You are on page 1of 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelebihan hormon pertumbuhan adalah peningkatan kadar GH yang
bersirkulasi.

Peningkatan

kadar

GH

menyebabkan

peningkatan

kadar

somatomedin dan peningkatan pertumbuhan tulang, kartilago dan jaringan lain.


Efek langsung GH pada pemecahan karbohidrat dan sintesis protein juga terjadi.
Kelebihan hormon pertumbuhan biasanya disebabkan oleh tumor penyekresi GH
di Hipofisis anterior. Penyakit Kelebihan GH antara lain : Gigantisme dan
akromegali.
Gigantisme, suatu penyakit kelebihan pertumbuhan longitudinal tulang
skelet, dijumpai akibat kelebihan GH sebelum pubertas. Kelebihan GH pada masa
kanak-kanak, dimana lempeng epifisis (epiphyseal plate) pada ujung-ujung tulang
panjang masih belum tertutup, akan berakibat timbulnya tubuh raksasa
(gigantisme).Pada umumnya pasien gigantisme

juga menunjukkan gambaran

akromegali. Akromegali, suatu penyakit proliferasi jaringan penyambung,


dijumpai pada individu dewasa dengan kelebihan GH. Karena pertumbuhan
tulang panjang berhenti pada individu dewasa, kelebihan GH tidak dapat
menyebabkan pertumbuhan skelet. Akromegali berkaitan dengan pertumbuhan
kartilago tangan, kaki, hidung, rahang, dagu, dan tulang wajah. Proliferasi
jaringan penyambung di organ internal, termasuk jantung, juga terjadi.
Tumor sel somatotrop hipofisis anterior mensekresi sejumlah besar
hormon

pertumbuhan,

yang

pada

anak

menyebabkan

gigantisme

dan

menyebabkan akromegali pada orang dewasa. Hipersekresi hormon pertumbuhan


disertai dengan hiperseksresi prolaktin pada 20-40% pasien akromegali selain itu,
sekresi sub unit hormon glikoprotein dikatakan terjadi pada hampir 37% pasien.
Akromegali dapat disebabkan oleh tumor pensekresi hormon pertumbuhan

ekstrahipofisis

serta

intrahipofisis

dan

oleh

tumor

hipotalamus

yang

mensekresikan GRH, tetapi penyakit ini jarang ditemukan. Sekitar 25% pasien
memperlihatkan uji toleransi glukosa yang abnormal, dan empat persen
mengalami laktasi walaupun tidak hamil.
Pada orang dewasa kelebihan growth hormone pada pria dan wanita
adalah sama. Gigantisme dan akromegali adalah kelainan yang disebabkan oleh
karena sekresi Growth Hormone (GH) yang berlebihan. Gigantisme terjadi
sebelum proses penutupan epifisis. Sedangkan akromegali terjadi kalau proses
tersebut terjadi setelah penutupan epifisis. Sehingga tampak terjadinya
pertumbuhan jaringan lunak dan struktur tulang yang berlebihan.
Timbulnya gambaran klinis berlangsung perlahan-lahan dimana waktu
rata-rata antara mulai keluhan sampai terdiagnosis berkisar sekitar 12 tahun.
Gambaran klinis akromegali / gigantisme dapat berupa akibat kelebihan GH /
IGF-1 dan akibat massa tumor sendiri. Pengobatan pada kasus dini dengan
pembedahan tumor, obat-obatan dan penyinaran dapat memperbaiki kualitas
hidup pasien.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep tentang Gigantisme dan Akromegali?
2. Bagaimana asuhan keperawatan klien dengan Gigantisme dan Akromegali?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Konsep tentang Gigantisme dan Akromegali.
2. Mengetahui asuhan keperawatan klien dengan Gigantisme dan Akromegali

BAB II

KONSEP MEDIS
A. Defenisi Gigantisme dan Akromegali
Gigantisme adalah pertumbuhan berlebihan akibat pelepasan hormon
pertumbuhan berlebihan, yang terjadi pada masa anak-anak dan remaja
keadaan ini menyebabkan pertumbuhan longitudinal pasien sangat cepat dan
pasien akan menjadi seorang raksasa (Syilfia A Price, 2005).
Gigantisme merupakan peningkatan hormon protein dalam banyak
jaringan, meningkatkan penguraian asam lemak dan jaringan adipose dan
kadar glukosa darah. Gigantisme terjadi pada periode anak-anak ketika
skeleton masih berpotensi untuk tumbuh, atau pada pra pubertas (Arvin,
2000).
Akromegali adalah pertumbuhan berlebihan akibat pelepasan hormon
pertumbuhan

