Professional Documents
Culture Documents
Sebelum hijrah pun mereka sudah merasakan ancaman itu, sehingga mereka berupaya
keras menghalangi langkah-langkah Rasulullah saw untuk mendapatkan dukungan
kekuatan. Kekuasaan mereka di wilayah tersebut telah terancam; kepentingan
perdagangan mereka pun terancam. Maka mereka pun melancarkan Perang Uhud dan
Perang Ahzab terhadap kaum Muslim. Di antara saat-saat perang besar itu, orang-orang
Quraisy, kaum Yahudi, dan suku-suku lainnya, seperti Bani Tsalabah dan Bani Muharib
terus-menerus berupaya menentang munculnya pengaruh Daulah Islamiyah.
Di medan perang Uhud, kaum Muslim sebenarnya telah menguasai
pertempuran, sedangkan pasukan Quraisy mulai menarik mundur pasukannya.
Sekelompok pemanah ditempatkan secara strategis di lereng-lereng bukit untuk
melindungi sayap pasukan Muslim. Tetapi kemudian pasukan panah itu meninggalkan
posnya dan melanggar perintah Rasulullah saw untuk bertahan di lereng perbukitan.
Pelanggaran ini membuat pertahanan belakang pasukan Muslim menjadi longgar,
sehingga pasukan kavaleri orang-orang Quraisy di bawah pimpinan Khalid bin Walid
yang ketika itu masih kafir berkesempatan menusuk pasukan Muslim dari belakang.
Mereka berusaha keras menyerang Rasulullah saw, sehingga sebagian pasukan Muslim
mengira bahwa Nabi saw telah wafat. Mushab bin Umair ra terus berusaha merapatkan
barisan pasukan Muslim yang kacau balau sampai akhirnya beliau syahid. Hamzah ra
pun syahid. Kaum Muslim telah kehilangan pembawa ryah (panji-panji kaum Muslim)
dan Singa Allah. Namun demikian, Rasulullah saw tidak membiarkan orang-orang
Quraisy memenangkan peperangan. Pasukan Muslim dengan gagah berani terus
memberikan perlawanan, hingga akhirnya dengan pertolongan Allah Swt mereka
berhasil membuat pasukan musyrik mundur. Dalam sejumlah riwayat bahkan
disebutkan bahwa pasukan Muslim mampu mengusir pasukan Quraisy hingga delapan
mil dari Uhud, yaitu sampai daerah Hamra al-Asad.
Akibat dari upaya perlawanan yang gagah berani dan penyusunan kembali
pasukan yang telah tercerai-berai itu adalah kembalinya semangat kaum Muslim untuk
berjaya, keengganan mereka terperosok dalam kesulitan yang sama, serta kewaspadaan
mereka agar tidak lagi terjadi kekeliruan dalam perjuangan.
Orang-orang Quraisy, yang semakin merasa khawatir akan kehilangan
kekuasaan, mulai menjalin aliansi dengan suku-suku lainnya untuk bersama-sama
memerangi kaum Muslim pada Perang Ahzab. Salah satu sekutu mereka adalah kabilah
Yahudi Bani Quraizhah, yang juga juga ikut serta menandatangani Piagam Shahifah di
Madinah. Sebelum pecah perang, Rasulullah saw pernah mengutus Saad bin Muadz ra
untuk memperoleh jaminan dukungan dari mereka. Karena, sebelum peristiwa hijrah,
kabilah tersebut mempunyai hubungan yang sangat baik dengan orang-orang Aus.
Dalam rangka mempersiapkan pertempuran, Rasulullah saw berusaha
membangun parit pertahanan yang merupakan suatu bentuk strategi militer baru di
kawasan Hijaz. Beliau saw juga mengirimkan mata-mata ke tengah-tengah perkemahan
musuh dan melakukan penyesatan opini di tengah-tengah musuh untuk melemahkan
semangat mereka. Sementara itu, orang-orang Quraisy mendapati kenyataan bahwa
parit yang dibangun kaum Muslim itu sulit untuk dilalui. Ketika mereka tengah berpikir
tentang bagaimana cara menyeberangi parit tersebut, Allah Swt mendatangkan angin
topan yang amat hebat ke arah perkemahan musuh, sehingga orang-orang Quraisy
meninggalkan kemah-kemah mereka; sedangkan para sekutu mereka pun tercerai-berai.
Tidak lama setelah Perang Ahzab, kaum Muslim mendapat perintah dari
Rasulullah saw untuk mendatangi perkampungan Bani Quraizhah, dalam rangka
menindak tegas kabilah pengkhianat yang telah melanggar perjanjian mereka dengan
Daulah Islamiyah. Sikap ini pun menunjukkan bahwa Rasulullah saw tidak mau
melanjutkan kerjasama dengan musuh, yang merencanakan dan melakukan makar
bersama musuh-musuh yang lain untuk menusuk kaum Muslim dari belakang. Bani
Quraizhah pun dihukum dan mendapatkan vonis hukuman. Para laki-laki dari kalangan
mereka dihukum penggal, harta bendanya dibagi-bagi di kalangan kaum Muslim,
sedangkan para wanita dan anak-anak dijadikan sabaya. Vonis tersebut dijatuhkan oleh
Saad bin Muadz sesuai ketentuan Allah Swt. Demikianlah, tidak ada satu pun
kekuatan yang dibiarkan berkembang menjadi ancaman bagi Daulah Islamiyah.
Hukuman berat yang dijatuhkan kepada Bani Quraizhah merupakan peringatan keras
bagi pihak-pihak lain yang hendak mengancam Daulah Islamiyah.
Diplomasi dan Jihad: Dua Mata Pedang untuk Menyebarluaskan Islam
Pengiriman pasukan dan berbagai penyerangan terus berlanjut; demikian pula
misi-misi diplomatik yang diperintahkan Rasulullah saw. Pada bulan Syaban 6 Hijriah,
Rasulullah saw mengutus sekelompok Muslim di bawah kepemimpinan Abdurrahman
bin Auf dengan perintah untuk menikahi anak pimpinan Bani Kalb apabila mereka mau
memeluk Islam; tetapi andaikata mereka tidak mau memeluk Islam, maka kelompok
tersebut bertugas melaksanakan beberapa hal tertentu yang merupakan aturan Islam
sebelum melakukan penyerangan, yaitu mengajak mereka untuk masuk Islam, atau (bila
tidak mau) tetap dibiarkan sebagai non-Muslim yang tunduk pada aturan Daulah
Islamiyah (ahlu dzimmah). Dan jika mereka tetap menolak kedua tawaran tersebut, dan
memilih terus istiqamah dalam pandangan hidup yang jahiliyah, kufur, dan zhalim,
maka harus digunakan kekuatan militer untuk menghilangkan berbagai rintangan,
sehingga keadilan Islam dapat diimplementasikan kepada mereka. Kekuatan militer
tersebut diatur secara ketat oleh aturan-aturan syariat, seperti larangan melukai wanita,
anak-anak, dan orang-orang yang sudah tua. Bahkan pasukan Muslim tidak
diperkenankan memotong pohon-pohonan. Mereka juga tidak diperkenankan
memotong-motong mayat musuh, atau bertindak zhalim terhadap tawanan perang.
