendi. Tanda-tanda dan
gejala dari septic arthritis karena H. influenzae tidak bisa dibedakan dari arthritis yang
disebabkan oleh bakteri lain. Septic arthritis harus diobati dengan antimikroba yang tepat
diberikan parenteral selama setidaknya 5-7 hari. Jika respon klinis memuaskan, sisa
pengobatan antimikroba dapat diberikan secara oral. Terapi biasanya diberikan selama 3
minggu untuk septic arthritis, tapi dapat dilanjutkan di luar 3 minggu yaitu sehingga protein
C-reaktif normal.2

Perikarditis
Perikarditis adalah infeksi pada peradangan perikardium parietal, perikardium viseral, atau
kedua-duanya. H.influenzaeI jarang sekali menyebabkan bakterial perikarditis. Anak-anak
yang terinfeksi sering sekali menunjukkan gejala-gejala infeksi saluran pernafasan atas.
Selain itu, dapat ditemukan juga demam, distres pernafasan dan takikardia. Antimikroba
harus diberikan secara parenteral dengan mengikuti regimen pengobatan meningitis.
Pericardiektomi dapat dilakukan untuk drainase bahan purulen dan sekaligus mencegah
terjadinya tamponade dan constrictive perikarditis.2
Bakteremia
Bakteremia akibat HiB biasanya disertai gejala demam tanpa fokus infeksi yang jelas.
Demam biasnya tinggi dari 39oC dan adanya leukositosis ((15,000 cells/L). 25% anak-anak
dengan bakteremia HiB dapat berkembang menjadi meningitis sekiranya tidak diobati. Kultur

11

darah harus dilakukan sekiranya si anak diduga menderita bakteremia HiB. Anak haruslah
dirawat inap dan diberikan antimikroba parenteral.2

2.7 Pencegahan
Imunisasi
Vaksin HiB merupakan vaksin yang tidak aktif, dibuat dari kapsul Haemophillus influenzae
tipe B yang disebut polyribosbitol phosphat (PRP). Awalnya vaksin ini dibuat secara murni
tanpa penambahan apa pun. Namun ternyata vaksin ini kurang efektif pada anak yang berusia
kurang dari 18 bulan. Respon terhadap vaksin hanyalah dari T-independent antigen dan tidak
ada penambahan antibodi walaupun diberikan booster. Hanya sedikit produksi IgM dan
produksi IgG juga minimal sehingga perlu diberikan penambahan komponen bakteri lain.4,5
Komponen bakteri lain yang digunakan adalah protein bakteri penyebab tetanus
(PRP-T) dan protein dari Neisseria meningitidis (PRP-OMP) yang juga merupakan bakteri
penyebab meningitis. Penambahan komponen bakteri lain ini disebut proses konjugasi di
mana terjadinya proses ikatan kimia antara polisakarida (antigen tidak efektif) dengan protein
carrier yang lebih efektif. Jadi, polisakarida yang T-independent akan berubah menjadi Tdependent antigen. Pemberian vaksin HiB yang dikonjugasi membuatkan respon booster
lebih baik dan produksi IgG lebih dominan. Vaksin Hib ini hanya melindungi terhadap infeksi
Haemophillus influenzae tipe B, tidak pada infeksi meningitis yang disebabkan oleh
organisme lainnya. 6,7
Vaksin HiB diberikan melalui suntikan ke dalam otot (pada anak biasanya di daerah
paha atas dan untuk orang dewasa diberikan di otot lengan). Dosis yang diberikan adalah 0,5
12

