Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner adalah suatu penyakit jantung yang
disebabkan karena kelainan pembuluh darah koroner. Terminologi sindrom
koroner akut berkembang selama 10 tahun terakhir dan telah digunakan secara
luas. Hal ini berkaitan dengan patofisiologi secara umum yang diketahui
berhubungan dengan kebanyakan kasus angina tidak stabil dan infark miokard.
Sebagai respon terhadap injury dinding pembuluh, terjadi agregasi platelet dan
pelepasan isi granuler yang menyebabkan agregasi platelet lebih lanjut,
vasokonstriksi dan akhirnya pembentukan trombus. 1,2
Pada infark miokard Ustable Angina Pektoris (UAP)/Non ST Elevation
Myocardial Infarction (NSTEMI) disamping nyeri dada dan perubahan EKG
(ST elevasi pada STEMI dan ST depresi,T inversi atau normal pada NSTEMI)
disertai tes cardiac status (kualitatif) atau tes cardiac reader (kuantitatif). Pada
angina biasa tidak ada perubahan dengan EKG dan tidak terdapat kenaikan
enzim jantung.1
Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tercatat bahwa lebih dari
7 juta orang meninggal akibat PJK di seluruh dunia pada tahun 2002, angka ini
diperkirakan meningkat hingga 11 juta orang pada tahun 2020. Di Indonesia,
berdasarkan data survei dari Badan Kesehatan Nasional tahun 2001
menunjukkan tiga dari 1000 penduduk Indonesia menderita PJK, pada tahun
2007 terdapat sekitar 400 ribu penderita PJK dan pada saat ini penyakit jantung
koroner menjadi pembunuh nomor satu di dalam negeri dengan tingkat
kematian mencapai 26%.3
American Heart Association pada tahun 2004 memperkirakan
prevalensi PJK di Amerika Serikat sekitar 13.200.000. Angka kematian karena
PJK di seluruh dunia tiap tahun didapatkan 50 juta, sedangkan di negara
berkembang terdapat 39 juta.4
Menurut ESC (European Society Of Cardiology), sekurang-kurangnya
15 juta penderita gagal jantung di 51 negara Eropa. Prevalensi gagal jantung
asimptomatik sekitar 4% dari jumlah populasi. Prevalensi gagal jantung pada
1
usia lebih tua (70-80 tahun ) juga lebih tinggi sekitar 10-20%. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan diberbagai tempat di Indonesia, penyakit jantung
koroner merupakan penyebab utama dari gagal jantung.4
B. Tujuan penulisan
Penulisan laporan kasus ini bertujuan untuk mempelajari dan
mengetahui definisi, faktor resiko, pathofisiologi, gejala klinis, diagnosis,
pemeriksaan penunjang, pengobatan dan prognosis Ustable Angina Pektoris
(UAP) / Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI).
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. M
Umur
: 71 tahun
Agama
: Islam
Alamat
: Sukoharjo
: 1975xx
II. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Nyeri dada
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD Sukoharjo pada tanggal 17 November 2012
jam 12.17 WIB dengan keluhan sesak nafas sejak 1 minggu. Sesak nafas
dirasakan tidak berkurang dengan perubahan posisi. 1 hari pasien
mengeluh nyeri dada sebelah kiri. Nyeri dada yang menjalar kebagian
leher seperti ditekan dan diremes-remes. Hal seperti ini sudah dirasakan
sejak lama namun kali ini sangat parah. Pasien juga mengakui sudah
minum obat namun sakit tidak berkurang.
