Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK :
-
M. Budi Luhur
Wahyu Santosa
Aditya Khairulsani
M. Rizki Anugrah. R
Alvian Zulfikar
(201310170311057)
(201310170311074)
(201310170311081)
(201310170311098)
(201310170311099)
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb..
Puji dan Syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah SWT, Karena berkat
rahmat dan hidayah dari Allah SWT, kami dapat menyelesaikan Makalah Sistem
Pengendalian Manajemen yang berjudul Pusat Tanggung Jawab: Pusat Laba ini
dengan tepat waktu.
Kami Ucapkan Terima kasih kepada dosen pengampu Mata kuliah management
control system yang telah memberikan ilmu dan membantu kami dalam menyelesaikan
makalah ini.
Makalah ini membahas mengenai pusat tanggung jawaban : Pusat Laba. Tujuan
makalah ini dibuat adalah untuk mendiskripsikan pusat pertanggung jawaban yang ada
di satu perusahaan, terutama pusat laba.
Harapan kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi orang lain, dan dapat
digunakan sebagai sumber refrensi yang sekiranya bisa menjadi ilmu yang bermanfaat.
Tentunya dalam penulisan ini, kami memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
terbuka untuk semua kritik dan saran yang tentunya bersifat membangun, agar dapat
dijadikan perbaikan pada masa yang akan datang.
Wassalamualaikum Wr. Wb..
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu organisasi fungsional adalah organisasi dimana fungsi produksi atau
pemasaran utama dilakukan oleh unit produksi yang terpisah. Ketika suatu organisasi
yang mulanya bersifat sentralilasi diubah menjadi organisasi dimana masing- masing
unit utama bertanggung jawab baik atas produksi ataupun pemasaran,maka proses ini
disebut dengan istilah devisionalisasi.
Sebagai aturan perusahaan membuat unit unit bisnis karena mereka telah
memutuskan untuk melimpahkan wewenang seluas luasnya kepada manager manager
operasi. Meskipun untuk setiap perusahaan memberikan kebebasan yang berbeda beda.
Tetapi untuk menghasilkan laba tidak pernah dilimpahkan ke satu segmen tungal dalam
satu bisnis.
Ketika kinerja finansial suatu pusat tanggung jawab diukur dalam ruang lingkup
laba (yaitu selisih antara pendapatan dan beban), maka pusat ini disebut dengan pusat
laba (profit center ). Laba merupakan ukuran kinerja, karena laba memungkinkan
manajer senior untuk dapat mengunakan satu indikator yang komperhensif,
dibandingkan jika harus mengunakan beberapa indikator.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka kami merumuskan masalah sebagai berikut
1. Apa pertimbangan menejer dalam mendelegasikan tangung jawab?
2. Apa manfaat dari penerapan pusat laba?
3. Apa kelemahan atau kekurangan dari penerapan pusat laba?
4. Bagaimana batasan atas unit bisnis?
5. Bagaimana cara mengukur kinerja pusat laba?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pertimbangan menejer dalam mendelegasikan tangung jawab.
2. mengetahui manfaat dari penerapan pusat laba.
3. Mengetahui kelemahan atau kekurangan dari penerapan pusat laba.
4. mengetahui batasan atas unit bisnis.
5. Mengetahui indicator pengukur kinerja pusat laba.
BAB II
PEMBAHASAN
Laba merupakan suatu ukuran kinerja yang memungkinkan manajer senior
untuk dapat menggunakan satu inikator yang komprehensif. Pengambilan keputusan
lingkungan yang baik menghasilkan laba secara perlahan datang ke cahaya dan ini
potensi laba di hampir semua bidang bisnis (Denton, 1998).
Dalam Morris dan Old (1993) Dalam artikel sebelumnya [1] kami berpendapat
untuk penggunaan laba dan biaya pusat sebagai dasar pengorganisasian unit dalam
sistem pengendalian manajemen (MCS) untuk lembaga pendidikan tinggi.
Pertimbangan Umum
Organisasi fungsional merupakan organisasi yang fungsi produksi atau fungsi
pemasaran utama dilakukan oleh unit organisasi secara terpisah. Proses dimana suatu
organisasi dirubah menjadi dimana setiap unit utama bertangggungjawab atas produksi
maupun pemasaran. Meskipun perusahaan melimpahkan wewenang dengan tingkat
yang berbeda dari perusahaan satu dengan yang lainnya, akan tetapi wewenang yang
lengkap untuk menghasilkan laba tidak pernah dilimpahkan pada satu segmen tunggal
dalam suatu bisnis.
