You are on page 1of 12

KAJIAN ANALISIS KEBIJAKAN

PERMEN KP NO 1 TAHUN 2015 TENTANG


PENANGKAPAN LOBSTER (Panulirus spp.), KEPITING
(Scylla spp.), DAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus spp.)

DISUSUN OLEH :

MAUDUDIJMAL RAHIM
0004.06.15.2014

MANAJEMEN PESISIR DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


PROGRAM MAGISTER SAINS
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2016

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Taala atas
segala karunia-Nya sehingga tulisan ini berhasil diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr.H. M. Hattah Fattah,
M.Si selaku dosen pengajar yang telah memberikan semangat yang membangun
sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. Tak lupa pula terima kasih penulis
ucapkan kepada seluruh teman - teman mahasiswa Pasca Sarjana UMI Program
Magister Sains Jurusan Manajemen Pesisir dan Teknologi Kelautan Angkatan XV
yang memberikan saran dan dorongan semangat. Serta seluruh pihak yang turut
membantu dalam penyelesaian tulisan ini.
Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat dan menambah wawasan baik
bagi penulis maupun bagi para pembaca.

Makassar, Rajab 1437 H


April 2016 M

Maududijmal Rahim

Latar Belakang
Terbitnya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
Nomor 1 / PERMEN-KP / 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.),
Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) ini dilatar
belakangi oleh keberadaan dan ketersediaan sumberdaya perikanan (Lobster
(Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.),
yang mengalami penurunan populasi, sehingga untuk mengembalikan dan
menjaga kelestarian sumberdaya perikanan tersebut, maka diterbitkanlah
Peraturan Menteri ini.
Peraturan ini membatasi ukuran Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang
dapat ditangkap oleh nelayan, sehingga nelayan hanya dapat menangkap
sumberdaya perikanan yang terdapat pada peraturan tersebut dengan ukuran dan
ketentuan tertentu. Peraturan Menteri ini selanjutnya diperjelas dengan keluarnya
Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Nomor

18/MEN-KP/I/2015.

Social belief dan goodness


Terbitnya Peraturan Menteri ini pada kenyataannya menimbulkan pro dan
kontra di tengah masyarakat. Hal ini dikarenakan bagi sebagian nelayan, sangat
sulit untuk mengaplikasikan Peraturan Menteri tersebut. Bagi nelayan yang
merasa bahwa keberadaan peraturan ini menguntungkan dan bermanfaat, hal
tersebut dikarenakan peraturan ini dapat mengedukasi nelayan dan masyarakat
pada umumnya untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam perikanan agar
sumberdaya perikanan tersebut dapat selalu dimanfaatkan hingga generasi
selanjutnya, selain itu adanya penetapan ukuran batas minimal yang dapat
ditangkap oleh nelayan dapat meningkatkan harga jual komoditas perikanan
tersebut di pasaran yang pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan nelayan.
Berbeda dengan nelayan yang mendukung Peraturan Menteri ini, bagi

nelayan yang menolak keputusan penerbitan peraturan ini, terbitnya peraturan ini
justru menjadi masalah dalam kehidupan mereka sebagai nelayan yang sangat
menggantungkan hidupnya hanya pada pemanfaatan sumberdaya alam perikanan.
Peraturan ini menyebabkan terbatasnya akses nelayan untuk memanfaatkan
sumberdaya alam perikanan tersebut, nelayan akan sangat sulit untuk
mengembalikan sumberdaya perikanan hasil tangkapan yang tidak memenuhi
persyaratan penangkapan yang diatur oleh peraturan dikarenakan jika nelayan
mengembalikan hasil tangkapannya tersebut ke alam, maka tidak ada yang dapat
menjamin nelayan akan mendapatkan hasil tangkapan lain yang diperbolehkan.
Selain itu jika ternyata hasil tangkapan nelayan yang belum memenuhi
persyaratan tersebut telah mati, maka nelayan diwajibkan untuk mencatat dan
melaporkannya kepada Direktur Jenderal melalui kepala pelabuhan pangkalan
sebagaimana tercantum dalam Surat Izin Penangkapan Ikan. Hal ini tentu sangat
merepotkan dan menyita waktu bagi nelayan, utamanya bagi nelayan kecil yang
merasa bahwa melakukan hal tersebut hanyalah membuang-buang waktu dan
energi. Nelayan merasa lebih baik memanfaatkan waktu dan energinya untuk
dimaksimalkan

dalam

pelaksanaan

penangkapan

sumberdaya

perikanan

dibandingkan hal tersebut.


