You are on page 1of 12

Ada dua sistem klasifikasi yang biasa digunakan untuk dewasa dan remaja dengan

infeksi HIV yaitu menurut WHO dan CDC (Centre for Diseases Control and Prevention)
CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS pada remaja (>13 tahun dan dewasa) berdasarkan dua
sistem, yaitu dengan melihat jumlah supresi kekebalan tubuh yang dialami pasien serta
stadium klinis. Jumlah supresi kekebalan tubuh ditunjukkan oleh limfosit CD4+. Sistem ini
terdiri dari tiga kategori yaitu :
a. Klasifikasi menurut CDC
a.1. Kategori Klinis A : CD4+ > 500 sel/ml
Meliputi infeksi HIV tanpa gejala (asimptomatik), Limfadenopati generalisata
yang menetap, infeksi HIV akut primer dengan penyakit penyerta atau adanya riwayat
infeksi HIV akut.
a.2. Kategori Klinis B : CD4+ 200-499 sel/ml
Terdiri atas kondisi dengan gejala (simptomatik) pada remaja atau orang
dewasa yang terinfeksi HIV yang tidak termasuk dalam kategori C dan memenuhi
paling sedikit satu dari kriteria berikut yaitu keadaan yang dihubungkan dengan
infeksi HIV atau adanya kerusakan kekebalan dengan perantara sel (cell mediated
immunity), atau kondisi yang dianggap oleh dokter telah memerlukan penanganan
klinis atau membutuhkan penatalaksanaan akibat komplikasi infeksi HIV.
Termasuk kedalam kategori ini yaitu Angiomatosis basilari, Kandidiasis
orofaringeal, Kandidiasis vulvovaginal, Dysplasia leher rahim, Herpes zoster,
Neuropati perifer, penyakit radang panggul.
a.3. Kategori Klinis C : CD4+ < 200 sel/ml
Meliputi gejala yang ditemukan pada pasien AIDS dan pada tahap ini orang
yang terinfeksi HIV menunjukkan perkembangan infeksi dan keganasan yang
mengancam kehidupannya, meliputi : Sarkoma Kaposi, Kandidiasis
bronki/trakea/paru, Kandidiasis esophagus, Kanker leher rahim invasif,
Coccidiodomycosis, Herpes simpleks, Cryptosporidiosis, Retinitis virus sitomegalo,
Ensefalopati yang berhubungan dengan HIV, Bronkitis/Esofagitis atau Pneumonia,
Limfoma Burkitt, Limfoma imunoblastik dan Limfoma primer di otak, Pneumonia
Pneumocystis carinii.
CDC.Revised Classification System for HIV Infection and Expanded Surveillance Case
Definition for AIDS Among Adolescents and Adults.1993
b. Klasifikasi menurut WHO
Pada beberapa negara, pemeriksaan limfosit CD4+ tidak tersedia, dalam hal
ini seseorang dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis, yaitu berdasarkan tanda dan
gejala mayor dan minor. Dua gejala mayor ditambah dua gejala minor didefinisikan
sebagai infeksi HIV simptomatik.
Gejala mayor terdiri dari : penurunan berat badan > 10%, demam yang
panjang atau lebih dari 1 bulan, Diare kronis, Tuberkulosis. Gejala minor terdiri dari:
Kandidiasis orofaringeal, batuk menetap lebih dari 1 bulan, kelemahan tubuh,

