You are on page 1of 23

ANESTETIK LOKAL DAN UMUM

Tugas Mata Kuliah Farmakologi I

Disusun oleh :

Anis Rochmawati (08334702)


Sri Monica Tarigan (06334054)
Bagus Widianto (07334046)
Insum Sangadji (06334043)
Upik Morita (06334052)
Zulpakor Oktoba (06334059)

Dosen :

Dra. Refdanita, MSi, Apt.

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2009
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Teriring rasa syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan hidayah-Nya yang tiada batas sehingga penulis dapat
menyelesaikan Tugas Farmakologi I.
Adapun tujuan disusunnya Tugas ini dengan maksud merupakan
salah satu persyaratan tugas dari mata kuliah Farmakologi I.
Dalam penyusunan Tugas ini penulis melibatkan baeberapa
pihak yang berperan dalam memberikan dukungan baik moril maupun
materil. Oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Dra. Refdanita, M.Si, Apt selaku dosen
pengajar
Penulis menyadari, walaupun dengan segala usaha telah penulis
lakukan namun dengan terwujudnya Tugas ini belumlah dapat
dikatakan sempurna, tetapi masih sangat sederhana dan perlu
mendapat perbaikan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun guna kesempurnaannya.

Wassalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Jakarta, Mei 2009

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
I.1. Definisi dan sejarah anestetika
I.2 Ilmu dasar anestetika

BAB II PEMBAHASAN
II.1. Anestetika lokal
II.1.1 Farmakologi umum anestetika lokal
II.1.2 Sifat anestetika lokal
II.1.3. Mekanisme kerja anestetika lokal
II.1.4 Farmakokinetika anestetika lokal
II.1.5 Efek samping terhadap sistem tubuh
II.1.6 Teknik pemberian anestetika lokal
II.1.7 Golongan anestetika lokal

II.2. Anestetika Umum


II.2.1 Teori anestetika umum
II.2.2 Sifat anestyesi umum
II.2.3 Efek samping anestesi umum
II.2.4 Anestesi umum yang sering digunakan

BAB III KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Definisi dan Sejarah Anestesia

Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes, yang
artinya “tidak ada rasa sakit”. Istilah ini menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.
Analgesia adalah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran pasien.

Anestesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Anestesia lokal → hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran

2. Anestesia umum → hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran

Anestesiologi adalah ilmu kedokteran yang pada awalnya berprofesi menghilangkan


nyeri dan rumatan pasien sebelum, selama, dan sesudah pembedahan.

Sejak dahulu sudah dikenal tindakan anestesia yang digunakan untuk mempermudah
tindakan operasi. Anestesia yang dilakukan dahulu oleh orang Mesir menggunakan
narkotik, orang Cina menggunakan ganja (Cannabis indica), dan pemukulan kepala
dengan tongkat kayu untuk menghilangkan kesadaran.

Pada tahun 1776 ditemukan anestetik gas pertama, yaitu N2O; anestetik gas ini
kurang efektif sehingga diusahakan mencari zat lain. Mulai tahun 1795, ether digunakan
untuk anestesia inhalasi kemudian ditemukan zat anestetik lain seperti yang kita kenal
sekarang.

1.2 Ilmu Dasar Anestesia

Pengaruh Anestesia pada Respirasi

Efek penekanan dari obat anestetik dan pelumpuh otot lurik terhadap respirasi telah
dikenal sejak dahulu ketika kedalaman, karakter, dan kecepatan respirasi dikenal sebagai
tanda klinis yang bermanfaat terhadap kedalaman anestesia.

4
Zat-zat anestetik intravena dan abar (volatil) serta opioid, semuanya menekan
pernapasan dan menurunkan respons terhadap CO2.

Respons ini tidak seragam, opioid mengurangi laju pernapasan, zat abar trikloretilen
meningkatkan laju pernapasan. Hiperkapnia atau hiperkarbia (PaCO2 dalam darah arteri
meningkat) merangsang kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan ke pusat
napas, terjadilah napas dalam cepat (hiperventilasi). Sebaliknya Hipokapnia atau
Hipokarbia (PaCO2) menghambat kemoreseptor di badan aorta dan karotis dan diteruskan
ke pusat napas, terjadilah napas dangkal dan lambat (hipoventilasi).

Induksi anestesia akan menurunkan kapasitas sisa fungsional (functional residual


volume), mungkin karena pergeseran diafragma ke atas, apalagi setelah pemberian
pelumpuh otot. Menggigil pasca anestesia akan meningkatkan konsumsi O2.

Pengaruh Anestesia pada Kardiovaskular

Sebagian besar zat Anestetik menekan fungsi miokardum. Eter, siklopropan, dan
ketamin meningkatkan simpatis dengan mempertahankan curah jantung selama anestesia
ringan. Halotan, enfluran menekan aktivitas simpatis menyebabkan kontraksi jantung
menurun dan vasodilatasi perifer. Halotan juga memperkuat aktivitas parasimpatis
menyebabkan bradikardia.

Opioid, pelumpuh otot menyebabkan vasodilatasi perifer dengan kerja langsung pada
pembuluh darah, lepasan histamin atau sekatan gangglion.

Anestesia atau analgesia subaraknoid (spinal intratekal) atau epidural sampai T1-4
akan menyekat saraf simpatis menyebabkan dilatasi arteri dan vena, bradikardi dan
hipotensi.

Ventilasi buatan meningkatkan tekanan torakal dan mengurangi aliran darah balik ke
vena. Hiperkapnia (PaCO2 tinggi) merangsang simpatis, meningkatkan curah jantung dan
vasodilatasi perifer. Sebaliknya hipokapnia (PaCO2 rendah) menyebabkan vasokonstriksi
perifer, naiknya tahanan perifer, dan penurunan curah jantung.

Stimuli bedah meningkatkan aktivitas simpatis dan lebih menonjol pada usia lanjut
dan penderita hipertensi. Tarikan suatu organ, otot mata, visera dapat menyebabkan
bradikardia.

Pengaruh Anestesia dan Pembedahan pada Ginjal

Semua obat anestesik baik abar (volatil) atau suntikan berpotensi mengganggu fungsi
ginjal, baik secara langsung atau tidak langsung, akibat perubahan tekanan darah sistemik,
curah jantung, lepasan hormon anti diuretik (ADH), jenis cairan infus yang digunakan,
gangguan sistem renin-angiostensin-aldosteron.

