Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara hukum sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 Ayat
(3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI
1945). Oleh karena itu sudah sepatutnya hukum menjadi yang pertama dalam
negeri ini, sehingga semua orang harus patuh dan tunduk pada hukum tanpa
terkecuali. Segala sektor dalam kehidupan bermasyarakat perlu terdapat perangkat
hukum yang mengatur. Salah satu sektor tersebut adalah pengaturan hukum di
bidang kesehatan. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu
unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan UUDNRI
1945.
Kesehatan bagi warga negara dapat terjamin jika pemerintah membuat
kebijakan dan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, serta dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif,
partisipatif, perlindungan, dan berkelanjutan, sebagaimana tertuang dalam
pertimbangan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU
Kesehatan). Prinsip perlindungan adalah hal terpenting dalam rangka pelayanan
kesehatan karena upaya penyembuhan penyakit atau pemulihan kesehatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan merupakan upaya yang berpotensi dapat
menimbulkan bahaya bagi pasien, apalagi jika dilakukan oleh tenaga kesehatan
khususnya dokter yang tidak kompeten di bidangnya. Dokter merupakan salah
satu pemberi pelayan kesehatan kepada masyarakat yang memiliki peranan
penting karena terkait langsung dengan pemberian pelayanan kesehatan dan mutu
pelayanan yang diberikan.
Perlindungan bagi masyarakat terhadap praktik kedokteran yang tidak
bermutu, terkesan praktik coba-coba atau yang dapat membahayakan telah diatur
dalam Pasal 77 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Praktik Kedokteran) yang berbunyi :
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan identitas berupa gelar
atau bentuk lain yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolaholah yang bersangkutan adalah dokter atau dokter gigi yang telah
memiliki surat tanda registrasi dokter atau surat tanda registrasi dokter
gigi dan/atau surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
atau denda paling banyak Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah).
Pada hakikatnya dokter memiliki kewajiban memberikan pelayan kesehatan
yang terbaik bagi pasien yang membutuhkan pelayanan untuk kesembuhan
penyakitnya. Dokter yang memiliki kemampuan atau keterampilan di bidang
pelayanan medik dan pasien yang kurang paham atas penyakit yang dideritanya
mempercayakan dirinya untuk diobati atau dilakukan tindakan medik oleh dokter.
Dewasa ini sering terjadi kealpaan atau kelalaian yang dilakukan oleh dokter
yang merupakan bentuk kesalahan dan bukan merupakan kesengajaan dan juga
bukan merupakan sesuatu yang terjadi karena kebetulan. Dalam hal kealpaan tidak
ada niat jahat dari pelaku. Kealpaan atau kelalaian dan kesalahan dalam melaksanakan tindakan medik berakibat menimbulkan rasa ketidakpuasan bagi pasien
dan keluarga pasien terhadap dokter yang menangani upaya tindakan medik sesuai
profesinya. Bagi pasien dan keluarga pasien hal tersebut merupakan suatu
kerugian.
Pengaturan mengenai sanksi pidana bagi dokter yang telah alpa atau lalai
dalam melakukan tindakan medik sesuai profesinya yaitu diatur dalam UndangUndang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU Tenaga
Kesehatan) Pasal 84 yang berbunyi
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang
mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.
(2) Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mengakibatkan kematian, setiap Tenaga Kesehatan dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.
Yang dimaksud tenaga kesehatan dalam undang-undang tersebut adalah
setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki
pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan.
Tenaga kesehatan salah satunya terdiri dari tenaga medik yang meliputi dokter
dan dokter gigi. Dokter adalah orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan dan memiliki pengetahuan/ keterampilan tertentu. Sehingga dokter atas
profesinya memiliki tanggung jawab dalam menyembuhkan pasien secara
professional. Di samping itu juga diatur mengenai pelaporan dokter ke organisasi
profesinya apabila terdapat indikasi tindakan dokter yang membawa kerugian dan
bukan sebagai dasar untuk menuntut ganti rugi atas tindakan dokter yaitu Pasal 66
ayat (1) UU Praktik Kedokteran yang berisi norma dari sudut hukum administrasi
praktik kedokteran, selengkapnya berbunyi :
setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas
tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik
kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada ketua Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia
Hukum kedokteran di Indonesia sampai saat ini belum dapat dirumuskan
secara mandiri sehingga batasan-batasan mengenai malpraktik belum bisa
Crisdiono M. Achadiat, Dinamika Etika dan Hukum Kedokteran dalam tantangan Zaman,
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta ,2004. Hal 21.
diri korban. Para terdakwa sebagai dokter yang melaksanakan operasi Cito Secsio
Sesaria terhadap diri korban tidak melakukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan jantung, foto rontgen dada dan pemeriksaan penunjang lainnya
sedangkan tekanan darah pada saat sebelum korban dianestesi, sedikit tinggi yaitu
menunjukkan angka 160/70 (seratus enam puluh per tujuh puluh).