berkeringat malam, hilang nafsu makan, infeksi kulit generalisata, Limfadenopati


generalisata, Herpes zoster, infeksi Herpes simplex kronis, Pneumonia, Sarcoma
Kaposi.
WHO mengklasifikasikan HIV/AIDS pada orang dewasa menjadi 4 stadium
klinis, yaitu :
b.1. Stadium I
Bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan dijumpai adanya Limfadenopati
generalisata.
b.2. Stadium II
Simptomatik, aktivitas normal, berat badan menurun <10%, terdapat kelainan
kulit dan mukosa yang ringan seperti Dermatitis seroboik, Prorigo, Onikomikosis,
Ulkus yang berulang dan Kheilitis angularis, Herpes zoster dalam 5 tahun terakhir,
adanya infeksi saluran nafas bagian atas seperti Sinusitis bakterialis.
b.3. Stadium III
Pada umumnya kondisi tubuh lemah, aktivitas di tempat tidur < 50%, berat
badan menurun >10%, terjadi diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan,
demam berkepanjangan lebih dari 1 bulan, terdapat Kandidiasis orofaringeal, TB paru
dalam 1 tahun terakhir, infeksi bakterial yang berat seperti Pneumonia dan
Piomiositis.
b.4. Stadium IV
Pada umumnya kondisi tubuh sangat lemah, aktivitas ditempat tidur >50%,
terjadi HIV wasting syndrome, semakin bertambahnya infeksi opurtunistik seperti
Pneumonia Pneumocystis carinii, Toksoplasmosis otak, Diare Kriptosporidiosis lebih
dari 1 bulan, Kriptosporidiosis ekstrapulmonal, Retinitis virus sitomegalo, Herpes
simpleks mukomutan >1 bulan, Leukoensefalopati multifocal progresif, Mikosis
diseminata seperti histopasmosis, Kandidiasis di esophagus, trakea, bronkus, dan
paru, Tuberkulosis di luar paru, Limfoma, Sarkoma Kaposi, serta Ensefalopati HIV.
WHO. Interim WHO Clinical staging of hiv/Aids And Hiv/aids case definitions for
Surveillance.2005
Diagnosis
1. Anamnesis dan Pemeriksaan fisik

2. Pemeriksaan Laboratorium
Prosedur pemeriksaan laboratorium untuk HIV sesuai dengan panduan
nasional yang berlaku pada saat ini, yaitu dengan menggunakan strategi 3 dan selalu
didahului dengan konseling pra tes atau informasi singkat. Ketiga tes tersebut dapat
menggunakan reagen tes cepat atau dengan ELISA. Untuk pemeriksaan pertama (A1)
harus digunakan tes dengan sensitifitas yang tinggi (>99%), sedang untuk
pemeriksaan selanjutnya (A2 dan A3) menggunakan tes dengan spesifisitas tinggi
(>99%). Antibodi biasanya baru dapat terdeteksi dalam waktu 2 minggu hingga 3
bulan setelah terinfeksi HIV yang disebut masa jendela. Bila tes HIV yang dilakukan
dalam masa jendela menunjukkan hasil negatif, maka perlu dilakukan tes ulang,
terutama bila masih terdapat perilaku yang berisiko.

Interpretasi dan tindak lanjut hasil tes A1


Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada
orang Dewasa dan Remaja,-- Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2012
Epidemiologi
Secara kumulatif HIV & AIDS 1 April 1987 s.d. 30 September 2014, adalah:
Jumlah HIV
150,296
Jumlah AIDS
55,799
kematian:

9,796

Ditjen PP & PL Kemenkes RI. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia Jenis Kelamin/Sex
Dilapor s/d September 2014
Tatalaksana

Bagan alur layanan HIV


Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada
orang Dewasa dan Remaja,-- Jakarta: Kementerian Kesehatan RI 2012
Kandidiasis Oral
1. Pengertian
Kandidiasis oral merupakan infeksi oportunistik pada rongga mulut yang disebabkan
oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur Kandida terutama Kandida albikan.
2. Etiologi dan Faktor Predisposisi
Kandidiasis oral merupakan suatu infeksi jamur yang umumnya disebabkan oleh jamur
Kandida albikan. Faktor predisposisi terjadinya kandidiasis oral terdiri atas faktor lokal
dan sistemik.
Beberapa faktor lokal tersebut seperti penggunaan gigi tiruan, xerostomia, dan kebiasaan
merokok. Penggunaan gigi tiruan dapat memberikan lingkungan yang kondusif bagi
pertumbuhan jamur Kandida yaitu lingkungan dengan pH yang rendah, sedikit oksigen, dan
keadaan anaerob. Faktor lokal seperti xerostomia juga dapat menimbulkan kandidiasis oral.
Xerostomia merupakan suatu kondisi dimana mulut terasa kering. Hal ini dapat disebabkan
oleh berkurangnya produksi saliva, penggunaan obat-obatan (obat antihipertensi), terapi