ml sebanyak 3 kali dengan jarak pemberian selama 2 bulan dan dilakukan pemberian ulangan
1 tahun setelah pemberian terakhir. Jadwal pemberian yang dianjurkan adalah usia 2-4-6
bulan dengan ulangan (booster) pada usia 15-18 bulan.4,6,7
Indikasi pemberian vaksin HiB adalah:5
a) Pada anak berusia 2, 4 dan 6 bulan dan ulangan (booster) pada usia 15 18 bulan
b) Anak berusia kurang 2 tahun yang mempunyai penyakit invasif HiB harus
diberikan vaksin setelah 1 bulan. Anak berusia di atas 2 tahun yang
immunocompetent dengan penyakit invasif HiB tidak perlu diimunisasi karena
respon imun akan terbentuk sendiri.
c) Individu yang mempunyai risiko tinggi terkena penyakit invasif HiB seperti
asplenia, hiposplenism, immunocompromised harus di imunisasi. Pada yang
berusia di atas 1 tahun akan diberikan 2 dosis vaksin HiB dengan jarak pemberian
2 bulan.
d) Anak dan dewasa yang akan menjalani operasi splenektomi boleh diberikan vaksin
2 minggu sebelumnya.
e) Anak yang berusia 1 10 tahun yang belum pernah diberikan vaksin HiB boleh
divaksin sebanyak 1 kali.
Perbedaan jumlah pemberian vaksin berdasakan jenis vaksin yang digunakan. Jika
vaksin yang digunakan adalah jenis PRP-OMP, maka vaksin ini cukup diberikan sebanyak 2
kali. Sementara, untuk vaksin PRP-T diberikan sebanyak 3 kali seperti jadwal imunisasi yang
dianjurkan. Kekebalan tubuh akan mulai terbentuk setelah pemberian suntuikan yang pertama
dengan vaksin jenis PRP-OMP dan setelah 2 kali suntikan dengan vaksin jenis PRP-T.
Kekebalan yang terbentuk bertahan lebih lama untuk vaksin jenis PRP-T jika dibandingkan
dengan vaksin PRP-OMP. 7
Anak-anak berusia di atas 6 bulan yang belum mendapat vaksin diberikan 2 kali
suntikan, sedangkan bagi anak di atas usia 1 tahun cukup mendapat 1 kali suntikan saja tanpa
perlu pemberian ulangan. Vaksin HiB dapat diberikan bersamaan dengan vaksin lainnya,
namun lokasi penyuntikan harus berbeda. Dari segi kepraktisan pemberian vaksin, saat ini
telah tersedia vaksin campuran antara HiB dengan Hepatitis B dan DPT (Difteri, pertusis dan
tetanus). 7
Sekiranya anak kurang dari 1 tahun telah terinfeksi, anak tersebut masih belum
menjadi kebal. Tetapi jika anak berusia lebih 1 tahun, maka kekebalan tubuh akan terbentuk.

13

Walaupun demikian, vaksinasi sebaiknya tetap diberikan. Dengan pemberian vaksin ini
diharapkan 95% anak-anak terlindungi dari infeksi HiB setelah dosis kedua atau ketiga. Anak
usia di atas 12 tahun hingga orang dewasa perlu memperoleh vaksin HiB bila mereka
mengalami penurunan imunitas, misalnya pada keadaan berikut: spelenektomi, transplantasi
sumsum tulang, proses keganasan/kanker dan HIV.7
Vaksin HiB yang tersedia di Indonesia adalah Tetract-HiB dan ACT-HIB (Sanofi
Pasteur), Hiberix dan Infanrix-Hib (GlaxoSmithKline), Pedvax-Hib (Merck Sharp &
Dohme). Setelah pemberian vaksin HiB, 5-30% anak yang memperoleh vaksinasi bisa
mengalami demam, kemerahan dan nyeri pada tempat suntikan selama 1-3 hari. Vaksin HiB
tidak direkomendasikan bila seseorang sedang demam, mengalami infeksi akut dan orang
dengan riwayat alergi yang mengancam jiwa. Vaksin HiB haruslah disimpan di kulkas pada
suhu 2 oC -8oC. Mulai tahun 2013, Kemenkes RI menegaskan akan memulai kebijakan
perkenalan imunisasi baru, yang disebut juga pentavalen (DPT-HB-Hib). Vaksin kombinasi
antara DPT, Hepatitis B, dan Hib ini ditengarai lebih unggul jika dibandingkan program
imunisasi sebelumnya yang diberikan satu persatu pada anak. 5,6,7
Kemoprofilaksis
Anak-anak tidak divaksinasi yang berusia kurang dari 48 bulan yang dalam kontak
dekat akan meningkatkan risiko untuk terjadinya infeksi invasif. Risiko penyakit sekunder
berbanding terbalik dengan usia (untuk anak-anak berusia di atas 3 bulan). Oleh karena
banyak anak-anak sekarang dilindungi terhadap H. influenzae tipe b dengan imunisasi
sebelumnya, kebutuhan untuk kemoprofilaksis telah sangat menurun.4,6,7
Tujuan dari kemoprofilaksis adalah untuk mencegah anak yang rentan dari
memperoleh HiB dari kontak dengan menghilangkan kolonisasi dalam kontak yang dekat.
Profilaksis rifampisin diindikasikan untuk semua anggota kelompok yang ada riwayat kontak,
termasuk pasien, jika satu atau lebih anak-anak yang berusia kurang 48 bulan tidak
diimunisasi lengkap.4,7
Untuk kemoprofilaksis, anak-anak harus diberikan rifampisin oral (Dosis: Usia 0-1
bulan adalah 10 mg/kg/dosis; Usia di atas 1 bulan, 20mg/kg/dosis, tidak melebihi
600mg/dosis), sekali setiap hari selama 4 hari berturut-turut. Dosis dewasa adalah 600 mg
sekali sehari. Hal ini tidak dianjurkan untuk wanita hamil, karena efek pada janin tidak

