You are on page 1of 30

APLIKASI GIS UNTUK PEMETAAN POLA ALIRAN AIR TANAH

DI KAWASAN KECAMATAN SUKAJADI PEKANBARU

A. Latar Belakang
Sukajadi adalah sebuah Kecamatan di Kota Pekanbaru, Riau, Indonesia.
Kecamatan Sukajadi salah satu kecamatan terpadat penduduknya di kota
Pekanbaru. Sukajadi terletak di tengah kota pekanbaru, dimana tempat domisili
Kantor Gubernur Riau, Kantor Walikota Pekanbaru dan Badan Pelayanan Terpadu
Kota Pekanbaru. Hal ini menjadikan Kecamatan Sukajadi merupakan sentral
masyarakat mendapat pelayanan. Perkantoran yang terdapat di Kecamatan
Sukajadi : Kantor Gubernur, Kantor Walikota, Kantor imigrasi, Badan Pelayanan
Terpadu (BPT), Badan Kepegawaian Daerah Prov Riau, Dinas Perhub Prov. Riau,
Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Gedung Perpustakaan Prov Riau, komplek dan
Kantor satuan Brimop, dan lain-lain. Di Kecamatan Sukajadi terdapat beberapa
pusat perbelanjaan antara lain : Matahari, Pasar tradisional Cik Puan dan juga
pusat pertokoan.
Air tanah adalah air yang terdapat di dalam lapisan tanah atau bebatuan di
bawah permukaan tanah yang berasal dari air hujan, salju ataupun sumber lainnya
yang masuk ke dalam tanah dengan bantuan gravitasi. Air tanah merupakan salah
satu sumber daya air. Selain air sungai dan air hujan, air tanah juga mempunyai
peranan yang sangat penting terutama dalam menjaga keseimbangan dan
ketersediaan bahan baku air untuk kepentingan rumah tangga (domestik) maupun
untuk kepentingan industri. Namun air tanah keberadaannya terbatas dan
kerusakannya dapat menimbulkan dampak yang luas serta proses pemulihannya
sulit dilakukan.
Penyembuhan atau pengisian kembali air yang ada di dalam tanah
berlangsung akibat curah hujan yang sebagian meresap ke dalam tanah,
tergantung pada jenis tanah dan batuan yang akan memperngaruhi banyak atau
sedikitnya curah hujan yang meresap ke dalam tanah. Kejadian dan pergerakkan

air tanah yang berasal dari curah hujan bergantung pada kondisi fisik, geologi,
topografi dan penggunaan lahan setempat serta faktor lainnya.
Kerusakan sumber daya air tidak dapat dipisahkan dari kerusakan di
sekitarnya seperti kerusakan lahan, vegetasi dan tekanan penduduk. Ketiga hal
tersebut saling berkaitan dalam memengaruhi ketersediaan sumber air. Kondisi
tersebut diatas tentu saja perlu dicermati secara dini, agar tidak menimbulkan
kerusakan air tanah di kawasan sekitarnya. Beberapa faktor yang menyebabkan
timbulnya permasalahan adalah:

Pertumbuhan industri yang pesat di suatu kawasan disertai dengan


pertumbuhan pemukiman penduduk akan menimbulkan kecenderungan
kenaikan permintaan air tanah.

Pemakaian air beragam sehingga berbeda dalam kepentingan, maksud


serta cara memperoleh sumber air.

Perlu perubahan sikap sebagian besar masyarakat yang cenderung boros


dalam pengggunaan air serta melalaikan unsur konservasi.
Adanya krisis air akibat kerusakan lingkungan, perlu suatu upaya untuk

menjaga keberadaan/ketersediaan sumber daya air tanah salah satunya dengan


memiliki

suatu

sistem

monitoring

penggunaan

air

tanah

yang

dapat

divisualisasikan dalam data spasial dan atributnya.


B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang ditinjau pada Tugas Akhir ini adalah bagaimana
menjaga ketersediaan sumber daya air tanah dengan melakukan pemantauan
melalui pemetaan pola aliran air tanah menggunakan software GIS (Geographic
Information System).
C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk pola aliran air
tanah di kawasan Kecamatan Sukajadi Pekanbaru yang hasilnya akan digunakan
untuk memantau penggunaan air tanah di kawasan tersebut.
Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi
kepada pihak-pihak yang bersangkutan untuk dijadikan acuan dalam proses
pembangunan struktur ataupun infrastruktur lainnya di daerah tersebut ataupun di
daerah lain.
D. Batasan Masalah
1. Melakukan observasi lapangan dengan mengukur koordinat lokasi x, y dan z
yang merupakan kedalaman air sumur penduduk di kawasan Sukajadi
Pekanbaru.
2. Menggunakan software GIS untuk memetakan pola aliran air tanah di kawasan
Sukajadi Pekanbaru.
E. Tinjauan Pustaka
E.1. Deskripsi Hidrologi
E.1.1. Siklus Hidrologi
Pemanfaatan air untuk berbagai macam keperluan tidak akan mengurangi
kuantitas air yang ada di muka bumi ini, tetapi setelah dimanfaatkan maka kualitas
air akan menurun. Air di bumi ini selalu mengalir dan dapat berubah wujud
menjadi uap air sebagai akibat pemanasan oleh sinar matahari dan tiupan angin.
Uap air ini kemudian menguap dan mengumpul membentuk awan. Pada tahap ini
terjadi proses kondensasi yang kemudian turun sebagai titik-titik hujan atau salju.
Sebagian dari air yang jatuh ke bumi akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan
dimana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau melalui dahandahan mengalir sebagai air permukaan yang kemudian menguap kembali akibat
sinar matahari. Sebagian lagi akan masuk ke dalam tanah (infiltrasi), dimana
bagian lain yang merupakan kelebihan akan mengisi lekuk-lekuk permukaan
tanah, kemudian mengalir ke daerah-daerah yang rendah, masuk ke sungai-sungai