radiasi dan kemoterapi.Adanya kebiasaan merokok dapat menyebabkan iritasi kronis dan
panas yang mengakibatkan perubahan vaskularisasi dan sekresi kelenjar liur. Seperti yang
diketahui, di dalam saliva terdapat komponen anti Kandida seperti lisozim, histatin,
laktoferin, dan calprotectin, sehingga apabila produksi saliva berkurang seperti pada keadaan
xerostomia dan perokok, maka Kandida dapat mudah berkembang.
Selain faktor lokal, beberapa faktor sistemik seperti penyakit defisiensi imun (HIV/AIDS),
kemoterapi, radioterapi, dan penggunaan obat antibiotik dan steroid juga dapat menyebabkan
timbulnya kandidiasis oral.Pada penderita HIV/AIDS terjadi defisiensi imun yang
mengakibatkan infeksi oportunistik seperti kandidiasis oral mudah terjadi.3 Di samping itu,
terapi radiasi daerah kepala dan leher mengakibatkan kerusakan dan gangguan fungsi
kelenjar saliva mayor dan minor sehingga memudahkan terjadinya xerostomia. Prevalensi
xerostomia setelah terapi radiasi dijumpai melebihi 90%. Pengobatan kemoterapi juga dapat
berdampak pada berkurangnya aliran saliva. Keadaan xerostomia yang dapat timbul akibat
radioterapi dan kemoterapi bisa memudahkan perkembangan jamur Kandida. Penggunaan
obat antibiotik dan steroid juga dihubungkan dengan terjadinya kandidiasis oral.
Adapun mekanisme infeksi Kandida Albikan pada sel inang sangat kompleks.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada patogenesis dan proses infeksi adalah adhesi,
perubahan dari bentuk ragi ke bentuk hifa (morfogenesis) dan produksi enzim hidrolitik
ekstraseluler. Adhesi merupakan proses melekatnya sel Kandida albikan ke sel inang.
Perubahan bentuk dari ragi ke hifa berhubungan dengan patogenitas dan proses
penyerangan Kandida terhadap sel inang yang diikuti pembentukan lapisan biofilm
sebagai salah satu cara spesies Kandida untuk mempertahankan diri dari obat antifungi.
Ada keyakinan bahwa bentuk hifa adalah invasif dan patogen, sedangkan bentuk ragi
tidak bersifat patogen. Produksi enzim hidrolitik ekstraseluler seperti aspartyl proteinase
juga sering dihubungkan dengan patogenitas Kandida albikan.
3. Klasifikasi dan Gambaran Klinis
Secara umum, kandidiasis oral dapat diklasifikasikan atas tiga kelompok, yaitu:
1. Akut , dibedakan menjadi dua macam, yaitu :
a. Kandidiasis Pseudomembranosus Akut
Kandidiasis ini biasanya disebut juga sebagai thrush. Secara klinis,
pseudomembranosus kandidiasis terlihat sebagai plak mukosa yang putih atau kuning,
seperti cheesy material yang dapat dihilangkan dan meninggalkan permukaan yang
berwarna merah.Kandidiasis ini terdiri atas sel epitel deskuamasi, fibrin, dan hifa
jamur dan umumnya dijumpai pada mukosa labial, mukosa bukal, palatum keras,
palatum lunak, lidah, jaringan periodontal dan orofaring. Thrush dijumpai sebesar 5%
pada bayi bayu lahir dan 10% pada orang tua yang kondisi tubuhnya lemah.
Keberadaan kandidiasis pseudomembranosus ini sering dihubungkan dengan
penggunaan kortikosteroid, antibiotik, xerostomia, dan pada pasien dengan sistem
imun
rendah
seperti
HIV/AIDS.Diagnosa
banding
dari
kandidiasis
pseudomembranosus ini meliputi flek dari susu dan debris makanan yang tertinggal
menempel pada mukosa mulut, khususnya pada bayi yang masih menyusui atau pada
pasien lanjut usia dengan kondisi tubuh yang lemah akibat penyakit.
b. Kandidiasis Atrofik Akut
Tipe kandidiasis ini kadang dinamakan sebagai antibiotic sore tongue atau juga
kandidiasis eritematus dan biasanya dijumpai pada mukosa bukal, palatum, dan
bagian dorsal lidah dengan permukaan tampak sebagai bercak kemerahan.
Penggunaan antibiotik spektrum luas maupun kortikosteroid sering dikaitkan dengan

