You are on page 1of 22

ATRESIA ESOFAGUS

MAKALAH
disusun guna memenuhi tugas kelompok matakuliah
Ilmu Keperawatan Klinik IIIB

oleh
Kelas B-Kelompok 3
Melviana Yulia A
Diana Risqiyawati
Eka Marta Trisnawati

(142310101009)
(142310101070)
(142310101108)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatakan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Atresia
Esofagus. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Klinik III B (IKK IIIB).
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.

Jember, Maret 2016

Penulis

2i

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i


DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................1
1.1 Latar belakang ......................................................................................1
1.2 Tujuan ...................................................................................................1
1.3 Implikasi keperawatan ........................................................................2
Bab 2. Tinjauan Teori .......................................................................................3
2.1 Pengertian .............................................................................................3
2.2 Epidemiologi .........................................................................................4
2.3 Etiologi ..................................................................................................4
2.4 Tanda dan gejala ..................................................................................4
2.5 Patofisiologi ..........................................................................................5
2.6 Komplikasi & prognosis .......................................................................5
2.7 Pengobatan ............................................................................................6
2.8 Pencegahan ............................................................................................8
BAB 3. PATHWAYS .........................................................................................10
BAB 4 ASUHAN KEPERAWATAN ..............................................................11
4.1 Pengkajian ............................................................................................11
4.2 Diagnosa ................................................................................................12
4.3 Perencanaan .........................................................................................12
4.4 Pelaksanaan ..........................................................................................15
4.5 Evaluasi .................................................................................................17
Bab 5. PENUTUP ............................................................................................18
5.1 Kesimpulan ..........................................................................................18
5.2 Saran .....................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................19

ii3

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Atresia esofagus merupakan kelainan kongenital yang ditandai dengan
tidak menyambungnya esofagus bagian proksimal dengan esofagus bagian distal.
Atresia esofagus dapat terjadi bersama fistula trakeoesofagus, yaitu kelainan
kongenital dimana terjadi persambungan abnormal antara esofagus dengan trakea.
Atresia Esofagus meliputi kelompok kelainan kongenital terdiri dari
gangguan kontuinitas esofagus dengan atau tanpa hubungan dengan trakhea. Pada
86% kasus terdapat fistula trakhea oesophageal di distal, pada 7% kasus tanpa
fistula. Sementara pada 4% kasus terdapat fistula tracheooesophageal tanpa
atresia, terjadi 1 dari 2500 kelahiran hidup. Bayi dengan Atresia Esofagus tidak
mampu untuk menelan saliva dan ditandai sengan jumlah saliva yang sangat
banyak dan membutuhkan suction berulangkali.
Angka keselamatan berhubungan langsung terutama dengan berat badan
lahir dan kelainan jantung, angka keselamatan bisa mendekati 100%, sementara
jika ditemukan adanyan salah satu faktor resiko mengurangi angka keselamatan
hingga 80% dan bisa hingga 30-50 % jika ada dua faktor resiko.
Masalah pada atresia esophagus adalah ketidakmampuan untuk menelan,
makan secara normal, bahaya aspirasi termasuk karena saliva sendiri dan sekresi
dari lambung. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin membuat
makalah yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Atresia Esofagus.

1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian Atresia Esofagus
1.2.2 Untuk mengetahui epidemologi Atresia Esofagus
1.2.3 Untuk mengetahui penyebab Atresia Esofagus
1.2.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala Atresia Esofagus
1.2.5 Untuk mengetahui patofisiologi Atresia Esofagus
1.2.6 Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis Atresia Esofagus
1.2.7 Untuk mengetahui pengobatan dan penatalaksaan Atresia Esofagus
1.2.8 Untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan Atresia Esofagus

41

1.3 Implikasi Keperawatan


1.3.1 Perawat dapat memiliki pengetahuan yang lebih luas mengenai Atresia
Esofagus sehingga nantinya dapat melakukan asuhan keperawatan
secara profesional.
1.3.2 Perawat diharapkan dapat menjadi pedamping yang cermat untuk klien
dalam memberikan asuhan keperawatan terkait Atresia Esofagus.
1.3.3 Perawat dapat memberikan edukasi pada klien sehingga klien dapat
memahami tentang Atresia Esofagus dan penatalaksanaannya.

