You are on page 1of 18

RINGKASAN PRANATA HUKUM

SEBUAH TELAAH SOSIOLOGIS


PROF. Dr. ESMI WARASSIH, SH,MS.

Oleh :
Nama
NIM

:L I S T Y O R I N I
: P2EA11041

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN PURWOKERTO


PROGRAM PASCASARJANA HUKUM
2011

PROLOG
Basis Sosial Hukum
Pertautan Ilmu Hukum dan Ilmu Pengetahuan Sosial
Hukum dituntut untuk merespon segala seluk beluk kehidupan sosial yang
melingkupinya, tidak cukup hukum dipahami secara yuridis-normatif perlu adanya
studi deskriptif dengan menggunakan ilmu sosial, sehingga ilmu hukum dan ilmu
sosial saling melengkapi dan saling mempengaruhi
Dinamika Pemikiran Dalam Ilmu Hukum
Aliran Analitis memandang hukum sebagai penetapan kaitan kaitan logis antara
kaidah-kaidah dan bagian yang ada dalam tertib hukum, persoalan hukum persoalan
legalitas formal mengedepankan sistim hukum positif, menetapkan hukum dalam
batas perundang-undangan sebagai lembaga yang otonom didalam masyarakat.
Aliran non analitis yang tidak lagi melihat hukum sebagai lembaga yang
otonom didalam masyarakat melainkan sebagai suatu lembaga yang bekerja untuk
dan didalam masyarakat
Sinzheimer mengatakan bahwa hokum tidak bergerak dalam ruangan yang
hampa dan berhadapan dengan hal-hal yang abtrak senada juga diungkapkan oleh
Robert B. Seidman, bahwa setiap undang-undang, sekai dikeluarkan akan berubah
baik melalui perubahan normal maupun melalui cara-cara yang ditempuh birokrasi
ketika bertindak dalam bidang politik, ekonomi, sosial dan sebagainya.
Dalam kerangka pemahaman yang demikian itu studi hukum harus
memperhatikan kompleksitas hubungan yang berlangsung antara tertib hukum dan
tertib sosial.
Bredemeier berpendapat bahwa dalam suatu sistim social dijumpai bekerjanya 4
(empat) proses fungsional (1) adaptasi, (2) perwujudan tujuan, (3) mempertahankan
pola (4) integrasi keempat proses ini saling kait mengkait dan secara timbale balik
memberikan suatu input.
Hukum dan Ilmu Pengetahuan Sosial
Perlu mendapat perhatian juga dalam proses pebauatan suatu peraturan hukum
komponen komponen sosial yang megitari proses hukum tersebut, sebenarnya
pendirian bahwa gejala sosial hanya dapat dipahami dengan mempelajari bekerjanya
peristiwa sebab dan akibat dalam masyarakat, Montesquieu dalam pokok tesisnya ia
menyatakan bahwa hukum manusia tidak lain adalah hasil akhir dari bekerjanya
berbagai faktor tersebut, sehinggaperlu bantuan dari ilmu pengetahuan sosial. Oleh
karena hakekat ilmu pengetahuan sosial itu bersifat deskriptif yang berusaha
memaparkan apa adanya dan tidak mengemukakan yang seharusnya tentang suatu
realita sosial sangan berbeda dengan hukum yang bersifat normatif dan evaluative

Satjito Rahardjo pernah mengajukan sebauah pertanyaan menggelitik apakah nilai


nilai hukum yang kita miliki cukup mampu untuk megatur kehidupan masyarakat
Indonesia sekarang yang sudah jauh lebih rumit dari pada sediakala. Pertanyaan ini
sebagai isyarat bahwa sudah saatnya studi hukum perlu dikaitkan dengan bidang
bidang lain yang terletak di luar lapangan ilmu hukum.
Kompleksitas Bekerjanya Hukum
Perubahan-perubahan sosial yang fundamental selalu diikuti dengan penyesuaian
pada segi kehidupan hukumnya, dengan perubahan sosial, hukum diharapkan untuk
menata kehidupan sosial yang semakin komplek, hukum tidak akan dimengerti
secara baik jika ia terpisah dari norma-norma sosial sebagai hukum yang hidup.
Penggunaan yang mendalam tentang hasil karya ilmu-ilmu sosial, hukum akan lebih
mudah dan mampu menghayati fenomena sosial. Sekalipun hukum itu tampak
sebagai seperangkap norma-norma hukum, tetapi itu selalu merupakan hasil dari
suatu proses sosial.
Robert B. Seidman menyatakan bahwa tindakan apapun yang akan diambil baik oleh
pemegang peran, lembaga lembaga pelaksana maupun pembuat undang-undang
selalu berada dalam lingkungan kompleksitas kekuatan kekuatan sosial, budaya, dan
politik.
Adanya pengaruh kekuatan-kekuatan sosial dalam bekerjanya hukum Seidman
menggambarkan dalam bagan sebagai berikut :