yang

berlebihan

terjadi

setelah

epifisis

tulang

menutup.Akromegali juga merupakan penyakit menahun yang disebabkan


adenoma pada hipofisis dan dapat memberikan kelainan neurologic dan
metabolik. Akromegali ditandai dengan membesarnya ujung anggota badan,
seperti hidung, dagu, telinga, dan kaki (Cahyanur, 2010).
B. Etiologi Gigantisme dan Akromegali
Gigantisme disebabkan oleh sekresi GH yang berlebihan. Keadaan ini
dapat diakibatkan tumor hipofisis yang menyekresi GH atau karena kelainan
hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara berlebihan.
Gigantisme dapat terjadi bila keadaan kelebihan hormon pertumbuhan terjadi
sebelum lempeng epifisis tulang menutup atau masih dalam masa
pertumbuhan. Penyebab kelebihan produksi hormon pertumbuhan terutama

adalah tumor pada sel-sel somatotrop yang menghasilkan hormon


pertumbuhan (U.S. Department of Health and Human Services, 2008).
Akromegali disebabkan oleh sekresi GHRA yang berlebihan dengan
akibat hyperplasia somatotrof. Pelepasan hormon pertumbuhan berlebihan
hampir selalu disebabkan oleh tumor hipofisa jinak (adenoma). Sebagian
besar (98%) kasus akromegali disebabkan oleh tumor hipofisis. Gejala klinis
yang dijumpai pada pasien akromegali disebabkan oleh massa tumor dan
hipersekresi hormon pertumbuhan (growth hormone) yang terjadi setelah
lempeng pertumbuhan tulang menutup (U.S. Department of Health and
Human Services, 2008).
C. Patofisiologi Gigantisme dan Akromegali
Gigantisme dan Akromegali disebabkan oleh sekresi GH yang
berlebihan. Keadaan ini dapat diakibatkan tumor hipofisis yang menyeksresi GH
atau karena kelaianan hipotalamus yang mengarah pada pelepasan GH secara
berlebihan. Pada beberapa pasien dapat timbul akromegali sebagai respon terhadap
neoplasia yang menyekres GHRA ektopik. Pada pasien ini terdapat hiperplasia
hipofisis somatotrop dan hipersekresi Gh. Bila kelebihan GH terjadi selama masa
anak-anak dan remaja, maka pertumbuhan longitudinal pasien sangat cepat, dan
pasien akan menjadi seorang raksasa. Setelah pertumbuhan somatis selasai,
hipersekresi GH tidak akan menimbulkan gigantisme, tetapi menyebabkan
penebalan tulang-tulang dan jaringan lunak. Keadaan ini disebut akromegali, dan
penderita akromegali memperlihatkan pembesaran tangan dan kaki. Tangan tidak
saja menjadi lebih besar, tetapi bentuknya akan makin menyerupai persegi empat
(seperti sekop) dengan jari-jari tangan lebih bulat dan tumpul. Penderita mungkin
membuthkan ukuran sarung tangan yang lebih besar. Kaki juga menjadi lebih besar
dan lebih lebar, dan penderita menceritakan mereka harus mengubah ukuran

sepatunya. Pembesaran ini biasanya disebabkan oleh pertumbuhan dan penebalan


tulang dan peningkatan jaringan lunak (Price, 2005)
Selain itu, perubahan bentuk raut wajah dapat membantu diagnosis pada
inspeksi. Raut wajah menjadi semakin kasar, sinus paranasalis dan sinus frontalis
membesar. Bagian frontal menonjol, tonjolan supraorbital menjadi semakin nyata,
dan terjadi defornitas mandibula disertai timbulnya proknatisme (rahang yang
menjorok kedepan) dan gigi geligi tidak dapat menggigit. Pembesaran mandibula
menyebabkan gigi-gigi renggang. Lidah juga membesar, sehingga penderita sulit
untuk berbicara. Suara menjadi lebih dalam akibat penebalan pita suara (Price,
2005).
Deformitas tulang belakang karena pertumbihan tulang yang berlebihan,
mengakibatkan timbulnya nyeri dipunggung dan perubahan fisiologik lengkung
tulang

belakang.