Langkah-langkah diplomatik dengan tujuan untuk memperluas kekuasaan juga
pernah dilakukan Rasulullah saw pada saat menjelang perjanjian Hudaibiyah di tahun
ke-6 Hijriyah. Pada waktu itu, orang-orang Quraisy tengah berencana untuk menjalin
aliansi dengan kabilah Yahudi di Khaibar. Atas petunjuk wahyu, Rasulullah saw beserta
para sahabat hendak berkunjung ke Makkah. Mereka mempersiapkan diri pada bulan
Dzulqaidah untuk melakukan ibadah haji. Rasulullah saw sengaja membiarkan kegiatan
persiapan haji kaum Muslim tersebut diketahui orang-orang dari suku-suku yang netral,
seperti Budail bin Warqa dari Bani Khuzaah, dan Urwah bin Masud dari Bani Tsaqif.
Upaya orang-orang Quraisy untuk menghalang-halangi kedatangan Rasulullah
saw justru membuat kredibilitas mereka di mata orang-orang Arab jatuh. Karena di mata
orang-orang awam, rombongan kaum Muslim itu hanya merupakan sekelompok
peziarah yang bermaksud menjalankan umrah. Oleh karena itu orang-orang Quraisy itu
terpaksa maju ke meja perundingan untuk membuat sebuah perjanjian yang sebetulnya
tidak mereka kehendaki.
Maka, Rasulullah saw dan para pemuka Quraisy kemudian menyusun sebuah
perjanjian yang berisi kesepakatan gencatan senjata terbatas. Dengan perjanjian itu
yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyah orang-orang Quraisy tidak diperbolehkan
menyerang Daulah Islamiyah, tidak boleh menjalin aliansi dengan kabilah lain untuk
menyerang Daulah Islamiyah, serta mengizinkan kaum Muslim untuk melakukan
ibadah haji pada tahun depan. Klausul terakhir ini sama saja memberi kesempatan kaum
Apa yang disampaikan Rasulullah saw ini menunjukkan dengan jelas bahwa
peperangan yang akan mereka lakukan itu semata-mata bertujuan untuk memenangkan
agama Allah atas agama-agama yang lain; dengan kata lain, tujuan utamanya adalah
agar umat manusia bersedia memeluk agama Islam.
Kaum Muslim mengepung Khaibar sebelum mereka menggempur bentengbenteng kaum Yahudi satu demi satu dengan kekuatan penuh. Pada saat benteng terakhir
berhasil direbut olah kaum Muslim, kaum Yahudi di Khaibar mengajukan permohonan
damai agar diri mereka tidak dihukum bunuh oleh Rasulullah saw. Permohonan ini
diluluskan oleh Rasulullah saw. Bahkan akhirnya mereka tetap diperkenankan tinggal di
negeri mereka, yang kini telah jatuh ke dalam kekuasaan Daulah Islamiyah. Mereka
juga mendapatkan separuh bagian dari hasil panen yang dihasilkan tanah-tanah Khaibar,
sedangkan separuh lainnya menjadi milik negara. Akibat penaklukan Khaibar ini turut
menyerah pula kabilah Yahudi Bani Fadak.
Setelah berhasil menaklukkan Khaibar, Rasulullah saw mulai mempersiapkan
penaklukkan kabilah-kabilah Arab yang tinggal di wilayah Nejed, yang pernah
bersekutu menentang Daulah Islamiyah, termasuk di antaranya kabilah Bani Ghathfan.
Dengan penaklukan kabilah Yahudi di Khaibar dan kabilah Bani Ghathfan, serta
keberadaan Perjanjian Hudaibiyah, maka Daulah Islamiyah berada dalam situasi yang
aman dari ancaman musuh-musuhnya yang paling besar. Dengan demikian, tercipta
suasana yang sempurna untuk menyebarluaskan Islam. Rasulullah saw berhasil
menyingkirkan dominasi dan pengaruh kaum Yahudi di seluruh Jazirah Arab, dan
kemudian dilanjutkan dengan membangun kekuasaan Islam.
Kekuasaan atas Wilayah Hijaz
Penaklukan kota Makkah terjadi pada bulan Ramadhan tahun 8 Hijriyah.
Peristiwa ini diawali dengan pelanggaran Perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan oleh
kaum musyrik Quraisy. Pelanggaran itu membuat Daulah Islamiyah, yang saat itu telah
memiliki kekuatan yang lebih besar dan berada dalam situasi yang lebih aman,
mempunyai alasan mengirimkan pasukan untuk menyerang orang-orang Quraisy. Maka
Nabi saw bersama pasukan Muslim yang berjumlah sepuluh ribu orang berbaris menuju
Makkah, dan berhasil mengambil alih kota Makkah dengan mudah. Sebagian besar
penduduk Makkah pun berbondong-bondong masuk Islam, meski delapan tahun yang
lalu mereka adalah musuh yang paling besar, bahkan pernah berencana membunuh
Rasulullah saw.
Allah Swt berfirman:
Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah
dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia
adalah Maha Penerima taubat. (TQS. an-Nashr [110]: 1-3)
Dengan ayat di atas, Allah Swt memberikan gambaran kepada kita bagaimana
metode yang harus ditempuh agar umat manusia berbondong-bondong masuk Islam.
Metode yang membuat hal ini bisa terjadi adalah adanya langkah-langkah politik yang
brilian melalui Perjanjian Hudaibiyah, serta kekuatan militer Daulah Islamiyah yang
senantiasa melakukan ekspansi.
Penaklukan kota Makkah merupakan suatu langkah besar dalam sejarah Daulah
Islamiyah. Dengan langkah ini maka perimbangan kekuatan di wilayah Hijaz perlahan
namun pasti beralih ke dalam kekuasaan Daulah Islamiyah. Daulah Islamiyah menjadi
kekuatan utama di Hijaz. Tidak lama setelah penaklukan Makkah, pasukan Muslim
terus memperluas kekuasaan, di antaranya melalui Perang Hunain, sehingga dominasi
Daulah Islamiyah mulai merambah ke seluruh wilayah Jazirah Arab.