Bekerjanya Kekuatan
Kekuatan personal dan

Sosial
Pembuat
Undang-Undang
Ub

Ub
Nrm

Pd

Penegakan
Hukum

Pemegang
Peran

Penerapan sanksi

Bekerjanya kekuatan
Kekuatan personal & social

Ub

Bekerjanya kekuatan
kekuatan personal & sosial

Model Saidman dapat dijelaskan bahwa pengaruh faktor-faktor dan kekuatan


kekuatan sosial terjadi mulai dari tahap pembuatan undang-undang, penerapanya
sampai kepada peran yang diharapkan. Sadar atau tidak sadar kekuatan kekuatan
sosial sudah mulai bekerja dalam tahapan pembuatan undang-undang dan kekuatan
sosial akan terus masuk dan mempengaruhi setiap proses legeslasi secara efektif dan
efisien, demikian pula kekuatan kekuatan sosial dirasakan juga dalam bidang
penerapan hokum. Gustav Radbruch mengemukakan ada tiga nilai dasar yang harus
diwujudkan dalam pelaksanaan hukum, yakni nilai keadilan, kepastian dan
kemanfaatan.
Bantuan pengetahuan ilmu-ilmu sosial dapat memberikan daya penglihatan bahwa
faktor atau masalah manusia yang sesungguhnya menjadi permasalahan hukum,
Suatu peraturan dibuat atau dikeluarkan tentunya berisi harapan harapan yang
hendaknya dilakukan oleh subyek hukum.

Hubungan Timbal Balik

Walaupun ada perbedaan tujuan antara hukum dan ilmu ilmu sosial namun didalam
pertumbuhannya ternyata bersifat saling melengkapi, perbedaan hanya bersifat
marginal, Bagaimanapun studi mengenai hukum yang bersifat normatif itu harus
berjalan bersama sama dengan kegiatan-kegiatan deskriptifyang dilakukan oleh studi
hukum yang sosiologik.
Hukum sebagai sistem Norma dan Fungsi Fungsinya
Hukum dalam pengembangannya telah tidak saja mengatur tingkah laku dalam
masyarakat lebih jauh dari itu hukum sebagai sarana untuk melakukan perubahanperubahan dalam masyarakat semenjak Indonesia melakukan pembangunan disegala
bidang yang terjadi jaman ordr baru, melalui Repelita. Hukum sebagai sarana ini
tercetus pada hasil keputusan Seminar Hukum Nasional ke III tahun 1974,
perundang-undangan dalam masyarakat dinamis dan sedang berkembang merupakan
sarana untuk merealisasi kebijakan, kesadaran yang demikian berbeda dengan konsep
hokum yang diajarkan oleh Friedrich Karl von Savingny pendiri aliran sejarah yang
menyatakan bahwa hukum itu merupakan ekpresi dari kesadaran hukum rakyat.
Apabila kita mulai membicarakan hukum sebagai sarana, maka sebenarnya saat ini
hukum telah memasuki hukum sebagai konsep modern
Dari urain tersebut muncul problem (1) tujuan apa yang hendak diwujudkan dalam
hukum (2) fungsi apa saja yang dapat dilakukan oleh hukum (3) bagaimana fungsi
hukum itu.
Pengertian Hukum
Hukum diartikan sebagai keseluruhan peraturan atau kaedah dalam kehidupan
bersama ; keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan
bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Kisch mengatakan, hukum tidak dapat dilihat atau ditangkap oleh panca indera, maka
sukar untuk membuat suatu definisi tentang hukum yang memuaskan, pengertian
yang dumungkinkan pada hukum :
1. Hukum dalam arti ilmu
2. Hukum dalam arti disiplin atau sistem ajaran tentang kenyataan
3. Hukum dalam arti kaedah atau norma
4. Hukum dalam arti tata hukum atau hukum positif tertulis
5. Hukum dalam arti keptusan pejabat
6. Hukum dalam arti petugas
7. Hukum dalam arti perilaku yang teratur
8. Hukum dalam arti jalinan nilai
Menurut Van Vollen Hoven, hukum adalah suatu gejala dalam pergaulan hidupyang
bergolak terus menerus dalam keadaan bentur dan membentur tanpa henti hentinya
dengan gejala lain lainnya.

