You are on page 1of 59

SKENARIO G BLOK 24 TAHUN 2016

Mrs. Retno, 30 year-old woman P0A0 went to PUSKESMAS Semuntul due to increasing
menstrual pain since 3 month ago. She has been complaining of menstrual pain during the
first day, and that disturb her daily activity. She hasnt been complaining about any prolonged
menstrual cycle or heavy menstrual bleeding.
In the examination finding:
Upon admission,
She has been married for 3 years, P 0A0, she hasnt been using contraception method, her lmp
was 12. 12. 2015.
Height : 153 cm; weight : 58 kg;
BP : 120/80 mmHg, HR : 98x/menit, RR: 20x/menit, VAS: 8
Head and neck examination within normal limit.
Pre tibial edema (-)
Gynecology examination :
Outer examination:
Abdomen was flat, simetrically, uterin fundal within normal limit, mass (+), sized 5x6 cm,
cystic, mobile, superior border was 2 finger above sympisis, inferior border was sympisis,
right border was LMC, left border was LMC, pain (+) in left inguinal region, free fluid sign
(-)
Inspeculo:
Portio wasnt livide, closed external os, fluxus (-), fluor (-), erotion/laseration/polyp (-),
uterin sondage was AF 7 cm
Vaginal touche:
Portio was firm, closed external os, uterin corpus within normal limit, left adnexal and
parametrial was tense, right adnexal and parametrial within normal limit, douglas pouch
within normal limit.
USG result:
-

Uterin was anteflexed, size and shape within normal


There was hypoechoic mass with internal echo in left ovary size 6x5.2 cm derived from

endometriosis cyst
Right ovary within normal limit

c/ left endometriosis cyst was suspected


Laboratory: Hb: 11,9 g/dl, PLT: 265.000/mm3, WBC: 8000/ mm3, Ca 125 : 60.28 U/L
I.

KLARIFIKASI ISTILAH
1

No.
1.

Istilah
P0A0

Definisi
Jumlah persalinan yang mencapai viable belum ada, dan tidak
ada riwayat aborsi.

2.

Livid

Berubah warna seperti yang disebabkan oleh kontusio atau


memar; hitam dan biru.

3.

Cystic

Berhubungan dengan atau mengandung kista.

4.

Polyp

Setiap pertumbuhan atau massa yang menonjol dari membrane


mukosa.

5.

Laserasi

Luka robek tetapi disebabkan oleh benda tumpul atau runcing.

6.

Uterin sondase

Alat yang digunakan untuk menentukan bentuk dan panjang


uterus.

7.

Cavum douglas

Celah antara rahim dengan usus akhir sebelum anus atau


rectum.

8.

Adnexal

Struktur tambahan; adnexal uteri adalah struktur tambahan


uterus.

9.

Parametrial

terletak dekat uterus.

II.

IDENTIFIKASI MASALAH
1. Mrs. Retno, 30 year-old woman P0A0 went to PUSKESMAS Semuntul due to
increasing menstrual pain since 3 month ago. She has been complaining of
menstrual pain during the first day, and that disturb her daily activity. She
hasnt been complaining about any prolonged menstrual cycle or heavy
menstrual bleeding. (Main Problem)
2. In the examination finding:
Upon admission,
She has been married for 3 years, P0A0, she hasnt been using contraception method,
her LMP was 12. 12. 2015.
Height : 153 cm; weight : 58 kg;
BP : 120/80 mmHg, HR : 98x/menit, RR: 20x/menit, VAS: 8
Head and neck examination within normal limit.
Pre tibial edema (-)
3. Gynecology examination :
Outer examination:
Abdomen was flat, simetrically, uterin fundal within normal limit, mass (+), sized 5x6
cm, cystic, mobile, superior border was 2 finger above sympisis, inferior border was
sympisis, right border was LMC, left border was LMC, pain (+) in left inguinal
region, free fluid sign (-)
Inspeculo :
Portio wasnt livide, closed external os, fluxus (-), fluor (-), erotion/laseration/polyp
(-), uterin sondage was AF 7 cm
Vaginal toucher :
Portio was firm, closed external os, uterin corpus within normal limit, left adnexal and
parametrial was tense, right adnexal and parametrial within normal limit, douglas
pouch within normal limit.
4. USG result :
- Uterin was anteflexed, size and shape within normal
- There was hypoechoic mass with internal echo in left ovary size 6x5.2 cm derived
-

from endometriosis cyst


Right ovary within normal limit
3

C/ left endometriosis cyst was suspected


Laboratory :
Hb: 11,9 g/dl, PLT: 265.000/mm3, WBC: 8000/ mm3, Ca 125 : 60.28 U/L

III.

ANALISIS MASALAH
1. Mrs. Retno, 30 year-old woman P0A0 went to PUSKESMAS Semuntul due to
increasing menstrual pain since 3 month ago. She has been complaining of menstrual
pain during the first day, and that disturb her daily activity. She hasnt been
complaining about any prolonged menstrual cycle or heavy menstrual bleeding.
a. Bagaimana siklus menstruasi normal?

Gambar Siklus menstruasi


Siklus menstruasi normal dapat dibagi atas dua berdasarkan organ terjadinya
fase dalam siklus menstruasi menjadi siklus ovarium dan siklus uterus. Adapun
5

siklus ovarium dapat dibagi lagi menjadi fase folikular, ovulasi, dan fase luteal.
Sedangkan siklus uterus dibagi menjadi fase menstruasi, fase proliferasi, dan fase
sekretori.
1. Siklus Ovarium
Pada fase folikuler, terjadi proses perkembangan folikel ovarium menuju
kematangan sebagai persiapan untuk ovulasi. Durasi rata-rata fase folikular
manusia adalah 10 hingga 14 hari. Folikel yang matang kemudian dilepaskan
dari ovarium menuju uterus pada saat ovulasi. Sedangkan fase luteal adalah
masa diantara ovulasi dan onset menstruasi siklus berikutnya yang
berlangsung sekitar 14 hari.
- Fase folikular
Hari ke-1 8:
Pada awal siklus, kadar FSH dan LH relative tinggi dan memacu
perkembangan 10 20 folikel dengan satu folikel dominan. Folikel
dominan tersebut tampak pada fase mid-follicular, sisa folikel mengalami
atresia. Relative tingginya kadar FSH dan LH merupakan trigger turunnya
estrogen dan progesterone pada akhir siklus. Selama dan segera setelah haid
kadar estrogen relative rendah tapi mulai meningkat karena terjadi
perkembangan folikel.
Hari ke-9 14:
Pada saat ukuran folikel meingkat lokalisasi akumulasi cairan tampak
sekitar sel granulose dan menjadi konfluen, memberikan peningkatan
pengisian cairan di ruang sentral yang disebut antrum yang merupakan
transformasi folikel primer menjadi sebuah Graafian folikel dimana oosit
menempati posisi eksentrik, dikelilingi oleh 2 sampai 3 lapis sel granulose
yang disebut cumulus ooforus.
Perubahan hormone: hubungannya dengan pematangan folikel adalah
ada kenaikan yang progresif dalam produksi estrogen (terutama estradiol)
oleh sel granulose dari folikel yang berkembang. Mencapai puncak 18 jam
sebelum ovulasi. Karena kadar estrogen meningkat, pelepasan kedua
gonadotropin ditekan (umpan balik negative) yang berguna untuk
mencegah hiperstimulasi dari ovarium dan pematangan banyak folikel.
Sel granulose juga menghasilkan inhibin dan mempunyai implikasi
sebagai factor dalam mencegah jumlah folikel yang matang.
- Ovulasi
Hari ke-14

Ovulasi adalah pembesaran folikel secara cepat yang diikuti dengan


protrusi dari permukaan korteks ovarium dan pecahnya folikel dengan
ekstrusinya oosit yang ditempeli oleh cumulus ooforus. Pada beberapa
perempuan saat ovulasi dapat dirasakan dengan adanya nyeri di fosa iliaka.
Pemeriksaan USG menunjukkan adanya rasa sakit yang terjadi sebelum
folikel pecah.
Perubahan hormone: estrogen meningkatkan sekresi LH (melalui
hipotalamus) mengakibatkan meningkatnya produksi androgen dan
estrogen (umpan balik positif). Segera sebelum ovulasi terjadi penurunan
kadar estradiol yang cepat dan peningkatan produksi progesterone. Ovulasi
terjadi dalam 8 jam dari mid-cycle surge LH.
- Fase Luteal
Hari ke-15 28
Sisa folikel tertahan dalam ovarium dipenitrasi oleh kapilar dan
fibroblast dari teka. Sel granulose mengalami luteinisasi menjadi korpus
luteum. Korpus luteum merupakan sumber utama hormone steroid seks,
estrogen dan progesterone disekresi oleh ovarium pada fase pasca-ovulasi.
Korpus luteum meningkatkan produksi progesterone dan estradiol.
Kedua hormone tersebut diproduksi dari precursor yang sama.
Selama fase luteal kadar gonadotropin mencapai nadir dan tetap rendah
sampai terjadi regresi korpus luteum yang terjadi pada hari ke-26 28. Jika
terjadi konsepsi dan inplantasi, korpus luteum tidak mengalami regresi
karena dipertahankan oleh gonadotropin yang dihasilkan oleh trofoblas.
Jika konsepsi dan implantasi tidak terjadi korpus luteum akan mengalami
regresi dan terjadilah haid. Setelah kadar hormone steroid turun akan diikuti
peningkatan kadar gonadotropin untuk inisisasi siklus berikutnya.
2. Siklus Uterus
- Fase proliferasi
Fase proliferasi ditandai dengan pertumbuhan mitotik decidua
functionalis yang progresif sebagai upaya persiapan implantasi embrio bila
terjadi kehamilan, sebagai respon terhadap peningkatan level estrogen. Di
awal fase ini, tebal endometrium hanyalah sekitar 1-2 mm. Jaringan
endometrium yang awalnya tegak dan pendek berubah menjadi lebih
panjang. Selain itu, epitelnya yang semula berbentuk low columnar di awal
fase berubah menjadi pseudostratified sebelum ovulasi. Selama masa ini,
bagian stroma tersusun rapat dan struktur vaskuler jarang terlihat.
- Fase sekretori
7

Pada siklus 28 hari, ovulasi terjadi pada hari ke-14. Dalam 48 hingga
72 hari setelah ovulasi, onset progesteron memicu perubahan endometrium
secara histologi dimana terlihat adanya sekret eosinofilik kaya protein pada
lumen. Bertolak belakang dengan fase proliferasi, fase sekretori ditandai
dengan efek seluler progesteron dan estrogen. Secara umum, efek
progesteron bersifat antagonis terhadap efek estrogen, dan terdapat
penurunan progresif konsentrasi reseptor estrogen di endometrium. Pada
hari ke 6-7 pasca ovulasi, aktivitas sekretori berada pada puncaknya dan
endometrium telah siap secara optimal untuk implantasi blastokista.
- Menstruasi
Bila tidak terjadi implantasi, sekresi glandular akan berhenti, dan
terjadi peluruhan decidua functionalis. Proses peluruhan inilah yang dikenal
sebagai haid, dimana lisisnya korpus luteum dan produksi estrogen dan
progesteron dianggap sebagai penyebabnya. Dengan adanya withdrawal
dari hormon seks steroid, terjadilah spasme arterial yang memicu iskemia di
endometrium sekaligus kerusakan lisosom dan pelepasan enzim-enzim
proteolitik, yang kemudian memicu kerusakan jaringan secara lokal.
Lapisan ini kemudian luruh, meninggalkan decidua basalis sebagai sumber
pertumbuhan endometrium selanjutnya. Prostaglandin, yang diproduksi
selama siklus menstruasi berada pada konsentrasi tertinggi saat haid.
Prostaglandin F2 (PGF2) merupakan vasokonstriktor kuat sehingga
menyebabkan spasme arterial dan iskemia endometrium. Selain itu, PGF2
juga mengakibatkan konsentrasi miometrium yang menurunkan aliran darah
lokal ke uterus dan sekaligus membantu pengeluaran jaringan endometrium
yang sudah luruh dari uterus.
b. Apa hubungan usia, status P0A0 dengan keluhan nyeri menstruasi?
Keluhan nyeri menstruasi yang sampai mengganggu aktivitas biasanya adalah
merupakan gejala dari endometriosis. Nyeri haid pada endometriosis disebabkan
oleh reaksi peradangan akibat sekresi sitokin dalam rongga peritoneum, akibat
perdarahan lokal pada sarang endometriosis dan oleh adanya infiltrasi
endometriosis ke dalam saraf pada rongga panggul. Umumnya endometriosis
terjadi pada wanita usia reproduksi. P0A0 pada kasus dapat berhubungan dengan
penyakit yang di derita yaitu endometriosis, karena endometriosis dapat
mengakibatkan subfertilitas.
8