Pemeriksaan

radiografi

tengkorak

pasien

akromegali

menunjukkan perubahan khas disertai pembesaran sinus paranasalis, penebalan


kalvario, deformitas mandi bula ( menyerupai bumerang), dan yang paling penting
iyalah penebalan dan destruksi sela tursika yang menimbulkan dugaan adanya
tumor hipofisis (Price, 2005).
Bila akromegali berkaitan dengan tumor hipofisis, maka pasien mungkin
mengalami nyeri kepala bitemporal dan gangguan penglihatan disertai hemianopsia
botemporal akibat penyebaran supraselar tumor tersebut, dan penekanan kiasma
optikum. Pasien dengan akromegali memiliki kadar basal GH dan IGF -1 yang tinggi
dan juga dapat diuji dengan pemberian glukosa oral. Pada subjek yang normal,
induksi hiperglikemia dengan glukosa akan menekan kadar GH. Sebaliknya, pada
pasien akromegali atau gigantisme kadar GH gagal ditekan (Price, 2005).
CT scan dan MRI pada sela tursika memperlihatkan mikroadenoma hipofisis,
serta makro adenoma yang meluas keluar sela mencakup juga sisterna di atas sela,
dan daerah sekitar sela, atau sinus sfenoid.Pengobatan akromegali atau gigantisme

lebih kompleks. Iradiasi hipofisi, pembedahan kelenjar hipofisis untuk mengangkat


tumor hipofisis, atau kombinasi keduanya, dapat mengakibatkan penurunan atau
perbaikan penyakit. Pengobatan medis dengan menggunakan octreotide, suatu analog
somatostatin, juga tersedia. Octreotide dapata menurunkan kadar GH dan IGF -1,
mengecilkan ukuran tumor dan memperbaiki gambaran klinis (Price, 2005).
D. Manifestasi Klinis Gigantisme dan Akromegali
1. Keluhan pokok
Akibat penekanan tumor (makro adenoma):
a. Sakit kepala
b. Gangguan penglihatan:
1) Hemianopsi bitemporal
2) Skotoma atau buta
c. Kejang-kejang
d. Keringat banyak
e. Keluhan-keluhan DM
2. Tanda Penting
Produksi GH meningkat (mikro-adenom)
a. Gangguan pertumbuhan tulang:
1) Bentuk muka berubah (frontal bossing)
2) Pertumbuhan gigi tidak rapat (prognatisme) dan maloklusi
3) Kiposis
4) Artropi
Akibat pada jaringan lunak:
5) Penebalan dan pelebaran hidung, lidah, bibir dan telinga.
6) Pembesaran kaki dan tangan
7) Kulit tebal, basah, dan berminyak
8) Lipatan kulit kasar (skin tag)
9) Acanthosis nigrikan
10) Hipertrikosis
11) Telapak kaki menebal (heel pads)
12) Suara parau (lower pitch)
b. Kelumpuhan N. III, IV, V,VI
E. Penatalaksanaan Gigantisme dan Akromegali
1. Terapi Umum

a. Istirahat
b. Diet
c. Medikamentosa
1) Obat pertama:
Bromokroptin (parlodel). Dosis 2,5 mg sesudah makan

malam, dinaikkan 2,5 mg setiap 2-4 hari.


Okreotid (long acting somatostin analogue) dosis 100-

200 g/ 8 jam, maksimun 1500 g


2) Obat alternatif:d. Radiasi
e. Pembedahan
1) Transfenoidal
2. Terapi komplikasi
1. Terbaik untuk makro-adenom

F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Mubin, H
1. Pemeriksaan Laboratorium
a.
b.
c.
d.

Glukosa darah meningkat


Hiperfosfatemi
Hiperlipidemi
Hiperkalsemi

2.Pemeriksaan Khusus
a. Peningkatan growth hormon darah atau SM-C (IGF-1)
b. Somatostatin meningkat
c. CT Scan

d. MRI
CT scan dan MRI pada sela tursika memperlihatkan
mikroadenoma hipofisis, serta makro adenoma yang meluas keluar
sela mencakup juga sisterna di atas sela, dan daerah sekitar sela, atau
sinus

sfenoid.Pengobatan

akromegali

atau

gigantisme

lebih

kompleks. Iradiasi hipofisi, pembedahan kelenjar hipofisis untuk


mengangkat tumor hipofisis, atau kombinasi keduanya, dapat
mengakibatkan penurunan atau perbaikan penyakit. Pengobatan
medis dengan menggunakan octreotide, suatu analog somatostatin,
juga tersedia. Octreotide dapata menurunkan kadar GH dan IGF -1,
mengecilkan ukuran tumor dan memperbaiki gambaran klinis.

