You are on page 1of 53

LAPORAN KASUS

Glaukoma dan Katarak

Pembimbing
dr. Harie, Sp.M
Disusunoleh
Klarissa Chrishalim 2014-061-181
Jessica Yulianti
2014-061-187
Sharon Issabel
2014-061-189
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA
PERIODE 19 Maret 2016 23 April 2016
RSUD R. SYAMSUDIN, SH - SUKABUMI
2016
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama
Umur
Alamat

: Tn. P
: 80 tahun
: Sukabumi

Pekerjaan
Pendidikan
Status pernikahan
Agama
Tanggal Pemeriksaan

: Sudah Pensiun
: SMA
: Sudah Menikah
: Islam
: 4 April 2016

II. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan pusing disertai dengan mual muntah
B. Keluhan Tambahan
Pasien datang ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Syamsudin SH untuk
meminta surat rujukan kontrol ke Rumah Sakit Mata Cicendo (RSMC).
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli bagian mata untuk meminta surat rujukan kontrol ke
RSMC, Bandung, karena sudah waktunya pasien untuk kembali kontrol
semenjak pasien kontrol terakhir pada bulan december 2015.
Saat datang ke poli bagian, pasien mengatakan bahwa sudah semenjak 2 hari
SMRS pasien merasa pusing disertai dengan muntah. Pusing lebih dirasakan
saat pasien membuka mata dan dalam sehari pasien bisa 2 kali muntah. Pasien
mengaku tidak memiliki keluhan seperti demam, diare, ataupun adanya
gangguan pendengaran.
Pada saat pasien terakhir memeriksakan diri bulan December 2015, ditemukan
pada pemeriksaan Tonometri Schiotz mata kanan pasien meningkat yaitu 8/10
atau 23,1 mmHg. Setelah ke Bandung pasien diberikan 4 macam obat dan
diminta kontrol 3 bulan kemudian.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi

: Semenjak tahun 1990an, pasien rutin

minum obat, amlodipin 1 x 10 mg (malam hari)


Riwayat diabetes mellitus
: Semenjak tahun 2005, pasien tidak rutin

meminum obat.
Riwayat alergi
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
Riwayat trauma
: disangkal
Riwayat operasi
- Pasien menjalani operasi katarak pada mata kanan bulan November 2011,
dan operasi glaukoma pada mata kiri pada bulan December 2011.

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien menyangkal adanya keluhan yang serupa yang dialami oleh
keluarganya.
Pasien mengatakan memiliki keturunan penyakit darah tinggi.
F. Riwayat Pengobatan
Pasien mendapatkan 4 jenis obat dari bandung, yaitu glaucon, glucophage,
timolol meleate 0,5%, dan liters.
Pasien juga mengkonsumsi amlodipin secara rutin 1 x10mg, dan simvastatin
1x10mg.

III. Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda-tanda vital
Tekanan darah
Nadi
Laju napas
Suhu
Berat badan
Tinggi badan
IMT

: Tampak sakit ringan


: Compos mentis
: 140 / 90 mmHg
: 82 kali / menit
: 18 kali / menit
: 36,50C
: 70 kg
: 168 cm
: 24,8 kg/m2 (Normal)

B. Pemeriksaan Oftalmologi
Variabel
Visus
Kedudukan Bola Mata
Gerakan Bola Mata
Konjungtiva
Tarsalis Superior
Tarsalis Inferior
Bulbi
Subkonjungtiva
Kornea

Oculus Dextra
5/20 (5/15)
Ortoforia
Normal ke segala arah

Oculus Sinistra
5/20F (5/6F)
Ortoforia
Normal ke segala arah

Hiperemis (-)
Folikel (-)
Hiperemis (-)
Folikel (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi silier (-)
Perdarahan

Hiperemis (-)
Folikel (-)
Hiperemis (-)
Folikel (-)
Injeksi konjungtiva (-)
Injeksi silier (-)
Perdarahan

subkonjungtiva (-)
Jernih
Edema (-)
Infiltrat (-)

subkonjungtiva (-)
Jernih
Edema (-)
Infiltrat (-)

Bilik Mata Depan

Iris

Pupil

Refleks Pupil
Lensa
Sekret
Tekanan Intraokular

IV.

Jernih
Kedalaman : sedang
Hifema (-)
Hipopion (-)
Warna coklat kehitaman
Kriptus (+)
Edema (-)
Sinekia (-)
Isokor
Bulat
Diameter 4 mm (tanpa

Jernih
Kedalaman : sedang
Hifema (-)
Hipopion (-)
Warna coklat kehitaman
Kriptus (+)
Edema (-)
Sinekia (-)
Isokor
Bulat
Diameter 4 mm (tanpa

midriatikum)
Direk (+) dan indirek (+)
Jernih
(-)
Tonometri digital : N
Tonometri Schiotz :
8/5,5 (10,2 mmHg) N

midriatikum)
Direk (+) dan indirek (+)
Jernih
(-)
Tonometri digital : N
Tonometri Schiotz :
8/5,5 (10,2 mmHg) N

Resume
Pasien datang ke rumah sakit pada Senin, 4 April 2016 dengan keluhan
pusing disertai muntah, dan pasien meminta rujukan untuk kontrol ulang ke RSMC
Bandung karena pada pemeriksaan sebelumnya terdapat peningkatann TIO pada
mata kanan (Desember 2015). Dari bandung, 4 jenis obat yaitu glaucon,
glucophage, timolol meleate 0,5%, dan liters. Pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi terkontrol dan diabetes mellitus tidak terkontrol.
Pada bulan November tahun 2011, pasien telah menjalani operasi katarak
pada mata sebelah kanan, dan pada bulan Desember tahun 2011 pasien menjalani
operasi glaukoma (iridektomi) pada mata sebelah kiri.
Pada pemeriksaan umum, pasien tampak sakit ringan. Pada pemeriksaan
tanda-tanda vital, ditemukan pasien memiliki hipertensi Grade I. Pada
pemeriksaan oftalmologi mata kanan pasien ditemukan visus 5/20 (tanpa koreksi)
dengan koreksi 5/15 dan tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan lain. Pada
pemeriksaan oftalmologi mata kiri pasien 5/20F (tanpa koreksi) dengan koreksi
5/6F, ditemukan adanya bekas iridektomy pada pemeriksaan slit lamp dan tidak
ditemukan kelainan pada pemeriksaan lain.

V. Diagnosis Kerja
- Open-Angle Glaukoma dan Pseudofakia oculus dextra
- Post-iridektomi oculus sinistra.
VI. Penatalaksanaan
Acetazolamide tab 250 mg, 3 dd 1
Timolol maleate 0,5 % eye drop, 2 dd gtt II OD
KSR tab 600 mg, 2 dd 1
VII. Prognosis
Quo ad vitam
: bonam
Quo ad functionam : malam
Quo ad sanationam : malam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GLAUKOMA
1. Definisi

Glaukoma bukanlah merupakan penyakit tunggal, melainkan kelompok penyakit


yang memiliki ciri khas neuropati optik progresif yang menghasilkan karakteristik
adanya kelainan pada nervus aqueousdan gambaran gangguan lapang pandang yang
spesifik. Penyakit ini sering tapi tidak selalu berhubungan dengan peningkatan
tekanan intraokular.Stadium akhir dari glaukoma adalah kebutaan.
2. Epidemiologi
Terdapat 70 juta orang yang menderita glaukoma di seluruh dunia, dan 7 juta menjadi
buta karena penyakit tersebut. Prevalensi glaukoma di seluruh dunia mencakup 2%
dari seluruh populasi yang berusia diatas 40 tahun, 10% penduduk berusia diatas 80
tahun, dan 50% diantaranya tidak terdiagnosis. Glaukoma merupakan penyakit kedua
tersering yang menyebabkan kebutaan pada negara berkembang setelah diabetes
mellitus, dimana 15-20% kebutaan di seluruh dunia disebabkan oleh glaukoma. Pada
penduduk etnis Eropa dan Afrika, glaukoma yang paling sering adalah glaukoma
sudut terbuka primer.Sedangan di seluruh dunia, jenis glaukoma yang paling umum
ditemui adalah glaukoma sudut tertutup primer, dimana mencapai lebih dari 50%
kasus.Di Indonesia, glaukoma menjadi penyebab lebih dari 500.000 kasus kebutaan
di Indonesia dan kebutaan yang disebabkan oleh glaukoma bersifat permanen.
3. Etiologi
Glaukoma terjadi karena peningkatan tekanan intraokuler yang dapat disebabkan oleh
bertambahnya produksi humor aqueous oleh badan siliar ataupun berkurangnya
pengeluaran humor aqueous di daerah sudut bilik mata atau di celah pupil.
Tekanan intraokuler adalah tekanan yang dihasilkan oleh cairan intraokular yang
melindungi bola mata. Tekanan intraokuler yang normal adalah sebesar 10-21 mmHg
dengan rata-rata 162,5 mmHg. Keseimbangan dari tekanan intraokuler dijaga oleh
keseimbangan antara produksi dan pengeluaran humor aqueous, dengan faktor yang
memengaruhi adalah:
Pembentukan humoraqueous, yang dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti

permeabilitas kapiler siliar dan tekanan osmotik pembuluh darah


Resistensi humor aqueous (drianase) yang merupakan faktor yang paling
penting. Kebanyakan resistensi dari aliran aqueous dipengaruhi trabekular
meshwork.