Pasien mengatakan bahwa sesak napas dan nyeri dada biasanya timbul saat
beraktivitas dan hilang saat beristirahat. Keluhan sesak napas dan nyeri
dada tidak disertai mual dan muntah.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit serupa : diakui
Riwayat hipertensi
: disangkal
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat Hipertensi
: diakui, ibu pasien memiliki riwayat hipertensi
Riwayat DM
: disangkal
Riwayat asma
: disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Riwayat merokok
: diakui
Riwayat minum alcohol
: disangkal
III.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Compos mentis, lemas
Vital Sign
: TD : 120/80 mmHg
N : 104x/menit
Rr : 36x/menit
T : 36 C
Kepala
: Normocephale
Mata
: Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Thorax
: Cor : Inspeksi : iktus cordis tak tampak, dinding
Palpasi
Perkusi
midclavicularis
: Batas atas jantung SIC III linea
parasternalis sinistra, batas jantung
bawah
SIC
linea
midclavicularis.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, bising
Pulmo : Inspeksi
Palpasi
(-)
: Pengembangan dada kanan = kiri,
ketinggalan gerak (-), retraksi (-)
: Fremitus raba kanan = kiri,
IV.
: Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
:
:
:
:
normal
Ekstremitas
: Akral hangat, oedem (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Infuse RL 16 tpm
Furosemid 1A/12 jam
Ranitidine 1A/12 jam
Antalgin 1A/8 jam
Enoksaparin 0,6/12 jam
ISDN 3x1
Clopidogrel 1x1
Antasid 3xC1
Alprazolam 0,5 1-0-1
Cek EKG
Lapor Sp.PD
VII.
FOLLOW-UP
Tanggal 18 November 2012
S/ sesak napas (+), nyeri dada (+), pusing (+), mual (-), muntah (-), BAB (+),
BAK (+), nafsu makan
O/ Vital sign : TD : 100/70 mmHg
N : 80x/menit
Rr : 20x/menit
T : 36,40C
KU
: CM, lemas
Kepala
: CA(-/-), SI (-/-)
Thorax
: Cor : BJ I-II regular, bising (-)
Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (-)
Extremitas : Akral hangat, oedema (-)
A/ dd UAP/NSTEMI
P/ Rawat ICU
Diet jantung
O2
Infuse RL 16 tpm
Furosemid 1A/12 jam
N : 76x/menit
Rr : 20x/menit
T : 360C
KU
: CM, sedang
Kepala
: CA(-/-), SI (-/-)
Thorax
: Cor : BJ I-II regular, bising (-)
Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (-)
Extremitas : Akral hangat, oedema (-)
A/ dd UAP/NSTEMI
P/ Diet jantung
O2
Infuse RL 16 tpm
Furosemid 1A/12 jam
Ranitidine 1A/12 jam
Antalgin 1A/8 jam
Enoksaparin 0,6/12 jam
ISDN 3x
Clopidogrel 1x1
Antasid 3xC1
Alprazolam 0,5 1-0-1
Tanggal 21 November 2012
Vital sign : TD : 110/70 mmHg
N
: 84x/menit
Rr : 20x/menit
T
: 36,10C
S/ sesak (-), nyeri dada (-), pusing (+) sudah berkurang, mual (-), muntah (-),
sudah mau makan, BAB (+), BAK (+)
O/ KU
: CM, sedang
Kepala
: CA(-/-), SI (-/-)
Thorax
: Cor : BJ I-II regular, bising (-)
Pulmo : SDV (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
Abdomen : Supel, Peristaltik (+), nyeri tekan (-)
Extremitas : Akral hangat, oedema (-)
A/ dd UAP/NSTEMI
P/ ISDN 3x
Clopidogrel 1x1
Antasid 3xC1
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sindroma Koroner Akut
Sindrom koroner akut merupakan suatu istilah yang menggambarkan
kumpulan gejala klinik yang ditandai dengan nyeri dada dan gejala lain yang
disebabkan oleh penurunan aliran darah ke jantung, sindrom ini meliputi
unstable angina pectoris sampai perkembangan menjadi miokard infark akut.