Pada waktu kurang lebih pukul 20.10 WITA, hal tersebut telah disampaikan
oleh saksi dr. Hermanus J. Lalenoh, Sp. An. pada bagian Anestesi melalui
jawaban konsul kepada bagian kebidanan bahwa pada prinsipnya disetujui untuk
dilaksanakan pembedahan dengan anestesi resiko tinggi. Oleh karena itu mohon
dijelaskan kepada keluarga segala kemungkinan yang bisa terjadi, tetapi
pemeriksaan jantung terhadap korban dilaksanakan setelah pelaksanaan operasi
selesai dilakukan pemeriksaan jantung tersebut dilakukan setelah dr. DA
(Terdakwa I) melaporkan kepada saksi Najoan Nan Waraouw sebagai Konsultan
Jaga Bagian Kebidanan dan Penyakit Kandungan bahwa nadi korban 180 (seratus
delapan puluh) x permenit dan saat itu saksi Najoan Nan Waraouw menanyakan
kepada dr. DA (Terdakwa I) apakah telah dilakukan pemeriksaan jantung/ EKG
(Elektri Kardio Graf atau Rekam Jantung) terhadap diri korban. Selanjutnya
jawaban dr. DA (Terdakwa I) tentang hasil pemeriksaan adalah Ventrikel Tachy
Kardi (denyut jantung sangat cepat), akan tetapi saksi Najoan Nan Waraouw
mengatakan bahwa denyut nadi 180 (seratus delapan puluh) x permenit bukan
Ventrikel Tachy Kardi (denyut jantung sangat cepat) tetapi Fibrilasi (kelainan
irama jantung).
Berdasarkan hasil rekam medis No. 041969 (nol empat satu sembilan enam
sembilan) yang telah dibaca oleh saksi ahli dr. Erwin Gidion Kristanto, SH. Sp. F.
bahwa pada saat korban masuk RSU Prof. R. D. Kandou Manado, keadaan umum
korban adalah lemah dan status penyakit korban adalah berat.
dr. DA (Terdakwa I), dr. HS (Terdakwa II) dan dr. HSN (Terdakwa III)
sebagai dokter telah lalai dalam melaksanakan operasi Cito Secsio Sesaria
terhadap korban SM, sehingga terhadap diri korban terjadi emboli udara yang
masuk ke dalam bilik kanan jantung yang menghambat darah masuk ke paru-paru
sehingga terjadi kegagalan fungsi paru dan selanjutnya mengakibatkan kegagalan
fungsi jantung. Korban SM meninggal dunia berdasarkan Surat Keterangan dari
Rumah Sakit Umum Prof. Dr. R. D. Kandou Manado No. 61 / VER / IKF / FK / K
/ VI / 2010.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menggunakan dakwaan kombinasi yang terdiri
dari beberapa pasal yaitu Kesatu, Primair Pasal 359 KUHP Jis. Pasal 361 KUHP,
Pasal 55 ayat (1) ke- 1 KUHP, Subsidair Pasal 359 KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1)
ke- 1 KUHP. Kedua, Primair Pasal 76 UU Praktik Kedokteran Jo. Pasal 55 ayat
(1) ke-1 KUHP dan Ketiga, Primair Pasal 263 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1)
ke- 1 KUHP, Subsidair Pasal 263 ayat (2) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke- 1
KUHP. JPU menuntut para terdakwa masing-masing dengan pidana penjara 10
(sepuluh) bulan.