Peningkatan tekanan vena episklera, seperti Valsava manuver yang

meningkatkan sementara tekanan vena episklera.


Dilatasi pupil, pada pasien dengan sudut terbuka yang sempit dapat
menyebabkan obstruksi humor aqueous oleh iris.

4. Faktor Resiko
Beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada glaukoma adalah :
1. Herediter, dimana dapat meningkatkan tekanan intraokuler secara multifaktorial.
2. Umur, dimana tekanan intraokular meningkat sesudah usia 40 tahun disebabkan
penurunan aliran humor aqueous.
3. Jenis kelamin, pada usia 20-40 tahun prevalensi glaukoma adalah sama, namun
pada kelompok usia lebih tua peningkatan intraokular lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan wanita.
4. Variasi diurnal tekanan intraokular, pada umumnya tekanan intraokular
meningkat pada pagi hari dan menurun pada sore hari, disebabkan oleh kadar kortisol
plasma. Pada mata normal, perubahan tekanan ini <5 mmHg namun pada mata yang
glaukoma dapat >8 mmHg.
5. Variasi postural, dimana tekanan intraokular meingkat ketika berubah posisi dari
duduk ke berbaring.
6. Tekanan darah, dimana prevalensi glaukoma lebih banyak pada hipertensi
dibandingkan normotensi.
7. Tekanan osmotik darah, dimana peningkatan osmolaritas plasma yang terjadi
setelah pemberian manitol IV, gliserol oral maupun pasien dengan uremia
berhubungan dengan turunnya tekanan intraokular, dan sebaliknya.
8. Anestesi umum dan obat-obatan lainnya dapat memengaruhi tekanan intraokular,
seperti alkohol menurunkan tekanan intraokular, rokok, kafein, dan steroid
menaikkan tekanan intraokular.
Sedangkan beberapa hal yang memperberat resiko glaukoma adalah :
1. Tekanan bola mata, makin tinggi makin berat
2. Makin tua usia, makin berat
3. Hipertensi, resiko 6 kali lebih sering
4. Kerja las, resiko 4 kali lebih sering
5. Keluarga penderita glaukoma, resiko 4 kali lebih sering
6. Tembakau, resiko 4 kali lebih sering
7. Miopia, resiko 2 kali lebih sering
8. Diabetes melitus, resiko 2 kali lebih sering

5. Klasifikasi
Berdasarkan dari patofisiologinya, glaukoma dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 2.1 Klasifikasi Glaukoma

a.

Glaukoma primer sudut terbuka

Gambar 2.5 Glaukoma Primer Sudut Terbuka

Glaukoma primer sudut terbuka (Primary Open Angle Glaucoma / POAG) merupakan
tipe glaukoma dengan peningkatan tekanan intraokular yang tidak jelas penyebabnya,
baik penyebab ocular maupun sistemik, terjadi pada mata dengan sudut terbuka pada
bilik mata depan. Glaukoma primer sudut terbuka juga disebut sebagai glaukoma
simple kronis yang terjadi pada usia dewasa dan memiliki karakteristik peningkatan
tekanan intraokular secara progresif dan perlahan (>21 mmHg) berkaitan dengan
cupping diskus optikus dan defek lapang pandang.
Etiopatogenesis
Etiopatogenesis POAG tidak diketahui secara pasti. Beberapa fakta yang telah
diketahui berkaitan sebagai berikut :
1. Faktor risiko
Herediter : POAG melibatkan berbagai gen. Pada pasien POAG, risiko

meningkat 10 % pada saudara kandung dan 4 % pada keturunannya.


Usia : risiko meningkat seiring bertambahnya usia. POAG lebih umum

diderita pada orangtua berusia 50-70 tahun.


Ras : POAG secara signifikan lebih sering ditemukan dan dengan derajat

yang lebih parah pada orang kulit hitam dibandingkan kulit putih.
Lainnya : myopia, hipertensi, diabetes mellitus, tirotoksikosis (contoh :

Graves ophthalmic disease), dan perokok meningkatkan risiko POAG.


2. Patogenesis peningkatan tekanan intraokular
Tekanan intraokular meningkat memang terjadi karena adanya penurunan aliran
keluar humor aqueous yang disebabkan peningkatan resistensi trabekular.
Peningkatan resistensi trabekular dapat disebabkan penebalan akibat proses
penuaan, sklerosis trabekula, dan abnormalitas kanal Schlemm. Namun penyebab
dari proses tersebut masih belum jelas.
3. Respon terhadap kortikosteroid
Pasien yang memiliki POAG dapat meningkat tekanan intraokularnya setelah 6
minggu terapi steroid.
Insidensi
Insidensi POAG bervariasi pada setiap populasi. Secara umum, POAG dapat terjadi
pada 1 dari 100 orang pada populasi umum dengan usia di atas 40 tahun, tidak terkait
jenis kelamin. POAG memiliki proporsi 1/3 dari seluruh kasus glaukoma.
Manifestasi Klinis
Gejala

1. Pada awalnya, gejalanya biasanya tidak terasa dan asimptomatik. Pasien akan
menyadari saat kehilangan lapang pandang secara signifikan. Maka dari itu,
pemeriksaan mata secara periodik dibutuhkan pada usia lanjut.
2. Pasien dapat mengalami nyeri kepala dan nyeri pada mata, namun dalam derajat
yang ringan.
3. Pasien biasanya juga mengeluhkan mengganti kacamata presbiopia secara
berkala. Pasien mengalami kesulitan dalam membaca dan bekerja, hal ini
disebabkan karena kegagalan akomodasi lensa akibat tekanan konstan yang
terjadi pada otot siliaris dan persarafannya.
4. Mata pasien lama beradaptasi dalam kegelapan, terutama pada tahap lanjut.
Tanda

1. Tanda pada segmen mata anterior. Pemeriksaan pada mata seperti dengan
biomikroskop lampu celah dapat memberikan gambaran yang normal.
2. Perubahan tekanan intraokular. Pada tahap inisial, tekanan intraokular dapat
meningkat secara tidak permanen, namun dapat terjadi variasi diurnal yang
berlebihan. Maka dari itu, dibutuhkan observasi berulang tekanan intraokular
(setiap 3-4 jam) selama 24 jam (diurnal variation test). Pada kebanyakan pasien
POAG, tekanan intraokular menurun pada malam hari, berlawanan dengan
glaukoma sudut tertutup. Pola variasi diurnal pada tekanan intraokular dapat
dilihat pada gambar. Dengan pemeriksaan tonometer Schiotz, variasi di atas 5
mmHg mengarah kepada kecurigaan diagnosis, sedangkan variasi di atas 8
mmHg mengonfirmasi diagnosis glaukoma. Pada tahap lanjut, tekanan
intraokular dapat meningkat secara permanen > 21 mmHg, dan berkisar antara
30-45 mmHg.

Keterangangambar : Pola variasi diurnal tekanan intraokular pada pasien POAG


A:peningkatan sedikit (dalam batas normal) pada pagi hari
B : peningkatan TIO pada pagi hari pada 20 % kasus POAG
C : peningkatan TIO pada siang hari pada 25 % kasus POAG
D : variasi bifasik pada 55 % kasus POAG
3. Perubahan pada diskus optikus
Perubahan diskus optikus biasanya dapat terlihat pada pemeriksaan
funduskopi, memberikan informasi yang penting dalam mendiagnosa
POAG.Biasanya perubahan bersifat progresif, asimetris, dan bervariasi.

Keterangan : Diskus optikus normal (A : gambaran skematis ; B : funduskopi)


Perubahan diskus optikus pada glaukoma (C : gambaran
skematis ; D : funduskopi)

Keterangan : Perubahan tahap lanjut (A: gambaran skematis ; B: funduskopi)


Atrofi optikus (C: gambaran skematis ; D: funduskopi)
4. Defek lapang pandang
Defek lapang pandang terjadi seiring dengan perubahan pada diskus optikus
dan terus berlanjut jika tekanan intraokular tidak terkontrol.
Pemeriksaan
1. Tonometri. Tonometri aplanasi Goldmann merupakan gold standard untuk
pemeriksaan tekanan intraokular, namun pemeriksaan tonometri Schiotz dapat
digunakan dalam praktek sehari-hari.
2. Tes variasi diurnal. Tes ini bermanfaat terutama pada glaukoma tahap awal.