Halotan, enfluran dan isofluran menurunkan tahanan vaskuler ginjal. Ketamin,


opioid dan barbiturat hampir tidak mengganggu faal ginjal, tetapi dengan kombinasi N2O
berefek seperti zat abar (volatil).

5
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Anestetik Lokal

Anestetik lokal adalah obat yang menghasilkan blokade konduksi atau blokade
lorong natrium pada dinding saraf secara sementara terhadap rangsang transmisi sepanjang
saraf, jika digunakan pada saraf sentral atau perifir.

Prinsip kerjanya adalah menghilangkan keterangsangan dari organ akhir yang


menghantarkan nyeri dan menghilangkan kemungkinan penghantaran dari serabut saraf
sensibel secara bolak-balik pada tempat tertentu, sebagai akibatnya rasa (sensasi) nyeri
untuk sementara hilang.

II.1.1Farmakologi Umum Anestetik Lokal

Anestetik lokal menghilangkan penghantaran saraf ketika digunakan secara lokal


pada jaringan saraf dengan konsentrasi tepat.

Bekerja pada sebagian Sistem Saraf Pusat (SSP) dan setiap serabut saraf.

Kerja anestetik lokal pada ujung saraf sensorik tidak spesifik. Hanya kepekaan
berbagai struktur yang dapat dirangsang berbeda.

Serabut saraf motorik mempunyai diameter yang lebih besar daripada serabut
sensorik. Oleh karena itu, efek anestetika lokal menurun dengan kenaikan diameter serabut
saraf, maka mula-mula serabut saraf sensorik dihambat dan baru pada dosis lebih besar
serabut saraf motorik dihambat.

II.1.2.Sifat Anestetik Lokal yang Ideal

1. Poten dan bersifat sementara (reversibel)


2. Sebaiknya tidak mengiritasi dan tidak merusak jaringan saraf secara permanen
(kebanyakan anestetik lokal memenuhi syarat ini).
3. Batas keamanan harus lebar, sebab anestetik lokal akan diserap dari tempat
suntikan.
4. Mula kerja harus sesingkat mungkin.
5. Masa kerja harus cukup lama, sehingga cukup waktu untuk melakukan tindakan
operasi, tetapi tidak sedemikian lama sampai memperpanjang masa pemulihan.

6
6. Zat anestetik lokal juga harus larut dalam air, stabil dalam larutan, dan dapat
disterilkan tanpa mengalami perubahan.
7. Harganya murah

II.1.3.Mekanisme Kerja

− Menurunkan ketelapan membran terhadap kation, khususnya natrium. Obat


bekerja pada reseptor spesifik pada saluran natrium (sodium channel), mencegah
peningkatan permeabilitas sel saraf terhadap ion natrium dan kalium, sehingga
terjadi depolarisasi pada selaput saraf akibat interaksi langsung zat anestetika
dengan kanal natrium yang peka terhadap perubahan voltase muatan listrik dan
hasilnya tidak terjadi konduksi saraf.
Pada konsentrasi tinggi, serabut saraf tidak dapat dirangsang sama sekali, saluran
ion diblokade. Blokade saluran ion, khususnya saluran natrium, terjadi menurut
mekanisme berikut.
Semua anestetik lokal disimpan dalam membran sel, karena sifat lipofil dan
melalui ekspansi membran tak spesifik menutup saluran natrium.
− Potensi dipengaruhi oleh kelarutan dalam lemak, makin larut makin poten.
Ikatan dengan protein (protein binding) mempengaruhi lama kerja dan konstanta
dissosiasi (pKa) menentukan awal kerja.
− Konsentrasi minimal anestetika lokal (analog dengan mac, minimum
alveolar concentration) dipengaruhi oleh
1. Ukuran, jenis, dan mielinisasi saraf
2. pH (asidosis menghambat blokade saraf)
3. Frekuensi stimulasi saraf

Pengaruh pH

Dalam bentuk basa bebas, anestetik lokal hanya sedikit larut dan tidak stabil dalam
bentuk larutan. Oleh karena itu, anestetik lokal diperdagangkan dalam bentuk garam yang
mudah larut dalam air, biasanya garam hidroklorid.

Anestetik lokal merupakan basa lemah, tetapi larutan garamnya bersifat agak asam,
hal ini menguntungkan karena menambah stabilitas anestetik lokal tersebut.

Banyak bukti yang menunjukkan bahwa dalam jaringan, garam asam ini harus
dinetralkan lebih dahulu dan dilepaskan suatu basa bebas sebelum obat tersebut
menembus jaringan dan menghasilkan efek anestetik.

.Penambahan Vasokonstriktor

Kebanyakan anestetik lokal bekerja melebarkan pembuluh darah. Sementara kokain


sendiri dapat meyebabkan vasokonstriksi (tindakan yang dapat melokalisasi obat pada
saraf untuk memperpanjang waktu anestesia), sehingga masa kerja kokain lebih panjang
daripada anestetik lokal lain. Oleh karena itu, anestetik lokal sering dikombinasikan
dengan zat yang bersifat vasokonstriktor.

7
Fungsi penambahan vasokonstriktor :
- Menunda transport anestetik lokal, sehingga memperbesar jangka waktu kerja
- Mengurangi toksisitas sistemik
- Menyebabkan aliran darah ke tempat operasi lemah, sehingga operasi mudah
dilakukan dan tidak berbahaya.

Kecuali kepala, leher, urogenital, anus (pasokan darah besar), pada operasi jari kaki
dan tangan tidak boleh ditambahkan vasokonstriktor karena bahaya kerusakan iskemik
(gangren).

Contoh vasokonstriktor yang ditambahkan :


- Alfa simpatomimetik
- Nor adrenalin
- Adrenalin

Mula kerja bergantung beberapa faktor, yaitu :


1. pKa mendekati pH fisiologis sehingga konsentrasi bagian tak terionisasi meningkat
dan dapat menembus membran sel saraf, sehingga menghasilkan mula kerja cepat.
2. Alkalinisasi anestetika lokal membuat mula kerja cepat.
3. Konsentrasi obat anestetika lokal.