Majelis Hakim memutus kasus tersebut dengan menyatakan bahwa Para
Terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana dalam dakwaan Kesatu Primer dan subsidair, dakwaan kedua dan dakwaan
Negeri
Manado
yang
membebaskan
Para
Terdakwa
dan
Manado
Nomor
90/Pid.B/2011/PN.Mdo,
Putusan
Kasasi
Manado
Nomor
90/Pid.B/2011/PN.Mdo,
Putusan
Kasasi
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997.
Hal. 181.
3
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, PT Bina Aksara, Jakarta, 1985. Hal. 1
4
Erdianto Effendi, Hukum Pidana Indonesia (suatu pengantar), Refika Aditama, Bandung, 2011.
Hal. 97.
5
Ibid. Hal. 98
6
Didik Endro Purwoleksono, Hukum Pidana, Airlangga University Press, Surabaya, 2014. Hal. 43
10
satu
bentuk
kesalahan selain
kesengajaan
yaitu
kelalaian
rupa
membahayakan
keamanan
orang
atau
barang,
atau
Ibid. Hal. 74
11
Ibid.
12
Ngesti Lestari, Masalah Malpraktek Etik Dalam Praktek Dokter , Kumpulan Makalah Seminar
tentang Etika dan Hukum Kedokteran diselenggarakan oleh RSUD Dr. Saiful Anwar , Malang,
2001. Hal. 3
10
Danny Wiradharmairadharma, Penuntun Kuliah Kedokteran dan Hukum Kesehatan, Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1999. Hal.87-88.
13
dokter benar atau salah. Sedangkan JPU dan Hakim hanya dapat menilai dari
adanya keterangan saksi-saksi, keterangan ahli, bukti surat, petunjuk, dan
keterangan terdakwa. Selain itu juga penulis ingin mengetahui dan mengkaji
peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan yang dapat memberikan
perlindungan terhadap konsumen/pasien dari pelayanan kesehatan yang tidak
bermutu, terkesan praktik coba-coba, dan membahayakan.
Demikian juga dalam penerapannya, penulis ingin mengkaji lebih mendalam tentang bagaimana peraturan-peraturan yang ada di bidang kesehatan
diterapkan dalam kasus kelalaian yang dilakukan oleh dokter yang terjadi di
wilayah hukum Pengadilan Negeri Manado yang telah Inkracht Van Gewijsde
hingga memperoleh Putusan Peninjauan Kembali oleh Mahkamah Agung
Republik Indonesia. Serta bagaimana pertimbangan Majelis Hakim dalam
mengkualifikasikan unsur perbuatan malpraktik kedokteran sehingga terjadi
perbedaan pendapat dalam tingkat Pengadilan Negeri Manado hingga Mahkamah
Agung. Penulis ingin menganalisis kembali putusan-putusan Majelis Hakim
tersebut dengan menggunakan prinsip-prinsip hukum pidana.
1.6. Metode Penulisan
Metode penulisan merupakan faktor penting dalam penulisan atau
penyusunan karya tulis yang bersifat ilmiah agar pengkajian dan penganalisisan
terhadap objek studi dapat dilakukan dengan benar dan optimal. Penelitian
dibutuhkan suatu metode yang tepat, sehingga dapat memberikan hasil ilmiah.
Menentukan metode penulisan yang tepat, sangat dibutuhkan pemahaman oleh
penulisnya. Metode yang diterapkan bertujuan untuk memberikan hasil penelitian
14
yang bersifat ilmiah agar analisis yang dilakukan terhadap studi dapat
dipertanggungjawabkan. Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menentukan
aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna
menjawab isu hukum yang dihadapi. 11 Penelitian untuk penulisan ini
menggunakan tipe penelitian yuridis normatif (legal research). Tipe penelitian
Yuridis Normatif dilakukan dengan cara mengkaji berbagai aturan hukum yang
bersifat formil seperti undang-undang, peraturan-peraturan yang terkait dengan
permasalahan yang dibahas.
1.6.1. Pendekatan Masalah
Metode pendekatan masalah yang digunakan dalam penyusunan tesis ini
yaitu pendekatan perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual
(conceptual approach), dan pendekatan kasus (case approach)
Pendekatan perundang-undangan (statute approach) merupakan pendekatan
yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang
bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. 12 Pendekatan undangundang ini akan membuka kesempatan bagi peneliti untuk mempelajari adakah
konsekuensi dan kesesuaian antara undang-undang yang satu dengan undangundang yang lainnya untuk memperoleh argumen yang sesuai. Pendekatan
konseptual (conceptual approach) adalah pendekatan yang beranjak dari
pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu
hukum, 13 sehingga menemukan ide-ide yang melahirkan pengertian-pengertian
11
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2011. Hal. 35.