25

BAB 2. TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian
Atresia esofagus adalah tertutupnya (buntu) bagian ujung esofagus. Pada
seperempat sampai sepertiga kasus lainnya esofagus bagian bawah berhubungan
dengan trakhea setinggi karina (atresia esofagus dengan fistula).
Penyakit ini harus cepat di diagnosis sesudah lahir, karena keterlambatan
berarti bahaya pneumonia aspirasi menjadi lebih besar dan biasanya fatal. Sukses
pengobatan bedah bergantung langsung dari umur waktu tindakan. Bayi dengan
atresia esofagus sering kali mempunyai kelainan bawaan lain, misalnya: kelainan
jantung bawaan, atresia traktus digestive lain (atresia duodenum dan/atau atresia
ani), defek vertebra, dan lain-lain.
Rujukan

yang

paling

sering

digunakan

untuk

klasifikasi

fistula

trakeoesophagus dibedakan menjadi tipe I, tipe II , tipe IIIA, IIIB, dan IIIC. Tipe
I atresia esophagus murni dengan tidak ada hubungan sama sekali dengan trachea
terjadi sebanyak 8% dari kasus, Tipe II dikenal dengan tipe H terjadi 4% kasus.
Tipe IIIA yaitu atresia esophagus dan fistula yang berhubungan dengan
proksimal esophagus dengan trachea, terjadi hanya 1%, tipe IIIB adalah atresia
esophagus dan fistula distal esophagus ke trachea terjadi 75-80%, merupakan tipe
yang paling sering terjadi. Tipe IIIC yaitu terjadi 2 fistula yang terjadi pada
proksimal dan distal esophagus pada trachea, terjadi 2% kasus.

36

2.2 Epidemiologi
Atresia esofagus dijumpai pada 1 diantara 3000-4500 kelahiran hidup, lebih
kurang 1/3 bayi dengan kelainan ini lahir prematur. Pada atresia esofagus dan
fistula trakeoesofagus, lebih dari 75% kasus merupakan fistula antara trakea
dengan esofagus bagian distal yang disertai dengan atresia, kira-kira 12% berupa
atresia esofagus atau fistula trakeoesofagus secara tersendiri, dan sisanya dalam
bentuk kombinasi yang sangat jarang.

2.3 Etiologi
Atresia esofagus merupakan kelainan bawaan yang etiologinya sampai saat
ini belum diketahui dengan jelas. Secara embriologis kelainan ini terjadi antara
minggu ketiga dan minggu keenam kehamilan. Secara embriologis anomali ini
terjadi akibat:
1) diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri untuk
masing-masing menjadi esofagus dan trakea;
2) perkembangan sel entodermal yang tidak lengkap sehingga menyebabkan
terjadinya atresia; dan
3) perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi
fistula trakeoesofagus.
Faktor genetik tidak berperan dalam patogenesis kelainan ini.

2.4 Tanda dan Gejala


Atresia esofagus pada bayi baru lahir harus dicurigai bila:
1) ditemukan riwayat polihidramnion pada ibu;
2) kateter yang dipakai untuk resusitasi tidak dapat masuk ke lambung;
3) terdapat banyak sekresi mulut pada bayi; atau
4) bayi tersedak, batuk, atau sianotik pada saat diberi minum.
Kesulitan yang terjadi adalah bahwa dugaan terhadap kelainan tersebut baru
terpikirkan setelah selesai pemberian minum sehingga bayi sudah mengalami
aspirasi. Walaupun dengan pengisapan sekresi di mulut dan faring seringkali
dapat menolong, tetapi gejala aspirasi akan selalu berulang.

47

2.5 Patofisiologi
Pada kasus atresia esofagus, janin tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea ke fistula kemudian menuju usus. Hal ini dapat
mengakibatkan polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan
kelahiran prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan cairan amnion
sehingga janin dengan atresia esofagus lebih kecil daripada usia gestasinya.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan
banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau air
liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara
dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau
menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang
seringkali mematikan. Penelitian mengenai manipulasi manometrik esofagus
menunjukkan esofagus distal seringkali dismotil dengan peristaltik yang jelek atau
tanpa peristaltik. Hal ini akan menimbulkan berbagai derajat disfagia setelah
manipulasi yang berkelanjutan menuju refluks esofagus.
Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada astresia esofagus.
Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa.
Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder ada struktur anteroposterior
trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering
dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan
dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara
parsial

ketika

makan,

setelah

manipulasi,

atau

ketika

terjadi

refluks

gastroesofagus; yang dapat menjurus ke kegagalan nafas; hipoksia, bahkan apnea.