dan akhirnya ke laut. Dalam perjalanan ke laut sebagian akan menguap dan
kembali ke udara. Sebagian air yang masuk ke dalam tanah keluar kembali segera
ke sungai-sungai (interflow).
Sebagian besar akan tersimpan sebagai air tanah (groundwater) dengan
mengisi tanah/bebatuan dekat permukaan bumi yang kemudian disebut akuifer
dangkal, dan sebagian lagi terus masuk ke dalam tanah untuk mengisi lapisan
akuifer yang lebih dalam. Proses ini berlangsung dalam waktu yang sangat lama.
Lokasi pengisian (recharge area) dapat jauh sekali dari lokasi pengambilan airnya
(discharge area).yang akan keluar sedikit demi sedikit dalam jangka waktu yang
lama ke permukaan tanah di daerah-daerah yang rendah (groundwater runoff)
limpasan air tanah. Sirkulasi antara air laut dan air darat yang berlangsung
terusmenerus secara kontinu ini disebut siklus hidrologi (hydrologic cycle). (Mori
dkk.,1999).

Gambar 1. Siklus Hidrologi (Hidrology Cycle)


(Grigg, 1996 dengan modifikasi dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005)
Secara umum, siklus hidrologi dapat dibagi dalam tiga tahapan:
4

1) Air permukaan yang ada di muka bumi ini membentuk kumpulan butir-butir air
sebagai awan, ditiup angin ke arah dataran, kemudian turun sebagai hujan.
2) Air hujan yang turun ke permukaan bumi, sebagian mengalir sebagai air
permukaan, sebagian menguap (evaporasi) dan sebagian lagi menyerap melalui
pori-pori tanah ke dalam tanah (infiltrasi) sebagai air tanah (groundwater).
3) Air yang masuk kedalam tanah sebagai air tanah, sebagian mengisi lapisan
tanah/batuan dekat permukaan bumi yang kemudian disebut akuifer dangkal,
dan sebagian lagi terus masuk kedalam tanah untuk mengisi lapisan akuifer
yang lebih dalam. Proses ini berlangsung dalam waktu yang sangat lama.
Lokasi pengisian (recharge area) dapat jauh sekali dari lokasi pengambilan
airnya(discharge area).
Siklus ini menunjukan adanya keseimbangan air secara menyeluruh antara
air permukaan (sungai, danau, penguapan, dll) dan air tanah dimana volume air
yang ada didalamnya tetap kuantitasnya dan dikendalikan oleh radiasi matahari
baik yang datang (incoming radiation) maupun yang pergi (outgoing radiation)
sehingga disebut siklus hidrologi yang tertutup (closed system diagran of the
global hydrological cycle).
Secara skematis siklus ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Diagram siklus hidrologi tertutup (Dr.Ir.Robert J Kodoatie, 1996)


Keterangan gambar :
1. penguapan (evaporasi)
2. evapotranspirasi
3. hujan (air atau salju)
4. air mengalir lewat batang tanaman atau jatuh langsung dari tanaman
5. aliran di muka tanah (over land flow)
6. banjir (genangan)
7. aliran jaringan sungai (runoff)
8. transpirasi
9. kenaikan kapiler
10. infiltrasi
11. aliran antara (interflow)
12. aliran dasar (baseflow)
13. aliran runout
14. perkolasi
15. kenaikan kapiler
Pada siklus tersebut baik aliran air tanah yang ada bisa saja merupakan satu
atau lebih dari sub sistem dan tidak lagi tertutup karena adanya aliran air tanah
yang merupakan masukan dan keluaran dari luar bagian aliran air tanah tersebut.
Begitu juga dengan aliran air permukaan yang tidak lagi tertutup karena adanya
transportasi aliran di luar bagian aliran air permukaan tersebut yang merupakan
masukan dan keluaran dari sub sistem aliran air tanah. Gabungan dari sub sistem
aliran air tanah, air permukaan dan hidrologi ini disebut siklus hidrologi terbuka.

Gambar 3. Aliran air permukaan dan aliran air tanah dalam siklus terbuka
(Lewin, 1985 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005)

E.1.2. Neraca Air


Neraca air merupakan keseimbangan air yang terjadi dalam sistem
hidrologi, yaitu antara jumlah masukan, keluaran dan perubahan kandungan air
yang terdapat dalam sistem. (meteri mata kulaih PSDA) Parameter yang
diperlukan dalam perhitungan neraca air meliputi jumlah curah hujan,
evapotranspirasi nyata, limpasan air permukaan, dan jumlah air yang meresap ke
dalam tanah. (Dinas Pertambangan dan Energi, 2003)
Rumus umum neraca air yang dikemukakan oleh Dunne dan Leopolp
(1978) dalam Dinas Pertambangan dan Energi (2003) sebagai berikut :

R = Ri + E + P + Sm + Sg
dimana :
R

= Curah hujan rata-rata tahunan yang terjadi diatas basin (mm)

Ri

= Air permukaan (run off) yang mengalir dibasin (mm)

= Evapotranspirasi nyata (mm)

= Perkolasi dalam (mm)

Sm

= Perubahan dalam cadangan kelengasan tanah (mm)

Sg

= Perubahan dalam cadangan air tanah / groundwater (mm)

