Professional Documents
Culture Documents
Oleh:
Rizka Hayyu Nafiah, S.Kep
NIM. I4B111206
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN NYERI KRONIS PADA LANSIA
DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
BUDI SEJAHTERA BANJARBARU
Oleh:
Rizka Hayyu Nafial, S. Kep
NIM. I4B111206
Banjarbaru,
Maret 2016
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
Pembimbing Lahan
a.
1.
Konsep Nyeri
Definisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smeltzer & Bare,
2002). Menurut Potter dan Perry (2006) nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih
dari sekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri sangat
bersifat subjektif dan sangat bersifat individual. Berdasarkan beberapa pengertian
di atas dapat disimpulkan bahwa nyeri merupakan kondisi yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh seseorang sebagai akibat dari kerusakan
jaringan aktual maupun potensial, yang bersifat subjektif dan individual. Rasa
nyeri merupakan mekanisme perlindungan. Rasa nyeri timbul bila ada kerusakan
jaringan, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2007).
2.
a.
Jenis-jenis Nyeri
Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan
cidera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera telah
terjadi. Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan biasanya kurang
dari satu bulan. Cidera atau penyakit yang menyebabkan nyeri akut dapat sembuh
secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan (Smeltzer & Bare, 2002).
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap sepanjang
suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cidera
spesifik. Nyeri kronis tidak mempunyai awitan yang dapat ditetapkan dengan
tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya nyeri ini tidak memberikan
respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya. Nyeri kronis
sering didefinisikan sebagai nyeri yang berlangsung selama enam bulan atau lebih
(Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri kronis yang terjadi setelah suatu cidera atau
proses penyakit diduga terjadi karena ujung-ujung saraf yang normalnya hanya
mentransmisikan stimulus yang sangat nyeri, mentransmisikan stimulus yang
sebelumnya tidak nyeri sebagai stimulus yang sangat nyeri.
basa kuat.
Elektrik : timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai
reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar
b. Neoplasma
Jinak
Ganas
c. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung- ujung saraf reseptor akibat adanya
peradangan atau terjepit oleh pembengkakan, Misanya abses.
d. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
e. Trauma psikologis
4.
tertusuk jarum.
Nyeri yang perlahan timbulnya,berlangsung lama,tak jelas lokasinya di sertai
reaksi autonom dan psikis yang di sebut nyeri membara.
Nyeri viseral atau nyeri dalam yang timbul karena terangsangnya alat-alat
dalam.Nyeri primer yang di ikuti nyeri sekunder dapat di sertai reaksi refleks
somatis berupa gerakan menarik bagian badan yang nyeri ,rintihan
,teriakan.selain itu dapat pula timbul reaksi autonom berupa takikardi,
5.
-
gerbang.
Saat gerbang terbuka dan aktivitas di dalam aferen yang baru masuk cukup
tanduk dorsal, dapat juga berinteraksi dengan kedua sistem asendens ini.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respons Nyeri
Pengalaman Masa Lalu dengan Nyeri
berespons terhadap nyeri. Namun budaya dan etnik tidak mempengaruhi persepsi
nyeri. Sebagai contoh anak anak yang sejak kecil diajarkan bahwa cidera akibat
olahraga tidak terlalu menyakitkan dibandingkan dengan cidera akibat kecelakaan
bermotor. Maka mereka memiliki persepsi bahwa cidera bermotor akan lebih
menyakitkan daripada cidera olahraga.
d. Usia dan Nyeri
Lansia memiliki cara berespon yang berbeda terhadap nyeri dibandingkan
dengan orang yang berusia lebih muda. Nyeri pada lansia mungkin dialihkan jauh
dari tempat cidera atau penyakit. Persepsi nyeri pada lansia mungkin berkurang
sebagai akibat dari perubahan patologis berkaitan dengan beberapa penyakit
(misalnya diabetes), tetapi pada individu lansia yang sehat, persepsi nyeri
mungkin tidak berubah. Karena individu lansia mempunyai metabolisme yang
lebih lambat dan rasio lemak tubuh terhadap massa otot lebih besar disbanding
individu berusia lebih muda, sehingga analgesik dosis kecil mungkin cukup untuk
menghilangkan nyeri.
e.
Efek Plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespons terhadap pengobatan atau
tindakan lain karena suatu harapan bahwa pengobatan atau tindakan tersebut akan
memberikan hasil bukan karena tindakan tersebut benar-benar bekerja, namun
karena menerima pengobatan atau tindakan saja sudah memberikan efek positif
bagi mereka.
7.
Penilaian Nyeri
dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien
dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.
b.
lima poin; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.
c.
d.
merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak
ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien diminta untuk
membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan.
Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh
penderita
dibandingkan
dengan
skala
lainnya.
Penggunaan VAS
telah
direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS
juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya
realtif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak
menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga
skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat
rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 04
cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target
untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat
sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesik
penyelamat (rescue analgetic).
8.
a.
Penatalaksanaan Nyeri
Terapi non-Farmakologis
Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk
membantu penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi
fisik (dingin, panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk
nyeri kronik (gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis
(musik, hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik
pada sistem saraf (TENS, Spinal Cord Stimulation, Intracerebral Stimulation.
b.
