Professional Documents
Culture Documents
di Budaya Indonesia
Oleh : Ismed Yusuf
I. Pendahuluan
Masalah kehidupan seksual tidak bisa terlepas dari kehidupan masyarakat itu sendiri.
Tiap kelompok masyarakat mempunyai psikososiokultural yang berbeda satu sama
lainnya, sehingga perilaku dan kehidupan seksualnya juga akan berbeda satu sama
lainnya.
Indonnesia yang luas dan mempunyai kelompok masyarakat yang beragam ini,
perilaku seksualnyapun beragam. Pada kesempatan ini yang akan dibahas adalah perilaku
seksual yang menyimpang, dalam arti berbeda dengan yang umum terjadi. Ada 3 perilaku
seksual yang akan dibahas, yaitu : Perilaku Homoseksual di Ponorogo, Jawa Timur,
Ritual Perilaku Seksual di Gunung Kemukus, Sragen, Jawa Tengah dan Pendidikan
Perilaku Seksual di Banyumas Jawa Tengah.
II. Ponorogo, Jawa Timur
Ponorogo terkenal dengan kesenian Reog Ponorogo, dengan pemeran utama
Warok yang membawa dadak merak dengan cara digigit dengan gigi. Dadak merak
berbobot kurang lebih 40 kg, sebelum dinaiki oleh anak atau remaja. Pemain
pendampingnya adalah penari kuda lumping (disebut jathilan), biasanya sepasang atau 2
pasang, diperankan oleh laki-laki anak-anak menjelang remaja. Dalam memainkan reog,
rombongan ini diiringi oleh gamelan yang tidak lengkap.
Warok dipercaya punya tenaga magik tertentu, yang bisa hilang kalau
berhubungan seksual dengan wanita. Untuk itulah para warok menyalurkan hasrat
seksualnya dengan laki-laki remaja yang berperan sebagai jathilan. Hubungan mereka
disebut GEMBLAKAN, dan partnernya disebut GEMBLAK.
Penelitian dilakukan penulis sendiri didampingi 2 orang asisten, pada tahun 1982.
Salah satu asisten adalah mahasiswa yang berasal dari daerah setempat, dan sekaligus
menjadi pengubung antara peneliti dengan masyarakat. Lokasi yang diambil adalah, Desa
Bancar, Kecamatan Bungkal, Kabupaten Ponorogo, Propinsi Jawa Timur. Desa tersebut
terletak 7 KM arah tenggara dari kota Ponorogo. Peneliti tinggal di desa tersebut selama
1 minggu.
Desa Bancar sudah tidak memiliki kelompok kesenian reog lagi, oleh karena
sudah tidak mampu lagi membeli dadak merak, dan tidak ada yang mampu lagi menjadi
warok. Akan tetapi di desa Bancar ada 2 perkumpulan Gemblakan.
Untuk mendapatkan data yang lebih akurat dipilih 50 orang responden.
Responden terdiri atas :
-
5 orang gemblak
Dalam upacara temu pengantin, pihak pengantin laki-laki dapat saja membawa
beberapa gemblak, untuk dijadikan pendamping pengantin, demikian pula pihak
pengantin perempuan dapat saja menyediakan beberapa gemblak. Jumlah gemblak yang
ada dan kemolekan dari gemblak, merupakan simbol status tersendiri bagi masyarakat.
Ada 2 kasus upacara perkawinan yang sempat ditemui. Satu kasus, 2 gemblak
dibawa oleh pihak pengantin laki-laki, dan 3 gemblak disediakan oleh pihak pengantin
perempuan. Satu kasus lain, hanya dengan 1 gemblak yang disediakan oleh pihak
pengantin perempuan.
Peranan gemblak dalam upacara perkawinan, selain sebagai pengapit pengantin,
juga membawa rokok yang akan dibagikan kepada para tamu. Setelah itu juga tidur
menemani pengantin laki-laki selama 5 hari. Selama itu pengantin laki-laki tetap dapat
melakukan aktivitas homoseksual dengan gemblak. Oleh karena laki-laki yang sudah
menikah tidak lagi melakukan aktivitas homoseksual dengan gemblak, dan nantinya akan
berganti dengan aktivitas heteroseksual dengan istrinya, maka sekaligus, masa 5 hari
tersebut sebagai masa perpisahan dengan gemblak.
Seorang sinoman, bila datang ke resepsi perkawinan, di dampingi gemblak,
merupakan gengsi tersendiri. Untuk itu seorang sinoman, bisa mendapatkan gemblak
pinjaman dari perkumpulan gemblakannya sendiri atau dari perkumpulan gemblakan
yang lain. Imbalannya, harus memberikan beberapa bungkus rokok. Jadi transaksi harus
dengan rokok, bukan dengan uang.
II.F. Psikososiokultural Seksual
Perkembangan psikoseksual para sinoman di Ponorogo, ada yang unik. Yaitu,
mereka mengalami polutio (mimpi basah) obyeknya bukan dengan wanita atau laki-laki,
akan tetapi dengan gemblak. Ini berarti, secara psikologis gemblak bukan sekedar lakilaki, akan tetapi obyek seksual yang kebetulan diperankan oleh laki-laki. Hal ini berbeda
dengan psikologis laki-laki yang normal, di mana obyek mimpi basah adalah perempuan,
sedang pada laki-laki homoseksual obyeknya adalah laki-laki.
