You are on page 1of 4

A.

Pendahuluan

:
















:


















.






Para fuqaha telah bersepakat akan bolehnya membunuh burung gagak, burung rajawali,
kalajengking, ular, tikus, anjing galak, dan musang di tanah Haram dan selainnya. Sebagaimana
Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wa sallam bersabda, Tidak berdosa orang yang melakukan
ihram jika dia membunuh lima macam binatang, burung gagak, burung rajawali, kalajengking,
tikus, dan anjing galak. (Muttafaq alaihi).







:










.








Telah diriwayatkan bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
Lima macam binatang yang harus dibunuh di tanah Halal dan Haram, ular, gagak pemakan
bangkai, tikus, anjing galak, musang. (HR. Muslim).
Setelah mengetahui bahwa hewan-hewan di atas statusnya adalah diperintahkan untuk
membunuhnya, lalu bagaimana hukum mengkonsumsi daging dari hewan-hewan tersebut?
Marilah kita simak pendapat para ulamadi bawah ini:
B. Materi
Berangkat dari sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam yang berbunyi,


Bunuhlah Ular. (HR. Bukhari dan Muslim).
1. Syaikh Muhammad Amin asy Syinqithi dalam kitab Adwa al Bayan juz. 2 hal. 273
menjelaskan, Syaikh Sulaiman bin Shalih al Khurasyi dalam kitabnya al Hayawanaat;
Maa Yu'kal wa Maa Laa Yu'kal menyebutkan tentang pendapat yang shahih, bahwa setiap
binatang yang diperintahkan untuk dibunuh maka dagingnya haram dimakan. Maksud
dibunuh di sini adalah dibunuh tanpa dengan sebab yang dibenarkan syariat, yaitu
disembelih sesuai syar'i. Karena seandainya diperbolehkan mengambil manfaat dengan
cara memakan dagingnya tentu Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam tidak akan
memerintahkan untuk membunuhnya.
1

2. Imam an Nawawi rahimahullah mengatakan, "Binatang yang diperintahkan untuk


dibunuh, maka dagingnya haram dimakan." (al Majmu': 9/22).
3. Syaikh asy Syinqithi berkata mengenai serangga-serangga tersebut, "Naluri yang sehat
tidak mungkin bisa menikmati binatang-binatang yang buruk ini, apalagi memandangnya
sebagai sesuatu yang baik. Bila ada orang Arab yang memakan serangga-serangga ini, hal
itu semata-mata dikarenakan mereka dalam kondisi yang sangat kelaparan." (Kamus
Halal-Haram: hal. 38).
4. Syaikhul Islam ibnu Taimiyah berkata, "Makan daging ular dan kalajengking adalah
haram menurut ijma' ulama kaum muslimin." (al Fatawa: 11/609).
5. Ust. Badrul Tamam mengatakan, Ular termasuk binatang yang diharamkan karena Nabi
shallallahu 'alaihi wa sallam memerintahkan untuk membunuhnya tanpa memberikan
keterangan untuk memanfaatkan dagingnya supaya dikonsumsi.
Maka dari pernyataan para ulama di atas bisa disimpulkan bahwa haram hukumnya
mengkonsumsi apa-apa yang bisa dimanfaatkan dari ular.
a. Manfaat Ular
Adapun manfaat ular sendiri telah dijelaskan oleh dr. Raehanul Bahraen di antaranya adalah:
1. Jika mengkonsumsi darah ular, akan meningkatkan libido pria. Darah ular dapat membuat
badan lebih fit dan dan tidak mudah lelah.
2. Serum ular digunakan sebagai obat dari virus yang menyerang tubuh manusia, seperti
malaria, demam berdarah dan rabies.
3. Beberapa masyarakat Cina dan Hongkong sering memasak daging ular karena dapat
membuat tubuh mereka menjadi hangat, terutama pada saat musim digin tiba.
4. Minyak ular dapat dijadikan obat dalam menyembuhkan luka bakar, tersayat dan lebam.
Minyak ini juga bereaksi dengan segera pada saat menghentikan pendarahan akibat luka
yang di derita.
Setelah mengetahui beberapa manfaat yang bisa muncul karena mengkonsumsi ular, apakah
hal tersebut menjadikan bolehnya mengkonsumsi ular sebagai obat? marilah kita lihat ulasan di
bawah ini:
Berangkat dari hadits yang berbunyi,