G. Komplikasi Gigantisme dan Akromegali


1. Hipertropi Jantung
2. Hipertensi
3. Diabetes Melitus
H. Prognosis Gigantisme dan Akromegali
Bergantung pada :
1. Lamanya proses berlangsung
2. Besarnya tumor
3. Tingginya kadar GH preoperatif

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN
A. Dasar Data Pengkajian Pasien
1. Keluhan Utama
Klien mengeluh pertumbuhan tulang abnormal pada gigantisme, pertumbuhan
longitudinal dan sangat cepat. Pada akromegali umumnya memeperlihatkan
pembesaran tangan dan kaki.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan. Pada gigantisme klien biasanya mengatakan
pertumbuhan tulang yang berlebihan sehingga tinggi badan abnormal, untuk
anak-anak pertumbuhannya dua kali tinggi badan normal pada usia tersebut.
Didapatkan masa pubertas yang tertunda dan alat kelamin tidak dapat tumbuh
sempurna. Pada akromegali klien mengatakan tulang mengalami kelainan
bentuk, bukan memanjang, gambaran tulang wajah kasar, tangan dan kakinya
membengkak.
3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada gigantisme dan akromegali biasanya riwayat penyakit dahulu klien


mungkin pernah menderita tumor hipofisis jinak.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Gigantisme dan akromegali tidak diturunkan dari riwayat keluarga yang
memilki penyakit akromegali dan gigantisme.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Breath (B1)
Biasanya pada pasien akromegali dan gigantisme tidak terjadi perubahan pola
nafas. Bunyi nafas normal. Gangguan nafas biasanya terjadi akibat adanya proses
pembesaran tumor hipofisis.
2. Blood (B2)
Pada gigantisme biasanya tidak terjadi perubahan dalam kerja jantung. Pada
akromegali jantung biasanya membesar dan fungsinya sangat terganggu sehingga
terjadi gagal jantung.
3. Brain (B3)
Pada tumor hipofisis yang mengakibatkan akromegali biasanya terjadi nyeri
kepala bitemporal, gangguan penglihatan disertai hemi-anopsia bitemporal akibat
penyebaran supraselar tumor dan penekanan kiasma optikum.
4.

Bladder (B4)
Pada gigantisme terjadi pertumbuhan alat kelamin yang tidak sempurna. Pola
BAK biasanya normal. Pada akromegali terdapat penurunan libido, impotensi,
oligomenorea, infertilitas, nyeri senggama pada wanita, batu ginjal.

5.

Bowel (B5)
Biasanya pola BAB normal, terjadi deformitas mandibula disertai timbulnnya
prognatisme (rahang ang menjorok ke depan) dan gigi geligi tidak dapat
menggigit sehingga meyulitkan dalam mengunyah makanan. Pembesaran

10

mandibula menyebabkan gigi-gigi renggang, lidah juga membesar sehingga


penderita sulit berbicara. (Price, 2005)
6.

Bone (B6)
Pada gigantisme pertumbuhan longitudinal, pembesaran pada kaki dan tangan
perubahan bentuk yang terjadi membesar. Deformitas tulang belakang karena
pertumbuhan tulang yang berlebihan, mengakibatkan timbulnya nyeri punggung
dan perubahan fisiologik tulang belakang. Terdapat nyeri sendi pada bahu tulang
dan lutut. (Price, 2005)

C. Pemeriksaan Fisik
1. Foto tengkorak
2. CT scan otak
3. Pemeriksaan kadar GH
4. Tes toleransi glukosa.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmissi
impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus
2. Nyeri berhubungan dengan adanya adenoma kelenjar hipofisis
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya pertumbuhan organ-organ yang
berlebihan
E. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan persepsi sensori (penglihatan) berhubungan dengan gangguan transmissi
impuls sebagai akibat penekanan tumor pada nervus optikus.
Tujuan : gangguan persepsi sensori teratasi.
Kriteria hasil :

11

a. Dengan penglihatan yang terbatas klien mampu melihat lingkungan


semaksimal mungkin.
b.

Mengenal perubahan stimulus yang positif dan negatif.

c.

Mengidentifikasi kebiasaan lingkungan.

Rencana Tindakan:
1.

Orientasikan pasien terhadap lingkungan aktifitas.


Rasional : Memperkenalkan pada pasien tentang lingkungan dam aktifitas
sehingga dapat meninggalkan stimulus penglihatan.

2.

Bedakan kemampuan lapang pandang diantara kedua mata


Rasioal : Menentukan kemampuan lapang pandang tiap mata

3.