3. Gonioskopi. Gonioskopi dapat mengonfirmasi tipe glaukoma apakah sudut


terbuka atau tertutup, sehingga gonioskopi sangat membantu dalam diagnosis
POAG.
4. Dokumentasi perubahan diskus optikus, dapat berupa gambar serial, fotografi
maupun photogrammetry.
5. Pemeriksaan lampu celah pada segmen anterior untuk mengeksklusi sebab lain
pada glaukoma sekunder sudut terbuka.
6. Perimetri untuk mendeteksi defek lapang pandang.
7. Nerve fibre layer analyzer (NFLA) merupakan teknologi yang cukup baru untuk
membantu mendeteksi kerusakan serat saraf retina akibat glaukoma sebelum
adanya perubahan pada diskus optikus atau terjadi defek lapang pandang.
8. Tes provokatif. Tes provokatif dibutuhkan pada kasus yang pada ambang batas.
Tes yang dapat dilakukan adalah tes minum air, tes minum kopi, dan lainnya,
untuk menilai adanya peningkatan dari tekanan intraokular.
Diagnosis
Diagnosis glaukoma memiliki trias : peningkatan tekanan intraokular, perubahan pada
diskus optikus, dan defek lapang pandang. Diagnosis mencakup :
1. POAG : tekanan intraokular meningkat > 21 mmHg dengan gambaran cupping
pada diskus optikus dan defek lapang pandang.
2. Suspek glaukoma atau hipertensi okular. Pasien dengan peningkatan tekanan
intraokular> 21 mmHg tetapi tidak disertai dengan perubahan diskus optikus dan
defek lapang pandang.
3. Normal / low tension glaukoma. Pasien tanpa peningkatan tekanan intraokular<
21 mmHg dengan cupping diskus optikus, dengan atau tanpa defek lapang
pandang.
Tatalaksana
A. Terapi medis
Terapi medis tetap menjadi terapi inisial POAG. Prinsip dasar terapi medis POAG :
- Identifikasi target tekanan intraokular
Pada umumnya, progresi glaukomaakan berhenti pada tekanan intraokular< 16
-18 mmHg pada pasien dengan kerusakan derajat ringn sedang. Pada pasien
dengan derajat kerusakan parah, dapat mentargetkan tekanan intraokular< 12-14
mmHg.

Terapi obat tunggal / kombinasi. Obat antiglaukoma tunggal dapat menajdi terapi
inisiasi. Terapi kombinasi diindikasikan jika obat tunggal tidak efektif dalam
mengontrol tekanan intraokular.
Golongan Farmako Reduksi

Efek samping

Kontraindikasi

Contoh

obat
Analog

dinamik
Mening

Cystoid macular Macular edema

obat
Latano

prostagla

katkan

edema

Riwayat

ndin

aliran

Injeksi

herpes

keluar

konjungtiva

1x/hari

uveoskle

Peningkatan

Travop

ra

pertumbuhan

rost

trabekul

bulu mata

0,004%

ar

Hiperpigmentasi

1x/hari

TIO (%)
25-33

atau

keratitis prost
0,005%

periokular
Perubahan warna
iris
Uveitis
Kemungkinan
aktivasi

virus

herpes
Toksisitas kornea PPOK (nonselektif)

Timolo

nkan

Reaksi alergi

Asma (nonselektif)

l 0,25%

produksi

Bronkospasme

CHF

dan

aqueous

Bradikardi

Bradikardia

0,5%

humor

Depresi

Hipotensi

2x/hari

Impotensi

Blok jantung lebih Betaxol

Beta

Menuru

blocker

20-25

dari derajat 1
Agonis

Non

alfa

20-25

ol 0,5%

2x/hari
monoamine Brimon

Injeksi

Terapi

selektif:

konjungtiva

oksidase penyekat

idine

adrenergi

memper

Reaksi alergi

Anak usia <2 tahun

0,2%

baiki

Kelelahan

2x/hari

aliran

Somnolen

Apracl

aqueous

Nyeri kepala

onidine

Selektif:

1%

Menuru

atau

nkan

0,5%

produksi

untuk

aqueous,

jangka

menurun

pendek

kan
tekanan
vena
episkler
a

atau

meningk
atkan
aliran
keluar
uveoskle
Agen

ra
Mening

parasimp

20-25

Peningkatan

Glaukoma

Pilokar

katkan

miopia

neovaskular, uveitis, pin 1%

atomimet

aliran

Nyeri pada mata keganasan

ik

keluar

atau dahi

trabekul

Penurunan tajam rutin

penglihatan

Pemeriksaan fundus kali/har


i

Katarak
Dematitis kontak
periokuler
Toksisitas kornea
Penutupan sudut
Penyekat

Menuru

15-20

paradoksal
Topikal:

Alergi sulfonamid

Dorzol

karbonik

nkan

Sensasi

rasa Batu ginjal

anhidrase

produksi

metalik

aqueous

Dermatitis

humor

konjungtivitis

Anemia aplastik
atau Trombositopenia
Anemia sel sabit

amide
2%
3x/hari
(tungga

alergi

l),

Edema kornea

(kombi

Oral:

nasi)

SJS

Brinzol

Malaise,

amide

anoreksia,

1%

depresi

2x/hari

Ketidakseimban

Sistemi

gan

k:

elektrolit

2x

serum

Azetaz

Batu ginjal

olamid

Diskrasia darah

250-

(anemia aplastik,

1000

trombositopenia)

mg

Rasa metalik
2x/hari
Terapi kombinasi : kombinasi obat yang menurunkan produksi aqueous humor
dan obat lainnya yang meningkatkan aliran keluar aqueous humor.
-

Monitoring terapi melalui pemeriksaan diskus optikus, lapang pandang, dan


tonometri.

B. Trabekuloplasty
Trabekuloplasti dengan metode laser dipertimbangkan pada kasus tekanan
intraokular tidak terkontrol dengan obat-obat kombinasi.Trabekuloplasty dapat
menurunkan 8-10 mmHg pada pasien yang telah menjalani terapi medis dan 12-16
mmHg yang tidak menjalani terapi medis.
C. Pembedahan filterasi
Pembedahan filterasi diindikasikan pada kasus yang tidak efektif dengan terapi
medis dan trabekuloplasty.

Hipertensi okular
Hipertensi okular ataupun suspek glaukoma adalah keadaan dimana pasien memiliki
tekanan intraokular lebih dari 21 mmHg tanpa adanya perubahan pada lapang pandang
maupun diskus optikus.Pasien dengan hipertensi okular harus dimonitor oleh dokter
spesialis mata atau diterapi seperti POAG jika memiliki faktor risiko tinggi.
Faktor risiko tinggi:

Variasi diurnal yang signifikan (>8 mmHg)


Tes provokasi positif
Berkenaan dengan hemoragik splinter dekat atau di atas diskus opikus
Tekanan intraokular secara konstan di atas 28 mmHg
Defek besar dari serat saraf retina
Perubahan parapapilar
Ketebalan kornea sentralis <555 mikrometer

Faktor risiko lainnya:

Asimetris signifikan pada cupping kedua mata


Riwayat glaukoma keluarga
Miopia tinggi, diabetes, maupun perubahan pigmentasi pada bilik mata depan

Terapi:

Pasien dengan faktor risiko tinggi dapat diterapi sama dengan POAG, dengan

target terapi yaitu menurunkan tekanan intraokular sebesar 20%


Pasien tanpa faktor risiko tinggi harus melakukan pengecekan diskus optikus
dengan teratur, perimetri, dan pengukuran tekanan intraokular. Terapi tidak
diperlukan hingga ditemukan kerusakan glaukoma.

Normal tension glaucoma (NTG)


Disebut juga low tension glaucoma, jika terdapat perubahan diskus optikus mengarah ke
glaukoma tanpa atau dengan defek lapang pandang, dimana tekanan intraokular selalu di
bawah 21 mmHg.Sudut dari bilik mata depan terbuka pada gonioskopi dan tidak ada
penyebab sekunder dari perubahan diskus. Ini merupakan variasi POAG yang mencakup
16% dari kasus, dan prevalensi di atas 40 tahun adalah 0,2%.
Etiopatogenesis

Diduga merupakan hasil dari vaskular perfusi kronis yang rendah, yang menyebabkan
tekanan intraokular tetap normal. Terdapat hubungan dengan kondisi berikut:

Raynauld phenomenon, seperti spasme vaskular perifer


Migrain
Hipotensi sistemik nokturnal dan hipertensi sistemik yang diterapi berlebihan
Penurunan laju aliran darah pada arteri optalmikus dilihat dengan Doppler.