c. Mengapa nyeri menstruasi terjadi pada hari pertama hingga menganggu aktivitas?
Sel endometrium yang berpindah akan terkelupas dan terlokalisir di satu
tempat dan merangsang respon inflamasi dengan melepaskan materi citokin
sehingga muncul perasaan nyeri. Selain itu, nyeri juga dapat ditimbulkan akibat
sel endometrium yang berpindah tersebut menyebabkan jaringan prut di tempat
perlekatan yang menimbulkan perlengketan organ, seperti ovarium, ligamentum
ovarium, saluran telur (tuba fallopii), usus, kandung kemih dll. Perlengketan ini
akan merusak organ tersebut dan menimbulkan nyeri yang hebat disekitar
panggul.
d. Apa saja klasifikasi nyeri dari Dismenorrhea?
Dismenore dapat dibagi atas 2 bagian berdasarkan kelainan ginekologi, antara
lain:
a. Dismenore Primer.
Merupakan nyeri haid yang tidak terdapat hubungan dengan kelaiann
ginekologi, atau kelainan secara anatomik. Kejadian dismenore primer ini
tidak berhubungan dengan umur, ras maupun status ekonomi. Namun derajat
nyeri yang dirasakan serta durasi mempunyai hubungan dengan usia saat
menarche, lamanya menstruasi, merokok dan adanya peningkatan Index
Massa Tubuh. Sebaliknya gejala dismenore primer ini semakin berkurang jika
dikaitkan dengan jumlah paritas.
b. Dismenore Sekunder.
Nyeri haid yang disebabkan oleh kelainan ginekologi atau kelainan secara
anatomi. Gejala dismenore sekunder ini dapat ditemukan pada wanita dengan
endometriosis, adenomiosis, obstruksi pada saluran genitaia, dan lain-lain.
Sehingga pada wanita dengan dismenore sekunder ini juga dapat ditemukan
dengan komplikasi lain seperti dyspareunia, dysuria, perdarahan uterus
abnormal, infertilitas dan lain-lain.
e. Apa makna klinis nyeri menstruasi bertambah hebat sejak 3 bulan yang lalu?
Nyeri menstruasi yang terjadi 3 bulan yang lalu menandakan bahwa dimulai
dari 3 bulan tersebut kistik ovarium endometriosis sudah terbentuk sempurna,
diketahui pula bahwa kista ovarium merangsang sitokin, seperti IL-1, IL-6, IL-8,
IL-10 dan TNF alpha, dimana sitokin sitokin tersebut berperan dalam timbulnya
rasa nyeri (terutama nyeri saat hari pertama menstruasi). Ditambah lagi saat
9

menstruasi endometriosis yang berada diovarium akan terlepas yang nantinya


berupa pendarahan, hal ini juga merangsang untuk timbulnya nyeri.
f. Apa makna klinis tidak ada keluhan siklus menstruasi yang memanjang dan tidak
ada perdarahan yang berlebihan?
Makna klinis tidak ada keluhan siklus menstruasi yang memanjang dan tidak
ada perdarahan yang berlebihan adalah untuk menyingkirkan diagnosis banding.
- Siklus menstruasi yang memanjang (Oligomenorea) berhubungan erat dengan
gangguan ovulasi akibat meningkatnya

hormon androgen. Stres fisik dan

emosional juga mempunyai hubungan dengan oligomenorea. Pada orang


oligomenorea disertai obesitas dan infertilitas perlu dipikirkan kemungkinan
-

sindroma metabolik.
Perdarahan yang berlebihan (Hypermenorrhea/menoragia) disebabkan oleh
gangguan keseimbangan (hemostasis) darah dan gangguan anatomi uterus.
Gangguan anatomi yang bisa terjadi misalnya mioma uteri, polip, dan
hiperplasia pembuluh darah.

2. In the examination finding:


Upon admission,
She has been married for 3 years, P0A0, she hasnt been using contraception method,
her LMP was 12. 02. 2016.
Height : 153 cm; weight : 58 kg;
BP : 120/80 mmHg, HR : 98x/menit, RR: 20x/menit, VAS: 8
Head and neck examination within normal limit.
Pre tibial edema (-)
a. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan diatas?
- P0A0
Tidak terjadi kehamilan pada Ny. Retno padahal telah menikah 3 tahun.
Subfertilitas pada penderita endometriosis disebabkan oleh perlengketan pada
ruang pelvis yang mengganggu pelepasan oosit dari ovarium atau
-

menghambat perjalanan ovum untuk bertemu dengan sperma.


IMT
Infertilitas dapat terjadi pada 1 dari 6 pasangan di usia reproduktif,
terutama pada pasangan yang mengalami obesitas. Gangguan siklus
anovulatory dan endometriosis dapat menyebabkan terjadinya gangguan siklus
menstruasi yang merupakan salah satu penyebab utama terjadinya infertilitas
10

pada wanita. Keadaan ini berkaitan erat dengan status obesitas dan gangguan
hormonal yang diakibatkan oleh status obesitas. Kehidupan reproduksi
seorang wanita

dipengaruhi

oleh

beberapa

faktor, yang

berpotensi

menimbulkan gangguan. Salah satu faktor yang berpengaruh ada;ah obesitas,


yang identik dengan hiperkolesterolemia. Kolesterol merupakan bahan
pembentuk hormon steroid. Semua organ penghasil steroid, kecuali plasenta,
dapat mensintesis kolesterol dari asetat. Akan tetapi, pada mayoritas keadaan
tertentu, sintesis lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan dan harus
menggunakan kolesterol yang bersirkulasi. Produksi steroid di dalam ovarium
terjadi pada sistem dua sel. Sel teka menghasilkan androgen dan merespon
luteinizing hormone (LH) dengan meningkatkan jumlah reseptor LDL (lowdensity lipoprotein) yang berperan dalam pemasukan kolesterol ke dalam sel.
LH juga menstimulasi aktivitas protein khusus (P450scc), yang menyebabkan
peningkatan produksi androgen. Ketika androgen berdifusi ke sel granulosa,
androgen mengalami metabolisme oleh aromatase menjadi estrogen.
Seseorang dengan obesitas akan identik dengan hiperkolesterolemia yang
ditandai dengan tingginya kadar trigliserid dan LDL dalam darah. Padahal,
LDL merupakan molekul pembawa kolesterol ke dalam sel teka untuk
dijadikan bahan pembuat androgen. Melalui dasar mekanisme tesebut,
tingginya kadar LDL dapat berdampak pada tingginya kadar androgen, yang
pada akhirnya menyebabkan peningkatan kadar estrogen. Kadar estrogen yang
tinggi memberikan umpan balik negatif terhadap hormon FSH (follicle
stimulating hormone) melalui sekresi protein inhibin yang menghambat
hipofisis anterior untuk menyekresikan FSH. Sedangkan terhadap LH,
peninggian kadar estrogen memberikan umpan balik positif sehingga kanaikan
kadar LH merangsang sintesis androgen, kenaikan kadar androstenedion, dan
-

diubah oleh jaringan lemak/otot menjadi estrogen di perifer.


VAS 8
Nyeri haid pada endometriosis disebabkan oleh reaksi peradangan akibat
sekresi sitokin dalam rongga peritoneum, akibat perdarahan lokal pada sarang
endometriosis dan oleh adanya infiltrasi endometriosis ke dalam saraf pada
rongga panggul.

b. Apa makna klinis sudah menikah 3 tahun dengan P0A0?

11

Ny. Retno yang sudah menikah 3 tahun, tidak menggunakan alat kontrasepsi,
namun masih tidak terjadi kehamilan, hal tersebut dapat diklasifikasikan sebagai
infertilitas. Infertilitas adalah tidak terjadinya kehamilan setelah menikah 1 tahun
atau lebih dengan catatan pasangan tersebut melakukan hubungan seksual secara
teratur tanpa adanya pemakaian kontrasepsi. Mengingat faktor usia merupakan
faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan pengobatan, maka bagi
perempuan berusia 35 tahun atau lebih tentu tidak perlu harus menunggu selama 1
tahun. Minimal enam bulan sudah cukup bagi pasien dengan masalah infertilitas
untuk datang ke dokter untuk melakukan pemeriksaan dasar. WHO memberi
batasan:

Infertilitas primer adalah belum pernah hamil pada wanita yang telah
berkeluarga meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur tanpa
perlindungan kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12 bulan.

Infertilitas sekunder adalah tidak terdapat kehamilan setelah berusaha dalam


waktu 1 tahun atau lebih pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan
hubungan seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi
sebelumnya pernah hamil.

c. Apa makna klinis tidak menggunakan kontrasepsi?


Makna klinisnya ialah menyingkirkan penyebab Ibu Retno belum hamil juga
selama 3 tahun. Pada kasus ini etiologi subfertil pada Ibu Retno ialah lesi pada
endometrium menyebabkan perlekatan periovarian dan peritubuler atau kerusakan
hebat pada indung telur. Secara teoritis, output prostaglandin yang tinggi akan
menyebabkan gangguan motilitas tuba atau terganggunya spermatozoa akibat
adanya reaksi imunologi.
3. Gynecology examination :
Outer examination:
Abdomen was flat, simetrically, uterin fundal within normal limit, mass (+), sized 5x6
cm, cystic, mobile, superior border was 2 finger above sympisis, inferior border was
sympisis, right border was LMC, left border was LMC, pain (+) in left inguinal
region, free fluid sign (-)
Inspeculo
12

Portio wasnt livide, closed external os, fluxus (-), fluor (-), erotion/laseration/polyp
(-), uterin sondage was AF 7 cm
Vaginal toucher :
Portio was firm, closed external os, uterin corpus within normal limit, left adnexal and
parametrial was tense, right adnexal and parametrial within normal limit, douglas
pouch within normal limit.
a. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan luar?
Hasil Pemeriksaan

Normal

Interpretasi dan

Abdomen datar
Abdomen simetris
Fundus uteri batas

Datar
Simetris
Fundus dalam batas

Mekanisme
Normal
Normal
Normal

normal
Massa ukuran 5x6

normal
Tidak teraba massa

Abnormal, terjadi karena

mobile, batas atas 2 jari

implantasi endometrium

atas simfisis, BB:

di ovarium dan

Simfisis, BKa: RMC,

mengadakan proliferasi

Bki: LMC
Nyeri di Regio inguinal

sehingga timbul massa


Abnormal, terjadi karena

Tidak teraba nyeri

kiri

terdapat massa pada


regio inguinal yang
meregang adnexa dan
parametrium sehingga

Free Fluid Sign (-)

menimbulkan nyeri.
Normal

(-)

b. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan


inspeculo?
Hasil
Portio tidak livide
Closed external os
Fluxus (-)
Flour (-)
Erotion/laseration/polyp
(-)
Uterine sondage AF 7

Normal
Tidak ada

Interpretasi
Mekanisme
Normal,
tidak -

Tidak ada

hamil
Normal,

tidak -

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

hamil
Normal
Normal
Normal

7 7,5 cm

Normal

13

cm
c. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormal pada pemeriksaan VT?
Hasil pemeriksaan
Interpretasi
Mekanisme abnormal
Portio keras
Normal, tidak terjadi
Ostium uteri tertutup
kehamilan
Corpus uteri normal
Douglas pouch normal
Adnexa dan parametrial kiri Abnormal
Terjadi endometriosis yang
tegang, kanan normal

tumbuh di ovarium kiri


adanya massa pada ovarium
kiri

yang

adnexa
menjadi

menyebabkan

serta

parametrium

tegang

pada

perabaan

d. Bagaimana gambaran letak massa pada pemeriksaan luar? (cystic)

14

e. Bagaimana cara membedakan massa cystic dengan massa padat?


- Kista adalah kantung yang berisi cairan, gas atau zat semi padat, sedangkan
tumor adalah massa jaringan yang solid. Karena fakta diatas, kista umumnya
-

lebih lembut dibandingkan tumor


Kista jarang bersifat ganas, berbeda dengan tumor
Kista disebabkan oleh infeksi, produksi berlebihan dari kelenjar sebaceous

atau karena benda asing. Sedangkan penyebab tumor tidak diketahui


Kista di dalam tubuh dapat pecah dan menumpahkan isinya, hal ini sangat
membahayakan. Sedangkan tumor tidak berbahaya asalkan bersifat jinak (non-

ganas) dan tidak mengganggu fungsi tubuh.


Kista ketika dipalpasi akan terasa lentingan.

f. Bagaimana cara membedakan kista, endometriosis, kista endometriosis?


Cara membedakan kista, endometriosis dan kista endometriosis dapat
dilakukan dengan cara anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
yaitu USG dimana ditemukan gambran hypoechoic.
4. USG result :
- Uterin was anteflexed, size and shape within normal
- There was hypoechoic mass with internal echo in left ovary size 6x5.2 cm derived
-

from endometriosis cyst


Right ovary within normal limit
c/ left endometriosis cyst was suspected

laboratory :
15

Hb: 11,9 g/dl, PLT: 265.000/mm3, WBC: 8000/ mm3, Ca 125 : 60.28 U/L
a. Apa interpretasi dan bagaimana mekanisme abnormal pemeriksaan USG dan
laboratorium?
Hasil Pemeriksaan
Gambaran Normal
Uterus anteflexi, ukuran Antefleksi atau retrofleksi
dan bentuk normal
Massa hipoekoik dengan Tidak ada massa. Ovarium
internal echo pada ovarium tidak terdapat echo

Interpretasi
Normal
Abnormal
Massa pada ovarium
kiri merupakan kista

kiri 6x5.2 cm

coklat endometriosis
(endometrioma).
Ovarium kanan normal
Normal
Normal
Mekanisme Abnormal
Implantasi abnormal jaringan endometrium pada ovarium dikenal sebagai
endometriosis. Peluruhan jaringan endometrium abnormal pada saat haid
mengakibatkan darah tidak mampu keluar dari tubuh seperti pada jaringan
endometrium normal, akibatnya darah terperangkap. Darah yang terperangkap
lama-kelamaan menimbulkan involusi korteks ovarium yang membentuk
pseudokista. Teori ini dikemukakan oleh Hughesdon pada tahun 1957.
Teori lain dikemukakan oleh Donnez, et.al (1996), yang menyatakan bahwa
kista terbentuk karena metaplasia epitel selomik yang invaginasi ke epitel
ovarium. Satu lagi teori dikemukakan oleh Nezhal, et.al (1992). Teori tersebut
mengatakan bahwa kista coklat merupakan hasil dari transformasi endometriosis
dari kista fungsional yang sudah ada.
Pemeriksaan
Hemoglobin
Trombosit
WBC
CA 125

Hasil
11,9 g/dL

Nilai Rujukan
12 16 g/dL

265.000/mm3
8000/ mm3
60.28 U/L

250.000 450.000/mm3
5.000 10.000/mm3
<35 U/mL

Interpretasi
Normal
Sedikit turun (0,1 g/dL)
tidak bermakna
Normal
Normal
Meningkat
tumor marker

Mekanisme Abnormal
CA 125 digunakan sebagai marker tumor pilihan pada tumor epithel ovarium.
Antigen CA 125 dihasilkan oleh epitel yang berasal dari epitel coelom (sel
mesothelial pleura, pericardium dan peritoneum) dan epitel saluran muller (tuba,
endometrium, dan endoserviks). Permukaan epitel ovarium fetus dan dewasa tidak

16

menghasilkan CA 125 kecuali kista inklusi, permukaan epitel ovarium yang


mengalami metaplasia dan yang mengalami pertumbuhan papiler.
Pada kelainan ginekologi yang jinak, peningkatan kadar CA 125 ditemukan
pada endometriosis, penyakit radang panggul, myoma uteri, abses tubo ovarial
dan TB multiviseral. Pada awal kehamilan juga dapat dijumpai peningkatan CA
125.
Hubungan antara endometriosis dengan peningkatan kadar CA 125 telah
dikemukakan sejak tahun 1980-an, dimana peningkatan ini terjadi karena
konsentrasi yang lebih tinggi dari ektopik endometrium dibanding eutopik
endometrium.
CA 125 dihasilkan juga oleh ektopik endometrium. Selama siklus haid normal,
ektopik endometrium adalah sumber utama dari produksi dan sekresi CA 125 ke
dalam rongga kelenjar dan pembuluh darah sehingga pada beberapa wanita dapat
dijumpai peningkatan CA 125 selama menstruasi, baik yang mengalami
endometriosis maupun tidak. Hal ini mungkin disebabkan refluks endometrium
menstrual ke rongga peritoneum. Deposit ektopik endometrium ini dapat dijumpai
di ovarium, peritoneum, ligamentum uterosacral dan kavum douglas. Kista
endometriosis mengandung konsentrasi CA 125 yang sangat tinggi.
b. Bagaimana gambaran USG normal dan abnormal pada kasus?
- The normal ovary in pre-menopausal women contains small cysts.
The images show two normal ovaries with several anechoic, simple cysts
consistent with Graafian follicles.