Lebih dari 90% ACS disebabkan oleh gangguan plak aterosklerosis dengan
diikuti agregasi trombosit dan pembentukan thrombus intrakoroner.5
SKA merupakan salah satu bentuk manifestasi klinis dari penyakit
jantung koroner (PJK), salah satu akibat dari proses aterotrombosis selain strok
iskemik serta peripheral arterial disease (PAD). Aterotrombosis merupakan
suatu penyakit kronik dengan proses yang sangat kompleks dan multifaktor
serta saling terkait.6
Infark miokard adalah nekrosis miokard yang berkembang cepat oleh
karena ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen otot-otot
jantung (Fenton, 2009). Hal ini biasanya disebabkan oleh ruptur plak yang
kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan
luasnya miokard infark bergantung pada lokasi oklusi dan aliran darah
kolateral.7
Diagnosis infark miokard didasarkan atas diperolehnya dua atau lebih
dari 3 kriteria, yaitu adanya nyeri dada, perubahan gambaran elektrokardiografi
(EKG) dan peningkatan pertanda biokimia. Sakit dada terjadi lebih dari 20
menit dan tak ada hubungan dengan aktifitas atau latihan. Gambaran EKG
yang khas yaitu timbulnya gelombang Q yang besar, elevasi segmen ST dan
inversi gelombang T (Irmalita, 1996). Pada nekrosis otot jantung, protein
intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi
sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik.8
10
1. Definisi
ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) merupakan sebagian
dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) yang terdiri dari angina pectoris
tak stabil, IMA tanpa elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST.9
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri
koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena
dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan
kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat. 10
11
malam, variasi sirkadian dilaporkan pada pagi hari dalam beberapa jam
setelah bangun tidur.9
b. Nyeri dada
Nyeri dada tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien
SKA. Nyeri dada atau rasa tidak nyaman di dada merupakan keluhan dari
sebagian besar pasien dengan SKA. Seorang dokter harus mampu
mengenal nyeri dada angina dan mampu membedakan dengan nyeri dada
lainnya karena gejala ini merupakan petanda awal dalam pengelolaan
pasien SKA.9
Sifat nyeri dada yang spesifik angina sebagai berikut :
1) Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
2) Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda
berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
3) Penjalaran ke: leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung/
interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
4) Nyeri membaik atau hilang dengan istirahat atau obat nitrat
5) Faktor pencetus : latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah
makan
6) Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
dan lemas.10
c. Elektrokardiografi (EKG)
Pemeriksaan EKG
di
IGD
merupakan
landasan
dalam
12
(L/min/m2)
>2,2
>2,2
<2,2
<2,2
<18
3
9
23
51
>18
<18
>18
Klasifikasi forrester berdasarkan monitoring hemodinamik indeks jantung
dan pulmonary capillary wedge pressure (PCWP).9
Tabel 3. Risk score untuk Infark Miokard dengan Elevasi STEMI
Factor resiko (Bobot)
Skor
resiko/mortalitas
30 hari (%)
Usia 65-74 tahun (2 poin)
0 (0,8)
Usia >75 tahun (3 poin)
1 (1,6)
15
2 (2,2)
3 (4,4)
4 (7,3)
5 (12,4)
6 (16,1)
7 (23,4)
8 (26,8)
>8 (35,9)
paling akhir
yang
(ACC) dan
American Heart Association (AHA) perbedaan angina tak stabil dan infark
tanpa elevasi segmen ST ( NSTEMI) ialah apakah iskemi yang timbul
cukup berat sehingga dapat menimbulkan kerusakan pada miokardium,
sehingga adanya petanda kerusakan miokardium dapat diperiksa. Diagnosis
angina tak stabil bila pasien mempunyai keluhan iskemi sedangkan tak ada
kenaikan troponin maupun CK-MB, dengan ataupun tanpa perubahan ECG
untuk iskemi, seperti adanya depresi segmen ST ataupun elevasi sebentar
atau adannya gelombang T yang negatif.12
2. Etiologi
16
18
Mekanisme
timbulnya
angina
pektoris
didasarkan
pada
kekakuan
arteri
dan
penyempitan
lumen
arteri
koroner
anaerob
untuk
memenuhi
kebutuhan
eneginya.