Gejala klinis
Gejala klinis dari glaukoma ini mirip dengan POAG, hanya saja tekanan intraokular pada NTG
<21 mmHg. Karakteristik lain dari NTG adalah asosiasi yang sudah disebutkan pada
patogenesis.
Diagnosis banding

POAG: pada stadium awal, POAG dapat memiliki tekanan intraokular yang
normal karena lebarnya variasi diurnal. Tes variasi diurnal umumnya
menunjukkan tekanan intraokular >21 mmHg pada jam-jam tertentu pada pasien

POAG.
Anomali diskus optikus kongenital: seperti besarnya celah diskus optikus atau
koloboma dapat disalahartikan sebagai kerusakan akibat glaukoma. Diperlukan
pemeriksaan yang teliti untuk mencegah hal ini.

Penanganan

Terapi medikamentosa: untuk menurunkan tekanan intraokular hingga 30%


untuk memperoleh tekanan intraokular sebesar 12-14 mmHg. Obat-obatan yang
digunakan yaitu:
o Betaxolol, digunakan sebagai obat pilihan karena selain dapat
menurunkan tekanan intraokular juga dapat meningkatkan aliran darah
nervus optikus.
o Beta bloker dan adrenergik lainnya, seperti dipiverafrine sebaiknya
dihindari karena dapat menyebabkan hipotensi sistemik nokturnal dan
dapat menyebabkan efek samping untuk perfusi nervus optikus.
o Obat-obatan dengan fungsi neuroprotektif seperti brimonidine lebih
disukai.

o Analog prostaglandin, seperti latanoprost, dapat memiliki efek hipotensi

okular yang lebih besar pada NTG.


Trabekulektomi dapat dipertimbangkan saat kehilangan lapang pandang

progresif, meskipun tekanan intraokular rendah.


Penghambat kanal kalsium sistemik, dapat berguna pada pasien dengan

vasospasme perifer.
Monitor tekanan darah sistemik harus dilakukan dalam 24 jam. Jika terjadi
nocturnal dip, dapat dihindari pemberian dosis malam untuk antihipertensi.

b.

Glaukoma primer sudut tertutup


Glaukoma primer sudut tertutup ditandai dengan sudut bilik mata depan yang
tertutup.Gejala yang dirasakan oleh pasien, seperti : tajam penglihatan kurang (kabur
mendadak), mata merah, bengkak, mata berair, kornea suram karena edema, bilik
mata depan dangkal dan pupil lebar dan tidak bereaksi terhadap sinar, diskus
aqueousterlihat merah dan bengkak, tekanan intra okuler meningkat hingga terjadi
kerusakan iskemik pada iris yang disertai edema kornea, melihat halo (pelangi di
sekitar objek), nyeri hebat periorbita, pusing, bahkan mual-muntah.

Gambar 2.6 Glaukoma Primer Sudut Tertutup


Peningkatan tekanan intraokular yang disebabkan oleh blokade aliran aqueous humour
oleh penutupan sudut bilik mata depan yang sempit.
Etiologi :
a. Faktor risiko predisposisi ( faktor anatomi dan umum ) :
- Faktor anatomi :
o Mata hipermetropi denganbilik mata depan yang dangkal.
o Mata dengan diafragma iris-lens di anterior

o Mata dengan sudut bilik mata depan yang sempit, diakibatkan oleh
bola mata kecil, ukuran lensa relatif besar dan diameter kornea yang
-

lebih kecil atau ukuran korpus siliari yang lebih besar.


Faktor umum :
o Usia : banyak pada usia dekade ke-5
o Jenis kelamin : wanita lebih banyak daripada pria ( 4 : 1)
o Musim : puncak insidensi di musim hujan
o Riwayat keluarga
o Ras : pada orang Asia Tenggara, chinese, dan eskimo lebih sering
dibanding ras kulit hitam. Orang asia yang dekade usia 5 dan 6
sebanyak 50 % pada orang dewasa. Pada ras Kaukasia sebanyak 6 %

di dekade usia 6 dan 7.


b. Faktor presipasi :
- Cahaya remang
- Stres emosional
- Penggunaan obat midriasis seperti atropin, cyclopentolate, tropicamide dan
phenylephrine.
c. Mekanisme peningkatan IOP
Diakibatkan oleh faktor presipitasi sehingga dilatasi sedang pupil yang mana
meningkatkan antara iris dan lensa anterior dengan tekanan yang cukup besar
sehingga terbentuk relative pupil block.Konsekuensinya aqueous terkumpul di
posterior chamber dan mendorong

peripheralflaccid iris ke anterior (iris

bombe), menghasilkan appositional angle closure akibat iridocorneal contact.


Secara perlahan appositional angle closure berubah menjadi synnechial angle
closure (akibat sinekia anterior perifer) dan peningkatan IOP dalam waktu yang
lama. Pada beberapa kasus oklusi mekanik sudut oleh iris karena blokade
drainase aqueous, sehingga pemberian atropin dengan sudut yang sempit
berbahaya karena bisa menjadi faktor presipitasi peningkatan IOP.
Mekanisme glaukoma sudut tertutup :

Relative pupil block

Iris bombe formation

Appositional angle
closure

Glaukoma primer sudut tertutup laten


Adalah mata yang secara anatomis terdisposisi oleh glaukoma sudut tertutup.Disebut
juga dengan suspek glaukoma primer sudut tertutup. Diagnosis ini ditegakkan pada
pemeriksaan slit lamp rutin ketika pasien datang dengan keluhan lain, atau pada pasien
yang memiliki serangan glaukoma sudut tertutup akut di satu mata dapat didiagnosis
dengan glaukoma primer sudut tertutup laten pada mata satunya.
Gejala klinis:
Pasien tidak mengeluhkan gejala apapun.
Tanda:

Eclipse sign, yang mengindikasikan penurunan kedalaman bilik mata depan


aksial, dapat dilihat dengan cara menyorotkan penlight ke bilik mata depan dari
sisi temporal dan ditemukan cahaya pada nasal.

Slit lamp biomicroscopic sign, yaitu:


o Penurunan kedalaman blik mata depan aksial
o Diafragma lensa iris berbentuk konveks
o Proksimitas yang dekat dari iris ke kornea di perifer
Pemeriksaan gonioskopi, ditemukan sudut yang sangat sempit (Shaffer derajat I,
trabekular meshwork berpigmen tidak terlihat tanpa indentasi atau manipulasi

pada sekurang-kurangnya 3 dari 4 kuadran)


Van Herick slit-lamp grading of the angle dapat digunakan dengan akurasi baik
pada gonioskopi yang tak dapat digunakan. Berikut ini adalah kedalaman bilik
mata depan perifer (PACD) dibanding dengan ketebalan kornea (CT) yang
mengindikasikan besarnya sudut:
o Tingkat 4 (sudut terbuka lebar): PACD=1/4 sampai 1 CT
o Tingkat 3 (sudut sempit ringan): PACD=1/4 sampai CT
o Tingkat 2 (sudut sempit sedang): PACD=1/4 CT
o Tingkat 1 (sudut sangat sempit): PACD=<1/4 CT
o Tingkat 0 (sudut tertutup):PACD=0

Pada mata dengan glaukoma sudut tertutup primer laten tanpa terapi, dapat
terjadi kondisi berikut:
o Tekanan intraokular normal
o Glaukoma sudut tertutup subakut atau akut dapat terjadi sewaktu-waktu
o Glaukoma sudut tertutup kronik dapat terbentuk tanpa harus melewati
stadium akut atau subakut

Diagnosis

Gejala klinis, dan tes provokatif positif

Tes provokatif untuk suspek PACG dirancang untuk mempresipitasi penutupan


sudut:
o Prone darkroom test, adalah tes yang paling popular dan merupakan tes
provokatif fisiologis terbaik pada suspek PACG. Pada tes ini, baseline
tekanan intraokular direkam dan pasien diminta berbaring pada ruang
gelap selama 1 jam. Pasien harus tetap terbangun untuk mendilatasi
pupil. Setelah 1 jam, tekanan intraokular kembali diukur. Peningkatan
tekanan intraokular lebih dari 8 mmHg dianggap PACG.
o Mydriatic provocative test, saat ini kurang disukai karena tidak fisiologis.
Pada tes ini, midriatikum lemah seperti 0,5% tropicamide, atau secara
bersamaan midriatikum dan miotikum (10% phenylephrine dan 2%
pilocarpine) yang digunakan untuk mendilatasi pupil. Jika tekanan

intraokular naik lebih dari 8 mmHg, dianggap positif.