Mildly hypoechoic ovarian lesion with through transmission. On ultrasound


this can again either be a hemorrhagic cyst or an endometrioma.

17

5. Analisa Aspek Klinis


a. Bagaimana cara penegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang lain pada
kasus?
Anamnesis
Diagnosis dimulai dari anamneses, dimana keluhan atau gejala yang sering
ditemukan adalah :
-

Nyeri perut bawah yang progresif dan dekat paha yang terjadi pada dan selama
haid (dismenorea)

Dispareuni, dapat meluas menjadi nyeri punggung

Nyeri saat defekasi, terutama saat haid

Nyeri Kronik dan terdapat eksaserbasi akut

Poli dan hipermenorea

Infertilitas

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan pelvis ditemukan nyeri tekan yang sangat mudah dideteksi
saat menstrusi. Ligament uterosakral dan kul-de-sac yang bernodul dapat
ditemukan. Uterus terfiksasi secara retroversi akibat dari perlengketan. Nodul
kebiruan dapat ditemukan pada vaginan akibat infiltrasi dari dinding posterior
vaginal.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium pada endometriosis tidak member tanda yang khas,
hanya apabila ada darah pada tinja atau urin pada waktu haid menunjukkan
tentang adanya endometriosis pada rekstosigmoid atau kandung kemih.
Pemeriksaan Radiologi
Pembuatan foto roentgen dengan memasukkan barium dalam kolon dapat
memberikan gambaran dengan filling defect pada rektosigmoid dengan batas yang
jelas dan mukosa yang utuh. Transvaginal sonografi adalah metode yang berguna
untuk mengidentifikasi kista coklat klasik dari ovarium. Tampilan tipikal adalah
18

kista yang berisis echo homogeny internal drajat rendah yang konsisten dengan
darah lama. Gambaran sonografi dari endometrioma bervariasi dari kisa sederhana
hingga kista kompleks dengan echo internal hingga massa solid, tanpa vakular.
MRI berguna untuk melihat keterlibatan rectum dan menunjukkan secara akurat
endometriosis rektovaginal dan kul-de-sac.
Pemeriksaan Laparoskopi dan Biopsi
Laparoskopi dengan biopsy adalah satu satunya cara defenitif untuk
endometriosis. Merupakan prosedur invasive dengan sensitivitas 97% dan
spesifisitas 77%. Temuannya adalah lesi biru-hitam dan classic powder burn.
Gambaran mikroskopik pada ovarium tampak kista biru kecil sampai besar berisi
darah tua menyerupai coklat. Kista ini dapat keluar dan menyebabkan perlekatan
dan bahkan penyakit abdomen akut. Pada permukaan rectum dan sigmoid sering
dijumpai bejolan kebiruan tersebut. Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan
ciri-ciri khas endometrium. Disekitarnya tampak sel radang dan jaringan ikat.

Kista coklat ovarium

19

Powder burn lesion

Endometriosis sedang-berat
b. Apa diagnosis banding pada kasus?
Diagnosis banding utama pada endometriosis akut adalah
1. Penyakit radang panggul menahun
2. Salphingits akut berulang
3. Neoplasma ovarium jinak atau ganas
4. Kehamilan ektopik
c. Apa diagnosis kerja pada kasus?
Ny. Retno, 30 tahun, P0A0, mengeluh nyeri menstruasi sejak 3 bulan yang lalu et
causa kista endometriosis di ovarium sinistra.
Definisi: Endometriosis adalah implan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma)
abnormal mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar
kavum uterus, dan memicu reaksi peradangan menahun.
d. Apa etiologi pada kasus
- Genetik
Penyakit kista endometriosis bisa terjadi, karena di sebabkan oleh genetik.
Karena akan sangat berpengaruh pada keturunan hingga banyak kasus yang
terjadi penyebab dari kista endometriosis di sebabkan oleh keturunan atau
genetik, walaupun kemungkinan nya kecil karena wanita yang memiliki kista
-

endometriosis akan sulit untuk hamil.


Menstruasi retrograde
Menstruasi retgrograde merupakan kondisi dimana darah menstruasi yang
harus nya keluar vagina, akan kembali lagi masuk ke dalam dan menyebabkan
20

darah kembali dengan melewati tuba falopi. Hal ini bisa terjadi pada siapapun,
tetapi tubuh juga bisa dengan mudah untuk mengeluarkan kembali dengan
mudah. tetapi ada sebagian wanita yang mengalami kelainan, sehingga tidak
dapat mengeluarkan darah yang masuk kembali dan pada akhir nya menjadi
penyebab penyakit endometriosis
e. Bagaimana epidemiologi pada kasus?
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukkan angka
kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5 15% dapat ditemukan di
antara semua operasi pelvic. Yang menarik adalah bahwa endometriosis lebih
sering ditemukan pada wanita yang tidak menikah pada umur muda, dan
tidak mempunyai banyak anak. Di Amerika Serikat, endometriosis timbul pada 7 10% populasi, biasanya berefek

pada

wanita

usis

produktif.

Prevalensi

endometriosis pada wanita infertileadalah sebesar 20 50% dan 80% pada wanita
dengan nyeri pelvis. Terdapat keterkaitan keluarga, dimana resiko meningkat 10
kali lipat pada wanita dengan keluarga derajat pertama yang mengidap penyakit
ini
f. Apa faktor resiko pada kasus?
- Wanita yang mempunyai riwayat kesehatan keluarga yang menderita penyakit
endometriosis (faktor genetik berperan 6-9 kali lebih banyak dengan riwayat
-

keluarga yang menderita)


Wanita usia produktif (15-44 tahun)
Wanita yang mengalami siklus haid selama 27 hari atau kurang
Wanita yang mengalami menarche atau mentruasi pertama yang cenderung

lebih awal
Wanita yang mengalami menstruasi atau haid selama 7 hari bahkan lebih
Wanita yang mengalami orgasme disaat menstruasi berlangsung

g. Bagaimana patofisiologi pada kasus?


Teori-teori pathogenesis endometriosis antara lain, sebagai berikut:
1. Teori retrograde menstruasi
Teori pertama yaitu teori retrograde menstruasi, juga dikenal sebagai teori
implantasi jaringan endometrium yang viable (hidup) dari Sampson. Teori ini
didasari atas 3 asumsi:
1. Terdapat darah haid berbalik melewati tuba falopii
2. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut hidup dalam rongga
peritoneum
21

3. Sel-sel endometrium yang mengalami refluks tersebut dapat menempel ke


peritoneum dengan melakukan invasi, implantasi dan proliferasi.
Model retrograde menstruation merupakan teori yang paling luas diterima
dalam menjelaskan pertumbuhan endometriosis. Jaringan endometrium juga
dideteksi dalam tuba falopi yang diangkat saat histerektomi. Refluks jaringan
endometrium diperkirakan berimplantasi pada permukaan peritoneum dan
ovarium. Hal ini dapat terjadi pada 80% wanita yang menstruasi, namun tidak
menjadikan

semuanya

menderita

endometriosis.

Unuk

menjelaskan

ketidaksesuaian ini, penganut teori ini berhipotesis bahwa endometriosis


terjadi pada wanita yang memiliki gangguan sistem imunitas seperti gangguan
yang tidak dapat mengidentifikasi dan menghancurkan sel endometrium yang
berada pada kavum peritoneum. Teori ini mendapat bantahan dengan alasan
hal ini tidak mungkin karena sistem imun tidak dikerahkan untuk menyerang
sel

endometrium,

yang

merupakan

self-antigen.

Fakta

lain

adalah

endometriosis dapat terjadi setelah ligasi tuba yang kambuh setelah


pembedahan atau de novo.

Figure 1: Origin of iron overload in the pelvic cavity of endometriosis patients


Erythrocytes are carried into the pelvic cavity by retrograde menstruation and
haemorrhaging foci of ectopic endometrium. A proportion of them are
phagocytosed by peritoneal macrophages. Macrophages store some iron in the
22

form of ferritin or haemosiderin, and release some that binds to transferrin.


Lysis of erythrocytes also releases haemoglobin into peritoneal fluid.
Transferrin and haemoglobin cause increased pelvic iron concentrations and
may be assimilated by ectopic endometrial cells, resulting in the formation of
iron deposits (ferritin or haemosiderin).

2. Teori metaplasia soelomik


Teori ini pertama kali diperkenalkan pada abad ke-20 oleh Meyer. Teori ini
menyatakan bahwa endometriosis berasal dari perubahan metaplasia spontan
dalam sel-sel mesotelial yang berasal dari epitel soelom (terletak dalam
peritoneum dan pleura). Perubahan metaplasia ini dirangsang sebelumnya oleh
beberapa faktor seperti infeksi, hormonal dan rangsangan induksi lainnya.
Teori ini dapat menerangkan endometriosis yang ditemukan pada laki-laki,
sebelum pubertas dan gadis remaja, pada wanita yang tidak pernah menstruasi,
serta yang terdapat di tempat yang tidak biasanya seperti di pelvik, rongga
toraks, saluran kencing dan saluran pencernaan, kanalis inguinalis, umbilikus,
dimana faktor lain juga berperan seperti transpor vaskular dan limfatik dari sel
endometrium.
Metaplasia coelomic (teori Meyer) dan teori induksi. Teori Meyer berdasarkan
fakta bahwa sel dari peritoneum, permukaan ovarium dan endometrium
berasal dari prekursor embriologikal, yakni sel coelomic. Pada saat pubertas,
estrogen yang tinggi menginduksi sel peritoneum maupun permukaan sel telur
yang mengalami metaplasia menjadi sel endometrium. Metaplasia ini juga
diinduksi oleh substansi yang memproduksi sel endometrium yang terdapat di
kavum peritoneum akibat retrograde menstruation. Teori ini tidak didukung
bukti ilmiah yang kuat. Penelitian belum bisa menunjukkan sel-sel peritoneum
mampu berdiferensiasi menjadi sel sel yang mirip endometrium. Metaplasia
merupakan proses yang berhubungan dengan umur, yang meningkat
seiringnya bertambah usia. Endometriosis terjadi terutama pada usia
reproduktif, dengan insidensi tertinggi usia 28 tahun.
3. Teori transplantasi langsung