Lama kerja dipengaruhi oleh :


1. Ikatan dengan protein plasma, karena reseptor anestetika lokal adalah protein.
2. Kecepatan absorpsi.
3. Ramainya pembuluh darah perifer di daerah pemberian.

II.1.4 Farmakokinetik ansetetika lokal

A. Absorpsi sistemik dipengaruhi oleh :

1. Tempat suntikan
Kecepatan absorpi sistemik sebanding dengan ramaainya vaskularisasi tempat
suntikan : absorbsi intravena > trakeal > interkostal > kaudal > para-servikal
> epidural > pleksus brakila > skiatik > subkutan.

2. Penambahan vasokonstriktor
Adrenalin 5 µg/mL atau 1:200.000 membuat vasokonstriksi pembuluh darah pada
tempat suntikan, sehingga dapat memperlambat absorpsi sampai 50%.

3. Karakteristik obat anestetik lokal


Obat anestetik lokal terikat kuat pada jaringan sehingga dapat diabsorpsi secara
lambat.

B. Distribusi dipengaruhi oleh ambilan organ (organ uptake) dan ditentukan oleh faktor-
faktor :

1. Perfusi jaringan
2. Koefisien partisi jaringan / darah
Ikatan kuat dengan protein plasma → obat lebih lama di darah.
Kelarutan dalam lemak tinggi → meningkatkan ambilan jaringan
3. Massa jaringan
Otot merupakan tempat reservoir bagi anestetik lokal.

8
C. Metabolisme dan ekskresi

1. Golongan ester
Metabolisme oleh enzim pseudo-kolinesterase (kolinesterase plasma). Hidrolisa
ester sangat cepat dan kemudian metabolit diekskresi melalui urin.

2. Golongan amida
Metabolisme terutama oleh enzim mikrosomal di hati. Kecepatan metabolisme
tergantung kepada spesifikasi obat anestetik lokal. Metabolismenya lebih lambat
dari hidrolisa ester. Metabolit diekskresi lewat urin dan sebagian kecil diekskresi
dalam bentuk utuh.

11.1.5.Efek Samping terhadap Sistem Tubuh

Sistem kardiovaskular
1. Depresi automatisasi miokard.
2. Depresi kontraktilitas miokard.
3. Dilatasi arteriolar.
4. Dosis besar dapat menyebabkan disritmia / kolaps sirkulasi.

Sistem Pernapasan
Relaksi otot polos bronkus. Henti napas akibat pralise saraf frenikus, paralise interkostal
atau depresi langsung pusat pengaturan napas.

Sistem Saraf Pusat (SSP)


SSP rentan terhadap toksisitas anestetik lokal, dengan tanda-tanda awal paarestesia lidah,
pusing, kepala terasa ringan, tinitus, pandangan kabur, agitasi, twitching, depresi
pernapasan, tidak sadar, konvulsi, koma. Tambahan adrenalin beresiko kerusakan saraf.

Imunologi
Golongan ester menyebabkan reaksi alergi lebih sering, karena merupakan derivat para-
amino-benzoic acid (PABA), yang dikenal sebagai alergen.

Sistem Muskuloskeletal
Bersifat miotoksik (bupivakain > lidokain > prokain)
Tambahan adrenalin beresiko kerusakaan saraf. Regenerasi dalam waktu 3-4 minggu.

Toksisitas bergantung pada :


1. Jumlah larutan yang disuntikkan.
2. Konsentrasi obat.
3. Ada tidaknya adrenalin.

9
4. Vaskulaarisasi tempat suntikan.
5. Absorbsi obat.
6. Laju destruksi obat
7. Hipersensitivitas
8. Usia
9. Keadaan umum
10. Berat badan

11.1.6. Teknik Pemberian Anestetik Lokal

- Anestesi permukaan
Digunakan pada mukosa / permukaan luka
Dari sana berdifusi ke organ akhir sensorik dan ke percabangan saraf terminal.
Pada epidermis yang utuh (tidak terluka), maka anestetik lokal hampir tidak
berkhasiat karena anestetik lokal hampir tidak menembus lapisan tanduk.

- Anestesi infiltrasi
Disuntikkan ke dalam jaringan, termasuk juga diisikan ke dalam jaringan.
Dengan demikian selain organ ujung sensorik, juga batang-bataang saraf kecil
dihambat.

- Anestesi konduksi
Disuntikkan di sekitar saraf tertentuyang dituju dan hantarn rangsang pada tempat
ini diputuskan.
Contoh : anestesi spinal, anestesi peridural, anestesi paravertebral.

- Anestesi regional intravena dalam daerah anggota badan


Aliran darah ke dalam dan ke luar dihentikan dengan mengikat dengan ban
pengukur tekanan darah dan selanjutnya anestetik lokal yang disuntikkan berdifusi
ke luar dari vena dan menuju ke jaringan di sekitarnya dan dalam waktu 10-15
menit menimbulkan anestesi.
Pengosongan darah harus dipertahankan minimum 20-30 menit untuk menghindari
aliran ke luar, sejumlah besar anestetik lokal yang berpenetrasi, yang belum ke
jaringan.
Pada akhir pengosongan darah, efek anestetik lokal menurun dalam waktu
beberapa menit.

11.1.7. golongan anestetik lokal

A. Golongan Ester

1. Kokain (benzoilmetilekgonin)
Anestetik lokal tertua, berasal dari Erythroxylon coca.

SEDIAAN
Hanya dijumpai dalam bentuk topikal semprot 4% untuk mukosa jalan napas atas.
Lama kerja 2-30 menit.