Intervensi dari tes provokatif:
o Tes provokasi positif mengindikasikan bahwa sudut dapat tertutup spontan
o Tes provokasi negatif pada adanya sudut yang sempit pada bilik mata
depan tidak menutup kemungkinan tertutup spontannya sudut, sehingga
pasien perlu berhati-hati akan terjadinya serangan PACG.

Terapi:
o Iridektomi laser profilaksis harus dilakukan untuk kedua mata pasien yang
didiagnosis sebagai glaukoma sudut tertutup laten. Jika tidak ditangani,
risiko kenaikan akut dalam 5 tahun mencapai 50%.

Glaukoma sudut tertutup primer subakut atau intermiten


Glaukoma ini terjadi sebagai serangan dari tekanan intraokuler yang naik tiba-tiba
menjadi 40-50 mmHg yang terjadi selama beberapa menit hingga 1-2 jam. Presipitasi
terjadinya serangan ini pada penderita adalah:

Midriasis fisiologis, seperti saat membaca pada cahaya remang, menonton

televisi atau film di ruangan gelap, atau saat cemas (overaktivitas simpatis)
Perubahan pada bilik mata depan secara fisiologis setelah berbaring

Gejala klinis

Gejala: PACG subakut ditandai dengan pengalaman penglihatan kabur unilateral tiba-tiba, sakit
kepala, halo berwarna di sekitar cahaya, dan nyeri pada mata yang terkena. Serangan rekuren
tidak sering terjadi.Diantara serangan rekuren, pasien tidak merasakan gejala papun.
Tanda
Pada pemeriksaan, mata terlihat putih dan tidak terkongesti.
Mata yang mengalami PACG subakut tanpa diterapi dapat terjadi serangan akut glaukoma sudut
mata tertutup primer, maupun dapat menjadi kronis tanpa melewati fase akut.
Diagnosis dan terapi
Diagnosis sama dengan PACG laten.
Diagnosis banding dari halo berwarna pada PACG
Halo berwarna terjadi karena akumulasi cairan pada epitel kornea dan alterasi dari kondisi
refraksi pada lamela kornea. Pasien akan mengeluhkan adanya warna terdistribusi seperti warna
pelangi saat melihat cahaya. Halo berwarna ini harus dapat dibedakan dengan yang terjadi di
konjungtivitis akut purulen maupun katarak imatur. Pada konjungtivitis, halo dapat hilang ketika
sekret dibersihkan. Pada glaukoma dan katarak imatur, halo dapat dibedakan dengan melakukan
tes Fincham, yaitu menyorotkan stenopaeic slit melewati pupil. Pada tes ini, halo pada glaukoma
tetap intak sedangkan pada katarak menjadi bersegmen.

Glaukoma primer sudut tertutup akut

Serangan PACG akut terjadi karena penutupan sudut mendadak yang mengakibatkan
kenaikan tekanan intraokular secara tiba-tiba.PACG akut adalah keadaan emergensi.
Gejala klinis
Gejala

Nyeri, nyeri yang dialami berupa nyeri hebat yang menjalar sepanjang cabang

persarafan N.V
Mual dan muntah yang dapat berhubungan dengan nyeri
Perburukan penglihatan secara cepat dan progresif, mata merah, fotofobia, dan

lakrimasi
Riwayat adanya serangan PACG subakut pada 5% penderita

Tanda

Kelopak dapat edema


Konjungtiva kemosis dan kongesti
Kornea edema dan insensitif
Bilik mata depan dapat ditemukan flare maupun sel
Sudut bilik mata depan tertutup total pada gonioskopi (Shaffer grade 0)
Iris dapat tidak berwarna
Pupil semidilatasi, lonjong vertikal dan terfiksasi, tidak reaktif terhadap cahaya

dan akomodasi
Tekanan intraokular naik secara signifikan, umumnya 40-70 mmHg
Diskus optikus edema dan hiperemis
Pada mata sebelahnya dapat terjadi PACG laten

Diagnosis

Diagnosis PACG akut dapat terlihat jelas dari gejala klinis


Diagnosis banding:
o Terhadap sebab lain dari mata merah akut, seperti konjungtivitis akut
maupun iridosiklitis akut
o Glaukoma kongestif sekunder seperti glaukoma fakomorfik, glaukoma
akut neovaskular maupun krisis glauomatosiklitik

Terapi

Medikamentosa
o Agen hiperosmotik, seperti manitol 1 gram per kgBB
o Asetazolamid 500 g IV diikuti 250 mg tablet 3 kali sehari
o Analgesik dan antiemetik

o Pilokarpin 2% setiap 30 menit selama 1-2 jam, kemudian setiap 6 jam


o Timolol maleat 0,5% atau betaxolol 0,5% 2 kali sehari
o Tetes mata kortikosteroid seperti dexamethasone maupun bethamethasone,

3-4 kali sehari


Pembedahan
o Iridotomi perifer: indikasi pada sinekia perifer anterior yang terbentuk
pada <50% sudut bilik mata depan dan sebagai profilaksis mata lainnya.
Iridotomi perifer mengembalikan komunikasi antara bilik mata depan dan
belakang. Alternatif lain adalah iridotomi laser, yang bersifat noninvasif.
o Pembedahan filtrasi, sebaiknya dilakukan pada kasus dimana tekanan
intraokuler tidak terkontrol oleh terapi medikamentosa dan ketika
terbentuk sinekia anterior pada >50% sudut bilik mata depan.
o Ekstraksi lensa dengan fakoemulsifikasi dengan implantasi lensa
intraokular.

Glaukoma sudut tertutup postkongestif


Merupakan status klinis pada mata setelah PACG akut dengan atau tanpa terapi. Keadaan ini
dapat terlihat pada:

PACG postsurgical postkongestif, yaitu status klinis pada mata setelah terapi

iridotomy perifer laser setelah serangan PACG akut.


Pembukaan sudut spontan
Glaukoma sudut tertutup kongestif kronik, dapat terjadi pada PACG yang tidak

diterapi atau saat terapi iridotomy tidak berhasil.


Penutupan badan silier

Glaukoma sudut tertutup kronik primer


Patogenesis
PACG kronik terjadi akibat penutupan sinekia secara bertahap pada sudut bilik mata depan
pada beberapa kondisi berikut:

Creeping synechial angle closure, yang terjadi mulai dari superior dan
progresif bertahap secara sirkumferens sampai tercapai sudut 360 derajat

Serangan glaukoma sudut tertutup subakut


Kombinasi kedua kondisi di atas

Gejala klinis

Tekanan intraokular naik secara bertahap


Bola mata tidak terdapat kongesti dan nyeri
Diskus optikus menunjukkan cupping glaukoma
Defek lapang pandang mirip POAG
Gonioskopi menunjukkan sudut penutupan bervariasi

Terapi

Iridotomy laser bersama dengan medikamentosa


Trabekulektomy diperlukan jika terapi di atas gagal
Iridotomy profilaksis pada mata sebelahnya

Glaukoma primer sudut tertutup absolut


Glaukoma absolut merupakan fase kronik glaukoma jika tidak diterapi.
Gambaran klinis :
- Painful blind eye. Nyeri mata, irritable, dan buta ( no light perception)
- Perilimbal reddish blue zone : terdapat slight ciliary flush disekitar kornea akibat
dilatasi vena anterior siliar.
- Caput medusae : pembuluh darah yang menonjol dan melebar yang terdapat pada
kasus yang sudah lama.
- Kornea awalnya jernih tetapi peka. Perlahan menjadi kabur dan berkembang
epithelial bullae (bullous keratopathy) atau filamen ( filamentary keratitis).
- Bilik mata depan dangkal
- Iris menjadi atrofi
- Pupul terfiksasi dan dilatasi dan berwarna kehijauan
- Diskus aqueous terdapat glaukomatous optikus atrophy
- Tekanan intraokular meningkat, bola mata menjadi keras (stony hard)
Tatalaksana glaukoma absolut
1. Injeksi alkohol retrobulbar. Dapat digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri.
Pada awalnya, disuntikkan 1 ml xylocaine 2%, setelah 5-10 menit diikuti dengan
1 ml alkohol 80 %. Injeksi alkohol retrobulbar merusak ganglion siliaris.
2. Destruksi epitel siliar sekretoris untuk menurunkan tekanan intraokular dengan
cyclocryotherapy / cyclodiathermy / cyclophotocoagulation.

3. Enukleasi bola mata. Dapat dipertimbangkan pada kondisi nyeri tidak dapat
diatasi dengan metode lainnya.
Komplikasi
Tekanan intraokular yang meningkat berkepanjangan dapat menimbulkan komplikasi :
1. Ulserasi kornea diakibatkan edema epithelial dam insenstivitas. Ulser dapat
menimbulkan perforasi.
2. Pembentukan stafiloma.