Proses
20
pemeriksaan
kadar
enzim
secara
serial
untung
21
23
24
secara
subkutan
dan
tidak
membutuhkan
pemeriksaan
laboratorium.
c) Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan
karena bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah,
tanpa dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4.
Hirudin dapat menurunkan angka kematian dan infark miokard,
tetapi komplikasi perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui
untuk menggantikan heparin pada pasien angina tak stabil yang
menjalani PCI. Hirudin maupun bivalirudin dapat menggantikan
heparin bila ada efek samping trombositopenia akibat heparin
(HIT). 21
4) Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien
dengan iskemi berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada
pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3
pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan
operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah
sakit. Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan
penyempitan pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau
bila ada kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan
utama.17
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal
coronary angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat
menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik
didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan melalui kulit ke dalam
arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung. Setelah
berada di pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter
digembungkan. Hal ini akan memecahkan plak dan meregangkan
arteri. Dengan bedah pintas, potongan arteri koroner yang sakit diikat,
dan diambil arteri atau vena dari tempat lain untuk dihubungkan ke
bagian yang tidak sakit. Aliran darah dipulihkan melalui pembuluh
baru ini. Pembuluh yang paling sering ditransplantasikan adalah vena
25
keberhasilan
yang
bervariasi.
Bedah
pintas
koroner
26
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan
keluhan sesak nafas sejak 1 minggu. Sesak nafas dirasakan tidak berkurang
dengan perubahan posisi dan pasien juga mengeluh nyeri dada sebelah kiri. Nyeri
dada yang menjalar kebagian leher seperti ditekan dan diremes-remes. Hal seperti
ini sudah dirasakan sejak lama namun kali ini sangat parah. Pasien juga mengakui
sudah minum obat namun sakit tidak berkurang.
Pasien mengatakan bahwa sesak napas dan nyeri dada biasanya timbul saat
beraktivitas dan hilang saat beristirahat. Keluhan sesak napas dan nyeri dada tidak
disertai mual dan muntah.
Rasa nyeri di daerah dada dan perut di pengaruhi oleh saraf intercostales
(T1-12), nervus sympatikus dan nervus parasimpatikus. Rasa nyeri jantung
biasanya dirasakan dari Th1-4, yang dinamakan serabut sensorik atau viseral
averen. Badan sel berada di dalam ganglion posterior yang sama, sehingga bila di
daerah viseral mengalami suatu cidera maka rasa nyeri tersebut akan terasa di
bagian perifer. Nyeri dada memiliki lokasi yang khas yaitu substernal atau
kadangkala diepigastrium dengan ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat,
perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi
presentasi gejala yang sering ditemukan pada NSTEMI. Walaupun gejala khas
rasa tidak enak didada iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan baik, gejala
tidak khas seperti dispneu, mual, diaphoresis, sinkop atau nyeri dilengan,
epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar
pada pasien-pasien yang berusia lebih dari 65 tahun.
Yang dimasukkan ke dalam angina tidak stabil, yaitu :
28
1. pasien dengan angina yang masih baru dalam 2 bulan, di mana angina cukup
berat dan frekuensi cukup sering, lebih dari 3 kali per hari
2. pasien dengan angina yang semakin bertambah berat, sebelumya angina stabil,
lalu serangan angina timbul lebih sering dan lebih berat sakit dadanya,
sedangkan faktor prespitasi makin ringan
3. pasien dengan serangan angina pada waktu istirahat.
Pada pemeriksaan penunjang EKG ditemukan QRS rate 97x/menit, Aksis
Normal, Gelombang P morfologi normal, durasi 0,12 detik, PR interval 0,2,
Kompleks QRS durasi 0,12, Q patologis II,III dan aVf, T inverted I, aVL, maka
pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis banding UAP/NSTEMI.