Ekspansi ke luar Hijaz hingga ke Seluruh Dunia
Misi-misi diplomatik dikirimkan ke berbagai pimpinan negara, dengan tujuan
untuk mengajak mereka kepada Islam. Misi diplomatik ini dikirimkan baik kepada
kabilah-kabilah yang kecil maupun negara-negara superpower pada masa itu, yaitu
kerajaan Romawi dan Persia. Ada pula utusan-utusan untuk menghadap Raja Najasy
dari Habsyah; Muqauqis, Gubernur Mesir; Mundzir, penguasa Bahrain; Haudzah,
penguasa Yaman; al-Harits, raja Damaskus; Jafar, raja Oman dan saudaranya, Abdul
Jalandi.
Maksud dari seruan Nabi saw kepada para penguasa itu dapat dilihat dari isi
sejumlah surat yang beliau saw kirimkan. Kepada Raja Najasy, Rasulullah saw menulis:
Aku menyeru kepadamu dan bangsamu, agar menyembah Allah, yang Maha
Besar dan Maha Perkasa.
Kepada Muqauqis, Nabi saw menulis:
Jika engkau menerima Islam, maka Allah yang Maha Mulia akan memberimu
pahala dua kali lipat. Tetapi kalau engkau menolak, maka sesungguhnya bagi
engkaulah dosa segenap rakyat Qibthi.
Kepada Kisra, Rasulullah saw menulis:
Islamlah engkau, agar engkau selamat. Jika engkau menolak, sesungguhnya
atas pundakmu dosa orang-orang Majusi.
Kepada Heraklius, kaisar Romawi, Rasulullah saw menulis:
jika engkau berpaling (tidak mau mengikuti Islam) maka sesungguhnya atas
engkaulah dosa-dosa segenap rakyat.
Raja Bahrain, Mundzir, menulis surat kepada Rasulullah saw, mengatakan
bahwa ia telah masuk Islam; dan bahwa ia telah mengajak rakyatnya untuk masuk
Islam, namun hanya sebagian di antara mereka yang menerima Islam. Maka Rasulullah
saw memberikan surat balasan, yang menyatakan:
Wahai rakyat Bahrain, barangsiapa tetap dalam ke-yahudiannya atau kemajusiannya, maka atas mereka wajib membayar jizyah.
Kepada Raja Oman, Rasulullah saw menulis:
Apabila engkau menerima Islam, maka engkau tetap dalam kedudukanmu atas
negerimu. Tetapi jika engkau menolak seruanku, maka engkau harus ingat
sebagai pasukan yang tak terkalahkan dan memiliki tujuan tunggal yang jelas, pasukan
yang didukung penuh oleh seluruh kekuatan Daulah Islamiyah tersebut berhasil
memaksa mundur pasukan Romawi tanpa peperangan. Dengan peristiwa Perang Tabuk
ini, jelas sudah alternatif yang diberikan Islam kepada seluruh penguasa di dunia, yakni
masuk Islam atau bersiap menghadapi ekspansi pasukan Islam.
Begitu Islam tersebar luas ke seluruh penjuru Jazirah Arab, dan rintanganrintangan fisik terhadap dakwah Islam berhasil disingkirkan, maka secara bergelombang
orang-orang bersedia menerima seruan Islam. Kejadian ini menjadi muara dari dominasi
Islam atas seluruh wilayah Jazirah Arab.
Untuk tahap berikutnya, Rasulullah saw melihat pentingnya menyebarkan Islam
ke luar perbatasan Jazirah Arab. Bahkan perintah terakhir yang diberikan Rasulullah
saw, sebelum beliau saw menghembuskan nafas terakhirnya, adalah pengangkatan
Usamah bin Zaid ra sebagai Amir al-Jihad melawan pasukan Romawi. Perintah jihad ini
pula yang menjadi perintah pertama Khalifah Abu Bakar ra, karena pasukan tidak bisa
diberangkatkan tanpa adanya perintah seorang penguasa. Misi pasukan itu tidak lain
adalah melanjutkan penyerangan terhadap Romawi, hingga berhasil meraih dominasi
global.
Para Khulafa ar-Rasyidin terus melanjutkan ekspansi Daulah Islamiyah ke
seluruh penjuru dunia, tanpa memandang batas-batas wilayah, hingga ke Persia, Eropa,
dan Afrika.
Demikianlah kita dapat melihat bahwa jihad untuk menyebarluaskan Islam ke
seluruh dunia merupakan tugas sebuah negara. Dengan kata lain, jihad bisa
dilaksanakan bila ada perintah dari pemimpin Daulah, dimulai dari Rasulullah saw dan
dilanjutkan oleh para Khalifah (pengganti) Rasulullah saw.
Tidak ada keraguan lagi bagi kaum Muslim bahwa semasa periode Madinah,
Rasulullah saw telah memberikan suatu metode (thariqah) yang jelas untuk
menyebarluaskan dan melindungi Islam. Metode itu sesuai dengan perintah Allah Swt;
dan sunnah Rasulullah saw menjadi satu-satunya landasan yang harus kita ikuti. Sebagai
kesimpulan, Islam harus disebarluaskan oleh Daulah Islamiyah; yakni melalui berbagai
seruan menuju Islam; seruan untuk hidup di bawah naungan Islam dengan kewajiban
membayar jizyah; dan penggunaan kekuatan militer untuk menyingkirkan segala bentuk
rintangan yang boleh jadi menghalangi pemberlakuan sistem pemerintahan Islam atas
wilayah dan penduduk yang tinggal di wilayah tersebut.
Para Khulafa ar-Rasyidin pun melanjutkan misi tersebut, hingga mereka berhasil
meraih keberhasilan yang sangat besar. Pada akhirnya, dunia melihat bagaimana Islam
tersebar semakin luas dan semakin jauh. Namun, ekspansi tersebut harus terus berlanjut,
hingga terpenuhi hadits Rasulullah saw:
Allah akan menghimpun seluruh dunia hingga aku bisa melihat bagian
Timurnya dan bagian Baratnya. Dan Allah akan menjadikan kekuasaan umatku
atas seluruh dunia. (HR. Muslim)
Maksudnya adalah bahwa dakwah dan jihad harus terus berlangsung hingga kekuasaan
Islam meliputi seluruh dunia.
selain mengikuti pandangan kalian. Kalian adalah kaum yang terhormat dan
berpengaruh. Jumlah kalian banyak dan memiliki keteguhan, pengalaman, keuletan,
dan suka menolong kaum lain. Bangsa-bangsa lain selalu memperhatikan apa yang
kalian lakukan. Janganlah saling berselisih pendapat sehingga suara kalian terpecah,
lalu urusan kalian ini menjadi lemah. Jangan hiraukan mereka, selain dari apa yang
telah kalian dengarkan ini. Kitalah yang berhak menjadi pemimpin dan bukan dari
kalangan mereka.