Dalam Garber (2011) mencantumkan bahwa menurut Kaplan Juli 1984
Akuntansi
Ulasan
mendokumentasikan
kertas,
banyak
"The
Evolution
masalah
dengan
of
Manajemen
akuntansi
Akuntansi,"
internal
dan
setiap
divisi
sebagai
a-perusahaan
mini
mencoba
untuk
mengalokasikan semua biaya coiporate, umum dan dapat dilacak, perpecahan (sering
secara sewenang-wenang yang membingungkan mikroekonomi yang mendasari dan
struktur biaya divisi). "
Selain itu, dengan membentuk divisi, sebuah perusahaan besar dapat
memberikan dukungan bersama di tingkat staf (Garber, 2011). . Melakukan hal
menyebar biaya untuk penggunaan di wilayah yang lebih besar itu, mungkin, manfaat
perpecahan, membuat entitas gabungan lebih menguntungkan daripada jika masingmasing divisi dioperasikan sebagai usaha mandiri (Garber, 2011).
mengatur
tindakan-tindakan
ini,
untuk
masing-
masing pusat - dan, dengan demikian, keputusan valid keberhasilannya - tidak hanya
dari validitas dipertanyakan, tetapi juga dapat memungkinkan mereka yang bertanggung
jawab atas divisi untuk menempatkan sendiri di depan kepentingan mereka yang dari
organisasi yang lebih besar (Garber, 2011).
Kondisi-kondisi dalam Mendelegasikan Tanggung Jawab Laba
Pertimbangan biaya / pendapatan merupakan keputusan manajemen yang
melibatkan usulan untuk meningkatkan beban dengan harapan hal tersebut akan
menghasilkan peningkatan yang lebih besar pada pendapatan penjualan (expense/
revenue trade off) misalnya beban iklan. Dalam memutuskan manajemen puncak apa
yang harus didelegasikan harus ingat bahwa beberapa biaya saling terkait (Morris and
Old, 1993).
Dua kondisi yang terpenuhi agar pendelegasian trade off aman ke tingkat manajer
lebih rendah:
1. Manajer harus memiliki akses ke suatu informasi yang relevan yang mana
dibutuhkan dalam membuat keputusan yang serupa.
2. Harus ada semacam cara untuk mengukur efektif tidaknya suatu trade off yang
dibuat oleh manajer.
Menentukan titik terendah dalam organisasi yang mana kedua kondisi tersebut
terpenuhi marupakan langkah utama membuat pusat laba.
Secara keseluruhan tanggung jawab diibaratkan sebagai suatu rangkaian mulai dari
yang secara jelas pusat tanggung jawab yang merupakan suatu pusat laba hingga yang
bukan merupakan pusat laba. Di sisi lain manajer juga harus mempertimbangkan apakah
keuntungan atas pendelegasian tersebut dapat menutup kerugian atas pendelegasian
tersebut.
dianggap bundel yang sederhana dari kegiatan usaha yang terdiri dari faktor-faktor yang
diketahui dipecah menjadi fungsi akrab, tetapi mereka penuh dengan kompleksitas dan
kemungkinan konflik (Garber, 2011).
Pusat Laba entitas dalam entitas yang lebih besar yang mengkonsumsi sumber
daya mereka sering tidak mengontrol, sambil diharapkan dapat memberikan kontribusi
keuntungan yang sulit untuk mendefinisikan atau mengukur (Garber, 2011).
System
pengendalian
financial
tetap
digunakan
sebagai
alat
untuk
dmikian wewenang manajer harus dibatasi dengan cara yang sebaiknya tercermin dalam
sesain dan operasi pusat.
Batasan atas Wewenang Unit Bisnis
Jika perusahaan dibagi menjadi unit-unit yang sepenuhnya independen maka
perusahaan akan kehilangan maanfaat dari sinergi ukuran yang ada.
Jika semua
wewenang yang diberikan direksi pada CEO didelegasikan ke manajer unit bisnis, hal
ini berarti manajemen senior telah melepaskan tanggungjawabnya sendiri.
Sebagai akibatnya, struktur unit bisnis mencerminkan trade-off antara otonomi
unit bisnis dengan batasan perushaan, dan efektivitas suatu organisasi unit bisnis dapat
bergantung pada hal tersebut.
merupakan pusat laba sedangkan unit bisnis yang lain bukan. Keputusan pihak
manajemen untuk pusat laba haruslah berdasarkan dengan besarnya pengaruh yang
dilaksanakan oleh manajer unit terhadap aktivitas yang dapat mempengaruhi laba
bersih.
