Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Neonatus berasal dari bahasa latin yang berarti baru saja dilahirkan.Dalam dunia
kejang. 2,7% kehamilan dengan penyakit diabetes melitus beresiko mengakibatkan terjadinya
kejang pada neonatus .
Hingga saat ini belum ada teori pasti yang dapat menjawab etiologi dari kejang pada
neonatus secara jelas. Peneliti hanya sepakat bahwa kejadian kejang pada neonatus
dikarenakan multifaktor yang berhubungan dengan faktor dari ibu dan janin. Faktor dari ibu
yang berpengaruh terhadap kejadian kejang pada neonatus antara lain status paritas ibu,
infeksi intrauterin, dan cara persalinan. Sedangkan faktor bayi yang berpengaruh terhadap
kejadian kejang pada neonatus antara lain adalah tindakan resusitasi pasca lahir, riwayat
gawat janin, serta masa gestasi.
1.2
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini :
1.2.1 Untuk mengetahui defenisi kejang pada neonatus
1.2.2 Untuk mengetahui etiologi kejang yang terjadi pada neonatus
1.2.3 Untuk mengetahui jenis-jenis kejang yang terjadi pada neonatus
1.2.4 Untuk mengetahui patofisiologi kejang pada neonatus
1.2.5 Untuk mengetahui manifestasi klinik kejang pada neonatus
1.2.6 Untuk mengetahui diagnosis kejang pada neonatus
1.2.7 Untuk mengetahui diagnosis banding kejang pada neonatus
1.2.8 Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang pada neonatus
1.3
Manfaat Penulisan
Bagi Pembaca
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menjadi sumber referensi yang dapat
digunakan sebagai penunjang kegiatan serta sebagai bekal pengetahuan yang
bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kelak.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2
berat lahir rendah dengan berat badan < 1500 gram biasanya perdarahan terjadi
didahului oleh keadaan asfiksia. Perdarahan intrakranial dapat terjadi di ruang
subarachnoid,subdural, dan intraventrikular atau parenkim otak.
c. Infeksi
Pada bayi baru lahir infeksi dapat terjadi di dalam rahim, selama persalinan,
atau segera sesudah lahir. Infeksi dalam rahim terjadi karena infeksi primer dari ibu
seperti toxoplasmosis, rubella, sitomegalovirus, dan herpes. Selama persalinan atau
segera sesudah lahir, bayi dapat terinfeksi oleh virus herpes simpleks, virus
Coxsackie, E. Colli, dan Streptococcus B yang dapat menyebabkan ensefalitis dan
meningitis.
d. Gangguan Metabolik
Gangguan metabolik yang menyebabkan kejang pada bayi baru lahir adalah
gangguan metabolisme glukosa, kalsium, magnenisum, elektrolit, dan asam amino.
Gangguan metabolik ini terdapat pada 73% bayi baru lahir dengan kerusakan otak.
Berkurangnya level glukosa dari nilai normal merupakan keadaan tersering penyebab
gangguan metabolik pada bayi baru lahir.
Berbagai keadaan gangguan metabolik yang berhubungan dengan kejang pada
neonatus adalah:
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia pada bayi baru lahir adalah bila dalam tiga hari pertama
sesudah lahir, kadar gula darah kurang dari 20mg% pada bayi kurang bulan atau
kurang dari 30mg% pada bayi cukup bulan pada pemeriksaan kadar gula darah 2 kali
berturut-turut, dan kurang dari 40mg% pada bayi berumur lebih dari 3 hari.
Hipoglikemia sering terjadi pada bayi kecil masa kehamilan, bayi dari ibu penderita
diabetes, atau bayi dengan penyakit berat seperti asfiksia dan sepsis.
2. Hipokalsemia
Hipokalsemia jarang menjadi penyebab tunggal kejang pada neonatus.
biasanya hipokalsemia disertai dengan gangguan lain, misalnya hipoglikemia,
hipomagnesemia, atau hipofosfatemia. Diagnosis hipokalsemia adalah bila kadar
kalsium dalam darah kurang dari 7 mg%. Hipokalsemia terjadi pada masa dini
dijumpai pada bayi berat lahir rendah, ensefalopati hipoksik-iskemik, bayi dari ibu
dengan diabetes melitus, bayi yang lahir akibat komplikasi berat terutama karena
asfiksia. Gejala : tangis dengan nada tinggi,tonus berkurang, kejang dan diantara dua
serangan bayi dalam keadaan baik.