E.2. Air Tanah


E.2.1. Deskripsi Aliran Air Tanah
Siklus hidrologi memegang peranan penting dalam penelusuran asal muasal
air tanah. Sumber daya air tanah bersifat dapat diperbaharui (re-newable) secara
alami, karena air tanah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus
hidrologi di bumi. Kejadian dan pergerakan air tanah bergantung pada kondisi
fisik dan geologi setempat. Aliran air tanah merupakan salah satu bagian dari
siklus hidrologi yang komplek. Dalam kenyataannya terdapat faktor pembatas
yang mempengaruhi pemanfaatannya, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.
Dari segi kuantitas, air tanah akan mengalami penurunan kemampuan penyediaan
apabila jumlah yang diturap melebihi umpan (ketersediaannya).
Curah hujan merupakan sumber utama dari air tanah selain sumber-sumber
yang lain. Air hujan yang jatuh di permukaan bumi tidak seluruhnya mengalir
sebagai aliran permukaan yang menuju ke sungai akan tetapi sebagian akan
meresap ke dalam tanah melalui infiltrasi atau perkolasi sebagai umpan air tanah.
Jumlah bagian air hujan yang masuk ke dalam tanah dipengaruhi oleh kondisi
geologi, topografi, penggunaan lahan dan penutup lahan serta faktor laiinya. Oleh
karena itu curah hujan bukan merupakan faktor utama yang mementukan potensi
air tanah. Dengan kata lain daerah yang curah hujannya tinggi belum tentu
mempunyai potensi air tanah yang tinggi pula.
Keberadaan air tanah sangat tergantung besarnya curah hujan dan besarnya
air yang dapat meresap kedalam tanah. Faktor lain yang mempengaruhi adalah
8

kondisi litologi (batuan) dan geologi setempat. Kondisi tanah yang berpasir lepas
atau batuan yang permeabilitasnya tinggi akan mempermudah infiltrasi air hujan
kedalam formasi batuan. Dan sebaliknya batuan dengan sementasi kuat dan
kompak memiliki kemampuan untuk meresapkan air kecil. Dalam hal ini hampir
semua curah hujan akan mengalir sebagai limpasan (runoff) dan terus ke laut.
Faktor lainnya adalah perubahan lahan-lahan terbuka menjadi pemukiman dan
industri, penebangan hutan tanpa kontrol. Hal tersebut akan sangat mempengaruhi
infiltrasi terutama bila terjadi pada daerah resapan (recharge area).
E.2.2. Aliran Air Tanah
Air yang meresap kedalam tanah akan mengalir mengikuti gaya gravitasi
bumi. Akibat adanya gaya adhesi butiran tanah pada zona tidak jenuh air,
menyebabkan poripori tanah terisi air dan udara dalam jumlah yang berbeda-beda.
Setelah hujan, air bergerak kebawah melalui zona tidak jenuh air. Sejumlah air
beredar didalam tanah dan ditahan oleh gaya-gaya kapiler pada pori-pori yang
kecil atau tarikan molekuler di sekeliling partikel-partikel tanah. Bila kapasitas
retensi dari tanah telah habis, air akan bergerak kebawah kedalam daerah dimana
pori-pori tanah atau batuan terisi air. Air di dalam zona jenuh air ini disebut air
tanah. (Linsley dkk., 1989).

Gambar 4. Pergerakan air tanah (Linsley dkk., 1989)

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap gerakan air bawah permukaan


tanah antara lain adalah (Usmar dkk, 2006):

Perbedaan kondisi energi di dalam air tanah itu sendiri.


Kelulusan lapisan pembawa air (Permeability).
Keterusan (Transmissibility)
Kekentalan (viscosity) air tanah.
Air tanah memerlukan energi untuk dapat bergerak mengalir melalui ruang

antar butir. Tenaga penggerak ini bersumber dari energi potensial. Energi potensial
air tanah dicerminkan dari tinggi muka airnya (piezometric) pada tempat yang
bersangkutan. Air tanah mengalir dari titik dengan energi potensial tinggi ke arah
titik dengan energi potensial rendah. Antara titik titik-titik dengan energi potensial
sama tidak terdapat pengaliran air tanah. (Usmar dkk, 2006)
Garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang sama energi potensialnya
disebut garis kontur muka air tanah atau garis isohypse. Sepanjang garis kontur
tersebut tidak terdapat aliran air tanah, karena arah aliran air tanah tegak lurus
dengan garis kontur. (Usmar dkk, 2006)
Kemiringan permukaan
Air tanah normal

(a) Jaring air tanah

(b) Detail jaring air tanah

Gambar 5. Jaring-jaring aliran air tanah (Linsley dkk., 1989)


Aliran air tanah tersebut secara umum bergerak dari daerah imbuh
(recharge area) ke daerah luah (discharge area) dan dapat muncul ke permukaan
secara alami maupun buatan.

10

E.2.3. Munculan Air Tanah


Air tanah dapat muncul ke permukaan secara alami, seperti mata air,
maupun karena budidaya manusia, yaitu lewat sumur bor. Munculan air tanah ke
permukaan karena budidaya manusia lewat sumur bor dapat dilakukan dengan
menembus saluran tebal akuifer (fully penetrated) atau hanya menembus sebagian
tebal akuifer (partially penetrated) (Usmar dkk, 2006).
Mata air (spring) adalah keluaran terpusat dari air tanah yang muncul di
permukaan sebagai suatu aliran air. Mata air dilihat dari penyebab kemunculannya
dapat digolongkan menjadi dua (Bryan vide Tood, 1980), yakni:

Akibat dari kekuatan non gravitasi


Akibat dari kekuatan- kekuatan gravitasi
Yang termasuk dalam golongan pertama adalah mata air yang berhubungan

dengan rekahan yang meluas hingga jauh ke dalam kerak bumi. Mata air jenis ini
biasanya berupa mata air panas.

Gambar 6. Mata air panas


Mata air gravitasi adalah hasil dari aliran air di bawah tekanan hidrostatik.
Secara umum jenis-jenisnya dikenal sebagai berikut:

Mata air depresi (depression springs) terbentuk karena permukaan tanah

memotong muka air tanah.


Mata air sentuh (countact springs) terbentuk karena lapisan yang lulus air

yang dialasi oleh lapisan yang relatif kedap air teriris oleh muka tanah.
Mata air artesis (artesian springs) terbentuk oleh pelepasan air di bawah
tekanan dari akuifer tertekan pada singkapan akuifer atau melalui bukaan dari
lapisan penutup.

