You are on page 1of 611

PEMBAHASAN TO 3 OPTIMAPREP

BATCH II UKMPPD 2015


dr. Widya, dr. Cemara, dr. Yolina, dr. Retno, dr. Yusuf, dr. Reza

OFFICE ADDRESS:
Jl padang no 5, manggarai, setiabudi, jakarta selatan
(belakang pasaraya manggarai)
phone number : 021 8317064
pin BB 2A8E2925
WA 081380385694

Medan :
Jl. Setiabudi no. 65 G, medan
Phone number : 061 8229229
Pin BB : 24BF7CD2
www.Optimaprep.Com

ILMU PENYAKIT DALAM

1-2. Tuberkulosis
Gejala Klinis

Gejala respiratori: batuk 2 minggu, batuk darah,


sesak napas, nyeri dada. Gejala sistemik: demam,
malaise, keringat malam, turun berat badan

PF

Kelainan paru di lobus superior (apeks & segmen posterior),


apeks lobus inferior: suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru,
diafragma, dan mediastinum

Roentgen

Lesi aktif: Bayangan berawan/nodular di apeks & posterior


lobus superior, segmen superior lobus inferior, Kavitas,
Bayangan bercak milier, efusi pleura. Lesi inaktif: fibrotik,
kalsifikasi, schwarte/penebalan pleura.

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.

1-2. Tuberkulosis
Tipe Pasien

Definisi

Baru

Belum pernah/sudah pernah OAT <1 bulan

Kambuh/relaps

Pernah sembuh atau OAT lengkap, kembali BTA +

Defaulted/drop out

OAT >1 bulan, tidak mengambil obat 2 bulan

Gagal

Telah berobat tapi BTA tetap + pada akhir bulan ke-5

Kronik

BTA + dengan OAT kategori 2

Bekas TB

BTA -, Ro: tidak aktif


Paduan Obat

Tipe Pasien

Kategori 1:
2RHZE/4(RH)3

Pasien baru, TB paru BTA (-), TB ekstra paru.

Kategori 2
2RHZES/RHZE/5(RHE)3

Pasien kambuh, Pasien gagal, Pasien default

Kategori anak
2RHZ/4RH

Anak dengan skor TB 6

Profilaksis anak
6INH 5-10 mg/kgBB

Anak dengan kontak penderita TB BTA (+)

Tuberkulosis: pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. PDPI: 2006.

Untuk pemantauan pengobatan dilakukan pemeriksaan


spesimen sebanyak 2 kali (sewaktu, pagi). Bila salah
satu/keduanya (+), maka hasil dinyatakan BTA (+)
Tipe pasien TB
Pasien baru BTA (+),
OAT kategori 1

Waktu Periksa
Akhir tahap
intensif
Sebulan sebelum
akhir atau di akhir
pengobatan

Pasien baru BTA (-) &


Roentgen (+) OAT
kategori 1
Pasien baru BTA (+),
OAT kategori 2

Akhir intensif

Akhir intensif

Sebulan sebelum
akhir atau di akhir
pengobatan

Hasil BTA

Tindak Lanjut

(-)

Tahap lanjutan dimulai

(+)

OAT sisipan 1 bulan, jika masih (+) tahap


lanjutan tetap diberikan

(-)

Sembuh

(+)

Gagal, mulai OAT kategori 2

(-)

Berikan pengobatan tahap lanjutan s.d.


selesai, kemudian pasien dinyatakan
pengobatan lengkap

(+)

Ganti dengan kategori 2 mulai dari awal

(-)

Teruskan pengobatan dgn tahap lanjutan

(+)

OAT sisipan 1 bulan, jika masih (+) tahap


lanjutan tetap diberikan. Uji resistensi.

(-)

Sembuh

(+)

Belum ada obat, disebut kasus kronk. Rujuk.

Pelatihan DOTS. Departemen Pulmonologi & Ilmu Kedokteran Respirasi FKUI; 2008.

3. Sindrom Koroner Akut

Henrys clinical diagnosis & management by laboratory method.


Pathophysiology of heart disease.

3. Sindrom Koroner Akut


CK-MB or troponin I/T are a marker for infark miocard & used as a
diagnostic tool.
Given their high sensitivity & specificity, cardiac troponins are the
preferred serum biomarkers to detect myocardial necrosis.

4. Hipertensi

JNC 7, Hypertension guidelines

4. Hipertensi

If a drug is not
tolerated or is
contraindicated, then
one of the other
classes proven to
reduce cardiovascular
events should be used
instead.
Treating SBP and DBP
to targets that are
<140/90 mmHg is
associated with a
decrease in CVD
complications.
In patients with
hypertension and
diabetes or renal
disease, the BP goal is
<130/80 mmHg.

JNC 7, Hypertension guidelines

4. Hipertensi

JNC 7, Hypertension guidelines

4. Hipertensi

KDIGO, Management of hypertension in CKD

1.
2.

ACE-I (kaptopril, lisinopril): Bradikinin & substansi P batuk


ARB (valsartan, losartan): Tidak menyebabkan batuk

4. Hipertensi

5. Penyakit Katup Jantung

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease.

5. Penyakit Katup Jantung

5. Penyakit Katup Jantung


Stenosis Mitral

Gejala & tanda


Dispnea, hemoptisis, chest pain, palpitasi, emboli
S1 mengeras, opening snap, murmur middiastolik

EKG
Pembesaran atrium kiri durasi gelombang P di lead II 0.12 detik.

Roentgen toraks
Tanda awal: pendataran sisi atas batas kiri siluet jantung, penonjolan arteri
pulmonalis, dilatasi lobus atas vena pulmonalis, pergeseran esofagus ke
posterior oleh atrium kiri yang membesar.
Kerley B lines: garis horizontal halus, tebal, opak di paru bawah/tengah karena
distensi septa interlobular & limfa yang disebabkan oleh edema.

Komplikasi:
Fibrilasi atrium dan emboli sistemik.
Lilly LS. Pathophysiology of heart disease.

6. Sindrom Koroner Akut


Gejala khas
Rasa tertekan/berat di bawah dada, menjalar ke lengan
kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati.
Dapat disertai berkeringat, mual/muntah, nyeri perut,
sesak napas, & pingsan.

Gejala tidak khas:


Nyeri dirasakan di daerah penjalaran (lengan
kiri/leher/rahang/bahu/ulu hati).
Gejala lain berupa rasa gangguan pencernaan, sesak napas
atau rasa lemah yang sulit dijabarkan.
Terjadi pada pasien usia 25-40 tahun / >75thn / wanita /
diabetes / penyakit ginjal kronik/demensia.
Penatalaksanaan STEMI, PERKI

6. Sindrom Koroner Akut

ACC/AHA, acute coronary syndrome

7. Asma
Definisi:
Gangguan inflamasi kronik
saluran napas yang melibatkan
banyak sel dan elemennya.
Inflamasi kronik mengakibatkan
hiperesponsif jalan napas yang
menimbulkan gejala episodik
berulang:
mengi, sesak napas, dada terasa
berat, dan batuk-batuk terutama
malam dan atau dini hari.

Episodik tersebut berhubungan


dengan obstruksi jalan napas yang
luas, bervariasi & seringkali
bersifat reversibel.
PDPI, Asma pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia.
GINA 2005

7. Asma
Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk,
sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan
dengan cuaca.
Anamnesis yang baik cukup untuk menegakkan diagnosis, ditambah
dengan pemeriksaan jasmani dan pengukuran faal paru terutama
reversibiliti kelainan faal paru, akan lebih meningkatkan nilai diagnostik.

Riwayat penyakit / gejala :

Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan


Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak
Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari
Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu
Respons terhadap pemberian bronkodilator

Tanda klinis: sesak napas, mengi, & hiperinflasi. Serangan berat: sianosis,
gelisah, sukar bicara, takikardi, penggunaan otot bantu napas.
PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004

7. Asma
Manfaat pemeriksaan spirometri dalam diagnosis asma :
Obstruksi jalan napas diketahui dari nilai rasio VEP1/ KVP < 75% atau
VEP1 < 80% nilai prediksi.
Reversibilitas: perbaikan VEP1 15% secara spontan, atau setelah
inhalasi bronkodilator (uji bronkodilator), atau setelah pemberian
bronkodilator oral 10-14 hari, atau setelah pemberian kortikosteroid
(inhalasi/ oral) 2 minggu.
Menilai derajat berat asma

Manfaat arus puncak ekspirasi dengan spirometri atau peak


expiratory flow meter:
Reversibiliti, yaitu perbaikan nilai APE > 15% setelah inhalasi
bronkodilator (uji bronkodilator), atau bronkodilator oral 10-14 hari, atau
respons terapi kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu
Variabilitas, menilai variasi diurnal APE yang dikenal dengan variabiliti
APE harian selama 1-2 minggu. Juga dapat digunakan menilai derajat
asma.

PDPI. Asma: pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indonesia. 2004

8. Infeksi

Widal test:

Antibody detection to somatic antigen O & flagel antigen H from salmonella.


Diagnostic result: the titer increase by >4 x after 5-10 days from the first
result.
Titer for antibody O increase at 6-8 days after the first symptoms, while
antibody H increase at 10-12 days.
In endemic typhoid regions, a single testing of a serum specimen for Widal
agglutinin cannot provide a reliable diagnosis, S. typhi agglutinins against
both H and O antigens may be present in the normal population at titres of
up to 1/160. Hence, some consider that H and/or O agglutinin titres of
1/320 as being of diagnostic significance.

8. Infeksi

Blood cultures: often (+) in the 1st week.


Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on.
Urine cultures: may be (+) after the 2nd week.
(+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in carriers.
Jawetz medical microbiology.

8. Infeksi
Pemeriksaan laboratorium nonspesifik yang
dapat ditemukan:
anemia, LED cepat, trombositopenia, dan
limfopenia relatif.
Sedikit pemanjangan PT dan APTT, penurunan
kadar fibrinogen
Transaminasi hepar & kadar bilirubin biasanya
meningkat 2 kali lipat
Hiponatremia dan hipokalemia ringan
Medscape

8. Infeksi
Diagnosis

Characteristic

Malaria

Demam periodik naik turun, disertai menggigil, dan


berkeringat, riwayat bepergian ke daerah endemik malaria.

Shigellosis

Disentri: diare berdarah, tenesmus, abdominal cramps.

Demam tifoid

Step ladder fever, diare/konstipasi, bradikardia relatif, coated


tongue, demam persisten setelah 7 hari.

Demam dengue

Demam tinggi mendadak >2 hari disertai sakit kepala, nyeri


retro-orbita, mialgia, arthralgia, ruam, manifetasi perdarahan,
trombositopenia, hemokonsentrasi, efusi pleura.

Leptospirosis

Demam, malaise, nyeri otot terutama gastroknemius, ikterik


(weils syndrome), gangguan fungsi ginjal dan hati,
hepatomegali, riwayat banjir atau terpapar air kotor yang
terkontaminasi urine tikus.

9. Diabetes Mellitus
Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, & penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011.

insulin basal dapat diberikan pada saat sebelum tidur (insulin kerja menengah
atau panjang) atau pagi hari (insulin kerja panjang).

10. Tatalaksana Ulkus Diabetik


Kontrol Mekanik
Hindari tekanan & gunakan
bantalan untuk proteksi

Kontrol Metabolik

Kontrol Vaskular

Perencanaan makan, kontrol


glukosa, kontrol komorbiditas
(ht, dislipidemia, ckd, anemia,
hipoalbuminemia, infeksi
penyerta)

Periksa ankle brachial indez,


transcutaneous oxygen
tension, toe pressure,
angiografi.

Kontrol Infeksi
Luka superfisial (tidak
sampai subkutan) AB utk
Gram (+).

Kontrol Luka
Debridemen/nekrotomi,
amputasi, balut luka

Luka dalam AB utk Gram (-)


atau metronidazol utk
anaerob.
Luka dalam, luas, gejala
sistemik AB yg mencakup
Gram (+), Gram (-), dan
anaerob.

Kontrol Edukasi

Edukasi kondisi saat ini,


rencana diagnosis,
terapi, serta prognosis.

PERKENI: pedoman penatalaksanaan kaki diabetik, 2011.

10. Tatalaksana Ulkus Diabetik


Indikasi MUTLAK terapi insulin:
DM tipe 1

Indikasi RELATIF terapi insulin:


Gagal mencapai target dengan antidiabetik oral dosis optimal
DM tipe 2 rawat jalan dengan:

Kehamilan
Infeksi paru (tuberkulosis)
Kaki diabetik terinfeksi
Fluktuasi glukosa darah yang tinggi (brittle)
Riwayat KAD berulang
Riwayat pankreotomi

Beberapa kondisi tertentu yang memerlukan insulin: penyakit hati


kronik, gangguan fungsi ginjal, & terapi steroid dosis tinggi.
PERKENI: terapi insulin pada pasien diabetes melitus, 2011.

11. Penyakit Endokrin

Harrisons principles of internal medicine

11. Penyakit Endokrin

Defisiensi Iodine (struma endemik


daerah gunung/dataran tinggi)

Tiroksin

TSH

Hipertrofi & hiperplasia sel folikel


tiroid struma difusa

Eutiroid jika terkompensasi,


hipotiroid jika defisiensi berat

11. Penyakit Endokrin


Limfosit tersensitisasi oleh antigen tiroid

Sekresi autoantibodi TgAb, TPOAb, TSHRab[block/inhibisi]


Infiltrasi limfosit folikel limfoid & germinal center

Destruksi parenkim tiroid tiroksin

TSH hipertrofi parenkim, destruksi tetap ada


struma/tanpa struma end stage: atrofi

Eutiroid hipotiroid subklinis hipotiroid

11. Penyakit Endokrin


Waynes index untuk
diagnosis hipertiroidisme:
Skor > 19:
hipertiroidisme.
Skor < 11:
eutiroidism.
Skor antara 11-19:
equivocal

11. Penyakit Endokrin


A score > 25:
hypothyroidism.
A score < - 30:
Exclude
hypothyrodism

12. Hipertensi
Hypertension crisis:
Suddenly elevated blood pressure (systole 180
mmHg or diastole 120 mmHg) in hypertensive
patient, which needs immediate treatment.
Emergency hypertension: target organ damage
(+). BP should be decreased in minutes/hours.
Urgency hypertension: target organ damage (-). BP
should be decreased in 24-48 hours.

Ringkasan eksekutif krisis hipertensi. Perhimpunan hiperensi Indonesia.

12. Hipertensi
Clinical manifestation of hypertension crisis:
Neurology: headache, blurred vision, convulsion,
neurological deficit, unconsciousness.
Eye: retinal hemorrhage, retinal exudate, edema papil.
Cardiovascular: chest pain, lung edema.
Renal: azotemia, proteinuria, oliguria.
Obsteric: severe preeklampsia.

Risk Factors:
noncompliance, pregnancy, drug abuse, high sympathetic
stimulation (severe burn, pheochromocytoma, collagen
disease, vascular disease, trauma)
Ringkasan eksekutif krisis hipertensi. Perhimpunan hipertensi Indonesia.

12. Hipertensi
Management:
Management should be done in hospital, however
primary care service can give oral
antihypertension as a first aid.
Parenteral drug is given via bolus or infusion ASAP.
Drugs:
ACE-I (Captopril): sublingual 6,25-50 mg
Nicardipine 10-30 mcg/kgBW bolus.
Clonidine 900 mcg into 500 mL of 5% glucose infusion,
given in 12 drops/minute.
Ringkasan eksekutif krisis hipertensi. Perhimpunan hipertensi Indonesia.

13. Endokrin
Thyrotoxicosis: a hypermetabolic
state caused by elevated levels of
free T3 & T4. Because it is caused
most commonly by hyperfunction
of the thyroid gland, its often
referred as hyperthyroidism.
Hyperthyroidism: hyperfunction
of the thyroid gland.
In certain conditions the
oversupply is related to:
excessive release of preformed
thyroid hormone (e.g., in
thyroiditis)
an extra-thyroidal source, rather
than hyperfunction of the gland
Robbins and Cotran Pathologic basis of disease.

13. Endokrin
Hipertirodisme
selain Grave tidak
mengakibatkan
eksoftalmus.

13. Penyakit Endokrin


Waynes index untuk
diagnosis hipertiroidisme:
Skor > 19:
hipertiroidisme.
Skor < 11:
eutiroidism.
Skor antara 11-19:
equivocal

13. Penyakit Endokrin

14. Myocardial Infarction

14. Myocardial Infarction

14. Myocardial Infarction

How to spot posterior infarction:


Posterior MI is suggested by the following changes in V1-3:
horizontal ST depression,
tall, broad R waves (>30ms),
upright T waves,
dominant R wave (R/S ratio > 1) in V2

Explanation of the ECG changes in V1-3


The anteroseptal leads are directed from the anterior precordium towards
the internal surface of the posterior myocardium. Because posterior electrical
activity is recorded from the anterior side of the heart, the typical injury
pattern of ST elevation and Q waves becomes inverted:
ST elevation becomes ST depression
Q waves become R waves
Terminal T-wave inversion becomes an upright T wave

Posterior infarction is confirmed by the presence of ST


elevation and Q waves in the posterior leads (V7-9).

Typical appearance of posterior infarction in V2

V7 Left posterior axillary line, in the same


horizontal plane as V6.
V8 Tip of the left scapula, in the same
horizontal plane as V6.
V9 Left paraspinal region, in the same
horizontal plane as V6.

ST elevation in posterior lead:


The image of posterior infarction in V2 has
been inverted. See how the ECG now
resembles a typical STEMI.

15. GERD
Definition:
a pathologic condition of symptoms & injury to the
esophagus caused by percolation of gastric or
gastroduodenal contents into the esophagus associated
with ineffective clearance & defective gastroesophageal
barrier.

Symptoms:
Heartburn; midline retrosternal burning sensation that
radiates to the throat, occasionally to the intrascapular
region.
Others: regurgitation, dysphagia, regurgitation of excessive
saliva.
GI-Liver secrets

16. Diabetes Mellitus


Diagnosis KAD:
Kadar glukosa 250
mg/dL
pH <7,35
HCO3 rendah
Anion gap tinggi
Keton serum (+)

Harrisons principles of internal medicine

16. Diabetes Mellitus


Hyperglycemic hyperosmolar state
The prototypical patient is an elderly individual with type 2
DM, with a several-week history of polyuria, weight loss, and
diminished oral intake that culminates in mental confusion,
lethargy, or coma.
The physical examination reflects profound dehydration and
hyperosmolality and reveals hypotension, tachycardia, and
altered mental status.
Notably absent are symptoms of nausea, vomiting, and
abdominal pain and the Kussmaul respirations characteristic of
DKA.
HHS is often precipitated by a serious, concurrent illness such as
myocardial infarction or stroke. Sepsis, pneumonia, and other
serious infections are frequent precipitants and should be
sought.
Harrisons principles of internal medicine

16. Diabetes Mellitus

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus.


Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001

16. Diabetes Mellitus


Prinsip pengobatan KAD:
1. Penggantian cairan dan garam yang hilang
2. Menekan lipolisis & glukoneogenesis dengan
pemberian insulin. Dimulai setelah diagnosis
KAD dan rehidrasi yang memadai.
3. Mengatasi stres pencetus KAD
4. Mengembalikan keadaan fisiologi normal,
pemantauan & penyesuaian terapi

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam

17. Farmakologi
Calcium channel blockers digunakan untuk antihipertensi, angina,
dan sebagian untuk takiaritmia.
Mekanisme kerja:
Menurunkan influks Ca ke sel otot polos pembuluh darah dengan
menginterferensi voltage-operated ca channels vasodilatasi
Interferensi influks Ca intrasel juga berpengaruh ke sel otot jantung,
konduksi jantung, dan otot polos gastrointestinal.

Berdasarkan struktur dan fungsinya, CCB dibagi menjadi:


Derivat dihidropiridin: amlodipin, felodipin, nikardipin, nifedipin.
Fenilalkilamin: verapamil
Derivat benzotiazepin: diltiazem

17. Farmakologi

Dihydropyridine derivatives have pronounced peripheral vasodilator properties


and intense reflex cardiac stimulation overcomes any direct cardiac effects.
Verapamil and diltiazem are also vasodilators but the balance of actions is such
that these drugs have noticeable cardiac effects including reduced heart rate (ratelimiting CCBs).

Adverse effects
Dihydropyridines
headache and flushing due to peripheral vasodilation
tachycardia and palpitation secondary to reflex activation of the sympathetic
nervous system
Particularly with rapid-onset and short-acting agents (usually declines with
time): swelling of ankles and hands due to disturbance of haemodynamics of
microcirculation, gum hypertrophy
Rate-limiting CCBs
Bradycardia and atrio-ventricular conduction delay due to direct cardiac
effects
Constipation with verapamil
Early onset vasodilator effects less than with dihydropyridines

18. Diabetes Melitus

19. Gastrointestinal Bleeding


Bleeding from the gastrointestinal (GI) tract may present in 5 ways:

Hematemesis: vomitus of red blood or "coffee-grounds" material.


Melena: black, tarry, foul-smelling stool.
Hematochezia: the passage of bright red or maroon blood from the rectum.
Occult GI bleeding: may be identified in the absence of overt bleeding by a
fecal occult blood test or the presence of iron deficiency.
Present only with symptoms of blood loss or anemia such as lightheadedness,
syncope, angina, or dyspnea.

Harrisons principles of internal medicine

19. Perdarahan Saluran Cerna


Epigastric pain described as a
burning or gnawing discomfort
can be present in both DU & GU.
H. pylori and NSAID-induced injury
account for the majority of DUs
DU:

Pain occurs 90 minutes to 3 hours


after a meal
relieved by antacids or food.
Pain that awakes the patient from
sleep (between midnight and 3
A.M.)

GU:

discomfort may actually be


precipitated by food.

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. 2011.

19. Perdarahan Saluran Cerna


Diagnosis Perforasi Ulkus Peptik
Gejala dan tanda:
Nyeri abdomen hebat di epigastrik, demam, takikardia,
dehidrasi, ileus.
Nyeri tekan, rigiditas, dan rebound.

Roentgen: udara di bawah diafragma.

Terapi:
NGT untuk drainase, koreksi cairan dan elektrolit,
antibiotik spektrum luas, & operasi cito.

19. Perdarahan Saluran Cerna

PPI is the first line for profilactic therapy

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. 2011.

20. Efek Samping OAT


MAYOR

Kemungkinan Penyebab

HENTIKAN OBAT

Gatal & kemerahan

Semua jenis OAT

Antihistamin & evaluasi


ketat

Tuli

Streptomisin

Stop streptomisin

Vertigo & nistagmus


(n.VIII)

Streptomisin

Stop streptomisin

Ikterus

Sebagian besar OAT

Hentikan semua OAT


s.d. ikterik menghilang,
hepatoprotektor

Muntah & confusion

Sebagian besar OAT

Hentikan semua OAT &


uji fungsi hati

Gangguan penglihatan

Etambutol

Stop etambutol

Kelainan sistemik, syok


& purpura

Rifampisin

Stop rifampisin

Tatalaksana TB di Indonesia.

20. Efek Samping OAT


Minor

Kemungkinan
Penyebab

Tata Laksana

Tidak nafsu makan,


mual, sakit perut

Rifampisin

OAT diminum malam


sebelum tidur

Nyeri sendi

Pyrazinamid

Aspirin/allopurinol

Kesemutan s.d. rasa


terbakar di kaki

INH

Vit B6 1 x 100 mg/hari

Urine kemerahan

Rifampisin

Beri penjelasan

Etambutol juga dapat menyebabkan nyeri sendi & presipitasi arthritis gout
akut.
1. Tatalaksana TB di Indonesia. 2. Physician drugs handbook

21. Arthritis
Rheumatoid arthritis (RA)
Chronic inflammatory disease of unknown etiology
marked by a symmetric, peripheral polyarthritis.
RA is a systemic disease extraarticular manifestations.
10% of RA have secondary Sjgren's syndrome
(keratoconjunctivitis sicca or xerostomia).
a score of 6: definite RA.

Boutonnoere deformity caused by


flexion of the PIP joint with
hyperextension of the DIP joint.

Swan neck deformity caused by


Hyperextension of the PIP joint with
flexion of the DIP joint .

Rheumatoid Arthritis
Rheumatoid nodules &
olecranon bursitis.

Ulnar deviation of the fingers with wasting of the


small muscles of the hands and synovial swelling at
the wrists, the extensor tendon sheaths, MCP & PIP.

21. Rheumatologi

21. Rheumatoid Arthritis

22. GERD
Definition:
a pathologic condition of symptoms & injury to the
esophagus caused by percolation of gastric or
gastroduodenal contents into the esophagus associated
with ineffective clearance & defective gastroesophageal
barrier.

Symptoms:
Heartburn; midline retrosternal burning sensation that
radiates to the throat, occasionally to the intrascapular
region.
Others: regurgitation, dysphagia, regurgitation of excessive
saliva.
GI-Liver secrets

22. GERD

22. GERD

Management:
Aggressive lifestyle modification & pharmacologic therapy.
Surgery is encouraged for the fit patient who requires chronic
high doses of pharmacologic therapy to control GERD or who
dislikes taking medicines.
Endoscopic treatments for GERD are very promising, but
controlled long-term comparative trials with proton pump
inhibitors and/or surgery are lacking.

23. Efek Samping OAT


Minor

Kemungkinan
Penyebab

Tata Laksana

Tidak nafsu makan,


mual, sakit perut

Rifampisin

OAT diminum malam


sebelum tidur

Nyeri sendi

Pyrazinamid

Aspirin/allopurinol

Kesemutan s.d. rasa


terbakar di kaki

INH

Vit B6 1 x 100 mg/hari

Urine kemerahan

Rifampisin

Beri penjelasan

Etambutol juga dapat menyebabkan nyeri sendi & presipitasi arthritis gout
akut.
1. Tatalaksana TB di Indonesia. 2. Physician drugs handbook

23. Efek Samping OAT

Pellagra is usually a complex disease often involving deficiencies of protein, and


other members of the vitamin B-complex besides niacin, i.e. riboflavin and
pyridoxine. Pellagra results from the absolute lack of niacin but also from the
deficiency of micronutrients required for the conversion of tryptophan to niacin
(e.g., iron, riboflavin, and pyridoxine).

Early symptoms/mild niacin deficiency


Loss of weight, strength, and appetite precede the appearance of any
diagnostic dermal lesions.
During this early stage, ill-defined disturbances of the alimentary tract,
including indigestion, "dyspepsia", diarrhoea or constipation, as well as
weakness, lassitude, irritability and distractability.

The dermatitis begins with a symmetric itching and smarting erythema on the
dorsa of the hands, neck, and face.

23. Efek Samping OAT

23. Efek Samping OAT


INH toxicity stems from several causes, including
deficiencies of pyridoxine (vitamin B6) and gamma amino
butyric acid (GABA).

INH induces a state of functional pyridoxine deficiency by at


least two mechanisms.
First, INH metabolites directly attach to and inactivate
pyridoxine species.
Second, INH inhibits the enzyme pyridoxine phosphokinase; this
enzyme is necessary to activate pyridoxine to pyridoxal 5'
phosphate, the cofactor in many "pyridoxine-dependent"
reactions. Functional pyridoxine deficiency is the likely
mechanism of INH-induced peripheral neuropathy.

24. Penyakit Endokrin


Tes fungsi tiroid dan gejala klinis dievaluasi 3-4
minggu setelah terapi.
Dosis terapi disesuaikan berdasarkan kadar
FT4.
Kadar TSH sering masih tertekan selama
beberapa bulan sehingga tidak bisa menjadi
parameter spesifik untuk menilai respons
terapi.
Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. 2011.

25. Hepatitis
Course of HBV infection

25. Hepatitis

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed. 2011.

26. Aritmia
When should you suspect that someone had or is having an
arrhythmia?
Many arrhythmias go unnoticed by the patient.
First and foremost are palpitations, an awareness of one's own
heartbeat. Patients may describe intermittent accelerations or
decelerations of their heartbeat, or a sustained rapid heartbeat that
may be regular or irregular.
More serious are symptoms of decreased cardiac output, which can
occur when the arrhythmia compromises cardiac function. Among
these are light-headedness & syncope (a sudden faint).
Rapid arrhythmias can increase the oxygen demands of the
myocardium and cause angina (chest pain). The sudden onset of an
arrhythmia in a patient with underlying cardiac disease can also
precipitate congestive heart failure.
Sometimes, the first clinical manifestation of an arrhythmia is sudden
death.

The only ECG book you ever need.

26. Aritmia

26. Aritmia

AF berpotensi berbahaya karena:


1. HR yang terlalu cepat menurunkan preload sehingga curah jantung

menurun,
2. Kontraksi atrium yang ireguler mengakibatkan stasis di atrium trombus
embolisasi.

Klasifikasi AF:
Paroksismal:
Episode < 48 jam.
Sekitar 50% kembali normal dalam 24 jam.
Persisten:
Episode 48 jam s.d. 7 hari
Diperlukan kardioversi untuk kembali ke irama sinus
Kronik/permanen
Berlangsung lebih dari 7 hari
Dengan kardioversi pun sulit kembali ke irama sinus.
The only ECG book you ever need.

26. Aritmia
Prinsip tatalaksana AF:
1. Pengontrolan laju irama jantung,
Target 60-80 x/menit saat istirahat, 90-115 kali/menit saat
aktivitas.

2. Pengembalian ke irama sinus (kardioversi),


Kardioversi farmakologis
Pasien AF episode pertama tanpa gangguan hemodinamik bermakna
tidak perlu terapi spesifik.
Pasien AF persisten rekuren dengan gejala mengganggu diberikan
antiaritmia.

Electric cardioversion:
Untuk pasien tidak stabil (penurunan kesadaran, hipotensi, nyeri dada,
sinkop), bifasik 120-200 J, monofasik 200 J.