3. Hipomagnesemia
Yaitu kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,2 mEq/L. Biasanya
terdapat bersama-sama dengan hipokalsemia, hipoglikemia dan lain-lain.
4
Gejala kejang yang tidak dapat di atasi atau hipokalsemia yang tidak dapat sembuh
dengan pengibatan alternatif.
4. Hiponatremia dan hipernatremia
Hiponatremia adalah kadar Na dalam serum kurang dari 130 mEq/L, gejalanya
adalah kejang, tremor. Hipernatremi, kadar Na dalam darah lebih dari 145 mEq/L.
Kejang yang biasanya disebabkan oleh karena trombosis vena atau adanya petekie
dalam otak.
5. Defisiensi pirodiksin dan depensi piridoksin
Merupakan akibat kekurangan vitamin B6. Gejalanya adalah kejang yang
hebat dan tidak hilang dengan pemberian obat kejang, kalsium, glukosa, dan lain-lain.
Pengobatan dengan memberikan 50 mg pirodiksin.
e. Gangguan Elektrolit
Gangguan keseimbangan
elektrolit
terutama
natrium menyebabkan
disebabkan oleh mekanisme yang lain. Kadang bentuk kejang dapat berupa
hiperapnea atau pernafasan seperti mengorok. Mengetahui gerakan subtle termasuk
serangan kejang dapat dibuktikan dengan pemeriksaan EEG dengan kelainan
berbentuk aktivitas epileptik yang menyebar.
b. Klonik
Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1-3 detik, terlokalisasi dengan
baik, tidak disertai gangguan kesadaran, dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik.
Bentuk kejang ini sebagai manifestasi akibat trauma fokal pada kontusio cerebri
pada bayi besar atau bayi cukup bulan, atau pada kelainan ensefalopati metabolik.
Kejang klonik multifokal adalah bentuk kejang yang sering di dapat pada bayi baru
lahir, terutama pada bayi cukup bulan dengan berat badan lebih dari 2500 gram.
Bentuk kejang merupakan gerakan klonik dari salah satu atau lebih anggota gerak
yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur. Kadang-kadang karena kejang
yang satu dan yang lain sering berkesinambungan, seolah-olah memberi kesan
sebagai kejang umum. Biasanya bentuk kejang ini terdapat pada gangguan
metabolik.
c. Tonik
Kejang tonik biasa didapatkan pada bayi berat lahir rendah dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi-bayi dengan komplikasi perinatal berat
seperti perdarahan intraventrikuler. Bentuk klinis kejang ini yaitu pergerakan
tungkai yang menyerupai sikap deserberasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan
bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai
deserebrasi harus dibedakan dengan sikap opisitotonus yang disebabkan oleh
rangsang meningeal karena infeksi selaput otak atau kernikterus.
d. Mioklonik
Manifestasi klinisk kejang mioklonik yang terlihat adalah gerakan ekstensi
dan fleksi dari lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadi
dengan cepat. Gerakan tersebut seperti gerak refleks Moro. Kejang ini merupakan
pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat, seperti pada bayi baru
lahir yang dilahirkan dari ibu kecanduan obat. Gambaran EEG kejang mioklonik
pada bayi baru lahir tidak spesifik.
Gerakan yang menyerupai kejang pada bayi baru lahir :
a)Apnea
Pada bayi berat lahir rendah biasanya pernapasan tidak teratur, diselingi dengan
berhentinya pernapasan 3-6 detik dan sering diikuti hiperpnea selama 10-15 detik.