2.6 Komplikasi dan Prognosis


Komplikasi
a. Stenosis pada sisi anastomosis
b. Kesulitan menelan dan regurgitasi
c. Pneumonia aspirasi dan atelektasis
d. Apnea/henti napas
e. Dehidrasi

8
5

f. Inanition
g. Striktur esofagus (komplikasi pasca bedah)
h. Anomali kongenital tambahan (jantung, ginjal, dan/atau gastrointenstinal)

Prognosis
Prognosis sangat dipengaruhi oleh diagnosisi dini, ada/tidak adanya kelainan
paru prematuritas, dan kelainan bawaan penyerta. Beberapa peneliti mendapatkan
bahwa pada bayi cukup bulan angka kematuan pra dan pascabedah 0%, sedangkan
pada bayi dengan resiko tinggi angka kematian prabedah 27% dan pascabedah
13%.
Prognosis dari kelainan ini dapat diperkirakan menurut penilaian Waterston,
berdasarkan pada berat badan lahir, derajat pneumonia aspirasi secara radiologis
dan ada tidaknya kelainan bawaan lain.
a. Waterston A: prognosis baik, bila
1) Berat lahir >2500 gr
2) Aspirasi minum
b. Waterston B: prognosis sedang, bila
1) Berat badan lahir >2500 gr dengan pneumonia sedang, atau
2) Berat badan lahir antara 1800-2500 gr dengan penumonia ringan
c. Waterston C: prognosis buruk, bila
1) Berat badan lahir <1800 gr
2) Adanya pneumonia berat, atau
3) Adanya kelainan bawaan lain.

2.7 Pengobatan
Atresia esofagus merupakan kedaruratan bedah sehingga pengobatannya ialah
melalui operasi. Sebelum operasi bayi harus ditidurkan telungkup untuk
mencegah isi lambung masuk ke paru. Untuk mencegah aspirasi, kantong buntu
esofagus harus tetap dipertahankan kosong dengan pengisapan yang teratur.
Pemantauan rutin terhadap suhu, respirasi, status cairan tubuh, dan seteksi
anomali kongenital lain perlu mendapat perhatian khusus. Pemberian antibiotik
pada kasus dengan risiko infeksi.

69

Kadang-kadang keadaan bayi memerlukan dilakukannya tindakan bedah


dalam dua tahap, yang pertama berupa pengikatan fistula serta pemasangan pipa
gastrostomi untuk pemberian makanan, sedangkan tahap kedua berupa tindakan
anastomosis kedua ujung esofagus. Makanan per oral biasanya dapat diberikan
pada hari ke 8-10 setelah pemasangan anastomosis pertama. Pada hari ke-10 dapat
pula dilakukan esofagografi untuk menilai keberhasilan anastomosis; stenosis
pada tempat anastomosis tidak jarang terjadi sehingga memerlukan tindakan
dilatasi. Motilitas abnormal esofagus bagian distal selalu dijumpai dan acapkali
merupakan faktor predisposisi untuk terjadinya refluks gastroesofagus, aspirasi,
esofagitis, dan striktur.
Pengobatannya ialah melalui operasi, berikut penatalaksaannya.
a. Pasca diagnosa
1) Puasa
2) Pemeliharaan cairan parenteral dan penggantian elektrolit.
3) NPT bila perlu
4) Penghisapan hidung dan faring prn
5) Terapi oksigen dilembabkan
6) Drainase kantung melalui kateter
7) Alat penghangat eksternal
8) Intubasi endotrakeal dan ventilasi bantuan dengan distres pernapasan
berat.
9) Terapi antibiotik
10) Pemasangan selang gastrotomi (biasanya dilakukan pada pasien dengan
anestesi lokal praoperasi untuk memungkinkan keluarnya udara dari
lambung, kemudian menurunkan kemungkinan refluks ke dalam fistula).