Soedirman mendifinisikan hukum sebagai sutu pikiran atau anggapan orang tentang
adil dan tidak adil mengenai hubungan manusia. Dari berbagai pengertian hukum
memiliki banyak dimensi, secara garis besar pengertian hukum dapat dikelompokan
menjadi 3 yaitu :
Pertama, hukum dipandang sebagai kumpulan idea tau nilai abstrak metodologi
bersifat fisiologis
Kedua, hukum dilhat sebagai suatu sistem peraturan - peraturan yang abstrak, maka
pusat perhatian terfokus pada hukum sebagai suatu lembaga yang bersifat otonom,
yang kita bias bicarakan sebagai subjek tersendiri terlepas dari kaitannya dengan halhal yang diluar peraturan metode normatif analisis.
Ketiga, hukum dipahami sebagai sarana atau alat untuk mengatur masyarakat
methodologinya sosiologis.
Disisilain hukum harus dilihast secara holistik.
Tujuan hukum
Teori etis hukum itu semata mata bertujuan untuk menemukan keadilan, ada
pertanyaan yang mendasar dari teori ini (1) menyangkut hakikat keadilan, (2)
menyangkut isi atau norma untuk berbuat secara kongkrit dalam keadaan tertentu.
Teori Utilitas tujuan hukum adalah untuk menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi
manusia dalam jumlah yang sebanyak banyaknya.
Teori Campuran tujuan pokok adalah ketertiban merupakan adanya syarat bagi
adanya suatu masyarakat yang teratur
Fungsi-fungsi Hukum
Hoebel menyimpulkan adanya empat fungsi dasar hukum, yaitu:
1. Menetapkan hubungan-hubungan antara para anggota masyarakat
2. Menentukan pembagian kekuasaan dan memerinci siapa saja yang boleh
melakukan serta siapakah yang harus mentaatinya dan sekaligus memilihkan
sanksi-sanksinya yang tepat dan efektif;
3. Menyelesaikan sengketa;
4. Memelihara kemampuan masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan
kondisi-kondisi kehidupan yang berubah
Hukum juga berfungsi sebagai sarana untuk memperlancar proses interaksi
sosial.
Hart menyebutkan tatanan hukum sebagai primary rules of obligation, yang
memiliki kelemahan adanya ketidakpastian sistem dan peraturan.
Aubert menyatakan fungsi hukum bersifat prevention to promotion
Hukum Sebagai Suatu Sistem Norma
Hukum sebagai sistem terdiri dari komponen struktur, substansi dan kultur.

Lon L Fuller menyatakan untuk mengenal hukum sebagai sistem maka harus
memenuhi 8 azas (priciple of legality) :
1. Mengandung peraturan-peraturan
2. Peraturan harus diumumkan
3. Peraturan tidak boleh berlaku surut
4. Peraturan disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti
5. Tidak boleh mengandung peraturan yang bertentangan satu sama lain
6. Tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan
7. Tidak boleh sering diubah-ubah
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan yang
dilaksanakan sehari-hari
Hans Kelsen menamakan norma tertinggi dengan grundnorm / basic norm (norma
dasar).

Fungsi cita hukum dalam


Pembangunan hukum yang demokratis

Elemen-elemen pembentukkan hukum


Menurut Burkhardt Krems menyatakan pembentukkan peraturan perundangundangan meliputi kegiatan yang berhubungan dengan isi atau substansi
peraturan.
Peran produk hukum
Thomas R. Dye menyatakan keberadaan institusi hukum merupakan indikator
atau kunci pengimplementasian dari suatu kebijaksanaan
Pembukaan UUD 1945 pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa RI merupakan
negara hukum yang berarti bahwa hukum bukanlah produk yang dibentuk
oleh lembaga tertinggi negara, tetapi juga mendasari dan mengarahkan
tindakan lembaga tersebut.
Kejelasan konsep dan bahasa hukum
Ketiadaan atau ketidak jelasan rumusan asas, konsep, budaya dan cita hukum
mengakibatkan produk hukum yang disusun akan menjadi usang, oleh karena
itu diperlukan cara pandang, landasan pemikiran yang bersifat mendasar dan
konsepsional dalam bidang hukum.
Memahami Hukum Sebagai Sistem
Definisi-definisi sistem tersebut menekankan kepada beberapa hal berikut ini:
1. Sistem itu berorientasi kepada tujuan
2. Keseluruhan adalah lebih baik dari sekedar jumlah dari bagian-bagiannya
3. Sistem berinteraksi dengan sistem yang lebih besar yaitu lingkungan
4. Bekerjanya dapat menciptakan sesuatu yang berharga
5. Masing-masing bagian-bagian harus cocok satu sama lain
6. Adanya kekuatan pemersatu yang mengikat sistem
Stufenbau theory dari Kelsen menyatakan bahwa norma hukum yang lebih
rendah tidak boleh bertentangan dengan dengan norma hukum yang lebih
tinggi.
Cita Hukum : Kunci Pembentukkan hukum
Cita hukum merupakan konstruksi pikiran yang merupakan keharusan untuk
mengarahkan hukum pada cita-cita yang diinginkan masyarakat.
Gustaf Radbruch menyatakan bahwa cita hukum berfungsi sebagai tolok
ukur yang bersifat regulatif dan konstitutif.
Burkhardt krems menyatakan bahwa pembentukkan isi suatu peraturan
perundang-undangan merupakan bidang gabungan antara politik hukum
dengan sosiologi hukum.
Model pembentukkan hukum

