Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH
disusun guna memenuhi tugas kelompok matakuliah
Ilmu Keperawatan Klinik IIIB
oleh
Kelas B-Kelompok 3
Melviana Yulia A
Diana Risqiyawati
Eka Marta Trisnawati
(142310101009)
(142310101070)
(142310101108)
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatakan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Atresia
Esofagus. Makalah ini disusun sebagai salah satu syarat memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Klinik III B (IKK IIIB).
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada
kekurangan. Oleh sebab itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
2i
DAFTAR ISI
ii3
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1.2.1 Untuk mengetahui pengertian Atresia Esofagus
1.2.2 Untuk mengetahui epidemologi Atresia Esofagus
1.2.3 Untuk mengetahui penyebab Atresia Esofagus
1.2.4 Untuk mengetahui tanda dan gejala Atresia Esofagus
1.2.5 Untuk mengetahui patofisiologi Atresia Esofagus
1.2.6 Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis Atresia Esofagus
1.2.7 Untuk mengetahui pengobatan dan penatalaksaan Atresia Esofagus
1.2.8 Untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan Atresia Esofagus
41
25
2.1 Pengertian
Atresia esofagus adalah tertutupnya (buntu) bagian ujung esofagus. Pada
seperempat sampai sepertiga kasus lainnya esofagus bagian bawah berhubungan
dengan trakhea setinggi karina (atresia esofagus dengan fistula).
Penyakit ini harus cepat di diagnosis sesudah lahir, karena keterlambatan
berarti bahaya pneumonia aspirasi menjadi lebih besar dan biasanya fatal. Sukses
pengobatan bedah bergantung langsung dari umur waktu tindakan. Bayi dengan
atresia esofagus sering kali mempunyai kelainan bawaan lain, misalnya: kelainan
jantung bawaan, atresia traktus digestive lain (atresia duodenum dan/atau atresia
ani), defek vertebra, dan lain-lain.
Rujukan
yang
paling
sering
digunakan
untuk
klasifikasi
fistula
trakeoesophagus dibedakan menjadi tipe I, tipe II , tipe IIIA, IIIB, dan IIIC. Tipe
I atresia esophagus murni dengan tidak ada hubungan sama sekali dengan trachea
terjadi sebanyak 8% dari kasus, Tipe II dikenal dengan tipe H terjadi 4% kasus.
Tipe IIIA yaitu atresia esophagus dan fistula yang berhubungan dengan
proksimal esophagus dengan trachea, terjadi hanya 1%, tipe IIIB adalah atresia
esophagus dan fistula distal esophagus ke trachea terjadi 75-80%, merupakan tipe
yang paling sering terjadi. Tipe IIIC yaitu terjadi 2 fistula yang terjadi pada
proksimal dan distal esophagus pada trachea, terjadi 2% kasus.
36
2.2 Epidemiologi
Atresia esofagus dijumpai pada 1 diantara 3000-4500 kelahiran hidup, lebih
kurang 1/3 bayi dengan kelainan ini lahir prematur. Pada atresia esofagus dan
fistula trakeoesofagus, lebih dari 75% kasus merupakan fistula antara trakea
dengan esofagus bagian distal yang disertai dengan atresia, kira-kira 12% berupa
atresia esofagus atau fistula trakeoesofagus secara tersendiri, dan sisanya dalam
bentuk kombinasi yang sangat jarang.
2.3 Etiologi
Atresia esofagus merupakan kelainan bawaan yang etiologinya sampai saat
ini belum diketahui dengan jelas. Secara embriologis kelainan ini terjadi antara
minggu ketiga dan minggu keenam kehamilan. Secara embriologis anomali ini
terjadi akibat:
1) diferensiasi usus depan yang tidak sempurna dalam memisahkan diri untuk
masing-masing menjadi esofagus dan trakea;
2) perkembangan sel entodermal yang tidak lengkap sehingga menyebabkan
terjadinya atresia; dan
3) perlekatan dinding lateral usus depan yang tidak sempurna sehingga terjadi
fistula trakeoesofagus.
Faktor genetik tidak berperan dalam patogenesis kelainan ini.
47
2.5 Patofisiologi
Pada kasus atresia esofagus, janin tidak dapat menelan cairan amnion dengan
efektif. Pada janin dengan atresia esofagus dan TEF distal, cairan amnion akan
mengalir menuju trakea ke fistula kemudian menuju usus. Hal ini dapat
mengakibatkan polihidramnion. Polihidramnion sendiri dapat menyebabkan
kelahiran prematur. Janin seharusnya dapat memanfaatkan cairan amnion
sehingga janin dengan atresia esofagus lebih kecil daripada usia gestasinya.
