You are on page 1of 7

32

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember.
Sampel yang diambil merupakan akseptor Kontrasepsi Hormonal di Poli KB
Puskesmas Sumbersari yang memenuhi kriteria inklusi. Data diperoleh dari
Puskesmas Sumbersari kemudian dilakukan kunjungan ke setiap rumah. Data
disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan dijelaskan secara naratif
yang meliputi persentase setiap kategori dari variabel penelitian.

4.1.1 Distribusi Pengguna Kontrasepsi Hormonal


Populasi pada penelitian ini adalah seluruh akseptor kontrasepsi hormonal
yang melakukan kunjungan di Puskesmas Sumbersari. Menurut data Poli KB
Puskesmas Sumbersari sampai tahun 2014,

jumlah keseluruhan akseptor

kontrasepsi hormonal adalah 2400 orang. Berdasarkan rumus slovin, dari populasi
tersebut diambil 103 sampel. Distribusi berdasarkan jenis kontrasepsi hormonal
disajikan pada Tabel 4.1

Tabel 4.1 Distribusi akseptor kontrasepsi hormonal


Jenis Kontrasepsi
Suntik
Pil
Implan
Jumlah

Jumlah Akseptor
(orang)
53
38
12
103

Persentase
(%)
51,5
36,9
11,7
100

Berdasarkan Tabel 4.1 jumlah akseptor kontrasepsi hormonal yang


memenuhi kriteria sampel paling besar adalah kontrasepsi suntik sebanyak 53
akseptor (51,5%) dan paling kecil adalah kontrasepsi implan sebanyak 12 akseptor
(11,7%).

33

4.1.2 Distribusi Tingkat Kecenderungan Depresi


Distribusi tingkat kecenderungan depresi dalam penelitian ini disajikan
dalam Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Distribusi tingkat kecenderungan depresi


Tingkat Kecenderungan
Depresi
Tidak Depresi
Depresi Ringan
Depresi Sedang
Depresi Berat
Jumlah

Jumlah
(orang)
32
44
27
103

Persentase
(%)
31,1
42,7
26,2
100

Berdasarkan Tabel 4.2 jumlah akseptor kontrasepsi hormonal paling


banyak mengalami kecenderungan depresi ringan berjumlah 44 responden
(42,7%) dan tidak ada responden yang mengalami kecenderungan depresi berat.

4.1.3 Distribusi Tingkat Kecenderungan Pada Berbagai Jenis Kontrasepsi


Hormonal
Untuk mengetahui distribusi tingkat kecenderungan depresi pada berbagai
jenis kontrasepsi hormonal di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember, data
hasil penelitian disajikan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Distisbusi tingkat kecenderungan depresi pada berbagai jenis


kontrasepsi hormonal
Jenis
kontrasepsi
Suntik
Pil
Implan
Total

Tidak
depresi
20
5
7
32

Tingkat kecenderungan depresi


Persentase Depresi Persentase Depresi
(%)
ringan
(%)
sedang
37,7
24
45,3
9
13,2
15
39,5
18
58,3
5
41,7
0
31,1
44
42,7
27

Persentase
(%)
17
47,4
0
26,2

Berdasarkan Tabel 4.3 diatas, distribusi tingkat kecenderungan depresi


pada berbagai jenis kontrasepsi hormonal menunjukkan bahwa pada kontrasepsi

34

suntik di dapatkan responden paling banyak mengalami kecenderungan depresi


ringan sebanyak 24 responden (45,3%), kontrasepsi pil didapatkan responden
paling banyak mengalami kecenderungan depresi ringan sebanyak 15 responden
(39,5%), dan kontrasepsi implan didapatkan responden paling banyak tidak
mengalami kecenderungan depresi sebanyak 7 responden (58,3%). Jadi dapat
disimpulkan berdasarkan tabulasi silang bahwa kontrasepsi pil kemungkinan
memiliki pengaruh paling besar dan kontrasepsi implan yang paling kecil.

4.2 Analisis Hasil Penelitian


Analisis penelitian ini dilakukan dengan uji komparatif Kruskall Wallis
karena data yang digunakan adalah skala kategorik dan lebih dari dua kelompok
serta tidak berpasangan. Dapat dilihat dari uji komparatif Kruskall Wallis
didapatkan P= 0,000 dimana P < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan Ha diterima
dan Ho ditolak yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat
kecenderungan depresi pada berbagai jenis kontrasepsi hormonal pada akseptor
KB di Puskesmas Sumbersari Kabupaten Jember.
Berdasarkan analisis Post Hoc dengan uji Mann-Whitney antara ketiga
kelompok jenis kontrasepsi hormonal memiliki perbedaan yang signifikan. Pada
kelompok kontrasepsi pil dengan suntik P=0,001, kelompok kontrasepsi suntik
dengan implan P=0,001, dan kelompok kontrasepsi pil dengan implan P=0,000.