14

diketahui. Rifampin menyebabkan cairan tubuh (misalnya, urin, air liur, air mata) oranye
kemerahan.4,5

2.8 Komplikasi
H.influenzae dapat menyerang beberapa organ di luar saraf misalnya mata (endophtalmitis),
infeksi lidah (glossitis), infeksi kelenjar tiroid (tiroiditis), infeksi dan kerusakan fungsi
jantung, nanah di dalam paru-paru, nanah dan infeksi rongga perut dan pernanahan di otak.
Bila epiglottis terinfeksi, pasien dapat mengalami sumbatan jalan nafas yang berujung pada
kematian. Kerusakan otak yang permanen dapat menyisakan gejala kejang atau epilepsi atau
retardasi mental.7

BAB III
KESIMPULAN

15

Kesimpulannya, Haemophillus influenzae tipe B atau HiB adalah salah satu bakteri
Haemophillus influenzae berkapsul serotipe B yang dapat menyebabkan penyakit pada
manusia. Penyebaran bakteri ini adalah melalui udara pernafasan dan percikan air ludah. HiB
dapat menyebabkan penyakit-penyakit invasif seperti meningitis, epiglottitis, pneumonia,
cellulitis, artritis dan sebagainya. Gold standar untuk mendiagnosis penyakit invasif akibat
HiB adalah kultur dari cairan tubuh yang terinfeksi (cairan serebrospinal, darah, hasil aspirasi
dari fokus infeksi dan lain-lain lagi). HiB tumbuh di agar coklat karena bakteri ini
membutuhkan faktor X (hemin) dan faktor V (nicotinamide adenine dinucleotide [NAD]).
Golongan sefalosporin generasi ketiga seperti Sefotaksim dan seftriakson atau kombinasi
kloramfenikol dan ampicillin boleh diberikan sebagai terapi. Untuk pencegahan, disarankan
untuk dilakukan imunisasi pada anak-anak usia 2-4-6 bulan dengan ulangan (booster) pada
usia 15-18 bulan.

Daftar Pustaka
1. Clements DA. Chapter 14: Haemophilus influenzae type B in Krugmans infection
diseases in children. 11th Ed. USA: Mosby Inc; 2004
2. Daum RS. Haemophilus influenzae in Nelson textbook of pediatrics. Elsevier;
2003.p.904-8
16

3. Karsinah [et al]. Haemophilus dalam Buku ajar mikrobiologi kedokteran. Jakarta:
Binarupa Aksara;1994.h.180-4
4. Haemophilus influenzae type B. Centers for Disease Control and Prevention.
February 2013. Available from: http://www.cdc.gov/vaccines/vpdvac/hib/downloads/dis-hib-color-office.pdf 6 May 2014
5. Haemophilus influenzae in Red Book: 2012 Report of the Committee on Infectious
Diseases. 29th ed. American Academy of Pediatrics (2012). Elk Grove Village, IL:
2012.
6. Chapter 4: Haemophilus influenzae type B in Imunisation. Health Service Executive
(HSE) National Immunisation Office.p.43-8. Available from:
www.immunisation.ie/en/Downloads/NIACGuidelines/PDFFile_17406_en.pd 6 May
2014
7. Cahyono JBSB. Vaksinasi, cara ampuh cegah penyakit infeksi. Yogyakarta. Penerbit
Kanisius; 2010. h.149-54

17

You might also like