Berhentinya pernapasan tidak disertai dengan perubahan denyut jantung, tekanan
darah, suhu badan atau warna kulit. Bentuk pernapasan ini disebut pernapasan
periodik yang disebabkan belum sempurnanya pusat pernapasan di batang otak dan
berhubungan dengan derajat prematuritas. Serangan apnea yang termasuk gejala
kejang yang disertai dengan bentuk serangan kejang yang lain dan tidak disertai
bradikardia. Serangan apnea tiba-tiba disertai dengan kesadaran menurun pada bayi
berat lahir rendah perlu dicurigai adanya perdarahan intrakranial dengan penekanan
pada batang otak. Pada keadaan ini USG perlu segera dikerjakan.
b) Jitterness
Jitterness adalah gerakan tremor cepat dengan irama dan amplitudo teratur dan
sama serta kadang-kadang bentuk klonus. Jitterness lebih sering terjadi pada bayi
yang lahir dari ibu yang menggunakan marrijuana.
Manifestasi klinis
Gerakan abnoramal mata
Peka terhadap rangsangan
Bentuk gerakan dominan
Gerakan dapat dihentikan dengan fleksi
pasif
Perubahan fungsi autonom
Perubahan pada tanda vital dan penurunan
saturasi oksigen
Jitterness
+
tremor
+
Kejang
+
klonik
-
+
-
c) Hiperekpleksia
Hiperekpleksia merupakan kelainan yang ditandai dengan hipertoni. Kelainan ini
dapat diturunkan secara autosomal dominan, meskipun pada beberapa bentuk berupa
autosomal resesif. Hiperekpleksia dapat menyebabkan diagnosis kejang yang keliru.
d) Spasme
Spasme pada tetanus neonatorum hampir mirip dengan kejang tetapi kedua hal
tersebut harus dibedakan karena manajemen keduanya berbeda.
Perbedaan Kejang dan Spasme
Masalah
Temuan khusus
Kejang
Gerakan wajah dan ekstremitas yang teratur dan
berulang
Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tungkai, baik
sinkron maupun tidak sinkron
Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak
sadar, atau tetap bangun tetapi tidak responsif/apatis)
7
Spasme
tajam dibandingkan kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat disertai
peningkatan laktat. Hal ini merupakan refleksi dari kebutuhan otak yang tidak
dapat dipenuhi secara adekuat. Kebutuhan oksigen dan aliran darah ke otak sangat
esensial untuk mencukup kebutuhan oksigen dan glukosa otak. Laktat terkumpul
dan berakumulasi selama terjadi kejang, sehingga PH arteri menurun dengan cepat.
Hal inimenyebabkan tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah ke otak
naik. Perkembangan otak anak terjadi sangat cepat mulai dari sejak lahir hingga
usia dua tahun yang disebut sebagai periode emas dan pembentukan sinaps serta
kepadatan dendrit pada sumsum tulang belakang terjadi sangat aktif pada sekitar
kehamilan sampai bulan pertama setelah kelahiran. Pada saat bayi baru lahir,
merupakan periode tertinggi dari aktifitas eksitasi sinaps fisiologis.
Menurut penelitian, pada periode ini keseimbangan antara eksitasi dan inhibisi
pada sinaps cenderung mengarah pada eksitasi untuk memberi jalan pada
pembentukan sinaps yang bergantung pada aktivitasnya.
Otak manusia memiliki neurotransmitter seperti glutamat, -amino-3hydroxy-5-methyl-isoxazolepropionic acid (AMPA) dan N-methyl-D-aspartate
(NMDA). Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap tikus yang memiliki
otak homolog dengan otak manusia, didapatkan bahwa reseptor NMDA meningkat
tajam pada dua minggu awal kelahiran untuk membantu sinaps yang bergantung
pada aktivitasnya. Selain itu, pada periode ini merupakan saat dimana sensitivitas
terhadap magnesium berada di titik terendah. Magnesium merupakan penghalang
reseptor endogen alamiah, sehingga berdampak pada meningkatnya eksitabilitas
neuronal.
Literatur lain menjelaskan mengenai mekanisme penting sehubungan dengan
terjadinya kejang pada neonatus adalah:
a. Penurunan efektifitas inhibisi neurotransmitter pada otak imatur Fungsi inhibisi
dari reseptor GABA agonis terbentuk dan berkembang secara perlahan-lahan.