4.3 Pembahasan
Penelitian

ini

merupakan

penelitian

tentang

perbedaan

tingkat

kecenderungan depresi pada berbagai jenis kontrasepsi hormonal di Puskesmas


Sumbersari Kabupaten Jember. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik
observasional

dengan

pendekatan

cross

sectional.

Pada

penelitian

ini

menggunakan instrumen berupa kuisioner HDRS (Hamilton Depression Rating


Scale).
Dari hasil analisis data dengan uji komparatif Kruskall Wallis dapat
disimpulkan terdapat perbedaan yang signifikan pada masing-masing jenis
kontrasepsi hormonal terhadap tingkat kecenderungan depresi di Puskesmas

35

Sumbersari Kabupaten Jember pada tahun 2016. Analisis lebih lanjut dengan Post
Hoc yaitu uji Mann-Whitney juga terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat
kecenderungan depresi pada ketiga jenis kontrasepsi hormonal tersebut. Pada
penelitian ini menunjukkan bahwa kontrasepsi pil memiliki pengaruh yang paling
besar pada tingkat kecenderungan depresi.
Penelitian tentang hubungan penggunaan kontrasepsi hormonal terhadap
kejadian depresi sudah banyak dilakukan. Salah satu etiologi depresi yang paling
banyak adalah depresi yang disebabkan oleh gangguan regulasi serotonin,
dopamin, dan norepineprin. Gangguan dari regulasi neurotransmitter tersebut
disebabkan oleh terganggunya produksi alami hormon estrogen dan progesteron
dalam tubuh. Sampai saat ini serotonin dan norepineprin merupakan
neurotransmitter utama dalam mengakibatkan gangguan depresi. Dalam kasus
depresi, serotonin bertanggungjawab untuk kontrol regulasi afek, agresi, tidur, dan
nafsu makan. Pada beberapa penelitian ditemukan jumlah serotonin yang
berkurang di celah sinap dikatakan bertanggungjawab dalam terjadinya depresi
(Natalia, 2014). Serotonin di otak disekresikan oleh raphe nuclei di batang otak.
Serotonin disintesis oleh prekusornya yaitu triptofan dengan dibantu enzim
triptofan hidroksilase dan asam amino aromatic dekarboksilase, serotonin yang
terbentuk kemudian disimpan di dalam monoamine vesikuler, selanjutnya jika ada
picuan serotonin akan terlepas menuju celah sinap. Serotonin yang terlepas akan
mengalami difusi menjauh dari sinap, dimetabolisme oleh monoamin oksidase,
mengaktivasi reseptor presinaptik, mengaktivasi reseptor post-sinap dan
mengalami re-uptake dengan bantuan transporter serotonin presinap (Ikawati,
2008).
Dari ketiga jenis kontrasepsi hormonal, masing-masing memiliki pengaruh
yang berbeda-beda terhadap tingkat kecenderungan depresi. Perbedaan ini
dikarenakan kadar hormon yang dikandung masing-masing jenis kontrasepsi
hormonal. Kontrasepsi pil memiliki kandungan progesteron sintetik yang sangat
tinggi 350 mg norethindrone, diikuti oleh kontrasepsi suntik dengan efek
progesteron yang cukup kuat 150 mg DMPA, dan yang paling rendah kontrasepsi
implan 36 mg levonorgestrel (norplan), 68 mg 3-keto-desogestrel (implanon), dan

36

75 mg levonorgestrel (Jadena). Pada kontrasepsi implan pelepasan hormon secara


bertahap yaitu melepaskan 80 g levonorgestrel perhari selama 6-18 bulan
kemudian menurun sampai dengan 30 g levonorgestrel sampai seterusnya
selama 5 tahun penggunaan. Hal ini menyebabkan terjadinya keseimbangan
hormon estrogen dan progesteron alamiah sehingga menghasilkan efek
progesteron yang sangat minimal (Laely, 2011). Karena kadar progestin yang
dikeluarkan ke dalam darah sangat kecil pada kontrasepsi implan, maka efek
samping yang terjadi tidak sesering pada penggunaan kontrasepsi lain
(Wiknjosastro, 2005). Perbedaan tingkat kecenderungan depresi sebanding dengan
banyaknya kadar hormon yang terkandung dalam setiap jenis kontrasepsi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kontrasepsi suntik dan pil banyak
diminati dibanding kontrasepsi implan. Hal ini dikarenakan kontrasepsi suntik
dianggap harganya yang relatif lebih murah dan pemakaiannya yang sederhana.
Kontrasepsi implan kurang diminati karena harganya dianggap lebih mahal selain
itu masih banyak wanita yang merasa takut menggunakan kontrasepsi implan
karena pemasangannya harus melalui operasi kecil (bedah minor), dianggap
berbahaya, dan masih banyak masyarakat yang belum mengenal kontrasepsi
norplan (Laely, 2011).
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Legiatmi (2010) yang
menyatakan bahwa masyarakat berasumsi kontrasepsi implan dan IUD
membahayakan sehingga mereka lebih banyak memilih kontrasepsi suntik dan pil.
Menurut