Terdapat pula alasan lain yang menyebabkan sebagian nelayan menolak
untuk mengaplikasikan peraturan tersebut, konsumen sumberdaya perikanan
khususnya Lobster, Kepiting, dan Rajungan justru yang selama ini mencari
keberadaan Lobster, Kepiting, dan Rajungan yang dalam kondisi bertelur. Karena
adanya permintaan dari pasar, sehingga para nelayan akan berusaha memenuhi
permintaan tersebut, disamping itu harga yang ditawarkan jika Lobster, Kepiting,
dan Rajungan tersebut dalam keadaan bertelur dapat dipatok jauh lebih tinggi
dibandingkan yang tidak bertelur.
Prioritas Kebijakan

Munculnya peraturan ini sesungguhnya merupakan salah satu bukti bahwa


pemerintah memandang sangat perlu untuk membatasi sementara waktu
pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya Lobster, Kepiting, dan Rajungan
untuk

menunjang

keberlangsungan

pembangunan

sektor

kelautan

dan

perikananyang berkelanjutan.
Peraturan yang dikeluarkan oleh Menteri Susi Pudjiastuti ini muncul
menunjukkan betapa penting dan mendesaknya perbaikan kondisi populasi
Lobster, Kepiting, dan Rajungan di alam, sehingga jika dibandingkan dengan
Kuadran Penentuan Prioritas pada Gambar 1, maka kebijakan ini akan masuk
pada Kuadran I (Penting dan Mendesak).

Gambar 1. Kuadran Penentuan Prioritas (Dwidjowijoto, 2003)

Kebijakan ini dilahirkan tentu dengan mempertimbangkan lestarinya


spesies tersebut, sehingga selain generasi kita saat ini, generasi mendatangpun
akan tetap dapat menikmati sumberdaya alam perikanan tersebut.
Jika peraturan ini tidak dikeluarkan, dikhawatirkan populasi Lobster,
Kepiting, dan Rajungan akan menyusut drastis dan hal yang dapat terjadi adalah
semakin berkurangnya pendapatan nelayan dari sektor sumberdaya perikanan
tersebut.

Dinamika Kebijakan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 1 /
PERMEN-KP / 2015 tentang Penangkapan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting

(Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus pelagicus spp.) jika dianalisis berdasarkan
Tabel Perbandingan Arah Dinamika Kebijakan Publik Pada Negara Maju dan
Negara Berkembang pada Tabel 1, maka dapat disimpulkan bahwa peraturan ini
mengarah pada kebijakan yang bertujuan untuk perlindungan alam dan
konservasi, membatasi pemanfaatan sumberdaya alam, mengatur pemanfaatan
sumberdaya alam, mendorong masyarakat untuk lebih kreatif dan berusaha di
sektor lain dibandingkan hanya di satu jenis usaha penangkapan, dan kebijakan ini
juga memikirkan keberlanjutan kehidupan spesies tertentu di masa yang akan
datang.
Tabel 1. Perbandingan Arah Dinamika Kebijakan Publik Pada Negara Maju
dan Negara Berkembang

Kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan


Perikanan Republik Indonesia Nomor 1 / PERMEN-KP / 2015 ini menunjukkan
bahwa poin-poin yang terdapat pada kebijakan tersebut memperlihatkan Indonesia
memiliki salah satu kebijakan dari suatu negara maju.

Pemetaan muatan kebijakan


Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia

Nomor 1

/ PERMEN-KP / 2015 ini merupakan kebijakan yang menyangkut kepentingan


umum, terutama nelayan Lobster, Kepiting, dan Rajungan, sehingga jika
kebijakan ini jika dipetakan dalam Kuadran Kebijakan Publik akan berada pada
Kuadran IV yang menyangkut masalah publik yang merupakan tanggung jawab
negara.

Gambar 2. Kuadran Kebijakan Publik

Perumusan penilaian kebijakan


Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan ini jika dipetakan dalam Model
Prioritas Keban (Gambar 3) dapat memasukkan kebijakan tersebut ke dalam dua
jenis kuadran, yaitu kuadran II (Negotiating Zone) dan kuadran IV (Inspiration
Zone). Kebijakan ini dapat masuk ke dalam kuadran II (Negotiating Zone) jika
pelaksanaannya mudah dilaksanakan di lapangan, namun sulit disetujui oleh
masyarakat nelayan yang menangkap komoditas perairan Lobster, Kepiting, dan
Rajungan, sehingga untuk mengatasinya dibutuhkan diskusi dan negosiasi

langsung kepada nelayan untuk memahami dan mengerti arti penting dari adanya
kebijakan ini bagi keberlangsungan sumberdaya perikanan yang berkelanjutan.
Kebijakan ini dapat pula masuk ke dalam kuadran IV (Inspiration Zone)
jika pelaksanaannya mudah dilaksanakan di lapangan, dan kebijakan ini dapat
menjadi inspirasi bagi nelayan dalam penyelesaian permasalahan sektor kelautan
dan perikanan, sehingga nelayan bahkan tidak hanya mengaplikasikan kebijakan
ini pada komoditas Lobster, Kepiting, dan Rajungan, namun pada sektor lain yang
dapat menunjang dan meningkatkan tingkat populasi Lobster, Kepiting, dan
Rajungan.

Gambar 3. Model Prioritas (Keban, 2001)


Nelayan dapat secara swadaya merehabilitasi kawasan terumbu karang dan
hutan mangrove sebagai habitat alami dari Lobster, Kepiting, dan Rajungan
sehingga selain dapat meningkatkan tingkat perekonomian nelayan, keberadaan
habitat sumberdaya perikanan dan ekosistem terumbu karang dan mangrove
menjadi lestari, sehingga dapat tercipta pembangunan perikanan yang
berkelanjutan.

You might also like