11

Mata air pipaan atau rekahan (turbular of fracture springs) muncul dari
saluran, seperti lubang pada lava atau saluran pelarutan, atau muncul dari
rekahan-rekahan batuan padu yang berhubungan dengan air tanah.

Gambar 7. Jenis mata air gravitasi


E.2.4. Lapisan Akuifer
Sebagai lapisan kulit bumi, maka akuifer membentang sangat luas, menjadi
semacam reservoir bawah tanah. Pengisian akuifer ini dilakukan oleh resapan air
hujan kedalam tanah. Sesuai dengan sifat dan lokasinya dalam siklus hidrologi,
maka lapisan akuifer mempunyai fungsi ganda sebagai media penampung
(storage fungtion) dan media aliran (conduit fungtion). Aliran air tanah dapat
dibedakan dalam aliran akuifer bebas (unconfined aquifer) atau akuifer terkekang
(confined aquifer) (Kodoatie dan Sjarief, 2005).

Akuifer tertekan (confined aquifer)


Merupakan lapisan rembesan air yang mengandung kandungan air tanah yang
bertekanan lebih besar dari tekanan udara bebas/tekanan atmosfir, karena
bagian bawah dan atas dari akuifer ini tersusun dari lapisan kedap air
(biasanya tanah liat). Muka air tanah dalam kedudukan ini disebut pisometri,
yang dapat berada diatas maupun dibawah muka tanah. Apabila tinggi
pisometri ini berada diatas muka tanah, maka air sumur yang menyadap
akuifer jenis ini akan mengalir secara bebas. Air tanah dalam kondisi
demikian disebut artoisis atayartesis. Dilihat dari kelulusan lapisan
pengurunganya akuifer tertekan dapat dibedakan menjadi akuifer setengah

12

tertekan (semi-confined aquifer) atau tertekan penuh (confined aquifer) dan


dapat disebut pula dengan akuifer dalam (Kodoatie dan Sjarief, 2005).

Gambar 8. Confined aquifer dan Unconfined aquifer


(Todd, 1959 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005)

Akuifer bebas/tak tertekan (unconfined aquifer)


Merupakan lapisan rembesan air yang mempunyai lapisan dasar kedap air,
tetapi bagian atas muka air tanah lapisan ini tidak kedap air, sehingga
kandungan air tanah yang bertekanan sama dengan tekanan udara
bebas/tekanan atmosfir. Ciri khusus dari akuifer bebas ini adalah muka air
tanah yang sekaligus juga merupakan batas atas dari zona jenuh akuifer
tersebut, sering disebut pula dengan akuifer dangkal. Beberapa macam
Unconfined Aquifer (Kodoatie dan Sjarief, 2005) :
1. Akuifer Terangkat ( Perched Aquifer)
Merupakan kondisi khusus, dimana air tanah pada akuifer ini terpisah dari
air tanah utama oleh lapisan yang relatif kedap air dengan penyebaran
tebatas, dan terletak diatas muka air tanah utama.

13

Gambar 9. Akuifer Terangkat (perched aquifer)


2. Akuifer Lembah (Valley Aaquifer)
Merupakan akuifer yang berada pada suatu lembah dengan sungai sebagai
batas (inlet atau outlet). Dapat dibedakan berdasarkan lokasinya yaitu di
daerah yang banyak curah hujannya (humid zone), dimana pengisian air
sungai yang ada di akuifer ini diisi melalui infiltrasi dari daerah-daerah
yang sama tingginya dengan ketinggian sungai. Dan juga di daerah
gersang (arid zone), dimana pengisian (infiltrasi) ke akuifer tidak ada
akibat dari curah hujan. Pengisian air berasal dari sungai ke akuifer dengan
aliran pada akuifer searah aliran sungai.

Gambar 10. Valley Aquifer pada daerah humid dan arid


14

3. Alluvial Aquifer
Merupakan akuifer yang terjadi akibat proses fisik baik pergeseran sungai
maupun perubahan kecepatan penyimpanan yang beragam dan heterogen
disepanjang daerah aliran sungai atau daerah genangan (flood plains).
Akibatnya kapasitas air di akuifer ini menjadi besar dan umumnya air
tanahnya seimbang (equillibrium) dengan air yang ada di sungai. Di
daerah hulu DAS umumya air sungai meresap ke tanah (infiltrasi) dan
mengisi akuifer ini. Sedangkan di hilir muka air tanah di akuifer lebih
tinggi dari dasar sungai, dan akuifer mengisi sungai terutama pada musim
kemarau.

Gambar 11. Alluvial aquifer dengan sungai di atasnya

Gambar 12. Potongan Melintang Beberapa Akuifer


(Davis and DeWiest, 1966 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005)

15

E.2.5. Keterdapatan / Kuantitas Air Tanag


Kandungan air tanah yang ada berasal dari imbuhan, baik secara langsung
dari curahan hujan maupun dari aliran tanah yang terkumpul menuju daerah
lepasan (Dinas Pertambangan dan Energi, 2003). Kuantitas air tanah dapat
diketahui dengan mengetahui seberapa besar jumlah air hujan yang menyerap
kedalam tanah. Jumlah resapan air tanah dihitung berdasarkan besarnya curah
hujan dan besarnya derajat infiltrasi yang terjadi pada suatu wilayah, yang
kemudian meresap masuk ke dalam tanah sebagai imbuhan air tanah.
Penyebaran vertikal air bawah permukaan dapat dibagi menjadi zona tak
jenuh (zone of aeration) dan zona jenuh (zone of saturation). Zona tak jenuh
terdiri dari ruang antara sebagian terisi oleh air dan sebagian terisi oleh udara,
sementara ruang antara zona jenuh seluruhnya terisi oleh air. Air yang berada pada
zona tak jenuh disebut air gantung (vodose water), sedangkan yang tersimpan
dalam ruang merambat (capillary zone) disebut air merambat (capillary water)
(Linsley dkk., 1986).