Wiknojosastro

(2008)

keuntungan

kontrasepsi

suntik

adalah

pemakaiannya yang sederhana, menyenangkan, dan efektifitasnya tinggi.


Kontrasepsi suntik adalah akseptor terbanyak di Kabupaten Jember karena
pemakaiannya yang praktis dan sangat efektif. Kontrasepsi pil berada di posisi
kedua karena pemakaiannya yang memerlukan kedisiplinan (harus diminum
setiap harinya), sehingga masyarakat lebih memilih kontrasepsi suntik. Akseptor
kontrasepsi hormonal terendah adalah kontrasepsi implan, hal ini disebabkan
harga yang sangat mahal, yaitu Rp. 350.000,00 sehingga ketersediaannya dalam
program

pemerintah

sangat

terbatas.

Pemasangan

kontrasepsi

implan

37

menggunakan

teknik

bedah

minor

yang

membuat

masyarakat

takut

menggunakannya (BKKBN, 2015).


Pada Tabel 4.2 tentang distribusi tingkat kecenderungan depresi
didapatkan hasil paling banyak yaitu pada tingkat depresi ringan. Dari hasil
analisis kuisioner HDRS terjadinya depresi ringan pada responden paling banyak
mengeluhkan adanya gangguan somatik berupa sakit kepala, nyeri punggung, dan
gangguan pencernaan. Persentase responden yang mengalami gangguan somatik
sebanyak 77,7%, baik gangguan ringan maupun sedang akibat siklus haid yang
tidak teratur atau tidak haid sama sekali pada pemakaian alat kontrasepsi
hormonal. Perubahan suasana hati juga banyak dikeluhkan oleh responden. Hal ini
disebabkan karena penggunaan jangka panjang progestin dapat menurunkan
neurosteroid di otak dan plasma serta memiliki efek pada reseptor GABA yang
dapat menimbulkan kecemasan dan gangguan perasaan (mood) (Porcu, 2012).
Ada beberapa kelemahan dari penelitian ini, diantaranya adalah didapatkan
perbedaan yang sangat jauh pada jumlah akseptor implan dengan suntik dan pil,
hal ini menyulitkan peneliti dalam mengelola data. Pengelompokkan dari masingmasing jenis kontrasepsi yang menjadi variabel masih acak, hanya 3 jenis yaitu
suntik, pil, dan implan. Hal ini dikarenakan pada setiap jenis kontrasepsi masih
memiliki berbagai macam jenis kontrasepsi di dalamnya dengan kandungan yang
berbeda pula, sehingga hal ini dapat menimbulkan bias pada hasil penelitian.
Selain itu, kesungguhan responden dalam dalam menjawab kuisioner pada saat
penelitian dilakukan merupakan hal-hal yang berada di luar jangkauan peneliti
untuk mengontrolnya. Kriteria inklusi pada pemilihan sampel dirasa kurang
karena tidak menhilangkan faktor-faktor penyebab depresi seperti faktor biologi,
faktor genetik, faktor psikososial, dan faktor neuroendokrin. Hal ini dapat
menyebabkan bias karena tingkat kecenderungan depresi yang ada pada hasil
penelitian bukan hanya disebabkan oleh faktor kontrasepsi hormonal, tetapi juga
disebabkan oleh faktor-faktor depresi.
Pada pemilihan sampling menggunakan teknik proportionate stratified
random sampling dirasa kurang tepat karena pengelompokkan yang ada sudah
jelas dan bisa diukur, yaitu kontrasepsi suntik, pil, dan implan. Sehingga

38

seharusnya sampel tidak dihitung berdasarkan proporsi pengguna tetapi dihitung


dengan menyamakan jumlah sampel pada masing-masing kelompok. Jumlah
sampel yang tidak sama di setiap kelompok akan mengurangi keakuratan pada
hasil penelitian. Teknik sampling yang lebih cocok pada penelitian ini
menggunakan teknik stratified random sampling dengan jumlah masing-masing
sampel sama besar, sehingga bisa menghasilkan data yang lebih akurat. Dengan
jumlah sampel yang sama di setiap jenis kelompok kontrasepsi, diharapkan bisa
memenuhi tujuan penelitian.

You might also like