Professional Documents
Culture Documents
PEMBAHASAN
Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten berkepanjangan apabila lama fase
ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada multipara. Terdapat fase laten
berkepanjangan pada pasien ini sehingga pasien diberi induksi persalinan berupa agen
pematangan serviks menggunakan misoprostol. Induksi persalinan merupakan
tindakan baik mekanis maupun kimiawi terhadap ibu hamil untuk merangsang
timbulnya persalinan. Indikasi diberikan induksi pada pasien ini adalah karena tidak
42
SKOR
Pembukaan serviks
Pendataran serviks
Penurunan kepala diukur dari
0
0
0-30%
-3
1
1-2
40-50%
-2
2
3-4
60-70%
-1 0
Keras
Ke
Sedang
Searah
Lunak
Ke
arah
belakang
3
5-6
80%
12
lahir
Pada pasien ini skor yang didapatkan sebesar 5. Pembukaan serviks 1-2 cm (skor 1),
pendataran serviks 0-30% (skor 0), penurunak kepala -2 (skor 1), Konsistensi serviks
sedang (skor 1), dan posisi serviks ke arah depan (skor 2). Skor yang kurang dari 6
maka direkomendasikan diberikan agen pematangan serviks sebelum dilakukan
induksi persalinan. Agen pematangan serviks salah satunya adalah misoprostol.
Misoprostol adalah prostaglandin E1 sintetik. Obat ini digunakan untuk pematangan
serviks prainduksi dan induksi persalinan. Tablet misoprostol yang dimasukkan ke
dalam vagina setara dan mungkin lebih baik dibandingkan dengan golongan
prostaglandin E2. Dianjurkan dosis intravagina 25g. Hiperstimulasi uterus disertai
perubahan denyut jantung janin perlu diperhatikan pada pemakaian obat ini. Dosis
misoprostol intravagina yang lebih tinggi (50g atau lebih) menyebabkan
peningkatan bermakna takisistol uterus, pengeluaran dan aspirasi mekonium.
Penelitian Cochrane mernyimpulkan bahwa penggunaan misoprostol dapat
menurunkan insidensi seksio cesaria. Insidensi persalinan pervaginam lebih tinggi
42
Passanger,
dan
Passage.
Powers
bisa
diakibatkan
karena
tidak
42
dapat diduga. Dispnea simtomatik yang terjadi selama kehamilan, yang mengenai
60%-70% wanita hamil, bisa memberi kesan memperberat keadaan asma . Wanita
yang memulai kehamilan dengan asma yang berat, tampaknya akan mengalami asma
yang lebih berat selama masa kehamilannya dibandingkan dengan mereka yang
dengan asma yang lebih ringan. Eksaserbasi serangan asma tampaknya sering terjadi
pada trimester III atau pada saat persalinan, hal ini menimbulkan pendapat adanya
pengaruh perubahan faktor hormonal, yaitu penurunan progesteron dan peningkatan
prostaglandin, sebagai faktor yang memberikan pengaruh. Pada persalinan dengan
seksio sesarea resiko timbulnya eksaserbasi serangan asma mencapai 18 kali lipat
dibandingkan jika persalinan berlangsung pervaginam. Pada pasien ini eksaserbasi
terjadi pada saat trimester ke III sebelum proses persalinan.
Dalam menghadapi ibu hamil dengan serangan asma akut, harus secara cepat dinilai
beratnya serangan, jika berat perlu dipertimbangkan perawat diruang unit perawatan
intensif dengan tetap memonitor keadaan janin dalam kandungan.
Penanganan serangan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut5:
1. Pemberian oksigen yang telah dilembabkan, 2-4/menit, pertahankan pO2 70-80
mmHg. Janin sangat rentan terhadap keadaan hipoksia.
2. Hindari obat-obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin. Tenangkan penderita
Berikan cairan intravena, biasanya penderita mengalami kekurangan cairan,
cairan yang digunakan biasanya ringer laktat atau normal saline.
3. Berikan aminofilin dengan loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan
dosis 0,8-1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma sebesar
10-20 mikrogram/ml.
4. Jika diperlukan pertimbangan penggunaan terbulatin subkutan dengan dosis 0,25
mg
5. Berikan steroid : hidrokortison secara intravena 2 mm/kgBB loading dose, tiap 4
jam atau setelah loading dose dilanjutkan dengan infus 0,5 mg/kgBB/jam
6. Pertimbangan penggunaan antibiotika jika ada kecurigaan infeksi yang menyertai
42
7. Intubasi dan ventilasi bantuan, jarang dibutuhkan kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam kehidupan.
8. Serangan asma berat yang tidak memberikan respons setelah 30-60 menit dengan
terapi infeksi (obat agonis beta
&
42
1) Luka dapat menyebar ke kiri, kanan dan bawah, yang dapat menyebabkan
putusnya arteri uterina.
2) Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi.
Setelah operasi sectio cesaria pasien mendapatkan terapi cefotaxime 2x1 gram,
metronidazole 2x500 mg, dan etorolac 3x30 mg. Cefotaxime dan Metrondazole
merupakan obat antibiotik yang digunakan untuk mencegah infeksi pada pasien
setelah tindakan operasi. Ketorolac merupakan obat analgetik untuk mengurangi rasa
nyeri pada pasien. Pemberian obat secara injeksi dilakukan sampai hari kedua pasca
operasi. Pada hari ketiga pasien sudah mendapatkan terapi oral yaitu Metronidazol
2x500 mg, Ciprofloxacin 2x500 mg, dan Asam Mefenamat 3 x 500 mg.
42