Peningkatan

tekanan

intraokular

menyebabkan

penipisan sclera dan atrofi sehingga dapat menyebabkan lemahnya dinding


sclera. Hal ini berujung pada pembentukan stafiloma.
3. Atrofi bulbi akibat degenerasi korpus siliaris. Tekanan intraokular menurun dan
bola mata mengerut.
c.

Glaukoma kongenital (juvenil)


Glaukoma kongenital timbul saat lahir atau dalam tahun pertama dengan gejala klinis
adanya mata berair berlebihan, peningkatan diameter kornea (buftalmos), kornea
berawan karena edema epitel, terpisah atau robeknya membran descemet, fotofobia,
peningkatan

tekanan

intraokular,

peningkatan

kedalaman

kamera

anterior,

pencekungan diskus aqueous.


d.

Glaukoma Sekunder
Glaukoma sekunder timbul sebagai akibat penyakit lain dalam bola mata, yang
disebabkan oleh :
Kelainan Lensa
o
Luksasi
Luksasi lensa ke depan atau ke belakang, lensa yang membengkak karena
katarak atau karena trauma, protein lensa yang menimbulkan uveitis yang
o

kemudian mengakibatkan tekanan bola mata naik.


Pembengkakan (intumesen)
Lensa yang membengkak dapat menimbulkan gejala glaukoma
akut.Dikelola seperti glaukoma akut dan bila sudah tenang lensa

dikeluarkan.
Fakoanafilaktik
Pada katarak yang terlalu matang

Kelainan Uvea
o
Uveitis

Menyebabkan terbentuknya perlekatan iris bagian perifer (sinekia) dan


eksudatnya yang menutup celah-celah trabekulum, sehingga outflow
o

akuos humor terhambat.


Tumor
Ukurannya dapat menyempitkan rongga bola mata atau mendesak iris ke

depan dan menutup sudut bilik mata depan.


Trauma :
o
Perdarahan dalam bilik mata depan (hifema)
Dapat memblokir saluran outflow trabekulum.
o
Perforasi kornea dan prolaps iris, yang menyebabkan leukoma adheren
Perforasi kornea karena kecelakaan menyebabkan iris terjepit dalam luka
dan karenanya bilik mata depan dangkal. Dengan sendirinya akuos humor

tidak dapat mencapai jaringan trabekulum untuk penyaluran keluar.


Pembedahan
Bilik mata depan yang tidak cepat terbentuk setelah pembedahan katarak
sehingga menyebabkan perlekatan iris bagian perifer hingga penyaluran akuos

humor terhambat.
Penyebab Glaukoma Sekunder lainnya :
o
Rubeosis iridis (akibat thrombosis vena arteri sentral)
Menyebabkan pembentukan pembuluh darah iris. Dimana pada bagian
perifer iris dapat terjadi perlekatan sehingga sudut balik mata depan
tertutup. Biasanya glaukoma yang ditimbulkan akan memberikan keluhan
o

nyeri dan sulit diobati.


Penggunaan kortikosteroid topikal berlebihan
Muncul pada mereka yang memang sudah

memiliki

bakat

glaukoma.Glaukoma yang ditimbulkan menyerupai glaukoma sudut


terbuka.Mereka yang harus diobati degan kortikosteroid jangka lama,
perlu diawasi tekanan bola matanya secara berkala.

6. Pemeriksaan penunjang
- Iluminasi oblik dari COA
COA diiluminasi dengan sinar dari lampu tangensial menuju bidang
iris.Pada mata dengan kedalaman COA yang normal, iris tampak seragam
saat diiluminasi.Pada mata dengan COA yang dangkal dan sudut yang

tertutup baik sebagian ataupun seluruhnya, iris menonjol ke anterior dan


tidak seragam saat diiluminasi.

Gambar 2.7 Pemeriksaan Kedalaman COA


- Slit Lamp
Kedalaman sentral dan perifer dari COA harus dievaluasi dengan ketebalan
dari kornea.COA yang memiliki kedalam kurang dari 3 kali ketebalan
kornea pada bagian sentral disertai kedalam bagian perifer kurang dari
ketebalan kornea memberikan kesan sudut yang sempit. Gonioskopi
penting dilakukan untuk evaluasi selanjutnya. Untuk evaluasi kedalaman
dari COA dengan pemeriksaan slit lamp biomiocroscop, pengaturan cahaya
yang sempit dipilih. Cahaya harus mengenai mata pada sudut penglihatan
yang sempit dari garis cahaya pemeriksa.Alat untuk imaging dari segmen
anterior telah tersedia (Visante OCT, Zeiss) menyediakan gambaran
tomografi dari COA dan ukurannya.

Gambar 2.8 Evaluasi Kedalaman COA dengan Slit Lamp


-

Gonioskopi
Sudut dari COA dievaluasi dengan gonioskop yang diletakkan secra
langsung pada kornea. Gonioskopi dapat membedakan beberapa
kondisi:
Sudut terbuka : glaukoma sudut terbuka
Sudut tertutup : glaukoma sufut tertutup
Akses sudut menyempit : konfigurasi dengan risiko glaukoma akut
sudut tertutup
Sudut teroklusi : glaukoma sekunder sudut tertutup, sebagai contoh
disebabkan neovaskularisasi pada rubeosis iridis.
Sudut terbuka tetapi disertai deposit sel inflamasi, eritrosit atau
pigmen pada jalinan trabekular : glaukoma sekunder sudut terbuka
Gonioskopi merupakan pemeriksaan pilihan untuk mengidentifikasi
bentuk respektif dari glaukoma.

Gambar 2.10 Gonioskopi


-

Pengukuran Tekanan Intraokular


Palpasi Perbandingan palpasi dari kedua bola mata merupakan
pemeriksaan awal yang dapat mendeteksi peningkatan tekanan
intraokular. Jika pemeriksa dapat memasukkan bola mata dimana
pada saat palpasi berfluktuasi, tekanan kurang dari 20 mmHg. Bola
mata yang tidak berpegas tetapi keras seperti batu merupakan tanda
tekanannya sekitar 60-70 mmHg (glaukoma akut sudut tertutup).

Gambar 2.9 Pengukuran Tekanan Intraokular dengan Palpasi


Tonometri Schiotz
Pemeriksaan ini mengukur derajat dari kornea yang dapat
diindentasi pada posisi pasien supine. Semakin rendah tekanan
intraokular, semakin dalam pin tonometri yang masuk dan semakin
besar jarak dari jarum bergerak. Tonometri indentasi sering
memberikan hasil yang tidak tepat. Sebagai contohnya kekakuan
dari sklera berkurang pada mata miop dimana akan menyebabkan
pin dari tonometer masuk lebih dalam. Oleh karena itu tonometri
indentasi telah digantikan oleh tonometri applanasi.

Gambar 2.11 Pemeriksaan Tonometri Schiotz


Tonometri Applanasi
Metode ini merupakan metode yang paling sering dilakukan untuk
mengukur tekanan

intraokular. Pemeriksaan ini memungkinkan

pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan pada posisi pasien duduk


dalam beberapa detik (metode Goldmanns). Atau posisi supine
( metode Draegers). Tonometer dengan ujung yang datar memiliki
diameter 3.06 mm untuk applanasi pada kornea diatas area yang
sesuai (7,35 mm) . Metode ini dapat mengeliminasi kekakuan dari
sklera yang merupakan sumber dari kesalahan .

Gambar 2.12 Pemeriksaan Tonometri Applanasi Goldmann


Tonometri pneumatik non kontak
Tonometer elektronik menembakkan udara 3ms secara langsung ke
kornea. Tonometer merekam defleksi dari kornea dan
mengkalkulasi tekanan intraokular.
Keuntungan : tidak memerlukan penggunaan anestesi topikal,
pengukuran tanpa kontak mengurangi risiko infeksi (dapat
dilakukan pengukuran pada keadaan konjungtivitis).
Kerugian : kalibrasi sulit, pengukuran yang tepat hanya dapat
dilakukan sdiantara tekanan yang rendah dan sedang, tidak bisa
digunakan bila terdapat skar pada kornea, pemeriksaan tidak
nyaman untuk pasien, aliran udara besar, peralatan lebih mahal
dibandingkan tonometer applanasi.
Kurva Pengukaran tekanan 24 jam
Pengukuran dilakukan untuk menganalisis fluktuasi dari tekanan
sepanjang 24 jam pada pasien dengan suspek glaukoma.
Pengukuran single dapat tidak representativ. Hanya kurva 24 jam

yang menyediakan informasi yang tepat mengenai tingkat tekanan.