FARMAKODINAMIK

10
Efek kokain yang paling penting yaitu menghambat hantaran saraf, bila dikenakan
secara lokal. Efek sistemiknya yang paling mencolok yaitu rangsangan SSP.
Susunan Saraf Pusat. Kokain merupakan perangsang korteks yang sangat kuat. Pada
manusia, zat ini menyebabkan banyak bicara, gelisah, dan euforia.
Sistem kardiovaskular. Kokain dosis kecil memperlambat denyut jantung akibat
perangsangan pusat vagus, pada dosis sedang denyut jantung bertambah karena
perangsangan pusat simpatis dan efek langsung pada sistem saraf simpatis.
Otot skelet. Tidak ada bukti bahwa kokain dapat menambah kekuatan kontraksi otot.
Hilangnya kelelahan disebabkan oleh perangsangan sentral.
Suhu badan. Kokain mempunyai daya pirogen kuat. Kenaikan suhu badan disebabkan
oleh 3 faktor, yaitu :
(1) penambahan aktivitas otot akan meninggikan produksi panas; (2) vasokonstriksi
menyebabkan berkurangnya kehilangan panas; dan (3) efek langsung pada pusat
pengatur suhu. Pada keracunan kokain dapat terjadi pireksi.
Sistem Saraf Simpatis. Pada organ yang mendapat persarafan simpatis, kokain
mengadakan potensiasi respons terhadap norepinefrin, epinefrin, dan perangsangan
saraf simpatis.
Efek anestesi lokal. Efek lokal kokain terpenting, yaitu kemampuannya untuk
memblokade konduksi saraf. Atas dasar efek ini, pada suatu masa kokain pernah
digunakan secara luas untuk tindakan di bidang optalmologi; tetapi kokain ini dapat
menyebabkan terkelupasnya epitel kornea. Atas dasar ini, dan adanya kemungkinan
penyalahgunaan obat, maka penggunaan kokain sekarang sangat dibatasi untuk
pemakaian topikal, khususnya untuk anestesi saluran napas atas.

FARMAKOKINETIK
Walaupun vasokonstriksi lokal menghambat absorpsi kokain, kecepatan absorpsi
masih melebihi kecepatan detoksikasi dan ekskresinya, sehingga kokain sangat toksik.

INTOKSIKASI
Kokain sering menyebabkan keracunan akut. Gejala keracunan terutama berhubungan
dengan perangsangan SSP. Penderita mudah terangsang, gelisah, banyak bicara,
cemas, dan bingung. Refleks meningkat disertai sakit kepala, nadi cepat, napas tidak
teratur, dan suhu badan naik. Juga terjadi midriasis, eksoftalmus, mual, muntah, sakit
perut, dan kesemutan. Selanjutnya dapat timbul delirium, pernapasan Cheyne-Stokes,
kejang, penurunan kesadaran, dan akhirnya kematian disebabkan oleh henti napas.
Keracunan ini berlangsung cepat, mungkin karena kecepatan absorpsi yang normal dan
efek toksik pada jantung.

2. Prokain (Novocain®)
Sering digunakan karena sifatnya diterima jaringan dengan baik dalam organisme.
Cepat dihidrolisis oleh Esterase menjadi Dietilaminoetanol + PABA, yang bekerja
melebarkan pembuluh darah.

SEDIAAN
Untuk anestesi infiltrasi : larutan 0,25-0,5 %
Untuk blok saraf (anestesi konduksi) : larutan 1-2 %
Dosis 15 mg/kg BB dan lama kerja 30-60 menit.

FARMAKODINAMIK

11
Analgesia sistemik. Pada penyuntikan prokain SK dengan dosis 100-800 mg, terjadi
analgesia umum ringan yang derajatnya berbanding lurus dengan dosis. Efek maksimal
berlangsung 10-20 menit, dan menghilang sesudah 60 menit. Efek ini mungkin
merupakan efek sentral, atau mungkin efek dari dietilaminoetanol, yaitu hasil
hidrolisis prokain, yang bersifat analgesik, antiaritmia, berefek anestetik lokal, dan
antipasmodik yang lebih lemah dari prokain.
Antagonisme prokain-sulfonamid. Prokain dan beberapa anestetik lokal lain dalam
badan, dihidrolisis menjadi PABA (Para Amino Benzoic Acid), yang dapat
menghambat daya kerja sulfonamid. Oleh karena itu, sebaiknya prokain dan anestetik
lokal derivat PABA lain tidak diberikan bersamaan dengan terapi sulfonamid.
Anestetik lokal bukan derivat PABA tidak menghambat kerja sulfonamid.

FARMAKOKINETIK
Absorpsi berlangsung cepat dari tempat suntikan dan untuk memperlambat absorpsi
perlu ditambahkan vasokonstriktor. Sesudah diabsorpsi, prokain cepat dihidrolisis oleh
esterase dalam plasma menjadi PABA dan dietilaminoetanol.

INTOKSIKASI
Absorpsi prokain diperlambat dengan vasokonstriktor, sehingga toksisitasnya menjadi
jauh lebih ringan. Hasil hidrolisis prokain tidak toksik.

INDIKASI
Prokain digunakan secara suntikan untuk anestesi infiltrasi, blokade saraf, epidural,
kaudal, dan spinal.

3. Etoform (Anaesthesin®)
Kerjanya berlangsung lama, sering terjadi alergi, dan pada luka besar terdapat bahaya
pembentukan methemoglobin.

SEDIAAN
Untuk anestesi permukaan : larutan 5-20 %
Misal : tablet tenggorokan, suppositoria, salep, atau serbuk.

4. Tetrakain (Pantocain®)
Berkhasiat 10 kali lebih kuat daripada prokain, tapi juga 10 kali lebih toksik daripada
prokain.
Lebih disukai digunakan sebagai anestesi permukaan. Dosis tunggal maksimum
sebesar 20 mg.
Sangat cepat diabsorpsi dari membran mukosa yang terluka, sehingga terdapat bahaya
keracunan absorpsi.

B. Golongan Amida asam


Banyak digunakan karena lama kerjanya yang relatif panjang dan penerimaan tubuh
yang baik pada pemberian dosis yang ditingkatkan

1. Lidokain (neo-Novutox®, Xylocain®, Xylestesin®)


Lidokain adalah anestetik lokal kuat yang digunakan secara luas dengan pemberian
topikal dan suntikan. Anestesia terjadi lebih cepat, lebih kuat, lebih lama, dan lebih
ekstensif daripada yang ditimbulkan oleh prokain. Kekuatan kerja 4 kali prokain,

12
sedangkan toksisitasnya 2 kali prokain. Pada larutan 0,5 % toksisitasnya sama, tetapi
pada larutan 2 % lebih toksik daripada prokain. Lebih efektif bila digunakan tanpa
vasokonstriktor, tetapi kecepatan absorpsi dan toksisitasnya bertambah. Tidak
diuraikan oleh hidrolase, tetapi di-biotransformasi secara oksidatif (antara lain
dealkilasi pada nitrogen). Pada pemakaian lidokain bersamaan dengan simpatomimetik
harus dihindarkan.