Gambar 13. Lokasi dan jenis aliran air tanah


(Toth, 1990 dalam Kodoatie dan Sjarief, 2005)
Air tanah adalah bagian dari air yang ada dibawah permukaan tanah
(subsurface water), yakni yang berada di zona jenuh air (zone of satuation).
16

Keterdapatan air tanah pada zona jenuh akan mengisi ruang-ruang antara butir
batuan rongga-rongga batuan.

Gambar 14. Air Tanah Pada Zona Jenuh


(Linsley dkk., 1986 dan Seyhan, 1990)
Apabila ditijau dari sifanya terhadap air batuan tersebut dapat dibedakan
atas (Kodoatie dan Sjarief, 2005):

Akuifer (aquifer)
Suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeable
baik yang terkonsolidasi (lempung) maupun yang tidak terkonsolidasi (pasir)
dengan kondisi jenuh air dan mempunyai suatu besaran konduktivitas
hidraulik (K) sehingga dapat membawa air (atau air dapat diambil) dalam
jumlah (kuantitas) yang ekonomis. Pasir dan kerikil merupakan contoh suatu
jenis akuifer. Lapisan akifer ini sangat penting dalam usaha penyadapan air

tanah.
Aquiclude (lapisan kedap air)
Suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang kedap air
(impermeable) dengan nilai konduktivitas hidraulik yang sangt kecil sehingga
tidak memungkinkan air untuk melewatinya. Dapat dikatakan juga merupakan
lapisan pembatas atas dan bawah suatu confined aquifer. Lempung adalah
salah satu jenis dari aquiclude.

Aquitard (semi impervious layer)


Suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang permeable
dengan nilai konduktivitas hidraulik yang kecil namun masih memungkinkan
air melewati lapisan ini walaupun dengan gerakan yang sangat lambat. Dapat
dikatakan juga merupakan lapisan pembatas atas dan bawah suatu semi
confined aquifer. Misalnya lempung pasiran.
17

Akuifug
Suatu lapisan, formasi, atau kelompok formasi satuan geologi yang relatif
kedap air, yang tidak mengandung ataupun dapat mengalirkan air (air sama
sekali tidak dapat melewatinya). Batu Granit termasuk jenis ini.
Litologi/penyusun batuan dari lapisan akuifer di Indonesia yang penting

adalah (Usmar dkk., 2006):

Endapan alluvial
Merupakan endapan hasil rombakan dari batuan yang telah ada. Endapan ini
terdiri dari bahan-bahan lepas seperti pasir dan kerikil. Air tanah pada endapan
ini mengisi ruang antar butir. Endapan ini tersebar di daerah dataran.

Endapan vulkanik muda


Merupakan endapan hasil kegiatan gunung berapi, ang terdiri dari bahanbahan
lepas maupun padu. Air tanah pada endapan ini menempati baik ruang antar
butir pada meterial lepas maupun mengisi rekahan/rongga batuan padu.
Endapan ini tersebar disekitar wilayah gunung berapi.

Batu gamping
Merupakan endapan laut yang mengandung karbonat, yang karena proses
geologis diangkat ke permukaan. Air tanah disini terbatas pada rekahan,
rongga, maupun saluran hasil pelarutan. Endapan ini tersebar di tempattempat
yang dahulu berujud lautan. Karena proses geologis, fisik, dan kimia
dibeberapa daerah sebarana endapan batuan ini membentuk suatu morfolgi
khas, yang disebut karts.

E.3. Deskripsi GIS (Geographic Information System)


E.3.1. Pengertian GIS
Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris
Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi
khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi
keruangan). Atau dalam arti yang lebih sempit adalah sistem komputer yang

18

memiliki

kemampuan

untuk

membangun,

menyimpan,

mengelola

dan

menampilkan informasi berefrensi geografis atau data geospasial untuk


mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan suatu
wilayah, misalnya data yang diidentifikasi menurut lokasinya, dalam sebuah
database. Para praktisi juga memasukkan orang yang membangun dan
mengoperasikannya dan data sebagai bagian dari sistem ini.
Teknologi Sistem Informasi Geografis dapat digunakan untuk investigasi
ilmiah, pengelolaan sumber daya, perencanaan pembangunan, kartografi dan
perencanaan rute. Misalnya, SIG bisa membantu perencana untuk secara cepat
menghitung waktu tanggap darurat saat terjadi bencana alam, atau SIG dapat
digunaan untuk mencari lahan basah (wetlands) yang membutuhkan perlindungan
dari polusi atau dapat digunakan mencari informasi sebuah tempat khusus dan
banyak manfaat lain yang dapat dikembangkan dalam sistem informasi geografis
ini.
GIS atau Sistem Informasi Geografis ( SIG ) merupakan komputer yang
berbasis pada sistem informasi yang digunakan untuk memberikan bentuk digital
dan analisa terhadap permukaan geografi bumi. Definisi SIG selalu berubah
karena SIG merupakan bidang kajian ilmu dan teknologi yang relatif masih baru.
Beberapa definisi dari SIG adalah :

Kang-Tsung Chang (2002), mendefinisikan SIG sebagai : is an a computer


system for capturing, storing, querying, analyzing, and displaying geographic
data.

Arronoff (1989), mendefinisikan SIG sebagai suatu sistem berbasis komputer


yang memiliki kemampuan dalam menangani data bereferensi geografi yaitu
pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali),
manipulasi dan analisis data, serta keluaran sebagai hasil akhir (output). Hasil
akhir (output) dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan pada
masalah yang berhubungan dengan geografi.

Menurut Gistut (1994), SIG adalah sistem yang dapat mendukung


pengambilan keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsideskripsi lokasi dengan karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan
19

di lokasi tersebut. SIG yang lengkap mencakup metodologi dan teknologi


yang diperlukan yaitu data spasial perangkat keras, perangkat lunak dan
struktur organisasi.