Begitu Hubab bin Mundzir selesai berbicara, Umar bin Khaththab berdiri dan
berkata, Tidak mungkin ada dua pemimpin dalam satu kurun waktu. Demi Allah,
orang-orang Arab tidak akan ridha untuk menyerahkan kepemimpinan kepada kalian,
padahal sudah jelas bahwa Nabi saw tidak berasal dari kalangan kalian. Namun
orang-orang Arab tidak berkeberatan menyerahkan urusan mereka kepada orangorang yang sukunya menurunkan kenabian. Maka kami berhak untuk mengurusi urusan
ini atas orang-orang yang mengabaikan argumentasi yang jelas, serta bukti yang nyata
dari orang-orang Arab. Siapakah yang dapat berselisih dengan kami tentang
kekuasaan dan kepemimpinan Muhammad; dan kami adalah kaumnya dan
pengikutnya, kecuali jika ada orang yang hendak melontarkan kebatilan, atau
memperturutkan hawa nafsu, atau ingin mendapatkan kebinasaan.
Ketika Hubab mendengar pernyataan ini, ia berdiri dan berkata, Wahai kaum
Anshar, kuasailah diri kalian dan jangan dengarkan perkataan orang ini dan kaumnya,
karena mereka hendak menghilangkan peran kalian dalam masalah ini. Bila mereka
tidak menghiraukan tuntutan kalian, maka usirlah mereka dari negeri ini, kemudian
kalian memimpin urusan ini atas diri mereka. Karena demi Allah, kalian lebih berhak
dalam urusan ini daripada mereka, karena pedang-pedang kalianlah yang membuat
orang-orang bersedia masuk Islam. Akulah yang menjadi tempat berlindungnya, dan
tempat melindungi kemuliaannya. Demi Allah, kalau kalian mau, pasti kita akan
mengembalikannya dengan utuh.
Mendengar pernyataan ini, Umar menjadi marah, dan berkata, Jika demikian,
semoga Allah membinasakanmu. Hubab pun menjawab, Tidak, justru engkau yang
akan dibinasakan (oleh Allah), sembari menarik pedangnya. Akan tetapi Umar lebih
dulu memukul tangannya, sehingga membuat pedang Hubab terjatuh, dan kemudian
Umar berhasil merebut pedang tersebut. Pada saat yang genting tersebut, Abu Ubaidah
bin Jarrah memintai kedua belah pihak saling menahan diri. Setelah keduanya diam,
beliau berdiri dan kemudian berkata kepada kaum Anshar, Wahai kaum Anshar, kalian
adalah orang-orang yang pertama kali menjadi pelindung dan penolong (Nabi dan
agamanya), maka janganlah kalian menjadi kaum yang pertama kali berubah dan
berpaling.
Kata-kata bijak dari Abu Ubaidah ini membuat kaum Anshar tergerak hatinya,
kemudian Basyir bin Saad salah seorang pemuka Khazraj berdiri dan berkata, Demi
Allah, sekalipun kita adalah kaum yang paling berjasa dalam jihad melawan kaum
musyrikin, dan termasuk golongan yang paling dahulu memeluk agama ini, namun kita
tidak mempunyai kepentingan apa pun selain ridha Allah, dan ketaatan kepada Nabi
kita, serta berusaha menekan kepentingan diri pribadi kita. Maka kita tidak bermaksud
mempersulit perkara ini terhadap seluruh manusia, dan kita tidak menghendaki sesuatu
pun dari dunia ini. Karena, Allah adalah Maha Pemberi segala kenikmatan kepada
kita. Muhammad adalah berasal dari Quraisy, dan dalam hal ini kaumnya lebih berhak
dan lebih utama (dalam perkara ini). Dan aku tidak tidak ingin Allah melihatku
berselisih dengan mereka (kaum Muhajirin) dalam hal ini sekalipun. Maka bertakwalah
kalian kepada Allah, dan janganlah kalian menentang dan mengambil kepemimpinan
dari tangan mereka.
Kata-kata Basyir ini berhasil menenangkan suasana, dan orang-orang Khazraj
pun sepakat dengan pernyataan ini. Pada kesempatan itu Abu Bakar memegang tangan
Umar dan Abu Ubaidah, kemudian berkata kepada orang-orang Anshar, Ini Umar dan
ini Abu Ubaidah. Kalian bisa membaiat salah seorang di antara mereka yang kalian
kehendaki. Kemudian beliau menyeru kepada mereka untuk tetap bersatu dan
mengingatkan agar jangan berpecah belah.
Melihat suasana yang rawan konflik, Umar khawatir terjadi perselisihan lagi.
Oleh karena itu beliau meninggikan suaranya dan menyeru, Ulurkan tanganmu wahai
Abu Bakar. Abu Bakar pun mengulurkan tangannya; Umar memegang tangan Abu
Bakar, kemudian membaiat beliau seraya berkata, Wahai Abu Bakar, bukankah
Rasulullah saw selalu menyuruh engkau memimpin kaum Muslim dalam shalat? Maka
engkau adalah Khalifah (pengganti) Rasulullah saw. Kami semua berbaiat kepadamu
karena mengikuti sebaik-baik orang yang lebih dicintai Rasulullah saw daripada kami
semua. Kemudian Abu Ubaidah mengulurkan tangannya, dan membaiat Abu Bakar
sambil berkata, Engkau adalah orang yang terbaik dari kalangan Muhajirin, dan
menjadi orang kedua ketika menemani Rasulullah saw di dalam gua; engkau adalah
Khalifah (pengganti) Rasulullah saw (untuk menjadi imam) dalam shalat; dan
engkaulah orang yang paling baik agamanya. Lalu siapa lagi yang lebih berhak untuk
melebihi engkau, atau yang lebih berhak memimpin urusan ini daripada engkau?
Segera Basyir bin Saad bangkit dan berbaiat kepada Abu Bakar. Usaid bin
Hudhair pemuka suku Aus memandangi kaumnya yang menyaksikan tindakan Basyir
bin Saad, kemudian berkata kepada mereka, Demi Allah, meskipun suku Khazraj telah
memutuskan, namun mereka masih menaruh harapan kepada kalian. Mereka sama
sekali tidak bertindak atas nama kalian. Maka, bangkitlah dan berbaiatlah kepada Abu
Bakar. Kemudian orang-orang Aus pun berdiri dan berbaiat kepada Abu Bakar.
Akhirnya, semua orang bangkit berdiri dan memberikan baiat kepada Abu Bakar,
sehingga Saqifah Bani Saidah penuh dengan kerumunan orang.