Para sinoman berpendapat, bahwa gemblakan memang cocok untuk laki-laki yang
belum menikah, sementara istri cocok untuk mereka yang sudah menikah. Mereka yang
sudah menikah tidak cocok lagi bila masih melakukan gemblakan. Tentang masturbasi,
para sinoman tidak mau mengungkapkan secara terbuka.
Para laki-laki yang sudah menikah mengatakan, bahwa waktu muda dulu mereka
juga menjadi anggota perkumpulan gemblakan dan melakukan gemblakan. Pada waktu
menikah, merekapun semua didampingi oleh gemblak. Mereka setuju dengan gemblakan,
dan menginginkan anak laki-lakinya kelak juga mengikuti perkumpulan gemblakan. Para
orang tua mengaku, kenikmatan yang didapatkan dari hubungan seksual dengan gemblak
dan dengan istri sama saja. Hanya gemblak cocok untuk mereka yang belum menikah,
sedangkan istri cocok untuk mereka yang sudah menikah.
Para ibu-ibu juga mengatakan gemblakan perlu untuk laki-laki yang belum
menikah, dan mereka juga senang anak laki-lakinya menjadi anggota perkumpulan
gemblakan. Demikian para pengantin perempuan mengaku tidak masalah dengan mereka
yang belum menikah melakukan gemblakan. Merekapun setuju saja dengan suami
mereka berkumpul dulu dengan gemblak, sebelum akhirnya
mereka berdua
berumahtangga.
Sebagaimana lembaga kemasyarakatan, perkumpulan gemblakan mempunyai
pengurus harian yang bertugas mengurus kegiatan dan keperluan organisasi. Ketua
perkumpulan dipilih oleh para anggotanya, di samping faktor usia dan senioritas, juga
mampu untuk melatih dan membimbing gemblak dalam kehidupan sehari-hari. Ketua dan
pembatunya juga mengatur keuangan perkumpulan. Uang didapat dari iuran bulanan
anggota, di mana anggota mendapatkan uang dari orangtuanya, oleh karena kebanyakan
mereka belum mempunyai pekerjaan tetap.
Uang yang terkumpul, selain untuk membiayai kehidupan gemblak sehari-hari,
perkumpulan ini akan memberikan imbalan kepada orang tua gemblak di desanya.
Imbalan ini dalam seekor sapi setiap tahun. Imbalan ini diberikan di muka, artinya
diberikan sebelum tahun yang dijalani. Ternyata besar dan kecilnya sapi sudah disepakati
sebelumnya oleh ketua perkumpulan dan orang tua dari gemblak tersebut.
memberikan kepuasan dan kenikmatan pada kedua belah pihak. Apabila proses
pendidikan dan pelatihan ini selesai, maka calon pengantin laki-laki sudah siap untuk
menikah dan sudah punya pengalaman yang memadai dalam hal hubungan seksual
dengan istrinya selanjutnya.
V. Ringkasan
Dalam kultur Nusantara yang beragam, terdapat perilaku seksual yang berbeda
dengan yang umum terjadi. Perilaku seksual ini sangat erat hubungannya dengan
psikosisokultural setempat. Disajikan 3 macam perilaku seksual tersebut, yaitu
Gemblakan di Ponorogo Propinsi Jawa Timur, Ritual Perilaku Seksual di Gunung
Kemukus Sragen Jawa Tengah dan Gowokan di Banyumas Jawa Tengah.
Gemblakan merupakan perilaku homoseksual yang terjadi di kalangan remaja
setempat. Perilaku ini terorganisir dengan baik, dengan tujuan agar supaya terjadi ikatan
kekeluargaan yang erat antar para remaja. Perilaku ini diterima dengan baik oleh semua
kalangan masyarakat, sebagai suatu pendidikan perilaku seksual yang paling tepat untuk
mereka. Pemeran sekaligus partner homoseksualnya adalah Gemblak, yang dalam
kultural mereka dianggap sebagai figur tersendiri, sebagai partner sekaligus obyek
seksual
Ritual Perilaku Seksual di Gunung Kemukus, perilaku seksual laki-laki dengan
perempuan yang bukan pasangan hidup (suami/istri), untuk melengkapi dalam berziarah
di makam setempat. Ada tujuan khusus yang diinginkan oleh peziarah, di mana untuk
mencapai keinginannya, hubungan seksual di tempat tersebut, pada waktu yang tertentu,
merupakan suatu perilaku yang diyakini beberapa peziarah, lebih mempermudah
terkabulnya keinginan tersebut.
Gowokan merupakan pendidikan seksual secara langsung oleh Gowok
(perempuan separo baya, janda) kepada calon pengantin laki-laki terdapat di Banyumas
Jawa Tengah. Tujuannya agar pengantin laki-laki betul-betul mahir dalam perilaku
seksual nantinya dengan istrinya.
-- 0 --