timbulnya kandidiasis atrofik akut. Pasien yang menderita kandidiasis ini mengeluh
adanya rasa sakit seperti terbakar.
2. Kronik, dibedakan atas tiga jenis, yaitu :
a. Kandidiasis Atrofik Kronik
Kandidiasis atrofik kronik disebut juga denture sore mouth atau denture
related stomatitis, dan merupakan bentuk kandidiasis paling umum yang ditemukan
pada 24-60% pemakai gigi tiruan.Gambaran klinis denture related stomatitis ini
berupa daerah eritema pada mukosa yang berkontak dengan permukaan gigi tiruan.
Gigi tiruan yang menutupi mukosa dari saliva menyebabkan daerah tersebut mudah
terinfeksi jamur.
Berdasarkan gambaran klinis yang terlihat pada mukosa yang terinflamasi di
bawah gigi tiruan rahang atas, denture stomatitis ini dapat diklasifikasikan atas tiga
yaitu :
Tipe I : tahap awal dengan adanya pin point hiperemi yang terlokalisir
Tipe II : tampak eritema difus pada mukosa yang berkontak dengan gigi
tiruan
Tipe III : tipe granular (inflammatory papillary hyperplasia) yang biasanya
tampak pada bagian tengah palatum keras.
b. Kandidiasis Hiperplastik Kronik
Kandidiasis ini sering disebut juga sebagai Kandida leukoplakia yang terlihat seperti
plak putih pada bagian komisura mukosa bukal atau tepi lateral lidah yang tidak bisa
hilang bila dihapus. Kondisi ini dapat berkembang menjadi displasia berat atau
keganasan. Kandida leukoplakia ini dihubungkan dengan kebiasaan merokok.
c. Median Rhomboid Glositis
Median Rhomboid Glositis merupakan bentuk lain dari atrofik kandidiasis yang
tampak sebagai daerah atrofik pada bagian tengah permukaan dorsal lidah, dan
cenderung dihubungkan dengan perokok dan penggunaan obat steroid yang dihirup.
3. Keilitis Angularis
Keilitis Angularis atau disebut juga angular stomatitis atau perleche merupakan
infeksi campuran bakteri dan jamur Kandida yang umumnya dijumpai pada sudut
mulut baik unilateral maupun bilateral. Sudut mulut yang terinfeksi tampak merah dan
sakit. Keilitis angularis dapat terjadi pada penderita anemia defisiensi besi, defisiensi
vitamin B12, dan pada gigi tiruan dengan vertikal dimensi oklusi yang tidak tepat.
4 Diagnosa
Diagnosa yang tepat diperoleh dari pemeriksaan yang teliti. Diagnosa
kandidiasis oral yang dapat dilakukan meliputi anamnesa, pemeriksaan klinis, dan
pemeriksaaan penunjang seperti pemeriksaan sitologi eksfoliatif, metode kultur swab,
uji saliva, dan biopsi.
Berdasarkan hasil anamnesa dapat diperoleh informasi mengenai keadaan
rongga mulut yang dialami pasien. Pasien yang menderita kandidiasis oral bisa
mempunyai keluhan terhadap keadaan rongga mulutnya, namun ada juga yang tidak
menyatakan adanya keluhan pada rongga mulutnya. Keluhan yang bisa terjadi pada
kandidiasis oral seperti adanya rasa tidak nyaman, rasa terbakar, rasa sakit, dan pedih

pada rongga mulut.4 Pemeriksaan klinis dilakukan dengan melihat gambaran klinis
lesi yang terdapat pada rongga mulut. Gambaran klinis kandidiasis oral yang terlihat
bisa berbeda-beda sesuai dengan tipe kandidiasis yang terjadi pada rongga mulut
pasien. Di samping itu, pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan sitologi
eksfoliatif, kultur swab, uji saliva, dan biopsi sangat diperlukan dalam mendukung
diagnosa kandidiasis oral.
(1) 1. Calderone RA, Clancy CJ, editors. Candida and candidiasis. 2nd ed. Washington, DC:
ASM Press; 2012.
Anoreksia pada HIV berkaitan dengan Wasting Syndrome
Adalah penururunan berat badan sebanyak 10% atau lebih dari normal berat badan, diare
kronik (lebih dari 30 hari), kelemahan dan demam yang kronik (30 hari atau lebih).
Yang dapat menyebabkan wasting syndrome adalah malabsorpsi dan malnutrisi. HIV
menyebab kerusakan pada lapisan saluran cerna yang mengganggu penyerapan.
Pengobatan wasting syndrome dapat menggunakan Appetite stimulans, Anabolic steroid,
Growth hormon dan Immune modulator.
Kotler DP, Grunfeld C. Pathophysiology and treatment of The AIDS wasting syndrome.
AIDS Clinical Review 1995-6;229-75
Infeksi Opurtunistik
Dalam tubuh, kita membawa banyak kuman bakteri, protozoa (binatang bersel satu), jamur
dan virus. Sistem kekebalan yang sehat mampu mengendalikan kuman ini. Tetapi bila sistem
kekebalan dilemahkan oleh penyakit HIV atau beberapa obat, kuman ini mungkin tidak
terkendali lagi dan menyebabkan masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil kesempatan
dari kelemahan dalam pertahanan kekebalan disebut oportunistik. Kata
infeksi oportunistik (IO).