Penelitian terhadap tikus menunjukkan fungsi pengikatan reseptor GABA,
pembentukan enzim dan ekspresi dari reseptor lebih rendah pada masa-masa awal
kehidupan. Hal ini mendukung terjadinya kejang sehubungannya dengan aktivitas
sel saraf pada neonatus yang lebih mengakomodasi aktivitas eksitabilitas.
b. Konfigurasi kanal ion lebih mengarah ke depolarisasi pada fase awal kehidupan
Regulasi kanal ion mengatur eksitabilitas neuron dan seperti reseptor
neurotransmiter, regulasinya terbentuk serta berkembang perlahan seperti yang
terjadi pada mutasi kanal ion kalium (KCNQ2 dan KCNQ3) yang berhubungan
9
10
ii.
iii.
iv.
v.
subdural
Pemeriksaa talipusat, apakah ada infeksi, berbau busuk, atau aplikasi dengan
bahan tidak steril pada kasus yang dicurigai spasme atau tetanus neonatorum.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan gula darah, elektrolit (natrium, kalsium, magnesium), amonia dan laktat
Pemeriksaan darah rutin : hemoglobin, hematokrit, trombosit, leukosit, hitung jenis
lekosit. Pemeriksaan darah rutin berkala penting untuk memantau perdarahan
intraventrikular.
Analisa gas darah
Analisa cairan serebrospinal
Kadar bilirubin total/direk dan indirek
c. Pencitraaan
Pemeriksaan pencitraan dilakukan berdasarkan indikasi :
USG kepala
Sonografi kepala dilakukan jika dicurigai adanya perdarahan intrakranial atau
untraventrikuler.
MRI
Pemeriksaan paling sensitif untuk mengetahui malformasi subtle yang kadang tidak
terdeteksi dengan pemeriksaan CT-scan Cranium.
Anoksia susunan saraf pusat didapatkan gejala kejang yang disertai kebiruan pada tubuh
bayi dan gagal napas.
2.
Perdarahan otak bila diperoleh kejang dengan riwayat trauma lahir pada kepala bayi.
3.
Cacat bawaan bila pada pemeriksaan didapatkan kejang dengan kelainan mikrosefali.
4.
Sepsis yaitu kejang yang disertai pemeriksaan fisik perut buncit dan hepatosplenomegali
5.
Bayi diletakkan dalam tempat yang hangat. Pastikan bahwa bayi tidak
Bila bayi apneu, dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan
alat bantu balon dan sungkup, diberikan O2 (oksigen) dengan kecepatan 2 liter/menit.
ditangan, kaki atau kepala. Bila bayi diduga dilahirkan oleh ibu berpenyakit diabetes
militus, dilakukan pamasangan infus intravena umbilikalis.
Nilai kondisi bayi selama 15 menit. Perhatikan kelainan fisik yang ada.
12
Bila kejang sudah teratasi diberikan cairan infus dekstrose 10% dengan
kecepatan 60ml/kgbb/hari.
Darah tepi
Elektrolit darah
Gula darah
Kultur darah
Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan oleh setiap orang
adalah dengan menghangatkan bayi melalui panas tubuh ibu. Bayi diletakkan
terlungkup didada ibu agar terjadi kontak kulit langsung ibu dan bayi. Untuk
menjaga agar bayi tetap hangat, tubuh ibu dan bayi harus berada didalam satu
pakaian yang disebut metode kanguru. Sebaiknya ibu menggunakan pakaian
longgar berkancing depan.
Bila tubuh bayi masih dingin gunakan selimut atau kain hangat yang disertika
terlebih dahulu, yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan
berulang kali sampai tubuh bayi hangat.
c. Penanganan Hipertermi
1.
Bayi dipindah keruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 260C-280C
Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal (jangan
menggunakan air es).
13
2.
Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit kemudian beri
pakaian lagi sesuai dengan yang digunakan
Periksa suhu bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan pengatur
suhu
Ulangi setiap 6 jam selama 24 atau sampai pemeriksaan glukosa normal dalam 2x
pemeriksaan
Bila dipakai dextrose 10% artinya 10 gr/100cc,bila perlu 25920 mg/hari atau 25,9
gr/hari berarti perlu 25,9 gr/10x100 cc = 259 cc dextrose 10 %/hari
3. Bila kadar glukosa 25-45 mg/dl tanpa gejala klinis :
IV teruskan
e. Penangan asfiksia
-
Resusitasi
14
Terapi Medikamentosa :
o Epinefrin
Dosis : 0,1-0,3 ml/kgBB dalam larutan 1 : 10.000 ( 0,01-0,03 ml/kgBB)
Cara : IV atau endotrakel, dapat dihitung 3-5 menit bila perlu
o Bikarbonat
Indikasi : asidosis metabolik
Dosis
Cara
Epilepsi
Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung lama
dan dapat menjadi matang
b. Retardasi mental
Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan
perkembangan atau kelainan neurologis
c.
Hemiparese
Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari 30
menit)
d. Gagal pernapasan
Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme
e.
Kematian
2.9 Prognosis
Penyebab
Meninggal (%)
Cacat (%)
Normal (%)
HIE sedang-berat
50
25
25
58
24
18
Meningitis
20
40
40
Malformasi otak
60
40
Hipokalsemi
50-100
16
Hipoglikemi
50
50
Penyebab
Malformasi otak, HIE sedang berat ,bayi kurang bulan: Buruk
Hipokalsemia: Baik
Hipoglikemia,Meningitis: Sedang
Karakteristik kejang
Awitan dini, lama,berulang, intractable : Buruk
Gambaran EEG
Isoelektrik,voltase rendah, burst suppression : Buruk
17
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kejang adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang terjadi karena
peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah
lima tahun.
Kejang merupakan kelainan neurologis yang sering dijumpai pada saat seorang bayi
atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi
pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan
dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu,
dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal
kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi
selama lebih dari 15 menit.
Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan pemeriksaan
sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan dapat diketahui secara dini
sehingga kejang demam dapat dicegah sedini mungkin.
3.2
Saran
Untuk meningkatkan kulaitas pelayanan kesehatan maka penulis memberikan saransaran sebagai berikut;
1. Pada pengkajian tenaga medis perlu melakukan pengkajian dengan teliti melihat kondisi klien
serta senantiasa mengembangkan teknik terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.
2.
Agar dapat memberikan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesionl
dalam menetapkan diagnosa
3. Diharapkan kerja sama yang baik dari berbagai pihak dari tim kesehatan lainnya khususnya
dari pihak keluarga agar selalu mengunjungi klien dalam menunjang keberhasilan perawatan
dan pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA
18
1. Kumala, Poppy, Alexander H, Rubyjanter, Johannes & Reinita Yulia Sari, 1998, Kamus
Saku Kedokteran Dorland , edisi 25, EGC , Jakarta
2. Behrman, Kliegman & Arvin, 2000, Nelson Ilmu Kesehatan Anak,vol 3,edisi 15, EGC,
Jakarta
3. Depkes RI, 2001, Buku bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit) Metode
tepat guna untuk para medis,bidan,dokter, Depkes RI, Jakarta
4. Haslam R , 2000 , Ilmu Kesehatan Anak ,Vol 3 ,edisi 15, EGC , Jakarta
5. Manuaba, I.B.G & Manuaba Chandranita,2003,Pengantar Kuliah Obstetri,EGC,Jakarta
6. Khosim S, Indarso F, Irawan G & Hedrarto TW,2006, Buku Acuan Pelatihan Pelayanan
Obstetri Neonatal Emergensi Dasar, Depkes RI, Jakarta
7. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2007,Ilmu
Kesehatan Anak,vol 3,Infomedika,Jakarta
8. Volpe JJ, 2001, Neurology of the newborn, edisi 4, W B Saunders, Philadelphia
9. Kosim. M. S, Yunanto. A ,Dewi. R , Saroso. G. I & Usman A, 2008, Buku Ajar
Neonatologi, IDAI, Jakarta
19