3. Pencegahan tromboemboli
Warfarin diberikan untuk pasien dengan risiko tinggi terjadi stroke (usia
>65, hipertensi, penyakit jantung reumatik, DM, CHF, riwayat stroke/TIA).
Target INR of 2.0 to 3.0
Pathophysiology of Heart Disease.

26. Aritmia
Rate control:
If the patient presents with atrial fibrillation and a rapid rate associated with
severe heart failure or cardiogenic shock, emergency direct-current
cardioversion is indicated.
For patients with atrial fibrillation associated with rapid rate but with stable
hemodynamics, attempts to achieve acute rate control are indicated.

Pathophysiology of Heart Disease.

26. Aritmia

27. ACLS

28. Aritmia
Ventricular fibrillation

Chaotic irregular deflections of varying amplitude


No identifiable P waves, QRS complexes, or T waves
Rate 150 to 500 per minute
Amplitude decreases with duration (coarse VF -> fine VF)

Coarse VF

Fine VF

Ventricular tachycardia:
The rate >100 bpm
Broad QRS complex (>120 ms)
Regular or may be slightly irregular

29. Autoimmune Disease


Systemic lupus
erythematosus:
an autoimmune
disease
organs & cells
undergo damage
initially mediated by
tissue-binding
autoantibodies &
immune complexes.

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases. 2010.

29. Autoimmune Disease

30. Abses Paru


Abses Paru
Proses supuratif lokal yang ditandai oleh nekrosis jaringan paru.

Etiologi dan patogenesis


Aspirasi materi infektif: alkoholisme akut, koma, anestesia, sinusitis,
gingivodental sepsis.
Kelanjutan infeksi paru: abses post-pneumonic, biasanya oleh S.
aureus, K. pneumoniae, dan type 3 pneumococcus.
Emboli septik
Neoplasia: infeksi sekunder akibat obstruksi bronkopulmonar.
Lain-lain: trauma langsung, perluasan infeksi dari organ sekitar
(supurasi esofagus, vertebra, ruang subfrenik, ruang pleura),
hematogen.

30. Pulmonologi
Sebagian besar
diagnosis ditegakkan
dari roentgen toraks.
Kavitas abses memiliki
dinding yang terlihat
jelas mengelilingi
daerah lusen atau
adanya air fluid level
di area pneumonia.

30. Pulmonologi
Diagnosis

Karakteristik

Hidropneumotoraks

Masuknya cairan dan udara ke rongga pleura. Dapat


disebabkan oleh ruptur kista hidatid, kista koksidioidomikosis.

Bulla pulmoner

Bulla adalah dilatasi fokal ruang udara yang disebabkan oleh


gabungan dari area-area emfisema.

Tuberkulosis

Batuk > 2 minggu, sesak, batuk darah, demam, keringat


malam, BTA (+), pada roentgen kavitas TB tidak disertai air
fluid level.

Efusi pleura

Sesak, perkusi redup, pada roentgen tampak sinus


costofrenikus tumpul.

BEDAH, ANASTESIOLOGI DAN


RADIOLOGI

31. Abdominal Colic

Blumberg Sign

Alvarado Score

32. Le Fort Fracture

33. Urinary Tract Imaging


If available, ultrasound
(US) should be used as
the primary diagnostic
imaging
US is safe (no risk of
radiation), reproducible
and inexpensive
in anuric patients or
patients with chronic
renal failure, the presence
of hydronephrosis or
acoustic shadowing may
be diagnostic
European Association of Urology Guidelines - 2014

KUB
Routine examination
involves a plain
abdominal film of the
kidneys, ureters and
bladder (KUB)
90% of all renal stones
are radiopaque and
visible on a plain film of
the abdomen

Excretory pyelography (IVP)


Evaluate kidney function
and urinary tract anatomy
must not be carried out in
the following patients
With an allergy to contrast
media
With S-creatinine level >
200 mol/L
On medication with
metformin
With myelomatosis

Special examinations
If previous imaging
inconclusive
Retrograde or
antegrade pyelography
Retrograde pneumopyelography or
cystography
Spiral (helical)
unenhanced computed
tomography (CT)
Scintigraphy.

http://emedicine.medscape.com/article/1015227

34. Hipospadia
Hypospadia
OUE berada pada ventral penis
Three anatomical
characteristics
An ectopic urethral
meatus
An incomplete prepuce
Chordee ventral
shortening and curvature

EpispadiaOUE berada di dorsum penis


Penis lebar, pendek dan melengkung
keatas (dorsal chordee)
Penis menempel pada tulang pelvis
Tulang pelvis terpisah lebar
Classification:
the glans (glanular)
along the shaft of the penis (penile)
near the pubic bone (penopubic)

http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery
_detail.php?Epispadias-4

Phimosis
Phimosis
Prepusium tidak dapat
ditarik kearah proksimal
Fisiologis pada neonatus
Komplikasiinfeksi
Balanitis
Postitis
Balanopostitis

Treatment
Dexamethasone 0.1% (6
weeks) for spontaneous
retraction
Dorsum incisionbila
telah ada komplikasi

Paraphimosis
Prepusium tidak dapat
ditarik kembali dan
terjepit di sulkus
koronarius
Gawat darurat bila
Obstruksi vena
superfisial edema dan
nyeri Nekrosis glans
penis

Treatment
Manual reposition
Dorsum incision

Hydrocele

Anorchia the absence of both testes at birth


Normal outside genitals before puberty
Failure to start puberty at the correct time
Empty scrotum
Lack of secondary sex characteristics
penis and pubic hair growth
deepening of the voice
increase in muscle mass
Congenital urethrocutaneous fistula
Fistula pada ventral penis, dapat berkaitan
dengan kelainan genitalia yang lain
(epispadia atau hipospadia

Superior vesica fissure(Exstrophy bladder variants)


Widely separated pubic symphysis
The umbilicus is low or elongated
A small superior bladder opening or a patch of isolated
bladder mucosa
Infraumbilica
Genitalia are intact
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002167/

http://emedicine.medscape.com/article/

http://en.wikipedia.org/wiki/

Male Genital Disorders


Disorders

Etiology

Clinical

Testicular torsion

Intra/extra-vaginal
torsion

Sudden onset of severe testicular pain followed by


inguinal and/or scrotal swelling. Gastrointestinal
upset with nausea and vomiting.

Hidrocele

Congenital anomaly, accumulation of fluids around a testicle, swollen


blood blockage in the testicle,Transillumination +
spermatic cord
Inflammation or
injury

Varicocoele

Vein insufficiency

Scrotal pain or heaviness, swelling. Varicocele is


often described as feeling like a bag of worms

Hernia skrotalis

persistent patency of
the processus
vaginalis

Mass in scrotum when coughing or crying

Chriptorchimus

Congenital anomaly

Hypoplastic hemiscrotum, testis is found in other


area, hidden or palpated as a mass in inguinal.
Complication:testicular neoplasm, subfertility,
testicular torsion and inguinal hernia

35. Inguinal Hernia


Most common
Most difficult to understand
Congenital ~ indirect
Acquired ~ direct or indirect
Indirect Hernia
has peritoneal sac
lateral to epigastric vessels

Direct Hernia
usually no peritoneal sac
through Hasselbach triangle,
medial to epigastric vessels

Gejala hernia
strangulata :
Nyeri amat sangat dan
kemerahan
Nyeri yang makin lama
makin berat
Demam
Takikardi
Mual dan muntah
Obstruksi
http://www.urmc.rochester.edu/encyclopedia/content.aspx
?ContentTypeID=134&ContentID=35

Hernia Treatment
Dilakukan penelitian terhadap 720 laki-laki
dengan gejala hernia yang minimal, dan
dibandingkan antara yang dilakukan operasi
repair cito dengan watchful waiting (operasi
elektif), kemudian diikuti selama 2-5 tahun
Hasil: Hernia inkarserata akut jarang muncul

Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan


Menunda operasi sampai dilakukan operasi
elektif cukup aman
(JAMA 2006,295:285)

Methods of repair
Open primary closure of the defect with
sutures (Shouldice or "Canadian" Repair,
Bassini Repair);
Patch closure with prosthetic materials
(Polypropylene or Gortex) tension-free
(Lichtenstein-type)
Laparoscopic repair

36. BPH
The size of prostate enlarged microscopically
since the age of 40.Half of all men over the
age of 60 will develop an enlarged prostate
By the time men reach their 70s and 80s,
80% will experience urinary symptoms
But only 25% of men aged 80 will be receiving
BPH treatment

Whats LUTS?
Voiding (obstructive)
symptoms
Hesitancy
Weak stream
Straining to pass urine
Prolonged micturition
Feeling of incomplete
bladder emptying
Urinary retention

Storage (irritative or
filling) symptoms
Urgency
Frequency
Nocturia
Urge incontinence

LUTS is not specific to BPH not everyone with


LUTS has BPH and not everyone with BPH has LUTS
Blaivas JG. Urol Clin North Am 1985;12:21524

Diagnosis of BPH
Symptom assessment
the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used worldwide
IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological
Association (AUA). It contains:
seven questions about the severity of symptoms; total score 07 (mild), 819 (moderate), 2035
(severe)
eighth standalone question on QoL

Digital rectal examination(DRE)


inaccurate for size but can detect shape and consistency

PV determination- ultrasonography
Urodynamic analysis
Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of age

Measurement of prostate-specific antigen (PSA)

high correlation between PSA and PV, specifically TZV


men with larger prostates have higher PSA levels
PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP
as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be used as a
prognostic marker for BPH
1

Pielografi Intravena (IVP)Pemeriksaan IVP dapat


menerangkan kemungkinan adanya:
kelainan pada ginjal maupun ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat
(pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat)
atau ureter di sebelahdistal yang berbentuk seperti
mata kail
penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya
trabekulasi, divertikel, atau sakulasi vesica urinaria
foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

Alur Diagnosis

American Urological Association (AUA) guideline

Biopsi Prostat

Diagnosis BPH

Hanya dilakukan bila PSA >3


Skrinning PSA untuk Ca
Prostat, tidak dapat
meningkatkan survival rate
USG Prostat
Hanya dapat melihat
pembesaran prostat
Tidak menunjukkan derajat
obstruksinya

Diagnosis BPH terutama


berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik
Anamnesis dilakukan dengan
IPSS Score
Uroflowmetripemeriksaan
penunjang yang digunakan
untuk menilai derajat
keparahan obstruksi

Management
Lifestyle modification
Mengurangi intake cairan
Stop diuretik bila memungkinkan
Hindari minum air/alkohol/kafein di malam
hari
Kosongkan kandung kemih sebelum
perjalanan atau rapat

Management
Drug therapy
Alpha blockers
Memperbaiki tonus
otot polos prostat
dan vesika urinaria
Lebih efektif
dibandingkan 5 alpha
reductase inhibitors
Tamsulosin and
alfuzosin require no
dose titration

Drug therapy
5 alpha reductase inhibitors
Mereduksi Volume prostat
Reduces risk of prostate cancer,
increases risk of high grade
disease

Combined therapy
Men with large prostate > 40g
or PSA >4 or moderate to severe
symptoms combined therapy
will prevent 2 episodes of
clinical progression per 100men
over 4yrs. Much less effective
for men with smaller prostates

http://www.medscape.org/viewarticle/541739_2

http://www.medscape.org/viewarticle/456664

37. Inhalation Injury


Antisipasi gangguan respirasi pada korban luka bakar yang
memiliki luka di :
Kepala, wajah, atau dada
Rambut hidung, atau alis terbakar
Suara serak, takipnea atau keluar air liur yang banyak(pasien
kesulitan untuk menelan air liur)
Kehilangan kesadaran di lokasi kejadian
Mukosa Nasal atau Oral berwarna merah atau kering
Jelaga pada mulut atau hidung
Batuk dengan sputum kehitaman
Lokasi kebakaran yang tertutup atau terdapat riw.terperangkap

Semua pasien yang terperangkap dalam api memiliki


kemungkinan keracunan CO atau mengalami hipoksia

Inhalation Injury
Supraglottic Injury
Terjadi pada kebakaran
dengan suhu yang tinggi
Dapat langsung
mengakibatkan edema
faring dan laring

Brassy cough
Stridor
Suara serak
Carbonaceous sputum
Facial burns

Subglottic Injury
Jarang terjadiRare injury
Menandakan kemungkinan
kerusakan pada parenkim
paru
Usually due to superheated
steam, aspiration of scalding
liquid, or inhalation of toxic
chemicals
Bisa langsung menyebabkan
edema, tapi biasanya terjadi
lebih ambat
Wheezing or Crackles
Productive cough
Bronchospasm

Inhalation Injury Management


Airway, Oxygenation and
Ventilation
Penilaian awal dan sering
terhadap edema jalan napas
Pertimbangkan Intubasi awal
dengan RSI(rapid sequence
intubation)Ventilator
Inflamasi dari alveolimengurangi
oxigenasi

Bila terdapat keragu-raguan


oxygenate and ventilate
High flow oxygen
Bronkodilator dapat
dipertimbangkan bila terdapat
bronkospasm
Diuretik tidak sesuai untuk
pulmonary edema

Circulation
Tatalaksana syok
IV Access
LR/NS large bore, multiple IVs
Titrate fluids to maintain
systolic BP and perfusion

Avoid MAST/PASG

38. Midgut Volvulus


Obstruction caused by twisting
of the intestines more than 180
degrees about the axis of the
mesentery
1-5% of large bowel
obstructions

Sigmoid ~ 65%
Cecum ~25%
Transverse colon ~4%
Splenic Flexure

Midgut volvulus
Klinis
Children

bilious emesis (93%)


Malabsorption
failure to thrive
biliary obstruction
GERD

Adults
intermittent abdominal
pain (87%)
nausea (31%)

Abdominal Plain Film,


Upright
Dilated stomach
Distal paucity of gas
Coffee bean sign

Contrast
cork-screw appearance
small bowel on the right
side of abdomen that does
not cross midline

USG
Whirlpool sign

Sigmoid Volvulus
Worldwide - up to 50% of obstruction
India, Africa, E. Europe

More commonly seen in elderly patients in


western societies
Redundant colon, mesocolon narrowed,
twisting at mesentery
Risk factors
Chronic constipation
Psychiatric problems
Non-western societies
high residue diet

Volvulus Physical Examination


Abdominal distention
commonly massive
characteristically
tympanitic over the gasfilled, thin-walled colon
loop
Overlying or rebound
tenderness raises the
concern of peritonitis
signs of systemic toxicity
may be apparent

Progressive obstruction
Increased bowel sound
Metallic sound
DREcollapsed ampulla,
no feces

Ultrasound Whirlpool sign

Wagner FW: The diabetic foot and amputations of the foot. In Surgery of the Foot. 5th ed. Mann, R editor. St Louis, Mo. The C.V. Mosby Company.

39. Diabetic Foot


Wagner Classification
0- kulit intak (dapat ditemukan deformitas
tulang)
1- Ulkus superfisial terlokalisasi

X-ray
osteomyelitis, osteolysis,
fractures, dislocations
Kalsifikasi arteri medial dan
gas pada jar.lunak
gangrene

2- Ulkus dalam sampai tendon, tulang,


ligament atau sendi.
3- abses dalam atau osteomyelitis.
4- Gangren jari-jari kaki atau bag.depan kaki
5- Gangrene seluruh kaki.
http://www.annalsofvascularsurgery.com/article/S0890-5096(11)00060-4

Air fluid level


on CT (short
arrow)

soft-tissue gas

osteomyelitis,
osteolysis,
fractures

Cellulitis. Plain film (dorsoplantar view)


demonstrating increase opacity and diffuse
soft tissue swelling in a patient with cellulitis

40. Reconstructive Ladder

Skin Graft

Flap

Tidak memiliki pembuluh


darah
Bergantung pada wound bed
Tidak dapat bertahan pada
luka yang terekspos tulang
Mudah digunakan
Minimum donor site morbidity
Risk of secondary contracture

Membawa suplai pembuluh


darah sendiri
Tidak bergantung pada wound
bed
Dapat menutup berbagai
jaringan, termasuk tulang
Lebih sulit digunakan
Considerable donor site
morbidity
Low risk of contracture
Bone exposed flap pilihan
terbaik

41. Osteomielitis
Peradangan pada tulang dan sumsum
tulang(bone marrow) disebabkan oleh kuman.
Walaupun tulang normalnya tahan terhadap
kolonisasi bakteri, trauma, operasi, adanya
benda asing atau prostese dapat
menyebabkan rusaknya integritas tulang
sehingga akan menyebabkan infeksi pada
tulang

Pathogenesis

http://emedicine.medscape.com/a
rticle/1348767-overview#a0112

Symptoms

Waldvogel, 1971

1. Hematogenous
2. Contiguous
focus of
infection
3. Direct
inoculation

Nonspecific symptoms

Demam
Menggigil
Malaise
Letargi
Iritabilitas

The classic signs of


inflammation, including local
pain, swelling, or redness,
may also occur and normally
disappear within 5-7 days

S aureus Bakteri penyebab yang paling


sering ditemukan, diikuti dengan
Pseudomonas dan Enterobacteriaceae.
Bakteri yang lebih jarang adalah anaerobe
gram-negative bacilli.
Intravenous drug users may acquire
pseudomonal infections

http://www.hawaii.edu/medicin
e/pediatrics/pedtext/s19c04.htm
l

Osteomielitis akut hematogenus memiliki


predileksi pada tulang panjang.
The ends of the bone near the growth plate
(the metaphysis) is made of a maze like bone
called cancellous bone.
It is here in the rapidly growing metaphysis
that osteomyelitis often develops

42. Ileus Obstruksi


Obstruction
Adanya sumbatan mekanik yang disebabkan karena
adanya kelainan struktural sehingga menghalangi gerak
peristaltik usus.
Partial or complete
Simple or strangulated

Ileus
Kelainan fungsional atau terjadinya paralisis dari gerakan
peristaltik usus

Penyebab- Usus Halus


Luminal

Mural

Extraluminal

Benda asing
Bezoars
Batu Empedu
Sisa-sisa
makanan

Neoplasims
lipoma
polyps
leiyomayoma
hematoma
lymphoma
carcimoid
carinoma
secondary Tumors
Crohns
TB
Stricture
Intussusception
Congenital

Postoperative
adhesions

A. Lumbricoides

Congenital
adhesions
Hernia
Volvulus

1. Anamnesis
The Universal Features
Nyeri kolik (Colicky abdominal pain), muntah, konstipasi (absolute),
distensi abdominal.
Anamnesis Lengkap

High
Pain is rapid
Vomiting copious and
contains bile jejunal content

Abdominal distension is
limited or localized
Rapid dehydration

Distal small bowel


Pain: central and colicky
Vomitus is feculunt
Distension is severe
Visible peristalsis
May continue to pass
flatus and feacus before
absolute constipation

Colonic
Preexisting change in
bowel habit
Colicky in the lower
abdomin
Vomiting is late
Distension prominent
Cecum ? distended

Persistent pain may be a sign of strangulation


Relative and absolute constipation

2. Pemeriksaan Fisik
General
Vital signs:
P, BP, RR, T, Sat
dehydration
Anaemia, jaundice, LN
Assessment of vomitus
if possible
Full lung and heart
examination

Abdominal

Others

Abdominal distension and its


pattern
Hernial orifices
Visible peristalsis
Cecal distension
Tenderness, guarding and rebound
Organomegaly
Bising Usus

Systemic
examination
If deemed necessary.
CNS
Vascular
Gynaecological
muscuoloskeltal

High pitched (metallic sound)


Meningkat
Menghilang

Rectal examination

Darm konturterlihatnya bentuk


usus pada dinding abdomen
Darm Steifungterlihatnya gerakan
peristaltik pada dinding abdomen

Pemeriksaan Radiologis
Posisi: Supine, tegak dan LLD
Pola udara dalam usus:

Gastric,
Colonic and 1-2 small bowel

Fluid Levels:

Gastric
1-2 small bowel

Periksa udara pada 4 area:


1.
2.
3.
4.

Caecal
Hepatobiliary
Udara bebas dibawah diaphragma
Rectum

Periksa adanya kalsifikasi


Periksa adanya massa, psoas shadow
Periksa adanya feses

The Difference between small


and large bowel obstruction
Large bowel
Peripheral ( diameter 8 cm max)
Presence of haustration

Small Bowel
Central ( diameter 5 cm max)
Vulvulae coniventae
Ileum: may appear tubeless

Radiologi: Supine dan tegak(LLD)


A.
B.

Sensitivitas: 60% (sampai 90%)


Yang dapat ditemukan:
1.
2.
3.
4.

Distensi usus pada proksimal dari obstruksi


Usus kolaps pada distal dari obstruksi
Posisi tegak atau LLD: Air-fluid levels
Posisi Supine
a. Sharply angulated distended bowel loops
b. Step-ladder arrangement or parallel bowel
loops

Tatalaksana Awal di UGD

ResusitasiABC bila pasien tidak


stabil

Air way (O2 60-100%)


Infus 2 akses vena bila
dibutuhkan
Infus kristaloid sesuai
kondis pasien

Pemeriksaan laboratorium
Dekompresi dengan Naso-gastric
tube
Pemasangan kateter
urinmonitor output urin setiap
jambalans cairan ketat
Antibiotik IV (tidak ada bukti yang
jelas)
Pemasangan CVPBila
dikhawatirkan akan terjadi
pemberian cairan yang berlebih
Follow-up hasil lab dan Koreksi
ketidakseimbangan elektrolit
Perawatan di intermediate care
Rectal tubes hanya dilakukan
pada Sigmoid volvulus.

Indikasi operasi segera

Adanya
strangulasicontoh:
hernia
Adanya tanda-tanda
peritonitis yang
disebabkan karena
perforasi atau iskemia

Pneumoperitoneum
Definisi pneumoperitoneum
Adanya udara pada rongga
peritoneum

Penyebab tersering adalah


adanya perforasi organ
berongga:
Perforasi ulkus
Perforasi usus

43. Hypertrophic Pyloric Stenosis

CLINICAL MANIFESTATIONS
The classic presentation of IHPS
Bayi 3-6 minggu
Mengalami muntah segera setelah makan, tidak
berwarna hijau (non-bilious) dan sering kali
proyektilMuntah proyektil
Muntah dapat berwarna seperti kopi karena iritasi
lambung akibat tekanan di pilorus yang tinggi

Terlihat lapar dan makan setelah muntah (a

"hungry vomiter")

Palpable mass
Massa
Paling mudah teraba segera setelah muntah
karena sebelumnya tertutupi oleh antrum yang
distensi atau otot abdomen yang menegang

Barium Meal:
Mushroom sign
String sign
Double tract sign

https://www.med-ed.virginia.edu/courses/rad/peds/abd_webpages/abdominal15b.html

Pemeriksaan Penunjang
Foto Polos Abdomen:
Dapat ditemukan gambaran single bubble
Dilatasi dari gaster akibat udara usus yang tidak dapat
melewati pilorus

Gambaran Caterpillar sign


Terjadi akibat hiperparistaltik pada gaster

GERD signs and symptoms

The margin of the left diaphragm is not


visulized. Barium study shows intrathoracic
herniation of the stomach through a left
diaphragmatic rupture (hourglass sign)

44. Anatomi Kulit

Epidermis and Dermis


Epidermis is avascular (no blood
vessels)
Dermis is highly vascular (has blood
vessels)
Epidermis receives nourishment from
dermis
Cells far away from nourishment die

Epidermis

Dermis
Thick layer under the
epidermis
Contains blood
vessels
Oil glands
Sweat glands
Hair follicles
Fat tissue
Nerves
Connective tissue

45.Muscles of Mastication

Figure 10.7a

Muscles of Mastication

Figure 10.7b

True Muscles of mastication


All V3 innervation

1. Temporalis m.
2. Masseter m.

ADDUCTORS jaw closing/raising

3. Medial pterygoid
4. Lateral pterygoid
upper head: to articular disc
lower head: to neck of mandibular condyle

Action of muscles during masticatory movements


Opening / Depressor jaw muscles
mylohyoid / digastric / lateral pterygoid

Closing / elevator jaw muscles

medial pterygoid / superficial masseter / temporalis

Accessory Muscles of
mastication
Vital for normal chewing, but not
mandibular adductors/protractors

Buccinator N. VII
Digastric N. V3 & VII
TongueN. XII

46. Spinal Injury


Tujuan tatalaksana trauma
spinal
Protect further injury
during evaluation and
management
Identify spine injury or
document absence of
spine injury
Optimize conditions for
maximal neurologic
recovery

Curiga cedera spinal


Kecelakaan dengan
kecepatan tinggi
Jatuh dari ketinggian
Tidak sadar
Jejas multipel
Defisit neurologi
Spinal pain/tenderness

Tanda Dan Gejala Spinal Cord Injury


Paralisis ekstremitas
Nyeri pada pergerakan
Nyeri tekan pada
vertebra
Gangguan
pernapasan
Deformitas vertebra
Priapismus
inkontinensia
Posturing
Parestesia

Gejala Shock Neurogenic


Bradycardia
Hipotensi
Cool, Moist & Pale skin
above the injury
Warm, Dry & Flushed
skin below the injury

Pre-hospital management
Move to a safe place,
prevent additional injury
Protect spine at all times
during the management of
patients with multiple
injuries Pasang collar
neck
Up to 15% of spinal injuries
have a second fracture
elsewhere in the spine
Ideally, whole spine should
be immobilized in neutral
position on a firm surface

PROTECTION PRIORITY
Pasang collar Neck

Detection Secondary
Log Roll

Pasien yang memerlukan X-ray?

Radiografi pada cedera spinal


Cervical lateral diagnostic 80%
Foto vertebra komplit AP-Lateral
90% diagnostic
CT spinal 98% diagnostic
22.5 logrolled view untuk melihat
facets
45 view melihat intervertebral
foramen & facets

Trauma.org

Vertebra cervical normal


Peg & lateral mass distance <2mm and symmetrical
Peg & arch of atlas distance <2mm in adults < 4mm in kids
Above C4 the width is <half of the VB width below C4 its
equal to one VB width

Pseudosubluxation of C2 on C3 is normal in young kids& it


disappears on extension
C1 and C2 interspinous space <10mm wide
Distance between occiput and atlas <5mm
Anterior compression of VB >40% suggest burst fracture

Modifikasi untuk pasien dengan kecurigaan trauma medula


spinalis:
1. Tongue/jaw lift
2. Modified jaw thrust

47. Dosis Lidokain


Dosis max di soal
4mg/Kg BB
4x50= 200mg

2% lidokain (w/v)
2g/100cc
20mg/cc
1 ampul 2 cc= 40mg

200 mg = 5x40 mg
= 5 ampul

National Immunization Program Centers for


Disease Control and Prevention. Revised
March 2002

48. Tetanus Wound Management


Clean, minor
wounds

Vaccination History

Td

Unknown or <3 doses

Yes

3+ doses

No*

* Yes, if >10 years since last dose


** Yes, if >5 years since last dose

TIG

All other
wounds

Td

TIG

No

Yes

Yes

No

No** No

Perawatan luka
Wound toilet
Semua luka
harus
dibersihkan
sesegera
mungkin
Debridement
Bersihkan luka dari
tanah, debu
jaringan nekrotik
dan benda asing
lainnyaall foreign
bodies, soil, dust,
necrotic tissue

Dosis ATS dan HTIG

49. BNO-IVP Pada BPH


Pielografi Intravena (IVP)Pemeriksaan IVP dapat
menerangkan kemungkinan adanya:
kelainan pada ginjal maupun ureter berupa
hidroureter atau hidronefrosis
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang
ditunjukkan oleh adanya indentasi prostat
(pendesakan vesica urinaria oleh kelenjar prostat)
atau ureter di sebelahdistal yang berbentuk seperti
mata kail
penyulit yang terjadi pada vesica urinaria yaitu adanya
trabekulasi, divertikel, atau sakulasi vesica urinaria
foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

Bladder indentation
Prostatic enlargement
The bladder base is
lifted up and shows an
impression from the
enlarged prostate
(arrow)
A balloon catheter is in
the bladder.

50. Shoulder and Upper


Limb Muscles

202

Flexors of arm
Remember arm means
from shoulder to elbow.

Pectoralis major
Deltoid
anterior 1/3

21 Oct. 2011

Arm-muscles.ppt

203

Extensors of arm
Latissimus dorsi, Deltoid (posterior 1/3), Teres
major.
Also hyperextensors.

21 Oct. 2011

Arm-muscles.ppt

204

Abductors of Arm
Deltoid
Supraspinatus

21 Oct. 2011

Arm-muscles.ppt

205

Adductors of Arm
Pectoralis major
Latissimus dorsi
Teres major

21 Oct. 2011

Arm-muscles.ppt

206

51. Colonic Carcinoma


Time Course Symptoms

Findings

Early

None

None
Occult blood
in stool

Mid

Rectal
bleeding
Change in
bowel habits

Rectal mass
Blood in stool

Late

Fatigue
Anemia
Abdominal
pain

Weight loss
Abdominal
mass
Bowel
obstruction

Site Distribution

Staging

Faktor Risiko
Etiologi tumor colorectal belum diketahui secara pasti,
beberapa faktor yang diduga berperan adalah:
Faktor herediter
10-15% carcinoma colorectalkasus familial.

Usia
faktor risiko dominan
Insidensi meningkat diatas 50 tahun

Diet dan lingkungan


lebih sering terjadi pada populasi yang mengkonsumsi diet
tinggi lemak hewani dan rendah serat.

Inflammarory bowel disease


Pasien dengan Inflammatory bowel disease, khususnya colitis
ulceratif kronis, berhubungan dengan meningkatnya risiko
carcinoma colorectal.