Observasi tanda disorientasi dengan tetap berada di sisi pasien


Rasional : Mengurangi ketakutan pasien dan meningkatkan stimulus.
4. Dorong klien untuk melakukan aktivitas sederhana seperti menonton TV,
mendengarkan radio. dll
Rasional : Meningkatkan input sensori, dan mempertahankan perasaan
normal, tanpa meningkatkan stress.

5.

Posisi pintu harus tertutup terbuka, jauhkan rintangan.


Rasional : Menurunkan penglihatan perifer dan gerakan.

2. Nyeri berhubungan dengan adanya adenoma kelenjar hipofisis


Tujuan : Rasa nyeri berkurang atau hilang
Kriteria Hasil :
a.

Pasien akan memberitahukan nyeri hilang atau terkontrol

b.

Pasien dapat melakukan tindakan atau metode untuk mengurangi dan


mengatasi nyeri.

Intervensi:
1) Kaji karakteristik nyeri

12

Rasional : Untuk mengetahui berapa berat nyeri yang dialami pasien.


2) Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal, seperti: ekspresi wajah;
gelisah, menangis, menarik diri
Rasional : Merupakan indikator / derajat nyeri yang tidak langsung dialami
pasien
3) Ciptakan lingkungan yang nyaman
Rasional : Rangsangan yang berlebihan dari lingkungan akan memperberat
rasa nyeri
4) Atur posisi pasien senyaman mungkin sesuai keinginan pasien.
Rasional : Posisi yang nyaman akan membantu memberikan kesempatan pada
otot untuk relaksasi seoptimal mungkin
5) Anjurkan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu muncul
Rasional : Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat
mengurangi beratnya serangan
6) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi.
Rasional : Teknik distraksi dan relaksasi dapat mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien.
7) Kolaborasi dalam pemberian analgesik
Rasional : Obat-obatan anlgesik dapat membantu mengurangi nyeri pasien.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya pertumbuhan organ-organ yang
berlebihan
Tujuan : Pasien dapat menerima dengan adanya pertumbuhan organ-organ yang
belebihan.
Kriteria Hasil :
a. Pasien mau berinteraksi dan beradaptasi dengan lingkungan, tanpa rasa malu
dan rendah diri.
b.

Pasien yakin akan kemampuan yang akan dimiliki.

13

Intervensi :
1) Dorong mengungkapkan mengenai masalah tentang proses penyakit
Rasional : Memberikan informasi kepada pasien tentang penyebab penyakit
sehingga menimbulkan respon psikologis yang positif
2) Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal
aktivitas
Rasional : Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien
3) Bantu dengan kebutuhan perawatan yang diperlukan
Rasional : Membantu memenuhi kebutuhan klien sehingga klien merasa
nyaman dan kebutuhan perawatannya terpenuhi.

14

BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Gigantisme adalah suatu penyakit kelebihan pertumbuhan longitudinal
tulang skelet, dijumpai akibat kelebihan GH sebelum pubertas. Kelebihan GH
pada masa kanak-kanak, dimana lempeng epifisis (epiphyseal plate) pada
ujung-ujung tulang panjang masih belum tertutup, akan berakibat timbulnya
tubuh raksasa (gigantisme).Pada umumnya pasien gigantisme

juga

menunjukkan gambaran akromegali. Akromegali, suatu penyakit proliferasi


jaringan penyambung, dijumpai pada individu dewasa dengan kelebihan GH.
Karena pertumbuhan tulang panjang berhenti pada individu dewasa, kelebihan
GH tidak dapat menyebabkan pertumbuhan skelet. Akromegali berkaitan
dengan pertumbuhan kartilago tangan, kaki, hidung, rahang, dagu, dan tulang
wajah. Proliferasi jaringan penyambung di organ internal, termasuk jantung,
juga terjadi.
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua
pembaca agar dapat memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini
sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Di samping

15

itu kami juga mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sehingga kami bisa
berorientasi lebih baik pada makalah kami selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia,dkk. 2005.PATOFISIOLOGI.Jakarta:EGC
Mubin, Halim.2007.P anduan Praktis ILMU PENYAKIT DALAM:Diagnosis dan
Terapi.
Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J.2009.Buku Saku PATOFISIOLOGI.Jakarta:EGC
Ganong.2008.Buku Ajar FISIOLOGI KEDOKTERAN.Jakarta:EGC
Baron. 1991. Kapita Selekta PATALOGI KLINIK edisi IV. Jakarta:EGC

16

You might also like