Professional Documents
Culture Documents
DISUSUN OLEH :
MAUDUDIJMAL RAHIM
0004.06.15.2014
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Taala atas
segala karunia-Nya sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr.H. M. Hattah Fattah,
M.Si selaku dosen pengajar yang telah memberikan semangat yang membangun
sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Tak lupa pula terima kasih penulis
ucapkan kepada seluruh teman - teman mahasiswa Pasca Sarjana UMI Program
Magister Sains Jurusan Manajemen Pesisir dan Teknologi Kelautan Angkatan XV
yang memberikan saran dan dorongan semangat. Serta seluruh pihak yang turut
membantu dalam penyelesaian tulisan ini.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan baik
bagi penulis maupun bagi para pembaca.
Maududijmal Rahim
Latar Belakang
Terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor 1 / PERMEN-KP / 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.),
Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) ini dilatar
belakangi oleh keberadaan dan ketersediaan sumberdaya perikanan (Lobster
(Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.),
yang mengalami penurunan populasi, sehingga untuk mengembalikan dan
menjaga kelestarian sumberdaya perikanan tersebut, maka diterbitkanlah
Peraturan Menteri ini.
Peraturan ini membatasi ukuran Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang
dapat ditangkap oleh nelayan, sehingga nelayan hanya dapat menangkap
sumberdaya perikanan yang terdapat pada peraturan tersebut dengan ukuran dan
ketentuan tertentu. Peraturan Menteri ini selanjutnya diperjelas dengan keluarnya
Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor
18/MEN-KP/I/2015.
nelayan yang menolak keputusan penerbitan peraturan ini, terbitnya peraturan ini
justru menjadi masalah dalam kehidupan mereka sebagai nelayan yang sangat
menggantungkan hidupnya hanya pada pemanfaatan sumberdaya alam perikanan.
Peraturan ini menyebabkan terbatasnya akses nelayan untuk memanfaatkan
sumberdaya alam perikanan tersebut, nelayan akan sangat sulit untuk
mengembalikan sumberdaya perikanan hasil tangkapan yang tidak memenuhi
persyaratan penangkapan yang diatur oleh peraturan dikarenakan jika nelayan
mengembalikan hasil tangkapannya tersebut ke alam, maka tidak ada yang dapat
menjamin nelayan akan mendapatkan hasil tangkapan lain yang diperbolehkan.
Selain itu jika ternyata hasil tangkapan nelayan yang belum memenuhi
persyaratan tersebut telah mati, maka nelayan diwajibkan untuk mencatat dan
melaporkannya kepada Direktur Jenderal melalui kepala pelabuhan pangkalan
sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Penangkapan Ikan. Hal ini tentu sangat
merepotkan dan menyita waktu bagi nelayan, utamanya bagi nelayan kecil yang
merasa bahwa melakukan hal tersebut hanyalah membuang-buang waktu dan
energi. Nelayan merasa lebih baik memanfaatkan waktu dan energinya untuk
dimaksimalkan
dalam
pelaksanaan
penangkapan
sumberdaya
perikanan
menunjang
keberlangsungan
pembangunan
sektor
kelautan
dan
perikananyang berkelanjutan.
Peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Susi Pudjiastuti ini muncul
menunjukkan betapa penting dan mendesaknya perbaikan kondisi populasi
Lobster, Kepiting, dan Rajungan di alam, sehingga jika dibandingkan dengan
Kuadran Penentuan Prioritas pada Gambar 1, maka kebijakan ini akan masuk
pada Kuadran I (Penting dan Mendesak).
Dinamika Kebijakan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1 /
PERMEN-KP / 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting
(Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) jika dianalisis berdasarkan
Tabel Perbandingan Arah Dinamika Kebijakan Publik Pada Negara Maju dan
Negara Berkembang pada Tabel 1, maka dapat disimpulkan bahwa peraturan ini
mengarah pada kebijakan yang bertujuan untuk perlindungan alam dan
konservasi, membatasi pemanfaatan sumberdaya alam, mengatur pemanfaatan
sumberdaya alam, mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dan berusaha di
sektor lain dibandingkan hanya di satu jenis usaha penangkapan, dan kebijakan ini
juga memikirkan keberlanjutan kehidupan spesies tertentu di masa yang akan
datang.
Tabel 1. Perbandingan Arah Dinamika Kebijakan Publik Pada Negara Maju
dan Negara Berkembang
Nomor 1
langsung kepada nelayan untuk memahami dan mengerti arti penting dari adanya
kebijakan ini bagi keberlangsungan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.
Kebijakan ini dapat pula masuk ke dalam kuadran IV (Inspiration Zone)
jika pelaksanaannya mudah dilaksanakan di lapangan, dan kebijakan ini dapat
menjadi inspirasi bagi nelayan dalam penyelesaian permasalahan sektor kelautan
dan perikanan, sehingga nelayan bahkan tidak hanya mengaplikasikan kebijakan
ini pada komoditas Lobster, Kepiting, dan Rajungan, namun pada sektor lain yang
dapat menunjang dan meningkatkan tingkat populasi Lobster, Kepiting, dan
Rajungan.