Pemeriksaan Penunjang
Fecal occult blood test (FOBT) : pemeriksaan
terhadap darah dalam feces. Ada 2 tipe
pemeriksaan darah pada feces yaitu guaiac
based (pemeriksaan kimiawi) dan
immunochemical.
Endoskopi
Rectosigmoidoskopi
Fleksibel sigmoidoskopi dan colonoskopi

Pemeriksaan Penunjang
Double contrast barium
enema (DCBE): Barium
enema dimasukkan,
diikuti dengan pemasukan
udara untuk
mengembangkan colon.
Hasilnya adalah lapisan
tipis dari barium akan
meliputi dinding sebelah
dalam dari colon yang
akan terlihat pada hasil
pemeriksaan sinar X.

52.Rabies

Purified Chick Embryo Cell Vaccine (PCEC)

http://www.cdc.gov/rabies/medical_care/in
dex.html

Human Diploid Cell Vaccine (HDCV)

Rabies

Envelope virus ini


antara lain
mengandung lipid
dapat larut oleh
eter
virus rabies mudah
diinaktivasi dengan
lipid solvent
air sabun 20%
eter

53. Congenital Malformation


Disorder

Definition

Radiologic Findings

Hirschprung

Congenital
aganglionic
megacolon

Barium Enema: a transition zone that


separates the small- to normal-diameter
aganglionic bowel from the dilated bowel
above

Intussusception

A part of the
intestine has
invaginated into
another section of
intestine

Intussusception found in air or barium


enema

Duodenal
atresia

Dueodenum

Plain X-ray: Double Bubble sign

Anal Atresia

birth defects in
Knee chest position/invertogram: to
which the rectum is determined the distance of rectum stump
malformed
to the skin (anal dimple)

http://emedicine.medscape.com/

invertogram

Intussusception

Hirschprung

Classifcation:
A low lesion
colon remains close to the skin
stenosis (narrowing) of the anus
anus may be missing altogether,
with the rectum ending in a blind
pouch

A high lesion
the colon is higher up in the pelvis
fistula connecting the rectum and
the bladder, urethra or the vagina

A persistent cloaca
rectum, vagina and urinary tract
are joined into a single channel
http://emedicine.medscape.com/

Learningradiology.om

Duodenal atresia

Classification
Males
1.

Cutaneous (perineal fistula)

2.

Rectourethral fistula
A.

Bulbar

B.

Prostatic

Females
1.

Cutaneous (perineal fistula)

2.

Vestibular fistula

3.

Imperforate anus without fistula

3.

Rectobladder neck fistula

4.

Rectal atresia

4.

Imperforate anus without

5.

Cloaca

5.

fistula

A.

Short common channel

Rectal atresia

B.

Long common channel

6.

Complex malformations

Menurut Berdon, membagi


atresia ani berdasarkan
tinggi rendahnya kelainan,
yakni :
Atresia ani letak tinggi
bagian distal rectum
berakhir di atas muskulus
levator ani (> 1,5cm
dengan kulit luar)
Atresia ani letak rendah
distal rectum melewati
musculus levator ani (
jarak <1,5cm dari kulit
luar)

Menurut Stephen, membagi


atresia ani berdasarkan pada
garis pubococcygeal.
Atresia ani letak tinggi
bagian distal rectum
terletak di atas garis
pubococcygeal.
Atresia ani letak rendah
bila bagian distal rectum
terletak di bawah garis
pubococcygeal.

Management
Newborn Male Anorectal Malformation
Selama 24 jam pertama

Puasa

Cairan melalui infus

Antibiotik

Evaluasi adanya defek yang mungkin menyertai dan dapat mengancam nyawa.
NGT exclude esophageal atresia
Echocardiogram exclude cardiac malformations, esophageal atresia.

Radiograph of the lumbar spine and the sacrum


Spinal ultrasonogram evaluate for a tethered cord.
Ultrasonography of the abdomen evaluate for renal anomalies.
Urine analysis

Annals of pediatrics surgery. October 2007

Setelah 24 jam
Re evaluate

Bila pasien memiliki fistula perineal

TindakanAnoplasty, tanpa protective colostomy

Dapat dilakukan dalam 48 jam pertama kehidupan

Bila tidak ada mekonium di perineum, direkomendasikan untuk melakukan


pemeriksaan radiologi cross-table lateral radiograph dengan pasien dalam
posisi tengkurap (knee-chest position)
Bila udara dalam rektum berada dibawah os koksigis dan pasoen dalam kondisi
baik, tanpa defek yang lain
Pertimbangkan melakukan posterior sagittal operation (PSARP) dengan atau
tanpa protective colostomy

Bila gas dalam rektum berada diatas os koksigis atau pasien memiliki mekonium
dalam urin, sakrum abnormal atau flat bottom
Harus dilakukan kolostomi terlebih dahulu

Kemudian posterior sagittal anorectoplasty(PSARP) , 1 sampai 2 bulan


kemudian, setelah pasien memiliki kenaikan berat badan yang cukup
Annals of pediatrics surgery. October 2007

Emergency treatment
Obstruction is an
emergency in atresia
ani patients
Abdominal distention
Vomiting
Dehydration

RehydrateIV fluid
Decompression
Gastric tubes
Urine catheter

Antibiotics
Colostomy for
obstruction release
Definitive surgery after
condition improved

Algorithm for female infant

54. DVT

Virchow Triads:
(1) venous stasis
(2) activation of blood coagulation
(3) vein damage

Crurales Vein is a common and


incorrect terminology

Superficial vein systems

Signs and symptoms of


DVT include :
Pain in the leg
Tenderness in the calf (this
is one of the most
improtant signs )
Leg tenderness
Swelling of the leg
Increased warmth of the
leg
Redness in the leg
Bluish skin discoloration
Discomfort when the foot
is pulled upward (Homans)
http://www.medical-explorer.com/blood.php?022

Patient with suspect symptomatic


Acute lower extremity DVT

Venous duplex scan

negative

Low clinical probability

observe

High clinical probability

positive

negative

Evaluate coagulogram /thrombophilia/ malignancy

Repeat scan /
Venography
Anticoagulant therapy
contraindication

IVC filter

yes

No

pregnancy
OPD
hospitalisation

LMWH
LMWH
UFH

warfarin

Compression treatment

Color duplex scan of DVT

Venogram shows DVT

55. Fracture Configuration

http://www.merckmanuals.com/professional/injuries_poisoning/fractures_dis
locations_and_sprains/fractures.html

56. Triage
Triage Priorities
1. Red- prioritas utama

Urutan Penanganan
memerlukan penanganan
Pertama : wanita dengan
segeraberkaitan dengan kondisi
peritonitis e.c
sirkulasi atau respirasi
appendisitis perforata
2. Yellow- prioritas kedua
Kedua
: anak dengan
Dapat menunggu lebih lama, sebelum
invaginasi
transport (45 minutes)
Ketiga
: orang tua
3. Green- Dapat berjalan
dengan volvulus
Dapat menunggu beberapa jam untuk
Keempat : pria dengan
transport
hernia incaserata
4. Black- Meninggal
Kelima : wanita dengan
Akan meninggal dalam penanganan
kolesistitis akut
emergensi memiliki luka yang
mematikan

*** mark triage priorities (tape, tag)

Triage Category: Red


Red (Highest) Priority:
Pasien yang
memerlukan
penanganan segera dan
transport secepatcepatnya

Gangguan Airway dan


breathing
Perdarahan banyak dan
tidak terkontrol
Decreased level of
consciousness
Severe medical problems
Shock (hypoperfusion)
Severe burns

Yellow
Yellow (Second) Priority:
Pasien yang penanganan
dan traportnya dapat
ditunda sementara waktu
Luka bakar tanpa gangguan
airway
Trauma tulang atau sendi
besar atau trauma multiple
tulang
Trauma tulang belakang
dengan atau tanpa
kerusakan medula spinalis

Green
Green (Low) Priority:
Pasien yang
penanganan dan
transportnya dapat
ditunda sampai yang
terakhir
Fraktur Minor
Trauma jaringan lunak
Minor

Immediate

Patients

Delayed

Deceased

START

Simple Triage And Rapid Treatment

It is a simple step-by-step
triage and treatment
method to be used by the
first rescuers responding
to a multi casualty
incident. It allows these
rescuers to identify
victims at greatest risk for
early death and to
provide basic stabilization
maneuvers

If you can walk, go stand


over there!

All of Yall, go over there!


(Texas version )
Mark green

START Algorithm (Airway/Breathing)


RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE

YES

REPOSITION AIRWAY

ASSESS RESPIRATIONS/VENTILATIONS

NONE
DECEASED
Immediate

Patients

Delayed

Deceased

YES

> 30/MINUTE

IMMEDIATE

IMMEDIATE

<30/MINUTE
ASSESS
PERFUSION

START Algorithm (Circulation)


PERFUSION

<2 SECONDS
ASSESS
MENTAL STATUS

> 2 SECONDS
CONTROL
BLEEDING

IMMEDIATE

Immediate

Patients

Delayed

Deceased

START Algorithm (Disability)


MENTAL STATUS

FOLLOWS
SIMPLE
COMMANDS
DELAYED

Immediate

Patients

Delayed

Deceased

FAILS TO FOLLOW
SIMPLE
COMMANDS

IMMEDIATE

ILMU PENYAKIT MATA

57-58. Episcleritis
Simple episcleritis
This common condition is a
benign, recurrent
inflammation of the episclera
it is most common in young
women.
Episcleritis is usually selflimiting and may require little
or no treatment.
It is not usually associated
with any systemic disease,
although around 10% may
have a connective tissue
disease.

Clinical features

Sudden onset of mild discomfort, tearing


photophobia; may be recurrent.
Sectoral (occasionally diffuse) redness that
blanches with topical vasoconstrictor (e.g.,
phenylephrine 10%); globe nontender;
spontaneous resolution 12 weeks.

Treatment

Supportive: reassurance cold


compresses.
Artificial tears
Topical: consider lubricants NSAID (e.g.,
ketorolac 0.3% 3x/day; uncertain benefit).
Although disease improves with topical
steroids, there may be rebound
inflammation on withdrawal.
Systemic: if severe or recurrent disease,
consider oral NSAID (e.g., flurbiprofen 100
mg 3x/day for acute disease).

Nodular episcleritis
Clinical features
Sudden onset of FB sensation,
discomfort, tearing photophobia.
It may be recurrent.
Red nodule arising from the
episclera
can be moved separately from the
sclera (cf. nodular scleritis) and
conjunctiva
blanches with topical
vasoconstrictor (e.g.,
phenylephrine 10%)
does not stain with fluorescein;
globe nontender
Spontaneous resolution occurs in
56 weeks.

Treatment
Treat as for simple episcleritis, but
there is a greater role for ocular
lubricants.
Patients with severe or prolonged
episodes may require artificial
tears and/or topical
corticosteroids.
Nodular episcleritis is more
indolent and may require local
corticosteroid drops or antiinflammatory agents.
Topical ophthalmic 0.5%
prednisolone, 0.1%
dexamethasone, or 0.1%
betamethasone daily may be used.

59. Presbiopia
Pemeriksaan dengan
kartu Jaeger untuk
melihat ketajaman
penglihatan jarak
dekat.

Koreksi lensa positif untuk menambah


kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia
Kekuatan lensa yang biasa digunakan:
+ 1.0 D usia 40 tahun
+ 1.5 D usia 45 tahun
+ 2.0 D usia 50 tahun
+ 2.5 D usia 55 tahun
+ 3.0 D usia 60 tahun

The card is held 14


inches (356 mm) from
the persons's eye for
the test. A result of
14/20 means that the
person can read at 14
inches what someone
with normal vision can
read at 20 inches.
http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg

60. CMV Infection in HIV


Chorioretinitis most commonly occurs in patients with
CD4 lymphocyte counts <50 cells/L and accounts for
80% to 90% of CMV disease in patients with AIDS.
CMV retinitis accounts for at least 90% of HIV-related
infectious retinopathies.
Toxoplasmosis is the second most common
opportunistic infection of the eye, but it is not
associated with hemorrhage and typically occurs in
patients with cerebral toxoplasmosis.
Syphilis, herpes simplex virus, varicella-zoster virus,
and tuberculosis are other infections that may rarely
involve the retina.

CMV Infection in HIV


Common presenting symptoms include
decreased visual acuity, the perception of
floaters, or visual field loss.
Ophthalmologic examination of patients with
CMV retinitis typically reveals large creamy to
yellowish-white granular areas with perivascular
exudates and hemorrhages.
These lesions may occur at either the periphery
or center of the fundus.
If left untreated, lesions generally progress within
2 to 3 weeks and can result in blindness.

Treatment
Ganciclovir/Valganciclovir
For induction therapy, ganciclovir is given at an
intravenous dose of 5 mg/kg twice daily for 2 to 3
weeks or until stabilization of retinitis.
Maintenance therapy with ganciclovir (5 mg/kg)
is administered once daily.
Intravenous ganciclovir has been supplemented
by valganciclovir (Valcyte) at a dose of 900 mg
(two 450-mg tablets) orally results in ganciclovir
blood levels similar to those obtained with a dose
of 5 mg/kg intravenous ganciclovir.

61. OKLUSI ARTERI RETINA


Kelainan retina akibat sumbatan akut arteri retina
sentral yang ditandai dengan hilangnya penglihatan
mendadak.
Predisposisi
Emboli paling sering (hipertensi, aterosclerosis, penyakit
katup jantung, trombus pasca MCI, tindakan angiografi,
Penyakit spasme pembuluh darah karena endotoksin
(keracunan alkohol, tembakau, timah hitam
Trauma(frakturorbita)
Koagulopati (kehamilan, oral kontrasepsi)
Neuritis optik, arteritis, SLE
Kuliah SUB BAG. VITREORETINA
ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Gejala Klinis :

Visus hilang mendadak tanda nyeri


Amaurosis Fugax (transient visual loss)
Lebih sering laki-laki diatas 60thn
Fase awal setelah obstruksi gambaran fundus
normal.
Setelah 30 menit retina polusposterior pucat
kecuali di daerah foveola dimana RPE dan koroid
dapat terlihat Cherry Red Spot
Setelah 4-6 minggu : fundus normal kembali
kecuali arteri halus, dan berakhir papil atropi
Kuliah SUB BAG. VITREORETINA
ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Cherry red Spot

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Penatalaksanaan :
Tx berkaitan dengan
penyakit sistemik
Untuk memperbaiki visus
harus waspada sebab 90
menit setelah sumbatan
kerusakan retina
ireversible.
Prinsip gradient
perfusion pressure
(menurunkan TIO secara
mendadak sehingga
terjadi referfusi dengan
menggeser sumbatan)

Gradient perfusion
pressure :
Parasentesis sumbatan di
bawah 1 jam 0,1 0,4cc
Masase bola mata (dilatasi
arteri retina)
blocker
acetazolamide
Streptokinase (fibrinolisis)
Mixtur O2 95% dengan
CO2 5% (vasodilatasi)

Kuliah SUB BAG. VITREORETINA


ILMU P. MATA FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK MEDAN

Defini dan gejala


Oklusi arteri Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri, thrombus dan
sentral
emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya pengaliran darah, giant
retina
cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi, sifilis dan trauma. Secara
oftalmoskopis, retina superficial mengalami pengeruhan kecuali di foveola yang
memperlihatkan bercak merah cherry(cherry red spot). Penglihatan kabur yang hilang
timbul tanpa disertai rasa sakit dan kemudian gelap menetap. Penurunan visus
mendadak biasanya disebabkan oleh emboli
Oklusi vena
sentral
retina

Kelainan retina akibat sumbatan akut vena retina sentral yang ditandai dengan
penglihatan hilang mendadak.
Vena dilatasi dan berkelok, Perdarahan dot dan flame shaped , Perdarahan masif pada ke
4 kuadran , Cotton wool spot, dapat disertai dengan atau tanpa edema papil

Ablatio
retina

suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari epitel pigmen retina (RIDE). Gejala:floaters,
photopsia/light flashes, penurunan tajam penglihatan, ada semacam tirai tipis berbentuk
parabola yang naik perlahan-lahan dari mulai bagian bawah hingga menutup

Perdarahan
vitreous

Perdarahan pada selaput vitreous sampai ke dalam vitreous. Gejala: penglihatan buram
tiba-tiba, peningkatan floaters,dan kilatan cahaya

Amaurosis
Fugax

Kehilangan penglihatan tiba-tiba secara transient/sementara tanpa adanya nyeri,


biasanya monokular, dan terkait penyakit kardiovaskular

62. Entropion
Yaitu kondisi di mana margo palpebra membalik ke dalam
Pada enteropion bisa disertai dengan trikiasis
Terdapat beberapa jenis entropion:
Entropion kongenital: sangat jarang terjadi, biasanya menghilang
sejalan dengan waktu
Entropion involusional (senilis): bentuk yang paling umum, berkaitan
dengan usia tua karena proses penuaan. Results from inferior retractor
dysfunction tissue laxity and possibly override of preseptal orbicularis
over pretarsal orbicularis.
Entropion sikatrikal: sering mengenai margo palpebrae superior,
disebabkan oleh jaringan parut pada konjungtiva dan tarsus, seperti
pada trauma, operasi, bahan kimia, trakoma
Entropion spastik: sering mengenai palpebra inferior, disebabkan
karena spasme otot orbikularis okuli. Sering didapatkan pada orangtua
(entropion senilis), dimana terdapat relaksasi dari kulit palpebra dan
letak bola mata yang lebih dalam, akibat berkurangnya jaringan lemak

Gejala & tanda:


Terjadi akibat rangsangan mekanis dan kerusakan
kornea, seperti nyeri, lakrimasi, fotofobia,
blefarospasme, injeksi konjungtiva
Kornea keruh, terdapat ulkus kornea

Pengobatan:
Operasi berupa tarsotomi

63. Herpes Zoster Oftalmika

Reaktivasi dari virus Varicella Zoster


yang mengenai saraf trigeminus
cabang oftalmika
Manifestasi okular biasanya
didahului oleh munculnya vesikel
pada distribusi saraf trigeminal
cabang oftalmika
Besar kemungkinan terjadi masalah
okular bila cabang nasosiliar dari
saraf tersebut ikut terkena

Tanda

Pembengkakan kelopak mata


Keratitis
Iritis
Glaukoma sekunder

Terapi asiklovir oral 5x800 mg


selama 7-10 hari diberikan
dalam 3 hari sejak erupsi
vesikel kulit
When the natural blinking
reflex and eyelid function are
affected, long term application
of a lubricating eye ointment
or eye gel is indicated to
prevent corneal epithelial
damage.

Wim Opstelten. Managing ophthalmic herpes zoster in primary care. BMJ. 2005 July 16; 331(7509): 147
151.. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC558704/

64. Benda Asing di Konjungtiva

Gejala yang ditimbulkan berupa


nyeri, mata merah dan berair, sensasi
benda asing, dan fotofobia.
Faktor Risiko: Pekerja di bidang
industri yang tidak memakai
kacamata pelindung, seperti: pekerja
gerinda, pekerja las, pemotong
keramik, pekerja yang terkait dengan
bahan-bahan kimia (asam-basa), dll.
Pemeriksaan Fisik
Biasanya visus normal;
Ditemukan injeksi konjungtiva
tarsal dan/atau bulbi
Pada konjungtiva tarsal superior

Penatalaksanaan (menurut buku panduan


layanan primer IDI & emedicine)
Berikan tetes mata pantokain 2% sebanyak
1-2 tetes pada mata yang terkena benda
asing.
Gunakan kaca pembesar (lup) dalam
pengangkatan benda asing.
Periksa lokasi benda asing dengan
meminta pasien melihat ke atas, ke bawah,
kiri, dan kanan
Periksa inferior conjunctival cul-de-sac
dengan meminta pasien melihat ke atas
ketika pemeriksa membuka kelopak mata
bawah
Untuk memeriksa superior conjunctival
cul-de-sac, lakukan eversi kelopak mata
atas dengan kapas lidi atau paper clip
(seperti gambar)
Angkat benda asing dengan menggunakan
lidi kapas yang lembab atau jarum suntik
ukuran 23G.
Arah pengambilan benda asing dilakukan
dari tengah ke tepi.
Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan
betadin pada tempat bekas benda asing.
Kemudian, berikan antibiotik topikal (salep
atau tetes mata) seperti kloramfenikol
tetes mata, 1 gtt setiap 2 jam selama 2
hari.

65. Trichiasis
Suatu kelainan dimana bulu mata
mengarah pada bola mata yang
akan menggosok kornea atau
konjungtiva
Biasanya terjadi bersamaan
dengan penyakit lain seperti
pemfigoid, trauma kimia basa dan
trauma kelopak lainnya, blefaritis,
trauma kecelakaan, kontraksi
jaringan parut di konjungtiva dan
tarsus pada trakoma
Gejala :
Konjungtiva kemotik dan hiperemi,
keruh
Erosis kornea, keratopati dan ulkus
Fotofobia, lakrimasi dan terasa
seperti kelilipan
blefarospasme

Trichiasis
Tatalaksana:
Yang utama: bedah
Lubrikan seperti artificial tears dan
salep untuk mengurasi iritasi akibat
gesekan
Atasi penyakit penyebab trikiasis, cth
SSJ, ocular cicatrical pemphigoid)

Tatalaksana Bedah trikiasis


segmental (fokal)
Epilasi: dengan forsep dilakukan
pencabutan beberapa silia yang salah
letak, dilakukan 2-3 kali. Biasanya
dicoba untuk dilakukan epilasi terlebih
dahulu. Trikiasis bisa timbul kembali.
Elektrolisis/ elektrokoagulasi, ES: nyeri
Bedah beku (krioterapi): banyak
komplikasi
Ablasi denga radiofrekuensi: sangat
efektif, cepat , mudah, bekas luka
minimal

Tatalaksana bedah untuk


trikiasis yg disebabkan
krn kelainan anatomi:
Entropion: dilakukan
tarsotomi
Posterior lamellar scarring:
Grafting

66-67. Defisiensi vitamin A


Vitamin A meliputi retinol, retinil ester, retinal
dan asam retinoat. Provitamin A adalah semua
karotenoid yang memiliki aktivitas biologi karoten
Sumber vitamin A: hati, minyak ikan, susu &
produk derivat, kuning telur, margarin, sayuran
hijau, buah & sayuran kuning
Fungsi: penglihatan, diferensiasi sel, keratinisasi,
kornifikasi, metabolisme tulang, perkembangan
plasenta, pertumbuhan, spermatogenesis,
pembentukan mukus
Kliegman RM. Nelsons textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011

Konjungtiva normalnya memiliki sel goblet.


Hilangnya/ berkurangnya sel goblet secara
drastis bisa ditemukan pada xerosis
konjungtiva.
Gejala defisiensi:
Okular (xeroftalmia): rabun senja, xerosis
konjungtiva & kornea, keratomalasia, bercak Bitot,
hiperkeratosis folikular, fotofobia
Retardasi mental, gangguan pertumbuhan,
anemia, hiperkeratosis folikular di kulit

Xerophthalmia (Xo)
Stadium :
XN
X1A
X1B
X2
X3A
X3B
XS
XF

: night blindness (hemeralopia)


: xerosis conjunctiva
: xerosis conjunctiva (with bitots spot)
: xerosis cornea
: Ulcus cornea < 1/3
: Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea
: Corneal scar
: Xeroftalmia fundus

Therapy & Prevention


Therapy :
- Day 1 : 100.000 IU im or 200.000 IU oral
- Day 2 : 100.000 IU im or 200.000 IU oral
- Day 14 / worsened / before discharge :
200.000 IU im / oral

Prevention (every 6 months):


- < 6 months
: 50.000 IU oral
- 6 12 months
: 100.000 IU oral
- > 1 year
: 200.000 IU oral

X2
Dryness of cornea

Wrinkle and hyperpigmentation


29

X3B
Ulkus kornea > 1/3

Keratomalacea
30

XS
Corneal scar

Bitots Spot

Xerophtalmia

Follicular hyperkeratosis

Pemeriksaan Penunjang
A serum retinol study is a costly
but direct measure using highperformance liquid
chromatography.
A value of less than 0.7 mg/L in
children younger than 12 years is
considered low.

A serum RBP study


easier to perform and less
expensive than a serum retinol
study, because RBP is a protein and
can be detected by an
immunologic assay.
RBP is also a more stable
compound than retinol
However, RBP levels are less
accurate, because they are
affected by serum protein
concentrations and because types
of RBP cannot be differentiated.

The serum retinol level may be


low during infection because of a
transient decrease in the RBP.
A zinc level is useful because zinc
deficiency interferes with RBP
production.
An iron panel is useful because
iron deficiency can affect the
metabolism of vitamin A.
Albumin levels are indirect
measures of vitamin A levels.
Obtain a complete blood count
(CBC) with differential if anemia,
infection, or sepsis is a possibility.

68. Konjungtivitis Alergi


Allergic conjunctivitis may be divided into 5 major
subcategories.
Seasonal allergic conjunctivitis (SAC) and
perennial allergic conjunctivitis (PAC) are
commonly grouped together.
Vernal keratoconjunctivitis (VKC), atopic
keratoconjunctivitis (AKC), and giant papillary
conjunctivitis (GPC) constitute the remaining
subtypes of allergic conjunctivitis.
VKC & AKC are type I hypersensitivity, whereas
GPC is type I & IV hypersensitivity

Konjungtivitis Atopi
Biasanya ada riwayat atopi
Gejala + Tanda: sensasi
terbakar, sekret mukoid
mata merah, fotofobia
Terdapat papila-papila halus
yang terutama ada di tarsus
inferior
Jarang ditemukan papila
raksasa
Karena eksaserbasi datang
berulang kali
neovaskularisasi kornea,
sikatriks

Terapi topikal jangka


panjang: cell mast stabilizer
Antihistamin oral
Steroid topikal jangka
pendek dapat meredakan
gejala

KONJUNGTIVITIS VERNAL
Nama lain:
spring catarrh
seasonal conjunctivitis
warm weather conjunctivitis

Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit


diidentifikasi)
Epidemiologi:
Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10
tahun sejak awitan
Laki-laki > perempuan
Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah
Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir
tidak ada)
Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Gejala & tanda:


Rasa gatal yang hebat, dapat
disertai fotofobia
Sekret ropy
Riwayat alergi pada RPD/RPK
Tampilan seperti susu pada
konjungtiva
Gambaran cobblestone
(papila raksasa berpermukaan
rata pada konjungtiva tarsal)
Tanda Maxwell-Lyons (sekret
menyerupai benang &
pseudomembran fibrinosa
halus pada tarsal atas, pada
pajanan thdp panas)
Bercak Horner Trantas
(bercak keputihan pada
limbus saat fase aktif
penyakit)
Dapat terjadi ulkus kornea
superfisial

Komplikasi:
Blefaritis & konjungtivitis
stafilokokus

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Tatalaksana
Self-limiting
Akut:
Steroid topikal (+sistemik
bila perlu), jangka
pendek mengurangi
gatal (waspada efek
samping: glaukoma,
katarak, dll.)
Vasokonstriktor topikal
Kompres dingin & ice
pack

Jangka panjang & prevensi


sekunder:
Antihistamin topikal
Stabilisator sel mast Sodium
kromolin 4%: sebagai
pengganti steroid bila gejala
sudah dapat dikontrol
Tidur di ruangan yang sejuk
dengan AC
Siklosporin 2% topikal (kasus
berat & tidak responsif)

Desensitisasi thdp antigen


(belum menunjukkan hasil
baik)

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Table. Major Differentiating Factors Between VKC and AKC


Characteristics

VKC

AKC

Age at onset

Generally presents at a younger age


than AKC

over 30 years

Sex

Males are affected preferentially.

No sex predilection

Seasonal variation

Typically occurs during spring months Generally perennial

Discharge

Thick mucoid discharge

Watery and clear discharge

Conjunctival
scarring

Higher incidence of
conjunctival scarring

Horner-Trantas
dots

Horner-Trantas dots and shield ulcers Presence of Horner-Trantas


are commonly seen.
dots is rare.

Corneal
neovascularization

Not present

Deep corneal
neovascularization tends to
develop

Presence of
eosinophils in
conjunctival
scraping

Conjunctival scraping reveals


eosinophils to a greater degree in
VKC than in AKC

Presence of eosinophils is
less likely

69-70. HORDEOLUM
Peradangan supuratif kelenjar kelopak mata
Infeksi staphylococcus pada kelenjar sebasea
Gejala: kelopak bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal,
merah, nyeri bila ditekan, ada pseudoptosis/ptosis akibat
bertambah berat kelopak
Gejala
nampak adanya benjolan pada kelopak mata bagian atas atau
bawah
berwarna kemerahan.
Pada hordeolum interna, benjolan akan nampak lebih jelas
dengan membuka kelopak mata.
Rasa mengganjal pada kelopak mata
Nyeri takan dan makin nyeri saat menunduk.
Kadang mata berair dan peka terhadap sinar.
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas

2 bentuk :
Hordeolum internum: infeksi kelenjar Meibom di dalam
tarsus. Tampak penonjolan ke daerah kulit kelopak, pus
dapat keluar dari pangkal rambut
Hordeolum eksternum: infeksi kelenjar Zeiss atau Moll.
Penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal

http://www.huidziekten.nl/zakboek/dermatosen/htxt/Hordeolum.htm

Hordeolum Eksterna
Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas

Hordeolum Interna

Pengobatan
Self-limited dlm 1-2 mingu
Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4x/hari
Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya:
Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B,
Chloramphenicol
Jika tidak menunjukkan perbaikan : Antibiotika oral
(diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin,
Eritromisin, Doxycyclin
Insisi bila pus tidak dapat keluar
Pada hordeolum interna, insisi vertikal terhadap margo
palpebra supaya tidak memotong kelenjar meibom lainnya
Pada hordeolum eksterna, insisi horizontal supaya kosmetik
tetap baik

Diagnosis Banding
Kalazion
Inflamasi idiopatik, steril, dan kronik dari kelenjar Meibom
Ditandai oleh pembengkakan yang tidak nyeri, muncul
berminggu-minggu.
Dibedakan dari hordeolum oleh ketiadaan tanda-tanda inflamasi
akut
Jika sangat besar, kalazion dapat menekan bola mata,
menyebabkan astigmatisma

Blefaritis
Radang kronik pada kelopak mata, disebabkan peradangan
kronik tepi kelopak mata (blefaritis anterior) atau peradangan
kronik kelenjar Meibom (blefaritis posterior)
Gejala: kelopak mata merah, edema, nyeri, eksudat lengket,
epiforia, dapat disertai konjungtivitis dan keratitis

Selulitis palpebra
Infiltrat difus di subkutan dengan tanda-tanda radang akut,
biasanya disebabkan infeksi Streptococcus.
Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asburys General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007.