Pergeseran Paradigma

Hukum:
Dari Paradigma Kekuasaa Menuju Paradigma Moral
Gerakan reformasi demi masa depan bangsa dan kita, perlu didukung oleh
semua komponen bangsa te kaum intelektual akademisi dengan mengembangkan
pokok pikiran, ide-ide, konsep dan pemikiran yang posi gerakan reformasi ini dapat
mencapai tujuan yang dinikmati oleh semua rakyat Indonesia. Terutama sekali hal
mempersiapkan bangsa ini menghadapi milleniur Tantangan yang cukup berat,
terutama bagi kalangan aka adalah tanggung jawab untuk secara aktif dan penuh ke
hati membantu, menggali, membahas, menemuka memberikan makna setiap isu yang
muncul ke permuki dimaksudkan agar dapat ditemukan solusi terbaik untuk
mengatasi permasalahan yang dihadapi bangsa ini menuju terciptanya masyarakat
madani yang berlandaskan nilai-nilai dasar Pancasila.
Sejalan dengan itu, Soetandyo Wignyosoebroto (1997) berpendapat bahwa
masyarakat warga adalah suatu masyarakat ideal yang di dalamnya hidup manusia
yang diakui berkedudukan sama dalam soal pembagian hak dan kewajiban, wargawarga yang berkesetaraan, berkebebasan dan berkeberdayaan.
Dinamika Pembangunan di Indonesia
Pembangunan yang menekankan pada bidang ekonomi dan paradigma
pertumbuhan dapat berhasil bila didukung oleh stabilitas politik. Oleh karena itu,
menurut Alfian, format baru politik yang dipakai dapat menjamin stabilitas adalah
dengan membangun lembaga eksekutif yang kuat. 79 Lahirnya Undang-undang No. 15
dan Undang-undang No. 16 Tahun 1969 masing-masing tentang Pemilu dan tentang
Susduk MPR/DPR/DPRD pada masa awal Orde Baru merupakan sebagian dari
instrumen hukum yang dibuat untuk mendukung penciptaan lembaga eksekutif yang
kuat. Hal ini dapat dicermati dari adanya kemungkinan masuknya "tangan" eksekutif
di lembaga legislatif melalui kewenangan pengangkatan atas sebagian anggota
lembaga perwakilan rakyat serta penetapan lembaga recall bagi anggota DPR/MPR.
Paradigma Kekuasaan dan Tatanan Hukum
Hukum yang dilandasi oleh paradigma kekuasaan menghadirkan hukum yang
tidak demokratis, yaitu suatu sistem hukum yang totaliter. Sistem hukum seperti itu
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Sistem hukumnya terdiri dari peraturan yang mengikat yang isinya berubah-ubah
tergantung putusan penguasa yang dibuat secara arbitrer.
2. Dengan teknikalitas tertentu, hukum dipakai sebagai "kedok" untuk menutupi
penggunaan kekuasaan secara arbitrer. Hukum diterima berdasarkan kesadaran
palsu dan menurunkan derajat manusia.
3. Penerimaan sosial terhadap hukum didasarkan pada kesadaran palsu dan
merendahkan derajat manusia.
4. Sanksi-sanksi hukum mengandung pengrusakan (disintegration) terhadap ikatanikatan sosial serta menciptakan suatu suasana nihilisme sosial yang menyebar.
5. Tujuan akhirnya adalah suatu legitimasi institusional, terlepas dari seberapa besar
diterima oleh masyarakat.
Reformasi dan Pergeseran Paradigma Hukum