Neonatus dengan atresia esofagus tidak dapat menelan dan menghasilkan
banyak air liur. Pneumonia aspirasi dapat terjadi bila terjadi aspirasi susu, atau air
liur. Apabila terdapat TEF distal, paru-paru dapat terpapar asam lambung. Udara
dari trakea juga dapat mengalir ke bawah fistula ketika bayi menangis, atau
menerima ventilasi. Hal ini dapat menyebabkan perforasi gaster akut yang
seringkali mematikan. Penelitian mengenai manipulasi manometrik esofagus
menunjukkan esofagus distal seringkali dismotil dengan peristaltik yang jelek atau
tanpa peristaltik. Hal ini akan menimbulkan berbagai derajat disfagia setelah
manipulasi yang berkelanjutan menuju refluks esofagus.
Trakea juga terpengaruh oleh gangguan embriogenesis pada astresia esofagus.
Membran trakea seringkali melebar dengan bentuk D, bukan C seperti biasa.
Perubahan ini menyebabkan kelemahan sekunder ada struktur anteroposterior
trakea atau trakeomalacia. Kelemahan ini akan menyebabkan gejala batuk kering
dan dapat terjadi kolaps parsial pada eksirasi penuh. Sekret sulit untuk dibersihkan
dan dapat menjurus ke pneumonia berulang. Trakea juga dapat kolaps secara
parsial
ketika
makan,
setelah
manipulasi,
atau
ketika
terjadi
refluks
8
5
f. Inanition
g. Striktur esofagus (komplikasi pasca bedah)
h. Anomali kongenital tambahan (jantung, ginjal, dan/atau gastrointenstinal)
Prognosis
Prognosis sangat dipengaruhi oleh diagnosisi dini, ada/tidak adanya kelainan
paru prematuritas, dan kelainan bawaan penyerta. Beberapa peneliti mendapatkan
bahwa pada bayi cukup bulan angka kematuan pra dan pascabedah 0%, sedangkan
pada bayi dengan resiko tinggi angka kematian prabedah 27% dan pascabedah
13%.
Prognosis dari kelainan ini dapat diperkirakan menurut penilaian Waterston,
berdasarkan pada berat badan lahir, derajat pneumonia aspirasi secara radiologis
dan ada tidaknya kelainan bawaan lain.
a. Waterston A: prognosis baik, bila
1) Berat lahir >2500 gr
2) Aspirasi minum
b. Waterston B: prognosis sedang, bila
1) Berat badan lahir >2500 gr dengan pneumonia sedang, atau
2) Berat badan lahir antara 1800-2500 gr dengan penumonia ringan
c. Waterston C: prognosis buruk, bila
1) Berat badan lahir <1800 gr
2) Adanya pneumonia berat, atau
3) Adanya kelainan bawaan lain.
2.7 Pengobatan
Atresia esofagus merupakan kedaruratan bedah sehingga pengobatannya ialah
melalui operasi. Sebelum operasi bayi harus ditidurkan telungkup untuk
mencegah isi lambung masuk ke paru. Untuk mencegah aspirasi, kantong buntu
esofagus harus tetap dipertahankan kosong dengan pengisapan yang teratur.
Pemantauan rutin terhadap suhu, respirasi, status cairan tubuh, dan seteksi
anomali kongenital lain perlu mendapat perhatian khusus. Pemberian antibiotik
pada kasus dengan risiko infeksi.
69
b. Pembedahan
1) Pembedahan paliatif dengan ligasi fistula dan pemasangan selang
gastrotomi, atau
2) Bedah perbaikan dengan ligasi fistula, anastomosis esofagus, dan
pemasangan gastrotomi; tipe pembedahan yang dilakukan ditentukan oleh
710
c. Pasca bedah
1) Evaluasi status pernapasan
2) Selang gastrotomi disambungkan pada drainase gravitasi atau drainase
rendah, penghisapan intermiten.