Wahai Hamba Allah, berobatlah kalian, janganlah berobat dengan yang haram (HR. Abu
Dawud). dan juga hadits yang berbunyi,


Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhan/obat pada apa yang Allah haramkan bagi
kalian (HR. Bukhari).
2

1. Tidak boleh berobat menggunakan ular tidak pula dengan lemak yang dimasak bersama
ular. Karena haram memakannya menurut pendapat yang shahih dari para ulama.
Sedangkan mayatnya adalah najis. Sedang Berobat dengannya adalah haram. Fatawa al
Lajnah ad Daimah 25/26.
2. Ust. Badrul Tamam menjelaskan, Tidak dibenarkan berobat dengan hal-hal yang
diharamkan, termasuk ular. Memang benar, ada yang berobat dengan ular dan bisa
mendapat kesembuhan. Namun hasil duniawi tidak bisa dijadikan sebagai patokan
kebenaran. Sebagaimana orang yang lapar, lalu ia makan babi. Rasa laparnya akan hilang,
lalu apakah makan babi dibolehkan? Jadi patokan dalam berobat bukan hanya sembuh,
tapi mengunakan sesuatu yang dibolehkan oleh Syariat harus menjadi prioritas.
3. Ahmad Sarwat Lc. Menuturkan, Dengan hadits ini maka makan daging atau darah ular
hukumnya haram. Walau pun tujuannya untuk berobat atau mencari kesembuhan. Sebab
tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Dan obat itu sudah diturunkan Allah
Subhanahu wa taala beserta dengan turunnya penyakit. Tugas kita adalah menemukan
obat yang telah Allah Subhanahu wa taala turunkan. Bukan menggunakan obat yang
diharakamkan.
Dari pemaparan di atas bisa diambil kesimpulan bahwa lebih utama berobat dengan sesuatu
yang jelas-jelas kekhalalannya sedangkan hukum berobat dengan ular sendiri adalah haram.
b. Study Kasus
Muncul suatu kasus yang mengharuskan seorang tersebut mau tidak mau harus
mengkonsumsi darah ular kobra, karena jika ia tidak segera mengkonsumsi darah tersebut akan
membahayakan nyawanya. Begitulah saran dari dokter yang telah ia kenal kejujurannya, perihal
ilmu kedoteran sendiri belum mendapatkan obat penyakit tersebut, dan dari penelitian dokter
itulah yang menganjurkan si pasien untuk mengkonsumsi darah ular kobra supaya menghambat
sesuatu yang akan membahayakan nyawanya. Lalu bagamanakah ilmu fiqih menghukumi kasus
yang demikian?
Berangkat dari firman Allah yang berbunyi,


Muncullah salah satu induk kaedah dalam ilmu fiqih yang berbunyi,


Bahwa setelah kesulitan pasti datang kemudahan. Yang mana dari induk kaedah fiqih tersebut
terbentuklah beberapa cabang kaedah fiqih darinya. Salah satunya ialah,

dan

Sesuatu yang dilarang oleh syariat akan menjadi boleh tatkala keadaannya sangatlah
genting. Dan Sesuatu yang dilarang oleh syariat diperbolehkan sesuai dengan kadarnya.
(al Wajiz fi Idhohi Qawaid al Fiqhi al Kulliyah: 234-239).
C. Kesimpulan dan Penutup
Dari kedua cabang kaedah fiqih di atas maka si penderita diwajibkan mengkonsumsi apa
yang paling bermanfaat dari ular tersebut untuk penyakitnya dan hanya menggunakan setetes jika
memang cukup dengan setetes. Dalam hal ini madzhab syafiiyah membolehkan dengan syarat
tidak ada efek samping yang membahayakan si penderita. Sedangkan si penderita tidak berdosa
sekaligus dia harus mayakini bahwa hukum asal mengkonsumsi ular adalah haram dan jika
sebelum dia mengkonsumsi ular tersebut telah ditemukan obat lain yang halal tetapi
berefeksamping yang tidak sampai membahayakan si penderita, maka haram baginya
mengkonsumsi ular dan wajib baginya mengkonsumsi obat yang ada. Wallahu alam bi as
Shawab.

You might also like