Menyadari segala kelemahan penataan hukum pada masa lalu, maka agenda
pertama dan terpenting adalah mengembalikan atau memulihkan otentisitas hukum.
Langkah ini penting dilakukan, karena hukum saat ini menjadi sangat terhambat
dalam usahanya untuk mengatur dan memberikan perlindungan dan keadilan. Oleh
karena itu, sebelum melakukan penataan hukum di negeri ini lebih jauh, perlu
dipahami secara lebih cermat tujuan kehadiran hukum bagi masyarakat. Menurut
Jeremy Bentham bahwa hukum itu pada dasarnya bertujuan untuk memberikan
kebahagiaan terbesar bagi sebanyak mungkin orang (to provide the greatest
happiness devided among the greatest number).
Transformasi Hukum dalam Era Global
Uraian terdahulu mengingatkan kepada kita bahwa persoalan pembangunan
pada umumnya dan pembangunan hukum pada khususnya masih menyisakan
problem yang sangat mendasar. Problem yang paling mendasar adalah
mendominasinya paradigma kekuasaan, yang mengakibatkan hukum tidak mampu
memainkan peran yang sesungguhnya sebagai alat untuk mewujudkan kesejahteraan.
Selain problem nasional yang rumit tersebut, Indonesia juga tengah dihadapmukakan
pada masalah transformasi global. Sudah barang tentu, Indonesia semakin intens
dalam menghadapi isu, baik yang bersifat global, nasional, dan bahkan juga isu-isu
lokal.
Peranan Kultur Hukum dalam Penegakan Hukum
Pada hakikatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep yang abstrak.
Sekalipun abstrak, tapi ia dibuat untuk diimplementasikan dalam kehidupan sosial
sehari-hari. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu kegiatan untuk mewujudkan ide-ide
tersebut ke dalam masyarakat. Rangkaian kegiatan dalam rangka mewujudkan ideide tersebut menjadi kenyataan merupakan suatu proses penegakan hukum.
Hukum sebagai Suatu Sistem
Untuk dapat memahami persoalan yang berkaitan dengan hukum secara lebih
baik, maka hukum hendaknya dilihat sebagai suatu sistem. Pengertian dasar yang
terkandung dalam sistem tersebut meliputi: (1) sistem itu selalu berorientasi pada
suatu tujuan, (2) keseluruhan adalah lebih dari sekedar jumlah dan bagian-bagiannya,
(3) sistem itu selalu berinteraksi dengan sistem yang lebih besar yaitu lingkungannya,
dan (4) bekerjanya bagian-bagian dari sistem itu menciptakan sesuatu yang berharga.
Komponen-komponen yang Mempengaruhi Penegakan Hukum
Saat ini hukum bukan hanya dipakai untuk mempertandingkan pola-pola
hubungan serta kaidah-kaidah yang telah ada. Hukum yang diterima sebagai konsep
yang modern memiliki fungsi untuk melakukan suatu perubahan sosial. Bahkan,
lebih dari itu hukum dipergunakan untuk menyalurkan hasil-hasil keputusan politik.
Hukum bukan lagi mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang telah
ada, tetapi juga berorientasi kepada tujuan-tujuan yang diinginkan, yaitu menciptakan
pola-pola perilaku yang baru. Di dalam menjalankan fungsinya, hukum senantiasa
berhadapan dengan nilai-nilai maupun pola-pola perilaku yang telah mapan dalam
masyarakat.

Hukum dan Struktur Masyarakat


Hukum memiliki hubungan timbal balik dengan masyarakatnya, karena hukum
itu sendiri merupakan sarana pengatur masyarakat dan bekerja di dalam masyarakat.
Itulah sebabnya, hukum tidak terlepas dari gagasan maupun pendapat-pendapat yang
hidup di kalangan anggota masyarakat. Struktur masyarakat dapat menjadi
penghambat sekaligus dapat memberikan sarana-sarana sosial, sehingga
memungkinkan hukum dapat diterapkan dengan sebaik-baiknya.
Simpulan
Berdasarkan uraian terdahulu, dapatlah disimpulkan bahwa faktor kultur
hukum memegang peranan yang sangat penting di dalam penegakan hukum. Kultur
hukum berfungsi untuk menjembatani sistem hukum dengan tingkah laku
masyarakatnya. Seseorang menggunakan atau tidak menggunakan, dan patuh antara
tidak patuh terhadap hukum sangat ditentukan oleh nilai-nilai yang dihayati oleh
anggota masyarakatnya.

Pengaruh Budaya Hukum Terhadap Fungsi Hukum

Hampir setiap bidang kehidupan sekarang ini diatur olehvperaturan-peraturan


hukum. Melalui penormaan terhadap tingkah laku manusia ini hukum menelusuri
hampir semua bidang kehidupan manusia. Campur tangan hukum yang semakin luas
ke dalam bidang kehidupan masyarakat menyebabkan masalah efektivitas penerapan
hokum menjadi semakin penting untuk diperhitungkan. Itu artinya, hukum harus
bisa menjadi institusi yang bekerja secara efektif di dalam masyarakat.
Hukum Modern dan Budaya Hukum
Sesungguhnya, penggunaan hukum secara sadar untuk mencapai keadaan
masyarakat sebagaimana dicita-citakan itu adalah suatu konsepsi yang modern.
Menurut Marc Galanter, sistem hukum yang modern mempunyai ciri-ciri tertentu.
Beberapa diantaranya adalah bersifat territorial, tidak bersifat personal; universitas,
rasional; hukum dinilai dari sudut kegunaannya sebagai sarana untuk menggarap
masyarakat. Lon Fuller menunjukkan delapan prinsip legalitas yang harus diikuti
dalam membuat hukum, yaitu:
1. Harus ada peraturannya terlebih dahulu.
2. Peraturan itu harus diumumkan.
3. Peraturan itu tidak boleh berlaku surut.
4. Perumusan peraturan-peraturan harus dapat dimengerti oleh rakyat.
5. Hukum tidak boleh meminta dijalankannya hal-hal yang tidak mungkin.
6. Diantara sesama peraturan tidak boleh terdapat pertentangan satu sama lain.
7. Peraturan-peraturan harus tetap, tidak boleh sering diubah-ubah.
8. Harus terdapat kesesuaian antara tindakan-tindakan para pejabat hukum dan
peraturan-peraturan yang telah dibuat.