3) Kontinuasi kantung drainase
4) Kontinuasi
cairan
parenteral
pemeliharaan;
hiperalimentasi
dapat
dipesankan
5) Penggantian drainase gastrostomi dengan cairan parenteral
6) Pemantauan dan penggantian cairan dan elektrolit
7) Kontinuasi lingkungan yang hangat, lembab, dan teroksigenasi
2.8 Pencegahan
a. Pemeriksaan antenatal atau pemeriksaan menggunakan ultrasonografi (USG)
saat kehamilan yang rutin sangat diperlukan. Umumnya, PJB dapat terdeteksi
pada saat USG dilakukan pada paruh kedua kehamilan atau pada kehamilan
lebih dari 20 minggu. Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan jantung
pada janin, maka penting untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan fetal
ekokardiografi. Dengan pemeriksaan ini, gambaran jantung dapat dilihat
dengan lebih teliti.
b. Kenali faktor risiko pada ibu hamil yaitu penyakit gula maka kadar gula darah
harus dikontrol dalam batas normal selama masa kehamilan, usia ibu di atas
40 tahun, ada riwayat penyakit dalam keluarga seperti diabetes, kelainan
genetik down sindrom , penyakit jantung dalam keluarga. Perlu waspada ibu
hamil dengan faktor resiko meskipun kecil kemungkinannya.
c. Pencegahan dapat dilakukan pula dengan menghindarkan ibu dari risiko
terkena infeksi virus TORCH (Toksoplasma, Rubela, Sitomegalovirus dan
Herpes). Skrining TORCH adalah hal yang rutin dilakukan pada ibu-ibu hamil
di negara maju, namun di Indonesia skrining ini jarang dilakukan oleh karena
811
9
12
BAB 3. PATHWAYS
Kongenital/idiopatik
Kurang informasi
tentang kondisi dan
pengobatan
Kurang Pengetahuan
Esophagus Buntu
Batuk, Hipersekresi
saliva
Nausea,
Vomitting,
Intake
tidak
adekuat
Regurgitasi
semua makanan
Ketidakmampuan
meningkatkan suhu
melalui menggigil
dan atau penggunaan
alat penghangat
eksternal
Risiko hipotermia
Risiko aspirasi
Risiko defisit
volume cairan
kurang dari
kebutuuhan tubuh
Gangguan Bersihan
jalan napas tidak
efektif
Gangguan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
13
10
4.1 Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama: An. X
Umur: ... bulan
Jenis Kelamin: perempuan/laki-laki
Alamat:
b. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Batuk, dan tersedak pada pemberian makan
Menelan normal pada pemberian makan diikuti dengan batuk tiba-tiba dan
regurgitasi makan melalui hidung dan mulut
d. Riwayat Imunisasi
Imunisasi dasar lengkap atau tidak.
f. Genogram
Tidak adanya keluarga yang menderita atresia esofagus karena bukan
merupakan penyakit genetik.
g. Pemeriksaan Fisik
1) Sianosis
2) Distensi abdomen
3) Salivasi berlebihan
14
11
h. Pemeriksaan Diagnostik
1) Ketidakmampuan untuk memasukkan selang nasogastrik ke dalam lambung
2) Rontgen esofagus menunjukkan adanya kantong udara dan adanya udara di
lambung serta usus.
4.2 Diagnosa
Berikut ini diagnosa yang dapat ditegakkan pada klien dengan atresia
esofagus:
1) Gangguan bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan sekresi
kantung esofagus, regurgitasi semua makanan dan risiko aspirasi.
2) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
3) Kurang pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya informasi tentang
kondisi dan pengobatannya.
4) Risiko defisit volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan ketidakmampuan untuk mentoleransi makanan per oral, mual, muntah.
5) Resiko hipotermia berhubungan dengan usia, ketidakmampuan meningkatkan
suhu melalui menggigil dan atau penggunaan alat penghangat eksternal.