b. Pembedahan
1) Pembedahan paliatif dengan ligasi fistula dan pemasangan selang
gastrotomi, atau
2) Bedah perbaikan dengan ligasi fistula, anastomosis esofagus, dan
pemasangan gastrotomi; tipe pembedahan yang dilakukan ditentukan oleh

710

tipe fistula trakeoesofageal dan panjangnya esofagus yang ada untuk


anastomosis.

c. Pasca bedah
1) Evaluasi status pernapasan
2) Selang gastrotomi disambungkan pada drainase gravitasi atau drainase
rendah, penghisapan intermiten.
3) Kontinuasi kantung drainase
4) Kontinuasi

cairan

parenteral

pemeliharaan;

hiperalimentasi

dapat

dipesankan
5) Penggantian drainase gastrostomi dengan cairan parenteral
6) Pemantauan dan penggantian cairan dan elektrolit
7) Kontinuasi lingkungan yang hangat, lembab, dan teroksigenasi

2.8 Pencegahan
a. Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan menggunakan ultrasonografi (USG)
saat kehamilan yang rutin sangat diperlukan. Umumnya, PJB dapat terdeteksi
pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada kehamilan
lebih dari 20 minggu. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan jantung
pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan fetal
ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini, gambaran jantung dapat dilihat
dengan lebih teliti.
b. Kenali faktor risiko pada ibu hamil yaitu penyakit gula maka kadar gula darah
harus dikontrol dalam batas normal selama masa kehamilan, usia ibu di atas
40 tahun, ada riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes, kelainan
genetik down sindrom , penyakit jantung dalam keluarga. Perlu waspada ibu
hamil dengan faktor resiko meskipun kecil kemungkinannya.
c. Pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan ibu dari risiko
terkena infeksi virus TORCH (Toksoplasma, Rubela, Sitomegalovirus dan
Herpes). Skrining TORCH adalah hal yang rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil
di negara maju, namun di Indonesia skrining ini jarang dilakukan oleh karena

811

pertimbangan finansial. Lakukan imunisasi MMR untuk mencegah penyakit


morbili (campak) dan rubella selama hamil.
d. Konsumsi obat-obatan tertentu saat kehamilan juga harus dihindari karena
beberapa obat diketahui dapat membahayakan janin yang dikandungnya.
Penggunaan obat dan antibiotika bisa mengakibatkan efek samping yang
potensial bagi ibu maupun janinnya.
e. Hindari paparan sinar X atau radiasi dari foto rontgen berulang pada masa
kehamilan
f. Hindari paparan asap rokok baik aktif maupuin pasif dari suami atau anggota
keluarga di sekitarnya.
g. Hindari polusi asap kendaraan dengan menggunakan masker pelindung agar
tidak terhisap zat - zat racun dari karbon dioksida.

9
12

BAB 3. PATHWAYS

Kongenital/idiopatik
Kurang informasi
tentang kondisi dan
pengobatan

Kurang Pengetahuan

Esophagus Buntu

Batuk, Hipersekresi
saliva

Nausea,
Vomitting,
Intake
tidak
adekuat

Regurgitasi
semua makanan

Ketidakmampuan
meningkatkan suhu
melalui menggigil
dan atau penggunaan
alat penghangat
eksternal

Risiko hipotermia

Risiko aspirasi

Risiko defisit
volume cairan
kurang dari
kebutuuhan tubuh

Gangguan Bersihan
jalan napas tidak
efektif

Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh

13
10

BAB 4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama: An. X
Umur: ... bulan
Jenis Kelamin: perempuan/laki-laki
Alamat:
b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Batuk, dan tersedak pada pemberian makan
Menelan normal pada pemberian makan diikuti dengan batuk tiba-tiba dan
regurgitasi makan melalui hidung dan mulut

c. Riwayat Penyakit Dulu (RPD)


Riwayat polihidramnion maternal
Dapat mempunyai riwayat pneumonia selama beberapa bulan pertama
kehidupan (tipe H)

d. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap atau tidak.

e. Riwayat Tumbuh Kembang


Berat badan rendah untuk usia gestasi

f. Genogram
Tidak adanya keluarga yang menderita atresia esofagus karena bukan
merupakan penyakit genetik.

g. Pemeriksaan Fisik
1) Sianosis
2) Distensi abdomen
3) Salivasi berlebihan

14
11

4) Mengeluarkan mukus saliva terus menerus


5) Gelembung dari hidung

h. Pemeriksaan Diagnostik
1) Ketidakmampuan untuk memasukkan selang nasogastrik ke dalam lambung
2) Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di
lambung serta usus.