Tekanan intaokular berfluktuasi pada gambaran ritmis.Anga
tertinggi seringnya timbul pada malam hari atau awal pagi hari.
Pada pasien normal, fluktuasi dari tekanan intraokular jarang
melebihi 4-6 mmHg. Tekanan diukur pada pukul 06.00 pagi hari
dan pukul 06.00 sore hari, 09.00 malam hari dan tengah malam.
Kurva tekanan 24 jam dari pasien rawat jalan tanpa pengukuran
waktu malam hari dan awal pagi hari hasilnya kurang tepat.

Gambar 2.13 Kurva Tekanan 24 Jam


Oftalmoskop
Diskus aqueous memiliki indentasi yang disebut optikus cup.Pada
keadaan peningkatan tekanan intraokular yang persisten, optikus
cup menjadi membesar dan dapat dievaluasi dengan oftalmoskop.
Pemeriksaan stereoskopik dari diskus aqueous melalui slit lamp
biomicroscope dicoba dengan lensa kontak memberikan gambaran
3 dimensi. Optikus cup dapat diperiksa stereoskop dengan pupil
yang dilatasi. Nervus optikusus memurapakan glaukoma
memory. Evaluasi struktur ini akan memberikan informasi pada
pemeriksa keruasakan akibat glaukoma terjadi dan berapa jauh
kerusakan tersebut.
Optikus cup normal, anatomi normal dapat berbeda jauh. Optikus
cup besar yang normal selalu bulat dan elongasi vertikal dari
optikus cup didapatkan pada mata dengan glaukoma.

Pengukuran diskus aqueous, area diskus aqueous, optikusus cup dan


pinggiran neuroretinal (jaringan vital diskus aqueous) dapat diukur
dengan planimetri pada gambaran 2 dimensi dari nervus optikusus.

Perubahan

Gambar 2.16 Diskus Aqueous Normal


glaukomatosa pada nervus optikus,

glaukoma

menimbulkan perubahan tipikal pada bentuk dari optikusus cup.


Kerusakan progresif dari serabut saraf, jaringan fibrosa dan
vaskular, serta jaringan glial akan diobservasi. Atrofi jaringan ini
akan menyebabkan peningkatan pada ukuran dari optikus cup dan
wrna diskus aqueous menjadi pucat. Perubahan progresif dari
diskus aqueous pada glaukoma berhubungan dekat dengan
peningkatan defek dari lapang pandang.

Gambar 2. 17 Lesi Glaukomatosa pada Nervus Optikusus

Tes Lapang Pandang


Deteksi glaukoma sedini mungkin memerlukan dokumentasi
gangguan lapang pandang pada stadium sedini mungkin. Seperti
telah diketahui bahwa gangguan lapang pandang pada glaukoma
bermanifestasi pada awalnya di daerah lapang pandang superior
paracental nasal atau jarangnya pada lapang pandang inferior,

dimana skotoma relatif nantinya akan berkembang menjadi skotoma


absolut. Gangguan lapangan pandang akibat glaukoma terutama
mengenai 30 lapang pandang bagian tengah.Kelainan pandang
pada glaukoma yaitu terjadinya pelebaran blind spot dan perubahan
scotoma menjadi byerrum, kemudian jadi arcuata dan berakhir
dengan pembentukan ring, serta terdapatnya seidel sign
Computerized static perimetry (pengukuran sensitivitas untuk
membedakan cahaya)pemeriksaan utama dibandingkan metode
-

kinetik dalam mendeteksi gangguan lapang pandang stadium awal.


Tes provokasi, dilakukan pada keadaan yang meragukan.
Tes yang dilakukan : tes kamar gelap, tes midriasis, tes membaca,
tes bersujud (prone test). Untuk glaukoma sudut tertutup, yang
umum dilakukan adalah tes kamar gelap (karena pupil akan
midriasis dan pada sudut bilik mata yang sempit, ini akan
menyebabkan tertutupnya sudut bilik mata). Caranya adalah ukur
TIO awal, kemudian pasien masuk kamar gelap selama 60-90
menit. Ukur segera TIO nya. Kenaikan 8 mmHg, tes provokasi (+)

7. Pengobatan
Prinsip dari pengobatan glaukoma yaitu untuk mengurangi produksi humor
aqueous dan meningkatkan sekresi dari humor aqueous sehingga dapat menurunkan
tekanan intra okuler.

Gambar 2.19 Pilihan Terapi Medikamentosa untuk Glaukoma

KATARAK
I.1 Definisi
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa
yang menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering
dijumpai pada orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh
dunia. Penuaan merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga
factor lain yang mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik
(mis; diabetes), merokok, dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani
katarraktes yang berarti air terjun.. Katarak bisa terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, dan proses penuaan.
Kekeruhan pada katarak umumnya mulai tampak kecil dan terlokalisasi, namun
akhirnya seluruh lensa akan mengalami kekeruhan dimana kekeruhannya biasa
terjadi mengenai dua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama.

I.2 Epidemiologi
Katarak tercatat sebagai penyakit kebutaan nomor satu di dunia dengan
angka 51% menyebabkan kasus kebutaan di seluruh dunia. Seiring dengan
meningkatnya angka harapan hidup, maka meningkat pula jumlah orang yang
mengalami katarak. Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis.
Katarak biasanya ditemukan pada pasien di atas umur 50 tahun, dimana 50% terjadi
pada usia 65 74

tahun

sekitar 70% pada

pasien di atas

70

Perkiraan

tahun.

insiden

katarak

antara

1.000

dan

adalah satu di
orang

setiap

tahunnya

terdapat

seorang

penderita

baru. Penduduk

Indonesia

juga

memiliki

kecenderungan menderita katarak 15 tahun lebih cepat dibandingkan penduduk di


daerah subtropis,

I.3 Etiologi dan Faktor Risiko


- Bahan toksik khusus ( kimia dan fisik ). Keracunan beberapa jenis obat dapat
menimbulkan katarak seperti : eserin ( 0,25 0,5%), kortikosteroid, ergot dan
-

antikolinesterase topikal.
Penyakit predisposisi baik dari penyakit sistemik maupun metabolik seperti

diabetes mellitus, hipokalsemia, galaktosemi, dan distrofi miotonik.


Genetik dan gangguan perkembangan
Infeksi virus di masa pertumbuhan janin
Proses degenerasi (usia tua)
Trauma seperti ditusuk ataupun serangan listrik
Akibat sekunder seperti uveitis anterior kronis, radiasi ion, tumor, glaukoma akut
(glaukoma flecken) ataupun penyakit mata degeneratif seperti retinitis
pigmentosa.

I.4 Gejala dan Tanda Klinis

Gejala klinis dari katarak adalah adanya penurunan penglihatan atau


penglihatan kabur yang berjalan lambat namun progresif yang biasanya berlangsung
beberapa bulan sampai tahun, dan mengenai satu atau kedua mata. Kilatan cahaya
juga menjadi salah satu gejala yang terjadi terutama saat berkendara di malam hari.
Mudah merasa silau dan penglihatan ganda juga menjadi salah satu gejala yang
biasanya terjadi. Karakteristik dari katarak yang berbeda beda juga mempengaruhi
gejala yang timbul.
1. Silau, Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi keparahannya mulai
dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang teranghingga silau pada saat
siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil ataukondisi serupa di malam hari.

2. Diplopia monokular atau polypia terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan
dalam nukleus lensa, menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa. Daerah
ini dapat dilihat dengan refleks merah retinoskopi atau oftalmoskopi direk. Tipe katarak
ini kadang-kadang menyebabkan diplopia monokular atau polypia. Hal ini bisa terjadi
pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar putih menjadi spektrum warna oleh
karena meningkatnya kandungan air dalam lensa.
3. Distorsi katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang, sering
dijumpai pada stadium awal katarak.
4. Penurunan tajam penglihatan pada katarak menyebabkan penurunan penglihatan
progresif tanpa rasa nyeri. Umumnya pasien katarak menceritakan riwayat klinisnya
langsung tepat sasaran, dan pasien menceritakan kepada dokter mata, aktivitas apa saja
yang terganggu. Dalam situasi lain, pasien hanya menyadari adanya gangguan
penglihatan setelah dilakukan pemeriksaan. Setiap tipe katarak biasanya mempunyai
gejala gangguan penglihatan yang berbeda-beda, tergantung pada cahaya, ukuran pupil
dan derajat miopia. Setelah didapat riwayat penyakit, maka pasien harus dilakukan
pemeriksaan penglihatan lengkap, dimulai dengan refraksi. Perkembangan katarak
nuklear sklerotik dapat meningkatkan dioptri lensa, sehingga terjadi miopia ringan
hingga sedang.
5. Myopic shift, Perkembangan katarak dapat terjadi peningkatan dioptri kekuatan lensa,
yang umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang. Umumnya, pematangan
katarak nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan dekat oleh karena
meningkatnya miopia akibat peningkatan kekuatan refraktif lensa nuklear sklerotik,
sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi.
Perubahan ini disebut second sight
Namun, seiring dengan perubahankualitas optikal lensa, keuntungan tersebut akhirnya
hilang juga.