NEUROLOGI

71-72 CARPAL TUNNEL SYNDROME


DIAGNOSA
1. Pemeriksaan fisik
Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau menggerak-gerakkan
jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau menghilang akan menyokong diagnosa STK.
Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan adanya atrofi otot-otot
thenar.
Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara manual maupun
dengan alat dinamometer. Penderita diminta untuk melakukan abduksi maksimal
palmar lalu ujung jari dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan
jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai dengan meminta
penderita melakukan gerakan yang rumit seperti menulis atau menyulam.
Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara maksimal,
sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan sehingga dapat dibandingkan. Bila
dalam 60 detik timbul gejala-gejala seperti STK, maka tes ini menyokong diagnosa
STK.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3459/1/p
enysaraf-aldi2.pdf

CARPAL TUNNEL SYNDROME

Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal. Bila dalam
waktu 60 detik timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan menggunakan tensimeter
di atas siku dengan tekanan sedikit di atas tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit
timbul gejala seperti STK, tes ini menyokong diagnosa.
Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa bila timbul parestesia atau nyeri pada
daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan perkusi pada terowongan
karpal dengan posisi tangan sedikit dorsofleksi.
Pressure test. Nervus medianus ditekan di terowongan karpal dengan
menggunakan ibu jari. Bila dalam waktu kurang dari 120 detik timbul gejala seperti
STK, tes ini menyokong diagnosa.
Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu jari dan jari
telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan penderita tidak dapat
menyentuh dindingnya dengan rapat, tes dinyatakan positif dan mendukung
diagnosa.

73. Headache

74-75. Epilepsi
Absence seizure also known as petit mal involves
a brief, sudden lapse of consciousness. Absence
seizures are more common in children than adults.
Someone having an absence seizure may look like he or
she is staring into space for a few seconds.
Compared with other types of epileptic seizures,
absence seizures appear mild.
Absence seizures usually can be controlled with antiseizure medications. Some children who have absence
seizures also have grand mal seizures.

Epilepsy - Classification
Focal seizures account
-

for 80% of adult epilepsies


Simple partial seizures
Complex partial seizures
Partial seizures secondarilly
generalised

Generalised seizures
(include absance
type)
Unclassified seizures

Signs of absence
seizures include:
Vacant stare
Absence of motion
without falling
Lip smacking
Eyelid flutters
Chewing motions
Hand movements
Small movements of
both arms

Absence seizures last


only a few seconds.
Full recovery is almost
instantaneous.
Afterward, there's no
confusion, but also no
memory of the
incident.

76. Klasifikasi Stroke


Trombotik
Iskemik
(saat istirahat)

Emboli
Stroke

Intraserebral
Hemoragik
(saat aktivitas,
peningkatan TIK)

Subarachnoid
(TRM +)

77. PARKINSON DISEASE


Parkinson Disease : a degenerative disorder of the central
nervous system.
The motor symptoms of Parkinson's disease result from the
death of dopamine-generating cells in the substantia nigra, a
region of the midbrain; the cause of this cell death is unknown.
3 main symptoms:

Tremors
Rigidity
Slowed motion (Bradykinesia)
Other symptoms include:

Dementia, sleep disturbances, depression, etc.

Parkinson Disease
No definitive tests for PD. PET scans can aid to determine levels of
dopamine.
Medical history and neurological tests are conducted to diagnose.
Usually, if two of the cardinal symptoms are present
Treatment can be divided into two stages.
Early and Later stages
Early stage
Onset of symptoms, treated with physical therapy and medications
(Levodopa, dopamine agonists, etc)
Later stage
Usually after having received 5+ years of levodopa treatment.
Wearing-off and On/Off effect develops, other medication in
conjunction levodopa is commenced.
MAO-B and COMT inhibitors.
290

78. Trauma Kapitis


Hematom Epidural

Hematom subdural

Lucid interval
Kesadaran makin
menurun
Late hemiparesis
kontralateral lesi
Pupil anisokor
Babinsky (+)
kontralateral lesi
Fraktur daerah
temporal
*akibat pecah a.
meningea media

akut: interval lucid


0-5 hari
Subakut: interval
lucid 5 haribeberapa minggu
Kronik : interval
lucid > 3 bulan
Gejala: sakit kepala
disertai /tidak
disertai penurunan
kesadaran
*akibat robekan
bridging vein

Hematom
subarakhnoid
Kaku kuduk
Nyeri kepala
Bisa didapati
gangguan kesadaran

79. Abses Otak


Abses otak lebih menunjukan gejala-gejala lesi
massa intrakranial daripada proses infeksi. Gejala
utama ialah nyeri kepala menetap, terasa tumpul,
dan berdenyut serta bersifat progresif. Demam
hanya muncul pada 50% kasus. Gejala yang lebih
dominan adalah defisit neurologis (>60% kasus)
berupa hemiparesis, afasia, atau defek lapang
pandang, tergantung lokasi abses. Pada
gambaran MRI tampak kapsul hipodens dikelilingi
garis hiperintens.

80. Glasgow Comma Scale

81. Aphasia
Afasia adalah gangguan berbahasa baik dalam memproduksi dan/atau memahami
bahasa
Tujuh komponen Wernicke-Geshwind Model

Stimulus auditif sistem


audiktif area auditif primer
di girus Hiscl (di kedua lobus
temporalis) area auditif
primer di hemisfer yg dominan
area asosiasi auditif
(Wernicke area) informasi
diteruskan ke daerah enkoding
motorik (area Broca)

Afasia Global
Melibatkan seluruh daerah bahasa di fisura
Sylvii, pasien sama sekali tidak berbicara, atau
sepatah kata atau frasa yang diulang ulang,
artikulasi buruk, tidak bermakna

Afasia Broca (Lesi Frontal)


Pasien tidak bicara atau sedikit bicara,
memerlukan banyak usaha untuk
berbicara, miskin gramtik, menyisipkan,
mengimbuh huruf atau bunyi yg salah
Afasia Wenicke (Sensorik) Lesi
Temporoparietal
Bicara terlalu banyak, kalimat yang
diucapkan tidak mempunyai arti
Afasia Transkortikal

82. SPACE OCCUPAYING LESIONS (SOL)


Space-Occupying Lesions pada otak umumnya
berhubungan dengan malignansi namun keadaan
patologi lain meliputi Abses otak atau hematom.
Adanya SOL dalam otak akan memberikan gambaran
seperti tumor, yang meliputi gejala umum yang
berhubungan dengan peningkatan tekanan intracranial,
perubahan tingkah laku, false localizing sign serta
kelainan tergantung pada lokasi tumor (true localizing
sign). Tumor juga dapat menyebabkan infiltrasi dan
kerusakan pada struktur organ yang penting seperti
terjadinya obstruksi pada aliran LCS yang menyebabkan
hidrosefalus atau menginduksi angiogenesis dan edem
otak.

83. Low back


pain

Journal of American
Academy of Family
Physician

Journal of American
Academy of Family
Physician

Lasegue sign :
Passive straight-leg raising
(possible up to almost 90
degrees in normal individuals)
with the patient supine,
producing radicular, radiating
pain from the buttock through
the posterior thigh.
This maneuver is the usual way
in which compression of the L5
or S1 nerve root is detected.

84. Myesthenia gravis


Myasthenia Gravis
Relatively rare autoimmune disorder of peripheral
nerves in which antibodies form against acetylcholine
(ACh) nicotinic postsynaptic receptors at the myoneural
junction.
Progressively reduced muscle strength with repeated
use of the muscle and recovery of muscle strength
following a period of rest.
The bulbar muscles are affected most commonly and
most severely, but most patients also develop some
degree of fluctuating generalized weakness.
http://emedicine.medscape.com

85. MENINGITIS
Meningitis: radang pada selaput otak yang melapisi otak dan
sumsum tulang belakang
Manifestasi klinis : nyeri kepala, dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung, kaku kuduk, kernig (+), brudzinsky (+)
Klasifikasi (berdasarkan perubahan pada cairan otak) :
Meningitis serosa : cairan otak jernih, paling sering disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosa, penyebab lain: virus, toxoplasma gondhii,
ricketsia
Meningitis purulenta : cairan mengandung pus, penyebabnya antara
lain diplococcus pneumoniae, neisseria meningitidis, streptococcus
haemolyticus, staphylococcus aureus, haemophilus influenza,
pseudomonas aeruginosa

Kapita Selekta

CSF Findings in Meningitis

PSKIATRI

86. Sign & Symptom


Symptoms

Description

Illusion

Perceptual misinterpretation of a real external stimulus.

Delusion

False belief, based on incorrect inference about external reality,


that is firmly held despite objective and obvious contradictory
proof or evidence and despite the fact that other members of
the culture do not share the belief.

Incoherence

Communication that is disconnected, disorganized, or


incomprehensible.

Depersonalization

Sensation of unreality concerning oneself, parts of oneself, or


one's environment that occurs under extreme stress or fatigue.

Derealization

Sensation of changed reality or that one's surroundings have


altered.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

ISI PIKIR
Waham/delusi
satu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru,
berdasarkan simpulan yang keliru tentang kenyataan eksternal,
tidak konsisten dengan intelegensia dan latar belakang budaya
pasien, dan tidak bisa diubah lewat penalaran atau dengan jalan
penyajian fakta.

Jenis-jenis waham:
1. waham bizarre: keyakinan yang keliru, mustahil dan
aneh (contoh: makhluk angkasa luar menanamkan
elektroda di otak manusia)
2. waham sistematik: keyakinan yang keliru atau
keyakinan yang tergabung dengan satu tema/kejadian
(contoh: orang yang dikejar-kejar polisi atau mafia)
3. waham nihilistik: perasaan yang keliru bahwa diri dan
lingkungannya atau dunia tidak ada atau menuju
kiamat

Jenis-jenis waham:
4.
5.

waham somatik: keyakinan yang keliru melibatkan fungsi


tubuh (contoh: yakin otaknya meleleh)
waham paranoid:
a. waham kebesaran: keyakinan atau kepercayaan,
biasanya psikotik sifatnya, bahwa dirinya adalah orang
yang sangat kuat, sangat berkuasa atau sangat besar
b. waham kejaran (persekutorik): satu delusi yang
menandai seorang paranoid, yang mengira bahwa
dirinya adalah korban dari usaha untuk melukainya, atau
yang mendorong agar dia gagal dalam tindakannya.
Keyakinan bahwa dokter dan keluarga berkomplot untuk
merugikan, merusak, mencederai, atau menghancurkan
diri pasien

Jenis-jenis waham:
c.

waham rujukan (delusion of reference): satu


kepercayaan keliru yang meyakini bahwa tingkah laku
orang lain itu pasti akan memfitnah, membahayakan,
atau akan menjahati dirinya
d. waham dikendalikan: keyakinan yang keliru bahwa
keinginan, pikiran, atau perasaannya dikendalikan oleh
kekuatan dari luar. Termasuk di dalamnya:

thought withdrawal: waham bahwa pikirannya ditarik oleh


orang lain atau kekuatan lain
thought insertion: waham bahwa pikirannya disisipi oleh orang
lain atau kekuatan lain
thought broadcasting: waham bahwa pikirannya dapat diketahui
oleh orang lain, tersiar di udara
thought control: waham bahwa pikirannya dikendalikan oleh
orang lain atau kekuatan lain

Jenis-jenis waham:
6. waham cemburu: keyakinan yang keliru yang
berasal dari cemburu patologis tentang
pasangan yang tidak setia
7. erotomania: keyakinan yang keliru, biasanya
pada wanita, merasa yakin bahwa seseorang
sangat mencintainya
8. waham curiga : kecurigaan yang berlebihan atau
irasional dan tidak percaya dengan orang lain

87. Gangguan Afektif


Gangguan Afektif Bipolar:
episode berulang minimal 2 kali,
pada waktu tertentu terdiri dari peningkatan afek &
penambahan energi dan aktivitas,
pada waktu lain berupa penurunan afek disertai pengurangan
energi & aktivitas.
Biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode.
Tipe:

Afektif bipolar, episode kini hipomanik


Afektif bipolar episode kini manik tanpa/dengan gejala psikotik
Afektif bipolar episode kini depresif ringan atau sedang
Afektif bipolar episode kini depresif berat tanpa/dengan gejala
psikotik
Afektif bipolar episode kini campuran

Maslim R. Buku saku diagnosis gangguan jiwa. Rujukan ringkas dari PPDGJ-III.

88. Reaksi Terhadap Stres Berat


Gangguan stres pascatrauma
kondisi yang ditandai oleh munculnya gejala
(gangguan otonomik, afek, & tingkah laku) setelah
melihat, mengalami, atau mendengar peristiwa
traumatis dalam kurun waktu 6 bulan.

Gangguan stres akut


Gangguan yang serupa dengan gangguan stres
pascatrauma, yang muncul segera setelah kejadian

Reaksi Terhadap Stres Berat


Kriteria Diagnosis reaksi stres pascatrauma
Individu terpajan situasi (melihat, mengalami, menghadapi)
yang melibatkan ancaman kematian atau cedera serius atau
ancaman lain yang serupa.
Adanya bayang-bayang kejadian yang persisten, berupa
gambaran, pikiran, persepsi, atau mimpi buruk. Individu
mengalami gejala penderitaan bila terpajan pada ingatan akan
trauma aslinya.
perilaku menghindar dari bayang-bayang dan pikiran tentang
kejadian traumatis (termasuk orang, tempat, dan aktivitas), dan
dapat tidak ingat aspek tertentu dari kejadian.
Adanya gejala peningkatan kesiagaan yang berlebih seperti
insomnia, iritabililta, sulit konsentrasi, waspada berlebih.
Gejala menyababkan hendaya pada fungsi sosial atau pekerjaan.

89. Ansietas Masa Kanak


Gangguan ansietas perpisahan masa kanak:
Ansietas berkaitan dengan perpisahan dari tokoh yang
akrab (orang tua atau kerabat)
Bentuk ansietas:
Kekhawatiran mendalam tokoh itu pergi & tidak kembali
Enggan masuk sekolah karena takut berpisah
Terus-menerus enggan/menolak tidur tanpa ditemani tokoh
kesayangannya tsb
Terus-menerus takut yang tidak wajar untuk ditinggal
seorang diri)
Mimpi buruk berulang tentang perpisahan.
Sering timbul gejala fisik (rasa mual, sakit kepala, sakit
perut, muntah) pada peristiwa perpisahan.
Rasa susah berlebihan pada saat sebelum, selama, atau
sehabis berlangsungnya perpisahan.

PPDGJ

Kriteria

Gangguan Perpisahan

Fobia Sosial

Gangguan Cemas
Menyeluruh

Durasi minimal

4 minggu

Tidak ada minimum

6 bulan

Usia awitan

Prasekolah-18 tahun

Tidak spesifik

Tidak spesifik

Presipitasi

Perpisahan

Social pressure

Tekanan berprestasi,
kurang percaya diri

Relasi dengan
sebaya

Baik jika tidak ada


perpisahan

Menahan diri

Ingin menyenangkan
orang lain, dependen

Masalah tidur

Enggan untuk tidur,


takut gelap, mimpi
buruk

Sulit untuk tertidur

Sulit untuk tertidur

Gejala
psikofisiologis

Sakit perut, mual,


muntah, flu like, sakit
kepala, pusing,
palpitasi, pingsan.

Blushing, tegang.

Sakit perut, mual,


muntah, rasa
mengganjal di
kerongkongan, sesak,
pusing, palpitasi.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

90. Psychiatric Examination


Mental Status Examination
The mental status
examination is the part of
the clinical assessment
that describes the sum
total of the examiner's
observations and
impressions of the
psychiatric patient at the
time of the interview.
The patient's mental status
can change from day to
day or hour to hour.

Mood

sustained emotion that the patient is experiencing. Example: depressed,


anxious, Elicited responses

Affect

Examples: expansive (contagious), euthymic (normal), constricted (limited


variation), blunted (minimal variation), and flat (no variation).
Expansiveso cheerful and full of laughter that it is difficult to refrain from
smiling while interview. Connection between emotion and the topic of
interview

Appearance

Sex, age, ras, nutritional status, posture, motor activity, dress and
grooming, hygiene, eye contact

Thought process

Examples: circumstantiality, loose associations, flight of ideas, neologism,


perseveration.

Consciousness

Somnolence, stupor, coma, lethargy, or alert.

Concentration

A cognitive disorder, anxiety, depression, and internal stimuli, such as


auditory hallucinations, can all contribute to impaired concentration.
Subtracting serial 7s from 100 is a simple task that requires intact
concentration and cognitive capacities

Orientation

Time, place, person

Memory

Remote memory: Childhood data. Recent past memory: The past few
months. Recent memory: The past few days. Immediate retention and
recall: ability to repeat three words immediately and 3 to 5 minutes later

91. Terapi Depresi


Kombinasi psikoterapi & farmakoterapi adalah terapi paling
efektif.
The different antidepressant class adverse effect profiles
make the SSRIs more tolerable than the TCAs SSRI is
commonly used as first line drug for major depression.

Antidepressan
A review of the use of antidepressants (Anderson, 01):
There is little difference in efficacy among most new (post1980) and older TCAs & monoamine oxidase inhibitor
(MAOI) antidepressants;
The serotonin (5-HT) and norepinephrine (NE) reuptake
inhibitors (SNRIs), including venlafaxine, and the TCAs are
superior in efficacy to the selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRIs);
Fluoxetine has a slower onset of therapeutic action than
the other SSRIs;
The different antidepressant class adverse effect profiles
make the SSRIs more tolerable than the TCAs. (Case files:
SSRI is commonly used as first line drug for major
depression)

Antidepressan
Cardiac Toxicity:
1. Tricyclic antidepressants may slow cardiac
conduction, resulting in intraventricular
conduction delay, prolongation of the QT interval,
and AV block. Therefore, TCAs should not be used
in patients with conduction defects, arrhythmias,
or a history of a recent MI.
2. SSRIs, venlafaxine, bupropion, mirtazapine, and
nefazodone have no effects on cardiac
conduction.

Antidepresan

Dosis anjuran/hari

Amitriptiliin
Imipramin
Maprotilin
Sertralin
Fluoxetin
Citalopram
Venlafaxin
Moclobemid

75 150 mg
75 150 mg
75 150 mg
50 10 mg
20 40 mg
20 60 mg
75 150 mg
300 600 mg

Rusdi Maslim. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik.

92. Ansietas
Diagnosis

Characteristic

Gangguan panik

Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan


perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa
adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan yang
relatif bebas dari gejala di antara serangan panik.

Gangguan fobik

Rasa takut yang kuat dan persisten terhadap suatu objek atau
situasi, antara lain: hewan, bencana, ketinggian, penyakit,
cedera, dan kematian.

Gangguan
penyesuaian

Gejala emosional (ansietas/afek depresif ) atau perilaku


dalam waktu <3 bulan dari awitan stresor. Tidak
berhubungan dengan duka cita akibat kematian orang lain.

Gangguan cemas
menyeluruh

Ansietas berlebih terus menerus disertai ketegangan motorik


(gemetar, sulit berdiam diri, dan sakit kepala), hiperaktivitas
otonomik (sesak napas, berkeringat, palpitasi, & gangguan
gastrointestinal), kewaspadaan mental (iritabilita).

Gangguan panik
Serangan ansietas yang intens & akut disertai dengan
perasaan akan datangnya kejadian menakutkan.
Tanda utama: serangan panik yang tidak diduga tanpa
adanya provokasi dari stimulus apapun & ada keadaan
yang relatif bebas dari gejala di antara serangan panik
Tanda fisis:
Takikardia, palpitasi, dispnea, dan berkeringat.
Serangan umumnya berlangsung 20-30 menit, jarang
melebihi 1 jam.
Tatalaksana: terapi kognitif perilaku + antidepresan.
PPDGJ
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

Tatalaksana Gangguan Panik


Cognitive-Behavioral Therapy
This is a combination of cognitive
therapy
Cognitive therapymodify or
eliminate thought patterns
contributing to the patients
symptoms
Behavioral therapy aims to
help the patient to change his or
her behavior.
Cognitive-behavioral therapy
generally requires at least eight
to 12 weeks
Some people may need a longer
time in treatment to learn and
implement the skills

Medication
SSRIs
the first line of medication treatment
for panic disorder

Tricyclic antidepressants
High-potency benzodiazepines
Ex: Clonazepam
may cause depression and are
associated with adverse effects during
use and after discontinuation of
therapy
Poorer outcome and global functioning
than antidepresant

monoamine oxidase inhibitors


(MAOIs)

Combination Therapy
Psychodynamic therapy
help to relieve the stress that
contributes to panic attacks, they do
not seem to stop the attacks directly

http://www.aafp.org/afp/2005/0215/p733.html

Ven XR :Venlafaxine extended release


SNRI : Serotonin norephinephrine
reuptake inhibitor

http://www.currentpsychiatry.com/home/article/panicdisorder-break-the-fearcircuit/990b7a325883ba278cdf8e46222a61f9.html

93. Acute Psychotic

Delirium. Ondria C, Gleason MD., University of Oklahoma College of Medicine, Tulsa, Oklahoma. Am Fam
Physician. 2003 Mar 1;67(5):1027-1034.

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3160230/

Acute schizophrenia is typically associated with severe agitation, which


can result from such symptoms as frightening delusions, hallucinations,
or suspiciousness, or from other causes, including stimulant abuse.
Antipsychotics and benzodiazepines can result in relatively rapid calming
of patients.
Benzodiazepine usually use combine with antipsychotic typical
Lorazepam 1-2 mg IM

Parenteral Antipsychotic atypical can also be used:


Ziprasidone 20 mg
Olanzapine (Zyprexa)

With highly agitated patients, intramuscular administration of


antipsychotics produces a more rapid effect.
Haloperidol IM (easier to do) or IV, initially 2-10 mg.
Then every 4-8 hours, according to the response.
The total maximum dose is 18 mg.

Chlorpromazineif haloperidol not available


not recommend for rapid tranquillization because
Local irritant
if given intramuscularly,risk of cardiovascular complications, in particular hypotension,
especially in the doses required for rapid tranquillization.

Likely to be widely used because of its global accessibility, marked sedating effect,
and its ability to treat violent patients without causing stupor

http://www.clevelandclinicmeded.com/medicalpubs/diseasemanagement/psychiatry-psychology/schizophrenia-acute-psychosis/

http://www.nel.edu/26-2005_4_pdf/NEL260405R03_Mohr.pdf

94. Fobia Spesifik


Terapi yang menjadi pilihan pada fobia spesifik adalah
terapi paparan/terapi desensitisasi:
Terapis melakukan desensitisasi pada pasien menggunakan
beberapa seri paparan dan terapis akan mengajari pasien
berbagai teknik untuk mengatasi ansietas, termasuk relaksasi,
breathing control, and cognitive approaches.
Pendekatan perilaku kognitif meliputi realisasi bahwa situasi
yang menimbulkan fobia sebenarnya merupakan situasi yang
aman.
In the special situation of blood-injection-injury phobia, some
therapists recommend that patients tense their bodies and
remain seated during the exposure to help avoid the possibility
of fainting from a vasovagal reaction to the phobic stimulation.
Beta blocker may be useful in the treatment of specific phobia,
especially when the phobia is associated with panic attacks.
Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

95. Bunuh Diri


Definisi:
sebuah perilaku pemusnahan secara sadar yang
ditujukan pada diri sendiri oleh seorang individu yang
memandang bunuh diri sebagai solusi terbaik dari
sebuah isu

Percobaan bunuh diri (Suicidal attempt)


upaya untuk membunuh diri sendiri dengan intensi
mati tetapi belum berakibat pada kematian

Pikiran bunuh diri (Suicidal ideation)


pikiran untuk membunuh diri sendiri tanpa melakukan
bunuh diri secara eksplisit

Maris dkk.,2000

http://id.wikipedia.org/wiki/Bunuh_diri

96. Sleep Disorder


DSM-IV-TR divides primary sleep disorders
into:
Dyssomnias: disorders of quantity or
timing of sleep
Insomnia
primary insomnias: insomnia is
independent of any known physical or
mental condition.

Hypersomnia
sleeping too much, as well as being drowsy at
times when client should be alert
Excessive sleepiness

Narcolepsy
Sleeping at the wrong time
Sleep intrudes into wakefulness, causing clients
to fall asleep almost instantly
Sleep is brief but refreshing
May also have sleep paralysis, sudden loss of
strength, and hallucinations as fall asleep or
awaken.

Circadian rhythm sleep disturbances

Parasomnias: abnormal behaviors


during sleep or the transition between
sleep and wakefulness.
Nightmare
Repeated awakenings from bad dreams
When awakened client becomes oriented
and alert

Night terror

Abrupt awakening from sleep,


usually beginning with a panicky
scream or cry.
Intense fear and signs of autonomic arousal
Unresponsive to efforts from other to calm
client
No detailed dream recalled
Amnesia for episode

Sleep walking/somnabulisme
Rising from bed during sleep and walking
about.

Usually occurs early in the night.


On awakening, the person has
amnesia for episode

Primary Insomnia
Insomnia is difficulty initiating or maintaining sleep. It is the
most common sleep complaint and may be transient or
persistent.
Primary insomnia is commonly treated with benzodiazepines.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry

Insomnia
According to severity:
Mild: almost every night,
minimum impairment of
quality of life (QoL)
Moderate: every night,
moderate impairment
QoL with symptoms
(irritability, anxiety,
fatigue)
Severe: every night,
moderate impairment
QoL with more severe
symptoms of irritability,
anxiety, fatigue

According to form of
presentation:
Sleep onset/early
insomnia (difficulty
falling asleep)
Sleep
maintenance/middle
insomnia (waking
frequently)
End of sleep/late
insomnia (waking too
early)

97. Sign & Symptom


Symptoms

Description

Illusion

Perceptual misinterpretation of a real external stimulus.

Delusion

False belief, based on incorrect inference about external reality,


that is firmly held despite objective and obvious contradictory
proof or evidence and despite the fact that other members of the
culture do not share the belief.

Incoherence

Communication that is disconnected, disorganized, or


incomprehensible.

Depersonalization

Sensation of unreality concerning oneself, parts of oneself, or


one's environment that occurs under extreme stress or fatigue.

Derealization

Sensation of changed reality or that one's surroundings have


altered.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

Symptoms

Description

Hallucination

False sensory perception occurring in the absence of any


relevant external stimulation of the sensory modality involved.

Idea of Reference

Misinterpretation of incidents and events in the outside world as


having direct personal reference to oneself; occasionally observed
in normal persons, but frequently seen in paranoid patients.

Dereism

Mental activity that follows a totally subjective and idiosyncratic


system of logic and fails to take the facts of reality or experience
into consideration. Characteristic of schizophrenia.

Loosening of
associations

a disorder in the logical progression of thoughts, manifested as a


failure to communicate verbally adequately; unrelated and
unconnected ideas shift from one subject to another

Idea of reference

Misinterpretation of incidents and events in the outside world as


having direct personal reference to oneself. If present with
sufficient frequency or intensity or if organized and systematized,
they constitute delusions of reference.

Circumstantiality

Disturbance in the associative thought and speech processes in


which a patient digresses into unnecessary details and
inappropriate thoughts before communicating the central idea.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

98. Sexual Disorder (Parafilia)


Diagnosis

Karakteristik

Fetishism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the


use of nonliving objects (e.g., female undergarments).

Frotteurism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving


touching and rubbing against a nonconsenting person.

Masochism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the


act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or
otherwise made to suffer.

Sadism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts


(real, not simulated) in which the psychological or physical suffering
(including humiliation) of the victim is sexually exciting to the
person.

Voyeurism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the


act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process
of disrobing, or engaging in sexual activity.

Necrophilia

Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from


cadavers.

Diagnosis

Pedophilia

Sodomi

Karakteristik

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving


sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or
younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at
least 5 years older than the child
pria yang suka berhubungan seks melalui dubur pasangan seks baik
pasangan sesame jenis (homo) maupun dengan perempuan

99. TILIKAN ( INSIGHT )


Tilikan wawasan diri
pemahaman seseorang terhadap kondisi dan
situasi dirinya dalam konteks realitas
sekitarnya
pemahaman pasien terhadap penyakitnya

Tilikan terganggu
hilangnya kemampuan untuk memahami
kenyataan obyektif akan kondisi dan situasi
dirinya
Darmono S. In
http://xa.yimg.com/kq/groups/20899393/913752678/name/11.
+Gambaran+dan+Gejala+Klinis+Gangguan+Jiwa.ppt. FKUI/RSCM

DERAJAT GANGGUAN TILIKAN


1. Penyangkalan total terhadap penyakitnya
2. Ambivalensi terhadap penyakitnya
3. Menyalahkan faktor lain sebagai penyebab
penyakitnya
4. Menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan
namun tidak memahami penyebab sakitnya
5. Menyadari penyakitnya dan faktor faktor yang
berhubungan dengan penyakitnya namun tidak
menerapkan dalam perilaku praktisnya
6. Tilikan yang sehat, yakni sadar sepenuhnya
tentang situasi dirinya disertai motifasi untuk
mencapai perbaikan

ILMU PENYAKIT KULIT DAN


KELAMIN

100. Schistosoma
Penyakit : skistosomiasis= bilharziasis
Morfologi dan Daur Hidup

Hidup in copula di dalam pembuluh darah vena-vena


usus, vesikalis dan prostatika.
Di bagian ventral cacing jantan terdapat canalis
gynaecophorus, tempat cacing betina.
Telur tidak mempunyai operkulum dan berisi
mirasidium, mempunyai duri dan letaknya tergantung
spesies.
Telur dapat menembus keluar dari pembuluh darah,
bermigrasi di jaringan dan akhirnya masuk ke lumen
usus atau kandung kencing
Telur menetas di dalam air mengeluarkan mirasidium

Daur Hidup Schistosoma Haematobium

Schistosoma Haematobium
Gejala dan tanda
Hematuria, disuria, sistitis

Terapi
Prazikuantel

101 & 102. Filariasis


Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3
berdasarkan habitat cacing dewasa di hospes:
Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca
Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori
Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi

Fase gejala filariasis limfatik:


Mikrofilaremia asimtomatik
Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis
retrograde, demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi,
anoreksia, malaise, sesak)
Limfedema ireversibel kronik

Grading limfedema (WHO, 1992):


Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation
Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation
Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes
Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview
WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.