Kandidiasis (thrush) adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, atau vagina.
Rentang CD4: dapat terjadi bahkan dengan CD4 yang agak tinggi.
Virus sitomegalia (CMV) adalah infeksi virus yang menyebabkan penyakit mata
yang dapat menimbulkan kebutaan.
Dua macam virus herpes simpleks dapat menyebabkan herpes pada mulut atau
kelamin. Ini adalah infeksi yang agak umum, tetapi jika kita terinfeksi HIV,
perjangkitannya dapat jauh lebih sering dan lebih berat. Penyakit ini dapat terjadi
pada jumlah CD4 berapa pun.
Malaria adalah umum di beberapa daerah di Indonesia. Penyakit ini lebih umum dan
lebih berat pada orang terinfeksi HIV.
Mycobacterium avium complex (MAC atau MAI) adalah infeksi bakteri yang
dapat menyebabkan demam kambuhan, rasa sakit yang umum, masalah pada
pencernaan, dan kehilangan berat badan yang parah. Rentang CD4: di bawah 75.
Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat menyebabkan
pneumonia (radang
paru) yang berbahaya. Rentang CD4: di bawah 200. Lihat LI 512. Sayangnya, IO ini
masih agak umum pada orang yang belum mengetahui dirinya terinfeksi HIV.
Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi otak oleh semacam protozoa. Rentang CD4: di
bawah 100.
Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang menyerang paru, dan dapat
menyebabkan meningitis (radangselaput otak). Rentang CD4: Setiap orang dengan
HIV yang dites positif terpajan TB sebaiknya diobati.

Yayasan Spiritia. INFEKSI OPORTUNISTIK. 2007


Bioetik
Prinsip prinsip rasional dalam penanganan dilema etik adalah prinsip
utama bioetik yaitu Beneficence, Non maleficence, Justice dan Autonomy serta
beberapa aturan turunannya yaitu Veracity, Fidelity, Privacy dan Confidentiality serta
Informed Consent. Keempat prinisip dan aturan aturan turunannya merupakan prima facie
yang mengikat. Keempatnya memiliki bobot yang sama tetapi dapat mengalahkan satu sama
lain tergantung konteks permasalahan dan kebijakan yang
dihadapi (Steinbock, 2007).
Dalam prakteknya kerangka kerja dari prinsip prinsip diatas dapat saling
bertentangan satu sama lain, contohnya antara pilihan untuk melakukan
penatalaksanaan yang harus dilakukan pada seorang pasien yang menentang
dilakukannya intervensi tersebut. Kasus seperti ini memunculkan konflik antara
kedua prinsip utama bioetik yaitu Beneficence dengan Autonomy. Pada
situasi seperti diatas, para ahli kerap melakukan pengambilan keputusan dengan
pendekatan yang menitikberatkan pada spesifikasi dan keseimbangan (Beauchamp
& Childress, 2005).
Pendekatan spesifikasi dalam mengatasi konflik antara dua prinsip yang
bertentangan adalah dengan cara menjabarkan secara jelas makna dan
cakupan suatu prinsip sehingga dapat diketahui batasan batasan maupun aturan
yang berlaku dalam menghadapi satu dilema etik yang terjadi. Di sisi lain,
pendekatan keseimbangan adalah dengan cara mempertimbangkan derajat dan bobot kedua
prinsip yang bertentangan tersebut sehingga salah satu dari kedua prinsip tersebut dapat
diutamakan dalam pengambilan keputusan (Beauchamp & Childress, 2005)
Isu etika yang ditemui dokter dalam penanganan HIV terutama dalam hal penggalian
informasi tentang perilaku seksual yang beresiko, penyampaian informasi kepada keluarga
tua pasien, serta menjaga kerahasiaan pasien.
Dilema bioetik yang terutama ditemui oleh dokter dalam penanganan kasus HIV pada
adalah adanya konflik dari aspek confidentiality, dengan aspek veracity dan non maleficence.
Dalam menangani dilema etik dalam kasus kasus sensitif seperti dilakukan pendekatan
dengan mempertimbangkan aspek autonomy dan confidentiality pasiennya.
Beauchamp, T. L., & Childress, J. F. (2005). Principles of Biomedical Ethics.
Singapore: Oxford University Press.
Steinbock, B. (2007). The Oxford Handbook of Bioethics. Oxford: Oxford
University Press.
Precaution
Inti dari cara kerja aman untuk mengurangi risiko penularan HIV dan infeksi melalui
darah lainnya di tempat kerja adalah kewaspadaan standar, higene perseorangan, dan program
pengendalian infeksi. Pengusaha harus memastikan bahwa sarana cuci tangan tersedia pada
tempat yang ditandai dengan jelas dalam tempat kerja. Sarana cuci tangan harus dilengkapi
dengan pasokan air yang cukup, sabun dan handuk sekali pakai. Dimana tidak mungkin
menggunakan air mengalir, cara alternatif untuk cuci tangan harus disediakan, seperti alkohol
70% untuk pengoles tangan. Pekerja harus mencuci tangan mereka pada awal dan akhir setiap
shift, sebelum dan sesudah merawat pasien, sebelum dan sesudah makan, minum, merokok
dan pergi ke kamar kecil, dan sebelum dan sesudah keluar dari daerah kerja mereka. Pekerja
harus mencuci dan mengeringkan tangan mereka
setelah kontak dengan darah atau cairan tubuh dan segera mengecek apakah ada sayatan atau
lecet pada bagian tubuh yang terpajan, dan gunakan perban kedap air untuk menutup setiap