Demikianlah, baiat di Saqifah Bani Saidah pun berhasil diselesaikan,
sementara jenazah Rasulullah saw tetap berada di atas pembaringan, belum dikuburkan.
Begitu baiat selesai dilakukan, orang-orang keluar dari tempat pertemuan. Pada hari
berikutnya, Abu Bakar duduk di masjid bersama kaum Muslim. Umar bangkit berdiri
dan berkata kepada para jamaah. Pertama-tama beliau memohon maaf atas
perbuatannya beberapa hari sebelumnya, ketika beliau bersikeras menolak berita
wafatnya Rasulullah saw. Kemudian Umar kembali memberikan baiat kepada Abu
Bakar dan menyeru kepada para jamaah untuk berbaiat kepada beliau. Lalu seluruh
jamaah berbaiat kepada Abu Bakar, sampai seluruh prosesi baiat itu selesai.
Setelah itu Abu Bakar bangkit berdiri dan berpidato di depan kaum Muslim;
inilah khutbah pertama Abu Bakar dalam kedudukan beliau sebagai Khalifah:
Wahai manusia, aku telah diserahi amanat untuk memimpin kalian, padahal aku
bukanlah yang terbaik di antara kalian. Untuk itu, jika aku berbuat baik maka
bantulah aku; dan bila aku berbuat buruk, maka luruskanlah aku. Jujur itu
adalah amanat, sedangkan dusta itu khianat. Orang yang lemah di antara
kalian itu (di depanku adalah) kuat hingga aku berikan haknya sebagaimana
yang Allah kehendaki; sedangkan orang yang kuat di antara kalian (di depanku)
adalah lemah hingga aku mengambil hak darinya, insya Allah. Tidaklah suatu
kaum yang meninggalkan jihad di jalan Allah, kecuali pasti Allah akan
menimpakan kehinaan kepada mereka; dan tidak ada kekejian yang menyebar
di suatu kaum, kecuali Allah akan menimpakan bencana yang dirasakan oleh
semuanya. Taatilah aku selama aku menaati Allah dan Rasul-Nya. Jika aku
bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka kalian tidak perlu menaatiku.
Tegakkanlah shalat kalian, niscaya Allah akan mengasihi kalian.
Demikianlah secara singkat riwayat pengangkatan Abu Bakar ra sebagai
Khalifah serta pemberian baiat kaum Muslim kepadanya. Perselisihan yang terjadi di
antara kalangan Muhajirin dan Anshar seputar masalah Khalifah hanya tentang kandidat
atau calon Khalifah; bukan tentang perlu tidaknya seorang Khalifah. Baiat pertama
yang terjadi di Saqifah merupakan baiat iniqad atau baiat pengangkatan Khalifah,
sedangkan baiat yang dilakukan di masjid pada hari berikutnya adalah baiat taat.
Pelajaran dari Peristiwa di Saqifah Bani Saidah
Konsep ijma sahabat khususnya dalam masalah Khalifah telah ditunjukkan di
Saqifah Bani Saidah. Para ulama Islam telah menjadikan ijma atau kesepakatan para
sahabat Nabi Muhammad saw sebagai sumber hukum yang mengikat. Oleh karena itu,
bila suatu hukum atau aturan tidak ditemukan di dalam sumber hukum yang primer,
yaitu al-Quran dan al-Hadits, maka bisa ijma sahabat bisa digunakan untuk
menggalinya.
Mengenai peristiwa yang terjadi di Saqifah Bani Saidah, sesungguhnya kaum
Muslim mempunyai kewajiban untuk segera menguburkan jenazah Rasulullah saw.
Urusan kenegaraan juga perlu diatur dan dilaksanakan. Pasukan Usamah bin Zaid ra
telah diberangkatkan dan tengah bersiap-siap menunggu perintah selanjutnya. Ternyata,
di tengah berbagai permasalahan yang rumit tersebut, para sahabat dari kalangan
Muhajirin dan Anshar justru mengadakan diskusi untuk memilih pemimpin (amir) bagi
seluruh kaum Muslim. Para sahabat itu tentu memiliki pengetahuan dan kompetensi
untuk melakukan koreksi jika mereka merasakan atau melihat adanya suatu
kemunkaran. Ternyata tidak seorang pun di antara mereka yang bertindak demikian,
namun mereka justru melakukan diskusi yang hangat bahkan cenderung panas untuk
memilih Khalifah. Ini menunjukkan bahwa memilih seorang Khalifah merupakan suatu
perkara yang wajib. Proses pemilihan sampai dengan pembaiatan yang memakan
waktu sampai tiga hari dua malam menunjukkan indikasi bahwa pengangkatan seorang
amir merupakan masalah krusial yang harus bisa diselesaikan dalam jangka waktu
tersebut.
Perlu dicatat pula bahwa perselisihan yang terjadi di antara kedua kelompok itu
bukan berkenaan dengan perlu tidaknya mengangkat seorang Khalifah, tetapi berkenaan
dengan siapa yang akan diangkat menjadi Khalifah. Kalangan Anshar sebenarnya sudah
memilih Saad bin Ubadah sebagai Khalifah sebelum perwakilan Muhajirin ikut serta
dalam diskusi tersebut. Perdebatan yang terjadi kemudian berkaitan dengan kepantasan
dan kelayakan kandidat Khalifah yang terpilih dari kalangan Anshar. Abu Bakar
memandang bahwa kabilah-kabilah Quraisy akan sulit menerima kepemimpinan
seorang Khalifah dari kalangan di luar Quraisy. Dengan demikian perdebatan yang
berlangsung hangat itu hanya berkenaan dengan pertimbangan-pertimbangan politis
mengenai karakteristik pengganti Nabi saw.
Pragmatisme, pertimbangan-pertimbang jangka pendek, serta hal-hal seperti itu
bukan merupakan faktor dalam proses penyelesaian masalah. Niat yang kuat untuk
membahas dan menyelesaikan masalah vital, yang menentukan hidup dan matinya umat
Islam, adalah mentalitas yang dimiliki kaum Muslim pada masa itu; dan mentalitas
inilah yang sangat dibutuhkan kaum Muslimin pada saat ini. Keputusan hukum dalam
perkara pengangkatan Khalifah bersumber pada ijma sahabat. Batas waktu yang amat
singkat untuk memilih seorang Khalifah, yakni tiga hari dua malam, menunjukkan
pentingnya perkara ini. Pada dasarnya hukum pengangkatan Khalifah adalah fardhu
kifayah, namun berubah menjadi fardhu ain karena tugas ini belum bisa terwujud
hingga lebih 70 tahun.