Pemeriksaan & tatalaksana filariasis


limfatik
Pemeriksaan penunjang:

Deteksi mikrofilaria di darah


Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel
Antibodi filaria, eosinofilia
Biopsi KGB

Pengobatan:

Tirah baring, elevasi tungkai, kompres


Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole)
Suportif
Pengobatan massal dengan albendazole+ivermectin (untuk
endemik Onchocerca volvulus) atau albendazole+DEC (untuk
nonendemik Onchocerca volvulus) guna mencegah transmisi
Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal)
Diet rendah lemak dalam kasus kiluria

Panjang:lebar kepala sama


Wuchereria bancroftiiInti teratur
Tidak terdapat inti di ekor

Brugia malayi

Brugia timori

Perbandingan panjang:lebar
kepala 2:1
Inti tidak teratur
Inti di ekor 2-5 buah

Perbandingan panjang:lebar
kepala 3:1
Inti tidak teratur
Inti di ekor 5-8 buah

103. Karakteristik beberapa IMS


Penyakit

Karakteristik

Gonorrhea

Duh purulen kadang-kadang disertai darah. Diplokokus gram


negatif.

Trikomoniasis

Duh seropurulen kuning/kuning kehijauan, berbau tidak


enak, berbusa. Strawberry appearance.

Vaginosis bakterial

Duh berbau tidak enak (amis), warna abu-abu homogen,


jarang berbusa. Clue cells.

Kandidosis vaginalis

Duh berwarna kekuningan, disertai gumpalan seperti kepala


susu berwarna putih kekuningan. Sel ragi, blastospora, atau
hifa semu.

104.

105. Psoriasis
Fenomena tetesan lilin (Kaarsvlek)
Koebner sign: pada kulit yang sehat, apabila
terdapat trauma, muncul lesi serupa
Auspitz: bila dikerok perlahan muncul bintik
perdarahan
Hutchinson

106. Parasitologi
Penyakit

Etiologi

Gejala klinis

Telur/ Kista

Amoebiasis

Entamoeba
histolytica

Diare berdarah, nyeri perut, tenesmus

Psedoupodium
dengan sel darah
didalamnya

Tricuriasis

Tricuris
trichuria

Anemia (hidup di sekum- colon


asendens) gejala diare-disentri atau
tanpa gejala

Tempayan dengan
penonjolan pada
kedua kutubnya

Balantidiasis

Balantidium
coli

Sindroma disentri

Berdinding tebal,
bervakuola,
makronukleus

Taeniasis

T. Solium/ T.
Saginata

Nyeri ulu hati, mual, muntah,


mencret, obstipasi dan pusing

Telur dibungkus
embriofor yang
bergaris radial

Giardiasis

Giardia
intestinalis

Diarrhea, Malodorous, greasy stools

Aktif: berflagel, In
aktif: oval, dinding
tipis dan kuat, berinti
2-4

E. Histolytica

Taenia S.

Trichuris Trichuria

B. Coli

Giardia

107. Cutaneus larva migrans


Peradangan berbentuk linear,
berkelok-kelok, menimbul dan
progresif
Etio : Ancylostoma braziliense dan
Ancylostoma caninum
Larva masuk ke kulit menimbulkan
rasa gatal dan panas, diikuti lesi linear
berkelok-kelok, menimbul,
serpiginosa membentuk terowongan
Gatal hebat pada malam hari
Th/ Tiabendazole, Albendazole,
Cryotherapy, Kloretil
Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 125-126

108. SKROFULODERMA
Penjalaran perkontinuitatum dari organ dibawah kulit yang
diserang penyakit TB (kelenjar getah bening, sendi, tulang)
Lokasi
leher : dari tonsil atau paru
ketiak : dari apeks pleura
lipat paha : dari ekstremitas bawah KGB Inguinal lateral

Perjalanan penyakit:
Awal : limfadenitis TB
KGB membesar tanpa tanda radang akut

Periadenitis
perlekatan kelenjar dengan jaringan sekitar sekitar

Perlunakan tidak serentak cold abses Pecah


Fistelmemanjang, tidak teratur, sekitarnya livide menggaung
tertutup pus seropurulen
Sikatrik skin bridge

DD/ : limfosarkoma, limfoma malignum, hidradenitis


supurativa LGV

Histopatologi

Cuboid cell
lining

109.

110.

Ointment Skin

Ointment

Specific Indication/advantage

Gel/Jelly

More liquid than salve and transparent, good use for mucosa,
can easily washed by water.

Cream/Cremores

Good for topical use in mucosa/skin , easily cleaned, medium


penetration to skin

Salve/Zalf/unguent
a

Deep potency in skin penetration, good for likenifikasi lesion,


not easily cleaned, not recommended for interginosa skin

Powder

For dry skin lesion, effective to reduce pruritus

Injection

For systemic disease, Fast onset, 100% bioavailability, can be


given to patient in decrease conciousness

111. Tinea
Tinea kapitis: grey patch ringworm, kerrion,
black dot ringworm
Tinea korporis: polimorfis, polisiklik, central
healing
Tinea kruris: tepi aktif, polisiklis, skuama,
vesikel
Tinea unguium: subungual distalis, leukonikia
trikofita, subngual proksimal
Tinea pedis: intertriginosa, vesiculer akut,
moccasin foot

Pemeriksaan KOH pada Tinea


KOH stain
The presence of spores and
branching hyphae

Gambaran Tinea
gambaran hifa sebagai dua
garis sejajar terbagi oleh
sekat dan bercabang
maupun spora berderet
(artrospora) pada Tinea
(Dermatofitosis)
Terapi

Terapi
Pengobatan topikal
Kombinasi asam salisilat (3-6%) dan asam benzoat (6-12%)
dalam bentuk salep ( Salep Whitfield).
Kombinasi asam salisilat dan sulfur presipitatum dalam bentuk
salep (salep 2-4, salep 3-10)
Derivat azol : mikonazol 2%, klotrimasol 1%, ketokonazol 1% dll.
Pengobatan sistemik
Griseofulvin 500 mg sehari untuk dewasa, sedangkan anak-anak
10-25 mg/kgBB sehari.
Lama pemberian griseofulvin pada tinea korporis adalah 3-4
minggu, diberikan bila lesi luas atau bila dengan pengobatan
topikal tidak ada perbaikan.
Ketokonazol 200 mg per hari selama 10 hari 2 minggu pada
pagi hari setelah makan

112. Nevus Pigmentosus


Etiologi :
Sel-sel nevus kulit berasal dari neural crest, sel-sel ini membentuk
sarang-sarang kecil pada lapisan sel basal epidermis dan pada zona
taut dermoepidermal. Sel-sel ini membelah dan masuk dermis dan
membentuk sarang- sarang pada dermis.

Diagnosis Banding :
Melanoma maligma, nevus biru, nevus sel epiteloid dan atau nevus
spindel, KSB berpigmen, Histiositoma, Keratosis seboroik berpigmen.

Pengobatan :
Pada umumnya tidak diperlukan pengobatan. Namun bila
menimbulkan masalah sesara kosmetik, atau sering terjadi iritasi
karena gesekan pakaian, dapat dilakukan bedah eksisi. Bila ada
kecurigaan ke arah keganasan dapat dilakukan eksisi dengan
pemeriksaan histopatologi

113. Kandidosis Vagina


terjadi terutama karena meningkatnya pemakaian antibiotik,
pil KB, dan obat lain perubahan pH vagina pertumbuhan
candida
Sering ditemukan pada wanita hamil, menstruasi, DM
Gejala
Mengenai mukosa vulva (labia minora) dan vagina.
Bercak putih, kekuningan, heperemia, leukore seperti
susu pecah, dan gatal hebat.
Dapat mengakibatkan infeksi saluran kemih.

Terapi
Nistatin : berupa cream, salep, emulsi.
Grup azol : mikonazol 2% berupa cream atau bedak,
klotrimazol 1% berupa bedak, larutan dan cream, tiokonazol,
bufonazol, isokonazol, siklopiroksolamin 1% larutan, cream,
antimikotin yang laen yang berspektrum luas.
Untuk kandidiasis vaginalis dapat diberikan kontrimazol
500mg pervaginam dosis tunggal, sistemik diberikan
ketokonazol 2x200mg selama 5 hari atau dengan intrakonazol
2x200mg dosis tunggal atau dengan flukonazol 150mg dosis
tunggal.
Intrakonazol : bila dipakai untuk kandidiasis vulvovaginalis
dosis orang dewasa 2x100mg sehari, selama 3 hari.

114.

115. Ekinokokosis
Istilah hidatidosis terbatas untuk infeksi metacestoda, sedang
ekinokokosis untuk keduanya (infeksi cacing dewasa maupun
larvanya)
phase awal infeksi primer, tidak memperlihatkan gejala klinik
(asymptomatic), karena bentuk kistanya masih kecil dan
dilindungi kapsula sehingga tidak menimbulkan reaksi tubuh
dan tidak menunjukkan gejala klinik. Namun dalam
perkembangan selanjutnya, untuk dapat menimbulkan gejala
klinik tergantung dari jumlah, besar dan perkembangan kista
(aktif atau inaktif), organ yang terlibat (lokasi kista), tekanan
kista terhadap jaringan di sekitarnya dan mekanisme
pertahanan tubuh dari inangnya (ECKERT dan DEPLAZES,
2004).

Ekinokokosis
Membran ekinokokosis terdiri dari kutikula yang strukturnya
berlapis-lapis (terdapat di sebelah luar). Sedang lapisan
parenkim terletak di sebelah dalam, terdiri dari serabutserabut otot dan endapan-endapan kapur.
Efek patologi dari kista hidatid berupa tekanan pada organ
yang dapat menyebabkan nekrosis pada hati atau organ
lainnya.. Reaksi allergi (pruritis dan urticaria) dapat terjadi bila
kista hidatid secara spontan robek (ruptur) akibat trauma atau
pembedahan (operasi). Serpihan antigen hidatid
menimbulkan reaksi dengan gejala-gejala dyspnoe, sianosis
Terapi
Pembedahan (operasi) untuk membuang kistanya dan dilakukan
pengobatan /khemoterapi dengan Benzimedazole (Albendazole atau
Mebendazole)

ILMU KESEHATAN ANAK

116. Sepsis Neonatorum


Sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi
yang terjadi pada satu bulan pertama kehidupan.
Mortalitas mencapai 13-25%
Jenis :
Early Onset = Dalam 3 hari pertama, awitan tiba-tiba,
cepat berkembang menjadi syok septik
Late Onset = setelah usia 3 hari, sering diatas 1
minggu, ada fokus infeksi, sering disertai meningitis

Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak


spesifik diperlukan skrining dan pengelolaan
faktor risiko
Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.

SEPSIS

Early onset sepsis:


Timbul dalam 72 jam pertama
kehidupan
Mikroorganisme berasal dari infeksi
transplasental atau ascending
infection dari serviks (kolonisasi
bakteri di traktus genitourinari)
Mikroorganisme yg mjd penyebab:
Group B Streptococcus (GBS)
Escherichia coli
Coagulase-negative
Staphylococcus
Haemophilus influenzae
Listeria monocytogenes
Pneumonia is more common in earlyonset sepsis

Late-onset sepsis
Muncul hari ke 4-90; organisme didapat
dari lingkungan sekitar.
Mikroorganisme penyebab:

Coagulase-negative Staphylococcus
(susceptible to first-generation
cephalosporin) leading cause of lateonset infections
Staphylococcus aureus
E coli
Klebsiella
Pseudomonas
Enterobacter

Fokus infeksi: kulit, sal. napas,


konjungtiva, (GI) tract, dan umbilikus.
Alat/ vektor : kateter urin, IV kateter
(jarum infus), kontak dgn caregivers
yg terkontaminasi kolonisasi bakteri.
Meningitis and bacteremia are more
common in late-onset sepsis

Skrining
Kecurigaan besar sepsis bila :
Bayi umur sampai dengan usia 3 hari
Riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan
kecurigaan infeksi berat, atau ketuban pecah dini
Bayi memiliki dua atau lebih gejala yang tergolong
dalam kategori A, atau tiga atau lebih gejala pada
kategori B

Bayi usia lebih dari 3 hari


Bayi memiliki dua atau lebih temuan Kategori A atau
tiga atau lebih temuan Kategori B

Kelompok Temuan berhubungan dengan Sepsis


Kategori A

Kategori B

Kesulitan Bernapas (>60x/menit, retraksi


dinding dada, grunting, sianosis sentral,
apnea)

Tremor

Kejang

Letargi atau lunglai, malas minum padahal


sebelumnya minum dengan baik

Tidak sadar

Mengantuk atau aktivitas berkurang

Suhu tubuh tidak normal (sejak lahir dan


tidak memberi respons terhadap terapi)
atau suhu tidak stabil sesudah
pengukuran suhu selama tiga kali atau
lebih

Iritabel, muntah, perut kembung

Persalinan di lingkungan yang kurang


higienis

Tanda-tanda mulai muncul setelah hari


ke-empat

Kondisi memburuk secara cepat dan


dramatis

Air ketuban bercampur mekonium

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan kuman
Kultur darah gold standard
Pewarnaan gram
Pemeriksaan hematologi
Darah perifer lengkap
Rasio neutrofil imatur dan neutrofil total (rasio I/T).
Pemeriksaan kadar D-dimer
Pemeriksaan C-reactive protein (CRP)
Procalcitonin (PCT)
Pemeriksaaan kemokin, sitokin dan molekul adhesi
Pemeriksaan Biomolekuler/Polymerase Chain Reaction (PCR)
Pencitraan
radiografi toraks: Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola
retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory Distress
Syndrome); Pneumonia
Pemeriksaan CT Scan diperlukan pada kasus meningitis neonatal kompleks untuk melihat
hidrosefalus obstruktif, lokasi obstruksi dan melihat infark ataupun abses

Tatalaksana early onset sepsis


Pada bayi dengan Sepsis Awitan
Dini, terapi empirik harus meliputi
SGB, E. coli, dan Listeria
monocytogenes.
Kombinasi penisilin atau ampisilin
ditambah aminoglikosida
mempunyai aktivitas antimikroba
lebih luas dan umumnya efektif
terhadap semua organisme
penyebab SAD.
Kombinasi ini sangat dianjurkan
karena akan meningkatkan
aktivitas antibakteri (efek sinergis)

Third-generation cephalosporins
represent a reasonable
alternative to an aminoglycoside.
However, several studies have
reported rapid development of
resistance to cefotaxime
extensive/prolonged use of thirdgeneration cephalosporins is a
risk factor for invasive candidiasis.
Ceftriaxone is contraindicated in
neonates because it is highly
protein bound and may displace
bilirubin, leading to a risk of
kernicterus.

117. Antibiotik Pneumonia Pada Anak

Fluoroquinolone Pada Anak


Use of a fluoroquinolone in a child or adolescent may be justified in
special circumstances in which
(1) infection is caused by a multidrug-resistant patho- gen for which
there is no safe and ef- fective alternative and
(2) the options for treatment include either parenteral
nonfluoroquinolone therapy or oral fluoroquinolone therapy, and oral
therapy is preferred.

FDA analysis of ciprofloxacin safety data, as well as posttreatment


and 12-month follow-up safety data for levofloxacin, suggest the
possibility of increased musculoskeletal adverse effects in children
who receive fluoroquinolones compared with agents of other
classes.
For children with pneumonia, although fluoroquinolones may be
effective, they are not recommended as first-line agents because
other better-studied and safer antimicrobial agents are available to
treat a majority of currently isolated pathogens.
http://pediatrics.aappublications.org/content/128/4/e1034.full.pdf
http://www.medscape.org/viewarticle/750441

118. Hipoglikemia pada Neonatus

Hipoglikemia adalah kondisi bayi


dengan kadar glukosa darah <45
mg/dl (2.6 mmol/L), baik bergejala
atau tidak
Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat
menyebabkan palsi serebral,
retardasi mental, dan lain-lain
Etiologi

Peningkatan pemakaian glukosa


(hiperinsulin): Neonatus dari ibu DM,
Besar masa kehamilan, eritroblastosis
fetalis
Penurunan produksi/simpanan glukosa:
Prematur, IUGR, asupan tidak adekuat
Peningkatan pemakaian glukosa: stres
perinatal (sepsis, syok, asfiksia,
hipotermia), defek metabolisme
karbohidrat, defisiensi endokrin, dsb

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Insulin dalam aliran darah fetus


tidak bergantung dari insulin ibu,
tetapi dihasilkan sendiri oleh
pankreas bayi
Pada Ibu DM terjadi hiperglikemia
dalam peredaran darah
uteroplasental bayi
mengatasinya melalui hiperplasia
sel B langerhans yang
menghasilkan insulin insulin
tinggi
Begitu lahir, aliran glukosa yang
menyebabkan hiperglikemia tidak
ada, sedangkan insulin bayi tetap
tinggi hipoglikemia

Hipoglikemia
Diagnosis
Anamnesis: tremor, iritabilitas, kejang/koma, letargi/apatis, sulit menyusui,
apneu, sianosis, menangis lemah/melengking
PF: BBL >4000 gram, lemas/letargi/kejang beberapa saat sesudah lahir
Penunjang: Pemeriksaan glukosa darah baik strip maupun darah vena, reduksi
urin, elektrolit darah

Penatalaksanaan
Bolus 200 mg/kg dengan dextrosa 10% IV selama 5 menit
Hitung Glucose Infusion Rate (GIR), 6-8 mg/kgBB/menit untuk mencapai GD
maksimal. Dapat dinaikkan sampai maksimal 12mg/kgBB/menit
Cek GD per 6 jam
Bila hasil GD 36-47 mg/dl 2 kali berturut-turut + Infus dextrosa 10%
Bila GD >47 mg/dl setelah 24 jam terapi, infus diturunkan bertahap
2mg/kgBB/menit setiap jam
Tingkatkan asupan oral

Pemantauan dan Skrining


Hipoglikemia

PPM IDAI jilid 1

119. Oral Thrush


Etiology: Candida
Albicans
Clinical Manifestation
White curdish like lesions
on the buccal mucosa,
tongue, palate, and
gingiva. The lesions are
difficult to scrape off and
this differentiates it from
milk. After scraping, there
is an erythematous base
and some bleeding.
Oral candidiasis may be
associated with diaper
candidiasis (diaper rash)

TREATMENT NYSTATIN
Infants
200,000 units PO q6hr (100,000
units in each side of mouth)
Children
Oral suspension: 400,000600,000 units PO q6hr
Intestinal Candidiasis
Oral Tablets: 500,000 units - 1
million units q8hr

120. Acquired Prothrombine Complex Deficiency


(APCD) dengan Perdarahan Intrakranial
Sebelumnya disebut sebagai Hemorrhagic Disease of
the Newborn (HDN) atau Vitamin K Deficiency Bleeding
Etiologinya adalah defisiensi vitamin K yang dialami
oleh bayi karena : (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam
plasma dan cadangan di hati, (2) Rendahnya kadar
vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin
K1 pada saat baru lahir
Mulai terjadi 8 hari-6 bulan, insidensi tertinggi 3-8
minggu
80-90% bermanifestasi menjadi perdarahan
intrakranial
Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Hemorrhagic disease of newborn (HDN)


Acquired prothrombrin complex deficiency (APCD)
Stadium

Characteristic

Early HDN

Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Baby
born of mother who has been on certain drugs: anticonvulsant,
antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.

Classic HDN

Occurs during 2 to 7 day of life when the prothrombin complex


is low. It was found in babies who do not received VKP or
VK supplemented.

Vit K deficiency

Occurs within 2 days and not more than 5 days of life. Definite
etiology inducing VKP is found in association with bleeding:
malabsorption of VK ie gut resection, biliary atresia, severe liver
disease-induced intrahepatic biliary obstruction.

Late HDN / APCD

Acquired bleeding disorder in the 2 week to 6 month age infant


caused by reduced vitamin K dependent clotting factor (II, VII,
IX, X) with a high incidence of intracranial hemorrhage and
responds to VK.

Diagnosis APCD
Diagnosis
Anamnesis : Bayi kecil yang sebelumnya sehat, tiba-tiba
tampak pucat, malas minum, lemah. Tidak mendapat
vitamin K saat lahir, konsumsi ASI, kejang fokal
PF : Pucat tanpa perdarahan yang nyata. Tanda
peningkatan tekanan intrakranial (UUB membonjol,
penurunan kesadaran, papil edema), defisit neurologis
fokal
Pemeriksaan Penunjang : Anemia dengan trombosit
normal, PT memanjang, APTT normal/memanjang. USG/CT
Scan kepala : perdarahan intrakranial
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, disertai UUB
membonjol harus difikirkan APCD sampai terbukti bukan
Buku PPM Anak IDAI

Tatalaksana APCD
Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, dan UUB membonjol,
berikan tatalaksana APCD sampai terbukti bukan
Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut
Transfusi FFP 10-15 ml/kgBB selama 3 hari berturut-turut
Transfusi PRC sesuai Hb
Tatalaksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial
(Manitol 0,5-1 g/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali)
Konsultasi bedah syaraf
Pencegahan : Injeksi Vitamin KI 1 mg IM pada semua bayi
baru lahir
Buku PPM Anak IDAI

121. Pertusis
Batuk rejan (pertusis) adalah penyakit akibat
infeksi Bordetella pertussis dan Bordetella
parapertussis (basil gram -)
Karakteristik : uncontrollable, violent coughing
which often makes it hard to breathe. After fits of
many coughs needs to take deep breathes which
result in a "whooping" sound.
Anak yang menderita pertusis bersifat infeksius
selama 2 minggu sampai 3 bulan setelah
terjadinya penyakit

Pertusis
Stadium:
Stadium katarrhal: hidung tersumbat, rinorrhea,
demam subfebris. Sulit dibedakan dari infeksi
biasa. Penularan terjadi dalam stadium ini.
Stadium paroksismal: batuk paroksismal yang
lama, bisa diikuti dengan whooping atau stadium
apnea. Bisa disertai muntah.
Stadium konvalesens: batuk kronik hingga
beberapa minggu
Guinto-Ocampo H. Pediatric pertussis. http://emedicine.medscape.com/article/967268overview

Diagnosis dan Tatalaksana Pertusis


Diagnosis :
Curiga pertusis jika anak batuk berat lebih dari 2 minggu, terutama jika
penyakit diketahui terjadi lokal.
Tanda diagnostik : Batuk paroksismal diikuti whoop saat inspirasi
disertai muntah, perdarahan subkonjungtiva, riwayat imunisasi (-),
bayi muda dapat mengalami henti napas sementara/sianosis
Penatalaksanaan :
Kasus ringan pada anak-anak umur 6 bulan dilakukan secara rawat
jalan
< 6 bulan, dengan pneumonia, kejang, dehidrasi, gizi buruk, henti
napas, atau sianosis dirawat di RS
Komplikasi : Pneumonia, Kejang, Gizi kurang, Perdarahan dan Hernia
Beri imunisasi DPT pada pasien pertusis dan setiap anak dalam keluarga
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

Antibiotik dalam Penatalaksanaan Pertusis


Beri eritromisin oral (12.5 mg/kgBB/kali, 4 kali
sehari) selama 10 hari atau makrolid lainnya
Jika terdapat demam atau eritromisin tidak tersedia,
berikan kloramfenikol oral (25 mg/kg/kali, 3 kali
sehari) selama 5 hari sebagai penatalaksanaan
terhadap kemungkinan pneumonia sekunder
Tanda pneumonia sekunder : pernapasan cepat diantara
episode batuk, demam, dan gejala distres pernapasan
dengan onset akut

Jika kloramfenikol tidak tersedia, berikan


kotrimoksazol
Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO. 2008

122. Ikterus Neonatorum


Ikterus yang berkembang cepat pada hari ke-1
Kemungkinan besar: inkompatibilitas ABO, Rh,
penyakit hemolitik, atau sferositosis. Penyebab
lebih jarang: infeksi kongenital, defisiensi G6PD

Ikterus yang berkembang cepat setelah usia


48 jam
Kemungkinan besar: infeksi, defisiensi G6PD.
Penyebab lebih jarang: inkompatibilitas ABO, Rh,
sferositosis.

Penyebab ikterik ec. Anemia Hemolisis pada


neonatus
Penyakit

Keterangan

Inkompatibilitas ABO

Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak


terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah
O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah
anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak
pertama

Inkompatibilitas Rh

Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh berarti


tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya
antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak
terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada
anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg
berhasil melewati plasenta belum banyak.
Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh +
antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan
anemia hemolisis

Inkompatibilitas Rhesus
Faktor Rh: salah satu jenis antigen permukaan
eritrosit
Inkompatibilitas rhesus: kondisi dimana wanita
dengan rhesus (-) terekspos dengan eritrosit Rh (+),
sehingga membentuk antibodi Rh
Ketika ibu Rh (-) hamil dan memiliki janin dengan Rh (+),
terekspos selama perjalanan kehamilan melalui kejadian
aborsi, trauma, prosedure obstetrik invasif, atau kelahiran
normal
Ketika wanita dengan Rh (-) mendapatkan transfusi darah
Rh (+)

Setelah eksposure pertama, ibu akan membentuk IgG maternal


terhadap antigen Rh yang bisa dengan bebas melewati plasenta
hingga membentuk kompleks antigen-antibodi dengan eritrosit
fetus dan akhirnya melisiskan eritrosit tersebut fetal
alloimmune-induced hemolytic anemia.
Ketika wanita gol darah Rh (-) tersensitisasi diperlukan waktu
kira-kira sebulan untuk membentuk antibodi Rh yg bisa
menandingi sirkulasi fetal.
90% kasus sensitisasi terjadi selama proses kelahiran o.k itu
anak pertama Rh (+) tidak terpengaruhi karena waktu pajanan
eritrosit bayi ke ibu hanya sebentar, tidak bisa memproduksi
antibodi scr signifikan

Risiko dan derajat keparahan meningkat seiring dengan kehamilan


janin Rh (+) berikutnya, kehamilan kedua menghasilkan bayi dengan
anemia ringan, sedangkan kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa
meninggal in utero
Risiko sensitisasi tergantung pada 3 faktor:
Volume perdarahan transplansental
Tingkat respons imun maternal
Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan
Adanya inkompatibilitas ABO pada saat bersamaan dengan
ketidakcocokan Rh justru mengurangi kejadian inkompatibilitas Rh
karena serum ibu yang mengandung antibodi ABO menghancurkan
eritrosit janin sebelum sensitisasi Rh yg signifikan sempat terjadi
Untungnya inkompatibilitas ABO biasanya tidak memberikan sekuele yang
parah

http://emedicine.medscape.com/article/797150

Tes Laboratorium
Prenatal emergency care
Tipe Rh ibu
the Rosette screening test
atau the Kleihauer-Betke
acid elution test bisa
mendeteksi
alloimmunization yg
disebabkan oleh fetal
hemorrhage
Amniosentesis/cordosente
sis

Postnatal emergency care


Cek tipe ABO dan Rh,
hematokrit, Hb, serum
bilirubin, apusan darah,
dan direct Coombs test.
direct Coombs test yang
positif menegakkan
diagnosis antibody-induced
hemolytic anemia yang
menandakan adanya
inkompabilitas ABO atau
Rh

http://emedicine.medscape.com/article/797150

Tatalaksana
Jika sang ibu hamil Rh dan belum tersensitisasi,
berikan human anti-D immunoglobulin (Rh IgG atau
RhoGAM)
Jika sang ibu sudah tersensitisasi, pemberian Rh IgG
tidak berguna
Jika bayi telah lahir dan mengalami inkompatibilitas,
transfusi tukar/ foto terapi tergantung dari kadar
bilirubin serum, rendahnya Ht, dan naiknya
reticulocyte count
http://emedicine.medscape.com/article/797150

Inkompatibilitas ABO
Terjadi pada ibu dengan
golongan darah O terhadap
janin dengan golongan
darah A, B, atau AB
Tidak terjadi pada ibu gol A
dan B karena antibodi yg
terbentuk adalah IgM yg tdk
melewati plasenta,
sedangkan 1% ibu gol darah
O yang memiliki titer
antibody IgG terhadap
antigen A dan B, bisa
melewati plasenta

Gejala yang timbul adalah


ikterik, anemia ringan, dan
peningkatan bilirubin
serum.
Lebih sering terjadi pada
bayi dengan gol darah A
dibanding B, tetapi
hemolisis pada gol darah
tipe B biasanya lebih parah.
Inkompatibilitas ABO jarang
sekali menimbulkan hidrops
fetalis dan biasanya tidak
separah inkompatibilitas Rh

Kenapa tidak separah Inkompatibilitas


Rh?
Biasanya antibodi Anti-A dan Anti-B adalah IgM
yang tidak bisa melewati sawar darah plasenta
Karena antigen A dan B diekspresikan secara luas
pada berbagai jaringan fetus, tidak hanya pada
eritrosit, hanya sebagian kecil antibodi ibu yang
berikatan dengan eritrosit.
Eritrosit fetus tampaknya lebih sedikit
mengekspresikan antigen permukaan A dan B
dibanding orang dewasa, sehingga reaksi imun
antara antibody-antigen juga lebih sedikit
hemolisis yang parah jarang ditemukan.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah


direct Coombs test.
Pada inkompatibilitas ABO manifestasi yg lebih
dominan adalah hiperbilirubinemia,
dibandingkan anemia, dan apusan darah tepi
memberikan gambaran banyak spherocyte dan
sedikit erythroblasts, sedangkan pada
inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas
dan sedikit spherocyte
Tatalaksana: fototerapi, transfusi tukar

123. Poliomyelitis
Poliomyelitis is an enteroviral
infection
Poliovirus is an RNA virus that is
transmitted through the oralfecal route or by ingestion of
contaminated water
The viral replicate in the
nasopharynx and GI tract
invade lymphoid tissues
hematologic spread viremia
neurotropic and produces
destruction of the motor neurons
in the anterior horn

Poliomyelitis:
90-95% of all infection remain
asymptomatic
5-10% abortive type:
Fever
Headache, sore throat
Limb pain, lethargy
GI disturbance
1-2% major poliomyelitis:
Meningitis syndrome
Flaccid paresis with asymmetrical
proximal weakness & areflexia,
mainly in lower limbs
Paresthesia without sensory loss or
autonomic dysfunction
Muscle atrophy

Paralytic polio
Paralytic polio is classified into three types,
depending on the level of involvement.
Spinal polio is most common, and during 19691979,
accounted for 79% of paralytic cases.
It is characterized by asymmetric paralysis that most
often involves the legs.
Bulbar polio leads to weakness of muscles innervated
by cranial nerves and accounted for 2% of cases
during this period.
Bulbospinal polio, a combination of bulbar and spinal
paralysis, accounted for 19% of cases
http://www.cdc.gov/vaccines/pubs/pinkbook/downloads/polio.pdf

Diagnosis Poliomielitis

Panduan Praktis Diagnosis dan tata Laksana Penyakit Saraf


By dr. George Dewanto, SpS, dr. Wita J. Suwono, SpS, dr. Budi Riyanto, SpS, & dr. Yuda Turana, SpS

PENATALAKSANAAN PARALYTIC POLIOMYELITIS

No antivirals are effective against polioviruses.