temuan. Pekerja harus didorong untuk melaporkan setiap reaksi yang mereka dapat terhadap
cuci tangan yang sering dan bahan-bahan yang digunakan, untuk tindakan yang
tepat oleh pengusaha.
Penanganan benda-benda tajam dan peralatan injeksi sekali pakai yang aman.
Pengusaha harus membuat prosedur untuk menangani dan membuang benda-benda tajam,
termasuk alat-alat suntik, dan memastikan bahwa pelatihan, pemantauan dan evaluasi
penerapannya dilaksanakan dengan baik. Prosedur tersebut harus mencakup:
(a) penempatan wadah tahan tusukan yang diberi tanda dengan jelas untuk membuang bendabenda tajam ditempatkan sedekat mungkin ke daerah dimana benda-benda
tajam tersebut digunakan atau ditemukan;
(b) penempatan ulang yang teratur dari wadah benda-benda tajam sebelum mereka mencapai
garis isi dari manufaktur atau bila mereka sudah setengan penuh; wadah harus ditutup
sebelum dibuang;
(c) pembuangan dari benda tajam yang tidak bisa dipakai ulang dalam wadah yang
ditempatkan dengan aman, yang memenuhi peraturan nasional yang relevan dan pedoman
tehnis
(d) hindari penutupan ulang dan manipulasi jarum dengan tangan lainnya, dan, bila
penutupan jarum diperlukan, gunakan tehnik sekop dengan satu tangan;
(e) tanggung jawab untuk pembuangan yang benar oleh orang yang menggunakan bendabenda tajam;
(f) tanggung jawab untuk pembuangan yang tepat dan melaporkan setiap kejadian oleh setiap
orang yang menemukan benda tajam.
Pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi peralatan
Tergantung pada penggunaan, ada tiga tingkat pembersihan, disinfeksi dan sterilisasi
peralatan:
(a) bila peralatan hanya digunakan untuk kontak dengan kulit yang utuh, hanya diperlukan
pembersihan;
(b) bila peralatan harus kontak dengan lapisan mukosa atau terkontaminasi dengan darah, dia
memerlukan pembersihan dan disinfeksi tingkat tinggi;
(c) bila peralatan kontak dengan jaringan normal yang tidak terinfeksi, dia memerlukan
pembersihan dan sterilisasi. Pembersihan harus selalu mendahului disinfeksi dan
sterilisasi. Pembersihan harus dilakukan dengan deterjen dan air yang cukup, dan:
(i) sarung tangan harus dipakai selama pembersihan;
(ii) alat-alat harus dicuci dan digosok untuk mengangkat semua kontaminasi yang tampak,
bila mungkin dengan cara-cara mekanik seperti mesin cuci piring; harus hatihati selama
pembersihan untuk menghindari percikan;
(iii) pelindung mata harus dipakai bila percikan mungkin terjadi. Penggunaan yang tidak
benar dari beberapa desinfektan potensial berbahaya, dan instruksi pada label dan dalam
lembar data keselamatan bahan harus diikuti.
Pembersihan tumpahan darah
Tumpahan darah harus dinilai dan ditangani segera. Waktu membersihkan ceceran darah:
(a) sarung tangan yang sesuai harus dipakai;
(b) bahan penyerap seperti lap kertas, kain atau serbuk gergaji, harus digunakan untuk
menyerap darah atau cairan tubuh;
(c) semua bahan harus disimpan dalam kantong sampah yang anti bocor setelah digunakan;
(d) daerah tersebut kemudian harus dibersihkan dan disinfeksi menggunakan bahan disinfeksi
yang sesuai;
(e) tumpahan besar dapat disiram dengan air oleh pekerja yang menggunakan pakaian
pelindung;