SEDIAAN
Untuk anestesia infiltrasi : larutan 0,25-0,5 %
Untuk anestesia konduksi dan topikal : larutan 1-2 %
Untuk anestesia permukaan : larutan 1-4 %

FARMAKOKINETIK
Lidokain mudah diserap dari tempat suntikan, dan dapat melewati sawar darah otak.

EFEK SAMPING
Efek samping lidokain biasanya berkaitan dengan efek terhadap SSP, misalnya
mengantuk, pusing, parestesia, gangguan mental, koma, dan seizures. Lidokain dosis
berlebihan dapat menyebabkan kematian akibat fibrilasi ventrikel, atau oleh henti
jantung.

INDIKASI
Lidokain sering digunakan secara suntikan untuk anestesia infiltrasi, blokade saraf,
anestesia epidural, ataupun anestesia kaudal, dan secara setempat untuk anestesia
selaput lendir.
Aritmia jantung. Lidokain juga dapat menurunkan iritabilitas jantung, karena itu juga
digunakan sebagai antiaritmia.

2. Fomokain (Erbocain®)
Anestetik permukaan yang bekerja tahan lama. Digunakan untuk mengurangi nyeri
lokal pada kebakaran, ulsera rontgen, dan pruritus.

II.2. ANESTETIK UMUM

Anestetik umum (obat narkosis) adalah obat yang menyebabkan keadaan narkosis,
yaitu hilangnya rasa sakit disertai hilang kesadaran. Dalam perkembangannya semua
operasi dilakukan hanya dalam keadaan narkosis.

Pada suatu narrkosis, akibat kelumpuhan bagian-bagian dari sistem saraf pusat,
terjadi pemutusan secara bolak-balik dari :
- sensasi nyeri
- kesadaran
- refleks kesiagaan
- tegangan otot

II.2.1. Teori Anestetik Umum

Teori Koloid
Teori ini mengatakan bahwa dengan pemberian zat anestetik terjadi penggumpalan
sel koloid yang menimbulkan anestesia, yang bersifat reversibel diikuti dengan proses

13
pemulihan. Christiansen (1965) membuktikan bahwa pemberian eter dan halotan akan
menimbulkan penghambatan gerakan dan aliran protoplasma dalam amoeba.

Teori Lipid
Teori ini mengatakan bahwa ada hubungan antara kelarutan zat anestetik dalam
lemak dan timbulnya anestesia. Makin larut anestetik dalam lemak, makin kuat sifat
anestetik-nya. Teori ini hanya cocok untuk beberapa zat anestetik yang larut dalam lemak.

Teori Adsorpsi dan Tegangan Permukaan


Teori ini menghubungkan potensi zat anestetik dengan kemampuan menurunkan
tegangan permukaan. Pengumpulan zat anestetik pada permukaan sel menyebabkan proses
metabolisme dan transmisi neural terganggu, sehingga timbul anestesia.

Teori Biokimia
Teori ini menyatakan bahwa pemberian zat anestetik in vitro menghambat
pengambilan oksigen di otak dengan cara menghambat sistem fosforilasi oksidatif. Akan
tetapi hal ini mungkin hanya menyertai anestesia, bukan penyebab anestesia.

Teori Neurofisiologi
Inilah teori yang banyak dianut sekarang ini. Teori ini menyatakan bahwa pemberian
zat anestetik akan menurunkan transmisi sinaps di ganglion cervicalis superior dan
menhambat formasio retikularis untuk mempertahankan kesadaran.

Teori Fisika
Beberapa penyelidik menyatakan adanya hubungan potensi anestetik dengan
aktivitas termodinamik dan ukuran molekul zat anestetik tersebut. Anestesia terjadi karena
molekul inert dari zat anestetik akan menempati ruang dalam sel yang tidak mengandung
air, dan pengisian ini akan menimbulkan gangguan permeabilitas membran terhadap
molekul dan ion yang penting untuk fungsi sel. Pendapat lain mengatakan bahwa zat
anestetik dengan air di dalam SSP dapat membentuk mikro-kristal (clathrates) sehingga
mengganggu fungsi sel otak.

Menurut cara pemakaiannya, anestetik umum dibedakan menjadi :


- Anestetik inhalasi → digunakan dengan udara pernapasan
- Anestetik injeksi → disuntikkan secara intravena

. Stadium Anestetik Umum


Semua zat anestetik umum menghambat SSP secara bertahap, mula-mula fungsi
yang kompleks akan dihambat dan paling akhir dihambat ialah medula oblongata, di mana
terletak pusat vasomotor dan pusat pernapasan yang vital.

Stadium I (Analgesia)
Stadium I dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran.
Tahap I → sensasi nyeri turun
Tahap II → kesadaran menyempit
Tahap III → hilang sensasi nyeri → amnesia
Hilang rasa sakit

Stadium II (Delirium / Eksitasi)


Stadium II dimulai dengan hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium pembedahan.
Pada stadium ini terlihat jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak,
refleks meningkat, penderita tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak

14
teratur, kadang-kadang apnea dan hiperpnea, tonus otot rangka meninggi, inkontinesia urin
dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi, takikardi; hal ini terutama terjadi karena
penghambatan pusat motorik. Pada stadium ini dapat terjadi kematian, karena itu stadium
ini harus cepat dilewati.

Stadium III (Toleransi / Pembedahan)


Stadium III dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan spontan hilang.
Terputusnya hubungan ke otak besar, tengah, dan medulla spinalis. Tonus otot melintang
menurun, fungsi vegetatif modulla oblongata bertahan sempurna. Tanda yang harus
dikenal ialah :
(1) Pernapasan yang tidak teratur pada stadium II menghilang; pernapasan menjadi
spontan dan teratur karena tidak ada pengaruh psikis, sedangkan pengontrolan
kehendak hilang.
(2) Refleks kelopak mata dan konjungtiva hilang, bila kelopak mata atas diangkat
dengan perlahan dan dilepaskan tidak akan menutup lagi, kelopak mata tidak
berkedip bila bulu mata disentuh.
(3) Kepala dapat digerakkan ke kiri dan ke kanan dengan bebas. Bila lengan diangkat
lalu dilepaskan akan jatuh bebas tanpa tahanan.
(4) Gerakan bola mata yang tidak menurut kehendak merupakan tanda spesifik untuk
permulaan stadium III.