Ibid. Hal. 93.
13
Ibid.
12
15
hukum, konsep, dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu hukum yang
dihadapi. Pendekatan kasus (case approach), beberapa kasus ditelaah untuk
referensi bagi suatu isu hukum. 14 Dalam tesis ini mengkaji suatu kasus yang
tertuang
dalam
Putusan
Pengadilan
Negeri
Manado
Nomor:
14
15
Ibid.
Ibid. Hal. 141.
16
17
demikian, akan didapatkan sebuah penjelasan yang sistematis dan logis untuk
menyelesaikan permasalahan dalam penelitian ini.
1.6.4. Analisis Bahan Hukum
Proses analisis bahan hukum merupakan suatu proses menemukan jawaban
dari pokok permasalahan yang timbul dari fakta. Metode analisis bahan hukum
yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah menggunakan metode deduktif
yaitu suatu metode berpangkal dari hal yang bersifat umum ke khusus yang
selanjutnya bahan hukum tersebut, yaitu bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder tersebut diolah secara kualitatif yaitu suatu pengolahan bahan-bahan
non statik. Langkah selanjutnya yang digunakan dalam melakukan suatu
penelitian hukum adalah : 16
1. Mengidentifikasi fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang
tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak
dipecahkan;
2. Pengumpulan bahan-bahan hukum dan kiranya dipandang
mempunyai relevansi juga bahan-bahan non hukum;
3. Melakukan telaah atas isi hukum yang diajukan berdasarkan
bahan-bahan yang telah dikumpulkan;
4. Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab
isu hukum;
5. Memberikan preskripsi berdasarkan argument yang telah
dibangun di dalam kesimpulan.
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah melalui pengolahan
bahan-bahan hukum yang telah dikumpulkan terlebih dahulu, kemudian disusun
secara sistematis dan terarah dengan menggunakan metode preskriptif, yaitu
setiap analisis tersebut akan dikembalikan pada norma hukum karena alat ujinya
adalah norma hukum yang bersarankan logika deduksi yaitu logika yang
16
18
berpangkal dari prinsip-prinsip dasar yang kemudian dikaitkan dengan fakta yang
dijumpai. 17
1.7. Sistematika Penulisan
Pertanggungjawaban
sistematika
bertujuan
agar
penelitian
dapat
tersistematisasi dengan baik. Oleh karena itu, penulis membagi penelitian ini ke
dalam 4 (empat) bab yaitu sebagai berikut :
BAB I merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang latar belakang
masalah, serta rumusan masalah yang ingin dibahas dalam penelitian ini.
Rumusan masalah dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu :
1. Apakah tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana dalam kasus
kelalaian yang dilakukan oleh dokter ?
2. Bagaimana pertimbangan Majelis Hakim dalam Putusan Pengadilan
Negeri
Manado
Nomor
90/Pid.B/2011/PN.Mdo,
Putusan
Kasasi
19
hukum. Selain itu, bagian ini juga menjelaskan bentuk dan mekanisme
pertanggungjawab terhadap dokter yang telah melakukan kelalaian terhadap
pasiennya.
BAB III berisi tentang penjelasan dan analisis pertimbangan Majelis Hakim
dalam Putusan Pengadilan Negeri Manado Nomor 90/Pid.B/2011/PN.Mdo,
Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 365/K/Pid/2012,
dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor
79/PK/Pid/2013. Penulis juga akan melakukan tinjauan yuridis terhadap
pertimbangan Majelis Hakim dalam mengkualifikasikan tindak pidana kelalaian
yang dilakukan oleh dokter.
BAB IV merupakan bab terkahir yang berisikan kesimpulan dan saran dari
peneliti. Kesimpulan menguraikan tentang intisari dari permasalahan yang telah
diuraikan atau dijabarkan pada BAB II dan BAB III. Saran berisi masukan atau
solusi yang dapat diberikan yang nantinya dapat menjadi pandangan yang baik
bagi para pembaca maupun penulis-penulis lain yang ingin mengembangkan
penulisan dalam topik yang berbeda namun masih dengan tema yang sama.