Hukum dan Kebijaksanaan


Publik

Pembangunan yang terus-menerus dilakukan untuk mewujudkan tujuan


nasional sebagaimana tertnaksud di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia 1945 menyebabkan peranan hukum semakin
mengedepan. Rangkaian-rangkaian kegiatan beserta program-program pembangunan
sebagaimana ditetapkan dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan
tahapan pembangunan yang dicanangkan melalui REPELITA (Rencana
Pembangunan Lima Tahun)msemasa Orde Baru, menunjukkan bahwa di negara ini
sedang terjadi perkembangan dan perubahan yang sangat besar. Tujuan yang telah
dipilih dan ditetapkan sudah barang tentu hendak diwujudkan di dalam masyarakat.
Melalui hukumlah tujuan tersebut diterjemahkan ke dalam kenyataan sosial. Hukum
diharapkan mampu sebagai sarana untuk mewujudkan tujuan tersebut karena
pembangunan telah menghasilkan bermacam-macam tujuan yang ingin dicapai
dalam waktu yang bersamaan.
Hukum dan Kebijaksanaan Publik
Hukum dan kebijaksanaan publik merupakan variabel yang memiliki
keterkaitan yang sangat erat, sehingga telaah tentang kebijaksanaan pemerintah
semakin dibutuhkan untuk dapat memahami peranan hukum saat ini. Kebutuhan
tersebut semakin dirasakan berseiring dengan semakin meluasnya peranan
pemerintah memasuki bidang kehidupan manusia, dan semakin kompleksnya
persoalan-persoalan ekonomi, sosial, dan politik. Di samping itu, peraturan hukum
juga berperan untuk membantu pemerintah dalam usaha menemukan alternatif
kebijaksanaan yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.
Simpulan
Sebagai akhir dari uraian ini sekaligus penutup dapat dikatakan, bahwa untuk
memahami hukum tidak cukup sekedar memahami hukum dalam bentuk rumusan
pasal-pasal yang hanya bergerak di bidang penafsiran, penerapan dan konstruksi
hukum. Melainkan, kita harus dapat memahami hukum dari sisi yang lain, karena
hukum itu dibuat oleh manusia dan untuk mengatur hidup manusia dalam
bermasyarakat. Hukum tidak pernah bergerak di ruang hampa, ia merupakan variabel
yang senantiasa dinamis dan dipengaruhi oleh berbagai faktor di lingkungan
masyarakat, baik itu faktor sosial, ekonomi, budaya maupun politik.
Pemahaman akan peranan hukum dengan situasi dan kondisi tertentu, tidak
terlepas dari unsur manusia, lembaga dan lingkungan masyarakatnya. Pengaturan
hukum yang tampak dalam rumusan pasal-pasal secara "hitam-putih" itu merupakan
permulaan dari pekerjaan yang lebih berat pada tahap berikutnya. Kiranya telaah
tentang public policy secara singkat ini sebagai suatu perkenalan dan dapat membuka
cakrawala kita selanjutnya di dalam memahami peranan hukum dalam mewujudkan
nilai-nilai dasar hukum khususnya nilai keadilan dalam masyarakat. Selain itu,
diharapkan agar rujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai secara maksimal, dan
dapat mengantar kita menuju masyarakat yang sejahtera.
Kebijaksanaan, Hukum
dan Pemerataan Pembangunan