23

Transplantasi langsung jaringan endometrium pada saat tindakan yang kurang


hati-hati seperti saat seksio sesaria, operasi bedah lain, atau perbaikan
episiotomi, dapat mengakibatkan timbulnya jaringan endometriosis akibat
bekas parut operasi dan pada perineum bekas perbaikan episiotomi tersebut.
4. Teori genetik dan imun
Endometriosis 6-7 kali lebih sering ditemukan pada hubungan keluarga ibu
dan anak dibandingkan populasi umum, karena endometriosis mempunyai
suatu dasar genetik. Matriks metaloproteinase (MMP) merupakan enzim yang
menghancurkan matriks ekstraseluler dan membantu lepasnya endometrium
normal dan pertumbuhan endometrium baru yang dirangsang oleh estrogen.
Tampilan MMP meningkat pada awal siklus haid dan biasanya ditekan oleh
progesteron selama fase sekresi. Tampilan abnormal dari MMP dikaitkan
dengan penyakit-penyakit invasif dan destruktif. Pada wanita yang menderita
endometriosis, MMP yang disekresi oleh endometri-um luar biasa resisten
terhadap penekanan progesteron. Tampilan MMP yang menetap didalam selsel endometrium yang terkelupas dapat mengakibatkan suatu potensi invasif
terhadap endometrium yang berbalik arah sehingga menyebabkan invasi dari
permukaan peritoneum dan selanjutnya terjadi proliferasi sel.
Pada penderita endometriosis terdapat gangguan respon imun yang
menyebabkan pembuangan debris pada darah haid yang membalik tidak
efektif. Makrofag merupakan bahan kunci untuk respon imun alami, bagian
sistem imun yang tidak antigen-spesifik dan tidak mencakup memori
imunologik. Makrofag mempertahankan tuan rumah melalui pengenalan,
fagositosis, dan penghancuran mikroorganisme yang jahat dan juga bertindak
sebagai pemakan, membantu untuk membersihkan sel apoptosis dan sel-sel
debris. Makrofag mensekresi berbagai macam sitokin, faktor pertumbuhan,
enzim dan prostaglandin dan membantu fungsi-fungsi faktor diatas disamping
merangsang pertumbuhan dan proliferasi tipe sel yang lain. Makrofag terdapat
dalam cairan peritoneum normal dan jumlah serta aktifitasnya meningkat pada
wanita dengan endometriosis. Pada penderita endometriosis, makrofag yang
terdapat di peritoneum dan monosit yang beredar teraktivasi sehingga
penyakitnya berkembang melalui sekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang
merangsang proliferasi dari endometrium ektopik dan menghambat fungsi
24

pemakannya. Natural killer juga merupakan komponen lain yang penting


dalam proses terjadinya endometriosis, aktifitas sitotoksik menurun dan lebih
jelas terlihat pada wanita dengan stadium endometriosis yang lanjut.
5. Faktor endokrin
Perkembangan dan pertumbuhan endometriosis tergantung kepada estrogen
(estrogen-dependent disorder). Penyimpangan sintesa dan metabolisme
estrogen telah diimplikasikan dalam patogenesa endometriosis. Aromatase,
suatu enzim yang merubah androgen, androstenedion dan testosteron menjadi
estron dan estradiol. Aromatase ini ditemukan dalam banyak sel manusia
seperti sel granulosa ovarium, sinsisiotrofoblas di plasenta, sel lemak dan
fibroblas kulit.
Kista endometriosis dan susukan endometriosis diluar ovarium menampilkan
kadar aromatase yang tinggi sehingga dihasilkan estrogen yang tinggi pula.
Dengan kata lain, wanita dengan endometriosis mempunyai kelainan genetik
dan membantu perkembangan produksi estrogen endometrium lokal.
Disamping itu, estrogen juga dapat merangsang aktifitas siklooksigenase tipe2 lokal (COX-2) yang membuat prostaglandin (PG)E2, suatu perangsang poten
terhadap aromatase dalam sel stroma yang berasal dari endometriosis,
sehingga produksi estrogen berlangsung terus secara lokal.

Gambar Sintesis Estrogen Pada Endometriosis


Estron

dan

estradiol

saling

dirubah

oleh

kerja

17-hidroksisteroid

dehidrogenase (17HSD), yang terdiri dari 2 tipe: tipe-1 merubah estron


menjadi estradiol (bentuk estrogen yang lebih poten) dan tipe-2 merubah
estradiol menjadi estron. Dalam endometrium eutopik normal, progesteron
merangsang aktifitas tipe-2 dalam kelenjar epitelium, enzim tipe-2 ini sangat
25

banyak ditemukan pada kelenjar endometrium fase sekresi. Dalam jaringan


endometriotik, tipe-1 ditemukan secara normal, tetapi tipe-2 secara bersamaan
tidak ditemukan. Progesteron tidak merangsang aktiftas tipe-2 dalam susukan
endometriotik karena tampilan reseptor progesteron juga abnormal. Reseptor
progesteron terdiri dari 2 tipe: PR-A dan PR-B, keduanya ini ditemukan pada
endometrium eutopik normal, sedangkan pada jaringan endometriotik hanya
PR-A saja yang ditemukan

6. Metastasis vaskular dan limfatik (teori Halban)


Teori Halban mengatakan bahwa endometriosis yang terjadi pada organ jauh
akibat sel endometrium yang hidup menyebar melalui pembuluh darah dan
limfatik. Teori ini menjelaskan kejadian endometriosis yang jarang terjadi di
ekstrapelvis, seperti di otak dan paru -paru, tapi tidak menjelaskan lesi pelvik
yang biasa terjadi yang mengacu akibat lokasi berdasarkan posisi gravitasi.
7. Teori penyakit sel endometrium dengan mekanisme seluler.
Implantasi superficial kavum peritoneum dianut sebagai temuan fisiologis
yang dapat menghilang secara spontan. Deep infiltrating endometriosis dan
kista ovarium endometriosis (kista coklat) merupakan lesi patologik yang
berasal dari sel - sel yang mengalami mutasi somatik. Mutasi ini dipercaya
merupakan hasil dari faktor faktor lingkungan tertentu seperti polutan dan
dioxin. Sel yang abnormal ini kemudian berkembang menjadi tumor jinak
yang terdiri dari glandula endometrium dan stroma.
Terdapat perbedaan secara molekular yang jelas antara jaringan endometriosis
dengan endometrium, seperti overproduksi estrogen, prostaglandin dan sitokin
pada jaringan endometriosis. Bentuk yang sulit dipisahkan pada kelainan ini
juga terjadi pada endometrium wanita dengan endometriosis dibanding
endometrium wanita normal. Ekspresi gen membentuk endometrium wanita
dengan endometriosis sebanding dengan endometrium dari wanita yang
normal mengungkapkan kandidat gen yang berhubungan dengan kegagalan
implantasi, infertilitas dan resistensi progesteron.
Inflamasi, sebagai tanda dari jaringan endometriosis, dihubungkan dengan
overproduksi

prostaglandin,

metalloproteinase,

sitokin

dan

kemokin.

Peningkatan kadar sitokin pada inflamasi akut seperti interleukin-1,


26

interleukin 6, dan tumor nekrosis faktor memungkinkan peningkatan adesi dari


luapan fragmen jaringan endometrial ke dalam permukaan peritoneum dan
proteolitik membrane metalloproteinase lebih jauh menyokong implantasi
fragmen tersebut. Monocyte chemoattractant protein 1, interleukin-8, dan
RANTES (regulated upon activation normal T-cell expressed and secreted)
menarik granulosit, NK sel, dan makrofag yang merupakan tipikal
endometriosis. Pengulangan autoregulasi positif feedback memastikan
akumulasi sel - sel imun ini, sitokin dan kemokin dalam menegakkan lesi.
Pada pasien dengan endometriosis, respon inflamasi dan imun, angiogenesis
dan apoptosis mengubah fungsi penyokong kehidupan sel dan mengisi ulang
jaringan endometriosis. Proses dasar patologi ini tergantung pada estrogen dan
progesteron. Bentuk berlebihan dari estrogen dan prostaglandin dan
perkembangan resistensi progesteron memiliki poin klinis yang penting untuk
penelitian karena target terapi dari aromatase ada dalam jalur biosintesis
estrogen, mengurangi nyeri pelvik atau secara laparoskopi terlihat jaringan
endometriosis atau kombinasi keduanya. Tiga target penting ini telah diketahui
dengan marker epigenetik spesifik (hypomethylation) yang menyebabkan
overekspresi dari reseptor terkecil dari SF1 (steroidogenif factor) dan estrogen
reseptor .
h. Apa manifestasi klinis pada kasus?
Endometriosis dapat menyebabkan:
1. Dismenore
2. Menorrhagia
3. Pelvic pain
4. Dispareuni
5. Micturition pain, exercise
6. Dischezia
i. Apa SKDI pada kasus?

27

j. Bagaimana tatalaksana pada kasus?


Terlampir di Learning Issue.
k. Bagaimana prognosis pada kasus?
Bonam.
l. Bagaimana komplikasi pada kasus?
Tanpa perawatan, endometriosis menjadi semakin meluas, dan gangguannya
menjadi lebih hebat. Walaupun mereda setelah melahirkan dan menopause (saat
produksi estrogen menurun), tetapi komplikasinya sangat merugikan.
Komplikasi kista endometriosis antara lain :
- Nyeri dan tidak nyaman sewaktu melakukan hubungan intim atau berolahraga
- Perdarahan dari anus waktu buang air besar yang mungkin disertai dengan
-

rasa sakit yang berlebihan.


Sebagai gangguan reproduksi dan sistem imun (autoimun) dapat pula terjadi
reaksi alergi terhadap makanan tertentu, yang perlu dihindari dalam menu

penderita.
Komplikasi terburuk adalah kemandulan (22-35%) dan kanker dinding rahim
(endometrial cancer).

28

IV.

KERANGKA KONSEP

29

V.

VI.

LEARNING ISSUES
V.1. Siklus menstruasi
V.2. Endometriosis dan Kista Endometriosis
V.3. Infertilitas
V.4. Dismenorrhea
SINTESIS
VI.1. Siklus Menstruasi
Definisi Siklus Menstruasi
Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai
pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan siklus
menstruasi adalah menstruasi yang berulang setiap bulan yang merupakan
suatuproses kompleks yang mencakup reproduktif dan endokrin yang berangkai
secara kompleks dan saling mempengaruhi (Sherwood, 2009).
Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi
yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Hari mulainya perdarahan
dinamakan hari pertama siklus (Prawirohardjo, 2005). Panjang siklus menstruasi
yang normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi klasik adalah 28 hari, tetapi
variasinya cukup luas biasanya berlangsung selama kurang lebih 7 hari. Lama
perdarahan sekitar 3 5 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 30 40 cc
(Bobak, 2005).
Pada setiap siklus, saluran reproduksi wanita dipersiapkan untuk fertilisasi dan
implantasi ovum yang dibebaskan dari ovarium saat ovulasi. Jika pembuahan tidak
terjadi, maka siklus akan berulang. Jika pembuahan terjadi, maka siklus terhenti
sementara dan sistem pada wanita tersebut beradaptasi untuk memelihara dan
melindungi makhluk hidup yang baru terbentuk sampai dapat berkembang menjadi
individu yang dapat berkembang di luar lingkungan ibu (Sherwood, 2009).
Endometrium
Endometrium adalah lapisan epitel yang melapisi rongga rahim. Permukaannya
terdiri atas selapis sel kolumnar yang bersilia dengan kelenjar sekresi mukosa rahim
yang berbentuk invaginasi ke dalam stroma selular. Kelenjar dan stroma mengalami
perubahan yang siklik, bergantian antara pengelupasan dan pertumbuhan baru setiap
sekitar 28 hari.
Ada dua lapisan; yaitu lapisan fungsional letaknya superficial yang akan
mengelupas setiap bulan dan lapisan basal tempat lapisan fungsional berasal yang
tidak ikut mengelupas. Epitel lapisan fungsional menunjukan perubahan proliferasi
yang aktif setelah periode haid sampai terjadi ovulasi, kemudian kelenjar
30

endometrium mengalamu fase sekresi. Kerusakan yang permanen lapisan basal akan
menyebabakan amenore. Kejadian ini dipakai sebagai dasar teknik ablasi
endometrium untuk pengobatan menorragi.
Perubahan normal dalam histology endometrium selama siklus haid ditandai
dengan perubahan sekresi dari hormone steroid ovarium. Jika endometrium terus
terpapar oleh stimulasi estrogen, endogen, atau eksogen akan menyebabkan
hiperplasi. Hiperplasi yang benigna bisa berubah menjadi maligna.
Aspek Evolusi
Manusia merupakan salah satu spesies yang mempunyai siklus reproduksi
bulanan, atau setiap 28 hari. Siklus haid terjadi sebagai akibat pertumbuhan dan
pengelupasan lapisan endometrium uterus. Pada akhir fase haid endometrium
menebal lagi atau fase proliferasi. Setelah ovulasi pertumbuhan endometrium
berhenti, kelenjar atau glandula menjadi lebih aktif atau fase sekresi.
Perubahan endometrium dikontrol oleh siklus ovarium. Rata-rata siklus 28 hari
dan terdiri atas: (1) fase dolikular, (2) ovulasi, dan (3) pascaovulasi atau fase luteal.
Jika siklusnya memanjang, fase folikularnya memanjang, sedangkan fase lutealnya
tetap 14 hari.
Siklus haid normal karena (1) adanya hypothalamus-pituitary-ovarian endocrine
axis, (2) adanya respons folikel dalam ovarium, dan (3) fungsi uterus.
Hormone yang Mengontrol Siklus Haid
Pematangan folikel dan ovulasi dikontrol oleh hypothalamus-pituitary-ovarian
endocrine axis. Hipotalamus mengontrol siklusm tetapi ia sendiri dapat dipengaruhi
oleh senter yang lebih tinggi di otak, misalnya kecemasan dan stress dapat
mempengaruhi siklus. Hipotalamus memacu kelenjar hipofisis dengan menyekresi
gonadotropin-releasing hormone (GnRH) suatu deka-peptide yang disekresi secara
pulsatil oleh hipotalamus.
Pulsasi sekitar setiap 90 menit, menyekresi GnRH melalui pembuluh darah
kecil di system portal kelenjar hipofisis ke hipofisis anterior, gonadotropin hipofisis
memacu sintesis dan pelepasan follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizinghormone (LH). Meskipun ada dua gonadotropin, ada satu releasing hormone untuk
keduanya.
FSH adalah hormone glikoprotein yang memacu pematangan folikel selama
fase folikular dari siklus, FSH juga membantu LH memacu sekresi hormone steroid,
terutama estrogen oleh sel granulose dari folikel matang.