Burrough (1986) mendefinisikan SIG adalah sistem berbasis komputer yang


digunakan untuk memasukan, menyimpan, mengelola, menganalisis dan
mengaktifkan kembali data yang mempunyai referensi keruangan untuk
berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan dan perencanaan.

Prahasta (2003), SIG merupakan sejenis software yang dapat digunakan untuk
pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan, dan keluaran informasi
geografis berikut atribut-atributnya.

Menurut Murai (1999), SIG sebagai sistem informasi yang digunakan untuk
memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan
menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk
mendukung pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan
penggunaan lahan, sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota,
dan pelayanan umum lainnya.

Menurut Bernhardsen (2002). SIG sebagai sistem komputer yang digunakan


untuk memanipulasi data geografi. Sistem ini diimplementasikan dengan
perangkat keras dan perangkat lunak komputer yang berfungsi untuk akusisi
dan verifikasi data, kompilasi data, penyimpanan data, perubahan dan
pembaharuan data, manajemen dan pertukaran data, manipulasi data,
pemanggilan dan presentasi data serta analisa data
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa SIG terdiri dari

beberapa subsistem yaitu data input, data output, data management, data
manipulasi dan analisis (Prahasta, Eddy. 2003).
GIS (Geographic Information System) atau yang sering disebut SIG (Sistem
Informasi Geografi) mulai dikenal pada awal 1980-an. Sejalan dengan
berkembangnya perangkat komputer, baik perangkat lunak maupun keras, SIG
berkembang sangat pesat pada era 1990-an. Secara harfiah, SIG dapat diartikan
sebagai : suatu komponen yang terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak,
data geografis dan sumber daya manusia yang bekerja bersama secara efektif
20

untuk menangkap, menyimpan, memperbaiki, memperbaharui, mengelola,


memanipulasi, mengintegrasi, menganalisa dan menampilkan data dalam suatu
informasi berbasis geografis.
SIG mempunyai kemampuan untuk menghubungkan berbagai data pada
suatu titik tertentu di bumi, menggabungkannya, menganalisa, dan akhirnya
memetakan hasilnya. Data yang diolah pada SIG adalah data spasial yaitu sebuah
data yang berorientasi geografis dan merupakan lokasi yang memiliki sistem
koordinat tertentu, sebagai dasar referensinya. Sehingga aplikasi SIG dapat
menjawab beberapa pertanyaan seperti lokasi,kondisi, tren, pola dan pemodelan.
Kemampuan inilah yang membedakan SIG dengan sistem informasi lainnya.
E.3.2. Sub Sistem GIS
Komponen utama SIG meliputi perangkat keras, perangkat lunak, data dan
sumber daya manusia. Sedangkan elemen fungsional SIG meliputi pengambilan
data, pemrosesan awal, pengelolaan data, manipulasi dan pembuatan output akhir.
Informasi spasial (keruangan) memakai lokasi dalam suatu sistem koordinat,
sebagai dasar referensinya. Karenanya SIG mempunyai kemampuan untuk
menghubungkan

berbagai

data

pada

suatu

titik

tertentu

di

bumi,

menggabungkannya, menganalisa dan akhirnya memetakan hasilnya. Aplikasi


SIG menjawab beberapa pertanyaan seperti : lokasi, kondisi, trend, pola dan
pemodelan. Kemampuan inilah yang membedakan SIG dari sistem informasi
lainnya.
Sebagaimana sistem komputer pada umumnya, SIG hanyalah sebagai alat
yang mempunyai kemampuan khusus. Kemampuan sumber daya manusia untuk
memformulasikan persoalan dan menganalisa hasil akhir sangat berperan dalam
keberhasilan sistem SIG. Data spasial dalam bentuk digital seperti data hasil
pengukuran lapangan dan data dari GPS bisa dimasukkan dalam sistem SIG. Pada
intinya SIG membutuhkan data spasial dalam format tertentu untuk membedakan
apakah data tersebut berupa point, line atau polygon.
GPS, singkatan dari Global Positioning System (Sistem Pencari Posisi
Global), adalah suatu jaringan satelit yang secara terus menerus memancarkan

21

sinyal radio dengan frekuensi yang sangat rendah. Alat penerima GPS secara pasif
menerima sinyal ini, dengan syarat bahwa pandangan ke langit tidak boleh
terhalang, sehingga biasanya alat ini hanya bekerja di ruang terbuka. Alat
penerima GPS akan bekerja jika ia menerima sinyal dari sedikitnya 4 buah satelit
GPS, sehingga posisinya dalam 3 dimensi bisa dihitung.
Sebetulnya GPS adalah suatu sistem yang dapat membantu kita mengetahui
posisi koordinat dimana kita berada. Sedangkan untuk menerima sinyal yang
dipancarkan oleh GPS, kita membutuhkan suatu alat yang dapat membaca sinyal
tersebut. Yang biasa kita sebut sebagai GPS adalah sebenarnya merupakan alat
penerima, karena alat ini dapat memberikan nilai koordinat dimana ia digunakan,
maka keberadaan GPS merupakan terobosan besar bagi SIG.
Aplikasi SIG telah banyak merambah pada sektor-sektor yang bersentuhan
langsung dengan dinamika dan problematika kehidupan seperti masalah
pengelolaan lingkungan, kependudukan, perencanaan wilayah, pertanahan, utility,
pariwisata dan ekonomi, bisnis, marketing, perpajakan, telekomunikasi, biologi,
hidrologi, pendidikan, pertambangan, transportasi, navigasi, kesehatan, militer
dan sebagainya. Perangkat lunak yang mempunyai kemampuan untuk mendukung
SIG banyak sekali, misalnya MapInfo, ArcInfo, ArcView, ArcCAD, ArcGIS,
ArcMap, Ilwis, Erdas, Immager, ERMapper, ENVI, R2V, Sufer Idrisi, SPAN,
River Tools AutoCAD dan lain-lain.
SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem sebagai berikut :
a. Data Input
Subsistem ini bertugas untuk mengumpulkan, mempersiapkan, dan menyimpan
data spasial dan atributnya dari berbagai sumber. Sub-sistem ini pula yang
bertanggung jawab dalam mengonversikan atau mentransformasikan formatformat data aslinya ke dalam format yang dapat digunakan oeh perangkat SIG
yang bersangkutan.