Arahan Yuridis
Cita-cita untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
sudah merupakan tekad yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 dalam Pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa "Tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan". Oleh
sebab itu, kurangnya kesempatan kerja yang produktif maupun ketidakmampuan
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya sebagai manusia harus menjadi
fokus perhatian dalam pembangunan nasional Indonesia. Masalah-masalah
kemiskinan yang dihadapi masih besar, baik kemiskinan lahir maupun batin, dan
harus terus diusahakan pemberantasannya sampai tuntas. Satu-satunya jalan untuk itu
adalah dengan melaksanakan pembangunan yang dapat memberi kesempatan kerja
kepada setiap orang, perluasan lapangan pekerjaan, maupun menaikkan penghasilan
semua orang, mencerminkan keadilan sosial, dan dapat meningkatkan martabat
manusia.
Simpulan
Pembangunan adalah usaha pemerintah menaikkan kesejahteraan rakyat. Untuk
mewujudkan cita-citanya itu, maka pemerintah melalui kebijaksanaan pemerataan
melakukan tindakan-tindakan yang konkrit dan positif sebagai implementasinya.
Oleh karena rakyat yang menjadi target group kebanyakan hidup di pedesaan, maka
sasaran atau fokus perhatian pemerintah perlu diarahkan pada rakyat miskin yang
hidup di desa. Walaupun desa merupakan satu kesatuan yang utuh dalam rangka
pembangunan secara menyeluruh.
Setiap program pembangunan harus melihat manusia secara utuh, sehingga
bukan kepuasan lahiriah atau kepuasan batiniah saja yang dikejar melainkan
keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara keduanya. Sebagai konsekuensi
logis dari itu semua, maka kegiatan pembangunan yang dilakukan itu bukan hanya
kegiatan fisik tetapi juga perubahan sikap mental yang menghambat pembangunan.
Dengan menuangkan kebijaksanaan pemerataan pembangunan dalam
Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang Garis_Garis Besar Haluan Negara, maka
peranan hukum tidak hanya sebagai dasar saja dari pelaksanaan kebijaksanaan.
Melainkan, juga sebagai sarana yang menyalurkan pemerataan untuk menciptakan
keadaan-keadaan baru atau mengubah sesuatu yang ada ke arah yang dicita-citakan.
Dengan dirumuskannya kebijaksanaan pemerataan pembangunan itu ke dalam
perundang-undangan tersebut maka keputusan-keputusan itu dapat dikomunikasikan
kepada masyarakat luas dan menjadi landasan dari kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam proses pembangunan.

Hukum dan Pembangunan

Studi sosial terhadap hukum menjadi suatu kebutuhan yang cukup mendesak,
mengingat pada abad ini kita melihat peranan negara semakin besar dalam
mencampuri kepentingan dan kebutuhan masyarakat sebagaimana terwujud dalam
konsep tentang "Negara Kesejahteraan". Hukum dipergunakan untuk mewujudkan
tujuan-tujuan sosial tertentu melalui kebijaksanaan-kebijaksanaannya atau melalui
pembentukan peraturan-peraturan tertentu. Campur tangan hukum yang semakin
meluas ke dalam bidang-bidang kehidupan masyarakat menyebabkan perhatian
terhadap masalah-masalah sosial menjadi semakin intensif. Penetrasi yang semakin
luas menimbulkan masalah-masalah baru seperti hubungan antara perkembangan
masyarakat dengan perkembangan hukumnya, bagaimanakah peran dan fungsi
hukum yang dapat dijalankannya dan sebagainya. Berbagai permasalahan yang
timbul dan disebabkan oleh adanya pembangunan, memerlukan suatu pendekatan
yang baru dan relevan.
Mahasiswa dan Pendidikan Hukum
Studi tentang hukum di Indonesia dewasa ini sebagian besar masih berkisar
pada pemahaman dan analisis hukum secara dogmatis yang melihat hukum sebagai
lembaga yang benar-benar otonom terlepas dengan hal-hal di luar peraturan. Hukum
dilihat sebagai suatu sistem yang logis - konsisten. Ada kecenderungan untuk
mengarahkan pendidikan hukum pada apa yang disebut vocational training. Arah
studi yang demikian itu memang dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional
hukum yang baik, tetapi bukan ilmuwan hukum dalam arti sebenarnya.
Hukum dan Social Engineering
Era hukum dalam era pembangunan seperti sekarang ini telah mendorong agar
hukum mampu menampakkan sosoknya sebagai sarana pembaharuan masyarakat,
dan juga sebagai proses perubahan dan pengembangan masyarakat. Untuk itu, hukum
hendaknya menentukan pola dan arah pembaharuan masyarakat dan mampu
menuntun kegiatan dan penyelenggaraan pembangunan agar tujuan pembangunan
yaitu mensejahterakan umat manusia segera dapat terwujud.