The treatment of poliomyelitis is mainly supportive.
Analgesia
Mechanical ventilation
Tracheostomy care
Physical therapy: active and passive motion exercises
Frequent mobilization to avoid development of chronic
decubitus ulcerations
PENCEGAHAN: VAKSINASI (penting!)

124. Mumps
Salah satu penyebab parotitis
Satu-satunya penyebab parotitis
yang mengakibatkan occasional
outbreak
Disebabkan oleh paramyxovirus,
dengan predileksi pada kelenjar
dan jaringan syaraf.
Penyebaran penyakit ini adalah
melalui droplet dan insidens
puncak pada usia 5-9 tahun.
Imunisasi dengan live attenuated
vaccine sangat berhasil (98%)
Penularan terjadi sejak 6 hari
sebelum timbulnya
pembengkakan parotis sampai 9
hari kemudian.
Bisa tanpa gejala

Masa inkubasi 12-25 hari, gejala


prodromal tidak spesifik
ditandai dengan mialgia,
anoreksia, malaise, sakit kepala
dan demam ringan Setelah
itu timbul pembengkakan
unilateral/bilateral kelejar
parotis.
Gejala ini akan berkurang
setelah 1 minggu dan biasanya
menghilang setelah 10 hari.
Komplikasi: Ketulian; orkitis
(biasanya unilateral) dilaporkan
sampai 20% pada kasus
gondongan lelaki dewasa

125. Kolera
Infeksi usus oleh Vibrio cholerae
Bakteri anaerobik fakultatif,
batang gram negatif yang melengkung
berbentuk koma,
tidak membentuk spora
Memiliki single, sheathed, polar flagellum

Gejala klinis (sangat cepat (24-48 jam)):


Diare sekretorik profuse, tidak berbau,
bersifat tidak nyeri, seperti warna air
cucian beras
Muntah tidak selalu ada
Dehidrasi berlangsung sangat cepat,
dengan komplikasi gagal ginjal akut, syok,
dan kematian
Abdominal cramps
Thaker VV. Cholera. http://emedicine.medscape.com/article/962643-overview

Vibrio Cholerae

V cholerae O1 and V cholerae O139 cause clinical disease by


producing an enterotoxin . Subunit enterotoxin binding to
a ganglioside receptor located on the surface of the cells that
line the intestinal mucosa.
Activation of the A1 subunit by adenylate cyclase increase
in cyclic adenosine monophosphate (cAMP) blocks the
absorption of sodium and chloride by the microvilli
promotes the secretion of chloride and water by the crypt
cells Watery diarrhea with electrolyte concentrations
isotonic to those of plasma.

Vibrio Cholerae
Terapi
Rehidrasi sesuai dengan status dehidrasi
pasien
Antibiotik, diindikasikan pada pasien
dengan dehidrasi berat di atas 2 tahun.
Antibiotik yang sensitif untuk strain vibrio
cholerae : Tetrasiklin, doksisiklin,
kotrimoksazol, eritromisin, dan
kloramfenikol
Erythromycin 12.5 mg/kg/ 6 hours for 3
days.
azithromycin, 20 mg/kg, in a single dose,
without exceeding 1 g
Tetrasiklin:
<8 years: Not recommended
Single dose: 25 mg/kg PO; not to exceed 1
g/dose
Multiple dose: 40 mg/kg/day PO divided
q6hr for 3 days; not to exceed 2 g/day

Sumber: WHO Cholera. 2011. | emedicine | PAHO

Guidelines for Cholera Treatment with Antibiotics


Organization

Recommendation

First-line drug
choice

Alternate drug
choices

World Health
Organization

Antibiotic
treatment for
cholera patients
with severe
dehydration only

Doxycycline

Tetracycline

Pan American
Health
Organization

Antibiotic
treatment for
cholera patients
with moderate or
severe dehydration

Doxycycline

Ciprofloxacin
Azithromycin

International
Centre for
Diarrhoeal
Disease
Research,
Bangladesh
Medicins Sans
Frontieres

Antibiotic
treatment for
cholera patients
with some or
severe dehydration

Doxycycline

Ciprofloxacin
Azithromycin
Cotrimoxazole

Antibiotic
treatment for
severely
dehydrated
patients only

Doxycycline

Erythromycin
Cotrimoxazole
Chloramphenicol
Furazolidone

Drug choices for


special
populations
Erythromycin is
recommended drug
for children

Erythromycin or
azithromycin
recommended as
first-line drugs for
pregnant women
and children
Ciprofloxacin and
doxycycline
recommended as
second-line drugs
for children
Erythromycin
recommended as
first-line drug for
children and
pregnant women

126. Morbili
Paramyxovirus
Kel yg rentan:
Anak usia prasekolah yg
blm divaksinasi
Anak usia sekolah yang
gagal imunisasi

Musim: akhir musim


dingin/ musim semi
Inkubasi: 8-12 hari
Masa infeksius: 1-2 hari
sblm prodromal s.d. 4
hari setelah muncul ruam

Prodromal
Hari 7-11 setelah
eksposure
Demam, batuk,
konjungtivitis,sekret
hidung. (cough, coryza,
conjunctivitis 3C)

Enanthem ruam
kemerahan
Kopliks spots muncul 2
hari sebelum ruam dan
bertahan selama 2 hari.

Penatalaksanaan
Terapi suportif diberikan dengan menjaga cairan tubuh dan
mengganti cairan yang hilang dari diare dan emesis.
Obat diberikan untuk gejala simptomatis, demam dengan
antipiretik.
Jika terjadi infeksi bakteri sekunder, diberikan antibiotik.
Suplementasi vitamin A diberikan pada:

Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis.


Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis.
Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.
Anak dengan tanda defisiensi vitamin A, 2 dosis pertama sesuai
umur, dilanjutkan dosis ketiga sesuai umur yang diberikan 2-4
minggu kemudian.

Konseling & Edukasi


Edukasi keluarga dan pasien bahwa morbili merupakan penyakit
yang menular.
Namun demikian, pada sebagian besar pasien infeksi dapat sembuh
sendiri, sehingga pengobatan bersifat suportif.
Edukasi pentingnya memperhatikan cairan yang hilang dari
diare/emesis.
Untuk anggota keluarga/kontak yang rentan, dapat diberikan vaksin
campak atau human immunoglobulin untuk pencegahan.
Vaksin efektif bila diberikan dalam 3 hari terpapar dengan
penderita.
Imunoglobulin dapat diberikan pada individu dengan gangguan
imun, bayi umur 6 bulan -1 tahun, bayi umur kurang dari 6 bulan
yang lahir dari ibu tanpa imunitas campak, dan wanita hamil.

127. Enuresis
Enuresis: anak yang mengompol minimal 2 kali dalam
seminggu dalam periode paling sedikit 3 bulan pada usia 5
tahun atau lebih yang tidak disebabkan oleh efek obatobatan
Enuresis primer digunkan untuk anak yang belum pernah
berhenti mengompol sejak masa bayi
Enuresis sekunder digunakan pada anak berusia 5 tahun
yang sebelumnya pernah bebas masa mengompol minimal
12 bulan
Pada umumnya anak berhenti mengompol usia 2,5 tahun.
Pada usia 3 tahun 75% anak bebas mengompol di malam
dan siang hari. Pada usia 10 tahun masih ada 7% anak
mengompol, sedangkan pada usia 15 tahun hanya 1% anak
yang mengompol

Tatalaksana
Penanganan enuresis meliputi 4 prinsip berikut. Tatalaksana
harus dimulai dengan terapi perilaku, farmakologis
merupakan lini kedua dan dipakai jika tatalaksana perilaku
gagal
meningkatkan motivasi pada anak untuk memperoleh
kesembuhan, antara lain dengan reward system. Menghukum
atau mempermalukan anak oleh orang tua maupun orang lain,
tidak boleh dilakukan
Pengaturan perilaku (behavioral treatment)

minum dan berkemih secara teratur dan berkebih sebelum tidur


lifting and night awakening
dry bed training
hipnoterapi
retention control training

Penggunaan enuresis alarm


Farmakoterapi:
desmopresin, imipramine, oksibutinin

128-129. Demam Dengue (DF)


Demam akut 2-7 hari dengan 2 atau lebih
gejala berikut:
Nyeri kepala
Nyeri retroorbita
Myalgia/arthralgia
Ruam
Manifestasi perdarahan
Leukopenia

Guideline WHO 1997

KLASIFIKASI DBD
Derajat (WHO 1997):
Derajat I : Demam dengan test rumple leed
positif.
Derajat II : Derajat I disertai dengan perdarahan
spontan dikulit atau perdarahan lain.
Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi, yaitu
nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun/
hipotensi disertai dengan kulit dingin lembab dan
pasien menjadi gelisah.
Derajat IV : Syock berat dengan nadi yang tidak
teraba dan tekanan darah tidak dapat diukur.

WHO. SEARO. Guidelines for treatment of dengue fever/dengue hemorrhagic fever in


small hospitals. 1999.

Serologi Infeksi Dengue


NS1 merupakan glikoprotein
yang disekresi oleh sel yg
terinfeksi DENV baik in vivo
maupun in vitro
Peran NS1 dalam replikasi
virus belum jelas tetapi
penting sebagai bahan
senyawa kompleks replikasi
thd membran endoplasmic
reticulum
Respon imun oleh adanya
virus Dengue akan terbentuk
Antibodi IgM dan IgG Dengue
terhadap protein envelope
virus

Respon imun bervariasi tgt


apakah individu tersebut
mendapatkan infeksi primer
atau infeksi sekunder
Infeksi primer ditandai respon
antibodi yg rendah dan
lambat, IgM pertama muncul
pada akhir minggu pertama
demam
Infeksi sekunder (individu dgn
infeksi Dengue atau flavivirus
lain sebelumnya) ditandai
respon IgG yg meningkat cepat
secara ekstrim dari awal
infeksi

Rumple leede test


A tourniquet test used to determine the presence
of vitamin C deficiency or thrombocytopenia
a circle 2.5 cm in diameter, the upper edge of
which is 4 cm below the crease of the elbow, is
drawn on the inner aspect of the forearm,
pressure midway between the systolic and
diastolic blood pressure is applied above the
elbow for 15 minutes
Count petechiae within the circle is made: 10,
normal; 10-20, marginal; more than 20,
abnormal.

Pemantauan Rawat

Alur
Perawatan

Pediatric Vital Signs


Age

Heart Rate
(beats/min)

Blood Pressure
(mm Hg)

Respiratory Rate
(breaths/min)

Premature

120-170 *

55-75/35-45

40-70

0-3 mo

100-150 *

65-85/45-55

35-55

3-6 mo

90-120

70-90/50-65

30-45

6-12 mo

80-120

80-100/55-65

25-40

1-3 yr

70-110

90-105/55-70

20-30

3-6 yr

65-110

95-110/60-75

20-25

6-12 yr

60-95

100-120/60/75

14/22

12 > yr

55-85

110-135/65/85

12-18

REFERENCE:Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011.
* From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett,
American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45.
From American Heart Association ECC Guidelines, 2000.

In childhood,
hypotension can be
determined
according to two
different definitions:
BP below the 5th
percentile or below
two standard
deviations (SDs) of
the mean for age
and gender

http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf

Shieh HH, Gilio AE, Barreira ER, Troster EJ, Ventura AMC, Goes PF, Souza DC, Sinimbu Filho JM, Bousso A:
Pediatric hypotension: quantification of the differences between the two current definitions.
Intensive Care Med 2012, 38(Suppl 1):S0662.
doi: 10.1007/s00134-012-2683-0

Hematocrit Range in Pediatric

1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press.
http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/362846/London%20App.%20B.pdf

130. Etiologi Diare pada Anak


Viruses (75-90% of cases)
Rotavirus
Penyebab tersering gastroenteritis virus pada
anak
Outbreak pada musim gugur-dingin
Puncak insidens: usia 6-24 bulan
Durasi 5-7 hari

Bacteria (10-20% of cases, especially


inflammatory Diarrhea)
Escherichia coli
Accounts for 10% of Bacterial
diarrhea
Fever in 20% of cases
Bloody EIEC, EHEC, EAEC
Nonbloody ETEC, EPEC

Norovirus (Norwalk Virus)

Most common cause of Gastroenteritis in adults


Winter outbreaks
Affects all ages
Typical duration 2-5 days
Common outbreaks via Foodborne Illness in
Nursing Home, dormitories, cruise ships

Astrovirus
Winter outbreaks
Affects all ages
Typical duration 3 days

Fever in 80% of cases


Bloody Diarrhea with Fecal
Leukocytes

Salmonella
Bloody Diarrhea

Shigella
High fever (and Febrile Seizures)
Bloody Diarrhea

Adenovirus
Summer outbreaks
Typicall affects children
Typical duration 6-9 days

Campylobacter jejuni

Yersinia enterocolitica
Clostridium difficile

131. Glomerulonefritis akut Pasca


Streptokokus
Glomerulonefritis akut ditandai dengan edema, hematuria,
hipertensi dan penurunan fungsi ginjal (sindrom nefritik) di mana
terjadi inflamasi pada glomerulus
Acute poststreptococcal glomerulonephritis is the archetype of
acute GN
GNA pasca streptokokus terjadi setelah infeksi GABHS nefritogenik
deposit kompleks imun di glomerulus
Diagnosis
Anamnesis: Riwayat ISPA atau infeksi kulit 1-2 minggu sebelumnya,
hematuri nyata, kejang atau penurunan kesadaran, oliguri/anuri
PF: Edema di kedua kelopak mata dan tungkai, hipertensi, lesi bekas
infeksi, gejala hipervolemia seperti gagal jantung atau edema paru
Penunjang: Fungsi ginjal, komplemen C3, urinalisis, ASTO

Terapi: Antibiotik (penisilin, eritromisin), antihipertensi, diuretik


Geetha D. Poststreptococcal glomerulonephritis. http://emedicine.medscape.com/article/240337-overview

Mekanisme GNAPS
Terperangkapnya kompleks antigen-antibodi
dalam glomerulus yang kemudian akan merusak
glomerulus
Proses autoimun kuman Streptokokus yang
bersifat nefritogenik dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak protein
glomerulus (molecular mimicry)
Streptokokus nefritogenik dan membran basalis
glomerulus mempunyai komponen antigen yang
sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung
merusak membran basalis glomerulus.

Sindrom Nefritik Akut

Pemeriksaan Penunjang
Urinalisis
Proteinuria, hematuria, dan adanya silinder eritrosit

Peningkatan ureum dan kreatinin


ASTO meningkat (ASTO: the antibody made
against streptolysin O, an immunogenic, oxygenlabile hemolytic toxin produced by most strains of
group A)
Komplemen C3 menurun pada minggu pertama
Hiperkalemia, asidosis metabolik,
hiperfosfatemia, dan hipokalsemia pada
komplikasi gagal ginjal akut

Penatalaksanaan

The major goal is to control edema and blood pressure


During the acute phase of the disease, restrict salt and water. If significant edema
or hypertension develops, administer diuretics.

Restricting physical activity is appropriate in the first few days of the illness but is
unnecessary once the patient feels well
Specific therapy:

Loop diuretics (Furosemide 1 mg/kg/kali, 2-3 kali per hari)


For hypertension not controlled by diuretics, usually calcium channel blockers or angiotensinconverting enzyme inhibitors are useful

Treat patients, family members, and any close personal contacts who are infected.
Throat cultures should be performed on all these individuals. Treat with oral penicillin G (250 mg qid
for 7-10 d) or with erythromycin (250 mg qid for 7-10 d) for patients allergic to penicillin
This helps prevent nephritis in carriers and helps prevent the spread of nephritogenic strains to
others

Indications for dialysis include life-threatening hyperkalemia and clinical


manifestations of uremia

132. Defisiensi Vitamin C/ asam


askorbat
Menyebabkan penyakit scurvy
Gejala + Tanda
Memar pada kulit
muscle fatigue
Gusi bengkak dan mudah
berdarah
Luka sulit sembuh
Purpura
Osteopenia
Anemia
Malaise
Letargi
Neuropati
Perifollicular hyperkeratotic
papules

Vitamin C diabsorbsi lewat


pencernaan defisiensi
disebabkan kurangnya asupan
vit C dalam makanan/
meningkatnya kebutuhan
(traumya/ adanya stressor
yang berat)
Dosis treatment:
100-300mg/hari PO/IM/IV/SC
dibagi dua dosis

Defisiensi Vitamin Lainnya

Defisiensi Vitamin B
Vitamin B1 (Thiamine)

Beriberi - a disease whose symptoms include weight loss,


body weakness and pain, brain damage, irregular heart rate,
heart failure, and death if left untreated

Causes distinctive bright pink tongues, although other


Vitamin B2 (Riboflavin) symptoms are cracked lips, throat swelling, bloodshot eyes,
and low red blood cell count
Pellagra - symptoms included diarrhea, dermatitis, dementia,
Vitamin B3 (Niacin)
and finally death (4D)
Vitamin B5
Acne and Chronic paresthesia
(Pantothenic Acid)
Microcytic anemia, depression, dermatitis, high blood
Vitamin B6
pressure (hypertension), water retention, and elevated levels
(Pyridoxine)
of homocysteine
Causes rashes, hair loss, anaemia, and mental conditions
Vitamin B7 (Biotin)
including hallucinations, drowsiness, and depression
Causes gradual deterioration of the spinal cord and very
Vitamin B12
gradual brain deterioration, resulting in sensory or motor
(Cobalamin)
deficiencies

133. Asfiksia Neonatal

Respiratory
Distress

at birth
Term Baby
TTN
MAS
Congenital
Pneumonia
Dev Anomalies

Preterm Baby
RDS
Congenital
Pneumonia
TTN

later after
a period of
normal
function
Possible causes
Acquired/Nosocomial
Pneumonia
Dev anomalies
CHD
IEM
Metabolic (Met
acidosis/ electrolytes)

Silverman Anderson Score for


Premature Baby
Score

Upper Chest
Retraction

Lower Chest
Retraction

Xiphoid
Retraction

Nasal Flaring

Grunting

Synchronous

None

None

None

None

Lag on
Inspiration

Just visible

Just visible

Minimal

Stethoscope

See-Saw

Mark

Mark

Mark

Naked ear

Score > 6 = impending Respiratory Failure

Downes Score for Term Baby


Score

Respiratory
Rate

Cyanosis

Air entry

Retraction

Grunting

<60

None

Good

None

None

60-80

In air

Decrease

Minimal

Stethoscope

>80/ apnoea

In 40% O2

Barely
audible

Moderate/
severe

Naked ear

134. Wilms Tumor


Wilms tumor/nephroblastoma merupakan
keganasan abdomen paling sering pada masa
kanak.
Survival rates kurang lebih 80-90%.
Wilms tumor diperkirakan akibat adanya
kelainan pada gen yang bertanggung jawab
dalam perkembangan genitourinari. (WT1
gene, tumor suppressor gene)
Arnold C Paulino. Wilms Tumor. http://emedicine.medscape.com/article/989398

Anamnesis
Massa abdomen tidak bergejala
Nyeri abdomen atau hematuria pada 25% kasus
Hipertensi, gross hematuria, dan demam pada 5- 30%

Pemeriksaan fisik
Teraba massa abdomen
Pay special attention to features of those syndromes
(WAGR syndrome and Beckwith-Wiedemann syndrome
[BWS]) associated with Wilms tumor (ie, aniridia,
genitourinary malformations, and signs of overgrowth)

Diagnosis Banding : Neuroblastoma, Polycystic Kidney


Disease, Rhabdomyosarcoma

Diagnosis
Laboratorium : darah perifer lengkap, kimia darah termasuk
fungsi ginjal, elektrolit, urinalisis, dan fungsi pembekuan
darah.
Radiologi :
USG: pemeriksaan awal, it does not expose children to the
detrimental effects of radiation
CT Scan Abdomen: untuk menentukan asal tumor, keterlibatan
KGB, keterlibatan ginjal bilateral, invasi ke pembuluh darah, dan
metastasis hepar.

Penatalaksanaan (Berdasarkan staging)


Nephrectomy
Chemotherapy (Vincristine, dactinomycin, doxorubicin,
cyclophosphamide, etoposide)
Radiasi

135. IMUNISASI

Apa yang baru?

Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

1. Hepatitis B
Jadwal vaksin hepatitis B1 tetap dianjurkan
umur 12 jam.
Diberikan setelah vitamin K1.Penting untuk
mencegah terjadinya perdarahan akibat
defisiensi vitamin K.
HBIg utk bayi dari ibu HBsAg positif, selain
imunisasi hepatitis B, utk cegah infeksi
perinatal yang berisiko tinggi untuk terjadinya
hepatitis B kronik.
Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

2. Polio
Vaksin polio 0 : polio oral (saat lahir atau saat
bayi dipulangkan)
Untuk vaksin polio 1, 2, 3 dan booster : polio
oral (OPV) atau polio inaktivasi (IPV)
Rekomendasi: paling sedikit 1 dosis IPV yang
penting dalam masa transisi dalam menuju
eradikasi polio

Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

3. BCG
BCG dapat diberikan : umur 0 - 3 bulan

Optimal pada umur 2 bulan.


Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

4. DTP
Untuk vaksin Td ditambahkan perlu booster
tiap 10 tahun.

Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

5. Campak
Imunisasi campak pada program nasional
diberikan 2 kali pada umur 9 dan 24 bulan
(Permenkes RI no 42/ 2013 tentang
penyelenggaran imunisasi)
Bila mendapat MMR umur15 bulan, imunisasi
campak umur 24 bulan tidak diperlukan.

Hartono Gunardi. Jadwal Imunisasi rekomendasi IDAI tahun 2014. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM

136. Cyanide Intoxication


Depending on its form, cyanide may cause toxicity through parenteral
administration, inhalation, ingestion, or dermal absorption
Source:
the vasodilator drug nitroprusside, natural sources are found in pits, seeds, bark, and leaves of
apricots, plums, peaches, cherries, almonds, and apples (containing amygdalin, a cyanideproducing glycoside, is hydrolyzed to hydrocyanic acid by chewing. ); cassava (Manihot
esculenta)

Mechanism of toxicity:
Cyanide binds to cellular cytochrome oxidase blocking the aerobic utilization
of oxygen.

Symptoms arise within 15 30 minutes:


Disruption of cellular respiration: Respiratory depression, coma, death.
Bitter almond smell to breath.
Toxic effects respond to Cyanide Antidote Kit.
headache, nausea, dyspnea, & confusion.
Syncope, seizures, coma, agonal respirations, & cardiovascular collapse ensue rapidly after
heavy exposure.
Poisoning & drug overdose by the faculty, staff and associates of the California Poison Control System third edition

Cyanide Intoxication
Treatment:
A. Emergency and supportive measures. Treat all cyanide
exposures as potentially lethal.
1. Maintain an open airway and assist ventilation if necessary.
2. Treat coma, hypotension, & seizures if they occur.
3. Start an IV line and monitor the patients vital signs and ECG
B. Specific drugs and antidotes
C. Prehospital.
Immediately administer activated charcoal if available. Do not
induce vomiting unless victim is more than 20 minutes from a
medical facility and charcoal is not available.

Cyanide Poisoning

Sign and Symptom


General weakness, malaise, and collapse
Neurologic symptoms (reflecting progressive hypoxia) - Headache, vertigo, dizziness,
giddiness, inebriation, confusion, generalized seizures, coma
Gastrointestinal symptoms - Abdominal pain, nausea, vomiting
Cardiopulmonary symptoms - Shortness of breath, possibly associated with chest pain,
tachypnea, apnea
High, falsely reassuring pulse oximetry
Cherry-red skin color

Treatment
Provide oxygen
Hydroxocobalamin: Combines with cyanide to form cyanocobalamin (vitamin B-12),
which is renally cleared
Sodium nitrites: Induce cyanide-scavenging methemoglobinemia in red blood cells,
(combines with cyanide, thus releasing cytochrome oxidase enzyme)
Sodium thiosulfate: Enhances the conversion of cyanide to thiocyanate , which is renally
excreted
Administer sodium bicarbonate in severe poisoning because of marked lactic acidosis

Lilly Cyanide Antidote Kit (instructions are in the kit):


Amyl nitrite by inhalation for 30 seconds every minute during
preparation of injectable Na+ nitrite.
Inject Na+ nitrite 3%, followed by Na+ thiosulfate over 10
minutes (see below).
Initial recommended dose Na+ nitrite is based on
hemoglobin levels

ICU Anak 2001 (A Latief)

464

137. ITP
Immune thrombocytopenic purpura (ITP, yang disebut juga
autoimmune thrombocytopenic purpura, morbus Wirlhof, atau
purpura hemorrhagica, merupakan kelainan perdarahan akibat
destruksi prematur trombosit yang meningkat akibat autoantibodi
yang mengikat antigen trombosit.
Umumnya terjadi pada anak usia 2-4 tahun, dengan insiden 4-8
kasus per 100.000 anak per tahun.
ITP terjadi akut dan biasanya sembuh sendiri dalam 6 bulan, bila
dalam waktu 6 bulan tidak sembuh maka diagnosis menjadi ITP
Kronis.
Patofisiologi: Peningkatan destruksi platelet di perifer, biasanya
pasien memiliki antibodi yang spesifik terhadap glikoprotein
membran platelet (IgG autoantibodi pada permukaanplatelet)

ITP: Cardinal Features

Trombositopenia <100,000/mm3
Purpura dan perdarahan membran mukosa
Diagnosis of exclusion
2 jenis gambaran klinis
ITP akut
Biasanya didahului oleh infeksi virus dan menghilang dalam 3 bulan.

ITP kronik
Gejala biasanya mudah memar atau perdarahan ringan yang
berlangsung selama 6 bulan

>90% kasus anak merupakan bentuk akut


Komplikasi yang paling serius: perdarahan. Perdarahan
intrakranial penyebab kematian akibat ITP yg paling sering
(1-2% dr kasus ITP)

Anamnesis
Umumnya trombositopenia terjadi 1-3 minggu setelah
infeksi virus, atau bakteri (infeksi saluran napas atas,
saluran cerna), bisa juga terjadi setelah vaksinasi rubella,
rubeola, varisela, atau setelah vaksinasi dengan virus hidup.
Perdarahan yang terjadi tergantung jumlah trombosit
didalam darah. Diawali dengan perdarahan kulit berupa
petekie hingga lebam.
Obat-obatan, misalnya heparin, sulfonamid,
kuinidin/kuinin, aspirin dapat memicu terjadinya
kekambuhan.
Obat yang mengandung salisilat dapat meningkatkan risiko
timbulnya perdarahan.

Pemeriksaan fisis
Pada umumnya bentuk perdarahannya ialah purpura pada kulit
dan mukosa (hidung, gusi, saluran cerna dan traktus urogenital).
Pembesaran limpa terjadi pada 10-20 % kasus.

Pemeriksaan penunjang
Darah tepi :

Morfologi eritrosit, leukosit, dan retikulosit biasanya normal.


Hemoglobin, indeks eritrosit dan jumlah leukosit normal.
Anemia bisa terjadi bila ada perdarahan spontan yang banyak
Trombositopenia. Besar trombosit umumnya normal, hanya
kadang ditemui bentuk trombosit yang lebih besar (giant
plalets),
Masa perdarahan memanjang (Bleeding Time)

Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang:


Tidak perlu bila gambaran klinis dan laboratoris klasik.
Dilakukan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang bila gagal terapi
selama 3-6 bulan, atau pada pemeriksaan fisik ditemukan
adanya pembesaran hepar/ lien/kelenjar getah bening dan pada
laboratorium ditemukan bisitopenia.