Terapi Farmakologis
Modalitas analgetik paska pembedahan termasuk didalamnya analgesik
oral parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan anestesi lokal dan
opioid intraspinal. Pemilihan teknik analgesia secara umum berdasarkan tiga
hal yaitu pasien, prosedur dan pelaksanaannya. Ada empat grup utama dari
obat-obatan analgetik yang digunakan untuk penanganan nyeri paska
pembedahan.
c.
Pencegahan primer
Lansia adalah subjek terhadap nyeri akut dari infeksi, pembedahan, dan
Pencegahan Sekunder
Pelaksanaan Asuhan Keperawatan.
e.
Pencegahan Tersier
Perawat Sebagai Advokat dan Edukator Pasien
Posisi perawat dalam merawat lansia yang mengalami nyeri meliputi menjadi
model peran untuk orang lain untuk memeriksa sikap dan prasangka pasien pada
nyeri. Perawat menjadi advokat dengan mengajarkan kepada lansia dan
keluarganya untuk mengharapkan pengurangan nyeri yang adekuat.Pemerintah
telah mengembangkan pedoman praktik klinis untuk nyeri akut, nyeri punggung
bagian bawah, dan nyeri kanker melalui lembaga Health Care and Policy and
Research. Standar-standar ini, jika secara konsisten digunakan, akan memiliki
dampak yang signifikan pada masalah nyeri. Perawat harus mengetahui sumbersumber yang tersedia untuk nyeri dan penatalaksanaannya untuk membantu lansia
yang mengalami nyeri.
Nyeri bukan dan tidak boleh menjadi bagian normal dari penuaan.Melalui
advokasi dan pengajaran, upaya perawat dan upaya berbagai pihak untuk
mengurangi nyeri adalah langka pertama dalam melawan masalah nyeri pada
lansia.
Asuhan Keperawatan Nyeri pada Lansia
a) Pengkajian
Sebagian besar profesional kesehatan hanya memiliki sedikit pengetahuan
tentang prevalensi nyeri pada lansia karena kurangnya pengkajian dan
dokumentasi.Untuk dapat ditangani, nyeri terlebih dahulu harus diidentifikasi dan
didokumentasikan.Banyak orang percaya bahwa nyeri tidak dapat dihindarkan
seiring dengan penuaan.Lansia dapat menyangkal rasa nyeri yang dirasakan
karena takut menderita kanker, pengobatan medis, biaya, menjadi beban keluarga,
atau kemungkinan diinstitusionalisasi.Tersedia beberapa alat yang sangat
membantu untuk mengkaji nyeri.Salah satu alat yang paling nyaman digunakan
adalah skala intensitas nyeri 0 sampai 10.
Skala memberikan suatu pemahaman yang lebih objektif tentang nyeri
seseorang.Skala tersebut biasanya dengan mudah dapat digunakan dalam berbagai
situasi.Grafik wajah-wajah nyeri dan gambar grafik tubuh juga merupakan alat
yang sangat berguna.Lansia harus diminta untuk menggambarkan kualitas nyeri
dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Perawat dapat meminta pasien untuk
menentukan apa yang membuat nyeri terasa lebih baik atau yang membuatnya
lebih buruk. Anjurkan pasien untuk menunjuk ke daerah nyeri atau menandai
lokasinya pada grafik tubuh.
Jika lansia mengalami nyeri akut, hanya pertanyaan esensial yang harus
ditanyakan.Seringnya memposisikan pasien atau imobilisasi dapat memperberat
nyeri. Pertanyaan yang tepat adalah sebagai berikut:
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
penarikan diri. Juga, perawat harus waspada bahwa setiap kondisi atau
penanganan yang oleh pasien yang dapat berbicara dikatakan sebagai penyebab
nyeri mungkin juga menjadi penyebab nyeri pada lansia yang tidak dapat
berbicara dalam situasi yang hampir sama. Reaksi terhadap penanganan nyeri
mungkin sama tidak bergantung pada apakah dia bisa atau tidak bisa
mengungkapkan nyeri secara verbal. Contoh kondisi ini adalah mengatur posisi
pasien dengan fraktur atau kontraktur, mengganti balutan, dan pemberian
makanan melalui slang.Pasien tersebut harus diobati walaupun mereka tidak dapat
mengungkapkan nyerinya.
No
1.
Data
DO
1. Ekspresi
tampak
wajah
menahan
nyeri
Masalah
Etiologi
Diagnosis Keperawatan
Nyeri
Agen cidera
biologi
ekspresi
wajah
DS
mengatakan
1. Klien mengatakan
nyeri
diarea
punggung
2. Klien
mengeluh
nyeri
diarea
menjalar
kebelakang
ketidaknyamanan
pasien
secara
nonverbal,
khususnya
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Jakarta: EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24986/3/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter%20II.pdf
Johnson, M., Maas, M., & Moorhead, S. (2004). Nursing outcomes
classification (2nd ed.). Missouri: Mosby.
6.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., & Setiowulan, W.
(Eds.).
(2009). Kapita selekta kedokteran (3rd ed. 1st vol). Jakarta: Media
7.
Aesculapius.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan
8.
konsep, proses, dan praktik. (4th ed. 2nd vol). Jakarta: EGC
Santosa, B. (2005). Panduan diagnosa keperawatan NANDA. Jakarta: Prima
9.
Medika.
Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah
brunner & suddarth (8th ed. 2nd vol). Jakarta: EGC.