4.2 Diagnosa
Berikut ini diagnosa yang dapat ditegakkan pada klien dengan atresia
esofagus:
1) Gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan sekresi
kantung esofagus, regurgitasi semua makanan dan risiko aspirasi.
2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
3) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
kondisi dan pengobatannya.
4) Risiko defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mentoleransi makanan per oral, mual, muntah.
5) Resiko hipotermia berhubungan dengan usia, ketidakmampuan meningkatkan
suhu melalui menggigil dan atau penggunaan alat penghangat eksternal.

4.3 Perencanaan
No. Dx
1

Tujuan dan Kriteria Hasil


Tujuan: Setelah perawatan 3x 24
jam, bersihan jalan nafas kembali
efektif
Kriteria hasil:
a. Menunjukkan suara nafas yang

Intervensi
a. Pertahankan status puasa
b. Pertahankan

bayi

dalam

lingkungan yang hangat, lembab


dan teroksigenasi

bersih, tidak ada sianosis dan c. Pertahankan

kantung

kateter

dyspneu (mampu mengeluarkan

tersambung pada penghisap rendah

sputum, mampu bernafas dengan

dan kontinu sesuai pesanan

mudah, tidak ada pursed lips)

d. Pantau status pernafasan setiap jam

15
12

b. Menunjukkan jalan napas yang


paten

(klien

tidak

merasa

tercekik, irama napas, frekuensi


pernapasan

dalam

dan tempatkan bayi pada posisi


kepala ditinggikan sedikitnya 30
derajat

rentang e. Pertahankan bayi tenang dan diam

normal, tidak ada suara nafas

dengan

abnormal)

dengan perlahan dan menggunakan


dot

mengelus,

(menangis

memegang

menyebabkan

regurgitasi)
f. Balikkan setiap 2 jam
g. Berikan antibiotik bila diperlukan
h. Siapkan untuk pemasangan selang
gastronomi

untuk

dekompresi

lambung
i. Pasca

gastronomi:

selang
pada

pertahankan

gastronomi
drainase

drainase

tersambung

gravitasi

rendah,

atau

penghisap

intermiten sesuai pesanan.


2

Tujuan: Setelah perawatan 3x 24


jam, nutrisi adequat

status

nutria

yang

adekuat
b. Pertahankan nutrisi parental

Kriteria hasil:
a. Mempertahankan

a. Tingkatkan

urine

output

sesuai dengan usia dan BB, BJ


urine normal, HT normal
b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh
dalam batas normal

c. Pertahankan nutrisi melalui NGT


d. Pantau berat badan setiap hari
e. Monitor intake dan output nutrisi
f. Berikan

nutrisi

yang

adekuat;

vitamin dan mineral suplemen

Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,


elastisitas turgor kulit baik, membran
mukosa lembab, tidak ada rasa haus
yang berlebihan
3

Tujuan: Setelah perawatan 2x 24


jam, keluarga dan pasien paham

a. Siapkan orangtua untuk prosedur

16
13

pengobatan

praoperasi yang diperlukan


b. Jelaskan

Kriteria hasil:

pemahaman

tentang

penyakit,

kondisi, prognosis dan program


pengobatan

c. Jelaskan dengan hati-hati masalah


yang ada dan alasan status puasa
pasien
d. Beri penjelasan pada

dan

keluarga

melaksanakan

mampu

prosedur

yang

dijelaskan secara benar


c. Pasien

pembedahan

pada orangtau

a. Pasien dan keluarga menyatakan

b. Pasien

prosedur

dan

mampu

menjelaskan kembali apa yang


dijelaskan

perawat

secara visual mengenai defek


e. Biarkan orangtua melanjutkan sikap
menjadi

keluarga

atau

tim

orangtua

orangtua

pada

anak

mereka
f. Kaji kemampuan koping orangtua
dan berikan sumber bila perlu

kesehatan lainnya
4

Tujuan: Setelah perawatan 3x 24


jam, defisit volume cairan kurang
dari kebutuhan tubuh dapat teratasi

a. Pantau tanda dehidrasi


b. Pertahankan puasa
c. Beri

Kriteria hasil:

dan

makanan

parenteral sesuai pesanan

a. Mempertahankan urine output


sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal, HT normal

dalam batas normal

gastronomi

dengan

cairan

e. Ukur masukan dan haluaran serta


berat jenis

c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,


turgor

d. Ganti cairan yang keluar melalui

parenteral sesuai pesanan

b. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh

elastisitas

elektrolit

kulit

f. Timbang berat badan bayi setiap hari

baik,

membran mukosa lembab, tidak


ada rasa haus yang berlebihan
5

Tujuan: Setelah perawatan 3x 24


jam, suhu dalam batas normal

dalam alat penghangat eksternal


b. Pertahankan bayi berpakaian secara

Kriteria hasil:
a. Keseimbangan

a. Tempatkan bayi dibawah atau di

antara

produksi

panas, panas yang diterima, dan


kehilangan panas

parsial,

khususnya

penggunaan

penutup kepala untuk mencegah


hilangnya

kehangatan

melalui

17
14

b. Seimbang antara produksi panas,


panas

yang

diterima,

kepala

dan c. Gendong bayi dengan kain selimut

kehilangan panas selama 28 hari


pertama dalam kehidupan

bila mungkin
d. Pantau suhu tiap 4 jam dan prn dan

c. Keseimbangan asam basa bayi

atur suhu lingkungan dengan tepat

yang baru lahir


d. Temperature stabil :36.5 - 37
e. Tidak ada kejang
f. Tidak ada perubahan warna kulit
g. Glukosa darah stabil
h. Pengendalian resiko: hipertermia,
hipotermia,

proses

menular,

paparan sinar matahari

4.4 Pelaksanaan
No. Dx
1

Implementasi
a. Mempertahankan status puasa
b. Mempertahankan bayi dalam lingkungan yang hangat, lembab dan
teroksigenasi
c. Mempertahankan kantung kateter tersambung pada penghisap
rendah dan kontinu sesuai pesanan
d. Memantau status pernafasan setiap jam dan tempatkan bayi pada
posisi kepala ditinggikan sedikitnya 30 derajat
e. Mempertahankan bayi tenang dan diam dengan mengelus,
memegang dengan perlahan dan menggunakan dot (menangis
menyebabkan regurgitasi)
f. Membalikkan setiap 2 jam
g. Memberikan antibiotik bila diperlukan
h. Menyiapkan

untuk

pemasangan

selang

gastronomi

untuk

dekompresi lambung
i. Pasca gastronomi: mempertahankan selang gastronomi tersambung
pada drainase gravitasi atau drainase rendah, penghisap intermiten

18
15

sesuai pesanan.
2

a. Meningkatkan status nutria yang adekuat


b. Mempertahankan nutrisi parental
c. Mempertahankan nutrisi melalui NGT
d. Memantau berat badan setiap hari
e. Memantau intake dan output nutrisi
f. Memberikan nutrisi yang adekuat; vitamin dan mineral suplemen

a. Menyiapkan orangtua untuk prosedur praoperasi yang diperlukan


b. Menjelaskan prosedur pembedahan pada orangtau
c. Menjelaskan dengan hati-hati masalah yang ada dan alasan status
puasa pasien
d. Memberi penjelasan pada orangtua secara visual mengenai defek
e. Membiarkan orangtua melanjutkan sikap menjadi orangtua pada
anak mereka
f. Mengkaji kemampuan koping orangtua dan berikan sumber bila
perlu

a. Memantau tanda dehidrasi


b. Mempertahankan puasa
c. Memberikan elektrolit dan makanan parenteral sesuai pesanan
d. Mengganti cairan yang keluar melalui gastronomi dengan cairan
parenteral sesuai pesanan
e. Mengukur masukan dan haluaran serta berat jenis
f. Menimbang berat badan bayi setiap hari

a. Menempatkan bayi dibawah atau di dalam alat penghangat


eksternal
b. Mempertahankan bayi berpakaian secara parsial, khususnya
penggunaan penutup kepala untuk mencegah hilangnya kehangatan
melalui kepala
c. Menggendong bayi dengan kain selimut bila mungkin
d. Memantau suhu tiap 4 jam dan prn dan atur suhu lingkungan
dengan tepat