Stadium III dibagi menjadi 4 tingkat berdasarkan tanda-tanda berikut ini :


- Tingkat 1 : pernapasan teratur, spontan, terjadi gerakan bola mata yang tidak menurut
kehendak, miosis, pernapasan dada dan perut seimbang, belum tercapai relaksasi otot lurik
yang sempurna.
- Tingkat 2 : pernapasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan dengan tingkat 1,
bola mata tidak bergerak, pupil mulai melebar, relaksasi otot sedang, refleks laring hilang
sehingga dapat dikerjakan intubasi.
- Tingkat 3 : pernapasan perut lebih nyata daripada pernapasan dada karena otot
interkostal mulai mengalami paralisis, relaksasi otot lurik sempurna, pupil lebih lebar
tetapi belum maksimal.
- Tingkat 4 : pernapasan perut sempurna karena kelumpuhan otot interkostal sempurna,
tekanan darah mulai menurun.
Bila stadium III tingkat 4 sudah tercapai, harus hati-hati jangan sampai penderita masuk
dalam stadium IV; untuk mengenal keadaan ini, harus diperhatikan sifat dan dalamnya
pernapasan, lebar pupil dibandingkan dengan keadaan normal, dan mulai menurunnya
tekanan darah.

Stadium IV (Asfiksia / Paralisis Medulla Oblongata)


Stadium IV dimulai dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium III tingkat
4, tekanan darah tak dapat diukur karena kolaps pembuluh darah, pusat vegetatif medulla
oblongata dilumpuhkan : sirkulasi terganggu, pernapasan terhambat/terhenti, berhentinya
denyut jantung dan dapat disusul kematian. Pada stadium ini kelumpuhan pernapasan
tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan.

Pada waktu bangun, stadium-stadium pembiusan berlangsung sebaliknya.

II.2.2.Sifat anestetik umum yang ideal


• Toksisitas rendah dan luas terapeutik besar
• Dapat mudah ditangani oleh para ahli bius
• Aliran pada tubuh dan keluar cepat

15
• Khasiat analgetik dan narkotik baik
• Sedapat mungkin pengaruh terhadap pernapasan dan sirkulasi kecil
• Tidak mengiritasi kulit dan membran mukosa
• Tidak di-biotransformasi menjadi metabolit yang rusak
• Sifat fisika dan kimia menguntungkan (stabil dalam penyimpanan, tidak dapat terbakaar,
tidak dapat meledak)

11.2.3. Efek samping Obat Anestetik Umum

Anestetik Inhalasi

Delirium bisa timbul selama induksi dan pemulihan anestesia inhalasi walaupun
telah diberikan medikasi preanestetik.

Enfluran dan halotan menyebabkan depresi miokard yang dose related, sedangkan
isofluran dan N2O tidak. Enfluran, isofluran, dan N2O dapat menyebabkan takikardi,
sedangkan halotan tidak.

Depresi pernapasan dapat timbul pada semua stadium anestesia dengan anestetik
inhalasi. Oleh karena itu perlu diperhatikan keadaan pernapasan penderita selama
pemberian anestetik inhalasi.

Gangguan fungsi hati ringan sering timbul pada penggunaan anestetik inhalasi, tetapi
jarang terjadi gangguan yang serius.

Dapat terjadi oliguria reversibel karena menurunnya aliran darah ginjal dan filtrasi
glomerulus, dan ini dapat dicegah dengan pemberian cairan yang cukup dan menghindari
anestesia yang dalam. Metoksifluran secara langsung dapat menimbulkan kerusakan
tubulu ginjal dan gagal ginjal, sehingga dikontraindikasikan pada penderita dengan
gangguan fungsi ginjal dan yang mendapat obat nefrotoksik, seperti streptomisin,
tetrasiklin, dll.

Suhu badan menurun karena vasodilatasi dan penekanan termoregulasi; menggigil


pasca operasi bisa timbul akibat anestetik inhalasi kuat. Hipertermia maligna jarang
terjadi, tetapi sering berakibat fatal pada orang tertentu dengan anestetik inhalasi kuat.

Tidak dianjurkan pada kehamilan trimester pertama.

Keuntungan dengan cara ini adalah dapat diatur dengan baik. Anestesi ini semakin
baik bila semakin cepat obat bius mengalir masuk dan mengalir keluar, yaitu makin
singkat waktu yang diperlukan dari mulainya pembiusan sampai tercapainya suatu stadium
pembiusan tertentu, dan sebaliknya waktu dari stadium ini sampai pasien sadar kembali.

Dalam mempengaruhi kemampuan mengatur suatu pembiusan, perlu


dipertimbangkan bahwa kedalaman pembiusan yang ditimbulkan oleh suatu obat pembius
tertentu, ditentukan oleh konsentrasinya dalam SSP dan bahwa ini bergantung pada :
• konsentrasi obat pembius dalam udara inspirasi
• frekuensi pernapasan dan kedalaman pernapasan
• ketelapan membran alveolo-kapiler
• pasokan darah pada paru-paru dan otak
• kelarutan obat pembius dalam darah
• koefisien distribusinya antara darah dan jaringan otak

16
Anestetik Parenteral

Efek samping derivat barbiturat antara lain kantuk disertai menguap, batuk, dan
spasme laring. Hipotensi terjadi terutama pada penderita hipovolemik atau penderita
dengan kontraktilitas jantung yang menurun.

Farmakokinetik Anestetik Inhalasi

Dalamnya anestesia umum berbanding langsung dengan tekanan parsial zat anestetik
dalam otak. Faktor yang menentukan tekanan parsial anestetik gas dalam arteri dan otak,
antara lain :
- Tekanan parsial anestetik gas yang diinspirasi. Tekanan ini dapat diatur
merlalui vaporizer atau alat lain agar samaa dengan tekanan parsialnya dalam arteri.
- Ventilasi paru. Hiperventilasi mempercepat masuknya anestetik gas ke sirkulasi
dan jaringan.
- Pemindahan anestetik gas dari alveoli ke aliran darah. Membran alveoli
dengan mudah dapat dilewati anestetik gas secara difusi dari alveoli ke aliran darah
dan sebaliknya.