4.3 Perencanaan
No. Dx
1
Intervensi
a. Pertahankan status puasa
b. Pertahankan
bayi
dalam
kantung
kateter
15
12
(klien
tidak
merasa
dalam
dengan
abnormal)
mengelus,
(menangis
memegang
menyebabkan
regurgitasi)
f. Balikkan setiap 2 jam
g. Berikan antibiotik bila diperlukan
h. Siapkan untuk pemasangan selang
gastronomi
untuk
dekompresi
lambung
i. Pasca
gastronomi:
selang
pada
pertahankan
gastronomi
drainase
drainase
tersambung
gravitasi
rendah,
atau
penghisap
status
nutria
yang
adekuat
b. Pertahankan nutrisi parental
Kriteria hasil:
a. Mempertahankan
a. Tingkatkan
urine
output
nutrisi
yang
adekuat;
16
13
pengobatan
Kriteria hasil:
pemahaman
tentang
penyakit,
dan
keluarga
melaksanakan
mampu
prosedur
yang
pembedahan
pada orangtau
b. Pasien
prosedur
dan
mampu
perawat
keluarga
atau
tim
orangtua
orangtua
pada
anak
mereka
f. Kaji kemampuan koping orangtua
dan berikan sumber bila perlu
kesehatan lainnya
4
Kriteria hasil:
dan
makanan
gastronomi
dengan
cairan
elastisitas
elektrolit
kulit
baik,
Kriteria hasil:
a. Keseimbangan
antara
produksi
parsial,
khususnya
penggunaan
kehangatan
melalui
17
14
yang
diterima,
kepala
bila mungkin
d. Pantau suhu tiap 4 jam dan prn dan
proses
menular,
4.4 Pelaksanaan
No. Dx
1
Implementasi
a. Mempertahankan status puasa
b. Mempertahankan bayi dalam lingkungan yang hangat, lembab dan
teroksigenasi
c. Mempertahankan kantung kateter tersambung pada penghisap
rendah dan kontinu sesuai pesanan
d. Memantau status pernafasan setiap jam dan tempatkan bayi pada
posisi kepala ditinggikan sedikitnya 30 derajat
e. Mempertahankan bayi tenang dan diam dengan mengelus,
memegang dengan perlahan dan menggunakan dot (menangis
menyebabkan regurgitasi)
f. Membalikkan setiap 2 jam
g. Memberikan antibiotik bila diperlukan
h. Menyiapkan
untuk
pemasangan
selang
gastronomi
untuk
dekompresi lambung
i. Pasca gastronomi: mempertahankan selang gastronomi tersambung
pada drainase gravitasi atau drainase rendah, penghisap intermiten
18
15
sesuai pesanan.
2
19
16
4.5 Evaluasi
No.
Diagnosa Keperawatan
Evaluasi
risiko aspirasi.
Keluarga
mengetahui
peningkatan
dan
status
nutrisi
berhubungan dengan
kondisi
pengobatannya.
penyakit
pasien
dan
berhubungan
ketidakmampuan
suhu
melalui
20
17
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Atresia esofagus merupakan keadaan dimana tertutupnya (buntu) bagian
ujung esofagus. Pada seperempat sampai sepertiga esofagus bagian bawah yang
berhubungan dengan trakhea setinggi karina (atresia esofagus dengan fistula) dan
merupakan kelainan bawaan pada saat kehamilan. Penyakit ini sampai saat ini
belum dapat diketahui secara pasti penyebab atau etiologinya. Sehingga untuk
meminimalkan angka kejadian atresia esofagus sebaiknya dilakukan pencegahan
antara lain sebagai berikut: Melakukan pemeriksaan rutin selama kehamilan,
menjaga pola hidup sehat oleh Ibu, dan lingkungan sekitar untuk menghindari
paparan (sinar X, asap rokok, polusi kendaraan dan infeksi virus TORCH serta
penyakit kelainan bawaan).
5.2 Saran
a. Bagi perawat
Perawat seharusnya mengetahui mengenai penatalaksanaan atresia esofagus.
Selain itu, perawat juga dapat melakukan promosi kesehatan sebagai salah satu
tindakan pencegahan. Hal ini yang tidak kalah penting bagi perawat adalah
mampu melakukan asuhan keperawatan pada penderita atresia esofagus. Oleh
perawat disarankan untuk selalu mengikuti informasi terbaru mengenai
penatalaksanaan hingga asuhan keperawatan pada klien dengan atresia esofagus.
b. Bagi masyarakat
Masyarakat diharapkan dapat ikut berpartisipasi aktif dalam pencegahan
penyakit atresia esofagus dengan mengikuti kegiatan promosi kesehatan. Selain
itu, masyarakat juga dianjurkan melakukan pemeriksaan rutin bagi ibu hamil atau
melakukan konsultasi selama kehamilan pada tenaga ahli kesehatan.
18
21
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Markum, A. H. 1996. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Cetakan ulang.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Nurarif, Amin Huda., & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 3.
Cetakan 1. Yogyakarta: Mediaction
Tucker, Susan Martin. et al. 1999. Standar Perawatan Pasien: Proses
Keperawatan, Diagnosis, dan Evaluasi. Volume 4. Edisi V. Jakarta: EGC.
Internet
Lubis, Fadli Armi dan Hasanul Arifin. 2013. Penatalaksanaan Anestesi pada
Koreksi Atresia Esophagus dan Atresia Esofagus. Jurnal Anestesiologi
Indonesia. Diambil dari:
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/janesti/article/view/6312
22
19