Tatalaksana
Indikasi rawat inap
Pada penderita yang sudah tegak diagnosisnya, perlu dilakukan
rawat inap bila:

Jumlah hitung trombosit <20.000/L


Perdarahan berat
Kecurigaan/pasti perdarahan intrakranial
Umur <3 tahun

Bila tidak dirawat inap, penderita diwajibkan untuk


tidak/menghindari obat anti agregasi (seperti salisilat dan
lain sebagainya) dan olah raga yang traumatis (kepala).
ITP bersifat akut dan 90 % sembuh spontan, hanya 5-10%
menjadi kronis karena itu keputusan apakah perlu diberi
pengobatan masih diperdebatkan.

Medikamentosa
Pengobatan dengan kortikosteroid diberikan bila:
Perdarahan mukosa dengan jumlah trombosit <20.000/ L
Perdarahan ringan dengan jumlah trombosit <10.000/ L
Steroid yang biasa digunakan ialah prednison, dosis 1-2 mg/kgBB/hari,
dievaluasi
setelah pengobatan 1-2 minggu. Bila responsif, dosis diturunkan pelahanlahan sampai kadar trombosit stabil atau dipertahankan sekitar 30.000 50.000/L.
Prednison dapat juga diberikan dengan dosis tinggi yaitu 4 mg/kgBB/hari
selama 4 hari.
Bila tidak respons, pengobatan yang diberikan hanya suportif.
Pengembalian kadar trombosit akan terjadi perlahan-lahan dalam waktu 2-4
minggu dan paling lama 6 bulan.
Pada ITP dengan kadar trombosit >30.000/L dan tidak memiliki keluhan
umumnya tidak akan diberikan terapi, hanya diobservasi saja.

Pemberian suspensi trombosit dilakukan bila :


Jumlah trombosit <20.000/ L dengan perdarahan
mukosa berulang (epistaksis)
Perdarahan retina
Perdarahan berat (epistaksis yang memerlukan
tampon, hematuria, perdarahan organ dalam)
Jumlah trombosit < 50.000/ul dengan
kecurigaan/pasti perdarahan intra kranial
Menjalani operasi, dengan jumlah trombosit
<150.000/ L.

138. Demam Tifoid

Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S. paratyphi


Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
Penularan : fekal-oral
Masa inkubasi : 10-14 hari
Gejala
Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi pada
akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus tinggi
Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut,
diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran menurun, delirium, lidah tifoid (bagian tengah kotor, pinggir
hiperemis), meteorismus, hepatomegali, sphlenomegali (jarang). Kadang
terdengar ronki pada pemeriksaan paru

Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Demam Tifoid
Etiologi : 96% disebabkan Salmonella typhi, sisanya ole S.
paratyphi
Prevalens 91% kasus terjadi pada usia 3-19 tahun
Penularan : fekal-oral
Masa inkubasi : 10-14 hari
Gejala
Demam naik secara bertahap (stepwise) setiap hari, suhu tertinggi
pada akhir minggu pertama. Minggu kedua demam terus menerus
tinggi
Delirium (mengigau), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri
perut, diare, atau konstipasi, muntah, perut kembung,
Pada kasus berat: penurunan kesadaran, kejang, dan ikterus

Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Clinical features:
Step ladder fever in
the first week, the
persist
Abdominal pain
Diarrhea/constipation
Headache
Coated tongue
Hepatosplenomegaly
Rose spot
Bradikardia relatif

Harrisons principles of internal medicine. 18th ed.

Pemeriksaan Penunjang
Darah tepi perifer
Anemia, terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe, atau perdarahan usus
Leukopenia, Limfositosis reaktif, Trombositopenia (pada kasus berat)

Pemeriksaan serologis
Serologi widal : kenaikan titer S.typhi O 1:160 atau kenaikan 4x titer fase akut ke
konvalesens, banyak positif-negatif palsu. Bahkan kadar baku normal di berbagai tempat
endemis cenderung berbeda-beda dan perlu penyesuaian
Kadar IgG-IgM (Typhi-dot)
Tubex Test

Pemeriksaan biakan Salmonella


The criterion standard for diagnosis of typhoid fever has long been culture isolation of
the organism. Cultures are widely considered 100% specific
Biakan darah pada 1-2 minggu perjalanan penyakit. Biakan sumsum tulang masih positif
hingga munggu ke-4

Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (kecurigaan pneumonia)
Foto polos abdomen (kecurigaan perforasi)

Pedoman Pelayanan Medis IDAI

Tatalaksana (WHO) dan Komplikasi


Tatalaksana:
Obati dengan kloramfenikol (50-100mg/kgBB/hari dibagi
dalam 4 dosis per oral atau intravena) selama 10-14 hari
Jika tidak dapat diberikan kloramfenikol, dipakai amoksisilin
100 mg/kgBB/haro peroral atau ampisilin intravena selama
10 hari, atau kotrimoksazol 48 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis
per oral selama 10 hari
Bila tidak ada perbaikan klinis, berikan sefalosporin
generasi ke-3 seperti seftriakson (80 mg/kgBB IM atau IV
sekali sehari, selama 5-7 hari) atau sefiksim oral (20
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis selama 10 hari

Tatalaksana dan Komplikasi


Tingkat Kerentanan
Demam tifoid tanpa komplikasi
Sensitif

MDR
Resisten kuinolon

Demam tifoid dengan komplikasi


Sensitif
MDR
Resisten kuinolon

Obat

Dosis (mg/kg/hari)

Kloramfenikol
Amoksisilin
Florokuinolon (tidak boleh pada anak)
Sefiksim
Azithromisin
Seftriakson

50-75
75-100
15
15-20
8-10
75

Ampisilin
Seftriakson
Florokuinolon (tidak boleh pada anak)
Seftriakson

100
60-75
15
60-75

Lain lain: Tirah baring, isolasi memadai, cukupi kebutuhan cairan dan kalori, terapi
simptomatik lain

Komplikasi :
Intraintestinal : perforasi usus atau perdarahan saluran cerna
Ekstraintestinal : Tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis, pneumonia, syok septik,
pielonefritis, osteomielitis dll

139. Epiglotitis

Acute bacterial epiglottitis


Life-threatening, medical emergency
due to infection with edema of
epiglottis and aryepiglottic folds

Organism
Haemophilus influenzae type B: most
common (bacil gram -, needs factor X
and V for growth)
Also caused by

Pneumococcus, Streptococcus group A,


Viral infection herpes simplex 1 and
parainfluenza

Age

Child can not breathe unless sitting up


Croup appears to be worsening
Child can not swallow saliva and drools
(80%)

Typically between 3-7 years


Peak incidence has become older over
last decade and is now closer to 6-7
years

Location
Purely supraglottic lesion

Associated subglottic edema in 25%

Associated swelling of aryepiglottic


folds causes stridor

Classical triad is: drooling, dysphagia


and distress (respiratory)
Abrupt onset of respiratory distress
with inspiratory stridor
Sore throat
Severe dysphagia
Older child may have neck extended
and appear to be sniffing due to air
hunger
Resembles croup clinically, but think
of epiglottitis if:

Cough is unusual

Epiglotitis
Diff Diagnosis: Croup
Imaging

Imaging studies are not always


necessary for the diagnosis and may be
falsely negative in early stages
Lateral radiograph should be taken in
the erect position only, as

Enlargement of epiglottis

Larger than your thumb thumb sign

Thickening of aryepiglottic folds

Supine position may close off airway

True cause of stridor

Circumferential narrowing of subglottic


portion of trachea during inspiration
Ballooning of hypopharynx and
pyriform sinuses
Reversal of the normal lordotic curve of
the cervical spine

Dilatation of the hypopharynx


Dilation of the laryngeal
ventricle
Narrowing of the subglottic
trachea
Epiglottis is normal

Tx:
Secure airway
May require intubation or
emergency tracheostomy
Some use IV steroids
Empiric antibiotic therapy

Thumb Sign pada epiglotitis

Gambaran epiglotis normal

140. Keseimbangan Asam-Basa

484

485

H-H EQUATION

[HCO3-]
pH

[Base]

[metabolik]

Acid

[respiratorik]

d CO2

Respiratory
Acidosis

Respiratory
Alkalosis

Metabolic
Acidosis

Metabolic
Alkalosis

Kelainan Asam-Basa Tubuh

Normal value

HCO3-

PCO2

PH

PCO2
HCO3-

NORMAL

Metabolic Acidosis

PH

Normal value

PCO2
HCO3-

PH

Metabolic Acidosis

HCO3-

PCO2

PH

Compensated Metabolic Acidosis

Normal value

HCO3-

PCO2

PH

Metabolic alkalosis

HCO3-

PCO2

PH

Compensated Met alkalosis

Normal value

PCO2

HCO3-

HCO3-

PH

Respiratory Acidosis

PCO2

PH

Compensated Respiratory Acidosis

Normal value

PH

PH

HCO3-

PCO2

Acute Respiratory Alkalosis

HCO3-

PCO2

Chronic Respiratory Alkalosis

http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio211/chap26/table_26_03_l
abeled.jpg

141. Developmental Milestone

Skrining Tumbuh Kembanga Anak


Pertumbuhan : bertambahnya ukuran fisik anak dalam
hal panjang/tinggi badan, berat badan, dan lingkar
kepala
Pemantauan : melalui penilaian klinis dan pengukuran
antropometris (Z Score WHO atau kurva NCHS CDC)

Perkembangan : bertambahnya kemampuan fungsi


individu antara lain dalam bidang motorik kasar,
motorik halus, komunikasi dan bahasa, intelektual,
emosi, dan sosial
Pemantauan : penilaian klinis dan skrining perkembangan
Denver II

Pemantauan setiap bulan hingga usia 1 tahun dan


setiap 3 bulan hingga 5 tahun

Denver II
Mencakup usia 0-6 tahun
Ada 4 bidang perkembangan
Personal-sosial: berhubungan dengan orang lain dan
pemenuhan kebutuhan sendiri
Motorikhalus: koordinasimata- tangan, manipulasi
objek kecil
Motorik kasar: meliputi gerakan yang menggunakan
otot-otot besar secara keseluruhan (duduk, berjalan,
melompat)
Bahasa-dengar: mengerti dan menggunakan bahasa

Interpretasi Denver II
Skor Penilaian
P (Pass) : Anak dapat melakukan ujicoba dengan baik, atau terdapat
laporan yang dapat dipercaya
F (Fail) L : Anak tidak dapat melakukan ujicoba dengan baik
No (No opportunity) : Tidak ada kesempatan untuk ujicoba karena ada
hambatan
R (Refusal) : Anak menolak melakukan ujicoba

Interpretasi
Lebih (advanced) : bila anak Pass pada uji coba yang terletak di kanan
garis umur
Normal : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba di sebelah kanan garis
Caution/peringatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang dilewati
garis umur pada persentil 75-90
Delayed/keterlambatan : bila anak Fail/Refusal pada ujicoba yang
terletak lengkap di sebelah kiri garis umur

OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

142. Pemeriksaan Tinggi Fundus Uteri


Berdasarkan Usia Kehamilan

Sumber:
http://www.gynob.co
m/fh.htm

Pengukuran TFU (cm)


Pengukuran menggunakan pita: akurat setelah
usia kehamilan 22-24 minggu
Sebelum usia tersebut, pita diregangkan dari tepi
atas simfisis pubis hingga ke puncak fundus
Sebelum ketinggian fundus = umbilikus,
tambahkan 4 cm pada jumlah yang terukur.
Total = jumlah minggu kehamilan

Tinggi fundus = umbilikus tambahkan 6 cm


total = jumlah minggu kehamilan

143. Manajemen Aktif Kala III

Uterotonika
1 menit setelah bayi
lahir
Oksitosin 10 unit IM di
sepertiga paha atas
bagian distal lateral
Dapat diulangi setelah
15 menit jika plasenta
belum lahir

Peregangan Tali
Pusat Terkendali
Tegangkan tali pusat ke arah
bawah sambil tangan yang
lain mendorong uterus ke
arah dorso-kranial secara
hati-hati

Massase
Uterus
Letakkan telapak
tangan di fundus
masase dengan
gerakan melingkar
secara lembut hingga
uterus berkontraksi
(fundus teraba keras).

Kala III
Dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan
lahirnya plasenta dan selaput ketuban
Tanda-tanda pelepasan plasenta :
Semburan darah dengan tiba-tiba: Karena penyumbatan
retroplasenter pecah saat plasenta lepas
Pemanjangan tali pusat: Karena plasenta turun ke segmen
uterus yang lebih bawah atau rongga vagina
Perubahan bentuk uterus dari diskoid menjadi globular
(bulat): Disebabkan oleh kontraksi uterus
Perubahan dalam posisi uterus, yaitu uterus didalam
abdomen: Sesaat setelah plasenta lepas TFU akan naik, hal
ini disebabkan oleh adanya pergerakan plasenta ke
segmen uterus yang lebih bawah
(Depkes RI. 2004. Buku Acuan Persalinan Normal. Jakarta: Departemen Kesehatan)

Pelepasan Plasenta

Pelepasan mulai pada pinggir placenta. Darah mengalir


keluar antara selaput janin dan dinding rahim, jadi
perdarahan sudah ada sejak sebagian dari placenta terlepas
dan terus berlangsung sampai seluruh placenta lepas.
Terutama terjadi pada placenta letak rendah

Pelepasan Plasenta

Pelepasan dimulai pada bagian tengah placenta


hematoma retroplacenter plasenta terangkat dari dasar
Placenta dengan hematom di atasnya jatuh ke bawah
menarik lepas selaput janin.
Bagian placenta yang nampak dalam vulva: permukaan
foetal tidak ada perdarahan sebelum placenta lahir atau
sekurang-kurangnya terlepas seluruhnya plasenta
terputar balik darah sekonyong-konyong mengalir.

144. Bentuk Panggul Wanita


Menurut Caldwell dan Molloy, bentuk panggul terbagi menjadi 4
yaitu:
PANGGUL GYNECOID
Panggul paling baik untuk perempuan. Bentuk pintu atas
panggul hampir bulat. Diameter anteroposterior sama dengan
diameter transversa bulat. Jenis ini ditemukan pada 45% wanita
PANGGUL ANDROID
Bentuk pintu atas panggul hampir segitiga. Umumnya pria
mempunyai jenis seperti ini. Panjang diameter transversa dekat
dengan sakrum. Pada wanita ditemukan 15%.
PANGGUL ANTHROPOID
Bentuk pintu atas panggul agak lonjong seperti
telur. Panjang diameter anteroposterior lebih besar daripada
diameter transversa. Jenis ini ditemukan 35% pada wanita
PANGGUL PLATYPELOID
Sebenarnya jenis ini adalah jenis ginekoid yang menyempit pada
arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar
daripada ukuran muka belakang. Jenis ini ditemukan pada 5%
perempuan.

145.

145.

146. Metoda Pantang Berkala


Catat lama 6-12 siklus menstruasi. Tuliskan
jumlah hari dalam setiap siklus menstruasi, yaitu
dihitung dari hari pertama haid hingga hari
pertama haid berikutnya.
Hari pertama masa subur = Jumlah hari
terpendek 18
Hari terakhir masa subur = Jumlah hari
terpanjang - 11
Fase Luteal: + 14 hari sebelum menstruasi
berikutnya

147. Anti Hipertensi pada Kehamilan


Metildopa: faktor risiko B
Captopril: kategori C (trimester I), kategori D
(trimester II)
Valsartan: faktor risiko C (trimester 2), D
(trimester III)
Thiazid: Golongan C
Furosemid: Loop diuretik, Golongan C

148.

149. Antibiotik dan Kehamilan

Amoxicillin: Kategori A, aman untuk ibu hamil


Cefixim: Kategori A, aman untuk ibu hamil
Ciprofloxacin: Kategori C, gangguan kartilago
Tetracycline: Kategori D, pewarnaan gigi
permanen
Cotrimoxazole: Kategori C, menekan sumsum
tulang

DIAGNOSIS

SERVIKS

BESAR UTERUS

Abortus imminens Sedikit-sedang

Tertutup lunak

Sesuai
kehamilan

Abortus insipiens

Sedang-banyak

Terbuka lunak

Sesuai atau lebih Nyeri perut hebat


kecil
Uterus lunak

Abortus inkomplit Sedikit-banyak

Terbuka lunak

Lebih kecil dari Nyeri perut kuat


usia kehamilan
Jaringan +
Uterus lunak

Abortus komplit

Sedikit-tidak ada

Tertutup
atau Lebih kecil dari Sedikit atau tanpa
terbuka lunak
usia kehamilan
nyeri perut
Jaringan keluar
Uterus kenyal

Abortus septik

Perdarahan
berbau

Lunak

Membesar, nyeri Demam


tekan
leukositosis

Missed abortion

Tidak ada

Tertutup

Lebih kecil dari Tidak


terdapat
usia kehamilan
gejala nyeri perut
Tidak
disertai
ekspulsi jaringan
konsepsi

150.

PERDARAHAN

GEJALA LAIN

usia Tes kehamilan +


Nyeri perut
Uterus lunak

Abortus Imminens

Abortus Komplit

Abortus Insipiens

Abortus Inkomplit

Missed Abortion

151. Pre Eklampsia


Preeklampsia Ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg pada usia kehamilan > 20
minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 1+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >300 mg/24 jam

Preeklampsia Berat
Tekanan darah >160/110 mmHg pada usia kehamilan >20
minggu
Tes celup urin menunjukkan proteinuria 2+ atau pemeriksaan
protein kuantitatif menunjukkan hasil >5 g/24 jam; atau disertai
keterlibatan organ lain:

Trombositopenia (<100.000 sel/uL), hemolisis mikroangiopati


Peningkatan SGOT/SGPT, nyeri abdomen kuadran kanan atas
Sakit kepala , skotoma penglihatan
Pertumbuhan janin terhambat, oligohidramnion
Edema paru dan/atau gagal jantung kongestif
Oliguria (< 500ml/24jam), kreatinin > 1,2 mg/dl
Sumber: Buku pelayanan kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan dasar dan Rujukan

Tatalaksana Preeklampsia-eklampsia

Tatalaksana umum
Semua ibu dengan preeklampsia maupun eklampsia harus dirawat masuk
rumah sakit

Pertimbangkan persalinan atau terminasi kehamilan


Induksi persalinan dianjurkan bagi ibu dengan preeklampsia berat dengan
janin yang belum viable atau tidak akan viable dalam 1-2 minggu.
Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana janin sudah viable namun usia
kehamilan belum mencapai 34 minggu, manajemen ekspektan dianjurkan,
asalkan tidak terdapat kontraindikasi
Pada ibu dengan preeklampsia berat, di mana usia kehamilan antara 34 dan 37
minggu, manajemen ekspektan boleh dianjurkan, asalkan tidak terdapat
hipertensi yang tidak terkontrol, disfungsi organ ibu, dan gawat janin. Lakukan
pengawasan ketat.
Pada ibu dengan preeklampsia berat yang kehamilannya sudah aterm,
persalinan dini dianjurkan.
Pada ibu dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional ringan yang
sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan.
Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan

Tatalaksana Preeklampsia-eklampsia
Antihipertensi
Ibu dengan hipertensi berat perlu mendapat terapi antihipertensi
Ibu dengan terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk
melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan.
Terapi antihipertensi dianjurkan untuk hipertensi pasca persalinan berat
Antihipertensi yang diberikan nifedipin, nikardipin, dan metildopa. Jangan
berikan ARB inhibitor, ACE inhibitor dan klortiazid pada ibu hamil

Pemeriksaan penunjang tambahan

Hitung darah perifer lengkap


Golongan darah AB0, Rh, dan uji pencocokan silang.
Fungsi hati (LDH, SGOT, SGPT)
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin serum)
Fungsi koagulasi (PT, APTT, fibrinogen)
USG (terutama jika ada indikasi gawat janin atau pertumbuhan janin
terhambat)

Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Dasar dan Rujukan

Tatalaksana Khusus
Edema paru
Edema paru dapat diketahui dari adanya sesak napas,
hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus pada basal
paru pada ibu dengan preeklampsia berat.
Tatalaksana

Posisikan ibu dalam posisi tegak


Oksigen
Furosemide 40 mg IV
Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam)
pemberian furosemid dapat diulang.
Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk

Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low


platelets) dilakukan dengan terminasi kehamilan
Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Dasar dan Rujukan, 2013

152.

153. HELLP: Tatalaksana Khusus


Edema paru
Edema paru dapat diketahui dari adanya sesak napas,
hipertensi, batuk berbusa, ronki basah halus pada basal
paru pada ibu dengan preeklampsia berat.
Tatalaksana

Posisikan ibu dalam posisi tegak


Oksigen
Furosemide 40 mg IV
Bila produksi urin masih rendah (<30 ml/jam dalam 4 jam)
pemberian furosemid dapat diulang.
Ukur Keseimbangan cairan. Batasi cairan yang masuk

Sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low


platelets) dilakukan dengan terminasi kehamilan
Sumber: Buku Kesehatan Ibu di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Dasar dan Rujukan, 2013

154. TORCH
Infeksi TORCH
T=toxoplasmosis
O=other (syphilis)
R=rubella
C=cytomegalovirus
(CMV)
H=herpes simplex
(HSV)

Bayi yang dicurigai


terinfeksi TORCH
Bayi dengan IUGR
Trombositopenia
Ruam abnormal
Riwayat ibu sakit saat
hamil
Adanya gejala klasik
infeksi

Infeksi Rubella Kongenital


Karakteristik

Single-stranded RNA virus


Dapat dicegah oleh vaksin
Ringan, self-limiting
Infeksi pada trimester
pertama memiliki
kemungkinan mengenai
janin yang tinggi

Diagnosis
IgG maternal bisa akibat
imunisasi atau infeksi
lampau tidak dapat
dipegang
Virus dapat diisolasi dari
sekret nasal

Tes Serologik Bayi


IgM = Infeksi baru atau
kongenital
Peningkatan titer IgG bulanan
mengarah pada kongenital

Diagnosis setelah anak


berusia 1 tahun sulit

Terapi
Pencegahan: Imunisasi
Perawatan suportif dengan
mengedukasi orangtua

Manifestasi Klinis

Tuli sensorineural (50-75%)


Katarak dan glaukoma (20-50%)
Kelainan jantung (20-50%)
Neurologis (10-20%)
Lainnya termasuk perutmbuhan terhambat,
gangguan tulang, trombositopenia, lesi
blueberry muffin

Toksoplasma

Etiologi: Toxoplasma gondi

Gejala dan Tanda:


Tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang
disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan
umumnya tidak menimbulkan masalah.
Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus
spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan.
pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata
dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dn ensefalitis.

Diagnosis
Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik).
Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas AntiToxoplasma IgG.

Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu
sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya
pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi
Toxoplasma.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikutpencegahannya

CYTOMEGALOVIRUS (CMV)
Infeksi CMV disebabkan oleh virus Cytomegalo, dan virus ini temasuk
golongan virus keluarga Herpes. Seperti halnya keluarga herpes lainnya,
virus CMV dapat tinggal secara laten dalam tubuh dan CMV merupakan
salah satu penyebab infeksi yang berbahaya bagi janin bila infeksi yang
berbahaya bagi janin bila infeksi terjadi saat ibu sedang hamil.
Jika ibu hamil terinfeksi. maka janin yang dikandung mempunyai risiko
tertular sehingga mengalami gangguan misalnya pembesaran hati, kuning,
pengkapuran otak, ketulian, retardasi mental, dan lain-lain.
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk mengetahui infeksi
akut atau infeski berulang, dimana infeksi akut mempunyai risiko yang
lebih tinggi. Pemeriksaan laboratorium yang silakukan meliputi Anti CMV
IgG dan IgM, serta Aviditas Anti-CMV IgG.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikutpencegahannya

HERPES SIMPLEKS TIPE II


Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh Virus
Herpes Simpleks tipe II (HSV II). Virus ini dapat berada dalam
bentuk laten, menjalar melalui serabut syaraf sensorik dan berdiam
diganglion sistem syaraf otonom.
Bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya
memperlihatkan lepuh pada kulit, tetapi hal ini tidak selalu muncul
sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang
baru lahir dapat berakibat fatal (Pada lebih dari 50 kasus)

Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG dan IgM sangat


penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan
terjadinya infeksi oleh HSV II dan mencaegah bahaya lebih lanjut
pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikutpencegahannya

155. KB: Metode Hormonal


Kombinasi

Progestin

Cara kerja

Perubahan pola haid, sakit kepala, pusing,


kenaikan BB, perut kembung, perubahan
suasana perasaan, dan penurunan hasrat
seksual.

Kontra indikasi

Mencegah ovulasi, mengentalkan lendir


serviks penetrasi sperma terganggu,
menjadikan selaput rahim tipis & atrofi,
menghambat transportasi gamet oleh
tuba.

ovulasi, mengentalkan lendir serviks


sehingga penetrasi sperma terganggu,
atrofi pada endometrium sehingga
implantasi terganggu, dan menghambat
transportasi gamet oleh tuba.

Efek samping

Gangguan KV, menyusui Eksklusif, perdarahan


pervaginam yang belum diketahui penyebabnya,
hepatitis, perokok, riwayat diabetes > 20th,
kanker payudara atau dicurigai, migraine dan
gejala neurologic fokal (epilepsi/riwayat
epilepsi), tidak dapat menggunakan pil secara
teratur setiap hari.

Cara Kerja

Efek Samping
Perubahan pola haid, sakit kepala,
pusing, perubahan suasana perasaan,
nyeri payudara, nyeri perut, dan mual

Kontra Indikasi
Serupa dengan kombinasi

156. Analisa Sperma Normal


(WHO)

Volume : 2 ml atau lebih


pH : 7,2 sampai dengan 8,0
Konsentrasi spermatozoa: 20 juta spermatozoa / ml atau lebih
Jumlah total spermatozoa : 40 juta spermatozoa per ejakulasi atau
lebih
Motilitas spermatozoa : Dalam waktu 1 jam setelah ejakulasi,
sebanyak 50% dari jumlah total spermatozoa yang hidup, masih
bergerak secara aktif.
Morfologi spermatozoa : 30% atau lebih memiliki bentuk yang
normal
Vitalitas spermatozoa : 75% atau lebih dalam keadaan hidup
Jumlah sel darah putih : lebih sedikit dari 1 juta sel/ml

157. Spermatogenesis
Pada gangguan sperma, dapat dipikirkan telah
terjadi kerusakan pada testis. Hormon yang
kemungkinan mengalami penurunan adalah
testosteron yang dihasilkan di Sel Leydig testis
Akibat kerusakan testis, maka testis tidak
dapat menggunakan hormon FSH yang
dikeluarkan oleh hipofisis anterior kadar
FSH darah meningkat

158. PCOS
Etiologi
hiperandrogenisme dan resistensi terhadap insulin

Tiga kriteria diagnosa yaitu:


Oligoamenorrhoea atau anovulasi
Gejala hiperandrogen baik secara klinik maupun biokimia
Adanya gambaran morfologi ovarium yang polikistik dengan USG

Gejala PCOS
Gangguan siklus haid yaitu siklus haid jarang dan tidak teratur
Gangguan kesuburan dimana yang bersangkutan menjadi sulit hamil
(subfertile)
Tumbuh bulu yang berlebihan dimuka, dada, perut, anggota badan
dan rambut mudah rontok (hirsutisme)
Banyak jerawat
kegemukan (obesitas)
Pada USG ditemukan banyak kista di ovarium

PCOS: Terapi
Sasaran pengelolaan

Mengatur siklus haid agar kembali teratur


Memperbaiki kesuburan
Menghilangkan gejala hirsutism dan jerawat
Mengendalikan obesitas
Menurunkan kadar insulin darah
Mencegah komplikasi jangka panjang

tatalaksana
Pola hidup sehat dengan diet, olahraga teratur untuk kendalikan
berat badan (obesitas) dan tidak merokok
Obat2an/medikamentosa
Untuk melancarkan haid : dengan pil KB. PIl KB juga dapat mengurangi
resiko perdarahan abnormal dan kanker rahim
Untuk memicu ovulasi : dengan Clomiphene citrate dan FSH
Untuk menghilangkan hirsutism dan jerawat : dengan pil KB
(Cyproterone acetate), Spironolactone dan flutamide
Untuk menurunkan insulin darah : dengan Metformin

159. ISK pada Kehamilan

160. PERDARAHAN ANTEPARTUM


Perdarahan dari jalan lahir setelah usia kehamilan 22 minggu
Gejala dan Tanda Utama

Faktor Predisposisi

Penyulit Lainnya

Diagnosis

Perdarahan tanpa nyeri.


Darah segar atau kehitaman.
Terjadi setelah miksi atau defekasi, aktifitas
fisik, kontraksi braxton hicks, trauma atau
koitus.

Nullipara atau multiparitas

Tidak ada nyeri.


Bagian terendah fetus tidak
masuk pintu atas panggul.
Gawat janin

Plasenta Previa

Perdarahan dengan nyeri intermitten atau


menetap.
Darah kehitaman dan cair atau mungkin
terdapat bekuan
Bila jenis terbuka, warna darah merah segar.