Faktor yang mempengaruhi difusi anestetik gas ini, antara lain :


- Kelarutan anestetik gas dalam darah. Kelarutan ini dinyatakan sebagai blood :
gas partition coefficient (λ), yaitu perbandingan konsentrasi anestetik gas dalam
darah dengan konsentrasinya dalam gas yang diinspirasi setelah dicapai
keseimbangan.
- Kecepatan aliran darah di paru. Bertambah cepat aliran darah parau, bertambah
cepat pemindahan anestetik gas dari udara inspirasi ke darah.
- Tekanan parsial anestetik gas dalam arteri dan vena. Karena tekanan parsial
anestetik gas dalam aliran darah paru bertambah dengan pasasi berualang kali ke
paru, maka pemindahan anestetik gas berlangsung lambat sampai tercapai
keseimbangan.
- Pemindahan anestetik gas dari aliran darah ke seluruh jaringan tubuh.

Teknik Pemberian Anestetik Inhalasi

- Open drop method


Cara ini dapat digunakan untuk anestetik yang mudah menguap, peralatan sangat
sederhana dan tidak mahal. Zat anestetik diteteskan pada kapas yang diletakkan di
depan hidung penderita, sehingga kadar zat anestetik yang dihisap tidak diketahui
dan pemakaiannya boros karena zat anestetik menguap ke udara terbuka.

- Semiopen drop method


Cara ini hampir sama open drop, hanya untuk mengurangi terbuangnya zat
anestetik digunakan masker. Karbondioksida yang dikeluarkan sering terhisap
kembali, sehingga dapat terjadi hipoksia.; untuk menghindari hal ini dialirkan
oksigen melalui pipa yang ditempatkan di bawah masker.

- Semiclosed method

17
Udara yang dihisap diberikan bersama oksigen murni yang dapat ditentukan
kadarnya, kemudian dilewatkan pada vaporizer sehingga kadar zat anestetik dapat
ditentukan.

- Closed method
Cara ini hampir sama seperti cara semiclosed, hanya udara ekspirasi dialirkan
melalui NaOH yang dapat mengikat CO2.

II.2.4. Anestetik Umum yang Sering Digunakan

A. Anestetik Gas
Pada umumnya anestetik gas berpotensi endah, sehingga hanya digunakan untuk
induksi dan operasi ringan. Anestetik gas tidak mudah larut dalam darah sehingga tekanan
parsial dalam darah cepat meninggi. Batas keamanan antara efek anestesia dan efek letal
cukup lebar.

1. Nitrogen monoksida (N2O)


Anestetik ini se3lalu digunakan dalam campuran dengan oksigen, sukar larut dalam
daraah, diekskresi dalam bentuk utuh melalui paru-paru dan sebagian kecil melalui
kulit. Gas ini tidak mudah terbakar, tetapi bila dikombinasi dengan zat anestetik yang
mudah terbakar, akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya campuran eter dan
N2O.

2. Siklopropan
Anestetik gas yang kuat, berbau spesifik, tidak berwarna, lebih berat daripada udara
dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi.
Siklopropan menyebabkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi
saluran napas. Namun depresi pernapasan ringan dapat terjadi pada anestesia dengan
siklopropan.

B. Anestetik yang Menguap


Anestetik yang menguap (volatile anesthetic) mempunyai 3 sifat dasar yang sama,
yaitu :
- berbentuk cairan pada suhu kamar
- mempunyai sifat anestetik kuat pada kadar rendah, dan
- relatif mudah larut dalam lemak, darah, dan jaringan.

1. Eter (dietileter)
Anestetik yang sangat kuat (kadar minimal untu anestetik = 1,9 % volume) sehingga
penderita dapat memasuki setiap tingkat anestesia. Sifat analgesiknya kuat sekali.
Eter pada kadar tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot. Menyebabkan iritasi
saluran napas dan merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu
pemulihan, eter menimbulkan salivasi, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salivasi
akan dihambat dan terjadi depresi napas.

2. Enfluran
Anestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar.enfluran cepat melewati stadium
induksi tanpa atau sedikit menyebabkan eksitasi.
Enfluran kadar rendah tidak banyak mempengaruhi sistem kardiovaskular, meskipun
dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi nadi.

18
Efek samping. Enfluran bisa menyebabkan efek samping sesudah pemulihan, berupa
menggigil karena hipotermia, gelisah, delirium, mual atau muntah. Enfluran dapat
menyebabkan depresi napas dengan kecepatan ventilasi tetap atau meningkat; tidal
volume dan minute volume menurun. Enfluran bisa menyebabkan kelainan ringan
fungsi hati.

3. Isofluran (forane)
Merelaksasi otot sehingga baik untuk melakukan intubasi. Obat pelumpuh otot non-
depolarisasi dan isofluran saling menguatkan (potensiasi) sehingga dosis isofluran
perlu dikurangi sepertiganya.

SEDIAAN
Isofluran 3-3,5 % dalam O2 atau kombinasi NO2 – O2 → untuk induksi
Isofluran 0,5-3 % → untuk memperthankan anestesia

4. Halotan (fluotan)
Efek analgesik halotan lemah, tapi relaksasi otot yang ditimbulkannya baik. Depresi
napas terjadi pada semua konsentrasi halotan yang menimbulkan anestesia.
Halotan secara langsung menghambat otot jantung dan otot polos pembuluh darah
serta menurunkan aktivitas saraf simpatis. Makin dalam anestesia, makin jelas
turunnya kekuatan kontraksi otot jantung, curah jantung, tekanan darah, dan resistensi
perifer.

5. Metoksifluran
Termasuk anestetik yang kuat; kadar minimal 0,16 % volume sudah dapat
menyebabkan anestesia dalam tanpa hipoksia.
Depresi napas dan relaksasi otot lebih nyata oleh metoksifluran daripada oleh halotan.
Sifat analgesik metoksifluran kuat; sesudah penderita sadar, sifat analgesik ini masih
ada.