KESIMPULAN
Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang
benar agar Dia memenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang
musyrik membenci. (TQS. ash-Shaff [61]: 9)
Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
Dahulu para Nabilah yang mengurus Bani Israil. Apabila wafat seorang Nabi,
diutuslah Nabi berikutnya. Tetapi tidak ada lagi Nabi sesudahku. Akan ada para
Khalifah, dan jumlahnya akan banyak.
Para sahabat kemudian bertanya, Apa yang engkau perintahkan kepada kami?
Maka Rasulullah saw pun menjawab:
Penuhilah baiat yang pertama dan yang pertama itu saja. Berikanlah kepada
mereka haknya, karena Allah nanti akan menuntut pertanggungjawaban mereka
terhadap rakyat yang dibebankan urusannya kepada mereka. (HR. Muslim)
Rasulullah saw adalah seorang kepala negara. Ketika menyampaikan risalah
Islam, beliau saw bebas dari kesalahan. Islam adalah din yang sempurna, dan wahyu
yang diberikan kepada beliau saw terjaga kemurniannya. Ke-Rasulan telah berakhir,
seiring dengan wafatnya beliau saw. Namun Islam tidak berakhir pada saat itu juga.
Cahaya Islam terus berlanjut melalui cahaya Negara Islam Madinah yang dipimpin oleh
para Khulafa ar-Rasyidin.
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, seluruh kaum Muslim telah
mendapatkan wahyu yang datang kepada Rasulullah saw. Tugas menyampaikan wahyu
kepada generasi-generasi yang akan datang kini berada di pundak seluruh kaum
Muslim. Kini, al-Quran telah dibukukan, dan hadits-hadits pun telah dikumpulkan.
Ucapan dan pendapat para sahabat pun telah berhasil dikumpulkan. Gambaran tentang
bagaimana mereka memerintah dan bagaimana mereka menyelesaikan permasalahan
telah juga telah berhasil dibukukan. Seluruh bagian dari Islam telah disampaikan,
disebarluaskan, dan dijelaskan kepada kita semua oleh kelompok yang unik ini, yaitu
para sahabat.
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari
golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka
dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah.
(TQS. at-Taubah [9]: 100)
Allah Swt memuji secara kolektif para sahabat. Allah Swt menyebut mereka
sebagai pejuang Islam di garda yang paling depan. Allah Swt juga berjanji bahwa Dia
Swt akan melindungi dan menjaga (kemurnian) al-Quran. Allah Swt berfirman:
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami
benar-benar memeliharanya. (TQS. al-Hijr [15]: 9)
Para sahabat merupakan salah satu wahana yang dipilih Allah Swt untuk
memelihara Kitabullah. Merekalah yang menjadi tumpuan harapan dakwah Islam pada
masa Rasulullah saw. Mereka pula yang mengikatkan diri dengan al-Quran sepeninggal
Rasulullah saw. Merekalah yang mengajarkan al-Quran kepada umat manusia; mereka
yang menjadikan al-Quran sebagai pedoman hidup; mereka pula yang menunjukkan
kepada kita contoh yang gamblang dalam mengamalkan al-Quran. Mereka merupakan
contoh hidup yang menjadi pedoman bagi kita dalam mengatur kehidupan pribadi dan
bermasyarakat.
Allah Swt menggambarkan para sahabat dengan pujian yang sangat mulia di
dalam al-Quran. Sementara itu, Rasulullah saw memuji mereka dalam berbagai
haditsnya. Abdullah Ibn Mughfal meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:
Allah! Allah! Di kalangan sahabatku tidak terjadi pertentangan. Barangsiapa
mencintai mereka, maka sama saja mencintaiku; barangsiapa membenci mereka
maka sama saja membenci diriku; dan barangsiapa menghina mereka, maka
sama saja mereka menghina diriku; dan barangsiapa menghina diriku sama
saja menghina Allah, dan semoga Allah menghukumnya.
Abdullah bin Masud meriwayatkan bahwa Rasulullah saw juga bersabda:
Yang terbaik dari kalangan umatku adalah mereka yang saat ini bersama diriku.
Allah Swt mengajari para sahabat, sebagaimana Dia Swt juga mengajari diri kita. Dalam
al-Quran Allah Swt berfirman:
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah
ia kepada Allah dan Rasul-Nya, jika kamu benar-benar beriman kepada Allah
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama dan lebih baik akibatnya.
(TQS. an-Nisaa [4]: 59)
Pada dasarnya, para sahabat adalah suatu generasi yang berpegang teguh pada
prinsip yang tercantum pada ayat di atas. Dalam melakukan setiap perbuatannya, para
sahabat selalu merujuk pada ketentuan Allah Swt dan keputusan Rasulullah saw.
Mereka bertanya tentang berbagai perkara kepada Rasulullah saw. Kemudian Rasulullah
saw akan menunggu turunnya wahyu sebelum memberikan jawaban kepada mereka,
karena Rasulullah saw bukanlah seorang yang bertindak sesuai dengan kehendak dan
keinginannya. Setelah Rasulullah saw wafat, satu-satunya jalan untuk mengembalikan
urusan kepada Allah dan Rasul-Nya adalah dengan kembali kepada dalil-dalil, yaitu
ayat-ayat al-Quran maupun teks-teks Sunnah. Pada masa-masa akhir kehidupan beliau,
Rasulullah saw memberi wasiat kepada kaum Muslim tentang bagaimana caranya
menyelesaikan berbagai pertentangan dan permasalahan.
Irbad bin Sariya ra berkata, Rasulullah saw seringkali memberikan nasihatnasihat yang membuat hati kami penuh rasa takut, sehingga air mata kami meleleh.
Maka kami berkata, Ya Rasulullah, ini seakan-akan khutbah yang terakhir, maka
berilah kami wasiat. Maka kemudian Rasulullah saw bersabda:
Aku berwasiat kepadamu agar bertakwa kepada Allah azza wa jalla, agar
mendengar, taat, dan patuh meskipun pemimpinmu seorang (mantan) budak.
Barangsiapa di antara kamu hidup panjang umur, maka dia akan melihat
banyak silang sengketa. Berpeganglah pada sunnahku dan sunnah-sunnah
khulafa yang mendapat petunjuk dan hidayah (sesudahku). Gigitlah kuat-kuat
dengan gigi gerahammu. Waspadalah terhadap berbagai ciptaan persoalanpersoalan baru. Sesungguhnya tiap-tiap bidah mengandung kesesatan, dan tiap
kesesatan (menjurus) ke neraka. (HR. Tirmidzi)
Wasiat yang diberikan Rasulullah saw pada kesempatan tersebut ternyata sangat
menyentuh, sehingga menyebabkan berlinangnya air mata para pengikutnya. Gambaran
yang diberikan Rasulullah saw dalam wasiat itu sangat menyentuh, sehingga wasiat
tersebut memberikan kesan yang sangat mendalam di hati para pengikutnya. Muatan
yang terkandung dalam wasiat itu adalah peringatan kepada para sahabat agar
berpegang teguh kepada Islam pada saat terjadi perselisihan.