31

LG juga termasuk glikoprotein. LH ikut dalam steroidogenesis dalam folikel


dan berperan penting dalam ovulasi yang tergantung pada mid-cycle surge dari LH.
Produksi progesterone oleh korpus luteum juga dipengaruhi oleh LH.
FSH dan LH, dan dua hormone glikoprotein lainnya yaitu thyroid-stimulating
hormone (TSH) dan human chrionic gonadotropin (hCG), dibentuk oleh dua subunit
protein, rantai alfa dan beta.
Aktivitas siklik dalam ovarium atau siklus ovarium dipertahankan oleh
mekanisme umpan balik yang bekerja antara ovarium, hipotalamus dan hipofisis.
Siklus Ovarium
Fase folikular
Hari ke-1 8:
Pada awal siklus, kadar FSH dan LH relative tinggi dan memacu perkembangan
10 20 folikel dengan satu folikel dominan. Folikel dominan tersebut tampak pada
fase mid-follicular, sisa folikel mengalami atresia. Relative tingginya kadar FSH
dan LH merupakan trigger turunnya estrogen dan progesterone pada akhir siklus.
Selama dan segera setelah haid kadar estrogen relative rendah tapi mulai meningkat
karena terjadi perkembangan folikel.
Hari ke-9 14:
Pada saat ukuran folikel meingkat lokalisasi akumulasi cairan tampak sekitar
sel granulose dan menjadi konfluen, memberikan peningkatan pengisian cairan di
ruang sentral yang disebut antrum yang merupakan transformasi folikel primer
menjadi sebuah Graafian folikel dimana oosit menempati posisi eksentrik,
dikelilingi oleh 2 sampai 3 lapis sel granulose yang disebut cumulus ooforus.
Perubahan hormone: hubungannya dengan pematangan folikel adalah ada
kenaikan yang progresif dalam produksi estrogen (terutama estradiol) oleh sel
granulose dari folikel yang berkembang. Mencapai puncak 18 jam sebelum ovulasi.
Karena kadar estrogen meningkat, pelepasan kedua gonadotropin ditekan (umpan
balik negative) yang berguna untuk mencegah hiperstimulasi dari ovarium dan
pematangan banyak folikel.
Sel granulose juga menghasilkan inhibin dan mempunyai implikasi sebagai
factor dalam mencegah jumlah folikel yang matang.
Ovulasi
Hari ke-14
Ovulasi adalah pembesaran folikel secara cepat yang diikuti dengan protrusi
dari permukaan korteks ovarium dan pecahnya folikel dengan ekstrusinya oosit
yang ditempeli oleh cumulus ooforus. Pada beberapa perempuan saat ovulasi dapat
32

dirasakan dengan adanya nyeri di fosa iliaka. Pemeriksaan USG menunjukkan


adanya rasa sakit yang terjadi sebelum folikel pecah.
Perubahan hormone: estrogen meningkatkan sekresi LH (melalui hipotalamus)
mengakibatkan meningkatnya produksi androgen dan estrogen (umpan balik
positif). Segera sebelum ovulasi terjadi penurunan kadar estradiol yang cepat dan
peningkatan produksi progesterone. Ovulasi terjadi dalam 8 jam dari mid-cycle
surge LH.
Fase Luteal
Hari ke-15 28
Sisa folikel tertahan dalam ovarium dipenitrasi oleh kapilar dan fibroblast dari
teka. Sel granulose mengalami luteinisasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum
merupakan sumber utama hormone steroid seks, estrogen dan progesterone
disekresi oleh ovarium pada fase pasca-ovulasi.
Korpus luteum meningkatkan produksi progesterone dan estradiol. Kedua
hormone tersebut diproduksi dari precursor yang sama.
Selama fase luteal kadar gonadotropin mencapai nadir dan tetap rendah sampai
terjadi regresi korpus luteum yang terjadi pada hari ke-26 28. Jika terjadi konsepsi
dan inplantasi, korpus luteum tidak mengalami regresi karena dipertahankan oleh
gonadotropin yang dihasilkan oleh trofoblas. Jika konsepsi dan implantasi tidak
terjadi korpus luteum akan mengalami regresi dan terjadilah haid. Setelah kadar
hormone steroid turun akan diikuti peningkatan kadar gonadotropin untuk inisisasi
siklus berikutnya.
Siklus Uterus
Dengan diproduksinya hormone steroid oleh ovarium secara siklik akan
menginduksi perubahan penting pada uterus, yang melibatkan endometrium dan
mukosa serviks.
Endometrium
Endometrium terdiri atas 2 lapis, yaitu lapisan superficial yang akan
mengelupas saat haid dan lapisan basal yang tidak ikut dalam proses haid, tetapi
ikut dalam proses regenerasi lapisan superficial untuk siklus berikutnya. Batas
antara 2 lapis tersebut ditandai dengan perubahan dalam karakteristik arteriola yang
memasok endometrium. Basal endometrium kuat, tapi karena pengaruh hormone
menjadi berkeluk dan memberikan kesempatan a. spiralis berkembang. Susunan
anatomi tersebut sangat penting dalam fisiologi pengelupasan lapisan superficial
endometrium.
33

Fase Proliferasi
Selama fase folikular di ovarium, endometrium di bawah pengaruh estrogen.
Pada fase akhir haid proses regenerasi berjalan dengan cepat. Saat ini disebut fase
proliferasi, kelenjar tubular yang tersusun rapi sejajar dengan sedikit sekresi.
Fase Sekretoris
Setelah ovulasi, produksi progesterone menginduksi perubahan sekresi
endometrium. Tampak sekretori dari vacuole dalam epitel kelenjar di bawah
nucleus, sekresi maternal ke dalam lumen kelenjar dan menjadi berkelok-kelok.
Fase Haid
Normal fase luteal berlangsung selama 14 hari. Pada akhir fase ini terjadi
regresi korpus luteum yang ada hubungannya dengan menurunnya produksi
estrogen dan progesterone ovarium. Penurunan ini diikuti oleh kontraksi spasmodic
yang intens dari bagian arteri spiralis kemudian endometrium menjadi iskemik dan
nekrosis, terjadi pengelupasan lapisan superficial endomentrium dan terjadilah
perdarahan.
Vasospasmus terjadi karena adanya produksi lokal prostaglandin. Prostaglandin
juga meningkatkan kontraksi uterus bersamaan dengan aliran darah haid yang tidak
membeku karena adanya aktivitas fibrinolitik lokal dalam pembuluh darah
endometrium yang mencapai puncaknya saat haid.
Faktor-faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi
Menurut Prawirohardjo (1999), ada beberapa faktor yang memegang peranan
dalam siklus menstruasi antara lain:
1. Faktor enzim
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzimenzim
hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen dan
asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut berperan dalam
pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di bagian
bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, yang
berakibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah
berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian lebih banyak
zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk
implantasi ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka
dengan menurunnya kadar progesterone, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan,
karena

itu

timbul

gangguan

dalam

metabolisme

endometrium

yang

mengakibatkan regresi endomentrium dan perdarahan.


34

2. Faktor vaskuler
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam
lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh
pula arteri-arteri, vena-vena. Dengan regresi endometrium timbul statis dalam
vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya
terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom baik dari arteri
maupun dari vena.
3. Faktor prostaglandin
Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2. Dengan
desintegrasi

endometrium,

prostaglandin

terlepas

dan

menyebabkan

berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan


pada haid.
VI.2. Endometriosis dan Kista Endometriosis
Definisi
Endometriosis adalah implan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma) abnormal
mirip endometrium (endometrium like tissue) yang tumbuh di sisi luar kavum
uterus, dan memicu reaksi peradangan menahun.
Insiden dan epidemiologi
Endometriosis sering ditemukan pada wanita remaja dan usia reproduksi dari
seluruh etnis dan kelompok masyarakat,2,4 walaupun tidak tertutup kemungkinan
ditemukannya kasus pada wanita perimenopause, menopause dan pascamenopause.
Insidensi endometriosis di Amerika 6-10 % dari wanita usia reproduksi. Di
Indonesia sendiri, insidensi pasti dari endometriosis belum diketahui.
Etiopatogenesis
Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti6 dan sangat
kompleks, berikut ini beberapa etiologi endometriosis yang telah diketahui:
Regurgitasi haid
Gangguan imunitas
Luteinized unruptured follicle (LUF)
Spektrum disfungsi ovarium

35

Gambar 1. Patofosiologi Nyeri dan Infertilitas berhubungan dengan Endometriosis


Mekanisme Perkembangan Endometriosis :
Penyusukan sel endometrium dari haid berbalik (Sampson)
Metaplasia epitel selomik (Meyer-iwanoff)
Penyebaran limfatik (Halban-Javert) dan Vaskuler (Navatril)
Sisa sel epitel Muller embrionik (von recklinghausen-Russel)
Perubahan sel genitoblas (De-Snoo)
Penyebaran iatrogenik atau pencangkokan mekanik (Dewhurst)
Imunodefisiensi lokal
Cacat enzim aromatase
Darah haid yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu berimplantasi
pada permukaan peritoneum dan merangsang metaplasia peritoneum, kemudian
merangsang angiogenesis. Hal ini dibuktikan dengan lesi endometriosis sering
dijumpai pada daerah yang meningkat vaskularisasinya.
Pentingnya selaput mesotelium yang utuh dapat dibuktikan pada penelusuran
dengan mikroskop elektron, terlihat bahwa serpih haid atau endometrium hanya
menempel pada sisi epitel yang selaputnya hilang atau rusak.
Lesi endometriosis terbentuk jika endometrium menempel pada selaput
peritoneum.

Hal ini terjadi

karena pada lesi endometriosis, sel, dan jaringan

terdapat protein intergin dan kadherin yang berpotensi terlibat dalam perkembangan
endometriosis. Molekul perekat haid seperti (cell-adhesion molecules, CAMs)
hanya ada di endometrium, dan tidak berfungsi pada lesi endometriosis.
Teori pencangkokan Sampson merupakan teori yang paling banyak diterima
untuk endometriosis peritoneal. Semua wanita usia reproduksi diperkirakan
36

memiliki endometriosis peritoneal, didasarkan pada fakta bahwa hampir semua


wanita dengan tuba falopi yang paten melabuhkan endometrium hidup ke rongga
peritoneum semasa haid dan hampir semua wanita mengalami endometriosis
minimal sampai ringan ketika dilakukan laparoskopi. Begitu juga ditemukannya
jaringan endometriosis pada irisan serial jaringan pelvik pada wanita 40 tahunan
dengan tuba falopi paten dan siklus haid normal. Walaupun demikian tidak setiap
wanita yang mengalami retrograde menstruasi akan menderita endometriosis.
Baliknya darah haid ke peritoneum, menyebabkan kerusakan selaput mesotel
sehingga memajankan matriks extraseluler dan menciptakan sisi perlekatan bagi
jaringan endometrium. Jumlah haid dan komposisinya, yaitu nisbah antara jaringan
kelenjar dan stroma serta sifat-sifat biologis bawaan dari endometrium sangat
memegang peranan penting pada kecenderungan perkembangan endometriosis.
Setelah perekatan matriks ekstraseluler, metaloperoksidasenya sendiri secara aktif
memulai pembentukan ulang matriks ekstraseluler sehingga menyebabkan invasi
endometrium ke dalam rongga submesotel peritoneum.
Dalam biakan telah ditemukan bahwa penyebab kerusakan sel-sel mesotel
adalah endometrium haid , bukan endometrium fase proliperatif, kerusakan
endometrium ditemukan sepanjang metastase. Kemungkinan pengaruh buruk isi
darah haid telah dipelajari pada biakan gabungan dengan lapisan tunggal sel
mesotel, terlihat bahwa endometrium haid yang luruh, endometrium haid yang
tersisip, serum haid dan medium dari jaringan biakan haid, menyebabkan kerusakan
hebat sel-sel mesotel, kemungkinan berhubungan dengan apoptosis dan nekrosis.
Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen
akibat P450 aromatase dan defisiensi beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase.
Aromatase mengkatalisis sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan
testosteron, dan berada pada sel retikulum endoplasma. Pada sel granulosa betahidrohidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi
estrogen lemah (estron).
Endometrioma dan invasi endometriosis ekstraovarium mengandung aromatase
kadar tinggi., faktor pertumbuhan, sitokin dan beberapa faktor lain berperan sebagai
pemacu aktivitas aromatase melalui jalur cAMP beta-hidrohidroksisteroid
dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi estrogen lemah (estron)
yang kurang aktif, yang tidak ditemukan pada fase luteal jaringan endometriosis.
Hal ini menunjukkan adanya resistensi selektif gen sasaran tertentu terhadap kerja
37

progesteron. Resistensi juga terjadi dilihat dari gagalnya endometriosis untuk


beregresi dengan pemberian progestin.
Diferensiasi klasik sel-sel endometrium bergantung pada hormon steroid sex
dapat dibatalkan oleh beberapa faktor, seperti : interferon-gamma yang dilepas di
dalam endometrium eutopik pada sambungan endometrio-miometrium. Secara
invitro telah diketahui mekanisme yang mendasari polarisasi spasial endometrium
eutopik menjadi lapisan basal dan superfisial. Lapisan basal merupakan sisi
metaplasia siklik aktif sel-sel stroma endometrium basal untuk menjadi miofibroblas
atau sebaliknya.
Aktivitas morfologis endometrium terlaksana di dalam lapisan superfisial oleh
pradesidualisasi dan perdarahan haid, sedangkan di kompartemen zona lapisan basal
oleh metaplasia dan diferensiasi otot polos secara siklik.
Peritoneum bereaksi terhadap serpihan darah haid, berupa berhentinya perekatan
sel-sel endometrium yang viable ke peritoneum, yang kemudian dapat berubah
bentuk menjadi lesi endometriosis. Dalam hal ini ikut berperan faktor imunologi.
Sistem imunitas yang terdapat dalam aliran darah peritoneal berupa limfosit B,T,
dan Natural Killer (NK). Kemudian terjadi pengaktifan makrofag namun tidak dapat
membersihkan rongga pelvik dari serpih darah haid. Aktitas sel NK menurun pada
penderita endometriosis sehingga menyebabkan penurunan imunitas seluler.
Penanganan endometriosis terdiri atas pencegahan, observasi, terapi
hormonal, pembedahan dan radiasi
Pencegahan
Bila disminorea yang berat terjadi pada seorang pasien muda, kemungkinana
bermacam-macam