Pemasaran
Aktivitas dalam pemasaran dapat dijadikan sebagai pusat laba yaitu dengan
membebankan biaya dari produk yang terjual. Herga ransfer ini memberikan informasi
yang relevan bagi manajer pemasaran untuk membuat trade off pendapatan/pengeluaran
yang optimal, serta praktik standard yang digunakan untuk mengukur manajemen pusat
laba menurut profitabilitasnya akan memberikan evaluasi atas trade off yang dibuat.
Harga transfer yang di bebankan ke pusat bukanlah harga actual produk yang
terjual akan tetapi merupakan biaya standard. Menggunakan biaya standard untuk
memisahkan kinerja biaya pemasaran dan kinerja biaya manufaktur, hal ini berpengaruh
pada tingkat efisiensi yang mana berada diluar kendali manajemen. Dalam situasi lain
tindakan manajemen mungkin bisa mempengaruhi biaya pemanasan langsung...
(Morris and Old, 1993).
Manufaktur
Aktivitas manufaktur pada umumnya merupakan pusat beban, manajemen
dinilai atas dasar kinerja versus biaya standard dan anggaran overhead. Tetapi ukuran ini
tidak mengindikasikan sejauh manakah kinerja manajemen atas seluruh aspek dari
pekerjaannya.
Kinerja manufaktur yang diukur dengan biaya standard, maka dianjurkan
membuat evaluasi secara terpisah atas aktivitas-aktivitas seperti pengendalian mutu,
keputusan buat atau beli serta penjadwalan ptoduk.
Menjadikan suatu organisasi manufaktur sebagai pusat laba dan memberikan
nilai harga jual produk dikurangi dengan estimasi biaya pemasaran, merupakan salah
satu cara mementukan atau mengukur aktivitas
keseluruhan.
7
Mengukur Profitabilitas
Jenis pengukuran profitabilitas:
1. Pengukuran kinerja manajemen, berfokus pada hasil kerja manajer. pengukuran
ini digunakan untuk perencanaan, koordinasi, pengendalian, kegiatan sehari-hari
pusat laba untuk memotivasi para manajer. Perhatian utama adalah untuk
menetapkan bahwa pusat laba adalah rute yang paling mungkin terhadap
efisiensi organisasi melalui pengaruhnya terhadap alokasi sumber daya dan
motivasi manajer (Morris and Old, 1993).
2. Ukuran kinerja ekonomis, berfokus pada bagaimana kinerja pusat laba sebagai
entitas ekonomi.
Laporan manajemen memiliki frekuensi tinggi sedangkan laporan ekonomi dibuat
pada waktu-waktu tertentu saja ketika keputusan ekonomi harus dibuat. Pengukuran
kinerja manajemen merupakan focus utama dalam desain system, misalnya pengukuran
kinerja manajemen secara rutin.
Shillinglaw dalam Garber (2011) menawarkan tiga prinsip yang pelaporan profit
center harus mematuhi:
* Konflik: Divisi keuntungan tidak harus ditingkatkan oleh tindakan yang mengurangi
total laba perusahaan.
* Kemerdekaan: laba Setiap divisi harus sebagai independen mungkin kinerja, efisiensi,
dan keputusan manajerial di tempat lain di perusahaan.
* Kontrol: laba Setiap divisi harus mencerminkan semua item yang dikenakan ke
tingkat substansial kontrol oleh manajer divisi atau bawahannya
Dalam Garber (2011) Solomon Model dalam pendekatannya hanya pendapatan,
biaya, dan modal dikendalikan oleh masing-masing pusat laba dimasukkan. Tidak ada
setara otoritatif makalah, artikel, atau buku yang dibuat publik yang mengatasi cara
terbaik untuk mengukur keberhasilan atau kegagalan profit center (Garber, 2011).
Menurut Garber (2011) Ada beberapa pertimbangan dalam mendirikan sebuah
sistem akuntansi divisi modern dan akurat, tapi pertama-tama adalah kepatuhan
terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, serta aturan Shillinglaw 's.
Sistem ini tidak hanya harus mengukur kinerja pusat laba, tetapi juga harus cukup
fleksibel untuk mengevaluasi kinerja pusat biaya (Garber, 2011).