b. Data Output

22

Sub-sistem ini bertugas untuk menampilkan atau menghasilkan keluaran


(termasuk mengekspornya ke format yang dikehendaki) seluruh atau sebagian
basis data (spasial) baik dalam bentuk softcopy maupun hardcopy seperti
halnya tabel, grafik, report, peta, dan lain sebagainya.
c. Data Management
Sub-sistem ini mengorganisasikan baik data spasial maupun tabel-tabel atribut
terkait ke dalam sebuah sistem basis data sedemikian rupa hingga mudah
dipanggil kembali atau di-retrieve, diupdate, dan diedit.
d. Data Manipulation & Analysis
Sub-sistem ini menentukan informasi-informasi yang dapat dihasilkan oleh
SIG. Selain itu sub-sistem ini juga melakukan manipulasi (evaluasi dan
penggunaan fungsifungsi dan operator matematis & logika) dan pemodelan
data untuk menghasilkan informasi yang diharapkan.

Gambar 12. Sistem aplikasi GIS (Prahasta, 2009)

23

E.3.3. Komponen GIS


Menurut John E. Harmon, Steven J. Anderson, 2003, secara rinci SIG dapat
beroperasi dengan komponen- komponen sebagai berikut :
a. Orang yang menjalankan sistem meliputi orang yang mengoperasikan,
mengembangkan bahkan memperoleh manfaat dari sistem. Kategori orang
yang menjadi bagian dari SIG beragam, misalnya operator, analis, programmer,
database administrator bahkan stakeholder.
b. Aplikasi merupakan prosedur yang digunakan untuk mengolah data menjadi
informasi. Misalnya penjumlahan, klasifikasi, rotasi, koreksi geometri, query,
overlay, buffer, jointable, dsb.
c. Data yang digunakan dalam SIG dapat berupa data grafis dan data atribut.

Data

posisi/koordinat/grafis/ruang/spasial,

merupakan

data

yang

merupakan representasi fenomena permukaan bumi/keruangan yang


memiliki referensi (koordinat) lazim berupa peta, foto udara, citra satelit
dan sebagainya atau hasil dari interpretasi data-data tersebut.
Data atribut/non-spasial, data yang merepresentasikan aspek-aspek

deskriptif dari fenomena yang dimodelkannya. Misalnya data sensus


penduduk, catatan survei, data statistik lainnya.
d. Software adalah perangkat lunak SIG berupa program aplikasi yang memiliki
kemampuan pengelolaan, penyimpanan, pemrosesan, analisis dan penayangan
data spasial (contoh : ArcView, Idrisi, ARC/INFO, ILWIS, MapInfo, dll)
e. Hardware, perangkat keras yang dibutuhkan untuk menjalankan sistem berupa
perangkat komputer, printer, scanner, digitizer, plotter dan perangkat
pendukung lainnya.
Selain kelima komponen di atas, ada satu komponen yang sebenarnya tidak
kalah penting yaitu Metode. Sebuah SIG yang baik adalah apabila didukung
dengan metode perencanaan desain sistem yang baik dan sesuai dengan business
rules

organisasi

yang

menggunakan

(http://www.westminster.edu/staff/athrock/GIS/GIS.pdf)

24

SIG

tersebut.

E.3.4. Tugas Utama SIG


Berdasarkan desain awalnya tugas utama SIG adalah untuk melakukan
analisis data spasial. Dilihat dari sudut pemrosesan data geografik, SIG bukanlah
penemuan baru. Pemrosesan data geografik sudah lama dilakukan oleh berbagai
macam bidang ilmu, yang membedakannya dengan pemrosesan lama hanyalah
digunakannya data digital. Adapun tugas utama dalam SIG adalah sebagai berikut
(http://www.westminster.edu/staff/athrock/GIS/GIS.pdf):
a. Input Data, sebelum data geografis digunakan dalam SIG, data tersebut harus
dikonversi terlebih dahulu ke dalam bentuk digital. Proses konversi data darI
peta kertas atau foto ke dalam bentuk digital disebut dengan digitizing. SIG
modern bisa melakukan proses ini secara otomatis menggunakan teknologi
scanning.
b. Pembuatan peta, proses pembuatan peta dalam SIG lebih fleksibel
dibandingkan dengan cara manual atau pendekatan kartografi otomatis.
Prosesnya diawali dengan pembuatan database. Peta kertas dapat didigitalkan
dan informasi digital tersebut dapat diterjemahkan ke dalam SIG. Peta yang
dihasilkan dapat dibuat dengan berbagai skala dan dapat menunjukkan
informasi yang dipilih sesuai dengan karakteristik tertentu.
c. Manipulasi data, data dalam SIG akan membutuhkan transformasi atau
manipulasi untuk membuat data-data tersebut kompatibel dengan sistem.
Teknologi SIG menyediakan berbagai macam alat bantu untuk memanipulasi
data yang ada dan menghilangkan data-data yang tidak dibutuhkan.
d. Manajemen file, ketika volume data yang ada semakin besar dan jumlah data
user semakin banyak, maka hal terbaik yang harus dilakukan adalah
menggunakan database management system (DBMS) untuk membantu
menyimpan, mengatur, dan mengelola data
e. Analisis query, SIG menyediakan kapabilitas untuk menampilkan query dan
alat bantu untuk menganalisis informasi yang ada. Teknologi SIG digunakan
untuk menganalisis data geografis untuk melihat pola dan tren.
f. Memvisualisasikan hasil, untuk berbagai macam tipe operasi geografis, hasil
akhirnya divisualisasikan dalam bentuk peta atau grafik. Peta sangat efisien

25

untuk menyimpan dan mengkomunikasikan informasi geografis. Namun saat


ini SIG juga sudah mengintegrasikan tampilan peta dengan menambahkan
laporan, tampilan tiga dimensi, dan multimedia.