Paradigma Reversal :
Pemberdayaan Hukum Melalui Pembangunan Alternatif

Dinamika Pemikiran tentang Hukum


Realitas tersebut membawa implikasi terhadap pembangunan hukum di masa
mendatang. Bagaimanakah kemampuan sistem politik dan sistem hukum kita agar
dapat memenuhi tuntutan rakyat berupa keadilan, bagaimana hubungan antara moral
dan hukum sehingga hukum benar -benar dapat membawa kehidupan masyarakat
pada pola yang dicita-citakan yaitu masyarakat yang adil dan beradab.
Dalam pembangunan hukum hendaknya dilihat secara utuh melalui pendekatan
holistik, mengingat hukum bukan sekedar formalitas yang hanya berurusan dengan
soal - soal normative, melainkan unsur kultur pun perlu mendapat perhatian di
samping struktur dan substansinya. Dengan demikian hukum memiliki
keberlakuan:230
1. Faktual/empiris, artinya dipatuhi dan ditegakkan.
2. Normatif/formal, yaitu kaidahnya cocok dalam sistem hukum hierarkhis.
3. Evaluatif, yaitu diterima dan benar (bermakna) serta memiliki sifat mewajibkan
karena isinya.
Kasus Pendidikan Hukum di Indonesia
Pentingnya perubahan dalam sistem pendidikan hukum ini, lebih didorong oleh
suatu kondisi dimana hukum tidak lagi memiliki wibawa dan tidak dapat
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada. Berbagai kasus seperti
korupsi, penindasan hak asasi manusia, kasus perbankan, penjarahan, seolah-olah
sulit tersentuh oleh hukum. Di sisi lain kita teiah meratifikasi berbagai konvensikonvensi internasional, yang lebih berorientasi pada kepentingan ekonomi global
tanpa mempertimbangkan bagaimana implementasinya di dalam masyarakat. Hal ini
harus menjadi pokok keprihatinan, mengingat budaya hukum yang ada di dalam
masyarakat berbeda dengan budaya hukum yang ada di dalam peraturan tersebut.
Budaya hukum ini dapat menimbulkan suatu kesenjangan antara apa yang
diharapkan dengan apa yang terjadi di dalam masyarakat. Akhirnya, implementasi
hukum akan menunjukkan suatu hubungan yang terus menerus terjadi.

Perlindungan Hukum Terhadap Pasien


Kasus Malpractice

Terminologi Malpractice
Malpractice adalah suatu tindakan yang kurang hati-hati dari seseorang dalam
menjalankan profesinya. Ukuran dari tingkah laku yang kurang hati-hati itu tidak kita
temui dalam hukum melainkan terletak pada ketentuan seorang hakim atau juri.236
Istilah malpractice mempunyai konotasi yang luas dan biasanya dipakai untuk bad
practice; suatu ketika disebut dengan malapraxis, dalam hal perawatan seorang
pasien.
Hubungan Deleter dan Pasien
Transaksi antara dokter-pasien secara umum diatur dalam Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Suatu transaksi atau perjanjian dapat dikatakan sah
bila memenuhi syarat-syarat:
1. Sepakat dari mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Karena suatu sebab yang halal.
Kode Etik: Pedoman Tingkah Laku Dokter
Kode Etik Kedokteran harus diartikan sebagai pedoman tingkah laku bagi
pelaksana profesi medis. Etika dalam kaitannya dengan filsafat dapat diartikan dalam
dua hal, yaitu:244
1. Syarat-syarat yang diperlukan untuk memberikan batasan bagi apa yang disebut
sebagai perbuatan yang benar, baik, dan
2. Apa yang disebut summum bonum, yaitu batasan untuk sesuatu yang dikatakan
baik dan benar.

Epilog
Kegunaan Pendekatan Interdisipliner

Terhadap Hukum : Sebuah Keniscayaan


Pendidikan Hukum Konvensional
Cara pandang positivistik begitu mengkedepan dan tampak terasa di strata satu
Fakultas Hukum. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab munculnya kesulitan
dalam melakukan pembaharuan sistem hukum. Produk-produk hukum yang lahir
begitu banyak dirasakan semakin membelenggu kehidupan masyarakat, sehingga
keadilan dan kemanfaatan serta kedamaian sulit terwujud. Hukum yang ada
dirasakan semakin jauh dari basis sosialnya, dan bahkan kesenjangan antara harapan
dan kebutuhan masyarakat sulit dipertemukan.
Reformasi Pendidikan Hukum
Mencermati perkernbangan pendidikan hukum yang demikian itu, maka
Fakultas Hukum - yang salah satu tugasnya mempersiapkan lawyer yang handal perlu segera berbenah diri, termasuk dalam menentukan mata perkuliahannya,
melainkan juga cara pandang dan pendekatan konseptual terhadap hukum pun perlu
dilakukan perubahan secara mendasar. Perubahan-perubahan yang dibuat itu
memungkinkan mahasiswa memahami hukum secara interdisipliner dan holistic.
Bahkan, pemahaman terhadap hukum yang demikian sudah hams diberikan kepada
mahasiswa di strata satu (S-1).
Sebuah Keniscayaan
Berdasarkan uraian terdahulu, pemahaman interdisipliner terhadap hukum
merupakan kebutuhan yang tak terelakkan, mengingat perkembangan masyarakat di
tingkat domestik maupun global. Lulusan strata satu (S-l) Fakultas Hukum tidak
hanya sekedar menjadi mesin atau corong undang-undang, melainkan dapat sebagai
insan pembaharu hukum. Mereka harus berjuang menegakkan dan membangun
kembali tatanan hukum Indonesia, dan sanggup menghadapi perkembangan global.

You might also like