Syok yang tidak sesuai jumlah


darah yang keluar
Anemia berat
Melemah/hilangnya gerak
fetus
Gawat janin atau hilangnya
DJJ
Uterus tegang dan nyeri

Solusio Plasenta

Syok/takikardia
Hilangnya gerak dan DJJ
Bentuk uterus
abnormal/kontur tidak jelas
Nyeri raba/tekan dinding
perut
Bagian anak mudah dipalpasi

Ruptura Uteri

Hipertensi
Versi luar
Trauma abdomen
Polihidramnion
Gemelli
Defisiensi nutritif

Kelelahan dan dehidrasi


Konstriksi bandl
Nyeri perut bawah hebat
Gejala tidak khas pada bekas seksio sesaria

Pernah SC
Partus lama
CPD
Kelainan
letak/presentasi
Persalinan traumatik

Perdarahan merah segar


Uji pembekuan darah tidak menunjukan adanya
bekuan darah setelah 7 menit
Rendahnya faktor pembekuan darah

Perdarahan saat amniotomi atau saat selaput


ketuban pecah spontan
Pulsasi di sepanjang alur pembuluh yang teraba

Kehamilan multipara
Genetik

Solusio plasenta
Janin mati dalam rahim
Eklampsia
Emboli air ketuban

Perdarahan gusi
Gambaran memar bawah kulit
Perdarahan dari tempat
suntikan/infus

Gangguan
pembekuan darah

Sulit dikenali saat pembukaan


masih kecil

Vasa Previa

Plasenta Previa
Perdarahan awal ringan, perdarahan ulangan lebih berat sampai
syok,umumnya perdarahan awal terjadi pada 33 minggu. Pada
perdarahan <32 minggu waspada infeksi traktus uri &
vaginitis, servisitis
Klasifikasi:
Plasenta letak rendah : plasenta pada segmen bawahuterus
dengan tepi tidak mencapai ostium internum.
Plasenta previa marginalis: tepi plasenta letak rendahmencapai
ostium internum tetapi tidak menutupi ostiuminternum
Plasenta previa partialis: plasenta menutupi sebagianostium
internum
Plasenta previa totalis (komplit): plasenta menutupiseluruh
ostium internum

Posisi Plasenta Pada Kehamilan


A. Placenta Normal
B. Placenta Previa
C. Placenta Akreta
D. Solusio Plasenta
Masam-macam:
- PP totalis
- PP lateralis
- PP marginal
- PP letak rendah

161. Sectio Caesarea


Isthmus:
Bagian uterus antar korpus dan serviks uteri,
yang diliputi oleh peritoneum viserale akan
melebar selama kehamilan dan disebut segmen
bawah rahim.

Sectio Caesarea: Indikasi


Malpresentasi janin:
Letak Lintang
Semua primigravida dengan letak janin lintang harus
ditolong dengan operasi seksio sesaria
Seksio sesaria dilakukan pada ibu dengan janin letak
lintang yang memilki panggul yang sempit
Letak Bokong, dianjurkan seksio sesaria bila:

Panggul sempit
Primigravida
Janin besar dan Berharga
Presentasi dahi dan muka(letak defleksi) bila reposisi dan cara-cara
lain tidak berhasil
Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil
Gemelli

Sectio Caesarea: Kontra Indikasi


Kontra Indikasi Absolut
1. Pasien menolak.
2. Infeksi pada tempat suntikan
3. Hipovolemia berat, syok
4. Koagulapati atau mendapat terapi antikagulan
5. Tekanan intrakranial meninggi
6. Fasilitas resusitasi minimal
7. Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anesthesia.
Kontra Indikasi Relatif
1. Infeksi sisitemik (sepsis, bakteremia)
2. Infeksi sekitar suntikan
3. Kelainan neurologist
4. Kelainan psikis.
5. Bedah lama
6. Penyakit jantung
7. Hipovolemia ringan.
8. Nyeri punggung kronis

Insisi Transversal VS Insisi Klasik

162. Tanda Kehamilan: Hartmans Sign


Pada saat terjadi implantasi beberapa wanita mengalami
perdarahan ringan /fleks (biasanya pada 7 hari sebelum
mens berikutnya atau hari ke 21 pada siklus 28 hari).

Perdarahan implantasi juga dinamakan tanda Hartman


(Hartman Sign). Perdarahan bisa berlangsung 1-2 hari.
Biasanya lebih sedikit dibanding darah haid.
Perdarahan implantasi terjadi karena bagian dari trofoblas
embrio (sinsitiotrofoblas) mulai menyerang pembuluh
darah di desidua dan mengambil alih fungsi pembuluh
darah yang nantinya akan berguna bagi tumbuh kembang
janin.

163. Kondiloma Akuminatum


PMS akibat HPV, kelainan berupa
fibroepitelioma pada kulit dan mukosa
Gambaran klinis: vegetasi bertangkai dengan
permukaan berjonjot dan bergabung
membentuk seperti kembang kol
Pemeriksaan: bubuhi asam asetat berubah
putih
Terapi: tingtura podofilin 25%,
kauterisasi

164. Mioma Geburt


Mioma submukosa pedinkulata: jenis mioma
submukosa yang mempunyai tangkai.
Dapat keluar dari rongga rahim ke vagina
melalui saluran servik: mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan

165. Persalinan dengan Vakum


INDIKASI

Kelelahan ibu
Partus tak maju
Gawat janin yang ringan
Toksemia gravidarum
Rupture uteri iminens
Ibu: memperpendek persalinan
kala II, penyakit jantung
kompensasi, penyakit fibrotik.
Janin: adanya gawat janin
Waktu: kala persalinan lama

KONTRA INDIKASI
Ibu: dengan resiko tinggi rupture
uteri
Kondisi ibu tidak boleh mengejan
Panggul sempit (disproporsi
kepala panggul)
Janin: letak lintang, presentasi
muka, presentasi bokong,
preterm, kepala janin menyusul

Syarat Persalinan Dengan Vakum

Pembukaan lengkap atau hampir lengkap


Presentasi kepala
Cukup bulan (tidak premature)
Tidak ada kesempitan panggul
Anak hidup dan tidak gawat janin
Penurunan hodge II/III
Kontraksi baik
Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

Komplikasi: perdarahan intrakranial, edema skalp, sefalhematoma,


aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin, laserasi perineum,
laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir pada ibu

FORENSIK DAN IKM

166. Komunikasi Efektif


Dokter yang baik adalah dokter yang dapat
berkomunikasi dengan baik sesuai dengan
latar belakang pendidikan, budaya, dan sosial
pasien sehingga pasien dapat memahami isi
percakapan dokter-pasien.

167. Perkiraan Waktu Kematian


Livor mortis
Occurs 15-10 minutes after death
Fixed after 12 hours after death

Rigor mortis
Occurs at 2-4 hours post-mortem started at small muscle
Complete (involving all muscles) at 8-10 hours postmortem
Disappearing after 24 hours post-mortem

Decomposition
Starts with greenish spot at right abdominal area at 18
hours post-mortem

168. Toksikologi
Untuk penentuan COHb secara kualitatif
dilakukan uji dilusi alkali.
Uji kertas saring, reaksi prussian blue, dan
reaksi Guajacol merupakan pemeriksaan
toksikologi untuk keracunan HCN.
Uji Reinsch dilakukan pada kasus keracunan
arsenik.

169. Swab Fornix Posterior


Motile sperm peristiwa < 3jam
Nonmotile sperm peristiwa < 72 jam
(variatif)
Semen (+) peristiwa < 48 jam

170. Tanda Pasti Kematian


Livor mortis
Occurs 15-10 minutes after death
Fixed after 12 hours after death

Rigor mortis
Occurs at 2-4 hours post-mortem started at small muscle
Complete (involving all muscles) at 8-10 hours postmortem
Disappearing after 24 hours post-mortem

Decomposition
Starts with greenish spot at right abdominal area at 18
hours post-mortem

171. PERMENKES No
290/MENKES/PER/III/2008 pasal 12
Berdasarkan PERMENKES No
290/MENKES/PER/III/2008 pasal 12 yang
berhak memberikan persetujuan tindakan
medis adalah pasien yang kompeten, atau
oleh wali, atau keluarga terdekat, atau
pengampunya.

172. Euthanasia
Berdasarkan siapa yang memberikan consent:
Voluntary
: pasien
Nonvoluntary : bukan pasien (pasien koma, anak kecil)
Involuntary : bukan pasien; pasien telah menyatakan
sebaliknya

Leenen (1978) meminta perubahan definisi:


permintaan orang lain: euthanasia
permintaan pasien sendiri: pseudo-euthanasia

Berdasarkan metode:
Euthanasia aktif: menyebabkan kematian dengan
tindakan tertentu (death by action)
Euthanasia pasif: menyebabkan kematian dengan
tidak melakukan tindakan tertentu (death by
omission)

Referensi:
Garrard E, Wilkinson S. Passive euthanasia. J Med Ethics 2005;31:64-68.
Manninen BA. A case for justified non-voluntary active euthanasia: exploring the ethics of the Groningen Protocol. J
Med Ethics 2006;32(11):643-651.
Tulloch, Gail. Euthanasia, choice and death. Edinburgh University Press, 2005. pp.100.

173. Luka Tembak


Luka tembak masuk, dapat ditemukan:
Kelim lecet anak peluru yang menembus kulit akan
menyebabkan terjadinya lubang yang dikeliling oleh bagian
yang kehilangan kulit ari
Kelim kesat zat yang melekat pada anak peluru (pelumas,
jelaga, elemen mesiu) akan terusap pada tepi lubang
Kelim tatoo butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar
akan akan tertanam pada kulit di sekitar kelim lecet
Kelim jelaga
Kelim api

Luka Tembak
Luka tembak keluar umumnya lebih besar dari luka tembak
masuk, karena:
Akibat deformitas anak peluru
Bergoyangnya anak peluru
Terikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari luka
tembak keluar
Luka tembak keluar mungkin lebih kecil dari luka tembak
masuk jika terjadi pada luka tembak tempel/ kontak atau
pada anak peluru yang telah kehabisan tenaga pada saat
akan keluar meninggalkan tubuh

174. Rahasia Kedokteran


Pasal 16 Kode Etik Kedokteran Indonesia,
disebutkan bahwa:
Setiap dokter wajib merahasiakan segala
sesuatu yang diketahuinya tentang seorang
pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.

175. Luka Ringan


PASAL 352 KUHP TERDIRI DARI DUA AYAT, YAKNI:
(1). SELAIN DARIPADA YANG TERSEBUT DALAM PASAL 353
DAN 356, MAKA PENGANIAYAAN YANG TIDAK MENJADIKAN
SAKIT ATAU HALANGAN UNTUK MELAKUKAN JABATAN ATAU
PEKERJAAN SEBAGAI PENGANIAYAAN RINGAN, DIHUKUM
PENJARA SELAMA-LAMANYA TIGA BULAN ATAU DENDA
SEBANYAK-BANYAKNYA RP4.500. HUKUMAN INI BOLEH
DITAMBAH DENGAN SEPERTIGANYA BILA KEJAHATAN ITU
DILAKUKAN TERHADAP ORANG YANG BEKERJA PADANYA
ATAU YANG ADA DI BAWAH PERINTAHNYA.
(2). PERCOBAAN MELAKUKAN KEJAHATAN INI TIDAK
DAPAT DIHUKUM.

176. Bentuk Keluarga

Keluarga inti (nuclear family): Keluarga yang terdiri dari suami, istri serta
anak-anak kandung.
Keluarga besar (extended family): Keluarga yang disamping terdiri dari
suami, istri, dan anak-anak kandung, juga sanak saudara lainnya, baik
menurut garis vertikal (ibu, bapak, kakek, nenek, mantu, cucu, cicit),
maupun menurut garis horizontal (kakak, adik, ipar) yang berasal dari pihak
suami atau pihak isteri.
Keluarga campuran (blended family): Keluarga yang terdiri dari suami, istri,
anak-anak kandung serta anak-anak tiri.
Keluarga orang tua tunggal (single parent family): Keluarga yang terdiri dari
pria atau wanita, mungkin karena bercerai, berpisah, ditinggal mati atau
mungkin tidak pernah menikah, serta anak-anak mereka tinggal bersama.
Keluarga hidup bersama (commune family): Keluarga yang terdiri dari pria,
wanita dan anak-anak yang tinggal bersama, berbagi hak, dan tanggung
jawab serta memiliki kekayaan bersama.
Keluarga serial (serial family): Keluarga yang terdiri dari pria dan wanita
yang telah menikah dan mungkin telah punya anak, tetapi kemudian
bercerai dan masing-masing menikah lagi serta memiliki anak-anak dengan
pasangan masing-masing, tetapi semuanya menganggap sebagai satu
keluarga.

177. Kesehatan Kerja


Pajanan berbahaya yang dimaksud oleh Work place
Safety and Insurance Board ( 2005 ) antara lain :
Debu , gas , atau asap
Suara / kebisingan ( noise )
Bahan toksik ( racun )
Getaran ( vibration )
Radiasi
Infeksi kuman atau dingin yang ekstrem
Tekanan udara tinggi atau rendah yang ekstrim

178. Manfaat Incidence Rate


Mengetahui masalah kesehatan yang dihadapi
Mengetahui Resiko untuk terkena masalah
kesehatan yang dihadapi
Mengetahui beban tugas yang harus
diselenggarakan oleh suatu fasilitas pelayanan
kesehatan.

179. Levels of Disease Occurrence


Sporadic level: occasional cases occurring at irregular
intervals
Endemic level: persistent occurrence with a low to moderate
level
Hyperendemic level: persistently high level of occurrence
Epidemic or outbreak: occurrence clearly in excess of the
expected level for a given time period
Pandemic: epidemic spread over several countries or
continents, affecting a large number of people
Syndemic refers to the aggregation of two or
more diseases in a population in which there is some level of
positive biological interaction that exacerbates the negative
health effects of any or all of the diseases

180. Kejadian Luar Biasa


Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan
Dirjen No. 451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan
Penanggulangan Kejadian Luar Biasa:
Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau
tidak dikenal
Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3
kurun waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari,
minggu)
Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu,
bulan, tahun).
Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2
kali lipat atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata
perbulan dalam tahun sebelumnya.

181. Beberapa tipe pengujian


in vivo (Latin: within the living) : uji eksperimen
dengan menggunakankeseluruhan organisme hidup
in vitro (Latin: within the glass) : uji eksperimen
dengan menggunakan biakandi dalam tabung reaksi
atau cawan petri
ex vivo (Latin: out of the living) : uji eksperimen pada
jaringan suatuorganisme, dengan kondisi lingkungan
buatan yang mirip dengan kondisialami
in silico (Latin: within the silicon) :
uji eksperimen dengan metode simulasi dikomputer

182, Uji Kocok Beku


Cara pemeriksaan vaksin tersangka beku
masih layak digunakan atau tidak dengan cara
melakukan uji kocok vaksin.

Cara Uji Kocok Vaksin

Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch vaksin yang dicurigai pernah beku,
utamakan dengan evaporator dan bagian lemari es yang paling dingin. Beri label
Tersangka Beku. Bandingkan dengan vaksin dari tipe dan batch yang sama yang
sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya dan beri label Dibekukan.
Biarkan contoh Dibekukan dan vaksin Tersangka Beku sampai mencair
seluruhnya.
Kocok contoh Dibekukan dan vaksin Tersangka Beku secara bersamaan.
Amati contoh Dibekukan dan vaksin Tersangka Beku bersebelahan untuk
membandingkan waktu Pengendapan (umumnya 5-30 menit)
Bila terjadi:
Pengendapan vaksin Tersangka Beku lebih lambat dari contoh Dibekukan: vaksin dapat
digunakan.
Pengendapan vaksin Tersangka Beku lebih cepat dari contoh Dibekukan: vaksin jangan
digunakan, vaksin sudah rusak.

Harus melakukan uji kocok untuk tiap vaksin yang berbeda batch dan jenis
vaksinnya dengan kontrol Dibekukan yang sesuai.

183. Penerima BPJS PBI


Sesuai dengan PP no 101 tentang penerima
bantuan jaminan kesehatan, yang merupakan
penerima Bantuan iuran BPJS adalah fakir
miskin dan golongan tidak mampu..

184. Sensitivitas dan spesifisitas


Sensitivitas: proporsisubyekberpenyakityang
bereaksipositifterhadappengujianpenyakityan
g bersangkutan(the proportion of true
positives that are detected by the method)
Spesifisitas:
proporsisubyektanpapenyakityang
bereaksinegatifterhadappenyakityang
bersangkutan(the proportion of true negatives
that are detected)

185. Tujuan Sueveilans Epidemiologi

Mendeskripsikan distribusi penyakit pada populasi


Mengetahui riwayat alamiah penyakit
Menentukan determinan penyakit
Memprediksi kejadian penyakit pada populasi
Mengevaluasi efektivitas intervensi preventif mauun
terapetik
Menentukan prognosis dan faktor prognosis suatu
penyakit
Menentukan kebijakan dan regulasi suatu penyakit

186 Sistem Surveilans

187. Probability Samples


Each member of the population has a known nonzero probability of being selected.
Sampling Methods

Description

Simple Random Sampling

A sample selected from a population in such manner


that all member of the population have an equal
chance of being selected

Stratified Random Sampling

A sample selected so that certain characteristic are


represented in the sample in the same proportion as
they occur in the population. Use when there are
specific sub-groups to investigate

Systematic Random Sampling

Sample is obtained by selecting every Nth name in a


population

Cluster Random Sampling

A sample is obtained by using groups as the sampling


unit rather than individuals. Use when population
groups are separated and access to all is difficult, eg. in
many distant cities

188. ANOVA

189. Desain penelitian


Exposure
assignment (-)

Exposure and
outcome analyzed at
the same time (+)

Cross
sectional

190. Lembaga BPJS


Dalam undang-undang no. 40 tahun 2004,
perusahaan jaminan kesehatan yang termasuk
menjadi BPJS adalah PT Asuransi Kesehatan
Indonesia (PT Askes Persero), PT Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (PT Jamsostek Persero);
Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (PT ASABRI), PT Dana Tabungan Dan
Asuransi Pegawai Negeri (PT TASPEN).

THT-KL

191. Rhinosinusitis
Diagnosis

Clinical Findings

Acute Rhinosinusitis

Two or more symptoms, included nasal obstruction or nasal


discharge as one of them and: facial pain/pressure or
hyposmia/anosmia.
cheek pain: maxillary sinusitis
retroorbital pain: ethmoidal sinusitis
forehead or headache: frontalis sinusitis

Chronic sinusitis

Subacute: 4 weeks-3 months. Chronic: > 3 months. Symptoms


are nonspesific, may only consist of 1 or 2 from these
chronic headache, post nasal drip, chronic cough, throat
disturbance, ear disturbance, sinobronchitis.

Dentogen sinusitis

The base of maxilla are processus alveolaris, where tooth roots


are located. Tooth infection can spread directly to maxillary
sinus. Symptoms: unilateral sinusitis with purulent nasal secrete
& foul breath.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Rhinosinusitis
Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis:
Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya
menilai sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan
yang tampak: perselubungan, air fluid level,
penebalan mukosa.
CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus,
adanya penyakit dalam hidung & sinus, serta
perluasannya gold standard. Karena mahal, hanya
dikerjakan utk penunjang sinusitis kronik yang tidak
membaik atau pra-operasi untuk panduan operator.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Rhinosinusitis

Rhinosinusitis
Terapi rhinosinusitis
Tujuan:
Mempercepat penyembuhan
Mencegah komplikasi
Mencegah perubahan menjadi kronik

Prinsip:
Membuka sumbatan di kompleks osteomeatal (KOM) drainasi &
ventilasi pulih

Farmakologi:
AB amoksisilin 10-14 hari
Dekongestan
Lain-lain: analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, NaCl

Operasi
untuk sinusitis kronik yang tidak membaik, sinusitis disertai kista atau
kelainan ireversibel, polip ekstensif, komplikasi (kelainan orbita,
intrakranial, osteomielitis, kelainan paru), sinusitis jamur.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Rhinosinusitis
Foto

Deskripsi

Waters

Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus

Schedel PA &
lateral

PA: frontal sinus


Lateral: frontal, sphenoidal, & ethmoidal sinus

Schuller

Lateral mastoid

Towne

Posterior wall of maxillary sinus

Caldwell

Frontal sinus

Rhese/oblique

Posterior of ethmoidal sinus, optic canal, &


floor of orbit.

192. Rhinitis
Vasomotor Rhinitis:
Idiopathic condition which is diagnosed per exclutionam
Triggers: strong smells, cold air, change in temperature,
humidity, strong emotions, alcohol, smoke/cigarrete,
spicy food, fatigue.
Symptoms: nasal congestion influenced by position,
rhinorrea, sneezing.
Signs: mucosal edema, konka: dark red/pale, konka:
smooth or hypertrophy.
Management: avoid trigger, symptomatic (oral
decongestan, nasal wash with saline, topical CS, topical
anticolinergic)
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Rhinitis

Rhinitis
Diagnosis

Karakteristik

Rinitis alergi

Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa


edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Sinusitis kronik

Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, bisa 1 atau 2 gejala berikut
sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan
tenggorok, gangguan telinga, sinobronkitis.

Rinitis akut
(rhinovirus)

Hidung terasa hangat, kering, & gatal, diikuti gejala bersin,


tersumbat, & sekret serous disertai demam dan sakit kepala.
Rinoskopi: membran mukosa merah & bengkak.

Rinitis atrofi /
ozaena

Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa


pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media
& inferior, sekret & krusta hijau.

Rinitis
Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan
medikamentosa vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma
edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka
dengan sekret hidung yang berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

193. Keganasan
History
Male in 5th decade,
exposed with nickel,
chrom, formalin,
terpentin.

Diagnosis

Treatment

Ca
sinonasal

Surgery

KNF

Radiotherapy,
chemoradiation,
surgery.

Ca tonsil

Surgery

Juvenile
angiofibro
ma

Surgery

Physical Exam.

unilateral obstruction &


rhinorrea. Diplopia,
proptosis . Bulging of
palatum, cheek protrusion,
anesthesia if involving n.V
Elderly with history of
Posterior rhinoscopy: mass
smoking, preservative
at fossa Rosenmuller,
food. Tinnitus, otalgia
cranial nerves abnormality,
epistaxis, diplopia,
enlargement of jugular
neuralgia trigeminal.
lymph nodes.
painful ulceration,
Painful ulceration with
otalgia & slight
induration of the tonsil.
bleeding.
Lymph node enlargement.
Male, young adult, with Anterior rhinoscopy: red
recurrent epistaxis.
shiny/bluish mass. No
lymph nodes enlargement.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

194-195. Otitis Media


Otitis Media Akut
Etiologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.

Perjalanan penyakit otitis media akut:


1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram.
2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3. Suppuration: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran

timpani membonjol.
4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang.
5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali
normal. Jika perforasi sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Otitis Media
Otitis Media Akut
Th:
Oklusi tuba: dekongestan topikal
(ephedrin HCl)
Presupurasi: AB minimal 7 hari
(ampicylin/amoxcylin/
erythromicin) & analgesik.
Supurasi: AB, miringotomi.
Perforasi: ear wash H2O2 3% & AB.
Resolusi: jika sekret tidak
berhenti AB dilanjutkan hingga 3
minggu.

Hyperaemic stage

Suppuration stage
1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

196. Rinitis Alergi

197. Rhinitis
Diagnosis

Karakteristik

Rinitis alergi

Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa


edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Sinusitis kronik

Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, bisa 1 atau 2 gejala berikut
sakit kepala kronik, post nasal drip, batuk kronik, gangguan
tenggorok, gangguan telinga, sinobronkitis.

Rinitis akut
(rhinovirus)

Hidung terasa hangat, kering, & gatal, diikuti gejala bersin,


tersumbat, & sekret serous disertai demam dan sakit kepala.
Rinoskopi: membran mukosa merah & bengkak.

Rinitis atrofi /
ozaena

Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa


pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau,
hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media
& inferior, sekret & krusta hijau.

Rinitis
Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan
medikamentosa vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma
edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka
dengan sekret hidung yang berlebihan.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

198. Tonsillitis
Acute tonsillitis:
Viral: similar with acute rhinits +
sore throat
Bacterial: GABHS, pneumococcus, S.
viridan, S. pyogenes.
Detritus follicular tonsillitits
Detritus coalesce lacunar tonsillitis.
Sore throat, odinophagia, fever, malaise,
otalgia.
Th: penicillin or erythromicin

Chronic tonsillitis
Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
Lymphoid tissue is replaced by scar widened
crypt, filled by detritus.
Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.

Tonsillitis
Komplikasi tonsillitis akut:
Pada anak sering menimbulkan otitis media
akut, sinusitis, abses peritonsil (Quincy
throat), abses parafaring, bonkitis,
glomerulonefritis akut, miokarditis, artritis
serta septikemia. Hipertrofi tonsil
menyebabkan pasien bernapas lewat
mulut, tidur mendengkur, gangguan tidur
karena obstructive sleep apnea.

Komplikasi tonsilitis kronik:


Komplikasi ke daerah sekitar, berupa rhinitis
kronik, sinusitis atau otitis media secara
perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi
secara hematogen & limfogen:
endokiarditis, artritis, miositis, nefritis,
uveitis, dermatitis, urtikaria.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Diagnostic handbook of otorhinolaryngology.

199. Abses Leher Dalam


Diagnosis

Sumber Infeksi

Abses peritonsil

Terjadi karena komplikasi tonsilitis akut atau infeksi kelenjar


mukus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab
sama dengan penyebab tonsilitis.

Abses parafaring

Dapat terinfeksi dengan cara langsung (tusukan jarum


terkontaminasi saat tonsilektomi), supurasi kelenjar limfa leher
bagian dalam, gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal,
mastoid, & vertebra servikal, penjalaran infeksi dari peritonsil,
retrofaring, atau submandibula
Berasal dari infeksi saluran napas atas yang menyebabkan
limfadenitis retrofaring, trauma dinding belakang faring oleh
benda asing, atau tuberkulosis vertebra servikalis (abses dingin)

Abses Retrofaring

Submandibular
abscess

Infeksi bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar liur,


kelenjar limfa submandibula, atau kelanjutan infeksi ruang leher
dalam lain.

Ludwig/ludovici
angina

Sering berasal dari gigi atau dasar mulut.

1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.

Abses Leher Dalam


Diagnosis

Clinical Features

Abses peritonsil

Odynophagia, otalgia, vomit, foetor ex ore, hypersalivation, hot


potato voice, & sometimes trismus.

Abses parafaring

1.Trismus, 2. Angle mandible swelling, 3. Medial displacement of


lateral pharyngeal wall.

Abses Retrofaring

In children: irritability,neck rigidity, fever,drolling,muffle cry,


airway compromise
In adult: fever, sore throat, odynophagia, neck tenderness,
dysnea

Submandibular
abscess

Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue. Trismus


often found. If spreading fast bilateral, cellulitis ludwig
angina

Ludwig/ludovici
angina

Swelling bilaterally, hypersalivation, airway obstrution caused by


retracted tongue, odynophagia, trismus, no purulence (no time
to develop)

1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.

9. Abses Leher Dalam


Peritonsillar abscess

Inadequately treated tonsillitis spread of infection pus formation between the


tonsil bed & tonsillar capsule

Symptoms & Signs


Quite severe pain with referred otalgia
Odynophagia & dysphagia drooling
Irritation of pterygoid musculature by pus & inflammation trismus
unilateral swelling of the palate & anterior pillar displace the tonsil downward & medially
uvula toward the opposite side

Therapy
Needle aspiration: if pus (-) cellulitis antibiotic. If pus (+) abscess .
If pus is found on needle aspirate, pus is drained as much as possible.

Abses Leher Dalam


Peritonsillar abscess

Parapharyngeal abscess

Retropharyngeal abscess

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.


Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

200. Vertigo
Peripheral Vertigo

Central Vertigo

Inner ear, vestibular nerve

Brainstem, cerebellum,
cerebrum

Onset

Sudden

Gradual

Nausea, vomitting

Severe

Varied

Hearing symptom

Often

Seldom

Often

Compensation/resolution

Fast

Slow

Spontaneous nystagmus

Horizontal, rotatoir

Vertical

Latency (+), fatigue (+)

Latency (-), no fatigue (-)

Paresis

Normal

Involving

Neurologic symptom

Positional nystagmus

Calory nystagmus

Vertigo
Vertigo of peripheral origin
Condition

Details

BPPV

Brief, position-provoked vertigo episodes caused by abnormal


presence of particles in semisircular canal. Characteristic
nystagmus (latent, rotatory, fatigable) with Dix-Hallpike test.

Menieres disease

An excess of endolymph, causing distension of endolymphatic


system (vertigo, tinnitus, sensorineural deafness). Therapy: low
salt diet, diuretic, surgery, transtympanic gentamycin

Vestibular neuronitis

Vestibular nerve inflammation, most likely due to virus

Acute labyrinthitis

Labyrinth inflammation caused by viral or bacterial infection

Labyinthine infarct

Compromises blood flow to labyrinthine

Labyrinthine concussion Damage after head trauma


Perylimnph fistula

Labyrinth membrane damage resultin in perylimph leakage


into middle ear

Vertigo
Vertigo of central origin
Condition

Details

Migraine

Vertigo may precede migraines or occur


concurrently

Vascular disease

Ischemia or hemorrhage in vertebrobasilar


syndrome can affect brainstem or cerebellum
function

Multiple sclerosis

Demyelination disrupts nerve impulses which can


result in vertigo

Vestibular epilepsy

Vertigo resulting from focel epileptic discharges in


the temporal or parietal association cortex

Cerebellopontine tumours

Benign tumours in the interal auditory meatus

Vertigo

Vertigo
Symptomatic treatment:
Antivertigo (vestibular suppressant)
Ca channel blocker: flunarizin
Histaminic: betahistine mesilat
Antihistamin: difenhidramine, sinarisin

Antiemetic:
prochlorperazine, metoclopramide

Psycoaffective:
Clonazepam, diazepam for anxiety & panic attack

Vertigo
Treatment for spesific conditions:
BPPV: canalith repositioning maneuvre (BrandtDaroff, Epley, Semont maneuvre)
Menieres disease: low salt diet, diuretic, surgery,
transtympanic gentamycin
Labyrinthitis: antibiotics, removal of infected
tissue, vestibular rehabilitation
Migraine: beta blocker, Ca channel blocker
Vascular disease: control of vascular risk factors,
antiplatelet/anticoagulant agents

You might also like