Pemeriksaan EKG sangat penting baik untuk diagnosis maupun stratifikasi
resiko pasien angina tak stabil. Adanya depresi segmen ST yang baru
menunjukkan kemungkinan adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga
menunjukkan salah satu tanda iskemia atau NSTEMI. Perubahan gelombang ST
kurang dari 0,5 mm dan gelombang T negatif kurang dari 2 mm, tidak spesifik
untuk iskemia dan dapat disebabkan karena hal lain. Pada angina tak stabil 4%
mempunyai EKG normal, dan pada NSTEMI 1-6% EKG juga normal.
Tindakan dan penanganan dini pada pasien ini adalah pasien dengan
UAP/NSTEMI harus diterapi dengan regimen awal yang sama dengan STEMI
dengan satu pengecualian: tidak ada bukti keuntungan pemberian fibrinolitik.
Anti-iskemik dan analgetik
-
Oksigen
Nitrogliserin
Morfin
Penyekat beta
Anti-platelet
-
Aspirin
Clopidogrel
GP IIb/IIIa inhibitor
Diberikan pada pasien dengan rencana PCI.
Anti-koagulan
Heparin : tiga keuntungan penggunaan low molecular weight (LMW) dibanding
unfractioned heparin (UFH):
29
nyeri (analgetik) injeksi Antalgin, selain itu diberikan juga isosorbid dinitrat ISDN
disini untuk vasodilatasi perifer, terutama pada vena, dengan bekerja pada otot
polos vascular yang mencakup pembentukan nitrat oksida. Ini penting untuk
menghilangkan nyeri dan menenangkan pasien karena bila pasien kesakitan dan
cemas maka akan terjadi takikardia yang dapat meningkatkan beban kerja jantung.
Terapi awal lain adalah pemberian Oksigen.
Enoxaparin digunakan untuk membatasi perluasan thrombosis koroner.
Enoxaparin diabsorbsi secara cepat setelah pemberian melalui subkutan dengan
ketersedian hayati mencapai 100%. Aktifitas plasma puncak tercapai antara 1-5
jam. Waktu paro eliminasi antara 4-5jam tetapi aktifitas Xa bertahan sampai 24
jam setelah pemberian dosis 40 mg, mempunyai aktivitas antifaktor Xa lebih
besar. Enoxaparin dimetabolisme di hati dan dieksresi dalam urin, sebagai obat
yang tidak berubah dan metabolitnya. Bila usia <75 thn dan kreatinin < 2,5
mg/dL maka diberikan bolus ntravena 30 mg dan dilanjukan 1 mg/kgBB per 12
jam. Bila usia di atas 75 thn dan CCT < 30 ml maka dosis bolus 0,75 mg/kgBB
dan dosis pemeliharaan diberikan satu kali sehari.
Antiplatelet untuk Mengurangi agregasi trombosit, adhesi platelet dan
pembentukan trombus melalui penekanan sintesis tromboksan A2 dalam
trombosit. Mengurangi risiko infark miokard pada stenocardia yang tidak stabil.
Obat ini efektif untuk pencegahan primer penyakit kardiovaskular dan pencegahan
sekunder infark miokard. Obat ini dapat meningkatkan aktivitas fibrinolitik dan
mengurangi plasma konsentrasi vitamin K dalam faktor-faktor koagulasi (II, VII,
IX, X).
30
BAB V
KESIMPULAN
teori
penatalaksanaan UAP/NSTEMI.