tingkat

sumbatan

pada

aliran

haid

harus

dipertimbangkan.kemungkinan munculnya suatu tanduk rahim yang tumpul pada


rahimbikornuata atau sebuah sumbatan septum rahim atau vaginal harus
diingat.dilatasi serviks untuk memungkinkan pengeluaran darah haid yang lebih
mudah pada pasien dengan tingkat disminorea yang hebat.( Moore, Hacker.2001)
Kemudian, adapula pendapat dari Meigs. Meigs berpendapat bahwa kehamilan
adalah pencegahan yang paling baik untuk endometriosis. Gejala- gejala
endometriosis memang berkurang pada waktu dan sesudah kehamilan karena regresi
endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Maka dari itu perkawinan
hendaknya jangan ditunda terlalu lama dan diusahakan secepatnya memiliki anak
yang diinginkan dalam waktu yang tidak terlalu lama. Sikap demikian tidak hanya
merupaka profilaksis yang baik untuk endometriosis, melainkan juga mrnghindari
38

terjadinya infertilitas sesudah endometrium timbul.selain itu juga jangan melakukan


pemeriksaan yang kasar atau kerokan saat haid, karena dapat mengalirkan darah
haid dari uterus ke tuba fallopi dan rongga panggul (Wiknjosastro, hanifa.2007.).
Observasi
Pengobatab ini akan berguna bagi wanita dengan gejala dan kelainan fisik yang
ringan. Pada wanita yang agak berumur, pengawasan ini bisa dilanjutkan sampai
menopause, karena sesudah itu gejala-gejala endometriosis hilang sendiri. Dalam
masa observasi ini dapat diberi pengobatan paliatif berupa pemberian analgetik
untuk mengurangi rasa nyeri. (Wiknjosastro, hanifa.2007.)
Pengobatan Hormonal
Prinsip pertama pengobatan hormonal ini adalah menciptakan ingkungan
hormone rendah estrogen dan asiklik. Kadar estrogen yang rendah menyebabkan
atrofi jaringan endometriosis. Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid, yang
berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal ataupun jaringan
endometriosis. Dengan demikian dapat dihindari timbulnya sarang endometriosis
yang baru karena transport retrograde jaringan endometrium yang lepas serta
mencegah pelepasan dan perdarahan jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa
nyeri karena rangsangan peritoneum.
Prinsip kedua yaitu menciptakan lingkungan tinggi androgen atau tinggi
progesterone

yang

secara

langsung

dapat

menyebabkan

atrofi

jaringan

endomeetriosis.
(Wiknjosastro, hanifa.2007.)
Pembedahan
Adanya jaringan endometrium yang berfungsi merupakan syarat mutlak
tumbuhnya endometriosis. Oleh krarena itu pada waktu pembedahan,harus dapat
menentukan apakah ovarium dipertahankan atau tidak. Pada andometriosis dini ,
pada wanita yang ingin mempunyai anak fungsi ovarium harus dipertahankan.
Sebaliknya pada endometriosis yang sudah menyebar luas pada pelvis, khususnya
pada wanita usia lanjut. Umumnya pada terapi pembedahan yang konservatif sarang
endometriosis diangkat dengan meninggalkan uterus dan jaringan ovarium yang
sehat, dan perlekatan sedapatnya dilepaskan. Pada operasi konservatif, perlu pula
dilakukan suspensi uterus, dan pengangkatan kelainan patologik pelvis. Hasil
pembedahan untuk infertile sangat tergantung pada tingkat endometriosis, maka
pada penderita dengan penyakit berat, operasi untuk keperluan infertile tidak
dianjurkan. (Wiknjosastro, hanifa.2007)
Radiasi
39

Pengobatan ini bertujuan menghentikan fungsi ovarium, tapi sudah tidak


dilakukan lagi, kecuali jika ada kontraindikasi terhadap pembedahan. (Wiknjosastro,
hanifa.2007.)

TATALAKSANA KONSERVATIF NYERI ENDOMETRIOSIS


Endometriosis dianggap sebagai penyakit yang bergantung pada estrogen,
sehingga salah satu pilihan pengobatan adalah dengan menekan hormon
menggunakan obat-obatan untuk mengobatinya.
Saat ini, pil kontrasepsi, progestin, GnRH agonis dan aromatase inhibitor adalah
jenis obat-obatan yang sering dipakai dalam tatalaksana medikamentosa
endometriosis. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa masing-masing obat
tersebut setara dalam pengobatan endometriosis, sehingga jenis obat yang
digunakan harus mempertimbangkan preferensi pasien, efek samping ,biaya dan
ketersediaan obat tersebut.
Kontrasepsi Kombinasi
Cara Kerja
Pil kontrasepsi kombinasi bekerja pada kelainan endometriosis dengan cara
menekan LH dan FSH serta mencegah terjadinya ovulasi dengan cara menginduksi
munculnya keadaan pseudo-pregnancy. Selain itu penggunaan pil kontrasepsi
kombinasi juga akan mengurangi aliran menstruasi, desidualisasi implant
endometriosis, dan meningkatkan apoptosis pada endometrium eutopik pada wanita
dengan endometriosis.
Pemilihan Jenis Pil Kontrasepsi
Penggunaan pil kontrasepsi kombinasi merupakan pilihan yang efektif untuk
mengurangi gejala yang ditimbulkan oleh endometriosis. Terapi ini juga aman dan
dapat digunakan jangka panjang pada wanita yang tidak ingin memiliki anak dan
membutuhkan kontrasepsi.
Efektifitas
Cochrane review 2009 menilai pemberian pil kontrasepsi kombinasi dalam
pengobatan nyeri terkait endometriosis. Didapatkan hasil dalam follow up 6 bulan
tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok PKK dengan kelompok GnRH
analog mengenai efektifitas dalam mengobati dismenorea (OR 0.48; IK 0.08
40

2.90). Hasil yang sama juga didapatkan untuk nyeri yang tidak terkait menstruasi
(OR 0.93; IK 0.25-3.53) dan dyspareunia (OR 4.87; IK 0.96-24.65).

Evidence Based
Klinisi dapat memberikan kontrasepsi oral kombinasi karena mengurangi
dyspareunia, dismenore dan nyeri tidak terkait menstruasi
(Rekomendasi B)
Progestin
Cara kerja
Tidak seperti estrogen, progesteron memilik efek antimitotik terhadap sel
endometrium, sehingga memiliki potensi dalam pengobatan endometriosis.
Progestin turunan 19-nortestosteron seperti dienogest memiliki kemampuan utnuk
menghambat enzim aromatase dan ekspresi COX-2 dan produksi PGE2 pada kultur
sel endometriosis. Biopsi percontoh jaringan endometrium dari wanita yang diobati
dengan LNG IUS selama 6 bulan menunjukkan ekspresi reseptor estrogen yang
berkurang, menurunnya indeks proliferasi sel dan peningkatan ekspresi Fas.
Pemilihan jenis progestin
Preparat progestin terdapat dalam bentuk preparat oral, injeksi dan LNG-IUS.
Selain bentuk, preparat progestin juga dapat dibagi menjadi turunan progesteron
alami (didrogesteron, medroksiprogesteron asetat) dan turunan C-19-nortestosteron
(noretisteron, linestrenol, desogestrel).
Noretindron asetat, 5 sampai 20 mg per hari, efektif pada sebagian besar pasien
dalam meredakan dismenorea dan nyeri panggul menahun. Efek samping yang
ditimbulkan termasuk nyeri payudara dan perdarahan luruh.40 Progestin
intramuskular dan subkutan yang diberikan setiap 3 bulan diketahui efektif dalam
menekan gejala endometriosis.39 Levonorgestrel 20 mg per hari yang terkandung
dalam LNG-IUS akan berefek pada atrofi endometrium dan amenorea pada 60%
pasien tanpa menghambat ovulasi.40 Didrogesteron 5-10 mg per hari sampai
dengan 4 bulan telah diteliti efektif untuk meredakan gejala endometriosis.
Penelitian desogestrel 75 mg per hari diketahui efektif menurunkan skala nyeri
panggul (VAS) dibandingkan dengan kontrasepsi oral.41 Dienogest merupakan
progestin selektif yang mengkombinasikan 19-norprogestin dan turunan progesteron
sehingga hanya memberikan efek lokal pada jaringan endometrium. Tidak seperti
41

agen 19-norprogestin lainnya, dienogest memiliki efek androgenik yang rendah,


bahkan memiliki efek antiandrogenik yang menguntungkan sehingga hanya
memberikan efek yang minimal terhadap perubahan kadar lemak dan karbohidrat.

Pemilihan jenis progestin yang digunakan harus mempertimbangkan efek


androgenik, efek antimineralokortikoid dan efek glukokortikoid (lihat tabel di atas).

Agonis GnRH
Cara kerja
42

Pajanan GnRH yang terus menerus ke hipofisis akan mengakibatkan downregulation reseptor GnRH yang akan mengakibatkan berkurangnya sensitifitas
kelenjar hipofisis. Kondisi ini akan mengakibatkan keadaan hipogonadotropin
hipogonadisme yang akan mempengaruhi lesi endometriosis yang sudah ada.
Amenore yang timbul akibat kondisi tersebut akan mencegah pembentukan lesi
baru.38 GnRH juga akan meningkatkan apoptosis susukan endometriosis. Selain itu
GnRH bekerja langsung pada jaringan endometriosis. Hal ini dibuktikan dengan
adanya reseptor GnRH pada endometrium ektopik. Kadar mRNA reseptor estrogen
(ER) menurun pada endometriosis setelah terapi jangka panjang. GnRH juga
menurunkan VEGF yang merupakan faktor angiogenik yang berperan untuk
mempertahankan pertumbuhan
Efektifitas
Review Cochrane tahun 2010 membandingkan pemberian GnRH analog dalam
mengobati nyeri yang terkait endometriosis. Hasil menunjukkan bahwa GnRH
analog lebih efektif dibandingkan placebo, namun tidak lebih baik bila
dibandingkan dengan LNG-IUS atau danazol oral. Tidak ada perbedaan efektifitas
bila GnRH analog diberikan intramuskuler, sub kutan atau intranasal.45
Karena efek pemberian GnRH analog adalah efek hipoestrogenik, maka
diperlukan pemberian estrogen sebagai terapi add back. Hal ini didasari bahwa
kadar estrogen yang diperlukan untuk melindungi tulang, fungsi kognitif dan
mengatasi gejala defisiensi estrogen lainnya lebih rendah dibandingkan kadar yang
akan mengaktifasi jaringan endometriosis. Berbagai penelitian telah menunjukkan
bahwa terapi add back ini tidak mengurangi efektifitas GnRH analog.11 Pada
pemberian GnRH analog dengan terapi add back estrogen dan progestogen selama 6
bulan, densitas mineral tulang lebih tinggi dibandingkan dengan pemberian GnRH
saja.
Evidence Based
Klinisi dapat menggunakan GnRH analog (nafarelin, leuprolid, buserelin,
goserelin atau triptorelin) sebagai salah satu pilihan dalam mengurangi nyeri akibat
endometriosis.
(Rekomendasi A)

43

Klinisi dapat memberikan terapi hormone add-back saat memulai terapi GnRH
analog

untuk

mencegah

hilangnya

massa

tulang

dan

timbulnya

gejala

hipoestrogenik. Pemberian terapi add back tidak mengurangi efek pengobatan nyeri.
(Rekomendasi A)

Danazol
Cara kerja
Danazol adalah androgen sintetik dan merupakan derivate 17-ethynyl
testosterone. Danazol mempunyai

beberapa mekanisme

kerja diantaranya

menginduksi amenorea melalui supresi terhadap aksis Hipotalamus-PituitariOvarium (HPO), inhibisi steroidogenesis ovarium dan mencegah proliferasi
endometrium dengan mengikat reseptor androgen dan progesteron pada
endometrium dan implan endometriosis. Cara kerja lainnya termasuk menurunkan
produksi High Density Lipoprotein (HDL), penurunan produksi Steroid Hormone
Binding Globulin (SHBG) di hati, dan menggeser posisi testosteron dari SHBG
menyebabkan peningkatan konsentrasi testosteron bebas. Atrofi dari endometrium
dan implan endometriosis terjadi sebagai konsekuensi dari kadar estrogen yang
rendah dan androgen yang tinggi.
Efektifitas
Pemberian danazol mempunyai efek yang sebanding dengan GnRH analog
dalam mengurangi nyeri setelah pembedahan endometriosis stadium III dan IV.38
Cochrane Review tahun 2009 melakukan kajian terhadap 5 penelitian yang
membandingkan danazol 3x200 mg dengan MPA oral 100 mg/hari dan plasebo.
Didapatkan perbaikan nyeri pasca pengobatan 6 bulan (weighted mean difference
-5,7) dan efek tersebut menetap hingga 6 bulan pasca penghentian pengobatan
(weighted mean difference -7,5).
44

Peningkatan berat badan, jerawat, nyeri kepala, perubahan distribusi kolesterol,


gangguan fungsi hati, atrofi vagina, perubahan endometrium dan siklus haid
merupakan efek samping yang dapat timbul pada penggunaan oral.38 Bhattacharya
melakukan penelitian prospektif yang menilai pemberian danazol vaginal untuk
mengobati nyeri terkait endometriosis. Follow up 6 bulan pasca pengobatan
didapatkan penurunan bermakna dismenorea, dyspareunia dan nyeri pelvik
(p<0,001). Tidak didapatkan perubahan pada profil lipid dan fungsi hati pasca
pengobatan 6 bulan.
Evidence Based (Rekomendasi)
Danazol dan gestrinon sebaiknya tidak digunakan, kecuali pada wanita yang sudah
dalam pengobatan dan tidak timbul efek samping terhadapnya atau apabila terapi
lain sudah terbukti tidak efektif (Rekomendasi kuat)
Aromatase inhibitor
Cara Kerja
Beberapa penelitian menunjukkan potensi mitogenik estradiol yang mendorong
pertumbuhan dan proses inflamasi di lesi endometriosis. Estrogen lokal dari lesi
endometriosis berkaitan erat dengan ekspresi enzim aromatase sitokrom P450.
Kadar mRNA aromatase yang meningkat ditemukan pada lesi endometriosis dan
endometrioma ovarium. Karena peran penting enzim aromatase dan estrogen lokal
pada endometriosis, maka aromatase inhibitor dipikirkan menjadi pilihan terapi
yang potensial pada pasien dengan endometriosis.
Efek Samping
Efek samping relatif ringan seperti nyeri kepala ringan, nyeri sendi, mual dan
diare. Dibandingkan dengan penggunaan GnRH analog, keluhan hot flushes lebih
ringan dan lebih jarang. Penggunaan jangka panjang dapat meningkatkan risiko
osteopenia, osteoporosis dan fraktur. Data jangka panjang didapat dari wanita yang
diobati karena kanker payudara, dimana ditemukan kejadian fraktur berkisar dari
2,5 hingga 11 persen.