Dalam Garber (2011) Sebagai Shillinglaw dan Solomon - dan Kaplan menunjukkan, Divisionalisasi menciptakan konflik alam, dan kecuali sistem akuntansi
alamat kondisi itu - terlepas dari apakah konflik timbul dari keuntungan atau pusat biaya
(departemen dukungan) - hasil dari sistem akan ditantang atau, lebih buruk lagi, sistem
itu sendiri akan rentan terhadap manipulasi. Menurut Garber (2011) pusat
laba akuntansi hanya belum muncul sebagai disiplin mengajar terpisah, meskipun
kecenderungan dimengerti usaha untuk mengorganisir diri di sekitar struktur
divisi. Fakta ini tidak bisa dijelaskan.
1. Margin Kontribusi
Margin kontribusi menunjukkan rentang antara pendapatan dan beban variabel.
Alasan margin kontribusi sebagai ukuran kinerja adalah karena beban tetap
berada diluar kendali manajemen tersebut, maka para manajer harus
memusatkan perhatian untuk memaksimalkan margin kontribusi,
2. Laba langsung
Laba langsung mencerminkan kontribusi pusat laba terhadap overhead
umum serta laba perusahaan. Ukuran kinerja ini menggabungkan seluruh
pengeluaran pusat laba, baik yang dikeluarkan oleh atau dapat ditelusuri secara
langsung ke pusat laba tanpa mempedulikan megenai pos-pos ini ada di dalam
kendali manajer pusat laba atau tidak dalam kendali.
Kelemahan pengukuran ini adalah bahwa ia tidak memasukkan unsur
manfaat motivasi serta biaya-biaya yang dimiliki kantor pusat.
10
5. Laba Bersih
Perusahaan mengukur kinerja menggunakan laba bersih setelah pajak.
Argument yang menentang:
a. Laba setelah pajak seringkali adalah persentase yang konstan atas laba
sebelum pajak, yang mana tidak terdapat manfaat dengan memasukkan pajak
penghasilan.
b. Dikarenakan banyaknya keputusan yang mempengaruhi pajak penghasilan
yang dibuat di kantor pusat, tidak tepat jika manajer laba menanggung
konsekuensi keputusan tersebut. Pajak omset dalam sebuah organisasi yang
gagal hanya akan menyebabkan tarif pajak yang lebih tinggi dan menambah
masalah (Morris and Old, 1993)
Pusat
laba
dapat
mempengaruhi
besar
pajak
penghasilan,
maka
mengalokasikan beban pajak ke pusat laba merupakan hal yang mudah, tidak
hanya mengukur laba ekonomis tetapi juda dapat memotivasi para manajer
umtuk memperkecil beban pajak.
Pendapatan
Pemilihan metode pengekuan pendapatan yang tepat merupakan hal yang sangat
penting, selain metode pengakuan hal-hal lain yang berkaitan dengan pendapatan
memerlukan pertimbangan. Idealnya untuk setiap pusat laba harus diberi nilai yang
sesuai dengan bagiannya dalam transaksi penjualan. Masalah yang dapat terjadi
kaitannya dengan pemberian nilai untuk pendapatan, misalnya unit bisnis A yang
11
mendapatkan pesanan tetapi barang yang di pesan merupakan produksi di unit bisnis B,
unit bisnis A kurang termotivasi menerima pesanan ini karena pendapatan yang
dihasilkan merupakan nilai bagi unit B.
Masalah ini belum mendapat perhatian khusus untuk penyelesaiannya. Hal ini
dikarenakan perusahaan memposisikan bahwa identifikasi tanggungjawab penciptaan
pendapatan merupakan suatu hal yang sulit dilakukan. Akan tetapi beberapa perusahaan
lain telah mencoba untuk menyelesaikan masalah ini dengan memberikan nilai pada
unit bisnis yang menerima pesanan produk yang dihasilkan oleh unit bisnis yang lain
dengan cara yaitu memberikan imbalan seperti komisi untuk pialang atau fee, misalanya
dalam kasus perbankan yaitu dengan memberikan nilai eksplisit pada bank yang
memberikan pelayanan bagi nasabah meskipun rekening nasabah tersebut ada di bank
lain.
Pertimbangan Manajemen
Kebingungan yang timbul dalam pengukuran kinerja manajer pusat umumnya
terjadi merupakan akibat dari kegagalan memisahkan antara pengukuran kinerja untuk
manajer dengan pengukuran kinerja ekonomis suatu pusat laba.