6. Etilklorida
Lebih cepat terjadi anestesia, tetapi lebih cepat pula hilangnya.
Etilklorida digunakan pula sebagai anestetik lokal dengan cara menyemprotkannya
pada kulit sampaai beku. Kerugiannya, kulit yang beku sukar dipotong dan mudah
kena infeksi karena penurunan resistensi sel dan melambatnya penyembuhan.

7. Trikloretilen
Induksi dan waktu pemulihan terjadi lambat karena trikloretilen sangat larut dalam
darah. Efek analgesik trikloretilen cukup kuat, tetapi relaksasi otot rangka yang
ditimbulkannya kurang baik.

8. Fluroksen
Menimbulkan analgesi yang baik, tetapi relaksasi otot sangat kurang.

C. Anestetik Parenteral

1. Barbiturat
Menghilangkan kesadaran dengan blokade sistem stimulasi (perangsang) di formasio
retikularis. Pada pemberian barbiturat dosis kecil, terjadi penghambatan sistem

19
penghambat ekstra lemnikus, tetapi bila dosis ditingkatkan, sesitem perangsang juga
dihambat sehingga respons korteks menurun.

2. Droperidol & Fentanil


Droperidol & Fentanil tersedia dalam kombinasi tetap, dan digunakan untuk
menimbulkan analgesia neuroleptik dan anestesia neuroleptik.

3. Diazepam
Menimbulkan penurunan kesadaran yang disertai nistagmus dan bicara lambat, tetapi
tidak berefek analgesik. Juga tidak menimbulkan potensiasi terhadap efek penghambat
neuromuskular dan efek analgesik obat narkotik.

4. Etomidat
Anestetik non-barbiturat yang digunakan untuk induksi anestesia.
Berefek anaalgesik, tetapi dapat digunakan untuk anestesia dengan teknis infus terus
menerus bersama fentanil atau secara intermiten. Selama induksi, etomidat mempunyai
efek minimal terhadap sistem kardiovaskular dan pernapasan.
Efek samping. Etomidat menyebabkan rasa nyeri di tempat suntik yang dapat diatasi
dengan menyuntikkan cepat pada vena besar, atau diberikan bersama medikasi
preanestetik seperti meperidin.

SEDIAAN
Dosis induksi etomidat ialah 0,3 mg/kg BB, dan dalam waktu satu menit penderita
sudah tidak sadar.

5. Propofol
Menginduksi anestesi secara cepat seperti tiopental. Rasa nyeri kadang-kadang terjadi
di tempat suntikan, tetapi jarang disertai dengan plebitis atau trombosis.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 80 %, tetapi efek ini lebih
disebabkan karena vasodilatasi perifer daripada penurunan curah jantung.
Propofol tidak menimbulkan aritmia atau iskemik otot jantung, juga tidak merusak
fungsi hati dan ginjal

20
BAB III
KESIMPULAN

Istilah anestesia dikemukakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes, yang
artinya “tidak ada rasa sakit”. Istilah ini menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.
Analgesia adalah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran pasien.

Anestesia dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :

1. Anestesia lokal → hilang rasa sakit tanpa disertai hilang kesadaran

2. Anestesia umum → hilang rasa sakit disertai hilang kesadaran

Anestetik lokal atau penghilang rasa setempat adalah obat yang pada penggunaan
lokal merintangi secara reversibel penerusan impuls saraf ke SSP dan dengan demikian
menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri, gatal-gatal rasa panas atau dingin. Banyak
persenyawaan lain juga memiliki daya kerja demikian, tetapi efeknya tidak reversibel dan
menyebabkan kerusakan permanen terhadap sel-sel saraf.

kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu jenis obat yang digunakan sebagai anestetikum
lokal, antara lain;

a. Tidak merangsang jaringan.

b. Tidak mengakibatkan kerusakan permanen terhadap susunan saraf.

c. Toksisitas sistemik rendah.

d. Efektif dengan jalan injeksi atau penggunaan setempat pada selaput lendir.

e. Mulai kerjanya sesingkat mungkin, tetapi bertahan cukup lama dan dapat larut dalam air
dan menghasilkan larutan yang stabil, juga terhadap pernapasan (sterilisasi).

21
Anastesi umum adalah obat yang dapat menimbulkan anastesia atau narkosa, yakni
suatu keadaan depresi umum dari berbagai pusat si SSP yang bersifat reversibel, dimana
seluruh perasaan dan kesadaran ditiadakan, sehingga agak mirip keadaan pingsan

Anastesia digunakan pada pembedahan dengan maksud mencapai keadaan pingsan,


merintangi rangsangan nyeri (analgesia), memblokir reaksi refleks terhadap manipulasi
pembedahan serta menimbulkan pelemasan otot (relaksasi). Anastetika umum yang kini
tersedia tidak dapat memenuhi tujuan ini secara keseluruhan, maka pada anastesia untuk
pembedahan umumnya digunakan kombinasi hipnotika, analgetika, dan relaksansia otot.

Anastetika umum dapat menekan SSP secara bertingkat dan berturut-turut


menghentikan aktivitas bagiannya. Ada 4 taraf narkosa, yaitu :

a. Analgesia : kesadaran berkurang, rasa nyeri hilang dan terjadi euforia (rasa nyaman)
yang disertai impian yang mirip halusinasi. Eter dan nitrigenmonoksida memberikan
analgesia baik pada taraf ini, sedangkan halotan dan tiopental baru pada taraf berikut.

b. Eksitasi : kesadaran hilang dan timbul kegelisahan. Kedua taraf ini juga disebut taraf
induksi.

c. Anastesia : pernafasan menjadi dangkal, cepat dan teratur, seperti pada keadaan tidur
(pernafasan perut), gerakan mata dan refleks mata hilang, sedangkan otot menjadi lemas.

d. Kelumpuhan sumsum tulang : kegiatan jantung dan pernafasan terhenti. Taraf ini
sedapat mungkin dihindarkan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Med. Ernst Mutschler, Dinamika Obat, Penerbit ITB 1991


Prof. Drs. Moh. Anief, Apt, Farmasetika, Gadjah Mada University Press, 1993
Bertram G Katzung , Farmakologi Dasar dan Klinik, UI Press, 2002
http:// www.google.co . id/ anestetika

23

You might also like