(f) pekerja harus didorong untuk melaporkan semua kejadian pajanan.


Penanganan dan pembuangan tubuh/jasad
Bila ada risiko kontak dengan darah dan cairan tubuh dalam menangani tubuh/jasad untuk
tujuan apapun, kewaspadaan standar harus digunakan. Sarung tangan harus digunakan
bersama pakaian pelindung lainnya bila perlu. Tempat pipa aliran dan luka terbuka harus
ditutup dengan penutup kedap air. Semua tubuh yang akan dipindahkan untuk penyimpanan
atau pemeriksaan post mortem atau kepada satu pembakaran harus diperiksa untuk
memastikan tidak ada benda tajam tertinggal didalamnya.
Binatu (Laundry)
Harus ada prosedur untuk mendistribusikan seprei/selimut bersih dan mengumpulkan,
menangani, menyimpan, mengangkut dan membersihkan seprei/selimut yang telah dipakai.
Semua seprei/selimut yang telah dipakai harus diperlakukan sebagai potensial infeksius, dan
ditempatkan
dalam kantong standar untuk seprei. Bila ada risiko kontaminasi akibat cairan tubuh, kantong
untuk seprei harus ditempatkan dalam kantong plastik yang tahan bocor. Kantong untuk
seprei/selimut harus diisi hanya tiga perempatnya dan harus diamankan sebelum diangkut,
sarung
tangan kulit atau bahan tahan tusukan lainnya harus dipakai karena benda-benda tajam
mungkin tertinggal dalam seprei/selimut. Wadah untk benda tajam harus tersedia untuk
membuang benda tajam yang ditemukan bila mensortir seprei/selimut yang telah dipakai bila
benda tajam ditemukan atau timbul pajanan, harus dilaporkan dan dicatat. Semua
seprei/selimut harus dicuci dengan deterjen. Bila tak ada akses pada pelayanan spesialis,
pakaian atau seprei/selimut yang terkontaminasi harus dicuci dengan deterjen menggunakan
air panas dengan mesin cuci rumah tangga, dan air panas dengan suhu paling kurang 80C,
atau cuci kering diikuti penyeterikaan. Mesin cuci dengan beban berlebihan harus dihindari.
Bila mencuci dengan tangan tidak bisa dihindari sarung tangan karet rumah tangga harus
dipakai.
Pengelolaan limbah
Limbah pelayanan kesehatan mempunyai potensi lebih besar menyebabkan infeksi dan
kesakitan daripada jenis limbah lainnya. Penanganan limbah pelayanan kesehatan yang buruk
dapat menimbulkan konsekwensi yang serius terhadap kesehatan masayarakat dan
lingkungan. Memperhatikan limbah yang mereka hasilkan, karena itu pengusaha pelayanan
kesehatan mempunyai tugas kepedulian kepada sterilisasi harus digunakan sesuai dengan
instruksi dan setelah memberikan pelatihan yang memadai.
DIREKTORAT PENGAWASAN KESEHATAN KERJA. Pedoman Bersama ILO/WHO
Tentang Pelayanan Kesehatan dan HIV/AIDS. 2005

You might also like