Apabila seseorang hanya mempertimabangkan pengukuran kinerja pada manajer
jasa, solusi yang sering tampak nyata yaitu para manajer harus diukur atas dasar pos-pos
yang dapat mereka kendalikan, atau bahkan jika mereka tidak memiliki pengendalian
secara penuh terhadap pos-pos tersebut.
Apabila manajer dapat mempengaruhi tingkat pajak yang akan unitnya
bayarkan, maka harus dinilai berdasarkan penghasilan unit setelah pajak, serta pos-pos
yang tidak mempengaruhi harus dieliminasi.
Tingkat pengaruh sangat bervariasi, dan selalu ada pos-pos yang dipengaruhi
oleh manajer meskipun sedikit kendalinya. Sebuah varian yang lebih halus adalah untuk
menempatkan tanggung jawab untuk kegiatan baru pada unit didelegasikan tanpa
memadai menghitung biaya (Morris and Old, 1993).
Analisis varian merupakan hal penting dalam mengevaluasi kinerja manajemen.
Untuk membuat penilaian ini dapat diandalkan adalah dengan mengeliminasi pos-pos
yang manajer tidak memberikan pengaruh.
12
Kasus
Analisis Kasus Abrams Company
Abrams company adalah perusahaan manufaktur yang memproduksi berbagai jenis
suku cadang yang digunakan untuk mobil, truk, bus dan mesin pertanian. Perusahaan
tersebut memiliki tiga kelompok besar yaitu : suku cadang pengapian, suku cadang
transmisi, dan suku cadang mesin. Suku cadang produksi Abrams dijual baik pada agen
tunggal (OEM = original equipment manufacture) dan distributor menjual ke pengecer
dan dijual lagi sebagai suku cadang penganti kepada konsumen. Distributor ini disebut
divisi aftermarket ( AM devisi ).
Permasalahan
1. Adanya perselisihan mengenai harga transfer dari suku cadang yang dijual oleh
divisi produk kepada divisi AM.
2. Manajemen puncak merasa bahwa divisi produk
13
dalam negeri dan luar negeri sedangkan tiga devisi lainnya bertanggung jawab kepada
agen tunggal pemegang merk atau OEM dan pabrik.
ROI (Return On Investment)
Salah satu bentuk dari rasio proitabilitas yang digunakan untuk mengukur kemampuan
perusahaan dengan investasi yang diharapkan dapat menghasilkan keuntungan.
Target ROI = x 100 %
Dalam kasus ini manajemen tingkat atas menambahkan unsur biaya overhead dan pajak
yang dialokasikan dalam menentukan laba adalah untuk mendapatkan unsur laba pabrik
yang akan di perhitungkan untuk laporan keuangan eksternal kepada pemegang saham.
Selain itu pandangan manajemen bahwa jumlah aktiva bersih digunakan dalam
pengukuran ROI karna penambahan investasi pada periode tersebut dapat menghasilkan
laba yang kecil ( namun akan menambah laba dimasa yang akan datang ). Namun
manajemen tingkat atas berpendapat bahwa investasi semacam itu tidak dapat dilakukan
jika para manajer memberikan tindakan pinalti (dalam bentuk aktiva bersih yang lebih
tinggi dan ROI yang lebih rendah) pada tahun pertama investasi.
Strategi Pemasaran
Abrams company memiliki dua strategi dalam pemasaran yaitu :
1. Divisi Produk ( OEM )
2. Divisi AM ( Aftermarket )
Menurut manajemen tingkat atas kedua divisi ini tidak dapat digabung karena
konsumen dari divisi produk berbeda dengan konsumen divisi AM, bahkan ketiga divisi
produk tidak dikonsolidasikan karena para agen penjual OEM dari setiap divisi
cenderung bekerja dengan orang-orang yang berbeda yaitu (pengapian, transmisi dan
mesin ). Selain itu, usaha dari departemen OEM untuk mencapai target pendapatan
penjualan tahunan adalah dengan mempertimbangkan pengendalian biaya dan
meminimalkan persediaan suku cadang digudang karena pasar sangat kompetitif dalam
hal harga sedangkan usaha dari divisi AM untuk mencapai target penjualan tahunan
adalah dengan mementingkan ketersediaan suku cadang dibandingkan kualitas dan
harga.
Rencana Kompensasi Insentif
14
merekomendasikan
pertama,
membentuk
unsur
divisionalisasi
(penggabungan divisi produksi dengan pemasaran) yang disebut pusat laba dalam
perusahaan ini. supaya, terjadi singkronisasi agar dapan mencapai tujuan perusahaan.