45

Efektifitas
Dua kajian sistematis menilai potensi menggunakan aromatase inhibitor pada
nyeri akibat endometriosis. Kajian pertama oleh Patwardhan dkk pada tahun 2008
menilai 5 penelitian dimana 4 penelitian menunjukkan efek yang signifikan
pemberian aromatase inhibitor terhadap nyeri terkait endometriosis. Namun kajian
ini hanya mendapatkan penelitian dengan jumlah kasus yang sedikit dan hanya satu
uji klinis acak.11 Ferero dkk pada 2010 melakukan kajian sistematis yang menilai 7
penelitian pengobatan danazol pada endometriosis. Didapatkan hasil letrozol oral
yang dikombinasi dengan noretisteron asetat atau desogestrel, anastrozol vaginal
suposituria 250 ug/hari atau oral 1mg/hari dengan kombinasi pil kontrasepsi
kombinasi memberikan hasil penurunan bermakna nyeri terkait endometriosis pada
wanita pra-menopause.
Evidence Based (Rekomendasi)
Pada wanita dengan endometriosis rektovagina yang tidak berhasil dengan terapi
medis lain atau pembedahan, klinisi dapat mempertimbangkan pemberian aromatase
inhibitor yamg dikombinasikan dengan progestin, pil kontrasepsi kombinasi atau
GnRH analog.
(Rekomendasi B)
Anti prostaglandin
Cara kerja
Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan kadar prostaglandin di cairan
peritoneum dan lesi endometriosis pada wanita dengan endometriosis. Sehingga di
obat anti inflamasi non steroid banyak digunakan dalam penatalaksanaan nyeri
terkait endometriosis.
Efektifitas
Cobelis dkk melakukan uji klinis penggunaan penghambat COX-2 (rofecoxib)
dibandingkan dengan kontrol selama 6 bulan pada 28 pasien. Didapatkan penurunan
yang bermakna pada dismenore, dyspareunia dan nyeri pelvik kronik setelah
pengobatan 6 bulan dibandingkan dengan placebo (p < 0.001).

46

Allen dkk melakukan review sistematis mengenai peran antiinflamasi non


steroid dalam mengurangi nyeri terkait endometriosis. Disimpulkan bahwa masih
belum cukup bukti yang menunjukkan OAINS efektif dalam pengobatan nyeri
terkait endometriosis.
Evidence Based (Rekomendasi)
Klinisi dapat mempertimbangkan penggunaan obat antiinflamasi non steroid atau
analgetik lain untuk mengurangi nyeri terkait endometriosis
Pengobatan terkini untuk nyeri terkait endometriosis (diadaptasi dari Stratton
dan Berkley)

47

VI.3. Infertilitas
Definisi Infertilitas
Infertilitas adalah tidak terjadinya kehamilan setelah menikah 1 tahun
atau lebih dengan catatan pasangan tersebut melakukan hubungan
seksual secara teratur tanpa adanya pemakaian kontrasepsi. Mengingat
faktor usia merupakan faktor yang sangat mempengaruhi keberhasilan
pengobatan, maka bagi perempuan berusia 35 tahun atau lebih tentu
tidak perlu harus menunggu selama 1 tahun. Minimal enam bulan sudah
cukup bagi pasien dengan masalah infertilitas untuk datang ke dokter
untuk melakukan pemeriksaan dasar.
WHOmemberibatasan:
1. Infertilitas primer adalah belum pernah hamil pada wanita yang telah
48

berkeluarga meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur tanpa


perlindungan kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12 bulan.
2. Infertilitas sekunder adalah tidak terdapat kehamilan setelah berusaha
dalam waktu 1 tahun atau lebih pada seorang wanita yang telah
berkeluarga

dengan

hubungan

seksual

secara

teratur

tanpa

perlindungan kontrasepsi, tetapi sebelumnya pernah hamil.


2.3.1 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Infertilitas 2.3.1.1 Faktor Pria
Penyebab infertilitas pada pria di bagi menjadi 3 kategori utama yaitu :
a. Gangguan produksi sperma misalnya akibat kegagalan testis primer(
hipergonadotropik hipogonadisme) yang disebabkan oleh faktor genetik
(sindrome Klinefelter, mikrodelesi kromosom Y) atau kerusakan langsung
lainnya terkait anatomi (crytorchidism,varikokel), infeksi (mumps orchitis),
atau gonadotoksin. Stimulasi gonadotropin yang tidak adekuat yang
disebabkan karena faktor genetik (isolated gonadotropin deficiency), efek
langsung maupun tidak langsung dari tumor hipotalamus atau pituitari,
atau penggunaan androgen eksogen, misalnya Danazol, Metiltestoteron
(penekanan pada sekresi gonadotropin) merupakan penyebab lain dari
produksi sperma yang buruk.
b. Gangguan fungsi sperma, misalnya akibat antibodi antisperma, radang
saluran genital (prostatitis), varikokel, kegagalan reaksi akrosom, Faktor
Pria Faktor Tuba Endometriosis ketidaknormalan biokimia, atau gangguan
dengan perlengketan sperma ( ke zona pelusida) atau penetrasi.
c. Sumbatan pada duktus, misalnya akibat vasektomi, tidak adanya vas
deferens

bilateral,

atau

sumbatan

kongenital

atau

yang

didapat

(acquired) pada epididimis atau duktus ejakulatorius (penanganan


interil).
2.3.1.2 Faktor Wanita A. Gangguan ovulasi
Gangguan ovulasi jumlahnya sekitar

30-40%

dari

seluruh

kasus

infertilitas wanita. Gangguan-gangguan ini umumnya sangat mudah


didiagnosis

menjadi

penyebab

infertilitas.

Karena

ovulasi

sangat

berperan dalam konsepsi, ovulasi harus dicatat sebagai bagian dari


penilaian dasar pasangan infertil. Terjadinya anovulasi dapat disebabkan
tidak ada atau sedikitnya produksi gonadotropin releasing hormon (GnRH)
oleh hipotalamus ( 40 % kasus), sekresi hormon prolaktin oleh tumor
hipopise (20 % kasus), PCOS ( 30 % kasus), kegagalan ovarium dini
(10%).
WHO
membagi

kelainan

ovulasi

ini

dalam

kelas

1. Kelas 1 : Kegagalan pada hipotalamus hipopise (hipogonadotropin


49

hipogonadism). Karakteristik dari kelas ini adalah gonadotropin yang


rendah, prolaktin normal, dan rendahnya estradiol. Kelainan ini terjadi
sekitar 10 % dari seluruh kelainan ovulasi.
2.
Kelas 2 : Gangguan fungsi ovarium

(normogonadotropin-

normogonadism). Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan pada


gonadotropin namun estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi sekitar
85 % dari seluruh kasus kelainan ovulasi. Manifestasi klinik kelainan
kelompok ini adalah oligomenorea atau amenorea yang banyak terjadi
pada kasus PCOS. Delapan puluh sampai sembilan puluh persen pasien
PCOS akan mengalami oligomenorea dan 30 % akan mengalami
amenorea.
3.
Kelas 3 : Kegagalan ovarium ( hipogonadotropin hipogonadism).
Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin yang tinggi dengan
kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5 % dari seluruh gangguan
ovulasi.Kelompok wanita yang mengalami gangguan ovulasi akibat
gangguan

cadangan

ovarium

(premature

ovarian

failure/diminisshed

ovarian reserved).
4.
Kelas 4 : Kelompok wanita yang mengalami gangguan ovulasi
akibat

disfungsi

ovarium,

memiliki

kadar

prolaktin

yang

tinggi

(hiperprolaktinemia).
B. Kelainan Anatomis
Kelainan

anatomis

yang

sering

ditemukan

berhubungan

dengan

infertilitas adalah abnormalitas tuba fallopii dan peritoneum, faktor


serviks, serta faktor uterus.
1. Infertilitas faktor tuba dan peritoneum
Selama 20 tahun terakhir terdapat pergeseran penyebab infertilitas,
dari faktor ovarium dan uterus mengarah ke faktor tuba. Faktor tuba
dan peritoneum menjadi penyebab kasus infertilitas yang cukup banyak
dan merupakan diagnosis primer pada 30-40% pasangan infertil. Faktor
tuba mencakup kerusakan atau obstruksi tuba fallopii, biasanya
berhubungan dengan penyakit peradangan panggul, pembedahan
panggul atau tuba sebelumnya. Adanya riwayat PID, abortus septik,
ruptur

apendiks,

pembedahan

tuba,

atau

kehamilan

ektopik

sebelumnya menjadi faktor resiko besar untuk terjadinya kerusakan


tuba. PID tidak diragukan lagi menjadi penyebab utama infertilitas
faktor tuba dan kehamilan ektopik. Studi klasik pada wanita dengan
50

diagnosis

PID

setelah

dilaparoskopi

menunjukkan

bahwa

resiko

infertilitas tuba sekunder meningkat seiring dengan jumlah dan tingkat


keparahan infeksi panggul; secara keseluruhan, insidensi berkisar pada
10-12% setelah 1 kali menderita PID, 23-35% setelah 2 kali menderita
PID, dan 54-75% setelah menderita 3 kali episode akut PID. Infeksi
pelvis

subklinik

oleh

Chlamydia

Trachomatis

yang

menyebabkan

infertilitas karena faktor tuba. Meskipun banyak wanita dengan penyakit


tuba atau perlekatan pelvis tidak diketahui adanya riwayat infeksi
sebelumnya, terbukti kuat bahwa silent infection sekali lagi merupakan
penyebab yang paling sering. Penyebab lain faktor infertilitas tuba
adalah peradangan akibat endometriosis, Inflammatory Bowel Disease,
atau trauma pembedahan.
2. Faktor Serviks
Faktor serviks berjumlah tidak lebih dari 5 % penyebab infertilitas
secara keseluruhan. Tes klasik untuk evaluasi peran potensial faktor
serviks pada infertilitas adalah Post Coital Test (PCT). Dibuat untuk
menilai kualitas mukusserviks, adanya sperma dan jumlah sperma motil
pada saluran genitalia wanita setelah koitus, serta interaksi antara
mukus serviks dan sperma. Serviks berfungsi sebagai barier terhadap
mikrobiologi infeksius dan merupakan saluran sperma ke dalam uterus.
Serviks akan memberi respon secara immunologis bila bertemu dengan
mikrobiologi infeksius namun tidak memberi respon secara immunologik
bila bertemu dengan antigen permukaan spermatozoa.
Kelainan Serviks yang dapat menyebabkan infertilitas adalah :
Perkembangan serviks yang abnormal sehingga dapat mencegah
migrasi sperma atau tidak mampu mempertahankan produk kehamilan
- Tumorserviks(polip,mioma)dapatmenutupisaluransperma
- atau menimbulkan discharge yang mengganggu spermatozoa.
3. Servisitis yang menghasilkan asam atau sekresi purulen yang bersifat
toksin

terhadap

Streptococcus,staphylococcus,gonococcus,

spermatozoa.
tricomonas

dan

infeksi

campuran merupakan penyebab terbanyak.

VI.4. Dismenorrhea
Definisi
Beberapa pendapat tentang dysmenorrhea, antara lain :
1) Menurut Andira (2010, p.39-40), dysmenorrhea adalah gangguan fisik yang
berupa nyeri atau kram perut. Gangguan ini biasanya terjadi pada 24 jam
sebelum terjadinya perdarahan menstruasi dan terasa selama 24-36 jam.
51

2) Menurut Ramaiah (2006, p.26), dysmenorrhea adalah nyeri atau kram yang
amat sangat pada abdomen sebelum atau selama menstruasi.
3) Menurut Manuaba (1999, p.57), dysmenorrhea adalah rasa nyeri saat
menstruasi. Perasaan nyeri tersebut biasanya dapat berupa kram ringan pada
bagian kemaluan sampai terjadi gangguan dalam tugas sehari-hari.
4) Menurut Sarwono (2006, p.229), dysmenorrhea merupakan suatu rasa tidak
enak di perut bawah sebelum dan selama menstruasi dan sering kali disertai
rasa mual.
5) MIMS petunjuk

Konsultasi

(2007/2008,

p.59),

mengatakan

bahwa

dysmenorrhea adalah rasa nyeri yang timbul menjelang dan selama


menstruasi, ditandai dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah. Gejala
ini disebabkan karena tingginya produksi hormon prostaglandin.
6) Menurut El Manan (2011, p.46), dysmenorrhea adalah nyeri perut yang
berasal dari kram rahim dan terjadi selama menstruasi.
7) Menurut Proverawati dan Misaroh (2009, p.82-83), dysmenorrhea adalah
nyeri menstruasi yang memaksa wanita untuk istirahat atau berakibat
menurunnya

kinerja

dan

berkurangnya

aktivitas

sehari-hari.