I.5 Patogenesis
Lensa mata mempunyai bagian yang disebut pembungkus lensa atau kapsul
lensa, korteks lensa yang terletak antara nukleus lensa atau inti lensa dengan kapsul
lensa. Pada anak dan remaja, nukleus bersifat lembek sedang pada orang tua

nukleus ini menjadi keras. Bertambah tuanya seseorang membuat lensa mata
menjadi kekurangan air dan menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras pada
bagian tengahnya, sehingga kemampuannya memfokuskan benda dekat berkurang,
lensa mulai mengeruh, keadaan ini akan berkembang dengan bertambah beratnya
katarak.
Selain itu, oksidasi dari protein lensa juga merupakan salah satu faktor
penting. Serat-serat protein yang halus yang membentuk lensa internal itu sendiri
bersifat bening. Kebeningan lensa secara keseluruhan bergantung pada keseragaman
penampang dari serat-serat ini serta keteraturan dan kesejajaran letaknya di dalam
lensa. Ketika protein rusak, keseragaman struktur ini menghilang dan serat-serat
bukannya meneruskan cahaya secara merata, tetapi menyebabkan cahaya terpencar
dan bahkan terpantul. Hasilnya adalah lensa tampak mengeruh dan terjadilah
penurunan penglihatan.
I.6 Klasifikasi
Klasifikasi katarak berdasarkan usia terbagi menjadi :
- Katarak kongenital : katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
- Katarak juvenil : Katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
- Katarak senilis : Katarak setelah usia 50 tahun
Katarak berdasarkan tempat terjadi (morfologi):
-

Katarak inti (nuclear) : lokasi terletak pada nukleus atau bagian tengah lensa
Katarak kortikal : biasanya di korteks dan kekeruhan mulai dari tepi lensa dan

berjalan ke tengah sehingga menganggu penglihatan


Katarak subkapsular (anterior dan posterior) : dimulai dengan kekeruhan kecil di
bawah kapsul lensa, tepat pada lajur jalan sinar masuk

Katarak berdasarkan stadium kematangan / fase perkembangannya :

Katarak insipien : kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju

korteks anterior dan posterior


Katarak Imatur : sebagian lensa keruh
Katarak matur : pada seluruh masa lensa
Katarak hipermatur : mengalami proses degenerasi lebih lanjut, dapat menjadi
keras atau lembek dan mencair

Lain lain :
-

Katarak rubela : rubela pada ibu menyebabkan katarak pada lensa fetus
Katarak komplikata : katarak akibat penyakit mata lain seperti radang, dan proses
degenerasi seperti ablasi retina, retinitis pigmentosa, glaukoma, tumor intra
okular, iskemia okular, nekrosis anterior segmen, buftalmos, akibat trauma dan

pasca bedah mata.


Katarak diabetes : katarak yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes mellitus
Katarak sekunder : akibat terbentuknya jaringan fibrosis pada sisa lensa yang

tertinggal pasca operasi katarak.


Katarak traumatik : akibat trauma

I.7 Katarak Senilis


Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut,
yaitu usia diatas 50 tahun dengan penyebab yang tidak diketahui pasti. Adapun
perubahan lensa pada usia lanjut :
1. Kapsul
a) Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak).
b) Mulai presbiopia
c) Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur.
d) Terlihat bahan granular
2. Epitel makin tipis
a) Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat.
b) Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.
3. Serat lensa :
a) Lebih irregular
b) Pada korteks jelas kerusakan serat sel.

c) Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah


protein nukleus (histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa, sedang warna
coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan triptofan dibanding
normal.
d) Korteks tidak berwarna karena:
- Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.
- Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Katarak senil biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun,
kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang biasanya
mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Katarak senil secara klinik dikenal
empat stadium yaitu: insipien, intumesen, imatur, matur, hipermatur morgagni.

Perbedaan Stadium Katarak Senil


Kekeruhan

Insipien
Ringan

Cairan Lensa

Normal

Iris
Bilik

Mata

Depan
Sudut

Bilik

Mata
Shadow Test
Penyulit

Hipermatur
Masif
Berkurang (air +

Normal

Imatur
Matur
Sebagian
Seluruh
Bertambah (
Normal
air masuk)
Terdorong
Normal

Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Negatif
-

Positif
Glaukoma

Negatif
-

Pseudopositif
Uveitis+Glaukoma

masa lensa keluar)


Tremulans

Katarak Insipien. Pada stadium ini akan terlihat hal-hal berikut: Kekeruhan
mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks anterior dan posterior
( katarak kortikal ). Vakuol
mulai

terlihat

di

dalam

korteks.
Katarak

subkapsular

posterior, kekeruhan mulai

terlihat anterior subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan
korteks berisi jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien.
Kekeruhan ini dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak
sama pada semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu
yang lama.
Katarak Intumesen. Kekeruhan
lensa

disertai

pembengkakan

lensa

akibat lensa degeneratif yang menyerap


air. Masuknya air ke dalam celah lensa
disertai pembengkakan lensa menjadi
bengkak

dan

besar

yang

akan

mendorong iris sehingga bilik mata


menjadi

dangkal

dibanding

dengan

keadaan normal. Pencembungan lensa ini akan dapat memberikan penyulit


glaukoma. Katarak intumesen biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan
mengakibatkan miopia lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks
sehingga akan mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan
miopisasi. Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan
jarak lamel serat lensa.
Katarak Imatur. Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume
lensa akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga
terjadi glaukoma sekunder.

Katarak Matur. Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh


masa lensa. Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,
sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan seluruh
lensa yang bila mana akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bilik mata depan akan
berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada lensa yang
keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
Katarak Hipermatur. Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami
proses degenerasi lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa
yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil,
berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan lipatan
kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan
zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan
kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar,
maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan
nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini
disebut katarak Morgagni.

Pengobatan terhadap katarak adalah dengan pembedahan. Pembedahan


dilakukan apabila tajam penglihatan sudah menurun sehingga menganggu pekerjaan
atau bila katarak ini telah menimbulkan penyulit seperti glaukoma dan uveitis.

Indikasi dilakukan bedah katarak adalah :


1. Indikasi medis : apabila terjadi komplikasi seperti uveitis dan glaukoma
2. Meningkatkan fungsi penglihatan
3. Indikasi kosmetik : katarak diangkat agar leukoria hilang
Beberapa tekhnik ekstraksi katarak, yaitu :
1. Tekhnik ekstraksi katarak ekstra kapsular dengan lensa intraokular (insisi
mencapai 170 dengan 5 7 jahitan)
2. Manual insisi kecil ( SICS, small incision cataract surgery) : Insisi
dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm, tanpa jahitan,
Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini
dapat dilakukan pada stadium katarak immatur, matur, dan hypermatur
3. Fakoemulsi dengan lensa intraokular (lebar insisi 2-2,8 mm dan tanpa
jahitan)
Pencegahan utama penyakit katarak dilakukan dengan mengontrol penyebab
yang

berhubungan

dengan

katarak

dan

menghindari

faktor-faktor

yang

mempercepat pertumbuhan katarak. Cara pencegahan yang dapat dilakukan


diantaranya adalah :
1. Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal
bebas dalam tubuh, sehingga resiko katarak akan bertambah.
2. Atur makanan sehat, makan yang banyak buah dan sayur, seperti wortel.
3. Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar ultraviolet mengakibatkan
katarak pada mata.
4. Jaga kesehatan tubuh seperti kencing manis dan penyakit lainnya

DAFTAR PUSTAKA
1.

Khurana, A.K. 2007. Comprehensive ophthalmology, 4 edition , New Delhi, New

2.

AgeInternationalPublishers, hal : 205-241.


Vaughan, D.G. Asbury, T. Riodan-Eva, P. 2007. General ophthalmology, edisi 17,

3.

united kingdom, MC graw hill, , hal : 424-452.


Ilyas, Sidartha, dkk. , 2002. Glaukoma. dalam: Ilmu Penyakit Mata, edisi 3, Jakarta:
Balai Penerbit FKUI, hal 212-217.

4.

Kanski JJ, Bowling B. 2011. Clinical ophthalmology, edisi 7, united kingdom,

5.

elsevier.
Gerstenblith AT, Rabinowitz MP. 2011. The wills eye manual : office and
emergency room diagnosis and treatment of eye disease.edisi 6. Lippincott williams
& wilkins.

You might also like