31
DAFTAR PUSTAKA
1. Hamm CW, Bertrand M, Braunwald E. Acute coronary syndrome without ST
elevation : implementation of new guidelines. Lancet 2001; 358: 1533-8
2. Patrono C, Renda G. Platelet activation and inhibition in unstable coronary
syndromes. Am J Cardiol 1997; 80(5A): 17E-20E
3. World Health Organization. Deaths from coronary heart disease. Cited 2011
Nov
Available
from
URL
http://www.who.int/cardiovascular_diseases/cvd_14_deathHD.pdf
4. Boedi-Darmojo R, Epidemiology of atherosclerotic disease: Special focus on
cardiovascular disease. Dalam: Tanuwidjojo S, Rifqi S. Atherosklerosis from
theory to clinical practice, Naskah lengkap cardiology-update.Semarang:
Badan Penerbit Undip.2003.p.1-1
5. Lilly, L.S.Pathophysiology of Heart Disease : A Collaborative Project of
Medical
Students
and
Faculty.Edisi
Keempat.Baltimore-Philadelpia.
Pathol.
Diambil
dari:
32
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC501424/?page=1.
Di
akses
Desember 20,2012
9. Alwi, I. 2006. Infark miokard akut dengan elevasi ST dalam Aru W.S.,
Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.
10. Antman, E.M., Braunwald, E., ST-Segment Elevation Myocardial Infarction.
In: Kasper, D.L., Fauci, A.S., Longo, D.L., Braunwald, E., Hauser, S.L.,
Jameson, J. L., (eds). Harrisons Principles of Internal Medicine. 16 th ed.
USA. 2005. pp.1532-44
11. Brown, T.C., Penyakit Aterosklerotik Koroner. Dalam: Price, S.A., William,
L.M., (ed.) Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. EGC.
Jakarta. 2006. Hal : 580-587
12. Barriento, Aida Suarez; Romero, Pedro Lopez; Vivas, David and et al.
Circadian Variations of Infarct Size in Acute Myocardial Infarctionm, 2011.
Accessed
Nov
2011.
Avalaibale
form:
http://www.suc.org.uy/correosuc/correosuc6-51_archivos/Heart-2011CircadianVariations.pdf
13. Chou, T., Electrocardiography in Clinical Practice Adult and Pediatric:
Myocardial Infarction, Myocardial Injury, and Myocardial Ischemia. 4th ed.
Pennsylvania: W. B. Saunders Company. 1996.
14. Irmalita, dkk. Tatalaksana Sindroma Koroner Akut dengan Elevasi Segmen
ST. In: Irmalita, Rilantono, L.I., Baraas, F., Karo Karo, S., Roebiono, P.S.,,
(ed). Standard Pelayanan Medik (SPM) Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh
Darah Harapan Kita Edisi 3.2009; 12-16
15. Aslan, Ahmad. Bathini, Prasantha. Smith, Robert. 2004. ACC/AHA
Guidelines for The Management of Patients with ST Elevation Myocardial
Infarction. Cardiac Cath Conference
16. Haru, Sjaharuddin., Alwi, Idrus. 2006. Infark miokard akut tanpa elevasi ST
dalam Aru W.S., Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.
17. Elizabeth J. Corwin. Buku saku patofisiologi.Edisi ke-3.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2009.hal.492-504.
33
18. Trisnohadi, Hanafi B,. 2006. Angina Pectoris Tak Stabil dalam Aru W.S.,
Bambang S., Idrus A., Marcelius S.K., Siti S.S (Eds). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. FK UI. Jakarta.
19. Hamm CW, Braunwald E. A Classification of Unstable Angina revised
Circulation,
2000.
Accssed
Nov
2011.
Avalaible
from:
www.medicalcriteria.com/.../car_angina.htm
20. Hamm, Christian W; Bassand, Jean-Pierre; Agewall, Stefan and et al. ESC
Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients
presenting without persistent ST-segment elevation, 2011. Accessed 9 Nov
2011.
Avalaible
form:
http://www.escardio.org/guidelines-surveys/esc-
guidelines/Pages/ACS-non-ST-segment-elevation.aspx
21. Buku ajar Ilmu penyakit dalam jilid II.Edisi
ke-5.Jakarta:Interna
Publishing;2009.hal.1728-34.
22. Chung E.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler.Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC;2000.
34