Pesan yang terkandung dalam wasiat tersebut sangat penting kita pelajari saat
ini. Melihat keadaan kaum Muslim saat ini, amat wajar kiranya bila air mata kita
mengalir tiada henti. Maka penyelesaiannya pun menggunakan metode yang sama, yaitu
menggigit kuat-kuat alias berpegang teguh pada Sunnah Nabi dan sunnah-sunnah para
Khulafa ar-Rasyidin.
Teks-teks Islam itu sangat banyak. Terbuka ruang yang sangat luas bagi
terjadinya perbedaan penafsiran. Namun demikian, penafsiran yang tepat semestinya
berlandaskan pada kaidah yang disusun oleh para sahabat. Apalagi dalam bidang politik,
penafsiran yang tepat merupakan suatu perkara yang sangat penting. Banyak hal dalam
masalah ibadah yang telah ditetapkan secara eksplisit di dalam hadits-hadits Rasulullah
saw. Namun perkara bagaimana memimpin umat setelah wafatnya Rasulullah saw
hanya dapat diketahui dari peristiwa-peristiwa yang terjadi semasa Khulafa ar-Rasyidin.
Bagi kita sekarang ini, agar bisa hidup sesuai ketentuan Islam, maka tidak ada pilihan
lain kecuali memahami model Khilafah ar Rasyidah.
Rasulullah saw bersabda:
Setiap dari kalian adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban
atas kepemimpinan itu. Seorang imam adalah pemimpin atas rakyat, dan akan
dimintai pertanggungjawabannya atas rakyatnya. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits ini, kata rin digunakan untuk menyebut istilah pemimpin dalam
hubungannya dengan pemeliharaan urusan umat. Sekali lagi ini adalah konsep yang
dipegang teguh oleh para sahabat. Mereka tidak pernah mengabaikan tugas mereka
sebagai pemimpin. Seluruh Khulafa ar-Rasyidin benar-benar menyadari pentingnya
kedudukan mereka. Mereka sadar sepenuhnya dengan tanggung jawab yang diberikan
Allah Swt kepadanya, yakni untuk memimpin secara adil. Lebih dari itu, mereka juga
paham bahwa tatacara kepemimpinan mereka akan menjadi rujukan generasi-generasi
berikutnya. Kita merupakan salah satu generasi yang menjadikan mereka sebagai
teladan.
Para sahabat dipandang sebagai generasi yang unggul karena kefaqihan mereka
dalam Islam, lebih dari generasi-generasi sesudahnya. Mereka menganggap Islam
sebagai agama yang praktis. Islam juga bersifat dinamis, karena selalu dapat
memberikan penyelesaian atas segala permasalahan dalam seluruh aspek kehidupan,
sekalipun Rasulullah saw telah wafat.
Ketika Rasulullah saw wafat, terjadi kegoncangan di jalan-jalan kota Madinah.
Beberapa orang tidak percaya bahwa Rasulullah saw telah wafat. Bahkan Umar bin
Khaththab ra sendiri pada awalnya tidak dapat menerima wafatnya Rasulullah, hingga
Abu Bakar ra membacakan ayat yang berbunyi:
Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang Rasul, sungguh telah berlalu
sebelumnya beberapa orang Rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu
berbalik di atas tumit-tumit kamu (murtad)? (TQS. Ali Imran [3]: 144)
Abu Bakar ra memang berhasil mengatasi kegoncangan itu, namun masih ada
masalah yang belum dapat diselesaikan. Pasukan Muslim di bawah kepemimpinan
Usamah bin Zaid yang dikirimkan untuk berjuang melawan pasukan Romawi di Syam
tengah menunggu perintah berikutnya. Menjelang wafatnya, Rasulullah saw bersabda:
Wahai manusia, teruskanlah pengiriman pasukan perang Usamah. Demi
umurku, andaikata kalian mengkhawatirkan kepemimpinannya, sesungguhnya
dulu kalian juga telah mengkhawatirkan kepemimpinan ayahnya. Sesungguhnya
ia dan ayahnya pantas memimpin pasukan perang.
Selain itu, ada beberapa orang yang menyebut diri mereka sebagai nabi. Aswad
al-Ansi dari Yaman, Thulaiha dari Bani Asad, Sajaah binti al Harits dari Bani Tamim,
serta Musailamah al-Kadzdzab dari suatu kabilah di pedalaman Arab, menganggap diri
mereka adalah nabi. Masing-masing nabi palsu tersebut membentuk pasukan dan mulai
memerangi Daulah Islamiyah. Ada pula beberapa kabilah yang menolak membayar
zakat.
Gubernur Bahrain meninggal dunia, dan kabilah Bani Bakar mulai
memberontak. Maka meletuslah kekacauan di wilayah tersebut. Pemberontakan serupa
juga terjadi di Oman, Mahra, dan Yaman. Demikianlah, kekacauan-kekacauan melanda
sejumlah wilayah Daulah Islamiyah, sedangkan pasukan Romawi memberikan ancaman
tersendiri dari luar negeri. Para sahabat, di tengah berbagai permasalahan yang
menggelayuti pundak mereka, ternyata tetap berupaya mengembalikan segala
permasalahan itu kepada Islam. Mereka bersepakat untuk memilih seorang kepala
negara.
Ummul mukminan, Aisyah ra memberikan gambaran kondisi kaum Muslim
setelah wafatnya Nabi saw sebagai berikut, Ketika Rasulullah saw wafat, banyak
orang Arab yang murtad, orang-orang Yahudi dan Nasrani pun mulai berani bersikap
arogan, dan tumbuh benih-benih kebencian. Kaum Muslim menjadi layaknya seekor
domba yang tersiram hujan di tengah malam pada saat musim dingin, karena
kehilangan nabinya. Sampai kemudian Allah Swt menyatukan mereka di bawah
kepemimpinan Abu Bakar.
Para sahabat berhasil mengatasi masa-masa sulit itu memilih seorang pemimpin
dari kalangan mereka. Di bawah kepemimpinannya dan para Khulafa ar-Rasyidin
berikutnya kaum Muslim mampu menyebarluaskan Islam ke berbagai penjuru dunia. Di
bawah kepemimpinan para Khulafa ar-Rasyidin, bangsa-bangsa di Timur Tengah dan
Afrika Utara berhasil dibimbing keluar dari kegelapan menuju terang benderang,
sebagaimana dinyatakan Allah Swt dalam al-Quran min azh-zhulumt ila an-nr.