26

F. Metodologi Penelitian
F.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada musim penghujan pada tanggal 7 november 2013.
Studi kasus untuk penelitian ini berlokasi di Daerah Kecamatan Sukajadi
Pekanbaru Propinsi RIAU yang memiliki luas kawasan yaitu 5,10 km2 dengan
meninjau 20 titik sumur cincin di rumah penduduk sekitar. Untuk mendapatkan
data yang lebih baik dan akurat, maka dari jumlah data di atas dimasukan
beberapa titik sumur cincin di rumah penduduk yang berada di luar kawasan
Kecamatan Sukajadi Pekanbaru yaitu di kawasan Kecamatan Labuh Baru.
F.2. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Pengamatan di lapangan.
2. Pelaksanaan studi literatur
3. Pengumpulan data dari pihak / instansi terkait.
Dari ketiga metode pengumpulan data tersebut maka data-data yang
diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu :
A. Data Primer
Data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara langsung dengan
pihak-pihak yang terkait. Pada tugas akhir ini yang termasuk data primer
adalah pengukuran secara langsung

koordinat x,y serta z sebagai

kedalaman pada tiap-tiap sumur cincin penduduk yang diteliti dengan


menggunakan Hand GPS dan meteran.
B. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data-data yang diperoleh dari berbagai pihak
atau instansi yang terkait yang digunakan untuk menunjang kelancaran
dan keakuratan penelitian. Pada tugas akhir ini yang termasuk data
sekunder adalah peta Kecamatan Sukajadi Pekanbaru, Peta Topografi dan
Geohidrologi Kecamatan Sukajadi Pekanbaru.

27

F.3. Tahap Pelaksanaan Penelitian


Selesai

Pengumpulan Data
Data Primer
Data Sekunder

Data Primer :
Koordinat x dan y lokasi
sumur serta z sebagai tinggi
permukaan air sumur terhadap
kontur asli tanah

Data Sekunder :
Peta
Kec.Sukajadi
Pekanbaru
Peta Topografi Pekanbaru
Peta
Geohidrologi

Analisis data menggunakan GIS

Pemetaan pola aliran air tanah

Pembahasan

Kesimpulan

Selesai

Gambar 13. Flowchart metodologi penelitian tugas akhir

28

G. Daftar Pustaka
Aini, Anisah, Sistem Informasi Geografi, Pengertian Dan Aplikasinya,
STMIK Amikom : Yogyakarta.
Danaryanto., Kodoatie, Robert J., Hadipurwo, S., Sangkawati, S., 2008. Draft
Buku Manajemen Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Danaryanto., Kodoatie, Robert J., Hadipurwo, S., Sangkawati, S., 2008. Draft
Buku Manajemen Air Tanah Berbasis Konservasi. Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral.
Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Jawa Tengah dan Direktorat Tata
Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, 2003. Survei
Potensi Air Bawah Tanah di Cekungan Kudus Proyek Pengembangan
Pertambangan Jawa Tengah.
Google.com (http://www.westminster.edu/staff/athrock/GIS/GIS.pdf).
Hendrayana, H., 1994. Pengantar Hidrogeologi. Laporan Kursus Singkat
Pengelolaan Air tanah Angkatan I Yogyakarta, 6-15 Juli 1994. UGM.
Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J., 1996. Pengantar Hidrogeologi. Penerbit Andi Offset,
Yogyakarta.
Kodoatie, Robert J., dan Sjarief Roestam, 2005. Pengelolaan Sumber Daya
Air Terpadu. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Linsley, R. K. dan Franzini, J. B., 1989. Teknik Sumber Daya Air Edisi Ketiga
Jilid 1. Jakarta. Alih Bahasa : Ir. Djoko Sasongko, M.Sc.
Linsley, R. K., Kohler, M. A., Paulhus, J. L. H., 1986. Hidrologi Untuk
Insinyur Edisi Ketiga. Penerbit Erlangga, Jakarta. Alih Bahasa : Ir.
Yandi Hermawan, PT. Virama Karya.
Mori, Kiyotoka, 1999. Hidrologi untuk Pengairan. PT. Pradnya Paramita,
Jakarta. Penerjemah : L. Taulu, Editor : Ir. Suyono Sosrodarsono dan
Kensaku Takeda.
Nur Farida Q.S., Susiloputri, S., 2006. Laporan Tugas Akhir Pemanfaatan
Air Tanah untuk Memenuhi Air Irigasi Di Kabupaten Kudus Jawa
Tengah.

29

Prahasta, Eddy, 2003. Sistem Informasi Geografis : Konsep Konsep Sistem


Informasi Geografis. CV.Informatika, Bandung.
Seyhan, Ersin., 1990. Dasar-dasar Hidrologi. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. Penerjemah : Ir. Sentot Subagyo, Editor : Prof. Dr. Ir.
Soenardi Prawirohatmodjo.
Seyhan, Ersin, 1977. Dasar-dasar Hidrologi, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
Todd, 1980, Groundwater Hydrology, Second Edition, University of
Califonia, Berkeley : John Wiley and Sons, New York
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, vol.IA, General
Geology, Government Printing Office, The Hague Martinus Nijnhoff
Usmar, H., Hakin, R. T., 2006. Laporan Tugas Akhir Pemanfaatan Air Tanah
Untuk Keperluan Air Baku Industri di Wilayah Kota Semarang
Bawah.
Zeffitni, September 2010, Agihan Spasial Potensi Air Tanah Berdasarkan
Kriteria Kualitas di Cekungan Air Tanah Palu Provinsi Sulawesi
Tengah, Mektek Tahun XII No. 3.

30

You might also like