19
16

4.5 Evaluasi
No.

Diagnosa Keperawatan

Gangguan bersihan jalan nafas

a. Jalan napas pasien tetap paten

yang berhubungan dengan

b. Pasien tidak mengalami aspirasi

sekresi kantung esofagus,

c. Distres pernapasan diketahui dan

regurgitasi semua makanan dan

Evaluasi

diobati dengan segera

risiko aspirasi.

Gangguan nutrisi kurang dari

Keluarga

mengetahui

kebutuhan berhubungan dengan mengungkapkan

peningkatan

dan
status

intake tidak adekuat

nutrisi

Kurang pengetahuan yang

Orangtua atau orang terdekat mampu

berhubungan dengan

mengungkapkan dengan tepat tentang

kurangnya informasi tentang

kondisi

kondisi dan pengobatannya.

pengobatannya.

penyakit

pasien

dan

Risiko defisit volume cairan Klien mampu mempertahankan urine


kurang dari kebutuhan tubuh output sesuai dengan usia dan BB, BJ
yang

berhubungan

dengan urine normal, HT normal, TTV dalam

ketidakmampuan

untuk batas normal, dan tidak ditemukan

mentoleransi makanan per oral, tanda-tanda dehidrasi pada klien.


mual, muntah.
5

Resiko hipotermia berhubungan Suhu tubuh pasien tetap 37 derajat dan


dengan usia, ketidakmampuan 38 derajat.
meningkatkan

suhu

melalui

menggigil dan atau penggunaan


alat penghangat eksternal.

20
17

BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Atresia esofagus merupakan keadaan dimana tertutupnya (buntu) bagian
ujung esofagus. Pada seperempat sampai sepertiga esofagus bagian bawah yang
berhubungan dengan trakhea setinggi karina (atresia esofagus dengan fistula) dan
merupakan kelainan bawaan pada saat kehamilan. Penyakit ini sampai saat ini
belum dapat diketahui secara pasti penyebab atau etiologinya. Sehingga untuk
meminimalkan angka kejadian atresia esofagus sebaiknya dilakukan pencegahan
antara lain sebagai berikut: Melakukan pemeriksaan rutin selama kehamilan,
menjaga pola hidup sehat oleh Ibu, dan lingkungan sekitar untuk menghindari
paparan (sinar X, asap rokok, polusi kendaraan dan infeksi virus TORCH serta
penyakit kelainan bawaan).

5.2 Saran
a. Bagi perawat
Perawat seharusnya mengetahui mengenai penatalaksanaan atresia esofagus.
Selain itu, perawat juga dapat melakukan promosi kesehatan sebagai salah satu
tindakan pencegahan. Hal ini yang tidak kalah penting bagi perawat adalah
mampu melakukan asuhan keperawatan pada penderita atresia esofagus. Oleh
perawat disarankan untuk selalu mengikuti informasi terbaru mengenai
penatalaksanaan hingga asuhan keperawatan pada klien dengan atresia esofagus.

b. Bagi masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat ikut berpartisipasi aktif dalam pencegahan
penyakit atresia esofagus dengan mengikuti kegiatan promosi kesehatan. Selain
itu, masyarakat juga dianjurkan melakukan pemeriksaan rutin bagi ibu hamil atau
melakukan konsultasi selama kehamilan pada tenaga ahli kesehatan.

18
21

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Markum, A. H. 1996. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Cetakan ulang.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nurarif, Amin Huda., & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 3.
Cetakan 1. Yogyakarta: Mediaction
Tucker, Susan Martin. et al. 1999. Standar Perawatan Pasien: Proses
Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. Volume 4. Edisi V. Jakarta: EGC.
Internet
Lubis, Fadli Armi dan Hasanul Arifin. 2013. Penatalaksanaan Anestesi pada
Koreksi Atresia Esophagus dan Atresia Esofagus. Jurnal Anestesiologi
Indonesia. Diambil dari:
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6312

22
19

You might also like