Sebelum kedatangan Islam, bangsa-bangsa tersebut terpuruk dalam penyembahan
berhala dan kejahiliyahan lainnya.
Pada saat-saat seperti sekarang inilah kita perlu melakukan refleksi atas berbagai
kesulitan dan kehinaan yang tengah kita hadapi. Dunia hampir-hampir putus asa
menanti datangnya petunjuk. Apa pun informasi yang dapat kita peroleh dari sirah
Rasulullah saw, kita akan jumpai pesan utama yang harus kita pelajari lebih jauh, yaitu
bahwa beliau saw hadir laksana sebuah cahaya yang menerangi atau sirjan munr.
Satu-satunya jalan untuk mengubah keadaan gelap gulita yang kini dialami umat
manusia adalah dengan mengikuti segala sesuatu yang ditinggalkan Rasulullah saw
kepada kita. Itulah Kitabullah, as-Sunnah, dan keputusan para Khulafa ar-Rasyidin.
Cara ini hanya bisa ditempuh dengan menegakkan kembali negara Khilafah Islamiyah.
Setelah kaum Muslim mengalami masa-masa sulit sepeninggal Rasulullah saw,
maka Allah Swt menganugerahi mereka kemuliaan dan kekuasaan atas seluruh Jazirah
Arab. Kemuliaan dan kekuasaan ini diperoleh melalui tangan-tangan para sahabat. Islam
adalah jalan orang-orang Arab untuk menyelamatkan diri mereka dan bangsa-bangsa
lainnya. Teladan dalam diri seorang Umar bin Khaththab menunjukkan kekuatan
karakter yang dapat menggantikan kesesatan. Sebelum menemukan Islam, beliau
merupakan seorang musuh Islam yang sangat kejam. Demikian besar rasa permusuhan
Umar terhadap Islam, sehingga salah seorang sahabat pernah berucap, Seandainya
keledai milik Umar masuk Islam, Umar tetap tidak akan bersedia (masuk Islam).
Tetapi, ketika Umar mendengar ayat-ayat al-Quran dibacakan, memahami artinya, dan
menyadari mukjizat yang terkandung di dalamnya, beliau ra berubah menjadi manusia
yang sama sekali berbeda. Sebelumnya, Umar adalah orang yang sangat kejam, yang
biasa membunuh bayi-bayi perempuan yang baru lahir; tetapi kemudian berubah
menjadi seorang pemimpin Muslim yang besar lagi penuh kasih sayang. Begitu beliau
ra mendengar firman Allah Swt:
Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena
dosa apakah dia dibunuh. (TQS. at-Takwir [81]: 8-9)
Dan menyadari kebenaran yang terkandung dalam ayat tersebut, maka beliau segera
menghentikan perbuatan buruknya. Ketika beliau mendengar bahwa Rasulullah saw
bersabda:
Seorang imam adalah pemimpin atas rakyat,
pertanggungjawaban atas (urusan) rakyatnya.
dan
akan
dimintai
Islam merupakan sebuah kekuatan yang luar biasa, yang mampu memberikan
dorongan yang amat besar bagi orang-orang yang meyakininya, karena Islam adalah din
yang berasal dari Sang Maha Pencipta. Allah Swt mengutus Rasulullah saw untuk
menyampaikan risalah Islam kepada umat manusia, agar mereka mampu keluar dari
kegelapan sistem jahiliyah menuju cahaya Islam yang terang benderang; dari
penyembahan kepada makhluk menuju penyembahan kepada Sang Khalik semata; dari
kezhaliman hukum-hukum buatan manusia menuju keadilan dan keunggulan hukumhukum Allah Swt.
Islam menunjukkan jalan kepada manusia untuk memahami persoalan yang
mereka hadapi, sekaligus jalan untuk menyelesaikan persoalan tersebut, berikut cara
untuk menerapkan solusi itu. Karena, Islam adalah din dari Yang Maha Agung untuk
seluruh umat manusia, yang mengatur hubungan antara manusia dengan Tuhannya,
dengan dirinya sendiri, dan dengan orang lain. Penerapan Islam secara paripurna akan
bermuara pada kebahagiaan umat manusia. Allah Swt telah mengubah kondisi orangorang yang tinggal di Jazirah Arab, dan Allah Swt juga dapat mengubah keadaan yang
kita alami sekarang ini. Akhirnya semua terpulang kepada kita, apakah kita akan
kembali kepada Islam sebagai pandangan hidup, dan memiliki keyakinan bahwa Allah
Swt akan menganugerahkan kebaikan di dunia maupun di akhirat.
Demikianlah, kami menyeru kepada anda untuk menuju cahaya yang terang
benderang, yakni cahaya Islam. Kami menyeru kepada anda untuk berjuang
menegakkan negara Khilafah Islamiyah, karena kegelapan yang melanda umat manusia
saat ini telah tersebar luas, menembus segala aspek kehidupan, sehingga tidak dapat
dihitung lagi jumlah kemaksiatan yang telah terjadi dan dosa-dosa yang telah
menggunung. Maka berjuanglah, dan Allah Swt dan Rasul-Nya akan menyaksikan
perjuangan anda.
Dan Katakanlah: Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orangorang mu'min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya
kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (TQS. at-Taubah [9]: 105)
dan negeri-negeri Muslim lainnya. Bukalah hati mereka agar dapat menerima seruan
kami.
Ya Allah! Berilah kemampuan kepada kami untuk menegakkan Khilafah
Islamiyah; untuk mengibarkan ryah (panji-panji kaum Muslim); serta untuk
menerapkan syariat Islam.
Ya Allah! Berilah kami kekuatan untuk menyingkirkan hukum-hukum dan
sistem kufur dari negeri-negeri kaum Muslim. Dan berilah kekuatan untuk
menghancurkan Israel dan negara-negera kafir yang menjajah negeri-negeri kaum
Muslim.
Ya Allah! Berilah kami kekuatan untuk menyatukan seluruh wilayah kaum
Muslim ke dalam Daulah Khilafah.
Ya Rabb al-lamn. Allahumma amn.
DAFTAR PUSTAKA
As-Sirah al-Nabawiyyah, Imam Abu al-Fida Ismail ibnu Katsir
As-Sirah al-Rasulullah, Muhammad ibnu Ishaq
At-Tarikh al-Rusul wa al-Muluk, Abu Jafar Muhammad bin Jarir al-Thabari
Ar-Rahiq al-Makhtum, Safi ur-Rahman Mubarakpuri
Ad-Daulah al-Islamiyyah, Taqiyuddin an-Nabhani
An-Nizham al-Hukmiy, Taqiyuddin an-Nabhani