Kedua, dengan menghitung Harga transfer dapat ditetapkan pada biaya variabel (jika
ada kelebihan kapasitas) dan biaya penuh. Selain itu ditambah dengan profit yang
diinginkan. Untuk harga transfer cost-based , harga transfer dihitung dari biaya standar
ditambah profit yang diinginkan.
Kedua,
manajemen
puncak
merasa
bahwa
divisi
produk
cenderung
memberlakukan divisi AM sebagai konsumen yang tidak bebas. Hal ini, terlihat bahwa
pabrik tersebut sering kali lebih memilih untuk memenuhi permintaan konsumen OEM
karena konsumen OEM akan memindahkan bisnisnya ke tempat lain, sementara divisi
AM tidak dapat membeli dari tempat lain. Hal ini terjadi karena pengaturan unit bisnis
sebagai profit center dimana otoritas pembuatan keputusan bergeser dari manajemen
atas ke level lebih rendah sehingga divisi produk dapat tidak menjual ke divisi AM.
Divisi-divisi dari Abrams kehilangan kesamaan tujuan yaitu tujuan perusahaan secara
keseluruhan. Divisi produk bisa saja mengoptimalkan profit divisinya dengan
mengorbankan profit perusahaan secara keseluruhan. Selain itu, program kompensasi
perusahaan juga tidak mendorong terjadinya penjualan internal. Manajer pabrik hanya
15
diberi bonus atas penjualan di luar perusahaan dan tidak ada bonus dan penalti atas
kekurangan untuk penjualan internal. Hal ini menyebabkan kecenderungan divisi
produk mendahului OEM daripada divisi AM.
Rekomendasi kami
Perlunya perubahan rencana kompensasi yang sudah ada dimana manajer pabrik
juga mendapatkan bonus atas penjualan internal sehingga mendorong manajer
untuk menjual ke divisi AM.
menyimpan persediaan yang berlebihan. Hal ini terjadi dikarenakan kekuatiran oleh
wakil presiden perencanaan volume produksi rendah karena pegawai yang liburan natal.
Selain itu, penilaian kinerja yang hanya menggunakan ROI sebagai ukuran juga
tidak tepat. Apalagi investasi atau aset hanya diukur pada saat awal tahun sehingga
kelebihan persediaan sepanjang tahun tidak dipermasalahkan atau diperhatikan oleh
manajer pabrik karena di akhir tahun, persediaan barang juga akan berkurang karena
adalah kebijakan liburan Natal.
Rekomendasi kami
Jika manajemen tetap menggunakan investasi di awal tahun maka untuk
mengatasi kelebihan persediaan dapat dilakukan dengan menambah ukuran evaluasi
kinerja.
2. Hasil evaluasi secara keseluruhan mengenai sistem pengendalian abrams
company.
Sistem pengendalian abrams company memerlukan revisi atau perubahan untuk
menuju kearah yang lebih baik agar tujuan secara keseluruhan perusahaan dapat
tercapai.
Adapun kelemahan dan kekuatan sistem pengendalian Abrams Company yaitu :
Kelemahan :
16
Strategi pemasaran dalam hal profit center tidak sinkron. Hal ini dikarenakan
tidak adanya divisionalisasi ( penggabungan antara divisi produk dengan divisi
AM )
Rekomendasi :
Kelebihan
Divisi produksi berkerja sama dengan para ahli dari pihak OEM untuk
mengembangkan suku cadang baru yang inovatif dan efektif dalam hal biaya
untuk memenuhi kebutuhan dan melayani konsumen.
17
BAB III
KESIMPULAN
Pusat laba adalah pusat pertanggungjawaban yang prestasi manajernya diukur
berdasarkan laba (selisih antara pendapatan dan beban) yang diperoleh. Pusat laba dapat
dibentuk
dengan
struktur
divisionalisasi,
yang
memungkinkan
unit
utama
18
DAFTAR PUSTAKA
Anthony, R.N & V. Govindarajan. 2007. Management Control System. Singapore.
McGraw Hill
Denton, D. K. (, 1998). "Enviro-Management As A Profit Center." Environmental
Management Health 9(2): 60-64.
Garber, M. (, 2011). "Profit Center Accounting: Theory and Practice " The CPA Journal:
8-12.
Morris, D. and J. Old (, 1993). "Profit Centres, Cost Centres : Part 2." The International
Journal Of Educational Management.
19