Istilah

dysmenorrhea berasal dari bahasa Greek yaitu dys (gangguan atau nyeri
hebat/ abnormalitas), meno (bulan) dan rrhea yang artinya flow atau aliran.
Jadi dysmenorrhea adalah gangguan aliran darah menstruasi atau nyeri
menstruasi.
Dari beberapa pendapat mengenai dysmenorrhea, maka dapat diambil suatu
kesimpulan bahwa dysmenorrhea adalah rasa nyeri yang timbul menjelang dan
selama menstruasi yang dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, ditandai dengan
gejala kram abdomen bagian bawah karena tingginya produksi hormon
prostaglandin.
Klasifikasi Dysmenorrhea
1) Dysmenorrhea Primer
Dysmenorrhea primer, (disebut juga dysmenorrhea idiopatik, esensial,
intrinsik) adalah nyeri menstruasi tanpa kelainan organ reproduksi (tanpa
kelainan ginekologik). Terjadi sejak menarche dan tidak terdapat kelainan
pada alat kandungan. Nyeri ini dari bagian perut menjalar ke daerah pinggang
dan paha, terkadang disertai mual dan muntah, diare, sakit kepala dan emosi
labil (Proverawati & Misaroh, 2009, p.85-86).

52

Dysmenorrhea primer tidak dapat diketahui secara pasti. Dysmenorrhea


primer lebih sering terjadi, kemungkinan lebih dari 50% wanita mengalaminya
dan 15% diantaranya mengalami nyeri hebat. Biasanya dysmenorrhea primer
timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama.
Nyeri pada dysmenorrhea primer di duga berasal dari kontrkasi rahim yang
dirangsang oleh prostaglandin (kelenjar kelamin) dan mencapai puncaknya
pada umur 15 dan 25 tahun. Adapun faktor lain yang dapat memperburuk
dysmenorrhea adalah rahim yang menghadap ke belakang, kurang
berolahraga, dan stress psikis atau sosial. Perbedaan berat ringannya nyeri
tergantung pada kadar prostaglandin. Wanita yang mengalami dysmenorrhea
memiliki kadar prostaglandin 5-13 kali lebih tinggi dibandingkan wanita yang
tidak mengalami dysmenorrhea. Meskipun demikian, tidak perlu khawatir
karena pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan menghilangnya
dysmenorrhea primer (El Manan, 2011,p.47-48).
Dysmenorrhea primer mulai timbul sejak haid pertama kali (menarche)
dan kelihatannya keluhan sakitnya menjadi sedikit berkurang seiring jalannya
waktu, setelah wanita yang bersangkutan menikah dan begitu hamil langsung
hilang (Yatim, 2001, p.17-18).
Dysmenorrhea primer terjadi beberapa waktu setelah menarche biasanya
setelah 12 bulan atau lebih, karena siklus haid pada bulan pertama setelah
menarche umumnya berjenis anovulator yang tidak disertai rasa nyeri
(Sarwono, 2006, p.229).
Menurut Sarwono (2006, p.229-230), ada beberapa faktor peranan sebagai
penyebab dysmenorrhea primer, antara lain :
a) Faktor kejiwaan
Pada gadis-gadis yang secara emosional tidak stabil, apalagi jika mereka
tidak mendapat penerangan yang baik tentang proses haid, mudah timbul
dysmenorrhea.
b) Faktor konstitusi (kebiasaan fungsional dari tubuh)
Faktor ini erat kaitannya dengan faktor kejiwaan, dapat juga menurunkan
ketahanan terhadap rasa nyeri. Faktor-faktor seperti anemia, penyakit
menahun dapat mempengaruhi timbulnya dysmenorrhea.
c) Faktor obstruksi kanalis servikalis

Salah satu teori yang paling tua untuk menerangkan terjadinya


dysmenorrhea primer ialah stenosis kanalis servikalis.
d) Faktor endokrin
53

Faktor ini mempunyai hubungan dengan soal tonus dan kontraktilitas otot
usus
e) Faktor alergi
Teori ini dikemukakansetelah memperhatikan adanya asosiasi antara
dysmenorrhea dengan urtikaria, migraine atau asma bronkhiale bahwa
sebab alergi ialah toksin haid.
2) Dysmenorrhea Sekunder

Dysmenorrhea sekunder, (disebut juga sebagai dismenorea ekstrinsik)


adalah nyeri menstruasi yang terjadi karena kelainan ginekologik, misalnya
endometriosis, fibroids dan adenomyosis. Terjadi pada wanita yang
sebelumnya tidak mengalami dysmenorrhea (Proverawati&Misaroh, 2009,
p.86).
Dysmenorrhea sekunder yaitu nyeri yang disebabkan oleh kelainan
ginekologik seperti salpingitis kronika, endometriosis, adenomiosis uteri,
stenosis servisis uteri (Sarwono, 2006, p.229).
Dysmenorrhea sekunder disebut juga dengan dysmenorrhea ekstrinsik,
adalah nyeri haid yang disebabkan kelainan organ reproduksi. Biasanya terjadi
pada wanita yang berusia kurang dari 25 tahun dan dapat terjadi pada 25%
wanita yang mengalami dysmenorrhea. Ada beberapa hal yang dapat
menyebabkan dysmenorrhea sekunder (Andira, 2010, p.40-41) yaitu :
a) Endometriosis, yaitu pertumbuhan jaringan dan dinding rahim pada daerah
b)
c)
d)
e)

di luar rahim seperti tuba fallopi atau ovarium.


Penyakit rongga dalam daerah kemaluan
Peradangan tuba fallopi
Perlengketan abnormal antara organ di dalam perut
Pemakaian IUD
Dysmenorrhea sekunder biasanya didapati pada wanita berusia diatas 20

tahun meskipun dalam beberapa kasus bisa mulai tampak pada usia kurang
dari 20 tahun (Ramaiah, 2004, p.65).
Rasa sakit akibat dysmenorrhea sekunder berkaitan dengan hormon
prostaglandin. Karena hormon tersebut banyak dihasilkan di dalam rahim
seperti alat KB atau tumor. Selain itu, prostaglandin juga berpengaruh dalam
meningkatkan kontraksi otot rahim yang bertujuan mendorong benda asing itu
keluar (Yatim, 2001, p.18).
Faktor Resiko Dysmenorrhea
Beberapa faktor di bawah ini dianggap sebagai faktor resiko timbulnya nyeri
menstruasi (Atikah&Proverawati, 2009, p. 87-88), yaitu :
1) Menstruasi pertama (menarche) di usia dini atau kurang dari 12 tahun
54

2)
3)
4)
5)
6)

Wanita yang belum pernah melahirkan anak hidup (nullipara)


Darah menstruasi berjumlah banyak atau masa menstruasi yang panjang
Merokok atau smoking
Adanya riwayat nyeri menstruasi pada keluarga
Obesitas atau kegemukan/ kelebihan berat badan

Tanda dan Gejala Dysmenorrhea


Gejala dysmenorrhea yang paling umum adalah nyeri mirip kram di bagian
bawah perut yang menyebar ke punggung dan kaki. Gejala lain yang timbul
diantaranya adalah muntah, sakit kepala, cemas, kelelahan, diare, pusing dan rasa
kembung. Beberapa wanita mengalami nyeri sebelum menstruasi dimulai dan bisa
berlangsung hingga beberapa hari (Ramaiah, 2004, p.65-66).
Menurut Kasdu (2008, p.13) ada beberapa gejala dysmenorrhea yang harus
dipahami, diantaranya adalah :
1) Rasa sakit yang dimulai pada hari pertama menstruasi.
2) Terasa lebih baik setelah pendarahan menstruasi mulai.
3) Terkadang nyerinya hilang setelah satu atau dua hari
4) Nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian
bawah dan tungkai.
5) Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul
yang terus menerus.
6) Terkadang disertai rasa mual, muntah, pusing atau pening.
Dysmenorrhea atau nyeri haid mungkin merupakan suatu gejala yang paling
sering menyebabkan wanita-wanita muda pergi ke dokter untuk konsultasi dan
pengobatan. Karena gangguan ini sifatnya subyektif, berat atau intensitasnya
sukar dinilai. Walaupun frekuensi dysmenorrhea cukup tinggi dan lama dikenal,
namun sampai sekarang patogenesisnya belum dapat dipecahkan dan memuaskan.
Oleh karena itu hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bagian
bawah sebelum dan selama haid dan sering kali rasa mual, muntah, sakit kepala,
diare, dan iritabilitas sehingga memaksa penderita untuk istirahat dan
meninggalkan pekerjaan atau cara hidupnya sehari-hari (Sarwono, 2006, p.229).
Penanganan Dysmenorrhea
Beberapa pendapat tentang upaya penanganan dysmenorrhea adalah :
1) Upaya penanganan dysmenorrhea menurut Yatim (2001, p.24) yaitu :
a) Olahraga dan latihan peregangan otot-otot dan ligament sekitar rongga
panggul, agar aliran darah di rongga panggul lancar. Selain itu, juga
dengan kebiasaan makanan berserat seperti makan buah dan sayur.
b) Obat-obatan anti sakit (analgetik) sebaiknya bukan golongan narkotik
seperti morfin dan codein.
55

c) Obat-obatan penghambat pengeluaran hormon prostaglandin, seperti


aspirin, indomethacin dan asam mefenamat.
2) Upaya penanganan dysmenorrhea menurut Proverawati dan Misaroh (2009,
p.89):
a) Latihan aerobik, seperti berjalan kaki, bersepeda atau berenang, membantu
memproduksi bahan alami yang dapat mem-blok rasa sakit.
b) Pakai kompres panas atau dingin pada daerah perut jika nyeri terasa.
c) Pastikan tidur yang cukup sebelum dan selama periode menstruasi.
d) Menghindari minum-minuman yang mengandung alkohol, kopi dan coklat
karena dapat meningkatkan kadar estrogen yang nantinya dapat memicu
e)
f)
g)
h)
i)

lepasnya prostaglandin.
Minum-minuman hangat yang berkalsium tinggi seperti susu.
Menggosok-gosok perut/ pinggang yang sakit.
Ambil posisi menungging sehingga rahim tergantung ke bawah.
Tarik nafas dalam-dalam secara perlahan untuk relaksasi.
Obat-obatan yang digunakan harus atas pengawasan dokter. Boleh minum
analgetik yang banyak dijual di toko obat, asal dosisnya tidak lebih dari 3

kali sehari.
3) Upaya penanganan dysmenorrhea menurut Sarwono (2006, p.231) adalah :
a) Penerangan dan nasihat
Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dysmenorrhea adalah gangguan
yang tidak berbahaya untuk kesehatan. Hendaknya diadakan penjelasan
dan diskusi mengenai cara hidup, pekerjaan, kegiatan dan lingkungan
penderita. Kadang juga perlu psikoterapi.
b) Pemberian obat analgesic

Jika rasa nyerinya berat, diperlukan istirahat di tempat tidur dan kompres
panas pada perut bawah untuk mengurangi penderitaan. Obat analgesic
yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan
kafein. Obat-obat paten yang beredar di pasaran ialah novalgin, ponstan
dan acet-aminophen.
c) Terapi hormonal

Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi. Tindakan ini bersifat


sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa gangguan
benarbenar dysmenorrhea primer atau untuk memungkinkan penderita
melaksankan pekerjaan penting pada waktu haid tanpa gangguan. Tujuan
ini dapat dicapai dengan pemberian salah satu jenis pil kombinasi
kontrasepsi.
d) Terapi dengan obat nonsteroid antiprostaglandin
Terapi ini memegang peranan yang paling penting terhadap dysmenorrhea
primer. Termasuk disini indometasin, ibuprofen dan naproksen, hendaknya
56

pengobatan diberikan sebelum haid mulai yaitu satu sampai tiga hari
sebelum haid dan pada hari pertama haid.
e) Dilatasi kanalis servikalis
Dapat memberikan keringanan karena memudahkan pengeluaran darah
haid dan prostaglandin di dalamnya.

VII.

KESIMPULAN
Ny. Retno, 30 tahun, P0A0, mengeluh nyeri menstruasi sejak 3 bulan yang lalu et
causa kista endometriosis di ovarium sinistra.

57

DAFTAR PUSTAKA
Aida, FY. 2013. Kista Endometriosis. http://www.scribd.com/doc/21973037/Kista
Endometriosis#scribd. Diunduh pada tanggal 9 Maret 2016.
Aldani, N A. 2011. Nyeri Haid pada Menstruasi. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Diakses pada http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/119/jtptunimus-gdlmurtisusan-5918-2-babii.pdf tanggal 8 Maret 2016.
Anwar, Mochamad. 2011. Ilmu Kandungan edisi ketiga. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Djuwanto, T. Diagnosis Endometriosis dalam Praktik. Bandung: Sub bagian Fertilitas
Endokrinologi Reproduksi Bagian Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran.
Handayani, T L. 2011. Kista Ovarium. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
Heriansyah. R. 2011. Endometriosis. Medan:
Utara.

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30234/4/Chapter%20II.pdf

di

unduh pada 08 Maret 2016.


Kapoor,

Dharmesh.

Endometriosis.

2009.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/271899-print pada tanggal 8 Maret 2016.


Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Purwanto, M. 2014. Endometriosis. http:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30234/4/
Chapter%20II.pdf. diunduh pada tanggal 9 Maret 2016.
Rosevear, Sylvia K. Endometriosis and Chronic Pelvic Pain dalam Handbook of
Gynaecology Management. 2002. Oxford : Blackwell Science Ltd.
Saol,
Turandot.
Endometriosis.
2010.
Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/795771-print pada tanggal 7 Maret 2016.


Saragih. 2014. Infertilitas. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Diakses
pada

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41554/4/Chapter%20II.pdf.

Diakses pada tanggal 8 maret 2014.


USU. 2015. Definisi Siklus Menstruasi. From: http://repository.usu.ac.id/bitstream diunduh
pada 7 Maret 2016.
58

USU. 2011. Siklus Menstruasi. From: http://repository.usu.ac.id/bitstream diunduh pada 7


Maret 2016.
USU. 2012. Endometriosis. From: http://repository.usu.ac.id/bitstream diunduh pada 7 Maret
2016.
Wiknjosastro H. Endometriosis. Ilmu Kandungan edisi ke-2. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo, 2007.

59

You might also like